ards (30 mei 2013) baru

21
ARDS (Acute Lung Injury / Acute Respiratory Distress Syndrome) Suatu gejala klinik berupa gagal nafas mendadak yang ditandai dengan infiltrate difus pada foto thoraks, hipoksemia berat dan menurunnya complains paru disebut oleh asbaugh dan kawan kawan pada tahun 1967 sebagai acute respiratory distress in adults. Gambaran patologi berupa edema paru yang berat, kongesti vaskuler dengan perdarahan, atelektasis serta pembentukan membran hialin. Berikutnya Petty dan Asbaugh pada tahun 1971 sindroma klinik tersebut oleh Petty disebut dengan adult respiratory distress syndrome. Oleh murray kerusakan di paru dibagi dalam beberapa gradasi untuk mengetahui besarnya gangguan pernafasan, berupa lung injury score (LIS). Terdapat skor untuk empat komponen yaitu skor untuk foto thoraks, hipoksemia, positive end expiratory syndrome (PEEP) dan system complains (compliance) pernafasan dengan nilai 0,1,2,3,4. Apabila LIS > 2.5 maka keadaan tersebut disebut ARDS. Sedangkan skor yang lebih rendah menunjukkan kerusakan paru yang derajatnya ringan atau sedang (Ware and Mattnay, 2000) The American – European consensus conference (AECC) on ARDS pada tahun 1994 memberi batasan ALI sebagai berikut a) gangguan oksigenasi dengan rasio arterial parsial pressure of oxygen to inspired oxygen fraction (PaO2/FiO2) < 300 mmHg. b) kesuraman bilateral pada foto toraks yang sesuai dengan edema paru, dan c) pulmonary artery occlusion pressure (PAOP) < 18

Upload: thoriqotil-haqqul-mauludiyah

Post on 26-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

ARDS

(Acute Lung Injury / Acute Respiratory Distress Syndrome)

Suatu gejala klinik berupa gagal nafas mendadak yang ditandai dengan infiltrate difus pada foto thoraks, hipoksemia berat dan menurunnya complains paru disebut oleh asbaugh dan kawan kawan pada tahun 1967 sebagai acute respiratory distress in adults. Gambaran patologi berupa edema paru yang berat, kongesti vaskuler dengan perdarahan, atelektasis serta pembentukan membran hialin. Berikutnya Petty dan Asbaugh pada tahun 1971 sindroma klinik tersebut oleh Petty disebut dengan adult respiratory distress syndrome. Oleh murray kerusakan di paru dibagi dalam beberapa gradasi untuk mengetahui besarnya gangguan pernafasan, berupa lung injury score (LIS). Terdapat skor untuk empat komponen yaitu skor untuk foto thoraks, hipoksemia, positive end expiratory syndrome (PEEP) dan system complains (compliance) pernafasan dengan nilai 0,1,2,3,4. Apabila LIS > 2.5 maka keadaan tersebut disebut ARDS. Sedangkan skor yang lebih rendah menunjukkan kerusakan paru yang derajatnya ringan atau sedang (Ware and Mattnay, 2000)

The American European consensus conference (AECC) on ARDS pada tahun 1994 memberi batasan ALI sebagai berikut a) gangguan oksigenasi dengan rasio arterial parsial pressure of oxygen to inspired oxygen fraction (PaO2/FiO2) < 300 mmHg. b) kesuraman bilateral pada foto toraks yang sesuai dengan edema paru, dan c) pulmonary artery occlusion pressure (PAOP) < 18 mmHg atau bila tidak ada kelainan pada pemeriksaan klinik adanya hipertensi atrium kiri. Kerusakan yang lebih berat berupa ARDS yang kriterianya sama, kecuali untuk rasio PaO2/FiO2 12 ml/kgBB pada tahun 1970an menjadi < 9 ml/kgBB. Pada tahun 2000 penelitian ARDS Network mendapatkan bahwa volume tidal 5 ml/kgBB dengan tekanan plateau yang dibatasi sampai 30 cmH2O, menurunkan angka mortalitas dari 40 % menjadi 31 %. Penelitian ARDS Network berikutnya pada tahun 2004 tidak mendapat perbedaan pada penggunaan dengan tekanan PEEP yang lebih rendah dari 8,3 cmH2O dibandingkan dengan tekanan PEEP yang lebih tinggi 13,2 cmH2O ( Haitsma, 2006)

Prone Ventilasi

Pada ARDS, hipoksemia yang terjadi terutama akibat perfusi bagian paru yang letaknya di bagian bawah (dependent), bagian yang mengalami atelektasis atau konsolidasi dengan akibat ketidakseimbangan V/Q atau shunt. Melakukan reposisi dari posisi terlentang (supine) menjadi posisi tiarap (prone) dapat mengubah densitas paru ( dideteksi dengan CT-scan) yang terdapat di bagian posterior menjadi di paru bagian anterior. Beberepa penelitian mendapatkan perbaikan oksigenasi dengan cara ini pada 75 % penderita. Juga terdapat reduksi pada shunt sebanyak 11 %. Dan peningkatan sebanyak 12 % pada unit dengan V/Q normal. Setelah beberapa jam pada posisi tiarap, penderita tetap dalam perbaikan oksigenasinya setelah dikembalikan pada posisi terlentang. Dengan menggunakan tempat tidur yang dapat diputar, posisi penderita juga dapat diubah-ubah, dapat diperoleh perbaikan oksigenasi pada penderita ARDS. Walaupun posisi tiarap dapat memperbaiki oksigenasi, penggunaan secara rutin pada gagal nafas akut belum dapat dibenarkan. Posisi tiarap mungkin bermanfaat untuk penderita dengan hipoksia berat (Anzueto and Guntapalli,2006; Haitsma, 2006).

Penggantian Surfaktan

Gangguan fungsi surfaktan memiliki peran yang jelas dalam perkembangan ARDS. Penggunaan surfaktan pada penderita ARDS sulit untuk menunjukkan hasil yang baik. Exosurf, suatu surfaktant sintetis diberikan secara nebulisasi dalam suatu penelitian multicenter. Hasilnya tidak dapat menunjukkan adanya perbedaan mortalitas antara exosurf dengan placebo pada penderita septic ARDS. Suatu bahan surfaktan dari hewan sapi survanta (beractant) diberikan melalui pipa endotrakeal, menunjukkan adanya hubungan antara dosis dengan menurunnya mortaliitas. Walaupun penggantian surfaktan adalah pada fisiologi pernafasan, terdapat bukti in vitro bahwa surfaktan menghambat sekresi sitokin oleh makrofak alveolar, dengan demikian mungkin dapat mengurangi imflamasi alveolar pada ARDS. Sampai saat ini penggunaan surfaktan eksogen belum dapat direkomendasikan secara rutin untuk ALI/ARDS (Anzueto and Guntapalli,2006; Haitsma, 2006).

Partial Liquid Ventilation dengan Perfluorocarbon

Perfluorocarbon adalah suatu bahan kimia organic perfluorochemical dengan delapan atom karbon, merupakan bahan cair yang nonkompresibel, mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen dan korbondioksida dan mempunyai sifat seperti surfaktan. Pengisian paru dengan bahan ini akan menyebabkan rekrut dari alveolar yang kolap dengan cairan sehingga mencegah pembukaan dan penutupan siklik dari alveolar. Mungkin diperkirakan dapat membantu dalam kerusakan paru. ( Anzueto and Guntapalli, 2006). Kacmarek dan kawan-kawan mendapatkan bahwa pada saat ini belum dapat merekomendasikan penggunaan untuk ARDS ( Kacmarek, 2006)

Pembatasan Cairan

Keadaan ARDS ditandai dengan meningkatnya 2-3 kali cairan paru ektravaskular ( extravascular lung water) ( EVLW) dibandingkan dengan orang normal. Akumulasi cairan pada ARDS terjadi karena meningkatnya permaibilitas vascular serta meningkatnya perfusi atau tekanan hidrostatik. Terdapat hubungan antara intake cairan kumulatif, berat badan, serta prognosa yang jelek. Dieresis atau retriksi cairan dapat memperbaiki fungsi paru tetapi dapat membahayakan organ ektrapulmonal. Penelitian ARDS Network dan beberapa penelitian membandingkan managemen cairan yang dibatasi dengan yang lebih bebas pada penderita ARDS. Walaupun secara statistic tidak bermakna, angka mortalitas pada cara retriksi lebih rendah. Terdapat perbaikan fungsi paru dan penggunaan ventilator serta perawatan di ICU yang lebih pendek tanpa meningkatkan kegagalan organ nonpulmonal. ( Wiedemann et al, 2006). Saat ini terdapat kecendrungan untuk memakai restriksi cairan dan penggunaan diuretika ( Haitsma, 2006)

Kortikosteroid

Sehubungan dengan mekanisme inflamatori pada ARDS, banyak yang menggunakan kortikosteroid sebagai pengobatannya. Pada awal tahun 1980 beberapa penelitian menggunakan kortikosteroid dosis tinggi untuk terapi shock septic dengan hasil yang negative. Tidak didapatkan perbaikan pada oksigenasi complains, skor foto thoraks atau pulmonary artery pressure serta jumlah yang lebih sedikit kasus yang sembuh dari ARDS dari pada pemberian dengan placebo.

Annane dan kawan-kawan dengan steroid dosis kecil, mendapat perbaikan pada shock septic yang nonrespon pada uji dengan kortikotropin, tetapi tidak mendapat perbaikan pada mereka yang member respone pada uji kortikotropin dan penderita bukan shock septic ( Annane et al, 2006). Juga penelitian ARDS Network pada 180 penderita, pemberian metilprednisolone berhubungan dengan meningkatnya kematian pada hari ke 60 dan hari ke 180 ( steinberg et al, 2006). Medun dan kawan-kawan menggunakan metilprednisolon infuse 1 mg/kgBB/hari dengan dosis menurun selama 28 hari. Terdapat penurunan respone inflamasi dengan perbaikan disfungsi organ paru dan ektrapulmonal serta pengurangan penggunaan ventilator di ICU ( Menduri, 2007). Masih diperlukan penelitian lainnya untuk menjelaskan peran kortikosteroid pada ADRS (Haitsma 2006).

Summary

Acute Lung Injury (ALI) and Acute Respiratory Distress Syndrome are the complex response of the lung to direct or indirect insult characterized by sudden onset severe hypoxemia, radiographic evidence of bilateral infiltrates and absence of left heart failure. The most commons cause of ARDS is sepsis (including pneumonia), but severe trauma, and aspiration of gastric contents are also independent risk factors. Tranfusion-related Acute Lung Injury (TRALI), the Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) and H5N1 Influenza are also recently described as cause of ALI/ARDS. The pathofisiology of ALI/ARDS represent a complex and protean expression of multiple processes culm nating in a common end point. ARDS should be seen as a systemic disease therefore systemic management in most importantand must focus primarily on treatment of the underlying cause (e.g the causing the sepsis). Other treatment are primarily supportive.