apla lia

Upload: wan-asmaul-atmam

Post on 09-Mar-2016

242 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Plastik

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... iBAB IBAB II ................................................................................................................31. Fungsi darah .................................................................................................. 32. Proses hematopoesis ...................................................................................... 43. Definisi anemia aplastik .................................................................................. 94. Prevalensi anemia aplastik ............................................................................... 95. Etiologi anemia aplastik ..................................................................................106. Klasifikasi anemia aplastik ..............................................................................137. Patogenesis anemia aplastik ............................................................................148. Manifestasi anemia aplastik .............................................................................159. Diagnosis anemia aplastik ...............................................................................1510. Pemeriksaan penunjang ...................................................................................1711. Diagnosis banding ..........................................................................................1912. Tatalaksana anemia aplastik ............................................................................2013. Komplikasi anemia aplastik .............................................................................2514. Prognosis anemia aplastik ...............................................................................25BAB III KESIMPULAN....................................................................................... 27DAFTAR PUSTAKA ...... .................................................................................. 28

BAB IPENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan salah satu bentuk anemia yang disertai oleh pansitopenia (atau bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Tidak seluruhnya kelainan sumsum tulang yang terjadi diakibatkan oleh aplasia, pada sebagian besar kasus ditemukan sumsum tulang mengalami hipoplasia sehingga pada kasus ini dapat disebut juga anemia hipoplastik.Istilah anemia aplastik pertama kali diperkenalkan oleh Ehrlich pada tahun 1988 yang ditemukan pada wanita hamil, namun sampai saat ini patogenesisnya masih tetap sulit. Pengertian pansitopenia yaitu keadaan yang ditandai oleh anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala perwujudan klinisnya.1Anemia aplastik tergolong penyakit dengan prevalensi yang jarang dengan angka insidensi di negara maju 3-6 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Negara timur memiliki angka insidensi lebih tinggi 2-3 kali dibandingkan dengan negara barat. Jenis kelamin juga menentukan prevalensinya. Umumnya pria lebih sering terkena daripada wanita. Faktor lain yang menentukan yaitu lingkungan. Infeksi virus terutama virus hepatitis diduga memegang peranan penting dalam patogenesis penyakit ini.Yilmaz dkk. (2007) mengungkapkan prevalensi kasus anemia aplastik pada wanita hamil adalah jarang. Tapi menurutnya kehamilan yang disertai dengan kelainan anemia aplastik ini merupakan kondisi yang serius.Pada tahun 1955 dilaporkan di Iran dua kasus anemia aplastik yang diduga disebabkan oleh hepatitis dan berikutnya pada tahun 1975 ditemukan lebih dari 200 kasus..Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun. Puncak insidensi kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.Di Amerika Serikat dan Eropa timur umur sebagian besar pasien berkisar antara 15-24 tahun. Sebagian besar kasus anemia aplastik di Cina diderita oleh perempuan berumur di atas 50 tahun dan pada pria setelah umur 60 tahun. Di Prancis, pada pria ditemukan dua puncak yaitu antara umur 15-30 tahun dan di atas umur 60 tahun, sedangkan pada wanita kebanyakan menderita pada umur di atas 60 tahun.

BAB IIPEMBAHASANDarah merupakan jaringan cair yang sangat penting bagi manusia yang memiliki banyak kegunaan untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Darah terdiri atas dua bagian, bagian cair yang disebut plasma dan unsur unsur padat yaitu sel-sel darah. Darah membentuk 6 sampai 8% dari berat badan tubuh total, volume darah secara keseluruhan kira kira 5 liter. Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah membentuk 55% dari volume darah total. Sedangkan 45% sisanya adalah sel darah. Eritrosit menempati bagian besar volumenya yaitu sekitar 99%, trombosit (0,6 1,0%) dan leukosit (0,2%).Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia :1. Fungsi utama darah adalah untuk transportasi2. Eritrosit tetap berada dalam system sirkulasi Mengangkut Hemoglobin (Hb) mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan, Hb merupakan pengatur keseimbangan asam basa Mengkatalisis reaksi CO2 dan air secara cepat dengan bantuan enzim karbon anhidrase3. Leukosit bertanggung jawab terhadap pertahanan tubuh dan diangkut oleh darah ke berbagai jaringan tepat sel sel tersebut melakukan fungsi fisiologiknya.4. Trombosit berperan mencegah tubuh kehilangan darah akibat perdarahan.5. Plasma merupakan pengangkut utama zat gizi dan produk sampingan metabolik ke organ-organ tujuan untuk penyimpanan atau ekskresi.6. Eosinofil berperan untuk melakukan fagositosis, yaitu memusnahkan setiap sel asing yang memasuki tubuh. HematopoiesisHematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda-beda.Tempat terjadinya hematopoiesis pada manusia :1. Embrio dan Fetusa. Stadium Mesoblastik, Minggu ke 3-6 s/d 3-4 bulan kehamilan : Sel-sel mesenchym di yolk sac. Minggu ke 6 kehamilan produksi menurun diganti organ-organ lainb. Stadium Hepatik, Minggu ke 6 s/d 5-10 bulan kehamilan : Menurun dalam waktu relatif singkat. Terjadi di Limpa, hati, kelenjar limfec. Stadium Mieloid, Bulan ke 6 kehamilan sampai dengan lahir, pembentukan di sumsum tulang : Eritrosit, leukosit, megakariosit.2. Bayi sampai dengan dewasaHematopoiesis terjadi pada sumsum tulang, normal tidak diproduksi di hepar dan limpa, keadaan abnormal dibantu organ lain.a. Hematopoiesis Meduler (N)Lahir sampai dengan 20 tahun : sel sel darah sumsum tulang. Lebih dari 20 tahun : corpus tulang panjang berangsur angsur diganti oleh jaringan lemak karena produksi menurun.b. Hematopoiesis Ekstrameduler (AbN)Dapat terjadi pada keadaan tertentu, misal: Eritroblastosis foetalis, An.Peniciosa, Thallasemia, An.Sickle sel, Spherositosis herediter, Leukemia. Organ organ Ekstrameduler : Limpa, hati, kelenjar adrenal, tulang rawan, ginjal, dll.Macam macam hematopoiesis1. Seri Eritrosit (Eritropoesis)Perkembangan eritrosit ditandai dengan penyusutan ukuran (makin tua makin kecil), perubahan sitoplasma (dari basofilik makin tua acidofilik), perubahan inti yaitu nukleoli makin hilang, ukuran sel makin kecil, kromatin makin padat dan tebal, warna inti gelap Tahapan perkembangan eritrosit yaitu sebagai berikut :a. ProeritroblasProeritroblas merupakan sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit. Proeritroblas adalah sel yang terbesar, dengan diameter sekitar 15-20m. Inti mempunyai pola kromatin yang seragam, yang lebih nyata dari pada pola kromatin hemositoblas, serta satu atau dua anak inti yang mencolok dan sitoplasma bersifat basofil sedang. Setelah mengalami sejumlah pembelahan mitosis, proeritroblas menjadi basofilik eritroblas.b. Basofilik EritroblasBasofilik Eritroblas agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameternya rata-rata 10m. Intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar, dan anak inti biasanya tidak jelas. Sitoplasmanya yang jarang nampak basofil sekali.c. Polikromatik Eritroblas (Rubrisit)Polikromatik Eritoblas adalah Basofilik eritroblas yang membelah berkali-kali secara mitotris, dan menghasilkan sel-sel yang memerlukan hemoglobin yang cukup untuk dapat diperlihatkan di dalam sediaan yang diwarnai. Setelah pewarnaan Leishman atau Giemsa, sitoplasma warnanya berbeda-beda, dari biru ungu sampai lila atau abu-abu karena adanya hemoglobin terwarna merah muda yang berbeda-beda di dalam sitoplasma yang basofil dari eritroblas. Inti Polikromatik Eritroblas mempunyai jala kromatin lebih padat dari basofilik eritroblas, dan selnya lebih kecil.d. Ortokromatik Eritroblas (Normoblas)Polikromatik Eritroblas membelah beberapa kali secara mitosis. Normoblas lebih kecil daripada Polikromatik Eritroblas dan mengandung inti yang lebih kecil yang terwarnai basofil padat. Intinya. secara bertahap menjadi piknotik. Tidak ada lagi aktivitas mitosis. Akhirnya inti dikeluarkan dari sel bersama-sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti yang sudah dikeluarkan dimakan oleh makrofagmakrofag yang ada di dalam stroma sumsum tulang.e. RetikulositRetikulosit adalah sel-sel eritrosit muda yang kehilangan inti selnya, dan mengandung sisa-sisa asam ribonukleat di dalam sitoplasmanya, serta masih dapat mensintesis hemoglobin. (Child, J.A, 2010 ; Erslev AJ, 2001) Retikulosit dianggap kehilangan sumsum retikularnya sebelum meninggalkan sumsum tulang, karena jumlah retikulosit dalam darah perifer normal kurang dari satu persen dari jumlah eritrosit. Dalam keadaan normal keempat tahap pertama sebelum menjadi retikulosit terdapat pada sumsung tulang. Retikulosit terdapat baik pada sumsum tulang maupun darah tepi. Di dalam sumsum tulang memerlukan waktu kurang lebih 2 3 hari untuk menjadi matang, sesudah itu lepas ke dalam darah. f. EritrositEritrosit merupakan produk akhir dari perkembangan eritropoesis. Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sumsum tulang. Pada manusia, sel ini berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Jumlah normal pada tubuh laki laki 5,4 juta/l dan pada perempuan 4,8 juta/l. setiap eritrosit memiliki diameter sekitar 7,5 m dan tebal 2 m.Perkembangan normal eritrosit tergantung pada banyak macammacam faktor, termasuk adanya substansi asal (terutama globin, hem dan besi). Faktor-faktor lain, seperti asam askorbat, vitamin B12, dan faktor intrinsic (normal ada dalam getah lamung), yang berfungsi sebagai koenzim pada proses sintesis, juga penting untuk pendewasaan normal eritrosit.Pada sistem Eritropoesis dikenal juga istilah Eritropoiesis inefektif, yang dimaksud Eritropoiesis inefektif adalah suatu proses penghancuransel induk eritroid yang prematur disumsum tulang. Choi, dkk, dalam studinya bahwa pengukuran radio antara retikulosit di sumsum tulang terhadap retikulosit di darah tepi merupakan ukuran yang pentng untuk bisa memperkirakan beratnya gangguan produksi SDM. 2. Seri Leukosit Leukosit Granulosit / myelositMyelosit terdiri dari 3 jenis yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil yang mengandung granula spesifik yang khas. Tahapan perkembangan myelosit yaitu :1) MieloblasMieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari seri granulosit. Diameter berkisar antara 10-15m. Intinya yang bulat dan besar memperlihatkan kromatin halus serta satu atau dua anak inti.2) PromielositSel ini agak lebih besar dari mielobas. Intinya bulat atau lonjong, serta anak inti yang tak jelas.3) MielositPromielosit berpoliferasi dan berdiferensiasi menjadi mielosit. Pada proses diferensiasi timbul grnula spesifik, dengan ukuran, bentuk, dan sifat terhadap pewarnaan yang memungkinkan seseorang mengenalnya sebagai neutrofil, eosinofil, atau basofil. Diameter berkisar 10m, inti mengadakan cekungan dan mulai berbentuk seperti tapal kuda.4) Metamielosit Setelah mielosit membelah berulang-ulang, sel menjadi lebih kecil kemudian berhenti membelah. Sel-sel akhir pembelahan adalah metamielosit. Metamielosit mengandung granula khas, intinya berbentuk cekungan. Pada akhir tahap ini, metamielosit dikenal sebagai sel batang. Karena sel-sel bertambah tua, inti berubah, membentuk lobus khusus dan jumlah lobi bervariasi dari 3 sampai 5. Sel dewasa (granulosit bersegmen) masuk sinusoid-sinusoid dan mencapai peredaran darah. Pada masing-masing tahap mielosit yang tersebut di atas jumlah neutrofil jauh lebih banyak daripada eosinofil dan basofil. Leukosit non granuler1) LimfositSel-sel precursor limfosit adalah limfoblas, yang merupakan sel berukuran relatif besar, berbentuk bulat. Intinya besar dan mengandung kromatin yang relatif dengan anak inti mencolok. Sitoplasmanya homogen dan basofil. Ketika limfoblas mengalami diferensiasi, kromatin intinya menjadi lebih tebal dan padat dan granula azurofil terlihat dalam sitoplasma. Ukuran selnya berkurang dan diberi nama prolimfosit. Sel-sel tersebut langsung menjadi limfosit yang beredar.2) MonositMonosit awalnya adalah monoblas berkembang menjadi promonosit. Sel ini berkembang menjadi monosit. Monosit meninggalkan darah lalu masuk ke jaringan, disitu jangka hidupnya sebagai makrofag mungkin 70 hari3. Seri Trombosit (Trombopoesis)Pembentukan Megakariosit dan Keping-keping darah Megakariosit adalah sel raksasa (diameter 30-100m atau lebih). Inti berlobi secara kompleks dan dihubungkan dengan benang-benang halus dari bahan kromatin. Sitoplasma mengandung banyak granula azurofil dan memperlihatkan sifat basofil setempat. Megakariosit membentuk tonjolan-tonjolan sitoplasma yang akan dilepas sebagai keping-keping darah. Setelah sitoplasma perifer lepas sebagai keping-keping darah, megakariosit mengeriput dan intinya hancur. (Nadjwa Zamalek D, 2002 ; Indranila KS, 1994).

Gambar 1. hematopoeisisPerubahan massa sel darah merah menimbulkan 2 keadaan yang berbeda (Price & Wilson, 1994). Jika jumlah sel darah merah berkurang maka timbul suatu keadaan yang kita kenal dengan anemia. Sebaliknya jika jumlah massa sel darah merah terlalu banyak maka akan terjadi polisitemia. Di sini akan diuraikan sedikit tentang anemia, terutama anemia aplastik.Definisi anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merahper 100 ml darah (Price dan Wilson, 1994). Dapat disimpulkan dari definisinya bahwa anemia merupakan efek dari perubahan patofisiologis, yang dapat diamati dari gejala fisik, anamnesa serta pemeriksaan laboratorium. Anemia lebih dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah. Penyakit ini rentan dialami pada semua siklus kehidupan (balita, remaja, dewasa, bumil, busui, dan manula). Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan.Tabel 1.1 Nilai Ambang Batas Pemeriksaan Hematokrit dan HemoglobinKelompok umur/jenis kelaminKonsentrasi hemoglobin(< g/dl)Hematokrit( < %)

6 bulan-5 tahun5-11 tahun12-13 tahunWanitaIbu hamilLaki-laki11.011.512.012.011.013.0333436363339

Sumber: WHO/UNICEF/UNU, 1997ANEMIA APLASTIK

DEFINISIAnemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa (Widjanarko, 2007).Definisi yang lain menyebutkan juga bahwa Anemia aplastik didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum tulang, dan diklasifikasikan menjadi jenis primer dan sekunder (Hoffbrand, 2005)Ada pula yang mendukung Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoesis yang ditandai oleh penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya sistem keganasan hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum tulang (Aghe, 2009).

PREVALENSI Ditemukan lebih dari 70 % anak-anak menderita anemia aplastik. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun beberapa penelitian nampak insiden pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai dinegara barat dengan insiden 1-3/ 1 juta/tahun. Namun dinegara timur seperti Thailand, negara asia lainnya seperti indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 diBangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun.

ETIOLOGI Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder (Bakta, 2006).Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:1. Faktor kongenital.Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.(Aghe, 2009) Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai oleh defek pada DNArepairdan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat (Wijanarko, 2007). Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang diwariskan yang secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi pada genTERC(yang menyandi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas telomerase dan pemendekan telomer abnormal. SindromShwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia pada usia yang sangat muda (Wijanarko, 2007). Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai dengan trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir ( Wijanarko, 2007). Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia(PRCA), yaitu anemia yang timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau megakaryosit (Bakta, 2006).2. Faktor didapatSebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan dengan: bahan kimia:1. Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena2. Insektisida: chlorade atau DDT3. Arsen anorganik obat-obatan :Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin, allopurinol, dan garam emas.Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat digunakan untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi.4 Akibat kehamilanPada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis. Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada kehamilan berikutnya.5 infeksi :Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir.4

RadiasiAplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi.Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.2

KLASIFIKASIBerdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat (lihat tabel). Resiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah 2 tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat sekitar 80%, infeksi jamur dan sepsis bakterial adalah penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.6Klasifikasi Anemia AplastikAnemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:A. Klasifikasi menurut kausa :1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.2. Sekunder : bila kausanya diketahui.3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemiaFanconi.2B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel).Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.Anemia aplastik berat

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat- Seluraritas sumsum tulang