analisis tersuspensi partikulat (tsp) tanaman jalur hijau...
TRANSCRIPT
Analisis Tersuspensi Partikulat (TSP) Tanaman Jalur Hijau
Pada Ruas Jalan Kabupaten Sukabumi
Analysis Of Plant Particles Suspended (TSP) In The Green Lane Conty Road Sukabumi
Ayu Nurcahyanti*), Prasetyorini dan Srie Rahayu
*)Email : [email protected]
Progam Studi Biologi F.MIPA Universitas Pakuan, Bogor
ABSTRAK
Tersuspensi Partikulat (TSP) merupakan partikel yang dihasilkan oleh
pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor dan membahayakan bagi makhluk
hidup. Jalur hijau merupakan salah satu bagian dari badan jalan yang ditanami
oleh tanaman dan memiliki fungsi sebagai penambah nilai estetika suatu wilayah
dan berfungsi dalam menurunkan pencemaran udara dengan cara menyerap dan
menjerap bahan pencemar (misalnya TSP). Pada penelitian ini dilakukan
penganalisa kualitas udara pada beberapa daerah di Kabupaten Sukabumi dengan
cara menghitung berat TSP yang dijerap oleh daun tanaman jalur hijau kemudian
diaplikasikan kedalam rumus Indeks Pencemaran Udara (ISPU). Berdasarkan
hasil analisa TSP pada beberapa daerah di Kabupaten Sukabumi didapatkan hasil
bahwa daerah Cisaat dan Cigombong memiliki kadar TSP tertinggi yaitu sebesar
153,27 gram dan 152,37 gram dibanding daerah lain seperti Cicurug, Cidahu dan
Cisaat dengan kadar TSP sebesar 75,8 gram, 63,36 gram dan 122,73 gram.
Sedangkan tanaman yang mampu menjerap TSP lebih banyak dibandingkan
tanaman jalur hijau yang lain adalah Mahoni (Swietenia macrophylla) dan Kersen
(Muntingia calabura) karena kedua tanaman tersebut menjerap TSP lebih banyak
dibandingkan tanaman jalur hijau lainnya.
Kata Kunci : Analisis Pencemaran Udara, TSP, Jalur Hijau, Tanaman Jalur Hijau
PENDAHULUAN
Kab. Sukabumi adalah salah satu
kabupaten yang berada di Jawa Barat
dengan tingkat kendaraan bermotor
yang tinggi, hal ini disebabkan karena
Kab. Sukabumi memiliki banyak
kawasan wisata alam dan non alam.
Selain itu, Kab.Sukabumi memiliki
banyak kawasan pabrik yang semakin
memperparah kepadatan kendaraan
bermotor di Kab. Sukabumi (BPS
Kab. Sukabumi, 2016). Kendaraan
bermotor sangat berpengaruh terhadap
keadaan pencemaran udara di suatu
daerah karena 70% pencemaran udara
disebabkan oleh kendaraan bermotor
(Damanik, 2004). Pencemaran udara
adalah masuknya zat lain ke dalam
komposisi udara yang komposisi udara
dari keadaan normalnya yang dapat
membahayakan bagi kehidupan hidup
(Yono, 2012).
Polutan dihasilkan oleh kendaraan
Bermotor, dan komposisi dari polutan
antara lain : 6,90% TSP, 78,32% SO2,
85,78% CO, 29,18% NOx, 62,62%
Hidrocarbon dan 3,90% CO2 (Patra,
2004). Pencemaran udara oleh TSP
dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit pada manusia, seperti : batuk,
sesak nafas, bersin-bersin, mudah
lelah, gatal tenggorok dan berdahak
pada (Supardi, 2003).
Penganalisaan pencemaran udara
Pemerintah Indonesia memiliki
sebuah indeks yang dikeluarkan oleh
Menteri Lingkungan Hidup
berdasarkan KEP 45 / MENLH / 1997
Tentang Indeks Standar Pencemaran
Udara yang memiliki lima kategori
dengan rentang yang berbeda, yaitu :
kategori baik (0-50),
kategori sedang (51-100),
kategori tidak sehat (101-199),
kategori sangat tidak sehat (200-299)
dan kategori berbahaya (300-lebih)
Pencemaran udara oleh TSP dapat
dikurangi dengan berbagai cara, dan
salah satu medianya adalah tanaman
jalur hijau. Tanaman pada jalur hijau
diguanakan sebagai penambah nilai
estetika, selain itu tanaman jalur hijau
juga digunakan sebagai media dalam
mengurangi bahan pencemaran udara
dengan cara menyerap dan menjerap
bahan pencemar. Jalur hijau sendiri
merupakan salah satu dari bagian jalan
raya yang ditanami oleh tanaman
sebagai penambah nilai keindahan
suatu kota atau suatu daerah (Bina
Marga,1997), Adapun kriteria tanaman
jalur hijau menurut Direktorat Jenderal
Bina Marga (1996) menjelaskan
bahwa persyaratan utama dalam
memilih jenis tanaman lanskap jalan
yaitu perakaran tidak merusak
konstruksi jalan, mudah dalam
perawatan, batang/percabangan tidak
mudah patah, daun tidak mudah
rontok atau gugur. Beberapa jenis
tanaman yang sangat sesuai untuk di
di jalur hijau menurut Desianti (2011)
yaitu: Acacia mangium, Araucaria
heterophylla(Cemara),Ficusbenjamina
(Beringin), Pinus merkusii (Pinus) dan
Samanea saman (Saman). Tanaman
jalur hijau selain sebagai media dalam
mengurangi bahan pencemaran udara,
juga dapat digunakan sebagai Bio-
Indikator yaitu dengan melihat
keadaan dan jumlah dari stomata.
Stomata merupakan bagian dari
anatomi daun baik dari permukaan
atas maupun bawah daun yang
menjadi pintu keluar masuknya zat
pada tumbuhan (Tjitrosoepoemo,
2009). Menurut Widagdo (2005)
stomata sebagai pintu masuk dari
polutan pencemar udara, polutan yang
berukuran sangat kecil dapat masuk
kedalamnya serta menetap dalam
jaringan daun dan menumpuk diantara
celah sel jaringan palisade atau
jaringan bunga karang yang ada pada
stomata. Menurut Haryanti (2010)
jumlah stomata pada suatu tanaman
dapat dikelompokkan kedalam lima
kategori, yaitu sedikit, cukup banyak,
banyak, sangat banyak dan tak
terhingga.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Januari sampai April 2016 dan dibagi
kedalam beberapa tahapan, yaitu
:penentuan titik lokasi dan pendataan
jenis tanaman, pengambilan data
berupa jumlah dan jenis kendaraan
,serta pengambilan sampel dari titik
lokasi. Penganalisaan kadar TSP
dilakukan di Laboratorium Biologi
F.MIPA, Universitas Pakuan Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan : 100gram
daun tanaman jalur hijau/jenis, air 100
ml/jenis, kuteks. alat yang digunakan :
kamera digital, pisau lipat,meteran
gulung, kantung plastik, bangku kecil,
gunting, mistar, kertas label, alat tulis,
kalkulator, ertas milimeter block,
pipet, gelas ukur, timbangan digital,
mikroskop, obyek glass, kertas tisue.
Cara Kerja
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel daun
sebanyak 100 gram daun kelima dari
setiap tangkai pohon/jenis pohon yang
mengarah ke jalan raya dengan
ketinggian daun dibatasi 1-2 meter di
atas permukaan tanah. Daun dari
pohon di jalur hijau dimasukkan
kedalam kantung plastik agar TSP
yang menempel tidak tertiup oleh
angin (Samsoedin, dkk , 2010).
Pengukuran Parameter Penelitian
TSP
Pemisahan TSP dengan pelarutnya
dapat dilakukan dengan menggunakan
metode pengendapan (Slamet, 2000).
Menurut Samsoedin, dkk (2010)
tahapan pertama yang dilakukan yaitu
pencucian sampel menggunakan air,
air sebanyak 100ml dipakai untuk
mencuci 100gr daun. Plastik yang
berisi air dan sampel kemudian di
kocok sampai TSP yang menempel
Akan luruh dan mengendap di dasar
plastik. Sampel daun kemudian
dipisahkan dengan air hasil pencucian
sampel, air sampel kemudian dituang
kedalam gelas ukur dan didiamkan
selama ±2 hari sampai terbentuk
endapan TSP sehingga terpisah
dengan air. Setelah terdapat endapan
kemudian dilakukan dekantasi atau
pembuangan carian menggunakan
pipet, hal ini bertujuan untuk
mendapatkan berat debu murni tanpa
adanya air. Kemudian endapan larutan
TSP ditimbang dari masing- masing
jenis tanaman disetiap daerah.
Analisa Morfologi Daun
pengukuran daun menggunakan
metode gravimetri (Satolom dkk,
2003) yaitu : Daun dari setiap jenis
tanaman diletakkan di atas kertas
milimeterblock kemudian dibuat pola
persegi dari kertas milimeterblok
berukuran 10x10 cm2
untuk dijadikan
sebagai standard, pola daun pada
masing-masing jenis dan timbang pula
kertas standard berukuran 10x10 cm2.
Menghitung Jumlah Stomata
Menghitung jumlah stomata
menggunakan metode replika
(Haryanti, 2010) yaitu : daun hasil
pencucian diolesi kuteks sampai
mengering, kemudian diolesan kuteks
ditempel isolasi dan kelupas atau
diambil pelan-pelan lalu ditempel pada
obyek glass pengamatan jumlah
stomata menggunakan mikroskop
dengan perbesaran 400x.
Analisa Data
Indeks Pencemaran Udara (ISPU),
yaitu :
I =
(Xx-Xb) + Ib
Keterangan :
I = Indeks
Ia = ISPU atas
Ib = ISPU bawah
Xa = Ambien batas atas
Xb = Ambien batas bawah
Xx = kadar ambien hasil penimbangan
Perhitungan jumlah stomata, yaitu:
Beda
Pandang =
Keterangan :
Ʃ stomata = jumlah
stomata yang diamati
Ʃsel
epidermis = jumlah sel epidermis
yang dilihat
Perhitungan luas permukaan daun,
yaitu :
Luas
Permukaan Daun =
cm
2
Keterangan :
A = luas permukaan daun (cm2)
Wt = berat masing-masing pola
daun (g)
Wi = berat kertas (g)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah dan Jenis Kendaraan di
Kabupaten Sukabumi
Kemacetan yang terjadi di Kab.
Sukabumi didominasi oleh kendaraan
pribadi, motor dan kendaraan pabrik hal
ini dikemukakan oleh Dinas
Perhubungan Kab. Sukabumi (2016).
Kemacetan di Kab. Sukabumi tidak
hanya pada hari kerja tetapi pada hari
libur, hal ini karena Kab. Sukabumi
memliki kawasan wisata yang banyak
diminati (DLLAJ, 2016). TSP yang
dihasilkan oleh kendaraan bermotor
sebanyak 9.563 ton/tahun dan berbagai
jenis kendaraan bermotor (Iskandar,
2000). Perhitungan jumlah jenis
kendaraan akan mempengaruhi jumlah
dari TSP yang dihasilkan dan kualitas
pencemaran udara pada suatu daerah,
karena setiap jenis kendaraan
menghasilkan TSP yang berbeda
beratmya(Iskandar,2000). Perhitungan
jumlah jenis kendaraan pada daerah-
daerah di Kabupaten Sukabumi, dapat
dilihat pada bagan berikut ini,
Perbandingan Jumlah Kendaraan
Pada Hari Kerja Dan Hari Libur Di
Kabupaten Sukabumi
Pada bagan diatas daerah Cigombong
memiliki jumlah kendaraan tertinggi
baik pada hari libur maupun hari
kerja, yaitu sebanyak 10.588 dan
8.891, sedangkan daerah yang
memiliki tingkat kendaraan terendah
pada hari kerja yaitu pada daerah
Cicurug dan Cidahu dengan jumlah
kendaraan 2.985 unit dan pada hari
libur daerah yang memiliki jumlah
kendaraan terendah yaitu pada daerah
Cidahu dengan jumlah kendaraan
sebanyak 3.735 unit. Selain itu
kepadatan kendaraan yang
didominasi oleh kendaraan pribadi,
kepadatan kendaraan juga disebabkan
oleh sepeda motor dan
truk.Perhitungan jumlah dan jenis
kendaraan pada suatu daerah
dimaksudkan agar dapat mengetahui
ada tidaknya hubungan jumlah
kendaraan dengan jumlah TSP yang
terjerap pada suatu daerah.
Berdasarkan hasil penelitian dari
Iskandar (2000), kendaraan yang
menghasilkan TSP paling banyak
ialah bus (2.232 ton/tahun),
kendaraan berpenumpang (2.134
ton/tahun), truk (1.517 ton/tahun) dan
sepeda motor (101 ton/tahun).
Menurut Otok, dkk (2010)
menambahkan bahwa kendaraan
berbahan bakar solar merupakan
penyumbang polusi paling besar.
Berdasarkan hasil penelitian dari
Ridhowati (2013) penggunaan TEL
dan TML merupakan bahan
pembentuk logam yang bertujuan
untuk mengurangi letupan pada
mesin dengan cara mengikat radikal
sehingga akan terbentuk logam dan
oksigen yang nantinya akan
dikeluarkan melalui saluran
pembuangan kendaraan dalam bentuk
partikel. TEL dan TML merupakan
bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan untuk memperhalus gesekkan
mesin, namun TEL dan TML
merupakan bahan pencemar udara
karena menjadi bahan penghasil
logam.
Analisis TSP untuk ISPU
Partikel yang melayang di udara
akan bercampur dengan TSP
kendaraan bermotor. Partikel yang
berdiameter kurang dari 2,5 µm (PM
2,5) mendapat perhatian serius dari
sudut kesehatan lingkungan hal
tersebut karna tersebut merupakan
bagian yang besar dari polutan yang
ada di udara dan dapat menyerap
bahan beracun di udara seperti logam
dan bahan berbahaya (Samsoedin dkk,
2010). Menurut Samsoedin, dkk(2010)
bahwa kendaraan bermotor akan
menghasilkan polutan yang dapat
membahayakan mahluk hidup karena
mengandung racun, salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk
mengurangi bahaya polutan ialah
dibuat hutan kota atau jalur hijau.
Penelitian ini melakukan analisa kadar
TSP pada daerah di Kab. Sukabumi,
dan terdapat beberapa perbedaan berat
TSP, daerah-daerah yang menjadi titik
lokasi mulai dari titik lokasi
Cigombong sampai dengan titik lokasi
Cisaat yang merupakan perbatasan
antara Kab. Sukabumi dan Kota
Sukabumi. Menurut Samsoedin, dkk
2010) untuk mengetahui partikel yang
ada di udara sehingga dapat
menganalisa kualitas udara dapat
(dilakukan metode pengendapan dan
dekantasi, setelah dilakukan dekantasi
akan didapatkan endapan yang dapat
diukur dan dimasukkan kedalam
sebuah rumus ISPU yang dikeluarkan
oleh Bapedal (1997) sehingga akan
didapatkan suatu analisa yang mampu
menggambarkan keadaan suatu
kualitas udara. Adapun penjabaran
mengenail jumlah TSP pada beberapa
titik lokasi di Kab. Sukabumi terdapat
pada tabel dibawah ini
Perbandingan Kadar TSP / Segmen
Lokasi di Kabupaten Sukabumi
Pada tabel diatas merupakan data
jumlah hasil dekantasi cairan suatu
endapan dari tanaman jalur hijau, data
hasil dekantasi dari masing-masing
tanaman kemudian dijumlah dan
dianalisa menggunakan rumus ISPU-
nya. TSP yang didapat merupakan
sekumpulan dari berbagai bahan,
kandungan dari TSP berdasarkan hasil
penelitian dari (Dahlan 1989 dan
Iskandar 2000) merupak gabungan
antara Emisi kendaraan bermotor
seperti CO, HC, Nox , Sox dan
partikulat seperti debu (dust), kabut
(mist, fog), asap (smoke) dan aerosol.
Berdasarkan hasil penelitian dan
menganalisa berat TSP yang dijerap
oleh tanaman jalur hijau, maka dapat
penulis dapat menyimpulkan bahwa
bahwa dua daerah di Kab. Sukabumi
memiliki kualitas udara yang tercemar.
Hal ini dapat dilihat pada gambar
berikut ini
Keadaan Pencemaran Udara oleh
TSP di Kab. Sukabumi Sumber : BPS
Sukabumi (2016) yang dimodifikasi
Berdasarkan gambar tersebut terdapat
2 daerah yang mengalami pencemaran
udara oleh TSP. hal ini dapat menjadi
bahan acuan oleh pemerintah daerah
Kab.Sukabumi maupun dinas terkait
dalam melakukan kegiatan yang dapat
mengurangi pencemaran udara,
seperti: pemeriksaan kendaraan
bermotor (Uji emisi) (Udayana, 2004),
meningkatkan program pemerintah
penghijauan dan mengadaka kembali
hari bebas kendaraan (car free day) di
beberapa daerah Kab. Sukabumi.
Jalur Hijau & Tanaman Jalur Hijau
Jalur Hijau Kabupaten Sukabumi
Jalur Hijau merupakan sebuah
jalur dibagian badan jalan yang
ditanami berbagai jenis tanaman
dengan fungsi dan manfaat tertentu,
mulai dari penambah nilai keindahan,
estetika dan juga sebagai media dalam
mengurangi polutan kendaraan
Bermotor (Bina Marga, 1996). Selain
itu, jalur hijau juga dapat digunakan
sebagai media dalam mengurangi
kebisingan, mengontrol lalu lintas dan
cahaya menyilaukan, memberikan
kenyamanan terhadap pengguna jalan,
juga mengurangi pantulan cahaya
yang dapat membahayakan
pengendara kendaraan (Jasa Marga,
2016), Jenis dari jalur hijau di Kab.
Sukabumi dapat dilihat pada ketiga
gambar dibawah ini
Jalur Hijau Di Kabupaten Sukabumi
Sumber : Bina Marga (1996) yang dimodifikasi
Indeks dan Tanaman Jalur Hijau di
Kabupaten Sukabumi
Tanaman jalur hijau memiliki
fungsi penting yaitu sebagai
fitoremediasi atau perbaikan kualitas
udara menggunakan tanaman yang
digunakan sebagai hiperkumulator
partikel (pengumpul dengan menjerap
partikel) dan syarat penting dalam
Pinus) dan Ficus benjamina(Beringin).
Namun pada daerah di Kab.
Sukabumi, terdapat beberapa jenis
tanaman penghasil buah yang dapat di
konsumsi oleh manusia dan hewan
seperti Muntingia calabura (Kersen),
Cocos nucifera (kelapa), Syzygium
aqeeum (jambu air) dan Mangivera
indica (mangga), hal ini tidak sesuai
dengan persyaratan jenis tanaman jalur
hijau yang dikemukakan oleh Jasa
Marga (2016), bahwa tanaman buah
yang dapat dikonsumsi oleh manusia
dan hewan serta ukuran buah besar
tidak boleh dijadikan sebagai tanaman
landskap (peneduh) karena tanaman
dapat membahayakan pengguna jalan
serta menghambat kelancaran
kendaraan di jalan raya. Jumlah dari
tanaman yang ada di jalur hijau Kab.
Sukabumi pada setiap daerahnya
memiliki jumlah yang berbeda-beda,
namun untuk Kab. Sukabuminya
sendiri jumlah dari masing-masing
daerah tersebut akan dimasukkan
kedalam indeks seperti yang ada pada
bagan berikut ini
Indeks Jumlah Dan Jenis Tanaman
Jalur Hijau Di Kabupaten Sukabumi
Ket. Skala : 1) BurukSekali ; 2) Buruk
; 3) Sedang ; 4) Baik ; 5) Baik Sekali
Sumber : Soerjani (1989) ; Fandeli,
dkk (2008) yang dimodifikasi
Pada bagan tersebut, terlihat bahwa
jenis tanaman dari masing-masing
daerah di Kab. Sukabumi memiliki
penggunaan jenis tanaman untuk jalur
hijau yaitu mampu menjerap dan
menyerap partikel lebih dari 100 ppm
(Aiyen, 2005). Tanaman jalur hijau
Kab. Sukabumi didominasi oleh
beberapa jenis tanaman seperti
Swietenia macrophylla (Mahoni),
Bambusa Sp (Bambu), Filicium
decipiens (Ki Sabun), Pinus merkusii (
indeks dengan kategori yang
berbeda,mulai dari daerah Cigombong
yang memiliki jenis tanaman yang
termasuk kedalam kategori buruk
disusul oleh daerah Cidahu yang juga
memiliki kategori buruk dalam jenis
tanaman jalur hijau yang ada. Kategori
kedua yaitu buruk sekali dalam hal
jenis tanaman, kategori ini didapatkan
oleh daerah Cicurug, Parungkuda dan
Cisaat. Penganalisaan lanjutan dari
analisa indeks jenis tanaman jalur
hijau ialah perhitungan rata-rata
kemampuan dari masing-masing jenis
tanaman jalur hijau dalam menjerap
TSP. Pada tanaman jalur hijau yang
ada di Kab. Sukabumi didapatkan data
mengenai pengukuran morfolgi serta
berat rata-rata dari TSP yang dijerap.
Adapun berat rata-rata dari TSP yang
dijerap oleh beberapa jenis tanaman
jalur hijau Kabupaten Sukabumi dapat
dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel Pengukuran Morfologi Daun
dan TSP yang Dijerap
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
tanaman yang memiiki kemampuan
dalam menjerap TSP paling tinggi
adalah tanaman Pinus merkusii (pinus)
disusul oleh tanaman Muntingia
calabura (kersen), kedua tanaman
tersebut dapat menjerap TSP lebih
banyak dibandingkan tanaman lain
seperti mahoni, beringin, ki sabun,
hanjuang dan bambu. Kemampuan
menjerap TSP lebih banyak pada
tanaman pinus dan kersen hal ini
karena kedua tanaman tersebut
memiliki bulu dan sisik pada bagian
tubuhnya, seperti kersen yang
memiliki bulu pada permukaan
daunnya. Tanaman kersen dan pinus
memiliki kemampuan menjerap TSP
lebih banyak dibandingkan tanaman
mahoni, beringin, ki sabun, bambu dan
hanjuang, hal ini dikarenakan kedua
tanaman tersebut memiliki sisik pada
tangkai (pinus) dan bulu pada
permukaan daunnya (kersen)
(mulyani, 2006). Tanaman dengan
kemampuan menjerap lebih banyak
TSP seperti pinus dan kersen akan
lebih baik digunakan sebagai tanaman
jalur hijau jika disandingkan dengan
tanaman yang memiliki tajuk pohon
yang indah seperti mahoni dan
beringin (Mukhlison, 2013).
Mahoni (Switenia macrophylla) dan
Kersen (Muntingia calabura)
a. Mahoni dan Kersen Sebagai
Tanaman Jalur Hijau Di Kab.
Sukabumi
Mahoni dan kersen merupakan dua
jenis tanaman yang banyak ditemui
pada beberapa daerah di Kab.
Sukabumi. Kedua tanaman tersebut
ada pada ruas jalan jalur hijau baik
ditanam oleh dinas pertamanan Kab.
Sukabumi maupun tidak sengaja
tertanam seperti tanaman kersen.
Menurut Mukhlison (2013) tanaman
mahoni merupakan tanaman yang
sengaja ditanam pada jalur hijau jalan
raya hal ini karena tanaman tersebut
memiliki tajuk pohon yang rindang
serta memiliki luas permukaan daun
besar, tanaman mahoni dibudidaya
untuk ditanam pada jalur hijau, dan
tanaman kersen (Muntingia calabura)
merupakan jenis tanaman perdu yang
tidak sengaja ada pada jalur hijau
karena tanaman itu pertumbuhannya
dibantu oleh burung. Tanaman mahoni
dan kersen banyak terdapat di
Kab.Sukabumi sebagai tanaman jalur
hijau karena kedua tanaman tersebut
memiliki kemampuan menjerap TSP
lebih baik dibandingkan dengan
tanaman jalur hijau lain seperti
beringin, ki sabun, hanjuang dan
bambu. Tanaman mahoni mampu
menjerap TSP sebanyak 1,23
gram/cm2 sedangkan tanaman kersen
dapat menjerap TSP sebanyak 1,59
gram/ cm2
Tanaman dengan luas
permukaan daun yang besar seperti
mahoni akan sangat sesuai untuk
digunakan sebagai tanaman jalur hijau
karena dapat menjerap TSP lebih
banyak dibandingkan tanaman yang
memiliki luas daun yang kecil, namun
alangkah lebih baik jika penggunaan
tanaman dengan luas daun yang besar
juga dikombinasikan dengan tanaman
daunnya guna mengoptimalkan
penjerapan TSP yang ada di udara
(Kencana dan Garsinia, 2008).
b. Stomata Mahoni dan Kersen
Analisa pada tanaman mahoni dan
kersen tidak sampai TSP saja, yang
memiliki bulu pada permukaan
melainkan menganalisa pada stomata
kedua tanaman tersebut. Analisa yang
dilakukan ialah analisa jumlah serta
keadaan stomata tanaman mahoni dan
kersen, hal ini dilakukan agar dapat
agar dapat mengetahui ada pengaruh
dari kadar TSP yang dijerap terhadap
stomata. Jumlah dan keadaan stomata
merupakan respon dari suatu adaptasi
terhadap pencemaran udara yang
dilakukan oleh tanaman jalur hijau
(Rai dkk, 2011). Berdasarkan
penelitian dari Radaokova (2009)
adanya respon dari pencemaran udara
selain dari jumlah dan keadaan
stomata juga pada keadaan morfologi
daunnya, misalnya daun muda yang
berwarna kuning atau kering
kecoklatan, atau yang lebih parah
adalah tanaman tersebut mati karena
terhentinya proses fotosintesis dan
respirasi akibat adanya polutan yang
terakumulasi pada daun dari tanaman
tersebut. Laju fotosintesis pada
tumbuhan akan terhambat akibat
terakumulasi pada stomata, hal ini
karena laju CO2 yang merupakan
masuk melalui stomata. (Radaokova,
2009).
Stomata merupakan sebuah
lubang dihimpit oleh sel penjaga yang
merupakan bagian dari derivat
epidermis yang umumnya terdapat
pada bagian tumbuhan berwarna hijau
atau mengandung klorofil seperti daun
(Kaitasapoetra, 1987). Stomata berada
pada permukaan daun baik pada
permukaan atas maupun permukaan
bawah, untuk daun dengan tulang
daun menyirip stomatanya tersebar
sedangkan untuk daun dengan tulang
daun sejajar stomatanya tersusun
berderet sejajar, sedangkan jumlah
stomata dari suatu jenis tanaman akan
berbeda-beda tergantung dari jenis
tanamannya, namun stomata dapat
dijadikan sebagai bio-indikator
pencemaran udara dengan menghitung
perbandingan dari jumlah stomata
pada jenis tanaman yang sama di
daerah yang berbeda (Mulyani, 2006).
Jumlah stomata pada daerah tercemar
akan lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah stomata tanaman yang
berada pada daerah tanaman jalur
hijau di Kab. Sukabumi, yaitu Mahoni
dan Kersen. Kedua jenis ini dipilih
karena tanaman tersebut memiliki
beberapa karakter morfologi yang
berbeda, seperti permukaan daun
berbulu yang dimiliki oleh tanaman
kersen, dan luas permukaan daun
mahoni yang lebih lebar jika
dibandingkan dengan tanaman kersen.
Selain perbedaan dari morfologi
daunnya, jumlah dari kedua jenis
tanaman tersebut juga banyak terdapat
pada kelima titik lokasi di Kab.
Sukabumi dan juga terdapat di Java
Naspa yang menjadi lokasi
perbandingan.Analisa pencemaran
udara dengan menggunakan stomata
tanaman dilakukan dengan cara
membuat preparat atau penampang
stomata tanaman. kemudian dilakukan
metode replika yang merupakan salah
satu metode untuk menghitung jumlah
stomata, kemudian penampang
preparat tersebut dihitung jumlah
stomatanya dan dibandingkan dengan
jumlah stomata tanaman yang sama
pada masing-masing daerah kemudian
dibandingkan dengan kontrol
(Gunarno,2014). Perbandingan jumlah
stomata tanaman mahoni dan kersen
dapat dilihat pada bagan dibawah ini
Bagan Perbandingan Jumlah Stomata
Mahonidan Kersen
Titik lokasi yang memiliki jumlah
stomata paling tinggi pada tanaman
mahoni ialah Cigombong dan Cisaat.
Jumlah stomata daerah Cigombong
dan Cisaat termasuk kedalam kategori
cukup banyak, sedangkan untuk
daerah Cicurug, Cidahu dan
Parungkuda termasuk kedalam
kategori sedikit, berbeda dengan
mahoni, tanaman kersen memiliki
jumlah stomata sedikit atau termasuk
kedalam kategori sedikit (Haryanti,
2010). Menurut Duldalao dan Gomez
(2008) peningkatan indeks stomata
terjadi pada tumbuhan yang terdapat di
tempat dengan konsentrasi polutan
yang cukup tinggi, hal ini merupakan
respon tumbuhan terhadap kehadiran
polutan kendaraan dengantujuan
mengurangi terdifusinya polutan
dalam jaringan tumbuhan. Polutan
yang ada di udara berasal dari
kendaraan bermotor yang terakumulasi
pada daun tanaman kemudian akan
masuk ke dalam tubuh tumbuhan baik
melalui akar maupun daun. Polutan
yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan
melalui daun akan melewati sebuah
celah stomata (Satolom dkk, 2003).
Berdasarkan penelitian dari Satolom,
dkk stomata pada tanaman dapat
menggambarkan keadaan suatu
lingkungan, karena stomata akan
memberikan respon berupa jumlah
maupun keadaan stomata itu sendiri.
Pernyataan inilah yang menjadi dasar
untuk menganalisa pencemaran udara
di Kab. Sukabumi dengan cara
mengamati keadaan stomata pada dua
jenis tanaman seperti mahoni dan
kersen yang banyak terdapat pada jalur
hijau di Kab. Sukabumi. Penampang
keadaan stomata tanaman mahoni dan
yang ada di jalur hijau Kab. Sukabumi
dapat dilihat pada kedua gambar
berikut ini
Gambar Penampang Stomata Daun Mahoni (Swietenia macrophylla)
a)Kontrol; b) Cigombong; c) Cicurug; d) Cidahu; e) Parungkuda; e) Cisaat
adapun perbandingan penampang
stomata pada tanaman kersen yang
terdapat beberapa daerah di Kab.
Sukabumi dapat dilihat pada gambar
berikut ini
Gambar Penampang Stomata Daun Kersen (Muntingia calabura)
a) Kontrol; b) Cigombong; c) Cicurug; d) Cidahu; e) Parungkuda; f) Cisaat
Pada daerah Cigombong dan Cisaat
stomata mahoni terdapat beberapa
lubang stomata berwarna hitam, hal ini
diduga merupakan terakumulasinya
partikel-partikel di udara pada lubang
tersebut. Berdasarkan pernyataan
Mulyani (2006) warna hitam pada
lubang stomata merupakan akumulasi
partikel yang ada di udara. lubang-
lubang stomata mahoni pada daerah
Cicurug, Cidahu dan Parungkuda tidak
banyak ditemukan lubang stomata
yang berwarna hitam, hal ini diduga
bahwa pada ketiga titik lokasi tersebut
tidak mengalami pencemaran udara
separah lainnya pada dua daerah
seperti Cigombong dan Cisaat.
PENUTUP
KESIMPULAN
Daerah dengan tingkat kendaraan
tinggi seperti Cigombong dan Cisaat
sudah mengalami pencemaran TSP
dan daun tanaman kersen (Muntingia
calabura) memiliki kemampuan lebih
besar dalam menjerap TSP
dibandingkan mahoni (Swietenia
macrophylla) yang permukaan
daunnya tidak berbulu sehingga
tanaman ini sesuai untuk dijadikan
sebagai tanaman jalur hijau.
SARAN
meningkatkan jumlah dan jenis
tanaman jalur hijau oleh dinas Kab.
Sukabumi,tanaman mahoni dan kersen
dapat dijadikan sebagai tanaman jalur
hijau sehingga penjerapan TSP lebih
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA Aiyen. 2005. Ilmu Remediasi untuk
AtasiPencemaran Tanah
di Aceh dan Sumatera
Utara. Pusat Kajian
Rehabilitasi Lahan
Tambang. Gadjah Mada
University. Yogyakarta
Bina Marga. 1997. Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota. JALAN.
Direktorat Jenderal Bina
Marga. Jakarta
Damanik, Fadlhiansyah. 2014. Kajian
Komposisi Jalur Hijau Jalan
Terhadap Penjerapan
Polutan Pb. Skripsi. UNM.
Yogyakarta
Destianti, Anita. 2011. Evaluasi
Fungsi Ekologis Jalur Hijau
dalam Kawasan Sentul City
Bogor. IPB. Bogor
Duldalao dan Gomez R.A. 2008.
Effects Of Vericular On
Morphological Characteristi
Of Youngs and Mature
Leaves Of Sunflower
(Tithonia diversifolia) and
Napier grass (Pennisetum
purpureum). Jurnal Hayati
(16 : 142-151).
Gunarno. 2014. Pengaruh
Pencemaran Udara
terhadap Luas dan Jumlah
Stomata Daun Rheo
discolor. Tesis. Universitas
Sumatera Utara
Haryanti, Suci. 2010. Jumlah dan
Distribusi Stomata pada
Daun beberapa Spesies
Tanaman Dikotil dan
Monokotil. Jurnal Buletin
Anatomi dan Fisologi (18(2))
Iskandar, Abubakar. 2000.Kerusakkan
LingkunganDiakibatkanoleh
Sumber Transportasi. Jurnal
Inovasi (5 : 1-3)
Kaitasapoetra. 1987. Pengantar
Anatomi Tumbuh-Tumbuhan
(Tentang Sel dan Jaringan).
Rineka Cipta. Jakarta
Kencana, Ira Puspa dan Garsinia
Lestari. 2008. Galeri
Tanaman Hias Lanskap.
Penebar Swadaya. Jakarta
Mukhlison. 2013. Pemilihan Jenis
PohonUntukPengembangan
Hutan Kota Di Kawasan
Perkotaan Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Kehutanan
(7(1) : 27-35)
Mulyani, Sri. 2006. Anatomi
Tumbuhan. Kanisius.
Yogyakarta
Otok, Budi Wahyu., Akbar Wibawati
dan Rusmiati. 2010. Faktor-
Faktor Gas Buangan
Kendaraan Berbahan Bakar
Solar menggunakan
Multivariate Adaptive
Regression Spline. Jurnal
Industri (8(1) : 8-21)
Patra, A.D. 2004. Kemampuan
Berbagai Jenis Tanaman
Menyerap Gas Pencemaran
Udara (NO2). Seminar Ilmiah
Penelitian dan Pengembangan
Aplikasi Isotop dan Radiasi.
Jakarta : 20 September 2004
Radaokova, Teuku. 2009. Anatomical
Mutability Of The Leaf
Epidermis In Two
Species Of Fraxinxes L In a
Region With Autotransport
Pollution. Jurnal Biotechnol
and Biotechnnol (23 : 405-409)
Rai Rajwani., M. Rajput., M. Agrawal
dan S.B. Agrawal. 2011.
Gaseous Air Pollutans a
Revies On Current And Future
Trends Of Emissions And
Impact On Agriculture. Journal
Of Scientific Research (55 :
77-102)
Ridhowati, Sherly. 2013. Mengenal
Pencemaran Ragam Logam.
Graha Ilmu. Yogyakarta
Samsoedin, Ismayadi., I Wayan
Susidharmawan, Pratiwi, Djoko
Wahyono, Edi Laksana, Iskandar.
2010. Kajian Tingkat
Toleransi Jenis-JenisPohon
sebagai Penjerap dan
Penyerap Polutan Timbal
(Pb) dan Cd diberbagai Tipe
Curah Hujan. Litbang.,
Kemenhut. Bogor
Satolom, Andri Windi., Novri, Kando
Wangko, Abubakar Sidik dan Katili.
2003. Analisis Kadar
Klorofil, Indeks Stomata dan
Luas Daun Tumbuhan
Mahoni pada beberapa Jalan
di Gorontalo. Tesis. Prodi
Biologi,Universitas Gorontalo
Slamet, Juli Soemirat. 2000.
Kesehatan Lingkungan. Gajah
Mada Press. Yogyakarta
Supardi, Imam. 2003. Lingkungan
Hidup Dan Kelestariannya.
ALUMNI. Bandung
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009.
Morfologi Tumbuhan. Gadjah
Mada Universitas Press.
Yogyakarta
Udayana, Cicik. 2004. Toleransi
Spesies Pohon Tepi Jalan
terhadap Pencemaran Udara
di Simpang Susun Jakarta
(Jakarta Interchange)Cawang,
Jakarta Timur. Tesis. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Widagdo, setyo. 2005. Tanaman
Elemen Lanskap sebagai
Biofilter untuk Mereduksi
Polusi Timbal (Pb) di Udara.
Sekolah S2/S3 IPB. Bogor
Yono, A.T. 2012. Pola Sebaran Ozon
sebagai Polutan Sekunder di
Udara Ambien Kawasan Gaya
Motor. Kimia F.MIPA Unpak. Bogor