analisis distribusi horizontal nutrien kaitannya...
TRANSCRIPT
ANALISIS DISTRIBUSI HORIZONTAL NUTRIEN KAITANNYA DENGAN
PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PULAU LIRANG, MALUKU
ARTIKEL SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh
IMAS ADI YUWONO
NIM. 135080601111004
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
1
ANALISIS DISTRIBUSI HORIZONTAL NUTRIEN KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PULAU LIRANG, MALUKU
Imas Adi Yuwono¹), Defri Yona²), Dessy Berlianty³)
ABSTRAK Pulau Lirang merupakan pulau terluar di Maluku yang berada diantara Pulau Wetar dan Pulau Alor. Wilayah tersebut secara umum dipengaruhi oleh Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Penelitian ini bertujuan untuk memahami pola distribusi nutrien dengan menggunakan perbandingan (redfield ratio) di Pulau Lirang. karena diduga terjadi proses pemanfaatan, regenerasi maupun remineralisasi nutrien. Data hasil pengukuran lapangan pada 16, 17 dan 21 April 2016 meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH dan sampel air. Data pendukung berupa arus permukaan dan prediksi sebaran nutrien dari INDESO (Infrastructure Development of Space Oceanography). Sebanyak 30 stasiun di Pulau Lirang diambil untuk dianalisa konsentrasi nutrien yaitu nitrat, fosfat dan silikat menggunakan spektrofotometer SPUV-26. Pulau Lirang dicirikan oleh suhu yang relatif hangat (29,8 ± 0,6 °C), salinitas yang rendah (32,5 ± 0,4
o/oo) dan kecepatan arus yang tinggi (< 0,3 m/detik). Parameter oseanografi memiliki kecenderungan yang sama dengan karakteristik massa air yang dibawa oleh Arlindo. Nilai pH (7,91 ± 0,65) serta DO (5,16 ± 1,19 mg/L) yang masih berada dalam kisaran normal air laut. Penelitian ini menemukan bahwa konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat berada pada kisaran 0,001-0,017 mg/L, 0,001-0,015 mg/L dan 0,041-0,223 mg/L. Distribusi nitrat dan silikat cenderung tinggi di bagian selatan sedangkan distribusi fosfat yang memiliki kecenderungan tinggi di bagian utara Pulau Lirang. Redfield ratio menunjukkan nilai rata-rata rasio N/P=13,45 dimana konsentrasi nitrat yang mendominasi. Kondisi lain menunjukkan nilai rata-rata rasio N/Si=0,203 dimana konsentrasi silikat yang mendominasi di sebagian besar stasiun pengamatan. Kata Kunci : Distribusi, Nutrien, Rasio, Arlindo, Lirang.
ANALYSIS OF HORIZONTAL DISTRIBUTION OF NUTRIENTS AND ITS RELATION TO MARINE PRODUCTIVITY IN LIRANG ISLAND, MALUKU
ABSTRACT
Lirang Island is the outermost island in Maluku which lies between Wetar and Alor Island. The region is generally influenced by the Indonesian Throughflow (ITF). This study aims to understand the nutrient distribution pattern using redfield ratio in Lirang Island. Variability of nutrient distribution might occur from the process of utilization, regeneration and remineralization. Field data was obtained from measurements on April 16, 17 and 21, 2016 which includes temperature, salinity, dissolved oxygen, pH and water samples. Supporting data of surface current and nutrient prediction data were obtained from INDESO (Infrastructure Development of Space Oceanography). Water samples from 30 stations were collected for nitrate, phosphate and silicates using spectrophotometer SPUV-26. Lirang Island was characterized by relatively warm temperature (29.8 ± 0.6 °C), low salinity (32.5 ± 0.4 o/oo) and current speed maximum (< 0.3 m/s). Oceanographic parameters have the same characteristics as water masses carried by ITF. pH values (7.91 ± 0.65) and DO (5.16 ± 1.19 mg/L) exhibited normal value range of sea water. The study found nitrate, phosphate and silicates concentration in the range of 0.001-0.017 mg/L, 0.001-0.015 mg/L and 0.041-0.223 mg/L respectively. The distribution of nitrate and silicates were higher in the southern part, while the distribution of phosphate was higher in the northern part of Lirang Island. The average redfield ratio of N/P was 13.45 and showed that nitrate was the dominating factors. On the other hand, the average ratio of N/Si was 0.203 and showed that silicates was the dominating factors in station areas. Keywords: Distribution, Nutrient, Ratio, ITF, Lirang. 1) Mahasiswa Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 2) Dosen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang 3) Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL), Bali
2
1. PENDAHULUAN
Perairan Pulau Lirang merupakan perairan
yang berada diantara Pulau Wetar dan Pulau
Alor. Secara administratif wilayah perairan
bagian utara dibatasi dengan Laut Banda, Pulau
Wetar berada pada bagian Timur, di bagian
selatan berhadapan dengan Laut Timor, dan pada
bagian barat dengan Pulau Flores. Wilayah
tersebut secara umum dipengaruhi oleh Arus
Lintas Indonesia (ARLINDO). Masuknya
ARLINDO di perairan Pulau Lirang
menyebabkan terbawanya massa air yang
mengandung nutrien sehingga berdampak pada
sebaran nutrien di perairan. Perairan Pulau
Lirang dan sekitarnya memiliki beberapa
kegunaan yaitu sebagai daerah perikanan tangkap
dan budidaya, pelabuhan kapal antar pulau serta
permukiman penduduk. Semua aktivitas tersebut
berperan dalam menyumbangkan nutrien ke
dalam perairan.
Nutrien adalah unsur atau senyawa
kimia yang digunakan untuk metabolisme dan
proses fisiologi organisme. Keberadaan nutrien
dan fitoplankton merupakan salah satu indikator
produktivitas perairan (Simanjuntak, 2009).
Sumber utama nutrien berasal dari perairan itu
sendiri yaitu melalui proses penguraian ataupun
dekomposisi tumbuhan dan organisme mati,
serta sumbangan dari daratan melalui aliran
sungai berupa limbah industri yang mengandung
senyawa organik (Simanjuntak, 2012).
Sirkulasi perairan di Pulau Lirang
menyebabkan terbawanya massa air yang
mengandung klorofil-a dan nutrien. Hal tersebut
berdampak pada sebaran nutrien di perairan.
Kondisi ini memicu peningkatkan produktivitas
primer. Sebaran nutrien pada perairan juga
dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Nutrien dan
intensitas cahaya akan mempengaruhi tingkat
klorofil-a dalam suatu perairan dan kelimpahan
dari fitoplankton. Produktivitas primer itu
sendiri merupakan deskripsi kualitatif yang
menyatakan konsentrasi unsur hara yang terdapat
di dalam suatu badan air. Tingginya zat hara akan
memicu perkembangan fitoplankton di
permukaan karena perkembangan fitoplankton
sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan
perairan (Abigail et al., 2015).
Berdasarkan urairan diatas, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi
terkini dari konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat
yang terkandung dalam perairan Pulau Lirang.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami pola
distribusi nutrien dengan menggunakan
perbandingan (redfield ratio) antar nutrien karena
diduga terjadi proses pemanfaatan, regenerasi
maupun remineralisasi nutrien di sepanjang
kolom perairan. Hal ini tentu dapat dijadikan
sebagai informasi dan acuan dalam upaya
monitoring kesuburan perairan.
2. METODE PENELITIAN
Data penelitian ini bersumber dari 30 titik
lokasi pengambilan sampel yang tesebar di
sekeliling Pulau Lirang, Maluku. Penentuan
lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan
metode purposive sampling, dimana menentukan
lokasi pengambilan sampel berdasarkan tujuan
dan sasaran penelitian (Sugiyono, 2012).
Penentuan lokasi sampel mempertimbangkan
kondisi daerah penelitian, sehingga lokasi
pengambilan sampel dapat mewakili
(representatif) daerah penelitian secara
keseluruhan. Berikut ini Gambar 1 mengenai
peta lokasi penelitian di Pulau Lirang, Maluku.
3
Data yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang diperoleh dari hasil
pengukuran di lapangan (in-situ) dan hasil analisa
laboratorium (ex-situ). Data primer yang
diperoleh dari hasil pengukuran lapangan (in-situ)
pada 16, 17 dan 21 April 2016 meliputi 4
parameter oseanografi diantaranya suhu,
salinitas, oksigen terlarut dan pH dengan
menggunakan alat WQC (Water Quality Checker)
serta pengambilan sampel air menggunakan
Niskin Water Sampler. Sampel air kemudian di
analisis kandungan nutrien yang terdiri dari
konsentrasi nitrat, fosfat dan silikat. Pengukuran
kandungan nitrat dalam air laut mengacu pada
SNI 06-6989.31-2005, sedangkan kandungan
fosfat merujuk berdasarkan SNI 06-6989.31-
2005. Analisis kandungan silikat mengacu
berdasarkan SNI 06-2477-1991 dan Grasshoff et
al., (1999), dimana seluruh analisis nutrien
tersebut menggunakan alat berupa SPUV-26
spektrofotometer (ex-situ).
Data sekunder dalam peneltian ini diperoleh
melalui portal data yakni INDESO (Infrastructure
Development of Space Oceanography) milik Balai
Penelitian dan Observasi Laut (BPOL)-Bali
meliputi data arus permukaan dan sebaran
nutrien permukaan pada layer 1 atau 0,494 m
(April 2016). Analisa data arus permukaan yang
diolah menggunakan software Ferret mendukung
dalam mengkaji pola distribusi nutrien (Hankin et
al., 2007). Berbeda dengan distribusi nutrien dan
parameter oseanografi dalam menyajikan data
berupa kontur 2 dimensi dengan menggunakan
software Surfer versi 10 (32-bit) (Keckler, 1995) dan
mengacu pada SNI 7644:2010. Produktivitas
perairan dalam penelitian ini ditinjau dengan
membuat rasio pembanding antara rasio nitrat
dan fosfat (N/P) serta rasio nitrat dan silikat
(N/Si) (Hamzah et al., 2015). Penyajian data
tersebut berupa grafik rasio dengan plot syntax X
dan Y dari masing-masing nutrien. Rasio redfield
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Pulau Lirang, Maluku
4
(kondisi ideal) di suatu perairan digunakan
berdasarkan molar nutrien seperti nitrat, fosfat
dan silikat. Penyajian data rasio menggunakan
software Minitab versi 17 (Sonnekus et al., 2017).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Distribusi Parameter Oseanografi
Analisis distribusi parameter oseanografi
diolah dengan menggunakan data pengukuran
lapangan di Pulau Lirang, Maluku ditampilkan
pada Gambar 2. Rata-rata keseluruhan nilai suhu
di perairan Pulau Lirang, Maluku yakni sebesar
29,8 ± 0,6 °C. Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Waileruny et al.,
(2014), rata-rata suhu permukaan pada bulan
April 2014 di perairan Maluku senilai 30,5°C.
Secara umum sebaran suhu di perairan Pulau
Lirang, Maluku terbagi menjadi dua pattern yakni
pada bagian utara dan bagian selatan seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2a. Menurut Ilahude
and Gordon, (1996), suhu permukaan di Laut
Flores meningkat menjadi 28,2-29,0°C dan di
Laut Banda menjadi 28,4-30,3°C. Hal ini
menunjukkan bahwa persebaran suhu di Pulau
Lirang, Maluku berada pada kisaran karakteristik
massa air yang dibawa Arlindo.
Rata-rata keseluruhan nilai salinitas di
perairan Pulau Lirang, Maluku yakni 32,5 ± 0,4
o/oo. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Manembu (2013), dimana
rata-rata salinitas permukaan di perairan Maluku
senilai 32–33o/oo. Secara umum sebaran salinitas
di perairan Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi
dua pattern yakni pada bagian timur dan barat
Gambar 2b. Menurut Ilahude and Gordon
(1996), adanya perubahan kekuatan Arlindo
mempengaruhi karakteristik massa air yang
dibawa oleh Arlindo. Sirkulasi lapisan permukaan
pada bagian barat Laut Banda memiliki nilai
salinitas permukaan perairan berkisar antara
34,2-34,6o/oo.
Rata-rata keseluruhan nilai DO di perairan
Pulau Lirang, Maluku yakni sebesar 5,16 ± 1,19
mg/L. Hal ini sama halnya dengan penelitian
Simanjuntak and Kamlasi (2012), bahwa nilai
rata-rata DO di perairan Lamalera pada bagian
permukaan (<5 meter) sebesar 4,60 ± 0,18
sehingga menunjukkan nilai yang mendekati nilai
DO di perairan Pulau Lirang. Secara umum
sebaran DO di perairan Pulau Lirang, Maluku
terbagi menjadi dua pattern yakni pada sekitar
Pulau (dekat daratan) dan menjauhi Pulau (laut
terbuka) seperti yang ditampilkan pada Gambar
2c. Tingginya vegetasi lamun di Pulau Lirang
diduga menyimpan bahan-bahan organik yang
menyebabkan meningkatnya proses penguraian
bahan-bahan organik tersebut oleh kegiatan
jazad renik yang banyak menggunakan oksigen. .
Hal ini sejalan dengan pernyataan Elfinurfajri
(2009), dekomposisi bahan organik dan oksidasi
bahan anorganik dapat mengurangi kadar
oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob)
sehingga diduga menurunnya kadar oksigen
dikarenakan adanya proses nitrifikasi.
Rata-rata keseluruhan nilai pH di perairan
Pulau Lirang, Maluku yakni 7,91 ± 0,65.
penelitian lain yakni Simanjuntak and Kamlasi
(2012), menyebutkan bahwa nilai rata-rata pH di
perairan Lamalera pada bagian permukaan (<5
meter) sebesar 8,19 ± 0,02 sehingga
menunjukkan nilai yang mendekati nilai pH di
perairan Pulau Lirang. Secara umum sebaran pH
di perairan Pulau Lirang cenderung memiliki nilai
yang stabil dengan pH normal yang berada dalam
kisaran air laut seperti yang ditampilkan pada
Gambar 2d. Menurut Hamzah and Saputro
(2013), rendahnya nilai pH dalam suatu perairan
dapat juga diakibatkan oleh respiratory activity.
5
Gambar 2. Distribusi horizontal kualitas perairan di Pulau Lirang, Maluku Keterangan: a) Sebaran suhu (°C) b) Sebaran salinitas (o/oo) c) Sebaran DO (mg/L) d) Sebaran pH
3.2 Sebaran Arus Permukaan
Analisa hasil pola sirkulasi arus di perairan
sekitar Pulau Lirang, Maluku diolah dengan
menggunakan data INDESO berupa nilai
kecepatan dan arah arus ditampilkan pada
Gambar 3. Kecepatan dan arah arus ini diuraikan
komponennya menjadi komponen U (Timur-
Barat) dan V (Utara-Selatan) pada layer 1 (0,494
m) pada bulan April 2016. Hasil perhitungan
komponen U dan V ini disajikan dalam bentuk
pola sebaran arus. Data arus yang digunakan
berdasarkan waktu pengambilan sampel yakni
16, 17 dan 21 April 2016.
Hasil pola sirkulasi arus permukaan di sekitar
perairan Pulau Lirang pada 16 April 2016
menunjukkan adanya dominasi pergerakan arus
dari arah barat laut menuju barat daya seperti
yang ditampilkan pada Gambar 3a dan Gambar
3c. Menurut Putranto (2016), dimana arah arus
permukaan Pulau Lirang yakni pada kedalaman
1,5 m, 2,5 m dan 3,5 m memiliki arah dominan
menuju utara dan timur laut. Berdasarkan pola
sirkulasi di atas didapatkan kecepatan minimum
0,016 m/detik dan kecepatan maksimum
berkisar antara 0,2-0,3 m/detik seperti yang
ditampilkan pada Gambar 3b. Hal ini
menunjukkan adanya gaya dorong angin di
Perairan Pulau Lirang yang dominan dari arah
barat daya yang mempengaruhi arah arus di
perairan ini.
a) b)
c) d)
6
Gambar 3. Pola sirkulasi arus permukaan pada 16, 17 dan 21 April 2016 Keterangan: a,d,g) Sirkulasi arus perairan timur Indonesia b,e,h) Sirkulasi arus sekitar
Pulau Lirang c,f,i) Current rose (arah arus permukaan). Sumber : INDESO (2016)
Pola sirkulasi arus permukaan di atas
menunjukkan di sekitar perairan Pulau Lirang
pada 17 April 2016 memiliki dominasi
pergerakan arus dari arah barat laut menuju
tenggara seperti yang ditampilkan pada Gambar
3d dan Gambar 3f. Kemudian bila diperhatikan
dari utara Pulau Lirang pergerakan arus bergerak
dari arah barat laut sebagian berbelok ke arah
timur laut dan sebagian menuju ke arah selatan
dan ke arah tenggara sehingga diperoleh
kecepatan minimum berkisar 0,012 m/detik,
sedangkan kecepatan maksimum yang dihasilkan
berkisar antara 0,012-0,1 m/detik seperti yang
ditampilkan pada Gambar 3e. Hal ini
menunjukkan bahwa arus pada 17 April di
perairan Pulau Lirang lebih rendah bila
dibandingkan dengan arus pada 16 April 2016.
Pola sirkulasi arus permukaan pada 21 April
2016 menunjukkan adanya dominasi pergerakan
arus dari arah barat laut menuju tenggara seperti
yang ditampilkan pada Gambar 3g dan Gambar
3i. Hal ini menunjukkan kesamaan arah arus
dominan pada 17 April 2016 yang juga mengarah
ke tenggara. Apabila diperhatikan pada bagian
utara Pulau Lirang, pergerakan arus bergerak dari
arah barat laut, kemudian sebagian berbelok ke
arah timur laut serta sebagian menuju ke selatan
dan ke tenggara sehingga di dapatkan kecepatan
minimum berkisar 0,006 m/detik. Kecepatan
maksimum yang dihasilkan berkisar antara 0,006-
0,2 m/detik seperti yang ditampilkan pada
Gambar 3h. Hal ini menunjukkan bahwa arus
pada 21 April di perairan Pulau Lirang tidak jauh
berbeda bila dibandingkan dengan arus pada 17
April 2016.
a) b)
c)
d) e)
f)
g) h)
i)
7
Gambar 4. Sebaran nitrat (mg/L) di perairan Pulau Lirang, Maluku Keterangan: a) Sebaran model nitrat (Letak perairan Pulau Lirang ditandai dengan kotak berwarna
merah) b) sebaran nitrat. Sumber : INDESO (2016)
3.3 Distribusi Horizontal Nutrien
3.3.1 Sebaran Nitrat
Berdasarkan output model nitrat dari
'INDESO (Infrastructure Development of Space
Oceanography) dimana diperoleh konsentrasi nitrat
yang cenderung tinggi di bagian selatan Pulau
Lirang yakni pada tanggal 16, 17 dan 21 April
2016. Konsentrasi nitrat dari hasil model
menunjukkan hasil yang cenderung tinggi
dimana konsentrasi nitrat di bagian selatan Pulau
Lirang terindikasi tinggi berkisar pada nilai <3,6
mmol m-3 atau <0,2 mg/L seperti yang
ditampilkan pada Gambar 4b. Hasil sebaran
nitrat secara horizontal dalam penelitian ini
terlihat bahwa nitrat yang terdapat di perairan
Pulau Lirang, Maluku berkisar antara 0,001-0,071
mg/L seperti yang ditampilkan pada Gambar 4a.
Nilai rata-rata nitrat keseluruhan di titik
pengambilan sampel perairan Pulau Lirang,
Maluku adalah sebesar 0,015 ± 0,017 mg/L.
Secara umum sebaran nitrat di perairan
Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua
pattern yakni pada bagian utara dan bagian
selatan. Bagian utara di perairan Pulau Lirang
memiliki nilai nitrat yang cenderung lebih rendah
bila dibandingkan dengan bagian selatan seperti
yang ditampilkan pada Gambar 4a. Hal ini diduga
terjadi karena aktivitas manusia cenderung lebih
tinggi di bagian selatan Pulau daripada di bagian
utara. Aktivitas manusia baik yang dihasilkan dari
permukiman penduduk maupun dari aktivitas
perikanan seperti misalnya tambak dan
perkapalan. Faktor lain yang memungkinkan
terjadinya perbedaan distribusi nitrat di bagian
utara dan selatan yakni adanya pola sirkulasi arus
permukaan dari Arlindo. Maslukah et al., (2014),
menyatakan bahwa pergerakan arus berperan
dalam penyebaran suatu nutrien.
3.3.2 Sebaran Fosfat
Berdasarkan output model fosfat dari
INDESO (Infrastructure Development of Space
Oceanography) dimana diperoleh konsentrasi
fosfat yang cenderung tinggi di bagian utara
Pulau Lirang yakni pada tanggal 16, 17 dan 21
April 2016. Konsentrasi fosfat dari hasil model
fosfat menunjukkan hasil yang cenderung tinggi
dimana konsentrasi fosfat pada bagian utara
a) b)
8
Gambar 5. Sebaran fosfat (mg/L) di perairan Pulau Lirang, Maluku Keterangan: a) Sebaran model fosfat (Letak perairan Pulau Lirang ditandai dengan kotak berwarna merah)
b) sebaran fosfat. Sumber : INDESO (2016)
Pulau Lirang terindikasi tinggi dengan kisaran
nilai <0,36 mmol m-3 atau <0,03 mg/L seperti
yang ditampilkan pada Gambar 5b. Hasil sebaran
fosfat secara horizontal dalam penelitian ini
terlihat bahwa fosfat yang terdapat di perairan
Pulau Lirang, Maluku berkisar antara 0,001-
0,015 mg/L seperti yang ditampilkan pada
Gambar 5a. Nilai rata-rata fosfat keseluruhan di
titik pengambilan sampel perairan Pulau Lirang,
Maluku sebesar 0,003 ± 0,004 mg/L.
Secara umum sebaran fosfat di perairan
Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua pattern
yakni pada bagian utara dan bagian selatan seperti
halnya dengan sebaran nitrat. Namun, pola
sebaran fosfat menunjukkan hal yang berbeda
dengan pola persebaran nitrat. Pola persebaran
fosfat pada bagian utara di perairan Pulau Lirang
memiliki nilai fosfat yang cenderung lebih tinggi
bila dibandingkan dengan bagian selatan seperti
yang ditampilkan pada Gambar 5a. Hal ini terjadi
diduga karena tingginya difusi fosfat dari
sedimen. Sedimen merupakan tempat
penyimpanan utama fosfor dalam siklus yang
terjadi di laut. Senyawa fosfor yang terikat di
sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan
bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik
sehingga menghasilkan senyawa fosfat terlarut
yang dapat mengalami difusi kembali ke dalam
kolom perairan (Patty, 2015).
Namun, pada kondisi lain rendahnya nilai
fosfat dibagian selatan Pulau Lirang dapat terjadi
karena aktivitas organisme seperti fitoplankton.
Tingginya aktvitas organisme yang menggunakan
fosfat dalam mendukung pertumbuhannya dapat
mempengaruhi ketersediaan fosfat di dalam
perairan. Maslukah et al., (2014), menyatakan
bahwa pergerakan arus berperan dalam
penyebaran suatu nutrien. Menurut Haikal et al.,
(2012), dalam penelitian yang dilakukan di
perairan Maluku Utara yang berada pada lintasan
Arlindo diperoleh bahwa rata-rata fosfat senilai
0,20 μmol/L (0,02 mg/L). Nilai tersebut
terbilang mendekati konsentrasi fosfat di
perairan Pulau Lirang.
a) b)
9
Gambar 6. Sebaran silikat (mg/L) di perairan Pulau Lirang, Maluku Keterangan: a) Sebaran model silikat (Letak perairan Pulau Lirang ditandai dengan kotak berwarna merah)
b) sebaran silikat. Sumber : INDESO (2016)
3.3.3 Sebaran Silikat
Berdasarkan output model silikat dari
INDESO (Infrastructure Development of Space
Oceanography) dimana diperoleh konsentrasi
silikat yang cenderung tinggi di bagian selatan
Pulau Lirang yakni pada tanggal 16, 17 dan 21
April 2016. Konsentrasi silikat dari hasil model
silikat menunjukkan hasil yang cenderung tinggi
dimana konsentrasi silikat di bagian selatan Pulau
lirang terindikasi tinggi dengan kisaran nilai
<10,5 mmol m-3 atau <0,8 mg/L seperti yang
ditampilkan pada Gambar 6b.
Dalam penelitian ini, nilai rata-rata silikat
keseluruhan di titik pengambilan sampel perairan
Pulau Lirang adalah sebesar 0,084 ± 0,038 mg/L.
Rata-rata di perairan Pulau Lirang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan penelitian Hamzah et
al., (2015), bahwa rata-rata silikat di perairan
Maluku tepatnya di Teluk Weda berkisar antara
0,00004-0,00124 mg/L. Hal ini diduga karena
Teluk Weda merupakan perairan semi tertutup
berbeda halnya dengan perairan Pulau Lirang
berhadapan langsung dengan laut terbuka
sehingga potensi terbawanya nutrien semakin
tinggi.
Sebaran silikat secara horizontal terlihat
bahwa silikat yang terdapat di perairan Pulau
Lirang, Maluku berkisar antara 0,041-0,223
mg/L. Secara umum sebaran silikat di perairan
Pulau Lirang, Maluku terbagi menjadi dua pattern
yakni pada bagian utara dan bagian selatan.
Bagian utara di perairan Pulau Lirang memiliki
silikat yang cenderung lebih rendah bila
dibandingkan dengan bagian selatan seperti yang
ditampilkan pada Gambar 6a. Hal ini diduga
terjadi karena tingginya populasi diatom pada
bagian utara Pulau Lirang sehingga ketersediaan
silikat pada daerah tersebut cenderung rendah.
Menurut Prayitno and Suherman (2012),
rendahnya konsentrasi silikat tersebut
diasumsikan karena efektifnya tingkat konsumsi
silikat oleh diatom. Menurut Rintaka et al., (2016),
pola distribusi silika bergantung pada pola
pergerakan massa air dan suplai silika terlarut.
Sumber silika yang berasal dari pelapukan
bebatuan dimana dibawa oleh sungai dan angin
menuju ke lautan, serta pada kondisi lain
ditemukan mengendap dalam sedimen.
10
Gambar 7. Rasio nitrat dan fosfat (N/P) di Pulau Lirang, Maluku
3.4 Hubungan Rasio Nutrien
3.4.1 Rasio N/P
Rasio N/P di perairan Pulau Lirang berkisar
antara 0,07-72 dengan nilai rata-rata rasio yakni
sebesar 13,45. Nilai tersebut tidak terlalu jauh
berbeda dibandingkan dengan rasio N/P di
Teluk Weda Maluku yakni berkisar antara 3,83-
37,99 dengan nilai rata-rata 14,3 (Hamzah et al.,
2015). Berdasarkan rasio N/P di atas bahwa garis
lurus merupakan rasio redfield atau rasio N/P
ideal (16:1) di perairan Pulau Lirang. Titik yang
tersebar berwana biru merupakan rasio N/P
yang terdapat di perairan Pulau Lirang dimana
ditampilkan pada Gambar 7.
Secara umum rasio N/P di perairan Pulau
Lirang terbagi menjadi tiga kelompok yakni di
atas garis 16:1, mendekati garis 16:1 dan dibawah
garis 16:1. Rasio yang berada di atas garis 16:1
menunjukkan konsentrasi nitrat lebih besar
daripada konsentrasi fosfat atau dengan kata lain
fosfat menjadi faktor pembatas. Rasio yang
mendekati garis 16:1 menunjukkan rasio ideal
dimana sesuai dengan redfield ratio bahwa N/P
adalah 16:1 dan rasio dibawah 16:1 menunjukkan
konsentrasi fosfat yang lebih tinggi dari
konsentrasi nitrat atau dapat dikatakan nitrat
sebagai faktor pembatas. Apabila diperhatikan
sebaran rasio N/P untuk daerah penelitian Pulau
Lirang yang berada di atas garis 16:1
menunjukkan sebagian besar stasiun penelitian di
Pulau Lirang memiliki konsentrasi nitrat yang
lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi
fosfat dimana terdapat pada beberapa stasiun
yang memiliki rasio ideal.
Hal ini menunjukkan bahwa rasio N/P di
sebagian besar stasiun pengamatan yang
mendominasi adalah nitrat. Dominasi nitrat
terlihat pada daerah dekat dengan daratan
dimana terdapat pengaruh dari vegetasi lamun
menjadi sumber utama dalam ketersediaan nitrat
di perairan Pulau Lirang. Stasiun pengamatan
yang dimaksud seperti halnya pada LR-1, LR-4,
LR-5, LR-25, LR-19, LR-14, LR-29 (utara) dan
LR-6, LR-9, LR-13, LR-26 (selatan). Hal ini
11
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muchtar (2012), menyebutkan bahwa
sumbangan dekomposisi detritus, serasah lamun
dan mangrove yang ada di sekitar perairan
menjadi salah satu fenomena meningkatnya nilai
nutrien pada suatu perairan. Nilai nitrat yang
lebih mendominasi mengakibatkan terbatasnya
fosfat pada rasio N/P di perairan Pulau Lirang.
Hasil persebaran ini ditampilkan pada Gambar 7
bahwa sebagian persebaran titik rasio berada di
atas garis ideal. Selain itu, persebaran kondisi di
atas garis 16:1 atau konsentrasi nitrat yang tinggi
dibuktikan dengan persebaran unsur N yang
ditampilkan pada Gambar 4a.
Selain itu, hanya terdapat beberapa titik
stasiun pengamatan yang memiliki kondisi ideal
dimana rasio N/P mendekati garis 16:1. Garis
ideal menunjukkan bahwa nitrat dan fosfat sama-
sama tidak saling membatasi dimana
ketersediaannya cukup untuk kebutuhan
organisme seperti misalnya fitoplankton. Secara
umum, rasio ideal ini ditemukan pada beberapa
titik stasiun pengamatan yang masih berada di
daerah dekat dengan darat diantaranya LR-27,
LR-10 (selatan) dan LR-2, LR-23 (utara).
Persebaran kondisi ideal ini dibuktikan dengan
persebaran unsur N dan P yang ditampilkan pada
Gambar 4a dan Gambar 5a. Hasil ini
menunjukkan bahwa kondisi rasio ideal tercapai
pada titik stasiun pengamatan tersebut karena
ketersediaan unsur N dan P cukup untuk
pemanfaatan organisme seperti misalnya
fitoplankton.
Kondisi lain, pola persebaran titik rasio N/P
yang berada dibawah garis ideal adalah fosfat.
Kondisi dibawah garis ideal menunjukkan bahwa
konsentrasi fosfat yang lebih tinggi sehingga
mengakibatkan konsentrasi nitrat menjadi faktor
pembatas. Menurut Prayitno and Suherman
(2012), apabila tidak terjadi pengkayaan unsur
nitrogen dalam suatu perairan maka diduga unsur
N yang akan menjadi unsur pembatas
pertumbuhan fitoplankton. Namun, berbeda
halnya dengan konsentrasi nitrat untuk dominasi
fosfat berada pada laut terbuka dan menjauhi
daratan seperti misalnya LR-11, LR-7 (selatan)
dan LR-22, LR-21, LR-18, LR-17, LR-20 (utara).
Hal ini diduga terjadi karena input fosfat yang
disebabkan proses kenaikan massa air. Menurut
Rintaka et al., (2016), penambahan terbesar
konsentrasi fosfat dari lapisan dalam melalui
proses kenaikan massa air. Hal ini sejalan dengan
pernyataan dari Patty (2013), dimana tingginya
kadar fosfat di lepas pantai disebabkan oleh arus
dan pengadukan (turbulence) massa air yang
mengakibatkan terangkatnya kandungan fosfat
yang tinggi dari dasar ke lapisan permukaan.
Persebaran kondisi dibawah garis 16:1 atau
konsentrasi fosfat yang tinggi dibuktikan dengan
persebaran unsur P yang ditampilkan pada
Gambar 5a.
Berdasarkan Gambar 7, rasio N/P di
perairan Pulau lirang cenderung menjauhi garis
ideal. Persebaran yang menjauhi garis ideal terjadi
baik itu dibawah maupun di atas garis 16:1
namun cenderung mengarah ke bagian atas.
Persebaran tersebut menunjukkan bahwa nitrat
mendominasi hampir diseluruh stasiun
pengamatan bila dibandingkan dengan nilai
fosfat yang terdapat di perairan Pulau Lirang.
Penyebab variabilitas rasio N/P dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya pemanfaatan dan sumber utama
dari kedua unsur tersebut yakni N dan P sehingga
kondisi ideal di perairan Pulau Lirang hanya
tercapai pada beberapa titik stasiun pengamatan.
12
Gambar 8. Rasio nitrat dan Silikat (N/Si) di Pulau Lirang, Maluku
3.4.2 Rasio N/Si
Rasio N/Si di perairan Pulau Lirang berkisar
antara 0,009-1,384 dengan nilai rata-rata rasio
yakni sebesar 0,203. Nilai tersebut jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan rasio N/Si di
Teluk Weda Maluku yakni berkisar antara 0,12-
10,98 (Hamzah et al., 2015). Rasio N/Si di atas
bahwa garis lurus merupakan rasio redfield atau
rasio N/Si ideal (16:15) atau (1:1). Titik yang
tersebar berwana biru merupakan rasio N/Si
yang terdapat di perairan Pulau Lirang.
Secara umum rasio N/Si dibagi menjadi
tiga kelompok yakni di atas garis ideal (16:15)
atau (1:1), mendekati garis ideal (16:15) atau (1:1)
dan dibawah garis ideal (16:15) atau (1:1). Rasio
yang berada di atas garis (16:15) atau (1:1)
menunjukkan konsentrasi nitrat lebih besar
daripada konsentrasi silikat atau dengan kata lain
silikat menjadi faktor pembatas. Rasio yang
mendekati garis (16:15) atau (1:1) menunjukkan
rasio ideal dimana sesuai dengan redfield ratio
bahwa N/Si adalah (16:15) atau (1:1) dan rasio
dibawah (16:15) atau (1:1) menunjukkan
konsentrasi silikat yang lebih tinggi dari
konsentrasi nitrat atau dapat dikatakan nitrat
sebagai faktor pembatas yang ditampilkan pada
Gambar 8.
Apabila diperhatikan sebaran rasio N/Si
untuk daerah penelitian Pulau Lirang yang berada
dibawah garis (16:15) atau (1:1) menunjukkan
sebagian besar stasiun penelitian di Pulau Lirang
memiliki konsentrasi silikat yang lebih besar
dibandingkan dengan konsentrasi nitrat. Namun,
hanya ada beberapa stasiun yang memiliki rasio
ideal. Hal ini menunjukkan bahwa rasio N/Si di
sebagian besar stasiun pengamatan yang
mendominasi adalah silikat. Nilai silikat yang
lebih mendominasi mengakibatkan terbatasnya
nitrat pada rasio N/Si di perairan Pulau Lirang
seperti halnya pada LR-2, LR-24, LR-18, LR-17,
LR-20, LR-21, LR-22, LR-16, LR-23, LR-19
13
(utara) dan LR-10, LR-7, LR-12, LR-3, LR-28,
LR-27, LR-9 (selatan).
Hasil persebaran yang ditampilkan pada
Gambar 8 menunjukkan bahwa sebagian besar
persebaran titik rasio berada bawah garis ideal.
Selain itu, persebaran kondisi bawah garis (16:15)
atau (1:1) memiliki konsentrasi silikat yang tinggi
dibuktikan dengan persebaran unsur Si yang
ditampilkan pada Gambar 6a. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa kondisi rasio
silikat yang mendominasi tersebar pada titik
stasiun pengamatan secara menyeluruh sehingga
tidak didapatkan pola seperti halnya dengan rasio
N/P. Hal ini diduga terjadi karena kelimpahan
fitoplankton yang tergolong jenis diatom
cenderung sedikit sehingga nilai silikat cenderung
lebih tinggi pada bagian selatan Pulau Lirang.
Menurut Han et al., (2012), bahwa nilai rasio
dibawah garis regresi menunjukan adanya
pemanfaatan silikat terutama oleh diatom yakni
radiolaria (biological uptake). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prayitno and
Suherman (2012), bahwa variabilitas konsentrasi
silikat juga kemungkinan dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya pemanfaatan silikat oleh organisme
bersilikat lainnya selain diatom seperti misalnya
radiolaria, bahkan antar sesama fitoplankton
memungkinkan terjadinya perbedaan
pemanfaatan silikat. Selain itu, dugaan lain karena
kontribusi bioakumulasi unsur silikat pada kolom
perairan. Distribusi silikat yang tinggi di bagian
selatan Pulau Lirang diakibatkan oleh
karakteristik perairan berupa arus yang
menyebabkan terjadinya resuspensi sedimen
sehingga mempengaruhi ketersediaan silikat.
Terdapat beberapa titik stasiun pengamatan
yang memiliki kondisi ideal dimana rasio N/Si
mendekati garis (16:15) atau (1:1). Garis ideal
menunjukkan bahwa nitrat dan silikat sama-sama
tidak saling membatasi dimana ketersediaannya
cukup untuk kebutuhan organisme seperti
misalnya fitoplankton dan diatom. Kondisi ini
ditemukan pada beberapa titik stasiun
pengamatan yang berada di dekat dengan daratan
seperti misalnya pada LR-29, LR-14, LR-1 (utara)
dan LR-5, LR-13, LR-8, LR-11 (selatan).
Persebaran kondisi ideal ini dibuktikan dengan
persebaran unsur N dan Si yang ditampilkan
pada Gambar 4a dan Gambar 6a. Hasil ini
menunjukkan bahwa kondisi rasio ideal tercapai
pada titik stasiun pengamatan tersebut karena
ketersediaan unsur N dan Si cukup untuk
pemanfaatan organisme seperti misalnya
fitoplankton dan diatom.
Kondisi lain, pola persebaran titik rasio N/P
yang berada di atas garis ideal adalah nitrat.
Kondisi di atas garis ideal menunjukkan bahwa
konsentrasi nitrat yang lebih tinggi sehingga
mengakibatkan konsentrasi silikat menjadi faktor
pembatas. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Hamzah et al., (2015), bahwa rasio N/Si di atas
garis regresi mengindikasikan adanya
keterbatasan silikat dalam suatu perairan.
Persebaran kondisi dibawah garis (16:15) atau
(1:1) dimana konsentrasi nitrat yang tinggi
dibuktikan dengan persebaran unsur N yang
ditampilkan pada Gambar 4a.
Kondisi ini sama halnya dengan rasio N/P
dimana nitrat terlihat pada daerah dekat dengan
daratan pengaruh dari vegetasi lamun menjadi
sumber utama dalam ketersediaan nitrat di
perairan Pulau Lirang seperti misalnya pada LR-
30 (Utara) dan LR-6, LR-26, LR-4, LR-25
(Selatan). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Muchtar (2012), menyebutkan
bahwa sumbangan dekomposisi detritus, serasah
lamun dan mangrove yang ada di sekitar perairan
14
menjadi salah satu fenomena meningkatnya nilai
nutrien pada suatu perairan.
Berdasarkan Gambar 8 dapat disimpulkan
bahwa rasio N/Si di perairan Pulau lirang
cenderung berada dibawah garis ideal. Secara
keseluruhan persebaran rasio N/Si dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa silikat
mendominasi hampir diseluruh stasiun
pengamatan bila dibandingkan dengan nilai
nitrat. Penyebab variabilitas rasio N/Si
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemanfaatan
serta sumber utama kedua unsur tersebut yakni
N dan Si sehingga kondisi ideal di perairan Pulau
Lirang hanya tercapai pada beberapa titik stasiun
pengamatan.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan
adanya pengaruh dari karakteristik massa air yang
dibawa oleh Arlindo mengakibatkan karakteristik
perairan Pulau Lirang memiliki nilai suhu dan
salinitas yang cenderung sama. Nilai pH dan DO
menunjukkan berada dalam kisaran normal air
laut. Distribusi nitrat dan silikat cenderung lebih
tinggi di bagian selatan, berbeda dengan
distribusi fosfat yang memiliki kecenderungan
tinggi di bagian utara Pulau Lirang. Rasio redfield
N/P menunjukkan bahwa nitrat lebih
mendominasi dan fosfat sebagai faktor
pembatas, berbeda dengan rasio redfield N/Si
dimana silikat lebih mendominasi dan nitrat
sebagai faktor pembatas.
4.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan dari
penelitian ini yakni diharapkan pada penelitian
selanjutnya menghubungkan data nutrien,
klorofil-a dan produktivitas primer dengan data
kelimpahan fitoplankton untuk membuktikan
pengaruh nilai nutrien terhadap fitoplankton
DAFTAR PUSTAKA
Abigail, W., Zainuri, M., Tisiana Dwi Kuswardani, A., Setiyo Pranowo, W., 2015. Sebaran nutrien, intensitas cahaya, klorofil-a dan kualitas air di Selat Badung, Bali pada Monsun Timur. DEPIK 4. doi:10.13170/depik.4.2.2494
Elfinurfajri, F., 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Keterkaitannya Dengan Kualitas Perairan Di Lingkungan Tambak Udang Intensif. Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
Haikal, V., Taofiqurohman, A., Riyantini, I., 2012. Analisis Massa Air di Perairan Maluku Utara. Perikan. Dan Kelaut. 3, 1–9.
Hamzah, F., Basit, A., Iis Triyulianti, 2015a. Pola Sebaran Vertikal Nutrien Pada Musim Peralihan Di Teluk Weda, Maluku Utara. J. Ilmu Dan Teknol. Kelaut. Trop. 7, 415–431.
Hamzah, F., Basit, A., Triyulianti, I., 2015b. Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim Peralihan di Teluk Weda, Maluku Utara. J. Ilmu Dan Teknol. Kelaut. Trop. 7, 415–431.
Hamzah, F., Saputro, P.D., 2013. Pola Sebaran Logam Berat Dan Nutrien Pada Musim Kemarau Di Estuari Perancak, Bali. J Segara 9, 117–127.
Han, A., Dai, M., Kao, S., 2012. Nutrient Dynamics And Biological Consumption In A Large Continental Shelf System Under The Influence Of Both A River Plume And Coastal Upwelling 57, 486–502. doi:10.4319/lo.2012.57.2.0486
Ilahude, A.G., Gordon, A.L., 1996. Thermocline stratification within the Indonesian Seas. J. Geophys. Res. Oceans 101, 12401–12409. doi:10.1029/95JC03798
Keckler, Doug. 1995. Surfer for Windows. Golden Software Inc. USA.
Maslukah, L., Indrayanti, E., Rifai, A., 2014. Sebaran Material Organik dan Zat Hara Oleh Arus Pasang Surut 19, 189–194.
Muchtar, M., 2012. Distribusi Zat Hara Fosfat, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Natuna. J. Ilmu Dan Teknol. Kelaut. Trop. 4, 304–317.
15
Patty, I.S., 2015. Zat Hara ( Fosfat , Nitrat ), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Pesisir Dan Laut Trop. 1, 43–50.
Patty, S.I., 2013. Kadar Fosfat, Nitrat Dan Oksigen Terlarut Di Perairan Pulau Talise , Sulawesi Utara 1, 167–176.
Prayitno, B.H., Suherman, S., 2012. Hubungan Antara Rasio N / P dan Konsentrasi Silikat di Perairan Kepulauan Tambelan dan Kepulauan Serasan. ResearchGate 8, 19–26.
Putranto, E.D., 2016. Studi Pola Arus di Perairan Selat Lirang Kabupaten Maluku Barat Daya. Universitas Jendral Soedirman (UNSOED), Purwokerto.
Rintaka, W., Hastuti, A., Firmansyah, T., 2016. Distribusi Suhu , Klorofil-a dan Nutrien Perairan Selat Bali pada Saat Muson Tenggara. Prosiding 29. doi:10.13140/RG.2.1.3566.6326
Simanjuntak, M., 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau Dari Aspek Zat Hara , Oksigen Terlarut Dan Ph Di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah 4, 290–303.
Simanjuntak, M., 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. J. Perikan. XI (1), 31–45.
Simanjuntak, M., Kamlasi, Y., 2012. Sebaran Horizontal Zat Hara di Perairan Lamalera , Nusa Tenggara Timur 17, 99–108.
Sonnekus, M.J., Bornman, T.G., Campbell, E.E., 2017. Phytoplankton and nutrient dynamics of six South West Indian Ocean seamounts. Deep Sea Res. Part II Top. Stud. Oceanogr. 136, 59–72. doi:10.1016/j.dsr2.2016.12.008
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.
Waileruny, W., Wiyono, E.S., Wisodo, S.H., Purbayanto, A., Nurani, T.W., 2014. Monsoon and Skipjack Fishing Ground In The Banda Sea and Its Surrounding Moluccas Province. J. Teknol. Perikan. Dan Kelaut. 5.