analisa pola gerusan pada hilir bendung pltm

11
ANALISA POLA GERUSAN PADA HILIR BENDUNG PLTM BANTAENG-1 KABUPATEN BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN Fakhri Abi 1 , Dian Sisinggih 2 , Suwanto Marsudi 2 1 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1 [email protected] ABSTRAK Perencanaan bendung PLTM dipengaruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu kondisi topografi, geologi, jenis material dasar sungai, morfologi sungai dan hidrolika. Agar didapatkan konstruksi bangunan bendung yang layak, harus dilakukan studi-studi sebagai dasar perencanaan. Adanya pembangunan bendung menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transport sedimen dan terjadinya gerusan serta perubahan pola aliran sungai. Metode yang digunakan dalam menganalisa pola gerusan adalah pemodelan numerik dengan program SSIIM 2 (Sediment Simulation in Intakes with Multiblock Option). Pemodelan fisik perlu dilakukan untuk sarana kalibrasi dan verifikasi model numerik. Dari hasil pemodelan didapat kesalahan absolut dari perbandingan volume gerusan pada model fisik dan numerik sebesar 18,04%. Pola gerusan yang terjadi dari hasil model numerik pada Q 100 tahun (debit banjir rancangan untuk desain perencanaan) terbaca pada hilir bendung sedalam 0,5 m dari elevasi sungai dasar asli. Dari analisa desain dan pemodelan dapat dinilai kurang efektifnya bangunan peredam energi tipe roller bucket. Direkomendasikan bangunan pengaman hilir sungai dengan konstruksi bronjong sepanjang 4 m dengan slope negative agar aliran dari bendung dan peredam energi tidak terlalu kritis sehingga dapat mengurangi bahaya dari gerusan pada konstruksi. Kata Kunci: SSIIM, transportasi sedimen, gerusan lokal, computational fluid dynamic ABSTRACT Planning weir for micro power plants affected by various technical aspects, namely topography, geology, bed river material, river morphology and hydraulics. Studies as a basis for planning is critically necessary in order to get a decent weir construction. The construction of the weir led to changes in the flow characteristics such as velocity or turbulence, causing changes in sediment transport and the scouring and changes in river flow patterns. The method used in analyzing patterns of scours is numerical modeling with SSIIM 2 (Sediment Simulation in Intakes with multiblock Option). Physical modeling needs to be done for the calibration and verification of means of numerical models. From the modeling results obtained absolute error of the volume ratio scour the physical models and numerical amounted to 18.04%. Scour patterns that occur from the results of numerical models in the Discharge 100 years (the flood discharge design to design planning) read on the downstream weir as deep as 0.5 m of elevation river original foundation. From the analysis of the design and modeling can be considered less effective building energy absorbers roller-type bucket. Recommended downstream protection structure with 4 m long gabion construction with negative slope so that the flow of the weir and energy absorbers are not too critical so as to reduce the danger of scour in construction. Keywords: SSIIM, sediment transport, local scour, computational fluid dynamic

Upload: dangduong

Post on 24-Jan-2017

264 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

ANALISA POLA GERUSAN PADA HILIR BENDUNG PLTM BANTAENG-1

KABUPATEN BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN

Fakhri Abi1, Dian Sisinggih2, Suwanto Marsudi2 1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya

2Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya [email protected]

ABSTRAK Perencanaan bendung PLTM dipengaruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu kondisi

topografi, geologi, jenis material dasar sungai, morfologi sungai dan hidrolika. Agar

didapatkan konstruksi bangunan bendung yang layak, harus dilakukan studi-studi sebagai dasar

perencanaan. Adanya pembangunan bendung menyebabkan perubahan karakteristik aliran

seperti kecepatan atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transport sedimen dan

terjadinya gerusan serta perubahan pola aliran sungai.

Metode yang digunakan dalam menganalisa pola gerusan adalah pemodelan numerik

dengan program SSIIM 2 (Sediment Simulation in Intakes with Multiblock Option). Pemodelan

fisik perlu dilakukan untuk sarana kalibrasi dan verifikasi model numerik.

Dari hasil pemodelan didapat kesalahan absolut dari perbandingan volume gerusan

pada model fisik dan numerik sebesar 18,04%. Pola gerusan yang terjadi dari hasil model

numerik pada Q 100 tahun (debit banjir rancangan untuk desain perencanaan) terbaca pada

hilir bendung sedalam 0,5 m dari elevasi sungai dasar asli. Dari analisa desain dan pemodelan

dapat dinilai kurang efektifnya bangunan peredam energi tipe roller bucket.

Direkomendasikan bangunan pengaman hilir sungai dengan konstruksi bronjong sepanjang 4

m dengan slope negative agar aliran dari bendung dan peredam energi tidak terlalu kritis

sehingga dapat mengurangi bahaya dari gerusan pada konstruksi.

Kata Kunci: SSIIM, transportasi sedimen, gerusan lokal, computational fluid dynamic

ABSTRACT

Planning weir for micro power plants affected by various technical aspects, namely

topography, geology, bed river material, river morphology and hydraulics. Studies as a basis

for planning is critically necessary in order to get a decent weir construction. The construction

of the weir led to changes in the flow characteristics such as velocity or turbulence, causing

changes in sediment transport and the scouring and changes in river flow patterns.

The method used in analyzing patterns of scours is numerical modeling with SSIIM 2

(Sediment Simulation in Intakes with multiblock Option). Physical modeling needs to be done

for the calibration and verification of means of numerical models.

From the modeling results obtained absolute error of the volume ratio scour the

physical models and numerical amounted to 18.04%. Scour patterns that occur from the results

of numerical models in the Discharge 100 years (the flood discharge design to design planning)

read on the downstream weir as deep as 0.5 m of elevation river original foundation. From the

analysis of the design and modeling can be considered less effective building energy absorbers

roller-type bucket. Recommended downstream protection structure with 4 m long gabion

construction with negative slope so that the flow of the weir and energy absorbers are not too

critical so as to reduce the danger of scour in construction.

Keywords: SSIIM, sediment transport, local scour, computational fluid dynamic

PENDAHULUAN

Perencanaan bendung PLTM dipeng-

aruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu

kondisi topografi, geologi, jenis material

dasar sungai, morfologi sungai dan hidro-

lika. Agar didapatkan konstruksi bangunan

bendung yang layak, harus dilakukan studi-

studi sebagai dasar perencanaan.

Dengan pertimbangan keamanan

bangunan bendung dan efektivitas jangka

panjang bangunan utama serta fenomena

akibat pembangunan bendung terhadap

sungai maka perlu dilakukan kegiatan

pemodelan baik fisik maupun numerik

sebagai penunjang perencanaan secara

teoritis.

Adanya pembangunan bendung

menyebabkan perubahan karakteristik

aliran seperti kecepatan atau turbulensi

sehingga menimbulkan perubahan trans-

portasi sedimen dan terjadinya gerusan

serta perubahan pola aliran sungai. Pada

studi oleh Abdurrosyid, Gunawan Jati

Wibowo, dan M. Nursahid (2009) disebut-

kan bahwa penggunakan kolam olak type

USBR sekalipun masih menimbulkan

gerusan pada dasar saluran di hilir kolam

olak. Hal ini dapat menyebabkan

kerusakan pada bangunan tersebut.

Dari latar belakang diatas dapat

disimpulkan bahwa perlu diadakan kajian

laboratorium (pemodelan fisik) dan

numerik mengenai gerusan dan penang-

gulangan atau perlindungannya pada hilir

bangunan hidrolik sungai.

Dalam bahasan studi ini, agar tidak

menyimpang dari pokok bahasan yang akan

dikaji maka diberikan batasan-batasan

masalah sebagai berikut:

1. Melakukan pemodelan numerik pola

gerusan pada hilir bendung meng-

gunakan aplikasi SSIIM2 (Sediment

Simulation In Intakes with Multiblock

option) dan alternatif penang-

gulangannya.

2. Data hasil uji model model fisik

Bendung PLTM Bantaeng pada Labo-

ratorium Sungai dan Rawa meng-

gunakan skala undistorted (horizontal

dan vertikal = 1:25) digunakan untuk

kalibrasi dan verifikasi model numerik

yang dilakukan.

3. Menggunakan debit banjir rancangan Q

1 tahun, Q 5 tahun, dan Q 25 tahun

sesuai dengan desain hidrologi dari

perencanaan dan hasil model fisik.

Berdasarkan batasan-batasan masalah

tersebut diatas, maka yang menjadi pokok

pembahasan adalah bagaimana pola

gerusan pada hilir bendung PLTM Ban-

taeng-1 dari hasil pemodelan fisik dan

numerik. Selain itu rekomendasi penang-

gulangan guna meminimasilir gerusan di

hilir bendung juga akan dibahas dan

dimodelkan menggunakan program SSIIM

2.

Tujuan dari studi ini adalah untuk

melihat kinerja model numerik SSIIM

dalam menganalisa pola gerusan pada dasar

sungai sesuai kajian morfologi sungai.

Sedangkan manfaat pemodelan nu-

merik bendung PLTM Bantaeng-1 ini

adalah untuk mendapatkan gambaran detail

mengenai perilaku hidrolika pada bangunan

bendung, sungai dan terutama pola gerusan

pada hilir bendung. Hasil dari uji model

fisik ini dapat digunakan sebagai

rekomendasi untuk perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan serta peng-

operasian bendung PLTM Bantaeng.

TINJAUAN PUSTAKA

Transportasi Sedimen

Tujuan pokok pengetahuan tentang

β€œPengangkutan Sedimen” adalah untuk

mengetahui suatu sungai dalam keadaan

tertentu apakah akan terjadi penggerusan

(degradasi), pengendapan (aggradasi) atau

mengalami angkutan seimbang (equili-

brium transport), dan untuk mem-

prakirakan kuantitas yang terangkut dalam

proses tersebut.

Local Scour

Local scour (gerusan local) disebabkan

oleh gangguan aliran dan area transportasi

sedimen. Sebagai contoh gerusan disekitar

pilar jembatan dan gerusan pada hilir

bendung. Pada semua kasus diatas semua

penambahan kecepatan lokal akan mem-

berikan penambahan kapasitas transportasi

lokal. Didapat dari persamaan kontinuitas

(Breuseurs, 1983:86) :

Gerusan pada Hilir Suatu Konstruksi

Konstruksi bendung (weir) dapat

merubah kondisi perpindahan sedimen dan

menyebabkan gerusan lokal (local scour).

Pada literatur ini dapat diketahui beberapa

pendekatan:

A. Persamaan untuk Kedalaman Gerusan

Imbang Hilir Bendung

Persamaan ini pada dasarnya untuk

material kasar (d > 1 mm). Sebagai contoh

diberikan persamaan Eggenberger and

Muller

Gambar 1. Penentuan kedalaman ge-

rusan

B. Persamaan untuk Sungai Dengan Dasar

Pasir.

Berdasarkan persamaan Lacey (teori

Blench, 1957), untuk permulaan meng-

gunakan kedalaman dr sebagai berikut: dr,3 = 0.473(Q/f)1/3 (m)

Q = total discharge (m3/dt)

Atau jika aliran dibatasi oleh lebar:

dr,2 = 1.34q2/3.f-1/3 (m)

q = discharge per m’ (m2/dt)

f = silt factor, umumnya digunakan 1.76D0.5

D dalam mm

Kedalaman total gerusan T (jumlah

kedalaman air asli dengan kedalaman

gerusan) diambil sebagai kelipatan dari

kedalaman yang seharusnya. Untuk gerusan dekat tiang jembatan

T = 2 dr

Untuk gerusan pada dalam tanggul dan saluran

pengatur

T = 2 s.d 2.75 dr

Untuk aliran tegak lurus dengan badan sungai

T = 2.25 dr

Untuk hilir bendung dengan lompatan hidraulik

pada lantai peredam energi

T = 1.75 s/d 2.25 dr

Model Fisik Hidraulik

Model hidrolis dipakai untuk

mensimulasi perilaku hidrolis pada prototip

bendung atau bendung gerak yang

direncanakan dengan skala lebih kecil.

Kemungkinan lain untuk mensimulasi

perilaku hidrolis adalah membuat model

matematika pada komputer. Pengukuran

langsung di lapangan atau dalam model

fisik harus dilakukan untuk memantapkan

hasil-hasil yang diperoleh dari perhitungan

analitis.

Penyelidikan model dilakukan untuk

menyelidiki perilaku (performance) hidro-

lis dari seluruh bangunan atau masing-

masing komponennya. Model komputer di-

pakai untuk studi banjir dan gejala

morfologi seperti agradasi dan degradasi

yang akan terjadi di sungai itu.

Model Dasar Tidak Tetap (Movable Bed

Model)

Pada model dasar tidak tetap, tidak

hanya memperhatikan kesebangunan alir-

an, tetapi juga mempertimbangkan kese-

bangunan angkutan sedimen. Persamaan

dan hukum yang berlaku untuk model dasar

tidak tetap adalah sebagai berikut :

1. Hukum Reynold’s Butiran (Grain

Reynold’s Law)

dengan :

= kecepatan gesek

(m/dt)

D = ukuran butir

sedimen (m)

m

m

p

pp DmUDU

.. **

SfRgU ..*

= kekentalan kinematik air

(m2/dt)

Untuk tujuan praktis, umumnya studi

model hidrolik menggunakan Vp = Vm

substitusi (H) pada (R) untuk alur alamiah

sehingga untuk model skala distorsi

diperoleh :

Dr = (Lr)1/2.(Hr) -1

2. Hukum Gerak Butiran (Grain

Mobility Law)

dengan :

s = rapat massa

sediment (kg/m3)

w = rapat massa air

(kg/m3)

apabila U*p = U*

m maka persamaan

untuk model skala distorsi menjadi

:

3. Persamaan Kontinuitas Sedimen

dengan :

z = elevasi dasar sungai

t = waktu

= porositas material dasar

s = debit sediment persatuan lebar

x = jarak sepanjang arah aliran

Persamaan diatas ditulis dalam

bentuk differensial/beda hingga

(finite different) secara terpisah

pada prototipe dan model, adalah

sebagai berikut :

diasumsikan (1-)p = (1-)m , jika

dikombinasikan antara 2 persamaa

diatas sehingga diperoleh :

Sepanjang zr = Hr dan xr = Lr , maka

persamaan untuk model skala

distorsi dapat disederhanakan

menjadi : tr = Hr.Lr.Sr

-1

dengan :

tr = rasio waktu dari sedimen

Secara teoritis persamaan yang akan

digunakan bersama-sama untuk me-

nentukan skala horizontal dan rasio ukuran

sedimen apabila skala vertikal model dan

rapat massa sedimen telah terpilih.

Computation Fluid Dynamic (CFD) CFD adalah pengetahuan tenang

kalkulasi aliran fluida dan variabel yang

berhubungan menggunakan komputer.

Pada umumnya badan fluida dibagi men-

jadi cell atau elemen yang membentuk grid.

Lalu persamaan untuk variabel yang tidak

diketahui diselesaikan pada masing-masing

cell. Hal ini membutuhkan beberapa

sumber perhitungan substansial. Oleh ka-

rena itu, ilmu ini belum berkembang ke

tahap praktis sampai saat ini. Di tahun-

tahun mendatang, CFD akan semakin

digunakan dalam rekayasa hidrolik dan

sedimentasi. karena itu penting bahwa

mahasiswa teknik diberikan wawasan topik

ini (Olsen, 1999:5).

Perhitungan Kecepatan Menggunakan

Program SSIIM 2

Pada pemodelan numerik meng-

gunakan SSIIM 2, perhitungan kecepatan

diproses dengan menggunakan persamaan

Navier-Stokes. Persamaan didapat dari

dasar keseimbangan gaya pada volume air

pada aliram laminer. Sedangkan untuk

aliran turbulen, umumnya digunakan per-

samaan Reynold.

m

mw

s

m

p

pw

s

p

Dg

U

Dg

U

.1.1

**

1

121

rw

s

rrr LHD

01

1

x

s

t

z

p

p

p

pp xt

zS

..1

m

m

m

mm xt

zS

..1

r

rrr

t

xzS

.

Gambar 2. Grafik time series kecepatan

pada aliran turbulen

Sumber: Olsen, 1999:34

Kecepatan dipisah menjadi rata-rata

nilai U, dan nilai u dinamis. Dua variabel

tersebut dimasukkan ke persamaan Navier-

Stokes untuk aliran laminer, dan setelah

beberapa manipulasi dan simplifikasi,

persamaan Navier-Stokes untuk aliran

turbulen adalah sebagai berikut:

P adalah tekanan dan 𝛿𝑖𝑗 adalah

Kronecker delta, yaitu 1 jika i=j dan 0 jika

i≠j. ketentuan terakhir adalah terminologi

tekanan reynold, yang dimodelkan dengan

pendekatan Boussinesq:

Dimana k adalah energi kinetik turbulen.

(Olsen, 1999:34)

Komputasi Local Scour

Memodelkan local scour mulanya

membutuhkan pemodelan water flow di

sekitar bangunan. Tegangan geser dasar

dapat dimunculkan, dan memungkinkan

untuk menilai potensial erosi. Jika per-

gerakan dasar sudah terprediksi, me-

mungkinkan untuk memperkirakan bentuk

dan besaran dari lobang gerusan. Lalu

komputasi menggunakan geometri ter-

koreksi dapat dilaksanakan. Setelah be-

berapa percobaan, memungkinkan untuk

mengestimasi ukuran lobang gerusan.

Pendekatan ini pernah dugunakan oleh

Richardson dan Panchang (1998).

Algoritma yang digunakan untuk dasar

yang memiliki kemiringan adalah:

1. Reduksi pada tegangan geser kritis.

2. Pergeseran dasar saluran

Jika kemiringan dasar menghadap atas

atau menyamping dibandingkan dengan

vector kecepatan, tegangan geser kritis

pada partikel akan berubah. Factor

pertambahan, K, sesuai dengan fungsi

sloping bed oleh Brooks (1963):

Sudut diantara arah aliran dan garis

normal menuju bidang dasar dinotasikan

dengan Ξ±. Sudut kemiringan dinotasikan

dengan Ο•, dan sudut perubahan sedimen

dinotasikan dengan ΞΈ. ΞΈ adalah parameter

empirik berdasarkan studi pengamatan

pada saluran. Faktor K kemudian dikalikan

dengan tegangan geser kritis pada

permukaan horizontal untuk menentukan

tegangan geser kritis efektif untuk partikel

sedimen. (Olsen, 2001:21)

METODOLOGI PENELITIAN

Pengukuran pada model fisik

dilakukan untuk mengetahui hasil peng-

aliran dan kebutuhan perbaikan atau

perubahan desain sesuai kajian hidrolika,

morfologi, dan sedimentasi sungai.

Data yang digunakan dari hasil model

fisik adalah data elevasi dasar sungai,

kecepatan, dan hasil gerusan sungai. Data-

data tersebut akan digunakan pada proses

kalibrasi yang akan dilakukan meng-

gunakan program SSIIM 2.

Selain data hasil dari model fisik,

digunakan juga data perencanaan seperti

layout bendung serta angka kekasaran dasar

sungai.

Proses selanjutnya adalah kalibrasi

hasil model fisik dan numerik. Proses ini

dilakukan dengan menyamakan parameter

prototype ke dalam model numerik. Ada-

pun beberapa parameter yang dapat diinput

kedalam model antara lain geometrik,

diameter butir sedimen, debit pengaliran,

koefisien kekasaran, angka fall velocity

sedimen, dan waktu pengaliran.

Setelah proses kalibrasi dilakukan,

dihitung kesalahan relatif (absolute error).

Apabila kesalahan relatif tidak lebih dari

20%, maka perhitungan numerik dilanjut-

kan dengan menganalisa hasil gerusan dan

merekomendasikan perbaikan dari kajian

gerusan hilir bendung.

Diagram Alir Penelitian

Mulai

Data topografi lapangan

Data sedimen

Data debit banjir

rancangan

Rancangan pemodelan

Running model fisik

Running model

numerik SSIIM

Kalibrasi

Apakah hasil absolute error

>20%?

Verifikasi

Perubahan parameter geometri

dan variabel model

Analisa hasil pola gerusan

Selesai

T

Y

Analisa rekomenda

si perbaikan

Analisa Desain

Bendung

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kalibrasi Model Fisik dan Numerik

Untuk kalibrasi model SSIIM

digunakan hasil uji model fisik untuk Q25

tahun dengan alasan debit banjir rancangan

tersebut menghasilkan hasil gerusan yang

cukup mewakili dan tidak terlalu besar

sehingga diharapkan dapat menghasilkan

angka kesalahan absolut (absolute error)

yang dapat di verifikasi.

Gambar 4. Hasil Model Numerik untuk Kalibrasi Q 25 Tahun

Gambar 4. Hasil Model Fisik untuk Kalibrasi Q 25 Tahun

Dari dua hasil diatas terdapat hasil

gerusan yang identik yaitu pada bagian

kanan hilir bendung, tepatnya setelah pilar.

Gerusan terdalam pada pemodelan fisik di

hilir bendung terbaca pada elevasi +737.65

sedangkan pada pemodelan numerik

terbaca pada elevasi +740,86.

Terjadinya perbedaan pada pemodelan

fisik dan numerik dapat diakibatkan oleh

beberapa hal, antara lain waktu pengaliran

pemodelan, jenis butiran sedimen dan juga

diameter sedimen yang tidak seragam pada

model fisik.

Perhitungan volume pada pemodelan

numerik dilakukan dengan cara me-

masukkan hasil running kedalam program

bantuan ArcMap. Dari perhitungan didapat

hasil volume gerusan pada model fisik

sebesar 753,84 m3 dan pada model numerik

sebesar 604,36 m3

Untuk menghitung kesalahan absolut

dapat digunakan persamaan sebagai

berikut:

π΄π‘π‘ π‘œπ‘™π‘’π‘‘π‘’ π‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = |π‘‹π‘π‘’π‘šπ‘’π‘Ÿπ‘–π‘˜βˆ’π‘‹πΉπ‘–π‘ π‘–π‘˜

π‘‹πΉπ‘–π‘ π‘–π‘˜| π‘₯100%

Dengan:

XNumerik = Variabel hasil pemodelan

numerik (volume gerusan prototype)

XFisik = Variabel hasil pemodelan

fisik (Volume gerusan prototype)

Maka hasil perhitungan absolute error

adalah sebagai berikut:

π΄π‘π‘ π‘œπ‘™π‘’π‘‘π‘’ π‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = |604,3625βˆ’753,837

753,837| π‘₯100%

π΄π‘π‘ π‘œπ‘™π‘’π‘‘π‘’ π‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘œπ‘Ÿ = 13,01 %

Pemodelan Numerik

Pemodelan numerik menggunakan

program SSIIM 2 for windows 64-bit

dilakukan dengan mengatur control file dan

timei file. Untuk masing-masing komputasi

pada debit banjir rancangan menggunakan

ukuran sedimen yang sama, begitu juga

dengan angka kekasaran (roughness).

Komputasi Waterflow dan Sediments Q

25 tahun

Debit terkalibrasi Q 25 tahun ter-

simulasi dengan rentang kecepatan antara

0,03-0,51 m/dt. Gerusan terdalam terbaca

pada hilir bendung sedalam 0,25-3.7 m.

Terjadi pengendapan pada hilir sungai

setebal 0,436 m. Pengaliran pada pe-

modelan numerik dilakukan dengan total

waktu selama 24 jam, sedangkan waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai kon-

vergensi solusi adalah 480 detik.

Berikut adalah hasil komputasi untuk

debit Q 25 tahun (110,42 m3/det):

Gambar 5. Hasil Komputasi Horizontal Velocity Q 25 Tahun

Gambar 6. Hasil Komputasi Bed Changes Q 25 Tahun

Analisa Perbaikan Desain Bendung

Dari hasil komputasi sedimen pada

pemodelan numerik menggunakan program

SSIIM 2, gerusan lokal (local scour) terjadi

pada hilir bendung. Hal ini diakibatkan

adanya konstruksi bendung yang meng-

akibatkan perubahan distribusi vektor

kecepatan dan tegangan geser dasar. Untuk

meminimalisir terjadinya gerusan pada hilir

bendung diperlukan adanya peredaman

energi dari end sill yang berupa roller

bucket. Pada studi ini dibuat perbaikan

berupa bangunan bronjong batu dengan

panjang 4 m, lebar sesuai bendung yaitu 20

m dan kemiringan dasar -0.25.

Dari desain perbaikan ini diharapkan

distribusi kecepatan dapat berkurang pada

hilir bendung sehingga gerusan lokal dapat

diminimalisir.

Gambar 7. Desain Perbaikan Bendung

Pemodelan Numerik Hasil Rekomen-

dasi Perbaikan

Pemodelan numerik menggunakan

debit banjir rancangan Q 100 tahun dengan

input data sama seperti sebelumnya.

Tujuannya adalah melihat hasil desain

perbaikan dari segi hidrolika dan sedimen-

tasi.

Hasil komputasi desain perbaikan

berhasil dengan kecepatan berkisar antara

0,043-0,60 m/det. Pola gerusan pada hilir

bangunan bendung hanya tergerus sebesar

0,01-0,07 m, sedangkan gerusan terdalam

terletak pada hilir sungai pada kedalaman

0,35 m dari elevasi dasar sungai asli.

Pengaliran pada pemodelan numerik

dilakukan dengan total waktu selama 240

jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan

untuk mencapai konvergensi solusi adalah

480 detik.

Berikut merupakan hasil komputasi

untuk desain rencana perbaikan dengan

debit banjir rancangan Q 100 tahun:

Gambar 8. Hasil Komputasi Horizontal Velocity Desain Perbaikan

Gambar 9. Hasil Komputasi Bed Changes Desain Perbaikan

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa yang telah

dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah diperoleh beberapa hasil antara

lain sebagai berikut:

1. Volume gerusan pada pemodelan fisik

terhitung sebesar 810,47 m3 pada

prototype. Sedangkan pada

pemodelan numerik terhitung gerusan

sebesar 655,71 m3. Kesalahan relatif

dihitung dengan absolute error dengan

hasil sebesar %.

2. Pola gerusan yang terjadi pada

pemodelan fisik menggunakan debit

terpilih (Q 25 tahun) terletak pada hilir

bendung pada elevasi +737,650.

Gerusan terjadi memanjang setelah

peredam energi, dan pada sebelah

kanan memanjang ke arah hilir.

Dengan debit yang sama, pada model

numerik terjadi gerusan dengan elevasi

+739,048. Gerusan pada model

numerik terjadi pada bagian kiri

setelah peredam energi, dan melebar

pada sebelah kanan setelah bangunan

pelimpah kantong lumpur. Pada

model numerik juga terjadi gerusan

yang luas pada hilir sungai model.

Karena dari pemodelan numerik pada

Q 100 tahun masih terdapat gerusan pada

hilir bendung sedalam 0,5 m, maka perlu

dilakukan penanggulangan gerusan.

Rekomendasi penanggulangan dilakukan

dengan memodelkan penambahan bronjong

pada hilir peredam energi tipe roller bucket

dengan slope negative sepanjang 4 m.

Hasil simulasi desain rekomendasi yang

direncanakan dengan debit banjir

rancangan Q 100 tahun menghasilkan pola

gerusan searah aliran. Terjadi penurunan

sebesar 0,07 m pada hilir bendung.

Sedangkan pada hilir sungai model terjadi

penurunan sebesar 0,1 m pada as dan

sedalam 0,3 m pada kanan saluran.

SARAN

Meninjau kondisi dari hasil studi ini

maka dapat diberikan beberapa saran antara

lain:

1. Perlunya kajian ulang desain peredam

energi pada bendung karena pada

pemodelan fisik masih terjadi aliran

superkritis pada hilir bendung setelah

peredam energi type roller bucket

2. Untuk pola gerusan dan kondisi aliran

dapat digunakan desain rekomendasi

yang sudah disimulasikan. Desain

tersebut lebih efektif dalam mengurangi

kecepatan yang melewati bendung dan

peredam energi sehingga pola gerusan

pada hilir bendung tidak terlalu dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Laporan Akhir Uji Model

Fisik Bendung PLTM Bantaeng-1

Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi

Selatan. Malang: Jurusan Pengairan

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Olsen, Nils Reidar B. 1999. Computation

Fluid Dynamic in Hydraulic and

Sedimentation Engineering. Norwegia:

Department of Hydraulic and

Environmental Engineering The

Norwegian University of Science and

Technology.

Olsen, Nils Reidar B. 2001. CFD

Modelling for Hydraulic Structures.

Norwegia: Department of Hydraulic

and Environmental Engineering The

Norwegian University of Science and

Technology.

Olsen, Nils Reidar B. 2012. Numerical

Modelling and Hydraulics. Norwegia:

Department of Hydraulic and

Environmental Engineering The

Norwegian University of Science and

Technology.

Abdurrosyid, Jaji. 2009. Studi Gerusan dan

Perlindungannya di Hilir Kolam

Olakan Bendung Tipe USBR-1.

Dinamika TEKNIK SIPIL, IX (1): 27-

37