bendung dan bendungan

Upload: habibielh

Post on 11-Oct-2015

158 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

BENDUNG

BENDUNGDefinisi Bendung:

Bendung adalah bangunan (atau komplek bangunan) melintang sungai yang berfungsi mempertinggi elevasi air dan membelokkan air agar dapat mengalir ke saluran dan masuk ke sawah untuk keperluan irigasi

Secara fisik bendung terdiri dari: a Tubuh bendung

b Bangunan Pengelak dan Peredam Energi

c. Bangunan pembilas

d. Pintu pengambilan

e. Kantong Lumpur

f..Tanggul banjir

g Rumah jaga

h. Bangunan pelengkap lainnya.

Secara umum bendung dibatasi: (a) Beda tinggi muka air hulu hilir 6 -7 m, (b) Daerah aliran sungai 500 km2, (c) Pengambilan air irigasi 25 m3/dt. Diluar batasan itu, harus dikaji spesialis ahli.Bendung dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Bendung Tetap ( Weir )Yaitu bendung yang tidak dapat mengatur tinggi elevasi air karena tidak dilengkapi pintu air.

Beberapa tipe weir

Sharp Crested Weir

Sharp crested weir di Warkworth, New Zealand

Broad Crested Weir (or Broad-Crested Weir)

Crump Weir (named after the designer)

Needle dam

Needle dam di sungai Meuse, Prancis

Proportional Weir

Combination Weir

MF Weir

V-Notch Weir

Rectangular Weir

Cipolletti (trapezoidal) Weir

2. Bendung Gerak

Yaitu bangunan bendung yang dilengkapi dengan pintu air yang dapat dibuka/ditutup.

Foto 2. Bendung GerakBendung gerak dapat dipertimbangkan jika: (a) Kemiringan sungai kecil/relatif datar,

(b) Daerah genangan luas dan harus dihindari

(c) Debit banjir besar, kurang aman dilewatkan pada bendung tetap

(d) Fondasi untuk pilar harus betul-betul kuat, kalau tidak pintu terancam macet.

Operasi pintu: Air kecil pintu ditutup, air naik dan membelok ke saluran. Air banjir, pintu barrage dibuka, pintu pengambilan ditutup, mencegah sedimen masuk ke saluran.

Keuntungan: tanggul banjir rendah, mengurangi daerah genangan.

Gambar Potongan Melintang Bendung Gerak

Tata Cara Perencanaan Bendung

Pemilihan lokasi: (a) Pilih bagian sungai lurus, tidak ada gerusan

(b) Pilih lembah yang sempit (biaya murah)

(c) Fondasi bendung kokoh (d) Keperluan elevasi muka air

(e) Pelaksanaan mudah

(f) Ketersediaan bahan bangunan.

Keperluan elevasi muka air tergantung luas sawah yang diairi. Semakin naik ke hulu sawah terairi lebih luas, turun ke hilir luas areal sawah terairi berkurang.

Muka air

Ada 4 batasan penentuan elevasi muka air: (a) Keperluan irigasi untuk lokasi/elevasi sawah paling tinggi, (b) Beda tinggi energi untuk membilas pada kantong lumpur, (c) Beda tinggi energi untuk membilas sedimen dekat pintu pengambilan, (d) Beda tinggi energi untuk meredam energi pada kolam olak. Untuk keperluan irigasi perlu diperhatikan: elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, kedalaman air di sawah, kehilangan tinggi di bangunan dan saluran, variasi muka air dalam eksploitasi, kehilangan tinggi di bendung.

Data Perencanaan Bendung

Untuk merencanakan suatu bendung diperlukan beberapa data diantaranya :

1 Topografi:(a) Peta dasar 1: 25.000 atau 1: 50.000 dengan kontur 25 m, untuk gambaran DAS, (b) Peta situasi sungai 1: 2.000, kontur 0.5 m -1.0 m, 1 km ke hulu dan ke hilir sungai, 250 m ke kanan dan ke kiri tebing sungai. Untuk pemilihan lokasi bendung dan kompleks bangunan, (c) Potongan memanjang dan melintang tiap 50 m, skala 1:200, (d) Pengukuran detail situasi bendung 1: 200 atau 1:500, kontur 0.25 m seluas 50 Ha (1000 x 500 m).

2 Data Hidrologi: Debit banjir, diperlukan untuk Perhitungan banjir rencana, Perhitungan debit rendah andalan, Perhitungan neraca air. Debit banjir dihitung dgn periode ulang ( th ) : 1000, 100, 50, 25, 5. Bangunan pengelak Q 100, Tanggul banjir Q 1000, Elevasi tanggul hilir Q 5-25, Saluran pengelak atau bangunan kofer dam Q 5-25,

Usahakan data aliran sungai (AWLR), tapi sering kali tidak ada. Data hujan dikonversi

ke debit. Debit andalan: Dihitung dengan keandalan 80%, artinya 80% terpenuhi dan 20% gagal. Sehingga perhitungan Q5 yakni debit banjir dengan periode ulang 5 tahunan. Idealnya data dari aliran sungai (AWLR), kalau tidak ada memakai curah hujan untuk mepredksi debit.

Neraca Air: Dihitung untuk rencana alokasi air untuk berbagai keperluan, dihitung dengan keandalan 80%. Hak atas air, penyadapan hulu dan hilir, keperluan air hilir untuk lingkungan harus dipertimbangkan.

3 Data Morfologi sungai

Bangunan melintang sungai akan mempunya 2 akibat: (a) Perubahan sungai ke arah horisontal terhambat, (b) Air dan sedimen dibelokkan, sehingga konsentrasi sedimen berubah. Data fisik yang diperlukan: (a) Kandungan dan ukuran sedimen, (b) Tipe dan ukuran sedimen, (c) Distribusi ukuran butir, (d) Banyak sedimen, (e) Pembagian sedimen secara vertikal dalam sungai, (f) Data historis degradasi dan agradasi sungai.

4 Data Geologi Teknik

Peta Geologi : (a) Peta daerah skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000, (b) Peta semi detail 1 : 25.000 atau 1 : 5.000, (c) Peta detail 1 : 2.000 atau 1 : 100. Kalau perlu dilakukan pemboran untuk mengetahui lapisan dan tipe batuan. Biasanya paling tidak lima titik berupa salip. Kedalaman sampai batuan atau sekitar 15 ~ 20 m. Penyelidikan tambahan adalah: (a) mencari bahan material: batu, kerikil, pasir; (b) dimana, kualitas, jumlahnya; (c) Penyelidikan Mekanika Tanah perlu dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah : sudut geser, kohesi, kelulusan air, sifat konsolidasi tanah.

Perencanaan Hidrolik

Bendung

Lebar bendung: sama dengan lebar rata-rata sungai pada bankfull discharge. Biasanya B

= 120% Bs ( lebar sungai pada banjir tahunan ).

Be = B-2 (n Kp + Ka ) H1

Be: lebar efektif, B: lebar mercu, n : jumlah pilar,Kp: koefisien konstraksi pilar, Ka: koefisisen konstrasi pangkal bendung, H1: tinggi energi.

Mercu bendung

Di Indonesia umumnya mercu bendung berbentuk bulat dan Ogee. Kedua bentuk ini cocok untuk beton atau pasangan batu kali. Kemiringan bagian hilir 1:1. Bentuk bulat memberikan harga koefisien jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan ambang lebar. Mercu berbentuk Ogee adalah berbentuk lengkung memakai persamaan matematis, sedikit rumit dilaksanakan, tetapi memberikan sifat hidraulis yang baik, bentuk gemuk dan kekar, menambah stabilitas

Perencanaan Bangunan

Jenis bahan untuk lindungan permukaan tergantung pada jenis dan ukuran sedimen. Bahan bangunan harus tahan terhadap gerusan. Berbagai bahan pelindung permukaan dan karakteristknya adalah (a) batu candi yakni batu alami keras yang dibentuk persegi secara manual, sangat tahan terhadab abrasi; jenis batu: andesit, basal, gabro, granit, cocok untuk sungai yang berdaya gerus besar. (b) beton: Kalau batu candi tidak ada dipakai beton yang tahan gerusan. Beton kekuatan tinggi, agregat kecil, gradasi baik. (c) Baja: lapisan pelat baja dipakai untuk menahan gerusan. Terutama dipakai pada kolam olak, blok halang, end sill. Kadang-kadang tubuh bendung diberi lapisan rel. Pasangan batu kosong (rip-rap) dipakai untuk melindungi dasar sungai atau tebing di hilir bendung. Batu harus keras, padat, awet, BJ 2,4 t/m3. Panjang lindungan 4 x R (R: dalam gerusan). Tebal lapisan 2 ~ 3 x d40 . Nilai d40 tergantung kecepatan air.Analisa Stabilitas

Gaya-gaya yang bekerja pada bendung:

(a) Tekanan air: luar dan dalam, hidrostatik dan hidrodinamik.

(b) Tekanan lumpur: menekan horizontal dan membebani vertical

(c) Gaya gempa: tergantung peta gempa di Indonesia. Minimum 0,1g.

(d) Berat bangunan: tubuh bendung

(e) Reaksi fondasi: gaya tekan ke atas terhadap bendung dari reaksi fondasi.

Stabilitas : bendung harus stabil dalam 3 keadaan yakni:

(a) Stabil terhadap amblasnya bendung. Daya dukung fondasi tidak boleh dilampaui oleh tekanan akibat berat bendung.

(b) Stabil terhadap gelincir. Gaya horizontal tidak boleh melebihi gaya geser yang melawan pada dasar bendung.

(c) Stabil terhadap guling. Momen yang menggulingkan harus bisa ditahan momen yang melawannya.

Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah

Bendung harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah, naiknya dasar galian dan patahnya pangkal hilir bangunan.

Metode empiris: Bligh, Lane, Koshla. Metode Lane: disebut metode angka rembesan Lane. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di sepanjang kontak bangunan dengan beda tinggi muka air. Kemiringan lebih 45o dianggap tegak, dan yang kurang 450 dianggap horisontal. Vertikal dihitung penuh dan horisontal dihitung 1/3.BENDUNGANBendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.

SejarahKata dam (bendungan) dapat diusut ke pertengahan Inggris, dan sebelum itu, dari pertengahan Jerman, seperti yang terlihat pada nama di kota-kota tua.

Beberapa bendungan terbesar dibangun di Ceylon (Sri Langka). Bendungan di Yodha Wewa dan Parakrama Samudra dari Sri Langka adalah yang terbesar sampai abad ke 20. Sebagian besar dari bendungan-bendungan pertama di dunia dibangun di Mesopotamia sekitar 7000 tahun tang lalu. Berfungsi untuk mengontrol ketinggian muka air yang berasal dari sungai Tigris dan Euphrates. Bendungan yang paling dipercayai pertama kali tercatat adalah Sadd Al-Kafara di Wadi Al-Garawi, yang berlokasi 25 km di selatan Kairo dan dibangun sekitar 2600 SM. Bendungan yang dipercayai paling tua dan bertahan adalah Grand Anicut, juga dikenal sebagai Kallanai, sebuah bendungan kuno yang dibangun di sungai Kaveri di Negara bagian Tamil Nadu di selatan India. Dibangun oleh Chola raja Karikal. Du Jiang Yan di Cina adalah system irigasi paling tua yang bertahan, dengan sebuah bendungan yang mengarahkan aliran air, dan selesai dibangun pada 251 SM. Di pertengahan dunia Islam, jembatan bendungan ditemukan, yang digunakan untuk menggerakkan roda yang bekerja pada pembangkit tenaga air. Pertama dibangun di Dezful, Iran, yang menghasilkan 50 kubik air untuk kebutuhan air di seluruh rumah di kota tersebut.

Fungsi

Bendungan memiliki multi-fungsi Tujuan dibuatnya termasuk menyediakan air untuk irigasi atau penyediaan air di perkotaan, meningkatkan navigasi, menghasilkan tenaga hidroelektrik, menciptakan tempat rekreasi atau habitat untuk ikan dan hewan lainnya, pencegahan banjir dan menahan pembuangan dari tempat industri seperti pertambangan atau pabrik. Hanya beberapa dam yang dibangun untuk semua tujuan di atas.

UkuranStandar internasional mendefinisikan bendungan dengan ketinggian 15 m sebagai bendungan besar dan yang memiliki ketinggian lebih dari 150 m sebagai bendungan utama..Tipe-tipe bendungan

Earthfill Dam (bendungan urugan tanah)Bendungan urugan tanah merupakan bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan tanah atau tanah liat yang seragam.

Bendungan yang dibangun dengan memadatkan lapisan-lapisan tanah, menggunakan lapisan paling kedap air untuk bagian tengah dan menempatkan lebih banyak substansi permeable di bagian atas dan bawah. Permukaan dari batu pecah menghambat erosi oleh angin atau hujan, dan sebuah spillway, biasanya dari beton, sebagai pelindungan terhadap gerusan air di bagian atas bendungan.Earthfill dam memerlukan spillway untuk mengalirkan air dari bagian belakang bendungan. Jika struktur ini tidak tersedia maka earthfil dam akan rusak akibat gerusan air. Keuntungan :

Karena bahannya seragam, maka cara pemadatannya relatif mudah

Relatif lebih murah dibandingakan dengan tipe lainnya

Kerugian :

Sifat tanah atau tanah liat sangat dipengaruhi oleh kadar air, sehingga pada waktu pemadatan kadar air harus diperiksa dengan ketat

Pada musim hujan, pekerjaan sering dihentikan.

Earth fill dam costructed across Zarrineh rud river near Bukan city, NW of Iran. Rockfill Dam ( bendungan urugan batu)

Bendungan urugan batu merupakan variasi dari bendungan urugan tanah dimana tanah urugan yang dipadatkan diganti dengan batu. Memiliki stabilitas primer yang berada di atas batu. Harus terdiri dari zona kedap air, terdiri dari 50% urugan yang dipadatkan. Kualitas batu menjadi factor utama dalam pemilihan tipe bendungan dan dalam perancangan struktur. Pengujian luas juga diperlukan apakah batu tersebut pantas untuk dibangun. Dalam penggalian, biaya mengebor sangat penting dalam pembangunan rockfill dam. Kwarsit sebagai contoh memiliki kualitas sempurna untuk bendungan ini, tetapi membutuhkan biaya tinggi untuk pengeboran. Tidak ada pengujian yang memuaskan untuk menentukan daya tahan batu selama berabad-abad, oleh sebab itu digunakan asumsi. Menguji struktur tua seperti dermaga, anjungan dan tembok dengan bahan yang sama sangat membantu. Keuntungan bendungan urugan batu :- Ekonomis, dalam kaitannya dengan penggunaan material local yang murah- Pelaksanaan konstruksi dapat berlangsung jika udara dingin dan basah, dan pelaksanaannya dapat terus berlangsung dalam cuaca yang tidak memungkinkan dalam pembangunan bendungan beton.Pelaksanan konstruksi yang sangat cepat karena kemampuan beradatasi pada cuaca yang buruk

(C) Kollgaard & Chadwick, Development of Dam Engineering in the USSteel Dam ( Bendungan Baja )Bendungan baja mulai digunakan di abad 19-20 M, menggunakan plat baja yang membentuk sudut dan memikul beban kolom. Sebagai struktur permanent, bendungan baja harus memiliki factor eksperimen jika teknik konstruksi lebih murah dari batu, beton, tapi lebih kokoh dari bendungan kayu.

Keuntungan bendungan baja :- Teknik konstruksi yang lebih murah dibandingkan bendungan beton (masih diperdebatkan)- Akses yang lebih mudah dalam pemeliharaan dan perbaikan

- Pengerjaan konstruksi yang lebih cepat

- Kemampuan yang lebih baik dalam mengontrol muai panas jika dibandingkan dengan bendungan beton

- Kolom dan pelat baja lebih mudah dipindahkan jika dibandingkan dengan pemindahan batuBendungan baja Red Redge, MichiganConcrete DamPembangunan bendungan beton yang dijumpai di daerah-daerah kering, seperti di Brazil, adalah bendungan bawah tanah, dimana air disimpan di dalam bebatuan padat, dengan sebuah dinding sampai ke dasar tanah untuk menghindari terjadinya evaporasi. Banyak bendungan beton berbentuk segitiga pada penampang melintang, dengan penampang vertikal pada titik hulu (upstream). Berat bendungan inilah yang menjaga kedudukannya, sehingga bendungan ini disebut bendungan gaya berat (gravity dam). Bendungan jenis ini tidak lagi digunakan pada bendungan besar karena mahal dan waktu yang relative panjang pada pembangunannya. Bendungan beton tipe lain yang dibangun adalah bendungan berbentuk busur (arch dam) yang mentransfer gaya-gaya horizontal ke sisi lembah sungai. Bendungan busur memperoleh kekuatan dari bentuk busurnya, dan telah banyak digunakan pada abad ke-20. Bendungan penopang dapat digunakan jika faktor biaya menjadi alasan utama sehingga tidak memungkinkan untuk pembangunan tipe lain. Bagian upstream bendungan penopang terdiri dari kantilever, lembaran, busur yang menopang dari balik baris dinding penopang. Biasanya terbuat dari beton pra-tegang. Keuntungan bendungan beton :

- Penggunaan material konstruksi yang lebih sedikit- Merupakan tipe bendungan yang paling kuat

Bendungan Theodore Roosevelt, Arizona, ASWood DamBendungan kayu secara luas digunakan pada awal revolusi industri. Jarang dibuat pada zaman modern karena durasi operasi bendungan ini yang relative pendek dan adanya keterbatasan tinggi bangunan. Bendungan kayu harus dijaga secara konstan agar tetap basah untuk memelihara kekayaan retensi air pada bendungan ini dan membatasi pembusukan. Variasi bendungan kayu yang paling umum adalah crib dan plank.

Keuntungan bendungan kayu :- Ekonomis dan efisien (pada masa dimana ketersediaan akan kayu sangat tinggi, abad ke-19)

Bendungan kayu di Redridge, MichigKombinasi earthfill dam dan rockfill dam

Composite Earth and Rockfill

Central earth core

Sloping earth core

Upstream core

Howard A. Hanson DamKARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS )Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkannya malalui sungai utama ke laut/danau. Suatu DAS dipisahkan dari wilayah lain di sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam topografi, seperti punggung bukit dan gunung. DAS (watershed) adalah sinonim dengan daerah tangkapan air (catchment area) dengan luasan yang tidak ada pembakuan, berkisar antara beberapa hingga ribuan kilometer persegi, namun perlu dibedakan pengertiannya dengan daerah/wilayah pengaliran sungai (river basin) dimana DAS merupakan bagian dari river basin (Sheng, 1990). Pengertian DAS oleh Dixon dan Easter (1986) adalah sub drainage area dari major river basin. Sementara Schwab et. al. (1981) memberi batasan DAS dengan luas maksimum 259.000 ha (1.000 mil persegi) sebagai basis untuk pengendalian banjir daerah hulu (head water flood control). Hal ini untuk membedakan dengan sistem pengendalian banjir di daerah hilir. DAS juga bisa dipandang sebagai suatu sistem pengelolaan yaitu suatu wilayah yang memperoleh masukan (inputs) yang selanjutnya diproses untuk menghasilkan luaran (outputs) (Asdak, 1995; dan Becerra, 1995). Dengan demikian DAS merupakan prosesor dari setiap masukan yang berupa hujan (presipitasi) dan intervensi manusia untuk menghasilkan luaran yang berupa produksi, limpasan dan hasil sedimen.

Karakteristik DAS adalah gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfologi DAS, morfomertri/ geometri DAS, hidrologi DAS, tanah, geologi, vegetasi, dan manusia. Karakteristik DAS sebagai salah satu unsur utama dalam pengelolaan DAS (perencanaan serta monitorung dan evaluasi), lebih lanjut, dituangkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS yang meliputi: DAS sebagai ekosistem, wilayah (geografis), geo-bio-fisik dan manusia (sumberdaya alam dan manusia), kegiatan multi-sektor, dan aspek sosial ekonomi dan budaya. Karakteristik DAS disini mencakup parameter: iklim, biofisik DAS, hidrologi, serta social-ekonomi-budaya masyarakat DAS. DAS dapat diklasifikasi berdasarkan hirarki perwilayahannya yaitu DAS lokal, regional, nasional, dan internasional (Dep. Kehutanan-b, 2001).Karakteristik DAS dapat diartikan sebagai gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter-parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, morfologi, tanah, geologi, vegetasi, tata guna (penggunaan) lahan, hidrologi, dan manusia (Seyhan, 1977). Pendekatan ini telah diadopsi oleh Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah (Dit. RKT, 1995) untuk melakukan karakterisasi DAS Limboto, Pemali, Comal, dan Way Sekampung.

Faktor utama yang menghubungkan bagian hulu dan hilir dalam suatu DAS adalah siklus/daur hidrologi (Dixon dan Easter, 1986). Oleh karena itu karakteristik DAS tersusun dari faktor-faktor yang bersifat alami dan relatif sulit dikelola (statis) dan faktor yang mudah dikelola (dinamis) secara menyeluruh dari hulu sampai hilir bisa dipilah dalam sistem sebagai faktor-faktor masukan, prosesor, dan luaran. Karakteristik DAS yang merupakan interaksi dari seluruh faktor tersebut adalah sangat komplek dimana masing-masing faktor terdiri lebih dari satu sub-faktor. Dengan demikian karakteristik DAS tidak bisa digeneralisasi tapi setiap DAS memiliki watak sendiri-sendiri sebagai deferensiasi berbagai faktornya. Karakteristik DAS merupakan informasi dasar untuk melakukan pengelolaan DAS. Sheng (1990) memberikan 4 tingkatan pendekatan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berorientasi tujuan dan permasalahan umum DAS, yaitu tingkat nasional, regional, DAS, Pada tingkat nasional, identifikasi permasalahan dan luas DAS dilakukan melalui survai tingkat tinjau dengan bantuan potret udara atau teknik penginderaan jauh untuk mengkategorikan penggunaan lahan secara umum, sebab utama gangguan, serta klasifikasi sederhana DAS secara nasional. Kedetilan permasalahan yang diidentifikasi semakin meningkat sejalan dengan tingkat pendekatannya, yaitu dari nasional, DAS/ Sub DAS, dan petani (operasional). Tujuan utama klasifikasi menyeluruh ini adalah untuk mengidentifikasi hal-hal berikut:(1) sifat dasar (nature) DAS, yakni DAS perkotaan, DAS hutan, DAS pertanian, dll;(2) masalah utama dan daerah kritis, yakni masalah yang disebabkan oleh manusia, alam atau keduanya, tingkat beratnya masalah, luas daerah kritis, dll;(3) posisi/tempat DAS, yakni DAS hulu atau dataran tinggi, DAS dataran rendah, DAS dengan kepentingan hilir, DAS tanpa kepentingan hilir, dll.Monitoring dan evaluasi karakteristik DAS pada tingkat DAS/Sub DAS dilakukan lebih rinci dibanding tingkat regional dan nasional, karena DAS/Sub DAS sebagai satuan fungsi yang menghubungkan daerah hulu dan hilir secara terpadu merupakan satuan yang cocok baik untuk perencanaan maupun monitoring dan evaluasi. Pada DAS yang luas monitoring dan evaluasi dapat dikonsentrasikan pada Sub DAS berdasarkan tingkat kerentanan utamanya. Monitoring dan evaluasi pada tingkat operasional (usaha tani), sangat penting dilakukan, yaitu pada proses perencanaan dan atau pada awal pelaksanaan, tergantung dari kebutuhan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pengelolaan usaha tani dan pembangunan masyarakat dalam DAS dengan menekankan pada identifikasi kerentanan.

B. Pengelolaan DAS Kondisi DAS di Indonesia terus mengalami degradasi atau kemunduran fungsi seperti ditunjukkan semakin besarnya jumlah DAS yang memerlukan prioritas penanganan yakni 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998, dan pada saat sekarang diperkirakan sekitar 282 DAS dalam kondisi kritis (Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005). Kondisi DAS demikian tercermin dari luasnya lahan kritis dalam DAS di Indonesia diperkirakan meliputi luas 23.242.881 hektar yang tersebar di kawasan hutan 8.136.646 Ha (35%) dan di luar kawasan 15.106.234 Ha (65%) (Dep. Kehutanan-a, 2001). Padahal pada tahun 1989/1990 (awal Pelita V) luas lahan kritis di Indonesia masih 13,18 juta Ha yang tersebar di kawasan hutan 5,91 juta Ha dan di luar kawasan hutan seluas 7,27 juta Ha. Degradasi DAS menurut Sheng (1990) adalah hilangnya nilai, termasuk potensi produktivitas lahan dan air, seiring dengan waktu diikuti dengan tanda-tanda perubahan buruk pada watak hidrologi baik kuantitas, kualitas, dan waktu aliran. Degradasi DAS merupakan hasil dari interaksi ciri-ciri fisiografis (lokasi, elevasi, subDAS, tanah, geologi, bentuk lahan, lereng, pola drainase, dll), iklim, dan penggunaan lahan yang buruk (deforestasi sembarangan, penggarapan/pengolahan lahan yang tidak tepat, gangguan tanah dan lereng pada kegiatan penambangan, penggembalaan binatang, bangunan jalan, diversi dan penggunaan air). Dampak lebih lanjut dari degradasi DAS adalah percepatan degenerasi ekologi, penurunan peluang ekonomi, meningkatkan masalah social, serta meningkatnya kerentanan DAS terhadap bencana alam seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, dan perluasan areal lahan kritis. Mangundikoro (1986) menyebutkan bahwa penyebab utama degradasi DAS adalah: 1) penggunaan lahan yang melampaui kapabilitasnya atau kemampuannya, 2) perlakuan terhadap lahan yang mengabaikan prinsip-prinsip konservasi tanah, dan 3) tekanan penduduk (kebutuhan lahan untuk pertanian meningkat). Sheng (1986) mengatakan bahwa karena permasalahan DAS tumbuh seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perjalanan waktu, maka tugas pengelolaan DAS hampir dapat dikatakan tanpa akhir serta merupakan suatu usaha yang terus berjalan, karena faktor alam maupun faktor buatan manusia selalu ada dan berubah setiap waktu. Tingkat dan jenis pengelolaan DAS tergantung dari besarnya permasalahan DAS, urgensi tugas, dan ketersediaan sumberdaya untuk melakuan kegiatan. Secara umum kegiatan pengelolaan DAS terdiri atas tiga kategori, yaitu perlindungan (proteksi), perbaikan, dan rehabilitasi (Sheng, 1990). Tindakan perlindungan dilakukan untuk menjaga kondisi yang ada (status quo). Teknik perbaikan digunakan untuk memperoleh keuntungan hasil air. Sedangkan rehabilitasi DAS diaplikasikan pada DAS yang sangat terdegradasi sehingga memerlukan lebih banyak pekerjaan, waktu dan biaya. Kondisi demikian banyak dijumpai di negara berkembang dan pengelolaannya lebih ditekankan pada pembangunan seluruh sumberdaya dalam DAS termasuk sumberdaya manusianya. Tujuan pengeloaan DAS berbeda untuk setiap tempat maupun setiap DAS, namun secara umum adalah : (1) merehabilitasi DAS melalui penggunaan lahan yang sesuai dan tindakan konservasi untuk memperkecil erosi dan secara simultan meningkatkan produktifitas lahan dan pendapatan petani;(2) melindungi, meningkatkan atau mengelola DAS untuk keuntungan pengembangan sumberdaya air (penyediaan air domistik, irigasi, tenaga listrik, dll);(3) mengurangi bencana alam seperti, banjir, kekeringan, dan tanah longsor, dll;(4) membangun daerah pedesaan dalam DAS untuk keuntungan masyarakat dan ekonomi regional; (5) kombinasi dari tujuan-tujuan di atas. Goodman dan Edwards (1992) dalam Heathcote (1998) menyatakan bahwa perencanaan dan pengelolaan DAS terpadu mempunyai dua tujuan prinsip, yaitu :1. Merencanakan program dan kegiatan yang secara ekonomis efisien dan secara sosial dapat diterima;2. Melaksanakan kegiatan yang akan terus berjalan dalam periode yang panjang walaupun tidak ada lagi pendanaan, bantuan, maupun pengembalian utang Heathcote (1998) merekomendasikan pendekatan dalam perencanaan dan pengelolaan DAS dalam tahapan-tahapan berikut :1. Inventarisasi karakteristik DAS (Watershed inventory) Bentang alam (topografi, kemiringan, aspek, ketinggian dll Iklim (CH, kecepatan angin, suhu/kelembaban) Tanah (jenis, karakteristik, infiltrasi, dll) Aliran permukaan (debit, fluktuasi, kontinuitas, distribusi) Air tanah (potensi, kualitas) Tata guna lahan (penutupan lahan, tipe vegetasi, keterbukaan) Sosial ekonomi, budaya, dan kelembagaan2. Identifikasi masalah dan scooping (Problem definition and Scooping)3. Proses konsultasi (The consultation Process) Kebutuhan /pelibatan stakes holder Saling pemahaman Identifikasi kebutuhan masyarakat Proses/mekanisme pelibatan stakeholder

4.Membangun opsi pengelolaan rasional (Developing Workable Management Options) Identifikasi sumberdaya (modal, SDM, SDA) Menyusun alternatif-alternatif opsi pengelolaan Mengembangkan alternatif pengelolaan yang saling menguntungkan Evaluasi criteria dan hambatan

5. Penilaian sederhana (Simple Assessment) Karakterisasi DAS target (makro) Scooping Membangun dan menyaring alternatif pengelolaan6. Penilaian detail (Detailed Assessment) Karakterisasi DAS target (spesifik/detail) Scooping Membangun dan menyaring alternatif pengelolaa

7. Pengaturan Pembiayaan/sumber dana (Costing and Financing) Ruang lingkup Analisis biaya dan manfaat (BC ratio analysis) Alokasi biaya Penghitungan biaya intangible Analisis ekonomi Resiko dan ketidakpastian (Risk and uncertainty analysis) Sumber pembiayaan8. Administrasi kelembagaan dan perundangan/aturan main (Legal, Institusional, and Administration Concerns)9. Penilaian Dampak Lingkungan Potensial (Environmental and Social Impact Assessment)10. Memilih Alternatif Rencana terbaik (Choosing the best plan)Evaluasi alternatif pilihan dan strategi implementasi11. Implementasi (Implementing the plan)