sel darah merah
Post on 25-Dec-2015
71 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pendahuluan
Unsur sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih
(leukosit), dan fragmen sel yang disebut trombosit. Eritrosit berfungsi sebagai transport atau
pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Darah adalah suatu suspensi partikel
dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium
pertukaran antara sel yang terinfeksi dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat
protektif terhadap organisme dan khususnya terhadap darah sendiri.
Proses asupan dan keluaran cairan terjadi terus menerus dalam tubuh secara
keseluruhan maupun diantara berbagai bagian untuk membawa nutrisi dan olsigen ke sel,
membuang sisa, dan membentuk zat tertentu dari sel. Perpindahan air dan zat terlarut diantara
bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transportasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit
mencakup komposisi dan perpindahan berbagai cairan dan elektrolit mencakup komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan
zat terlarut. Cairan tubuh dan zat-zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang
konstan.
Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit normal berbentuk cakram bikonkaf berdiameter kira-kira 8 µm, dan tidak
memiliki nucleus. Bentuk eritrosit sebenarnya dapat beruba-ubah, seperti etika sel-sel
tersebut beredar melewati kapiler-kapiler. Eritrosit dapat dianggap sebagai kantung yang
dapat berubah menjadi berbagai jenis bentuk. Pria dewasa normal memiliki 5,4 juta sel darah
merah per mikroliter (µL) darah. Wanita normal memiliki 4,8 juta sel darah merah per
mikroliter darah (1 µL = 1 mm3; satu tetes darah kira-kira 50 mm3). Jumlah sel darah merah
ini bervariasi pada kedua jenis kelamin dan pada perbedaan umur.
Setiap butir ertrosit mengandung haemoglobin. Haemoglobin adalah protein pigmen
yang member warna merah pada dara. Setiap haemoglobin terdiri dari protein yang disebut
globin dan pigmen non-protein yang disebut heme. Setiap heme berikatan dengan rantai
polipeptida yang mengandung besi (Fe2+). Fungsi utama haemoglobin adalah mengangkut
okdigen dari paru-paru membentuk oksihemoglobin.
1
Pembentukan eritrosit disebut jugaa eritropoiesis. Eritropoiesis terjadi di sumsum
tulang. Pembentukannya diatur oleh suatu hormone glikoprotein yang disebut dengan
eritropoietin. Sel pertama yang diketahui sebagai rangkaian pembentukan eritrosit disebut
proeritroblas. Dengan rangsangan yang sesuai maka sel-sel tunas (stem cell) ini dapat
dibentuk banyak sekali sel. Proeritroblas kemudian akan membelah beberapa kali. Sel-sel
baru dari generasipertama ini disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat dicat dengan zat
warna basa. Sel-sel ini mengandung sedikit sekali haemoglobin. Pada tahap berikutnya akan
mulai terbentuk cukup haemoglobin yang disebut polikromatofil eritroblas. Sesudah terjadi
pembelahan berikutnya, maka akan terbentuk lebih banyaaak lagi haemoglobin. Sel-sel ini
disebut ortokromatik eritroblas dimana warnanya menjadi merah.akhirnya, bila sitoplasma
dari sel-sel ini sudah dipenuhi oleh haemoglobin sehingga mencapai konsentrasi lebih kurang
34% , nukleus akan memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Sel-sel
ini disebut retikulosit. Retikulosit berkembang menjadi eritrosit dalam satu sampai dua hari
setelah dilepaskan dari sumsum tulang.
Jangka hidup eritrosit kira-kira 120 hari. Ertrosit yang telah tua akan ditelan oleh sel-
sel fagosit yang terdapat dalam hati dan limpa. Didalam hati, haemoglobin diubah menjadi
pigmen empedu (bilirubin) yang berwarna kehijauan. Pigmen empedu di ekskresikan oleh
hati ke dalam empedu. Zat besi dari haemoglobin tidak di eksresikan, tetapi digunakan
kembali untuk membuat eritrosit baru.1
Membran Plasma
a. Struktur dan Fungsi
Membran plasma mempunyai struktur yaitu, lapisan ganda lipid
mempunyai permukaan luar yang bersifat hidrofobik, satu sisi permukaan
hidrofilik menghadap ke daerah sitosolik dan sisi yang lain menghadapa
kepermukaan ekstrasitosolik, molekul protein berinteraksi dengan molekul-
molekul lipid dengan cara yang berbeda-beda. Protein ada yang menempel pada
permukaan luar lipid, protein ini disebut protein perifer, selain itu ada molekul
protein yang terbenam dalam lapisan lipid, protein ini disebut protein integral,
protein integral terbagi atas dua kelompok yaitu protein yang terentang disebut
2
mulai dari permukaan dalam sampai ke permukaan luar lapisan ganda lipid,
protein ini disebut protein transmembran. Protein integral yang lain sebagai
molekulnya terbenam dalam lapisan ganda lipid dan sebagian yang lain muncul di
permukaan, membran plasma yang sebagaian besar disusun oleh lipid ini
menyebabkan membran plasma tidak kaku dan bersifat fleksibel, struktur
membran plasma model mosaik cair ini ditemukan oleh Singer dan Nicolson.
Sedangkan fungsi membran plasma yaitu, sebagai pembatas antara sel
dengan lingkungan luar, dan pembatas antara organel dengan bahan sel lainnya;
mengatur lalu lintas senyawa-senyawa atau ion-ion yang masuk dan keluar sel
atau organel; sebagai reseptor (pengenal) molekul-molekul khusus (hormon)
metabolit dan agensia khas seperti bakteri dan virus; tempat berlangsungnya
berbagai reaksi kimia seperti pada membrane mitokondria, kroloplas, retikulim
endoplasma, dan lain-lain; sebagai reseptor perubahan lingkungan sel, seperti
perubahan suhu, intensitas cahaya, dan lain-lain.
b. Sifat-sifat
Membran plasma merupakan suatu membran yang bersifat dinamis dan
memiliki sifat-sifat yang khas. Sifat-sifat yang khas dari membran plasma di
antaranya adalah sebagai berikut, makromolekul tidak dapat melewati membran
plasma sehingga sitoplasma yang sebagian besar merupa protein tetap berkurung
oleh membrane plasma, membran plasma sebagai pelindung sel mampu menjaga
keseimbangan elektrolit, membrane plasma memiliki kemampuan untuk
melakukan transportasi air, zat-zat yang terlarut dalam lipid dapat pula melewati
membran plasma. Hal ini sesuai dengan teori Globular.2
Transportasi Sel
Transpor molekul antarsel dimungkinkan terjadi karena membrane plasma yang
bersifat semipermiable. Membran plasma adalah selaput tipis yang terdiri atas lapisan ganda
3
fosfolipid dengan gumpalan-gumpalan protein. Gumpalan protein yang menempel di
permukaan lapisan fosfolipid disebut protein perifer, sedangkan gumpalan lainnya yang
menembus lapisan fosfolipid disebut protein integral. Pada kedia jenis protein tersebut sering
dijumpai molekul-molekul gula yang akan membentuk glikoprotein.
Protein integral mengandung bagian yang bersifat hidrofilik dan bagian hidrofobil.
Bagian hidrofilik dapat berekasi dengan air, sedangkan bagian hidrofobik tidak dapat
bereaksi dengan iar. Protein yang berada di dalam lapisan fosfolipid bersifat hidrofilik.
Akibatnya, protein yang hidrofobi bergabung dengan bagian ekor molekul lemak yang
hidrofobik.
Permukaan luar dan permukaan dalam membran plasma tidak mengandung protein
yang sama, tetapi bervariasi dalam jumlah maupun jenisnya. Distribusi protein yang tidak
teratur menyebabkan membran plasma menjadi tidak simetris.
Prinsip-prinsip dasar transport melalui membrane plasma adalah setiap molekul
memiliki kecenderungan untuk selalu bergerak karena mengandung energi kinetic. Transport
melalui membrane plasma dapat terjadi secara pasif dan dapat pula terjadi secara aktif.
a. Transpor Pasif
Transport pasif disebut juga transpor spontan karena tidak memerlukan
energi dalam pergerakannya. Transport pasif meliputi difusi, difusi berfasilitasi,
dan osmosis.
1. Difusi
Tidak semua jenis molekul dapat bergerak melalui membrane
plasma dengan cara difusi. Molekul-molekul yang bersifat hidrofobil dapat
dengan mudah bergerak melalui membrane plasma karena larut dalam
lemak pada lapisan fosfolipid, sedangkan molekul-molekul yang lebih
besar tidak dapat bergerak melalui membran plasma. Molekul-molekul
hidrofilik yang berukuran kecil dapat dengan mudah berdifusi melalui
membran plasma.
Laju difusi antara lain bergantung pada suhu dan densitas
(kepadatan) medium.gas berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat
4
cair, sedangkan zat padat berdifusi lebih lambat dibandingkan dengan zat
cair. Molekul-molekul berukuran besar lebih lambat pergerakaannya
disbanding dengan molekul yang lebih kecil.
Proses difusi biasanya bergantung pada beberapa faktor, yaitu
wujud materi, suhu, ukuran molekul, dan konsentrasi. Difusi akan sangat
lambat terjadi jika zatnya berwujud padat. Suhu panas dapat mempercepat
gerakan molekul-molekul sehingga meningkatkan laju difusi. Molekul
yang berukuran kecil lebih cepat elintasi suatu membrane bila
dibandingkan dengan molekul yang lebih besar pada suhu yang sama.
Semakin besar gradien konsentrasi antara kedua daerah maka semakin
cepat laju difusinya.
2. Difusi berfasilitas
Difusi berfasilitas atau difusi fasilitator melibatkan difusidari
molekul polar dengan bantuan protein transport. Protein transport
merupakan protein khusus yang menyediakan suatu ikatan fisik bagi
molekul yang sedang bergerak. Protein transport tersebut
jugamerentangkan membran plasma sehingga menyediakan suatu
mekanisme untuk pergerakan molekul.
3. Osmosis
Osmosis merupakan difusi air melalui membran yang bersifat
selektif semipermiable. Dalam system osmosis dikenal istilah lerutan
hipertonik, larutan hipotonik, dan larutan isotonic. Larutan hipertonik ialah
larutan yang memiliki konsentrasi terlarut tinggi, larutan hipotonik ialah
larutan dengan konsentrasi terlarut rendah, sedangkan larutan isotonic
adalah dua larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut sama. Jika
terdapat dua larutan yang tidak sama konsentrasinya maka molekul air
akan melewati membran plasma hingga kedua konsentrasi larutan menjadi
seimbang. Tekanan osmosis ialah kemampuan suatu larutan untuk
menyerap air jika dipisahkan oleh air murni dengan selaput semipermiable.
Tekanan osmosis dapat diukur dengan osmometer.
5
Pada larutan hipertonik, sebagian besar molekul air terikat pada
molekul terlarut sehingga hanya sedikit molekul air yang bebas dan bisa
melewati membran dalam suatu proses osmosis. Pada larutan hipotonik,
molekul air yang bebas lebih banyak sehingga molekul air yang melewati
membran juga lebih banyak.
Volume sel yang terletak dalam larutan isotonic akan konstan
karena sel akan mendapat dan kehilangan air dalam jumlah yang sama.
Jika sel berada dalam larutan hipotonik maka sel itu akan mendapatkan
banyak molekul air sehingga dapat menyebabkan plasmolisis. Sebaliknya,
jika sel berada dalam larutan hipertonik maka sel akan banyak kehilangan
molekul air sehingga sel akan mengecil dan dapat menyebabkan kematian.
Pada hewan, untuk dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang bersifat
hipotonik atau hipertonik makadiperlukan pengaturan keseimbangan air
yang disebut dengan proses osmoregulasi.
b. Transpor Aktif
Pada transpor aktif diperlukan energy dari dalam sel. Transport aktif
sangat diperlukan untuk memlihara keseimbangan molekul-molekul kecil di
dalam sel. Transpor aktif berhenti jika didinginkan pada suhu 2-4oc, ada racu, atau
kehabisan energi.
1. Transpor aktif primer dan sekunder
Transpor aktif primer memerlukan energi dalam bentuk ATP,
sedangkan transport yang bergantung pada potensi alat membran.
Kedua jenis transport aktif tersebut saling berhubungan erat karena
transport aktif primer akan menciptakan potensial membran yang
memungkinkan berlangsungnya transport aktif sekunder.
6
Transpor aktif primer
Transpor aktif primer dicontohkan pada
keberadaan ion K+ dan Na+ dalam membran.
Kebanyakan sel memelihara konsentrasi K+ lebih tinggi
di dalam sel daripada di luar sel. Sementara itu,
konsentrasi Na+ di dalam sel lebih kecil daripada di luar
sel.
Transpor aktif sekunder
Transpor aktif sekunder dicontohkan pada asam
amino dan glukosa dengan molekul pengangkutannya
berupa transport aktif. Padahal pengangkutan tersebut
bersama dengan pengangkutan Na+ adalah transpor aktif
primer yang memungkinkan terjadinya potensial
membran.
2. Eksositosis
Vesikel dari dalam sel berisi senyawa atau sisa metabolisme.
Bersama aliran plasma, vesikel tersebut akhirnya sampai pada
membran plasma hingga terjadi perlekatan. Daerah perlekatan akan
mengalami lisis sehingga isi vesikel keluar.
Banyak sel sekretoris menggunakan eksositosis untuk
mengirim keluar produk-produk mereka, misalnya sel tertentu dalam
pancreas menghasilkan hormone insulin dan mensekresikannya ke
dalam darah dengan cara eksositosis. Contoh lainnya adalah sel saraf
(neuron) yang menggunakan eksositosis untuk melepaskan sinyal
kimiawi yang merangsang neuron atau sel otot.
3. Endositosis
Endositosis merupakan proses pemasukan suatu bahan dari luar
sel ke dalam sel dengan cara melingkupi bahan tersebut dengan
membran plasma. Partikel-partikel dari luar sel menempel pada
membran plasma kemudian mendesak membran plasma hingga
7
terbentuk lekukan yang semakin lama semakin dalam bentuknya
seperti kantong dan akhirnya membulat hingga terlepas dari membran
plasma. Bulatan tersebut berisi partikel kecil dan molekul kecil yang
akan dicerna oleh lisosom atau enzim pencerna lainnya. Terdapat tiga
jenis endositosis, yaitu fagositosis, pinositosis, dan endositosis yang
diperantarai reseptor.
Fagositosis
Fagositosis merupakan proses pemakanan
partikel-partikel dan sel-sel asing. Pada fagositosis, sel
akan memakan suatu partikel dengan menggunakan
pseudopodia yang membalut di sekeliling partikel
tersebut dan membungkusnya di dalam kantong berlapis
membrane yang cukup besar. Partikel akan dicerna
setelah kantong tersebut bergabung dengan lisosom
yang mengandung enzim hidrolitik.
Fagositosis banyak dijumpai pada ssel protozoa
sebagai salah satu cara untuk mendapatkan makanan.
Pada sel-sel metazoan lebih ditujukan untuk pertahanan
diri terhadap benda-benda asing, misalnya fagositosis
terhadap bakteri, debu, dan benda-benda lain yang
dianggap berbahaya bagi sel.
Kemampuan untuk melakukan fagositosis pada
tubuh manusia sangat berkembang dalam sel leukosit
bergranula dan sel-sel yang termasuk dalam sel
makrofag atau sistem retikulo-endotel (macrophagic or
reticulo endothelial system). Sel-sel yang termasuk
dalam golongan ini diantaranya adalah histiosit yang
terdapat dalam jaringan ikat, sel-sel retikuler dalam
sistem hemopoetik, serta sel-sel endotel dalam jaringan
ati, kelenjar adrenal dan hipofise.
Pinositosis
8
Pada pinositosis, cairan akan dimasukan dalam
sel termasuk zat-zat yang terlarut di dalamnya.
Pinositosis yang dilakukan oleh Amoeba sp. Pada
larutan yang mengandung protein telah diamati oleh
mast dan doyle pada tahun 1934 dan pengamatan pada
sel lainnya dilakukan oleh lewi pada sel yang dikultur,
pada pengamatan pinositosis yang terjadi dalam tubuh
Amoeba sp. Ternyata bahwa proses ini dapat terjadi bila
dalam larutan terdapat bahan-bahan yang dibutuhkan
terutama protein, asam-asam amino, dan ion-ion. Dalam
percobaan diamati bahwa bila Amoeba sp. ditaruh
dalam air tidak akan terjadi pinositosis. Demikian pula
apabila ke dalam air dimasukkan karbohidrat. Ternyata
pinositosis akan segera mulai berjalan bila kedalam air
dimasukkan asam amino, protein, atau ion-ion tertentu.
Endositosis yang diperantarai reseptor
Endositosis ini sangat spesifik. Bagian yang
tertanam dalam membran adalah protein dengan tempat
reseptor spesifik yang dipaparkan ke fluida
ekstraseluler. Ekstraseluler yang terikat pada reseptor
disebut ligan. Protein reseptor biasanya mengelompok
dalam daerah membrane yang disebut lubang terlapisi
yang sisi sitoplasmiknya dilapisi oleh lapisan protein
samar. Protein selapis ini mungkin membantu
memperdalam lubang dan membentuk kantong.
Kantong ini tidak saja mentrasnpor substansi antar sel
dan sekelilingnya, tetapi juga memberikan suatu
9
mekanisme untuk memudahkan dan membentuk
kembali membran plasma.3
Ketonusan Sel Darah Merah
Ketonusan atau tekanan osmosis adalah tekanan potensial yang dinyatakan dalam
istilah gaya atau tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan osmosis. Tekanan osmosis
sebanding dengan konsentrasi larutan jadi semakin besar konsentrasi larutan maka tekanan
osmosis semakin besar pula.9
Maka pada tekanan osmosis berlaku rumus :
Π = M R T
Dimana : π = tekanan osmosis
M = molaritas larutan
R = tetapan gas (0,082 L atm mol-1K-1)
T = suhu larutan (dalam Kelvin) 10
Macam-macam ketonusan
a. Isotonik : Dua buah larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama. Pada
peristiwa ini larutan tidak akan berosmosis ke dalam atau ke luar, dan hal inilah yang
biasanya menjadi masalah antara cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler.
b. Hipotonus : digunakan untuk menyatakan larutan yang lebih encer, hanya
mengandung sedikit konsentrasi partikel zat terlarut, dan digunakan untuk
menyatakan suatu larutan yang tekanan osmotiknya/ketonusannya lebih rendah dari
larutan yang lain.
c. Hipertonus : digunakan untuk menyatakan larutan yang lebih kental, yang memiliki
konsentrasi partikel zat terlarut dan tekanan osmotik/ketonusan yang lebih tinggi
dibandingkan larutan yang lain.6
10
Pengaruh kerusakan pada membran plasma dan eritrosit
Krenasi
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel
setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan air melalui osmosis.
Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa Latin crenatus. Krenasi terjadi karena
lingkungan hipertonik, (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan larutan di sekitar luar sel), osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air
keluar dari sel, menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel
mengecil. sebagai contoh, jika meletakan sel darah merah dalam suatu larutan hipertonik
(lebih pekat), air yang terdapat dalam sel darah merah akan ditarik ke luar dari sel
sehingga sel mengerut dan rusak. Pada peristiwa ini eritrosit memiliki tonjolan-tonjolan
pendek sebanyak 10-30 buah pada permukaannya.10
Hemolisis
Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam
medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh
antara lain penambahan larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan
tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan atau
pendinginan, serta rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah, defek sel darah merah,
infeksi, obat, zat kimia, transfusi darah yang tidak cocok, antibodi, kerja limpa yang
berlebihan, dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena
penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk
ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel
eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di
dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke
dalam medium sekelilingnya. Dan sebgai contoh jika meletakkan sel darah merah dalam
larutan yang bersifat hipotonik (lebih encer), air dari larutan akan ditarik masuk ke dalam
sel darah merah sehingga sel mengembang dan pecah. 5,6
11
Jenis Larutan
1. Isotonus : Seperti yang telah disebutkan diatas isotonus menyatakan 2 buah larutan
dengan ketonusan sama. Contohnya : Sel darah merah dengan larutan NaCl 0,9% dan
glukosa 5,54%.
2. Hipotonus : menyatakan larutan yang ketonusannya lebih rendah dari larutan yang
lain. Contohnya : Sel darah merah dengan larutan NaCl 0,2%.
3. Hipertonus : menyatakan larutan yang ketonusannya lebih tinggi dari larutan yang
lain. Contohnya : Sel darah merah dengan NaCl 1,2%. 4
Gangguan/masalah dalam pemenuhan kebutuhan cairan
1. Hipovolume atau dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan
kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh
dengan mengosongkan cairan vaskular. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan
interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi
pada pasien diare dan muntah. Ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal
atau dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi isotonik, terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya
yang seimbang.
b. Dehidrasi hiperetonik, terjadi jika kehilangan sejumlah air yang lebih banyak
daripada elektrolitnya.
c. Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan elektrolitnya
daripada air.
Kehilangan cairan ekstrasel yang belebihan akan menyebabkan volume ekstrasel berkurang
(hipovolume). Pada keadaan ini, todal terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke
permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu
yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan
terjadinya perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah. Kekurangan cairan dalam tubuh
dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan
pelarut sepert protein dan klorida/natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine
secara berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus-menerus.
Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan kelebihan pengeluaran urine adalah adanya
12
gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah yang terus-menerus,
terpasang drainage, dan lain-lain.
Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasakan derajatnya:
a. Dehidrasi berat
1. Pengeluaran/kehilangan cairan 4-6 L
2. Serum natrium 159-166 mEq/L
3. Hipotensi
4. Turgor kulit buruk
5. Oliguria
6. Nadi dan pernapasan meningkat
7. Kehilangan cairan mencapai > 10% BB
b. Dehidrasi sedang
1. Kehilangan cairan 2-4 l atau antara 5-10% BB
2. Serum natrium 152-158 mEq/L
3. Mata cekung
c. Dehidrasi ringan, dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 L
2. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada
interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan
hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan pitting
edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Hal ini disebabkan karena perpindahan
cairan ke jaringan melalui titik tekanan. Cairan dalam jaringan yang edema tidak
digerakkan ke permukaan lain dengan penekanan jari. Nonpitting edema tidak
menunjukkan tanda kelebihan cairan ekstrasel, tetapi sering karena infeksi dan trauma
yang menyebabkan pengumpulan membekunya cairan pada permukaan jaringan.
Kelebihan cairan vaskular dapat meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan
cairan ke permukaan interstisial, sehingga menyebabkan edema anasarka (edema yang
terdapat di seluruh tubuh).
13
Peningkatan tekanan hidrostatik yang besar dapat menekan sejumlah cairan
hingga ke membran kapiler paru-paru, sehingga menyebabkan edema paru-paru dan
dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema paru-paru adalah penumpukan
sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal
jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru-paru
dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru. 7
3. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah. Anemia hemolitik merupakan anemia
yang tidak terlalu sering dijumpai, anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus
anemia. Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua golongan besar,
yaitu :
a. Anemia hemolitik karena faktor didalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular), yang
sebagian besar bersifat herediter-familiar.
b. Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular), yang sebagian
besar bersifat didapatkan.13
4. Ikterus/ jaundice pada bayi (penyakit kuning)
Ikterus pada bayi baru lahir adalah penyakit yang sering muncul pada masa
neonatus. Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit, membran mukosa, dan
sklera yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus juga
dapat disebabkan oleh proses hemolisis. Secara umum, ikterus yang disebabkan oleh
hemolisis memiliki komplikasi serius yang lebih besar, misalnya ensefalopati).8
Daftar Pustaka
1. Setiowati Tetty. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press,2007.h.85-6
2. Ferdinand Fictor. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: Visindo Media Persada,2007.h.70-
5
3. Zakrinal. Jago Biologi SMA. Jakarta: Media Pusindo, 2009.h.23-9
4. Horne, Mima M. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. edisi ke 2. Jakarta :
EGC ; 2001
14
5. Sutresna N. Cerdas belajar kimia. Jakarta : Grafindo ; 2007
6. Fawcett, Bloom. Buku ajar histologi. edisi ke 12. Jakarta : EGC ; 2002
7. Hidayat M, Hidayat AAA. Keterampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika,2008.h44-6
8. Pedoman klinis pediatri. Schwartz MW, editor. Pedoman klinis pediatri. Jakarta :
EGC ; 2004
9. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC ; 2004
10. Sutresna N. Kimia. Jakarta : Grafindo ; 2006
15
top related