pengaruh pemberian ekstrak teh hijau (cammelia …digilib.unila.ac.id/55409/3/skripsi tanpa bab...
Post on 29-Oct-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEH HIJAU (Cammelia sinensis)TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SILIA PADA
TRAKEA TIKUS PUTIH JANTAN GALURSprague Dawley YANG DIPAPAR UAP
ROKOK ELEKTRONIK
Skripsi
oleh:AHMAD SYAH PUTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEH HIJAU (Cammelia sinensis)TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SILIA PADA
TRAKEA TIKUS PUTIH JANTAN GALURSprague Dawley YANG DIPAPAR UAP
ROKOK ELEKTRONIK
OlehAHMAD SYAH PUTRA
SkripsiSebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar
SARJANA KEDOKTERANPada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
Program Studi Pendidikan Dokter
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 27 maret 1996, sebagai anak kedua dari
dua bersaudara, dari Bapak Heri Munzaili dan Ibu Evrilliawati
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa Laut pada tahun 2008,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung (FK Unila) melalui jalur Kemitraan. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif menjadi anggota Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung periode 2015/2016
Maka sesungguhnya setiap kesulitan adakemudahan,
Sesungguhnya setiap kesulitan ada kemudahan.(Qs. Al-Insyirah 5-6)
"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamudustakan"
(Qs. Arrahman 13)
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang
Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha
Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia
yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar
dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini
menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita
besarku.
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk emak, abah,
kakak, adik, keluarga, sahabat dan teman-teman sejawat
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya, dan kita selaku
umatnya sampai akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Teh Hijau (Cammelia
Sinensis) Terhadap Gambaran Histopatologi Silia Pada Trakea Tikus Putih Galur
Sprague Dawley Yang Dipapar Uap Rokok Eletronik ” adalah salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tuaku tercinta, Evrilliawati dan Heri Munzaili, mama dan papa yang
selalu sabar atas kenakalanku, terimakasih atas segala cinta, kasih sayang yang
amat sangat tulus untukku. Doa yang selalu emak dan Abah panjatkan untuk
kebaikan dan kebahagianku, Mengingatkan untuk sholat dan mengaji. Sebagai
tempat diskusiku, penghilang kesedihanku, penyemangatku, mama dan papa
adalah inspirasiku, motivasiku, dan guru terbaikku.
2. Prof.Dr.Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung.
3. Dr. dr. Muhartono, S.Ked.,M.Kes, Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
4. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, S.Ked.,M.Kes, Sp.MK, selaku Guru Besar
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
5. Dr. dr. Susianti, S,Ked,M.Sc, selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya
memberikan bimbingan, motivasi, saran, kritik, dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini.
6. dr. Rizki Hanriko, S.Ked,M.Sc, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, motivasi, saran, kritik, dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Prof Dr.Sutyaro, M.Biomed, selaku Penguji Utama pada ujian skripsi; terima
kasih atas masukan, motivasi dan saran-saran dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
8. dr. Fida Handayani, S.Ked.,Sp.S selaku pembimbing akademik penulis yang
telah banyak memberikan teladan, bimbingan, nasehat dan motivasi selama
3,5 tahun masa perkuliahan ini.
9. Untuk Kakak ku, dr .Syurlia Putri ,S.Ked Terimakasih atas segala doa dan
dukungan kalian untuk diriku, dan yang tak pernah lelah memberikan
semangat dalam perjalanan hidupku.
10. Untuk Raniken Falutvi Syafarman ,Se .Terimakasih atas segala semangat dan
dukungannya selama ini, mengingatkan ku untuk selalu menjaga sholat,
bersyukur, bertahajjud, agar kelak aku menjadin dokter yang soleh.
11. Seluruh dokter dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, terima kasih telah banyak memberikan pemahaman dan tambahan
wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk mencapai cita-cita. Bapak
dan Ibu Staf pegawai dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
12. Sahabat-sahabatku PCM semasa perkuliahan, Kak Agus, Deno, Fakih, Dimas,
Shidik, Adha, Yogi, Sutan, Ilham, Wivan, Juju, Bima, Dzul, Innou, Nopri,
Dicky, Denny, dan beberapa lagi yang mungkin lupa tersebutkan, terimakasih
banyak atas bantuan dan momen-momen kesehariannya. FSI Ibnu Sina,
Paduan Suara FK Unila atas pengalaman-pengalamannya di luar pendidikan
akademik.
13. Untuk Sahabat ku Nopri Yanda Harajab, terimakasih telah membantu ku
dalam menghadapi pembuatan skripsi ini,nasihat nasihat dan petunjuk mu
tidak aka pernah aku lupakan.
14. Untuk agung ,mira, danang, sarah, Alvin, redi, deni, dicky, rena, bella dan
ino.Terimakasih telah mengajarkanku arti persahabatan
15. Teman-teman FK Unila 2014, terima kasih atas kesertaannya yang secara
langsung berada disekitarku dalam menjalani proses pendidikanku. Adik-adik
dan kakak-kakak FK Unila, terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan baik dari
Allah SWT. Aamiin. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiiin
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis
Ahmad Syah Putra
ABSTRACT
THE EFFECT OF GREEN TEA EXTRACT (Cammelia Sinesis)ON CILIA’S TRACHEAL HISTOPATHOLOGY OF
MALE WHITE Sparague Dawley RATSEXPOSED TO ELECTTRONIC
CIGARETTE
By
AHMAD SYAH PUTRA
Background: At present, there is a shift in the use of cigarettes, from conventionalcigarettes to e-cigarettes. Exposure to particulate e-cigarettes can cause damage to theairway, one of which is ciliary tracheal. Green tea (Camellia sinensis) has a source ofantioxidants in the form of polyphenols which can reduce the number of organ damagethrough a mechanism as an anti-oxidant.Method: The study used an experimental design using 30 Sprague Dawley strain whiterats which were divided into 6 groups, namely 3 control groups and 3 treatment groups.In the control group, given regular treatment, exposure to electric cigarettes and exposureto conventional cigarettes. In the treatment group, mice were given peritoneal injection ofgreen tea extract each of 50 mg/kg body weight, 100 mg/kg body weight, and 200 mg/kgbody weight. After 14 days of treatment, the 15th day of mice was euthanized andpreparations were taken.Results: There was a change in histopathological damage in all samples where there weresignificant differences in the control group, but not significantly in the treatment groupwith a value of K1 to K2 with p = 0.005, and K1 to K3 with p = 0.007. Whereas in vapecontrol group (K2) between treatment groups P1, P2, and P3 were p = 0.521Conclusion: There is not difference between the administration of green tea extract tohistological changes in cilia’s tracheal structure of rats exposed to steam electroniccigarettes with p=0,521
Keywords: tracheal, cilia, histopathology, electronic cigarette, Sprague dawley,cammelia sinensis
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEH HIJAU (Cammelia sinensis)TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SILIA PADA
TRAKEA TIKUS PUTIH JANTAN GALURSprague Dawley YANG DIPAPAR UAP
ROKOK ELEKTRONIK
Oleh
AHMAD SYAH PUTRA
Latar belakang: Saat ini, terjadi pergeseran penggunaan rokok, dari rokok konvensionalke rokok elektrik. Paparan partikulat rokok elektrik dapat menyebabkan kerusakan padajalan nafas salah satunya silia trakea. Teh hijau (Camellia sinensis) memiliki sumberantioksidan berupa golongan polifenol yang dapat berfungsi menurunkan angkakerusakan organ melalui mekanisme sebagai anti oksidan.Metode: Penelitian menggunakan rancangan eksperimen murni menggunakan 30 tikusputih galur Sprague Dawley yang di bagi dalam 6 kelompok yaitu 3 kelompok kontroldan 3 kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol, diberikan perlakuan biasa, paparanrokok elektrik dan paparan rokok konvensional. Pada kelompok perlakuan, mencitdiberikan injeksi peritoneal ekstrak teh hijau masing-masing sebanyak 50 mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB. Setelah 14 hari perlakuan, hari ke-15 mencit di euthanasiadan diambil preparat.Hasil: Terdapat perubahan kerusakan histopatologi pada seluruh sampel dimana terjadiperbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol, tetapi tidak signifikan pada kelompokperlakuan dengan nilai K1 terhadap K2 dengan p = 0,005, dan K1 terhadap K3 dengan p= 0,007. Sedangkan pada kelompok kontrol vape (K2) antar kelompok perlakuan P1, P2,dan P3 yaitu p = 0,521Simpulan: Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak teh hijau terhadapperubahan gambaran histopatologis silia trakea tikus putih (Ratus novergicus)galur Sprague dawley yang dipapar uap rokok elektronik dengan p=0,521
Kata kunci: trakea, silia, histopatologi, rokok eletronik, sprague dawley, cammeliasinensis
i
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI........................................................................................................ iDAFTAR TABEL ............................................................................................... iiiDAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ivDAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................v
I. PENDAHULUAN ...........................................................................................11.1 Latar Belakang Masalah............................................................................11.2 Rumusan Masalah .....................................................................................51.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................51.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................5
1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat ................................................................51.4.2 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan ......................................................61.4.3 Manfaat Bagi Institusi ......................................................................61.4.4 Manfaat Bagi Peneliti ......................................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................72.1 Trakea.........................................................................................................72.2 Rokok Elektrik ...........................................................................................112.3 Pengaruh Asap Rokok Elektrik Pada Perubahan Histologi Trakea ...........142.4 Teh Hijau ....................................................................................................192.5 Tikus Putih .................................................................................................252.6 Kerangka Teori...........................................................................................262.7 Kerangka Konsep .......................................................................................282.8 Hipotesis .....................................................................................................28
III. METEDOLOGI PENELITIAN ..................................................................293.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...............................................................293.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................293.3 Populasi dan Sampel ................................................................................29
3.3.1 Populasi Sampel.............................................................................293.3.2 Sampel Penelitian...........................................................................30
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi....................................................................31
ii
3.4.1 Kriteria Inklusi ...............................................................................313.4.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................31
3.5 Bahan Dan Alat Penelitian.......................................................................313.5.1 Bahan Penelitian ...........................................................................313.5.2 Alat Penelitian................................................................................32
3.6 Prosedur Penelitian ..................................................................................323.6.1 Prosedur perlakuan.........................................................................323.6.2 Alur Penelitian ...............................................................................38
3.7 Identifikasi Variabel.................................................................................393.8 Definisi Operasional ................................................................................403.9 Pengolahan Data ......................................................................................413.10 Analisis Data ..........................................................................................423.11 Etika Penelitian ......................................................................................42
IV. .HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................434.1 Hasil Penelitian ........................................................................................43
4.1.1 Tingkat Perubahan Trakea .............................................................454.1.2 Gambaran Histopatologi ................................................................47
4.2 Pembahasan..............................................................................................514.3 Keterbatasan Penelitian............................................................................56
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................565.1 Kesimpulan ..............................................................................................565.2 Saran ........................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Efek in vitro akibat paparan rokok elektrik.............................................14
Tabel 2. Definisi operasional ................................................................................40
Tabel 3. Hasil rerata kerusakan trakea masing-masing kelompok........................44
Tabel 4. Hasil Uji Mann-Whitney antar Kelompok Uji .......................................46
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Potongan transversal dari trakea .........................................................7
Gambar 2. Dinding trakea .....................................................................................9
Gambar 3. Silia pada trakea ..................................................................................11
Gambar 4. Bentuk rokok eletrik............................................................................14
Gambar 5. Struktur Molekuler Cathecin dalam Teh Hijau ...................................22
Gambar 6. Kerangka Teori Pengaruh Ekstrak Teh Hijau Terhadap Sruktur
Histolopatologi Trakea Tikus Yang Terpapar Uap Rokok Elektronik .................27
Gambar 7. Kerangka konsep .................................................................................28
Gambar 8. Alur penelitian.....................................................................................38
Gambar 9. Gambaran histopatologi pada kelompok kontrol 1 (K1) ...................... 47
Gambar 10. Gambaran histopatologi pada kelompok kontrol 2 (K2)..................... 48
Gambar 11. Gambaran histopatologi pada kelompok kontrol 3 (K3)...................49
Gambar 12. Gambaran histopatologi pada kelompok perlakuan 1 (P1) ...............49
Gambar 13. Gambaran histopatologi pada kelompok perlakuan 2 (P2) ...............50
Gambar 14. Gambaran histopatologi pada kelompok perlakuan 3 (P3) ...............51
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
Lampiran 2. Hasil Pembacaan Preparat
Lampiran 3. Sertifikat Teh Hijau
Lampiran 4. Surat Keterangan Pembuatan Ekstrak Teh Hijau
Lampiran 5. Animal’s Certificate
Lampiran 6. Hasil Uji Analisis Data
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada laporan epidemiologi pengguna rokok WHO 2017, prevalensi perokok
aktif di Indonesia sebanyak 39% dari populasi Indonesia (260.581.100), dan
Indonesia menempati urutan ke-3 di dunia sebagai perokok aktif. Angka
perokok aktif tidak hanya disumbang oleh perokok aktif berusia dewasa
namun juga disumbangkan oleh perokok usia muda. Estimasi usia muda yang
merokok menurut WHO yaitu usia 13-15, sehingga akan meningkatkan risiko
terjadinya penyakit lebih awal (World Health Organization, 2017).
Dewasa ini penggunaan rokok mengalami perubahan yaitu dari rokok
tembakau beralih menjadi rokok elektrik. Munculnya rokok jenis ini
membuat para perokok konvensional mulai beralih untuk mengkonsumsi
rokok elektrik karena adanya konstruksi sosial pada rokok elektrik seperti alat
ini lebih dirasa sehat, modern dan untuk membantu berhenti merokok (U.S.
Department of Health and Human Services, 2016).
2
Rokok elektrik adalah alat yang mengantarkan nikotin dalam aerosol yang
dapat dihirup dengan memanaskan larutan yang biasanya mengandung
nikotin, propilen glikol dan/atau gliserol, ditambah dengan rasa. Aerosol ini
biasa disebut uap dan penggunaan e-cigarette digambarkan sebagai vaping.
Perbedaan pada rokok elektrik yaitu tidak ada pembakaran yang terlibat
sehingga tidak ada asap dan tidak ada produk berbahaya lainnya dari
pembakaran, seperti tar dan karbon monoksida. Hasil penelitian menemukan
bahwa kebanyakan perokok yang beralih ke rokok elektrik atau rokok
"ringan" tidak sepenuhnya beralih untuk menghentikan kebiasaan merokok
mereka (Caraballo et al., 2017; National Centre for Smoking Cessation and
Training, 2016).
Pada beberapa penelitian in vitro mengungkapkan efek dari rokok eletrik
berupa sitotoksik, merangsang stress oksidatif dan inflamasi serta temuan
penting lainnya seperti peningkatan risiko terjadinya mutasi genetik yang
memicu keganasan. Pada studi eksperimental pada manusia di temukan efek
toksisitas, gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskular serta gangguan
kognitif. Gangguan sistem pernapasan yang dapat terjadi dapat merupakan
efek sisa dari orang yang telah berhenti merokok tembakau maupun efek
langsung dari rokok elektrik seperti peningkatan resistensi jalan nafas,
penurunan konduktansi jalan nafas, penurunan fungsi paru, terjadinya
penyakit paru obstruksi, inhibisi reflek sensitifitas, reduksi yang terekshalasi
nitrit oksida (Pisinger, 2014).
3
Penelitian menemukan adanya stres dan inflamasi pada sel saluran
pernapasan yang terpapar rokok elektrik. Sebuah studi oleh Lim dan Kim
(2014) ini menunjukkan bahwa paparan uap rokok elektrik menyebabkan
pembentukan agregat melalui gangguan proteaseasis dan autofag dan
berfungsi sebagai mekanisme untuk menginduksi stres oksidatif, apoptosis,
dan penuaan sel yang diinduksi proses autofagi. Dengan demikian,
menunjukkan mekanisme dimana paparan rokok elektrik berpotensi
menyebabkan penyakit paru obstruktif kronik (Lim & Kim, 2014).
Selain paparan zat pada rokok eletrik juga menginduksi pelepasan sitokin dan
mediator inflamasi serta meningkatkan pembentukan radikal bebas yang akan
menyebabkan hilangnya lapisan barrier endothelial jalan nafas. Kelainan
yang ditimbulkan pada sistem pernapasan oleh paparan asap rokok dalam
jangka waktu panjang diantaranya adalah berkurangnya jumlah silia pada sel
epitel kolumner berlapis semu bersilia bronkus, sedangkan pada trakea yaitu
bertambahnya sel goblet dan perubahan tinggi sel epitel kolumner berlapis
semu bersilia (Pisinger, 2014).
Pada penelitian yang dilakukan Kristiawan (2017) ekstrak anti oksidan
berupa polifenol mampu mempertahankan struktur histologi trakea tikus putih
yang terpapar asap rokok yang terlihat pada epitel kolumner berlapis semu
bersilia, tidak terjadinya hiperplasia sel goblet, dan tidak terjadinya
pemendekan epitel dan penyempitan diameter lumen trakea. Pada penelitian
ini akan di uji apakah anti oksidan pada teh hijau akan memiliki efek yang
4
sama dengan buah juwet untuk melindungi histologi trakea yang diberi
paparan uap rokok elektrik.
Teh hijau (Camellia sinensis) memiliki sejarah panjang penggunaannya di
seluruh dunia. Minuman yang dibuat dari merebus daun kering alami dan
dianggap sebagai minuman konsumsi populer utama selain air di banyak
negara, misalnya, Aljazair dan Mesir. Teh hijau adalah sumber antioksidan
yang sangat terkenal diantaranya flavonoid polifenolik, katekin yang meliputi
catechin, epicatechin, gallocatechin, epigallocatechin, catechin gallate,
epicatechin gallate, gallocatechin gallate, dan epigallocatechin gallate
(Afzal et al., 2015).
Selama satu dekade terakhir, teh hijau dan polifenol telah menarik perhatian
karena potensi kesehatannya, termasuk anti-kanker, anti-inflamasi,
antioksidan dan efek antimikroba. Konsumsi teh telah dikaitkan dengan
kemungkinan pengurangan risiko pada beberapa gangguan respirasi-
kardiovaskular, dermatologis, hematuria, metabolik dan neurologis, serta
obesitas. Nikotin diketahui menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS),
sedangkan teh hijau dikenal dengan aktivitas anti-oksidan dan kemampuan
untuk menangkap ROS dan radikal hidroksil peroksil dan superoksida anion
karena adanya katekin (Mosbah et al., 2015). Penelitian ini dilakukan untuk
melihat kemungkinan peran protektif ekstrak teh hijau terhadap stres oksidatif
pada gambaran histologi trakea tikus putih yang dipapar dengan asap rokok
5
elektronik dan diberikan ekstrak teh hijau dalam kurun waktu dan dosis
tertentu.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh pemberian uap rokok elektronik terhadap
gambaran histopatologis silia trakea tikus putih ?
2. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak teh hijau terhadap gambaran
histopatologis silia trakea tikus putih yang dipapar uap rokok elektronik ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh pemberian uap rokok elektronik terhadap
gambaran histopatologis silia trakea tikus putih
2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak teh hijau terhadap gambaran
histopatologis silia trakea tikus putih yang dipapar uap rokok
elektronik.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian bagi masyarakat diharapkan memberikan informasi bahwa
penggunaan rokok elektronik juga berbahaya bagi kesehatan dan manfaat
teh hijau sebagai antioksidan yang dapat dikonsumsi sehari-hari.
6
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai efek protektif ekstrak teh hijau terhadap gambaran histopatologi
silia trakea mencit yang terpapar uap rokok elektronik.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan kepustakaan dalam lingkungan dan meningkatkan
penelitian dibidang kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
4. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini akan menambah wawasan peneliti dibidang
Histologi dan bermanfaat dalam pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari selama perkuliahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Trakea
Trakea berbentuk selang semifleksibel dengan lebar 1,5 sampai 2 cm dan
panjang 10 sampai 13 cm, mencapai bagian bawah laring kira-kira pada
tingkat vertebra serviks keenam sampai ketujuh sampai yang keempat. ke
vertebra toraks kelima, dimana bifurcates membentuk dua bronkus untuk
paru-paru. Dinding trakea terdiri dari hingga 20 cincin kartilago hyalin yang
tidak lengkap yang membentuk lingkar anterior dan lateral, dan otot polos
pada sisi posterior, yang keduanya tertanam ke dalam membran fibrosa
jaringan ikat elastis (Brand-Saberi & Schäfer, 2014).
Gambar 1. Potongan trasveral dari trakea (Tortora & Derrickson, 2012). Keterangan: a.Tampakanterior , b. Potongan transversal
8Trakea adalah tabung fleksibel yang lebar, lumen yang dibuka terbuka oleh
20 tulang rawan trakea, yang merupakan cincin berbentuk C dari tulang
rawan hialin. Kesenjangan antara cincin tulang rawan dipenuhi oleh otot
trakealis - seikat otot polos, dan jaringan fibroelastik. Secara bersamaan
mempertahankan lumen trakea agar tetap terbuka, namun dibiarkan
fleksibilitas selama inspirasi dan ekspirasi. Pembengkakan mukosa,
penyempitan otot jalan nafas, atau tumor yang mengurangi ruang saluran
napas, tetapi juga tabung endotrakea, meningkatkan ketahanan terhadap aliran
udara: pengurangan 50% diameter dalam akan meningkatkan ketahanan 16
kali lipat, dan selama turbulen mengalir hingga 32 kali lipat (Tortora &
Derrickson, 2012).
Mukosa pernafasan dan submukosa disesuaikan untuk menghangatkan dan
melembabkan udara, dan untuk menjebak partikel dalam lendir. Mukosa
saluran pernapasan terdiri dari epitel dan jaringan pendukung lamina propria.
Epitelum berbentuk kolumnar tinggi yang pseudostratified dengan silia dan
sel piala. Bagian penunjang lamina propria di bawah epitel mengandung
elastin, yang berperan dalam recoil elastis trakea selama inspirasi dan
ekspirasi, bersamaan dengan pembuluh darah yang menghangatkan udara
(Tortora & Derrickson, 2012). Sub-mukosa mengandung kelenjar yang
dicampur kelenjar sero-mukosa. Sekresi encer dari kelenjar serosa
melembabkan udara yang di inspirasi. Mukus yang dihasilkan dari sel goblet
menjebak partikel dari udara yang diangkut ke atas menuju faring oleh silia
9pada epitelium. Proses ini membantu menjaga paru-paru bebas dari partikel
dan bakteri.
Komposisi epitel jalan nafas berubah sepanjang saluran nafas
tracheobronchial. Pada vertebra, trakea dilapisi oleh sel bersilia yang
berfungsi sebagai klirens mukosiliar. Secara umum, sel bersilia di trakea
bersifat secara umum. Epitel jalan nafas sebagai lini pertama dalam
pertahanan melawan paparan di jalan nafas dan paru-paru terhadap stimuli
inflamasi dan antigen. Sel epitel membentuk barrier fisik terhadap bakteri dan
virus, allergen, partikel debu, dan polutan udara. Sebagai tambahan, sel epitel
jalan nafas menyediakan fungsi anti mikroba melalui produksi mukus,
immunoglobulin, dan defensin. Berbagai jenis sel yang membentuk
epitel,yaitu sel basal sebagai sel progenitor epitel untuk berdiferensiasi
menjadi sel lain saat terjadi cidera, sel silia menyediakan mekanisme gerakan
menyapu mukus dan sebagai diketahui juga berperan dalam sel epitel trans-
diferensiasi dan perbaikan sel. Sel goblet, yang menghasilkan mukus, dan
Gambar 2. Dinding trakea (Brand-Saberi & Schäfer, 2014)Keterangan: (1) epitel kolumnar berlapis semu bersilia, (2) fiber elastik pada lamina propria,kelenjar trakea dengan serosa , (3) dan musinosa (4) acini, dan (5) kartilago hyaline trakea.
(Pewarnaan Goldner, perbesaran x200)
10brush cell yang berperan dalam metabolisme obat. 50 – 80% sel epitel
bersilia sepanjang jalan nafas (Satir & Christensen, 2007).
Silia pada sel epitel jalan nafas merupakan silia motil, nemun silia ini
memiliki fungsi sensoris dan berespon pada stimuli mekanik maupun kimia.
Silia memiliki panjang 6–7 μm dan berdiameter 0.2–0.3 μm. Silia bergerak
dalam koordinasi pola metachronous menggerakkan mukus ke bagian atas
saluran nafas. Silia pada sel epitel merupakan bagian penting dari alat
transport mukosiliar. Agar efektif dalam mengangkut sekresi keluar paru-
paru, alat transportasi mukosiliar harus menunjukkan gerakan yang kohesif
dari semua sel epitel bersilia yang melapisi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah. Fungsi silia dapat dimodulasi oleh eksposur untuk faktor endogen
dan eksogen dan oleh viskositas lendir yang melapisi epitel (Yaghi &
Dolovich, 2016).
Terdapat tiga jenis epitel pernapasan dapat diamati. Pada trakea dorsal
(bagian yang berdekatan dengan esofagus) di atas ligamen trakea, terdapat
epitel kolumnal tinggi, pseudostratifikasi, dengan sel silia yang melimpah dan
hanya beberapa sel non-siliata yang meliputi sekitar 20% dari permukaan
lumen. Pada tingkat kedua ujung cincin tulang rawan, ada zona transisi
pendek, di mana ketinggian epitel kolumnar dan kepadatan sel silia menurun
dan jumlah sel sekretorik yang tidak bersilia meningkat. Setiap zona transisi
mewakili sekitar 10% dari epitel trakea. Epitel yang terletak di atas cincin
tulang rawan adalah berbentuk kubus dan secara eksklusif terdiri dari sel-sel
11non-siliata, kebanyakan dari mereka adalah sel-sel sekretor serosa dan hanya
sedikit yang menampilkan fenotipe sel goblet. Jenis epitel yang terakhir
menyumbang sekitar 60% dari epitel trakea (Hoffmann, Braun, Knauf, Kaup,
& Bleyer, 2014).
Gambar 3. Silia pada trakea (Hoffmann et al., 2014).
2.2. Rokok Elektrik
Menurut World Health Organization, jumlah perokok di dunia sekitar 1,26
miliar yang didominasi oleh kaum laki-laki. Wabah merokok terjadi di
berbagai belahan dunia, khususnya negara-negara berkembang seperti negara
Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. Tren ini juga menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan negara ke-5 terbesar pengguna rokok setelah China,
Amerika Serikat, India, dan Rusia (Kemenkes RI, 2013). Di Indonesia,
kebiasaan merokok sudah meluas di semua kelompok masyarakat dan tiap
tahun cenderung meningkat. Prevalensi perokok aktif menurut Riset
Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 58.750.592 orang, dan Indonesia menempati
urutan ke-3 di dunia sebagai perokok aktif .
12Angka perokok aktif tidak hanya disumbang oleh perokok aktif berusia
dewasa namun juga disumbangkan oleh perokok usia muda. Estimasi usia
muda yang merokok menurut WHO yaitu usia 13-15. Di Amerika Serikat,
kaum muda lebih mungkin daripada orang dewasa untuk menggunakan rokok
elektrik. Pada tahun 2016, lebih dari 2 juta siswa kelas menengah dan
menengah AS menggunakan rokok e-rokok dalam 30 hari terakhir, termasuk
4,3% siswa sekolah menengah dan 11,3% siswa SMA (U.S. Department of
Health and Human Services, 2016).
Rokok elektrik merupakan bentuk baru dari rokok yang pada awalnya
digunakan untuk terapi pengganti nikotin namun pada nyatanya perokok tidak
sepenuhnya lepas dari rokok. Perangkat rokok elektrik terdiri dari baterai,
wadah untuk menyimpan larutan yang biasanya mengandung nikotin, elemen
pemanas atau alat penyemprot, dan corong tempat pengguna mengisap.
Perangkat memanaskan larutan cair (sering disebut e-cair atau e-jus) menjadi
aerosol yang dihirup oleh pengguna. Cairan biasanya menggunakan propilen
glikol dan / atau gliserin sebagai pelarut untuk bahan kimia nikotin dan
penyedap (U.S. Department of Health and Human Services, 2016). Tidak
seperti rokok, tidak ada pembakaran yang terlibat dalam rokok elektrik
sehingga tidak ada asap dan tidak ada produk berbahaya lainnya dari
pembakaran, seperti tar dan karbon monoksida (National Centre for Smoking
Cessation and Training, 2016).
13
Gambar 4. Bentuk rokok elektrik (U.S. Department of Health and Human Services, 2016)
Kandungan pada rokok elektrik terdiri dari glikol, nikotin, partikel, metal
(kromium, silver, nikel, tembaga, alumunium, cadmium dan merkuri),
tobacoo-specific nitrosamine (TSNa), karbonil (formaldehid, asetaldehid dan
akrolein), volatile organic compounds (benzene, toluene dan dimetilfuran),
hidrokarbon dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan substansi
lainnya. Kandungan ini bersifat toksik sehingga menyebabkan kerusakan sel
ataupun jaringan. Pada beberapa penelitian in vitro mengungkapkan efek dari
rokok eletrik berupa sitotoksik, merangsang stress oksidatif dan inflamasi
serta temuan penting lainnya seperti peningkatan risiko terjadinya mutasi
genetik yang memicu keganasan. Pada studi eksperimental pada manusia di
temukan efek toksisitas, gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskular serta
gangguan kognitif (Pisinger, 2014).
14Tabel 1. Efek in vitro akibat paparan rokok elektrik
Efek pada studi in vitroSitotoksik Dibandingkan dengan rokok konvensional
- Viabilitas sel terganggu 5x lebih tinggi- Efek sitotoksi rokok konvensional lebih tinggi
Sitotoksik berkaitan dengan perisa e-liquid Reduksi migrasi sel
Stres oksidatif dan Inflamasi Dibandingkan dengan rokok konvensional
- Lebih rendah dibanding rokok konvensional Gangguan formasi agresom via proteostasis/autofagi Pelepasan sitokin dan mediator pro-inflamasi Promosi pelepasan sitokin IL-6 Pemanasan e-liquid saat rokok elektrik dinyalakan menghasilkan reactive oxygen
species Penumpukan nikotin
Temuan lainnya Ekspresi gen yang sama seperi sel yang terpapar rokok konvensional Peningkatan pemecahan strand DNA dan kematian sel, penurunak survival
clonogenik pada epitel normal Disregulasi ekspresi gen yang mengindikasikan efek negatif pada jaringan Efek samping pada status metabolomik, sama seperti paparan rokok konvensional Agregasi trombosit Peningkatan risiko infeksi rhinovirus Kehilangan fungsi endotel paru berkaitan dengan dosis yang dikonsumsi
2.3. Pengaruh Asap Rokok Elektrik Pada Perubahan Histologi Trakea
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia yang memiliki sifat sitotoksik,
mutagenik, karsinogenik, atau antigenik. Inhalasi pasif atau aktif hasil
pembakaran rokok menyebabkan pelarutan cepat racun dalam cairan lapisan
epitel maupun diserap secara sistemik. Sebagian besar komponen asap rokok
yang beracun hadir dalam fase partikulat. Banyak efek toksik yang
disebabkan oleh asap rokok, terutama induksi karsinogenesis, diakibatkan
oleh efek genetik atau epigenetik langsung yang menghasilkan fungsi gen
yang berubah (misalnya, siklus sel, perbaikan DNA, dan gen supresor tumor)
(Lee, Taneja, & Vassallo, 2012). Begitu pula dengan asap ataupun uap yang
dihasilkan oleh rokok elektronik. Perbedaan mendasar bahwa pada rokok
15elektronik tidak ada pembakaran namun pemanasan dari e-liquid yang
mengandung banyak komponen toksik (Carnevale et al., 2016).
Efek dari paparan rokok elektronik yaitu kerusakan DNA pada sel mulut
manusia dan epitel saluran nafas. Mekanisme dari efek jangka panjang yaitu
terjadinya modulasi tingkat stress oksidatif dan kerusakan DNA. Aerosol dari
rokok elektronik dalam 1 puff terdapat 1014 radikal yang dapat menyebabkan
peningkatan kerusakan DNA sebanyak 35 – 50% melalui reaksi stress
oksidatif. Produksi aerosol dari rokok elektronik menghasilkan oksidan atau
reactive oxygen species yang diinhalasi ke paru paru melalui saluran nafas
saat sesi penghisapan. Produk ini dilepas saat cairan rokok elektronik dibakar.
Oksidan akan mengakibatkan kerusakan jaringan melalui beberapa cara.
Reaksi ROS akan merusak fungsi protein dan menyebabkan efek selular dan
biokimia termasuk imunogenisitas dan proteolysis sehingga menginduksi
terjadinya inflamasi dan respon autoimun dan cidera pada sel (Carnevale et
al., 2016; Lerner et al., 2015).
Stress oksidatif terjadi saat ketidak seimbangan antara antioksidan dan ROS
akibat kurangnya antioksidan di dalam tubuh atau akumulasi dari ROS. Saat
reaksi stress oksidatif terjadi, sel akan mencoba menjaga keseimbangan reaksi
oksidasi dengan mengaktivasi atau silencing gen yang menghasilkan enzim
yang bersifat defensif, faktor transkripsi dan protein structural (Yao &
Rahman, 2012).
16Produksi ROS yang tinggi akan mengubah struktur DNA sebagai hasil
modifikasi protein dan lipid, aktivasi beberap faktor transkripsi yang
menginduksi stress pada sel dan peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi
dan anti-inflamasi. Respon sel terhadap ROS bergantung pada tipe sel,
besarnya dosis dan durasi paparan. ROS bersifat mitogenik dan mempromosi
pertumbuhan sel pada dosis rendah. Kadar ROS yang tinggi akan
menyebabkan terhentinya pertumbuhan sel seperti menghambat replikasi.
Kerusakan sel terjadi akibat mekanisme apoptosis ataupun nekrotik (Yao &
Rahman, 2012).
Banyak penelitian telah menemukan stres oksidatif dan pembengkakan pada
sel yang terpapar asap rokok elektrik. Sebuah studi baru-baru ini
menunjukkan bahwa paparan uap rokok elektrik mengarah pada pembentukan
aggresome melalui gangguan proteaseasis dan autofagi yang berfungsi
sebagai mekanisme untuk menginduksi stres oksidatif, apoptosis, dan
penuaan. Hal ini menunjukkan mekanisme dimana paparan rokok elektrik
berpotensi menyebabkan penyakit paru obstruktif kronik (Lim & Kim, 2014).
Studi lain menemukan bahwa aerosol menginduksi pelepasan sitokin dan
mediator pro-inflamasi dan komponen rokok elektrik menunjukkan stres
oksidatif dan reaktivitas spesies oksigen reaktif yang serupa dengan filter
rokok konvensional (Ferrari et al., 2014).
17Hal ini sesuai dengan penelitian pada sel Kupffer yang terpapar ekstrak uap
rokok elektrik yang menunjukkan respons inflamasi, produksi stres oksidatif
dan pelepasan sitokin, sebanding dengan paparan rokok konvensional, dan
penelitian yang menggunakan tikus, tikus dan tikus bronkial dan paru-paru
endotel dan sel mikrovaskular yang diturunkan dari paru-paru yang
menyimpulkan bahwa komponen rokok elektrik terlarut, termasuk nikotin,
menyebabkan hilangnya fungsi barier endotel paru yang bergantung pada
dosis paparan, yang dikaitkan dengan stres oksidatif dan inflamasi (Pisinger,
2014).
Hilangnya jumlah silia pada trakea berkaitan dengan tingginya konsentrasi
nikotin yang memiliki efek destruktif pada mikrotubulus dan perubahan
polimerisasi ataupun depolimerisasi sel epitel trakea. Asetaldehid dan
akrolein dicurigai memiliki peranan dalam kerusakan silia. Asetaldehid
memiliki kemampuan dalam merusak fungsi silia dan frekuensi getaran
siliam dengan cara menghambat aktivasi ATPase, dan berikatan dengan
protein silia. Akrolein juga ditemukan dalam keruskan fungsi silia dengan
mengurangi frekuensi getaran silia. Paparan asap rokok pada jaringan tikus
wistar memperlihatkan perubahan morfologi epitel, termasuk deskuamasi,
berkurangnya jumlah silia dan peningkatan jumlah sel goblet. Aktivasi
kelenjar serosa pada submucosa serta infiltrasi sel juga ditemukan. Perubahan
morfologi ini terjadi penumpukan substansi toksik pada epitel. Infiltrasi sel
inflamasi pada inflamasi kronik, menyebabkan kerusakan jaringan akibat
peningkatan pelepasan radikal bebas (Shraideh, Al-awaida, & Badran, 2013).
18Paparan uap rokok elektrik menujukkan penurunan klirens mukosiliar pada
epitel trakea. Beberapa studi menunjukkan penurunan klirens terjadi dalam
berbagai derajat. Pada investigasi in vivo yang menggunakan tikus, Laube et
al (2017) menunjukkkan perubahan klirens mukosiliar epitel trakea akibat
paparan uap rokok elektronik kronik. Aerosol yang dihasilkan terkandung
nikotin, dimana nikotin akan menurunkan klirens mukosiliar. Kumral et al.
(2016) melaporkan bahwa, individu yang menggunakan rokok elektronik
yang sebelumnya merokok konvensional memiliki dampak yang lebih
negatif. Deposisi substansi yang toksik pada mukosa epitel terbanyak selain
nikotin yaitu propylene glycol, komponen utama e-liquid (Niven et al., 2011).
Presipitat pada permukaan mukosa berkontribusi terhadap penebalan epitel
akibatnya terjadi peningkatan sel goblet atau peningkatan jumlah musin yang
ada pada sel goblet (Palazzolo et al., 2017).
Sebuah penelitian yang menggunakan sel epitel saluran napas manusia muda
yang sehat menunjukkan bahwa cairan rokok elektrik mendorong produksi
sitokin IL-6 pro-inflamasi dan infeksi rhinovirus manusia. Fibroblok paru
manusia yang terpapar cairan rokok elektrik menunjukkan adanya stres sel
dan kelainan fenotipik lainnya yang diperparah oleh nikotin, dan vakuolisasi
dan pembesaran sel setelah pengobatan NRT dengan 5% rokok elektrik yang
mengandung nikotin paling mirip dengan fibroblas yang diobati dengan 1%
ekstrak asap rokok konvensional (Lee et al., 2012).
192.4. Teh Hijau
Teh adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di seluruh
dunia di mana teh hijau (Camellia sinensis) menyumbang sekitar 20% dari
total konsumsi teh. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa konsumsi teh hijau dapat melindungi terhadap penyakit
yang terkait dengan kerusakan radikal bebas termasuk aterosklerosis,
penyakit jantung koroner dan kanker (Al-Awaida et al, 2014).
Taksonomi dari teh hijau (Mahmood et al., 2010)
Teh hijau adalah minuman yang terbuat dari daun Camellia sinensis yang
telah mengalami oksidasi dan fermentasi minimal. Teh hijau memiliki
aktivitas antioksidan yang manjur, dan teh hijau polifenol (GTPs) dianggap
aktif dalam melindungi terhadap kerusakan DNA yang disebabkan
karsinogen serta dalam mempromosikan apoptosis sel tumor dan
menghambat angiogenesis. Bukti pengamatan telah mendokumentasikan
Superdivisi Spermatophyta
Divisi Mfgdhjkl;’ASS Magnoliophyta
Kelas Dicotyledoneae
Sub kelas Dilleniidae
Ordo Theales
Familia Theaceae
Genus Camellia
Spesies Camellia sinensis
20secara reproduktif sebuah asosiasi. antara konsumsi teh hijau dan mengurangi
risiko kanker (Fritz et al., 2013).
Fenol alam sebagian besar larut dalam air dan juga bisa menjadi bahan yang
mudah menguap. Ini dapat diklasifikasikan ke dalam banyak kategori
termasuk fenol monosiklik sederhana. Ini mungkin termasuk satu atau lebih
fungsi hidroksil fenolik dan / atau kelompok asam karboksilat termasuk
turunan asam cinnamic (C6-C3) dengan beragam aktivitas biologis.
Kelompok kedua senyawa fenolik dapat mengandung lebih banyak molekul
kompleks dengan dua cincin seperti coumarins, isocoumarins, stilbens,
chalcones, dan curcuminoids, dengan aktivitas biologis yang berbeda.
Curcuminoids dikenal sebagai anti karsinogen yang manjur. Kelompok ketiga
senyawa fenolik dapat lebih kompleks seperti flavonoid dan isoflavonoid,
yang juga disebut bioflavonoid, karena aktivitas biologisnya. Phenyl
propanoid mencakup sejumlah besar katekin, sianida, dan anthocyanin, dua
kelas selanjutnya bertanggung jawab atas berbagai warna dan aktivitas
biologis buah, bunga, dan sayuran. Sebuah tinjauan komprehensif tersedia
pada flavonoid dan polifenol alami utama (Afzal et al., 2015).
Teh hijau mengandung sejumlah besar katekin, termasuk echin, termasuk
epigallocatechin gallate yang menyumbang lebih dari 80% dari semua bahan
aktif teh hijau dan telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan terbesar di
antara beberapa senyawa. Kandungan epigallocatechin gallate dalam teh
hijau 10 kali lipat lebih tinggi dari pada teh hitam. Tidak seperti teh hitam, teh
21hijau juga mengandung asam askorbat. Chan et al (2009) menunjukkan
bahwa peningkatan tingkat stres oksidatif sistemik setelah paparan asap rokok
mungkin menunjukkan peran penting dalam induksi kerusakan paru-paru.
Kerusakan ini bisa dicegah dengan konsumsi teh hijau China. Adanya
tekanan oksidatif lokal dan ketidakseimbangan protease / anti protease pada
saluran pernapasan setelah paparan asap rokok dapat dikurangi dengan
konsumsi teh hijau melalui aktivitas antioksidan biologisnya (Al-Awaida et
al., 2014).
Asupan katekin yang umum di konsumsi secara reguler yaitu sebanyak 2 – 3
cangkir teh hijau setiap hari (10 mg katekin per kilogram berat badan, yaitu,
sekitar 800 mg per orang) dan konsumsi dosis tertinggi dari ekstrak teh hijau
(100 mg katekin per kg berat badan, yaitu 8 g per orang) yang biasa terdapat
dalam suplemen diet untuk jangka waktu lama (4 minggu) atau pendek (3
hari) (Bártíková et al., 2015). Pada penelitian Shekarforoush et al tentang
pemberian ekstrak teh hijau pada tikus wistar yang mengalami hepatotoksik
akibat thioacetamid menggunakan ekstrak teh hijau dalam dosis rendah yaitu
50 mg/kgBB, 100 mg/kg BB dan 200 mg/kgBB.
Katekin adalah molekul flavanol polifenolik yang berasal dari C6-C3-C6,
jalur biosintesis yang cepat. Katekin lain dalam teh hijau adalah
epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (EKG), dan epicatechin (EC)
dan pada teh hitam teapolifenol adalah theaflavin (TF) dan thearubigins.
Aktivitas antiinflamasi polifenol dalam ekstrak teh hijau (GTE) telah
22ditunjukkan pada berbagai model peradangan akut, dan banyak mekanisme
telah terjadi, disarankan untuk aktivitas antikanker mereka termasuk
penekanan sekresi NF-kappaB, inflamasiome, dan IL-1beta (Afzal et al.,
2015).
Salah satu penyebab merokok adalah stres oksidatif yang dapat mengubah
sistem pertahanan antioksidan seluler, menginduksi apoptosis pada jaringan
paru-paru, radang dan kerusakan hati, paru-paru, dan ginjal. Telah
ditunjukkan bahwa teh hijau China (memiliki kandungan antioksidan yang
lebih tinggi daripada teh hitam. Dalam makalah ini kita akan membahas efek
pencegahan teh hijau China (Teh Chen Lung) pada kerusakan oksidatif akibat
asap rokok, apoptosis dan peradangan jaringan pada model tikus albino (Al-
Awaida et al., 2015).
Gambar 5. Struktur Molekuler Cathecin dalam Teh Hijau
23Teh hijau kaya polifenol (katekin dan asam galat, khususnya), dan juga
mengandung karotenoid, tokoferol, asam askorbat (vitamin C), mineral
seperti Cr, Mn, Se atau Zn, dan senyawa fitokimia tertentu. Teh katekin dan
polifenol adalah scavenger yang efektif dari oksigen dan nitrogen spesies
reaktif fisiologis yang relevan secara in vitro, termasuk superoksida, radikal
peroxyl, singlet oksigen, peroksinitrit, dan asam hipoklorit. Mereka dapat
berfungsi secara tidak langsung sebagai antioksidan melalui penghambatan
faktor transkripsi redoks-sensitif, penghambatan enzim 'pro-oksidan', seperti
sintase nitrit oksida yang dapat diinduksi, lipoxygenase, siklooksigenase dan
xantin oksidase dan induksi enzim antioksidan, seperti glutathione-S-
transferases dan superoksida dismutase (Kim, Quon, & Kim, 2014).
Kemampuan polifenol teh untuk kelasi ion logam, seperti besi dan tembaga,
dapat berkontribusi untuk aktivitas antioksidan mereka dengan mencegah
logam transisi aktif-redoks dari katalis pembentukan radikal bebas. Sifat-sifat
kelasi logam ini mungkin menjelaskan kemampuan polifenol teh untuk
menghambat oksidasi LDL yang diperantarai tembaga dan oksidasi oksidasi
logam transisi lainnya secara in vitro. Teh hijau, serta katekin individu dan
polifenol teh, dapat menghambat aktivasi faktor transkripsi redoks-sensitif,
faktor nuklir-kappaB (NF-kappaB) dan activator protein-1 (AP-1), dalam sel
kultur (Frei & Higdon, 2003; Kim, Quon, & Kim, 2014).
24Penelitian terbaru menunjukkan bahwa katekin teh dan polifenol lainnya
bertindak sebagai inhibitor kinase di jalur sinyal yang kompleks. Menariknya,
aktivitas penghambatan kinase polifenol teh mungkin tidak secara langsung
berkaitan dengan kemampuan untuk berfungsi sebagai donor hidrogen atau
antioksidan. Stimulasi sel-sel inflamasi seperti makrofag oleh endotoksin
bakteri atau sitokin inflamasi menghasilkan peningkatan ekspresi oksida
nitrat sintase yang dapat diinduksi (iNOS) dan meningkatkan produksi nitrit
oksida. Nitrit oksida bereaksi sangat cepat dengan oksigen untuk membentuk
ONOO- dan oksidan NO-turunan lainnya yang mampu merusak DNA dan
protein (Frei & Higdon, 2003; Kim, Quon, & Kim, 2014).
Teh hijau, serta katekin dan theaflavin dapat menghambat ekspresi gen iNOS
yang diinduksi lipopolisakarida dan aktivitas iNOS pada makrofag. Katekin
teh hijau dan teh hitam theaflavins tampaknya menurunkan regulasi iNOS
dengan menghambat aktivasi NF-kappaB. Melalui aktivitas peroksidase,
lipoxygenase dan cylooxgenases mampu mengoksidasi molekul selain
substrat reguler mereka, dengan potensi untuk meningkatkan kerusakan
oksidatif di beberapa jaringan. Polifenol teh hijau dan hitam ditemukan
menghambat aktivitas cyclooxygenase (COX)-2, 5-, 12-, dan 15-lipoxygenase
di sel-sel mukosa kolon manusia dan sel-sel kanker usus manusia. Polifenol
pada teh hijau juga dapat menghambat pembentukan spesies oksigen reaktif
dengan menghambat enzim xanthine oxidase. Xanthine oxidase mengkatalisis
oksidasi hipoksanin dan xanthine menjadi asam urat, sambil mengurangi O2
dan H2O2. Katekin teh hijau dapat menghambat aktivitas xanthine oxidase in
vitro (Frei & Higdon, 2003; Kim, Quon, & Kim, 2014).
25Enzim detoksifikasi pada fase II mempromosikan ekskresi bahan kimia
berpotensi toksik atau karsinogenik. Sebagian besar enzim fase II
mengandung unsur pengatur yang disebut elemen respons antioksidan.
Glutathione S-transferases (GST) adalah keluarga dari enzim fase II yang
mengkatalisis konjugasi glutathione menjadi elektrofil, sehingga mengurangi
kemampuan untuk bereaksi dengan merusak asam nukleat dan protein.
Ekstrak polietilen teh hijau serta katekin meningkatkan aktivitas gen pelapor
ARE-mediated dalam sel HepG2 yang ditransfeksi (Frei & Higdon, 2003;
Kim, Quon, & Kim, 2014).
Setelah konsumsi, katekin teh dengan cepat dan ekstensif dimetabolisme di
usus, hati dan ginjal. Reaksi biotransformasi utama katekin teh adalah
glukuronida, sulfasi dan metilasi. Teh katekin juga dimetabolisme oleh
mikroflora usus. Metabolit fusi cincin bakteri EGCG dan EC telah terdeteksi
dalam urin manusia dan plasma dalam jumlah beberapa kali lebih tinggi dari
prekursor mereka. Studi dalam sel kultur menunjukkan bahwa metabolit
katekin memiliki aktivitas antioksidan dan biologis yang berbeda dari
prekursor mereka (Frei & Higdon, 2003; Kim, Quon, & Kim, 2014).
2.5. Tikus putih
Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah hewan pengerat dan sering digunakan
sebagai hewan percobaan atau sebagai penelitian. Tikus putih juga memiliki
berbagai sifat menguntungkan, seperti cepat berkembangbiak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak, lebih tenang, dan ukurannya lebih besar
26daripada mencit. Tikus putih memiliki ciri–ciri albino, kepala kecil dan ekor
yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat,
temperamennya buruk, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap
perlakuan.
Tikus putih juga hewan yang mewakili dari kelas mamalia, karena
kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem
reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan ekskresi menyerupai manusia.
Berat badan tikus putih lebih ringan dibandingkan dengan berat badan tikus
liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat
dewasa rata-rata 200-250 gram (Fakultas Kedokteran Hewan UGM, 2005;
Kesenja, 2005).
2.6. Kerangka Teori
Perangkat rokok elektrik terdiri dari baterai, waduk untuk menyimpan larutan
yang biasanya mengandung nikotin, elemen pemanas atau alat penyemprot,
dan corong tempat pengguna mengisap. Perangkat memanaskan larutan cair
(sering disebut e-cair atau e-jus) menjadi aerosol yang dihirup oleh pengguna.
Cairan biasanya menggunakan propilen glikol dan / atau gliserin sebagai
pelarut untuk bahan kimia nikotin dan penyedap yang akan di ubah menjadi
uap oleh pemanas. Uap dari asap rokok masuk ke dalam tubuh melalui
inhalasi, di serap oleh kulit ataupun makanan yang terpapar.
27Uap ini akan menimbulkan efek sitotoksik, merangsang stress oksidatif dan
inflamasi. Pada penelitian ini di berikan anti oksidan berupa teh hijau yang
memiliki kandungan polifenol dimana dapat bekerja menangkap radikal
bebas sehingga stress oksidatif yang akan terjadi pada tubuh dapat di hambat.
Stres oksidatif akan membuat kerusakan jaringan tubuh, pada penelitian ini
jaringan yang akan di teliti yaitu trakea, dimana pada penelitian sebelumnya
paparan asap rokok elektrik akan mengubah struktur histologi dari trakea.
Keterangan :
= Menghambat
= Mengakibatkan
Gambar 6. Kerangka Teori Pengaruh Ekstrak Teh Hijau Terhadap Sruktur Histolopatologi TrakeaTikus Yang Terpapar Uap Rokok Elektronik
282.7. Kerangka Konsep
Untuk mengetahui hubungan antara variabel yang diteliti maka perlu dibuat
kerangka konsep, agar tujuan penelitian dapat dicapai dengan baik. Kerangka
konsep pada penelitian ini dapat dilihat
Gambar 7. Kerangka Konsep Pengaruh Ekstrak Teh Hijau Terhadap SrukturHistopatologi Trakea Tikus Yang Terpapar Uap Rokok Elektronik
2.8. Hipotesis
1. Ada pengaruh pemberian paparan uap rokok elektronik terhadap gambaran
histopatologis silia trakea tikus putih (Ratus novergicus) galur Sprague
dawley
2. Ada pengaruh pemberian ekstrak teh hijau terhadap perubahan gambaran
histopatologis silia trakea tikus putih (Ratus novergicus) galur Sprague
dawley yang dipapar uap rokok elektronik.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Pemberian ekstrak tehhijau Derajat kerusakantrakea tikus yang diberipaparan uap rokokelektronik
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan memakai metode rancangan
eksperimen murni. Penelitian ini mengukur pengaruh perlakuan pada
kelompok eksperimen dengan cara membandingkan kelompok tersebut
dengan kelompok kontrol. Subjek penelitian yang akan digunakan adalah
tikus putih (Rattus norvegicus).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2018 di
Laboratorium Histologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih
jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 3 – 4 bulan
dengan berat sekitar 200-300 gram.
30
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi Adapun untuk uji eksperimental, penentuan jumlah
sampel ditentukan menurut rumus Frederer, yaitu :
t (n-1) ≥ 15
Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan
jumlah pengulangan atau jumlah sampel setiap kelompok. Penelitian
ini menggunakan 6 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel
menjadi :
6 (n-1) > 15
6n-6 > 15
6n > 21
n > 3,5
Jadi, berdasarkan perhitungan diddaptkan jumlah sampel yang akan
digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 4 ekor (n > 3,5) dan
jumlah kelompok yang digunakan adalah 6 kelompok sehingga
penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus dari populasi yang ada.
Adapun untuk mengantisipasi hilangnya eksperimen maka dilakukan
koreksi dengan rumus:
N = n / (1-f)
Dimana N adalah besar sampel koreksi, n adalah besar sampel awal,
dan f adalah perkiraan proporsi drop out sebesar 10% sehingga nilai N
adalah
31
N = 4 / (1–10 %)
N = 4 / 0,9
N = 4,4
Jadi total sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan adalah
sebanyak 5 ekor (N = 4,4 dibulatkan). Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi kedalam 6 kelompok.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Jantan
2. Berat Badan (BB) 200 – 300 gram
3. Usia kurang lebih 3−4 bulan
4. Sehat (rambut tidak kusam, rontok, botak, dan aktif)
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Mati selama waktu penelitian dilakukan
2. Adanya penurunan Berat Badan (BB) lebih dari 10% selama masa
adaptasi di laboratorium.
3.5 Bahan dan Alat Penelitian
3.5.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk membuat preparat histologis dengan
metode paraffin meliputi: larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol
70%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol, pewarna
32
Hematoksisilin dan Eosin, dan entelan. Bahan untuk membuat ekstrak
teh hijau adalah bubuk teh hijau dan etanol 80%.
3.5.2 Alat Penelitian
1. Alat yang digunakan selama perlakuan dalam penelitian adalah
kandang tikus terbuat dari bahan plastik berukuran 40x20x20 cm3
dengan tutup kawat, neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat
ketelitian 0,01 g untuk menimbang berat tikus, spuit 3 cc, minor set
untuk membedah tikus (laparatomi), Handschoen, kandang tikus,
botol minum tikus, dan kamera digital.
2. Alat dalam pembuatan preparat yang digunakan adalah object glass,
deck glass, tissue cassette, rotary microtome, oven, waterbath,
platening table, autotechnicome processor, staining jar, staining rack,
kertas saring, histoplast, dan paraffin dispenser. Sedangkan alat yang
digunakan untuk membuat ekstrak teh hijau adalah maserator dan
rotary evaporator.
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Prosedur Perlakuan
Prosedur perlakuan, pembuatan dan pembacaan preparat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Tikus sebanyak 30 ekor dikelompokkan dalam 6 kelompok.
Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol normal, dimana hanya diberi
akuades per oral. Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan coba,
dimana hanya diberikan paparan uap rokok elektronik. Kelompok 3
33
sebagai kelompok perlakuan coba, dimana diberikan paparan uap
rokok elektronik dan diikuti pemberian ekstrak teh hijau 50
mg/kgBB injeksi intra peritoneal (IP). Kelompok 4 sebagai
kelompok perlakuan coba dengan pemberian paparan uap rokok
elektronik dan diikuti pemberian ekstrak teh hijau 100 mg/kgBB IP,
kelompok 5 sebagai kelompok perlakuan coba diberikan paparan uap
rokok elektronik dan diikuti pemberian ekstrak teh hijau 200
mg/kgbb IP. Kelompok 6 hanya diberikan paparan asap rokok .
2. Injeksi intra peritoneal dilakukan dengan cara memposisikan tikus
dengan bagian abdomen berada di atas, bagian kranial di bawah.
Secara lembut gerakkan tikus 2 – 3 kali sehingga membuat bagian
rongga abdomen bawah terasa lebih kosong. Usapkan etanol 70%
pada tempat injeksi. Jarum diposisikan dalam sudut 15 – 20 derajat
saat masuk ke rongga abdomen. Penetrasikan melewati dinding
abdomen (sekitar 4 – 4 mm). Aspirasi dilakukan untuk memastikan
organ berongga abdomen tidak tertusuk. Ujung jarum di
penetrasikan ke dinding abdomen kuadran kiri bawah. Lalu
injeksikan perlahan.
3. Pada saat pemaparan asap, smoking box ditutup rapat dengan plastik
putih transparan. Paparan asap yang diberikan setiap hari berturut-
turut dengan dosis 3ml dengan kandungan nikotin 3mg.
4. Pengukuran Berat Badan (BB) tikus sebelum perlakuan dimulai
dengan neraca analitik Metler Toledo.
34
5. Tikus yang diberi paparan uap rokok elektronik dan diberikan
ekstrak teh hijau. Tikus diberikan pakan standar secara ad libitum.
6. Setelah itu, 5 tikus dari tiap kelompok dianastesi dengan
Ketamine˗xylazine 75˗100 mg/kg secara Inhalasi lalu tikus di
euthanasia berdasarkan Institutional Animal Care and Use
Committee (IACUC) menggunakan metode cervical dislocation
dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher
di dasar kranium atau batang ditekan ke dasar kranium. Sementara
tangan lain memegang pada pangkal ekor atau kaki belakang dan
dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara tulang
leher dan tengkorak.
7. Setelah tikus mati, dilakukan prosedur pengambilan trakea tikus
untuk sediaan mikroskopis. Pembuatan sediaan mikroskopis dengan
metode paraffin dan pewarnaan HE.
8. Sampel trakea difiksasi menggunakan formalin 10%
9. Teknik pembuatan ekstrak teh hijau, serbuk teh hijau sebanyak 250 g
dimasukkan ke dalam maserator, etanol 80% ditambahkan sebagai
pelarut dengan perbandingan 1:10 kali simplisia yaitu 2000 ml
kemudian dilakukan pengadukan sampai homogen. Campuran
dibiarkan termaserasi selama 24 jam dalam maserator tertutup
dengan pengadukan terus menerus. Maserat disaring dari ampasnya
dengan kertas saring, lalu diuapkan menggunakan rotary evaporator
pada suhu 700 dan tekanan 80 mBar sampai didapatkan ekstrak
kental.
35
10. Teknik pembuatan preparat histopatologi
a. Fixation
Fiksasi spesimen yang berupa potongan organ trakea segera
dengan larutan pengawet formalin 10%. Cuci dibawah air
mengalir.
b. Trimming
Organ dibuat kecil kurang lebih 3 mm. Selanjutnya organ
trakea dimasukkan ke embedding cassette.
c. Dehydration.
Air dikeringkan dengan menggunakan kertas tisu pada
embedding cassette. Perendaman organ trakea dimulai
berturut-turut dengan alkohol 80%, 95%, 95%, alkohol absolut
I, II, III masing-masing selama satu jam.
d. Clearing
Alkohol dibersihkan dengan menggunakan xylol I, II, III
masing-masing selama 1 jam.
e. Impregnasi
Paraffin I, II, III digunakan masing-masing selama 2 jam
dalam inkubator dengan suhu 65,1 derajat selsius.
f. Embedding
Tuang paraffin dalam pan, pindahkan satu per satu embedding
cassette ke dasar pan. Lepaskan paraffin yang berisi trakea dari
pan dengan memasukkan ke dalam suhu 4-6 derajat selsius
selama beberapa saat. Potong paraffin sesuai dengan letak
36
jaringan dengan menggunakan scalpel/pisau hangat. Letakkan
pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya sedikit
meruncing. Blok paraffin siap dipotong dengan mikrotom.
g. Cutting
Sebelum memotong, dinginkan blok terlebih dahulu. Lakukan
potongan kasar lanjutkan potongan halus sebesar 3 mikron.
Pilih lembaran potongan yang paling baik, apungkan pada air
dan hilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi
lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang
lain ditarik menggunakan kuas runcing. Pindahkan lembaran
jaringan ke dalam water bath selama beberapa detik sampai
mengembang sempurna. Dengan gerakan menyendok, ambil
lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan tempatkan
di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah, cegah jangan
sampai ada gelembung udara di bawah jaringan. Keringkan
slide, jika slide sudah kering, panaskan untuk meratakkan
jaringan dan sisa paraffin mencair sebelum pewarnaan.
h. Pewarnaan dengan Harris Hematoxylin Eosin
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, pilih slide yang
terbaik secara berurutan masukkan ke dalam zat kimia di
bawah ini dengan waktu sebagai berikut: Untuk pewarnaan, zat
kimia pertama yang digunakan adalah xylol I, II, III selama
5 menit. Kedua, zat kimia yang digunakan adalah alkohol
absolut I, II, III masing- masing selama 5 menit. Zat kimia
37
yang ketiga adalah akuades selama 1 menit. Keempat,
potongan organ dimasukkan ke dalam zat warna Harris
Hematoxylin Eosin selama 20 menit. Kemudian memasukkan
potongan organ trakea dalam akuades selama 1 menit
dengan sedikit menggoyang˗goyangkan organ. Keenam,
mencelupkan organ dalam asam alkohol 2-3 celupan.
Ketujuh, dibersihkan dalam aqudest bertingkat masing-masing
1 dan 15 menit. Kedelapan,memasukkan potongan organ
dalam eosin selama 2 menit. Kesembilan, secara berurutan
memasukkan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2
menit, alkohol 96%, alcohol absolut III dan IV masing-
masing selama 3 menit. Terakhir, memasukkan kedalam xylol
IV dan V masing - masing selama 5 menit.
i. Mounting
Setelah pewarnaan selesai menempatkan slide diatas kertas tisu
pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu
kanada balsam dan ditutup dengan cover glass, cegah adanya
gelembung udara.
j. Pembacaan
Slide dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Histologis
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x.
38
3.6.2 Alur Penelitian
Gambar 8. Alur Penelitian
Siapkan alat danbahan
Timbang BeratBadan Tikus
Penelitian dilakukan selama 15 hari
Aquadest(K1)
Paparanuap rokokelektronik
(K2)
Paparan asaprokok
konvensional(K3)
Paparanuap rokokelektronik
danekstrak tehhijau 200mg/kgbb
(P3)
Paparanuap rokokelektronik
danekstrak tehhijau 200mg/kgbb
(P2)
Pada hari ke- 15, tikus di terminasi
Dilakukan pembedahan dan pengambilan silia trakea tikus
Fiksasi dengan formalin 10%
Kirim sampel ke lab. PA
Amati preparat dengan mikroskop
Interpretasi
Paparanuap rokokelektronik
danekstrak teh
hijau 50mg/kgbb
(P1)
39
3.7 Identifikasi Variabel
3.7.1. Identifikasi Variabel
a. Variabel Bebas
Pada penelitian ini yang termasuk dalam variabel bebas adalah
ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) dan paparan uap rokok
elektronik yang diberikan kepada tikus putih (Rattus
novergicus) jantan galur Sprague dawley
b. Variabel Terikat
Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam variable terikat
adalah gambaran histopatologis silia trakea yang diberi paparan
uap rokok elektronik
40
3.8 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara ukur Hasil ukur SkalaUkur
Ekstrak teh hijau Ekstrak teh hijau diberikanmelalui injeksi intraperitoneal(Shekarforoush et al.,2013)
Perhitunganmanual
Dosis dalampenelitian :50mg/kgBB,100mg/kgBB,dan 200mg/kgBB
Numerik
Paparan uap rokokelektrik dan Asaprokok konvensional
Histologi Silia Trakea
Paparan asap yangdiberikan setiap hariberturut-turut dengan dosis3 ml dengan kandungan 3mg nikotin dalam 2xpemaparan per hari danasap rokok konvensionaldengan dosis 5 batangdalam 2x pemaparan perhari. (Dharmawan,2010)
Pemeriksaan gambaranhistopatologi berupahilangnya silia trakeamenggunakan mikroskopcahaya perbesaran 400 kalidengan melihat keruskanpada 5 lapang pandang laludikalkulasikan angkareratanya (Chilvers,Rutman, & O’Callaghan,2003)
Stopwatchdan spuit
Mikroskopcahaya
K1= KontrolK2=paparanuap e-cigarettes,P1, P2, P3=3ml dengankandungannikotin 3mgK3=5 batangrokok
Derajathistopatologikerusakantrakea yangdi modifikasiuntuk setiaplapangpandangDerajat 0 =normalDerajat 1 =terjadikehilangansillia <30%Derajat 2 =terjadikehilangansillia 30 – 60%Derajat 3 =kehilangansilia >60%
Numerik
Ordinal
41
3.9 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam
bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program pengolahan
data statistik. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini
terdiri beberapa langkah
a. Editing, kegiatan pengecekan dan perbaikan data
b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol atau kode berupa angka
yang sesuai untuk keperluan analisis.
c. Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer.
d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau responden
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan,
dan kemudian dilakukan koreksi.
3.10 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini akan diproses dengan aplikasi pengolahan
data, dengan tingkat signifikansi p=0,05. Hasil penelitian pertama
dideskripsikan secara univariat, kemudian dianalisis secara statistik dengan
uji normalitas data Shapiro-Wilk karena jumlah sampel<50. Setelah itu,
dilakukan uji homogenitas dengan uji Levene. Jika didapatkan data
berdistribusi normal serta variasi data homogen maka uji statistik
dilanjutkan dengan metode One Way ANNOVA. Jika varian data tidak
berdistribusi normal, maka metode yang dipilih adalah uji non-parametrik
42
Kruskal-Wallis. Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0.05. Jika pada
uji one way ANNOVA didapatkan nilai p<0,05 maka uji statistik
dilanjutkan dengan analisis post hoc test. Sedangkan pada uji Kruskal-
Wallis, jika didapatkan nilai p<0,05, uji statistik dilanjutkan dengan analisis
post hoc Mann-Whitney
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik oleh Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan
No:143/UN26.18/PP.05.02.00/2019
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pemberian paparan uap rokok elektronik terhadap
gambaran histopatologis silia trakea tikus putih (Ratus novergicus) galur
Sprague dawley dengan p=0,005.
2. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak teh hijau terhadap perubahan
gambaran histopatologis silia trakea tikus putih (Ratus novergicus) galur
Sprague dawley yang dipapar uap rokok elektronik dengan p=0,521. Hal
ini menunjukkan bahwa teh hijau tidak dapat memperbaiki kehilangan
silia trakea. Penyebab hipotesis kedua ditolak yaitu paparan uap rokok
elektrik dan pemberian ekstrak teh hijau yang kurang lama serta boks
pengasapan yang terlalu besar. Obat herbal menjadi salah satu tradisi
masyarakat Indonesia didasarkan pada pengobatan yang mengandung
kandungan aktif pada konsentrasi yang sangat rendah sehingga
menyebabkan efikasi tanaman herbal tidak sepoten obat konvensional.
59
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ekstrak
teh hijau masih dapat memperbaiki kerusakan trakea dengan paparan asap
rokok elektronik secara kronik dengan dosis yang bervariasi.
2. Pada penelitian selanjutnya dilakukan pada waktu yang sesuai, dosis
optimal dan bervariasi, serta ukuran kendang yang disesuaikan dengan
jumlah sampel.
3. Bagi masyarakat, bahwa penggunaan rokok elektronik patut
dipertimbangkan karena pada penggunaan jangka Panjang dapat memiliki
efek yang sama dengan penggunaan rokok konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Afzal M, Safer AM, Menon M. 2015. Green Tea Polyphenols And Their PotentialRole In Health And Disease. Inflammopharmacology. 23(4): 151–161.
Al-Awaida W, Akash M, Aburubaiha Z, Talib WH, Shehadeh H. 2014. ChineseGreen Tea Consumption Reduces Oxidative Stress, Inflammation AndTissues Damage In Smoke Exposed Rats. Iranian Journal of Basic MedicalSciences. 17(10): 740–746.
Al-Awaida W, Najjar H, Shraideh Z. 2015. Structural Characterization Of RatVentricular Tissue Exposed To The Smoke Of Two Types Of Waterpipe.Iranian Journal of Basic Medical Sciences. 18(10): 942–949.
Brand-Saberi BEM, Schäfer T. 2014. Trachea: Anatomy and Physiology.Thoracic Surgery Clinics. 24(1): 1–5.
Carnevale R, Sciarretta S, Violi F, Nocella C, Loffredo L, Perri L, et al. 2016.Acute Impact of Tobacco vs Electronic Cigarette Smoking on OxidativeStress and Vascular Function. Chest. 150(3): 606–612.
Cheng, T. 2014. Chemical evaluation of electronic cigarettes. Tob Control. 23(ii):ii11-ii17.
Chilvers MA, Rutman A, O’Callaghan C. 2003. Functional analysis of cilia andciliated epithelial ultrastructure in healthy children and young adults. Thorax.(58): 333–339.
Dharmawan. 2010. Uji Toksisitas Akut Monochrotopos Dosis Bertingkat Per OralDilihat Dari Gambaran Histopatologis Otot Jantung Mencit BALB/C.Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Ferrari M, Zanasi A, Nardi E, Morselli Labate AM, Ceriana P, Balestrino A, et al.2015. Short-Term Effects Of A Nicotine-Free E-Cigarette Compared To ATraditional Cigarette In Smokers And Non-Smokers. BMC PulmonaryMedicine. 15(1): 1–9.
Fakultas Kedokteran Hewan UGM. 2005. Tikus Laboratorium. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.
Ferrari, M., Zanasi, A., Nardi, E., Morselli Labate, A. M., Ceriana, P., Balestrino,A., Nava, S. 2015. Short-term effects of a nicotine-free e-cigarette comparedto a traditional cigarette in smokers and non-smokers. BMC PulmonaryMedicine. 15(1): 1–9.
Fritz H, Seely D, Kennedy DA, Fernandes R, Cooley K, et al. 2013. Green TeaAnd Lung Cancer: A Systematic Review. Integrative Cancer Therapies.12(1): 7–24.
Frei B, Higdon J V. 2003. Proceedings of the Third International ScientificSymposium on Tea and Human Health : Role of Flavonoids in the DietAntioxidant Activity of Tea Polyphenols In Vivo : Evidence from Animal.Am Soc Nutr Sci. (February).
Glynos, C., Bibli, S., Katsaounou, P., Magkou, C., Karavana, V., Topouzis, S., …Papapetropoulos, A. (2018). Comparison of the Effects of e-cigarette vaporwith cigarette smoke on lung function and Inflammation in mice. AmericanPhysiological Society, (Oktober), 1–29.
Hoffmann R, Braun A, Knauf S, Kaup FJ, Bleyer M. 2014. Distribution of ciliatedepithelial cells in the trachea of common marmosets (Callithrix jacchus).Journal of Medical Primatology. 43(1): 55–58.
Kesenja R. 2005. Pemanfaatan Tepung Buah Pare (Momordica Charantia L.)Untuk Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Diabetes Mellitus.[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kim HS, Quon MJ, Kim J . 2014. New insights into the mechanisms ofpolyphenols beyond antioxidant properties; lessons from the green teapolyphenol, epigallocatechin 3-gallate. Redox Biol [Internet]. Elsevier.2(1):187–95.
Kumral TL, Saltürk Z, Yildirim G, Uyar Y, Berkiten G, Atar Y. 2016. How doeselectronic cigarette smoking affect sinonasal symptoms and nasalmucociliary clearance. B-Ent: 12, 17-21
Laube BL, Afshar-Mohajer N, Koehler K, Chen G, Lazarus P, et al. 2017. Acuteand chronic in vivo effects of exposure to nicotine and propylene glycolfroman E-cigarette on mucociliary clearance in a murine model. Inhal.Toxicol: 29, 197–205.
Lee J, Taneja V, Vassallo R. 2012. Cigarette Smoking And Inflammation:Cellular And Molecular Mechanisms. Journal of Dental Research. 91(2):142–149.
Lerner CA, Sundar IK, Yao H, Gerloff J, Ossip DJ, McIntosh S, et al. 2015.Vapors produced by electronic cigarettes and E-juices with flavorings inducetoxicity, oxidative stress, and inflammatory response in lung epithelial cellsand in mouse lung. PLoS ONE. 10(2): 1–26.
Lim H, Kim S. 2014. Inhallation of e-Cigarette Cartridge Solution AggravatesAllergen-induced Airway Inflammation and Hyper-responsiveness in Mice.Toxicol Res. 30: 13–18.
National Centre for Smoking Cessation and Training. 2016. Electronic cigarettes:A briefing for stop smoking services. London: National Centre for SmokingCessation and Training (NCSCT).
National Institutes of Health. 2016. NTP Technical Report On The ToxicologyStudies Of Green Tea Extract In F344 / Ntac Rats And B6c3f1 / N Mice AndToxicology And Carcinogenesis Studies Of Green Tea Extract In Wistar Han[ Crl : Wi ( Han )] Rats And B6c3f1 / N Mice (Vol. 71): 1-196.
Niven R, Lynch M, Moutvic R, Gibbs S, Briscoe C, Raff H. 2011. Safety andtoxicology of cyclosporine in propylene glycol after 9-month aerosolexposure to beagle dogs. J. Aerosol Med. Pulm. Drug Deliv: 24, 205–212.
Palazzolo DL, Nelson JM, Ely EA, Crow AP, Distin J, et al. 2017. The Effects ofElectronic Cigarette ( ECIG ) -Generated Aerosol and Conventional CigaretteSmoke on the Mucociliary Transport Velocity (MTV) Using the Bullfrog (R .catesbiana) Palate Paradigm. Frontiers in Physiology:8 (December), pp. 1–11.
Pisinger, C. 2014. A systematic review of health effects of electronic cigarettes.Preventive Medicine. 69: 248–260.
Satir P, Christensen ST. 2007. Overview of Structure and Function ofMammalian Cilia. Annual Review of Physiology. 69(1): 377–400.
Shekarforoush S, Aghababa H, Azizi M, Changizi-Ashtiyani S, Zarei A, et al.2013. A Comparative Study on the Effects of Glutathione and Green TeaExtract (Camellia sinensis L.) on Thioacetamide-induced Hepatotoxicity inMale Adult Wistar Rats. Zahedan Journal of Research in Medical Sciences.16(7): 21–25.
Shraideh Z, Al-awaida W, Badran DH. 2013. Effects of cigarette smoking onhistology of trachea and lungs of albino rat. Res. Opin. Anim. Vet. Sci:3(10),pp. 356–362.
Tortora GJ, Derrickson B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology (13th ed.).New Jersey: Wiley.
U.S. Department of Health and Human Services. 2016. E-Cigarette Use AmongYouth and Young Adults. U.S. Department of Health and Human Services,295.
Wang, X., Zhang, Z., Wu, G., Nan, C., Shen, W., Hua, Y., & Huang, X. 2016.Green tea extract catechin improves internal cardiac muscle relaxation inRCM mice. Journal of Biomedical Science. 23(51): 1–8.
Weitnauer, M., Mijošek, V., & Dalpke, A. H. 2016. Control of local immunity byairway epithelial cells. Mucosal Immunology. 9(2): 287–298.
Yaghi A, Dolovich MB. 2016. Airway epithelial cell cilia and obstructive lungdisease. Cells. 5(4): 25–27.
Yao H, Rahman I. 2012. Current concepts on oxidative/carbonyl stress,inflammation and epigenetics in pathogenesis of chronic obstructivepulmonary disease. Toxicol Appl Pharmacol. 254(2): 72–85.http://doi.org/10.1016/j.taap.2009.10.022.Current
top related