nur khairi - unhas
Post on 15-May-2022
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
DISERTASI
PENGHAMBATAN PENUAAN KULIT DINI DARI KRIM EKSTRAK KLIKA
FALOAK (Sterculia populifolia DC) PADA MENCIT (Mus musculus)
YANG DIPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B
(Kajian Stabilitas Formula Krim, Antioksidan, SPF, Ekspresi mRNA
MMP-1 dan Histopatologi Kulit)
NUR KHAIRI
(P0200314407)
PROGRAM STUDI S3 ILMU KEDOKTERAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ii
PENGHAMBATAN PENUAAN KULIT DINI DARI KRIM EKSTRAK KLIKA
FALOAK (Sterculia populifolia DC) PADA MENCIT (Mus musculus)
YANG DIPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B
(Kajian Stabilitas Formula Krim, Antioksidan, SPF, Ekspresi mRNA
MMP-1 dan Histopatologi Kulit)
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi
Ilmu Kedokteran
Disusun dan diajukan oleh
NUR KHAIRI
Kepada
PROGRAM STUDI S3 ILMU KEDOKTERAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
iii
DAFTAR TIM PENGUJI
1. Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, M.Sc, Sp.GK(K) Promotor/Penguji
2. Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K) Ko Promotor/Penguji
3. Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt Ko Promotor/Penguji
4. Prof Dr. Yusminah Hala, MS Penguji
5. Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K) Penguji
6. Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D, Sp.Biok Penguji
7. Prof. Veni Hadju, Ph.D,M.Sc Penguji
8. dr. Muh. Husni Cangara, Ph.D, Sp.PA(K) Penguji
9. Dr.dr.Burhanuddin Bahar, MS Penguji
iv
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Khairi
Nomor Mahasiswa : P0200314407
Program Studi : S3 Ilmu Kedokteran
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudiaan hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, November 2018
Nur Khairi
v
PRAKATA
Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas
Kasih Sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Untuk itu penulis
ucapkan rasa syukur Kehadirat-Nya seraya mengucapkan segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam, dengan terselesaikannya disertasi ini yang
merupakan salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Doktor
dalam Program Studi Ilmu Kedokteran Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin. Puji syukur dan terima kasih yang tiada terukur saya sampaikan
kepada Allah SWT sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian disertasi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
perorangan maupun lembaga yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian penyusunan disertasi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada yang penulis hormati:
Pertama, Ibu Prof. Dr. dr. Suryani As’ad,M.Sc,Sp.GK(K) selaku promotor,
bapak Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K) selaku ko-promotor dan bapak
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si, Apt selaku Ko-promotor. Melalui beliau dengan
kepakaran yang melekat telah meluangkan waktu dan memberikan kontribusi
bagi terwujudnya disertasi ini. Dan melalui beliau dengan kesabaran,
perhatian dan keikhlasannya telah memberikan dorongan, koreksi dan saran
dari aspek metodologi penelitian maupun pengkajian isi disertasi secara
keseluruhan, sehingga membuka cakrawala/pandangan, mendorong
munculnya gagasan, ide-ide pembaharuan khususnya dalam bidang
vi
kedokteran dan farmasi. Untuk itu sekali lagi penulis menghanturkan
penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta mengucapkan
terima kasih dengan iringan doa “semoga amal baik beliau diterima dan
mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha Kasih, Maha Sayang dan Maha
Pemurah”.
Kedua, Ibu Prof. Dr. Yusmina Hala, MS, Bapak Prof. dr. Mohammad Hatta,
Ph.D, Sp.MK(K), Ibu Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D, Sp.Biok, Bapak Prof.
Veni Hadju, Ph.D, M.Sc, Bapak dr. Muh. Husni Cangara, Ph.D, Sp.PA(K)
dan Bapak Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS selaku penguji yang telah
memberikan koreksi dan saran demi kesempurnaan penelitian ini. Penulis
menghaturkan terima kasih dengan iringan doa “semoga amal baik beliau
diterima dan mendapatkan balasan dari Allah Yang Maha Kasih, Maha
Sayang dan Maha Pemurah”.
Ketiga, Ayahanda Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS dan ibunda Hj. Nuraeni,
SKM, M.Kes, yang merupakan guru besar penulis yang setiap saat
memberikan nasehat, wejangan, dorongan, doa kepada penulis sekeluarga,
dalam kesempatan ini penulis iringkan dan panjatkan doa kepada beliau.
“Robbigfirlii waliwaalidaiya warkhamhumaa kamaa rabbayaanii shogiiroo” (Ya
Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosaku dan dosa kedua orang tuaku
dan kasihanilah keduanya sebagaimana mereka mengasihaniku sewaktu aku
kecil).
Keempat, Teristimewa suami Rusman, S.Si dan Ananda terkasih dan
tersayang. Serta saudara-saudara penulis yaitu Muh. Khaerul, ST, dr. Muh.
Aan Khaerisman, S.Ked dan Muh. Usri Usran, S.Ked terima kasih atas
perhatian, dorongan dan doanya.
vii
Kelima, teman-teman mahasiswa S3 angkatan 2014 Program Studi Ilmu
Kedokteran Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin khususnya dr.
Suryani Tawali dan semua teman-teman yang tidak sempat penulis sebutkan
satu persatu.
Keenam, Tim Laboratorium PKP Unhas, tim laboratorium Mikrobiologi Unhas,
Tim Laboratorium Patologi Anatomi RS. Pendidikan Unhas, dan Tim
laboratorium Farmasetika Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar, terima
kasih atas fasilitas laboratorium yang memadai sehingga penulis dapat
meneliti dengan baik.
Ketujuh, Sahabat terbaik Maulita Indrisari, Astuti amin, Megawati, Wahyu
Hendrarti, Michrun Nisa, Besse Hardianti dan Reny Syahruni.
Penulis menyadari bahwa penyusunan penulisan tugas akhir yang
berupa disertasi ini laksana setetes air yang jatuh dalam luasnya samudra,
permasalahan penuaan dini masih dibutuhkan penelitian yang mendalam.
Penulis berharap semoga disertasi ini dapat sedikit memberikan manfaat
dalam dunia kedokteran dan farmasi serta dapat dijadikan salah satu rujukan
bagi peneliti atau penulis karya ilmiah lainnya. Akhir kata penulis berbesar hati
apabila para pembaca dapat memberikan kritik, saran dan masukkan dalam
rangka proses penulisan penelitian berikutnya.
Makassar, 29 November 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………... ii DAFTAR TIM PENGUJI ……………………………………………….. iii PERNYATAAN KEASLIAAN DISERTASI ...................................... vi PRAKATA ....................................................................................... v ABSTRAK ....................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xiii DAFTAR GRAFIK .......................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xv BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 8
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 9
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 9
E. Hipotesis …………………………………………………………… 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………….. 11
A. Penuaan ……………………………………………………………. 11
B. Kulit …………………………………………………………………. 16
C. Matriks Metalloproteinase ………………………………………... 40
D. Uraian Tanaman Sterculia populifolia …………………….…….. 44
E. Hewan Coba ………………………………………………………. 45
F. Kosmetik, Krim dan Uji Kestabilan Sediaan Kosmetik …………. 47
G. Sun Protection Factor (SPF) ……………………………………... 49
H. Kerangka Teori ……………………………………………………. 51
I. Kerangka Konsep. ………………………………………………… 52
BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………….. 53
A. Rancangan Penelitian …………………………………………….. 53
B. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………….. 53
C. Populasi Penelitian ……………………………………………….. 54
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Hewan Coba …………………….. 54
E. Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ……………………………….. 54
F. Alat dan Bahan ……………………………………………………. 55
G. Determinasi Tumbuhan …………………………………………. 55
H. Pembuatan Ekstrak Sterculia populifolia ………………………. 55
I. Uji Kualitatif Kandungan Kimia Ekstrak Klika
Sterculia populifolia ……………………………………………….. 56
xi
J. Uji Kuantitatif Kandungan Kimia Ekstrak Klika
Sterculia populifolia ………………………………………………… 57
K. Formulasi Krim Ekstrak Klika Sterculia populifolia ……………. 60
L. Evaluasi Kestabilan Sediaan Krim ……………………………... 61
M. Uji Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak dan Krim Ekstrak
Klika Sterculia populifolia ……………………………………..…. 62
N. Penentuan Nilai SPF …………………………………………….. 65
O. Pengelompokan Hewan Coba ………………………………….. 66
P. Pemaparan Sinar Ultraviolet-B ………………………………….. 67
Q. Pengukuran Ekspresi mRNA MMP-1 ………………………….. 67
R. Pengamatan Histopatologi……………………………………….. 70
S. Alur Penelitian …………………………………………………….. 71
T. Variabel Penelitian ……………………………………………….. 72
U. Defenisi Operasional. …………………………………………….. 73
V. Pengolahan dan Analisis Data. ………………………………….. 74
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Ekstrak Klika S.populifolia. …………………………. 75
B. Evaluasi Kestabilan Formula Krim Ekstrak Klika S.populifolia…. 75
C. Antioksidan Ekstrak dan Krim Ekstrak Klika S.populifolia………. 79
D. Nilai Sun Protection Factor (SPF) Ekstrak dan Krim Ekstrak Klika
S.populifolia…………………………………………………………… 81
E. Bobot Badan dan Umur Mencit pada Masing-masing
Kelompok……………………………………………………………… 82
F. Ekspresi mRNA MMP-1. …………………………………………… 83
G. Ketebalan dan Kepadatan Kolagen. ……………………………… 87
BAB V PEMBAHASAN. …………………………………………………. 91
BAB VI PENUTUP. ……………………………………………………… 103
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 103
B. Saran. …………………………………………………………………. 104
DAFTAR PUSTAKA. ……………………………………………………. 105
LAMPIRAN. ………………………………………………………………. 113
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Krim Ekstrak Klika S.populifolia …………………… 59 Tabel 2. Tingkat Kekuatan Antioksidan berdasarkan Nilai IC50 ………. 64 Tabel 3. Nilai EE x 1 ……………………………………………………….. 65 Tabel 4. Penilaian SPF Menurut Food and Drug Administration ……... 65 Tabel 5. Primer yang digunakan untuk Real-time PCR ……………….. 69 Tabel 6. Pemeriksaan Kuantitatif Ekstrak Klika S.populifolia …………. 75 Tabel 7. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim Ekstrak Klika S.populifolia sebelum dan setelah kondisi accelerate……….. 77 Tabel 8. Hasil pengukuran pH Krim Ekstrak Klika S.populifolia Sebelum dan setelah kondisi accelerate ……………………… 77 Tabel 9. Hasil Pengujian Homogenitas Krim Ekstrak Klika S.populifolia Sebelum dan Setelah kondisi accelerate……………………… 78 Tabel 10. Hasil Pengujian Viskositas Krim Ekstrak Klika S.populifolia Sebelum dan Setelah kondisi accelerate…………………….. 78 Tabel 11. Hasil Pengujian Daya Sebar Krim Ekstrak Klika S.populifolia Sebelum dan Setelah kondisi accelerate ……………………. 79 Tabel 12. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Klika S.populifolia dan Krim Ekstrak Klika S.populifolia ……………………………….. 79 Tabel 13. Hasil Nilai IC50 dan Nilai SPF ………………………………….. 81 Tabel 14. Rerata Bobot Badan Mencit pada Masing-masing Kelompok Perlakuan ……………………………………………. 83 Tabel 15. Rerata Umur Mencit pada Masing-masing Kelompok Perlakuan ………………………………………………………… 83 Tabel 16. Hasil Rerata Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dan Setelah Dipapar UVB……………………………………………. 84 Tabel 17. Rerata Ekspresi mRNA MMP-1 antar Kelompok Sebelum dipapar UVB …………………………………………………….. 85 Tabel 18. Rerata Ekspresi mRNA MMP-1 antar Kelompok Setelah dipapar UVB ……………………………………………………. 86 Tabel 19. Hasil Uji LSD Ekspresi mRNA MMP-1 setelah dipapar UVB. 87 Tabel 20. Ketebalan Kolagen antar Kelompok Setelah dipapar UVB… 87 Tabel 21. Multiple Comparison Ketebalan Kolagen ……………………. 88 Tabel 22. Kepadatan Kolagen Antar Kelompok Setelah dipapar UVB.. 89 Tabel 23. Multiple Comparison Kerapatan Kolagen ……………………. 89
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Kulit ……………………………………………….. 17 Gambar 2.2 Biosintesis Kolagen. ………………………………………. 20 Gambar 2.3 Efek Sinar UV terhadap Kulit. …………………………….. 24 Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya Photoaging ………………………. 31 Gambar 2.5 Tanaman Sterculia populifolia. ……………………………. 44 Gambar 4.1 Histopatologi Ketebalan Kolagen ………………………… 88 Gambar 4.2 Histopatologi Kepadatan Kolagen ………………………… 90 Gambar 5.1 Kesimpulan krim ekstrak klika Sterculia populifolia dalam menghambat penuaan kulit dini ………………………….. 102
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Klika S.populifolia dan Krim Ekstrak Klika S.populifolia………………………………… 81 Grafik 2. Nilai SPF Ekstrak dan Krim Ekstrak Klika S.populifolia ……… 82 Grafik 3. Rerata Ekspresi mRNA MMP-1 sebelum dan Setelah dipapar UVB ……………………………………………………… 85 Grafik 4. Rerata Ekpresi mRNA MMP-1 setelah dipapar UVB ………… 86
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Persetujuan Kelaikan Etik Penelitian………………………. 113 Lampiran 2. Hasil Kualitatif Ekstrak Klika S.populifolia ……………….. 114 Lampiran 3. Kurva Baku Flavonoid ………………………………………. 115 Lampiran 4. Kurva Baku Polifenol ……………………………………….. 115 Lampiran 5. Kurva Baku Antioksidan Ekstrak Klika S.populifolia ……. 116 Lampiran 6. Kurva Baku Antioksidan Krim Ekstrak Klika S.populifolia 0,5% ………………………………………….. 116 Lampiran 7. Kurva Baku Antioksidan Krim Ekstrak Klika S.populifolia 3% …………………………………………….. 116 Lampiran 8. Kurva Baku Antioksidan Krim Ekstrak Klika S.populifolia 5% ……………………………………………. 116 Lampiran 9. Data Umur Mencit …………………………………………. 117 Lampiran 10. Uji Normalitas Umur Mencit …………………………….. 117 Lampiran 11. Hasil Uji Homogenitas Umur Mencit …………………… 117 Lampiran 12. Analisis Statistik Umur Mencit ………………………….. 118 Lampiran 13. Data Bobot Badan Mencit ……………………………….. 118 Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas Bobot Badan Mencit ……………... 119 Lampiran 15. Hasil Uji Homogenitas Bobot Badan Mencit ……………. 119 Lampiran 16. Analisis Statistik Bobot Badan Mencit …………………... 120 Lampiran 17. Data Pemeriksaan Ekspresi mRNA MMP-1 ……...…….. 121 Lampiran 18. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 sebelum
dan Setelah dipapar UVB pada Kelompok 1 …………. 126 Lampiran 19. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dan Setelah dipapar UVB pada Kelompok 2 …………. 126 Lampiran 20. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dan Setelah dipapar UVB pada Kelompok 3 …………. 127 Lampiran 21. Hasil Uji Normalitas Ekspresi mRNA MMP-1 ………… 127 Lampiran 22. Hasil Uji Homogenitas (Lavene test) data transformasi MMP-1………………………………………………………. 128 Lampiran 23. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dipapar UVB ……………………………………. 128 Lampiran 24. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dipapar UVB ……………………………………. 128 Lampiran 25. Uji Lanjutan LSD Ekspresi mRNA MMP-1 Setelah Perlakuan …………………………………………………. 129 Lampiran 26. Data Ketebalan Kolagen ………………………………… 129 Lampiran 27. Normalitas Ketebalan Kolagen …………………………. 130 Lampiran 28. Homogenitas Ketebalan Kolagen ………………………. 130 Lampiran 29. Data Kerapatan Kolagen ……………………………….. 131 Lampiran 30. Hasil Homogenitas Kerapatan Kolagen ………………. 131 Lampiran 31. Hasil Uji Normalitas Kerapatan Kolagen ………………. 132 Lampiran 32. Foto Penelitian ……………………………………………. 133
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua atau aging merupakan suatu proses menghilangnya
kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya.
Akibatnya tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki
kerusakan tersebut (Cunningham, 2003). Proses menua ini akan terjadi pada
seluruh tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, indung telur, otak dan lain-
lain, juga organ terluar tubuh yaitu kulit.
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang secara langsung akan
memperlihatkan terjadinya proses penuaan pada seseorang. Perubahan-
perubahan yang terlihat pada penuaan kulit seperti kulit menjadi kering, kasar,
kendor, dan keriput disertai garis-garis ekspresi wajah yang nyata dan
sebagainya, hal ini akan sangat mempengaruhi penampilan seseorang dan
secara langsung akan memperlihatkan gambaran bahwa seseorang telah
memasuki usia senja (Leijen, 1990).
Penuaan kulit merupakan suatu fenomena yang berkelanjutan dan
multifaktoral yaitu terjadi pengurangan baik dalam ukuran maupun jumlah dari
sel-sel dan pengurangan kecepatan fungsi organik baik pada tingkat seluler
maupun molekuler (Breinneisen, et al., 2002).
Ada dua proses penuaan kulit, yaitu proses penuaan yang disebabkan
oleh faktor intrinsik (intrinsic aging). Proses ini disebut juga proses penuaan
sejati, yaitu proses penuaan yang berlangsung secara alamiah yang
disebabkan oleh faktor fisiologik dari dalam tubuh sendiri seperti genetik,
2
hormonal dan ras (Yaar & Gilchrest, 2008; Baumann & Saghari, 2009).
Perubahan kulit terjadi secara menyeluruh dan perlahan-lahan sejalan
dengan bertambahnya usia serta dapat menyebabkan degenerasi yang
ireversibel (Leijde, 1990; Yaar & Gilchrest, 2008; Baumann & Saghari, 2009).
Proses kedua adalah proses penuaan ekstrinsik (extrinsic aging,
photoaging, premature aging), yaitu proses penuaan yang terjadi akibat
berbagai faktor dari luar tubuh, seperti sinar UV (Wlascheck, et al., 2001;
Baumann & Saghari, 2009), kelembaban udara (Cunningham, 2003; Yaar &
Gilchrest, 2008), suhu (Leijden, 1990; Baumann & Saghari, 2009), polusi
(Baumann & Saghari, 2009) dan lain-lain. Delapan puluh persen penuaan
pada wajah berkaitan dengan paparan sinar matahari (Baumann & Saghari,
2009).
Reaksi kronis dari pajanan sinar ultraviolet matahari dapat
menimbulkan gangguan tekstur kulit, penuaan kulit dini (photoaging) dan
kanker kulit (Walker et al., 2008; Quan et al., 2009). Kerusakan yang
ditimbulkan atas sinar UV dapat dilihat baik secara klinik, histologi, patologis
anatomi maupun secara fungsional (Berneburg et al., 2000). Paparan radiasi
UV sinar matahari menyebabkan kerusakan kulit melalui beberapa
mekanisme, termasuk pembentukan sunburn cell, tercetusnya respon
peradangan, terbentuknya thymine dimer dan produksi kolagenase (MMP/
Matriks Metaloproteinase) (Baumann & Saghari, 2009). MMP adalah enzyme
proteinase mengandung zinc, yang bertanggung jawab mendegradasi protein
matriks ekstraseluler. Sinar UV dapat memacu sintesis MMP-1 melalui
pelepasan Tumor Necrosing Factor-alfa (TNF-α) oleh keratinosit dan
fibroblast serta menyebabkan penurunan Transforming Growth Factor-beta
3
(TGF-β). (Gilchrest, 2007). Pada kulit manusia, MMP-1 adalah tipe yang
paling terpengaruh oleh induksi sinar UV matahari dan bertanggung jawab
terhadap pemecahan kolagen pada kulit yang mengalami photoaging (Fisher
et al., 2001). MMP-1 adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi
kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. MMP-1 kolagenolitik
mendegradasi fibril kolagen dan elastin, yang penting untuk kekuatan dan
elastisitas kulit. Aktivitas MMP-1 di kulit akan meningkat walaupun hanya
dengan radiasi UV yang singkat sehingga menyebabkan timbulnya kerutan
pada kulit dan menjadi tanda photoaging (Yaar and Gilchrest, 2008). Dengan
demikian, hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah
kerusakan kulit akibat paparan sinar UV.
Antioksidan diketahui dapat mencegah dan menangkal terbentuknya
radikal bebas (Sterm., 2004; Yaar dan Gilchrest, 2008). Walaupun kulit
mengandung banyak enzim antioksidan seperti superoksid dismutase (SOD),
katalase dan glutation peroksidase, dan molekul antioksidan non enzim
(vitamin E), koenzim Q10 (CoQ10), asam askorbat (vitamin C) dan karatenoid,
tetapi masih jauh dari efektif dalam mengatasi stress oksidatif yang terjadi,
dan cenderung terus berkurang bersama dengan bertambahnya usia (Yaar
dan Gilchrest, 2008; Nicholas dan Katiyar, 2010), sehingga diperlukan
tambahan perlindungan antioksidan dari luar. Salah satu tanaman Indonesia
yang berpotensi sebagai antioksidan alami adalah Faloak (Sterculia
populifolia DC).
Sterculia populifolia termasuk dalam suku Sterculiacea. Sterculia
populifolia banyak ditemukan di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur memanfaatkan klika
4
Sterculia sebagai obat tradisional yang didasarkan pengetahuan dan
pengalaman secara turun-temurun. Pemanfaatan Sterculia selama ini
digunakan untuk menyembuhkan penyakit dalam antara lain klika Sterculia
dapat menyembuhkan penyakit tipus, maag dan liver. Sterculia juga
digunakan sebagai peluruh haid, peluruh sisa-sisa kotoran setelah melahirkan
dan pemulihan setelah melahirkan. Berdasarkan pengalaman masyarakat,
mengkonsumsi Sterculia secara rutin dapat meningkatkan stamina
(mengurangi rasa letih dan lelah bagi pekerja berat). Namun, semua
pengetahuan tersebut belum didukung dengan kajian ilmiah atas
pemanfaatan Sterculia sebagai obat-obatan. (Ranta, 2011)
Informasi resmi mengenai kemotaksonomi (Chemotaxonomy)
Sterculia populifolia belum ditemukan. Namun beberapa spesies lain dari suku
Sterculiaceae yang dilaporkan Tantra yang telah mengetahui komponen
kimia utama seperti sterculia acid, antara lain Sterculia gutata dan Sterculia
alata. Jenis lain, seperti Sterculia urens, mengandung komponen kimia utama
fenolik yang diperoleh dari klika dan komponen kimia utama polifenol dari
Sterculia parviflora yang dihasilkan dari buah matang. (Ranta, 2011)
Kajian terbaru yang dilakukan terhadap beberapa spesies dari suku
Sterculiace ini diketahui mengandung alkaloid dari biji, seperti Sterculia
javanica R.Br., dan Sterculia blumei G.Don. Penelitian lain yang telah
dilaporkan oleh Katade et al. (2006) bahwa ekstrak biji Sterculia guttata
bersifat larvicidal terhadap Aedes aegypti dan Culex quinquefascilatus karena
mengandung alkaloid. Shamsudar dan Paramjyothi (2010) melaporkan bahwa
berdasarkan uji fitokimia ekstrak biji Sterculia foctida mengandung alkaloid,
flavonoid, saponin sebagai komponen kimia utama yang bermanfaat dalam
5
bidang farmasi. Vital et al. (2010) melaporkan ekstrak daun Sterculia foetida
bersifat antimikroba karena mengandung senyawa utama alkaloid dan tannin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siswadi, dkk (2013), klika
Sterculia quadrifida mengandung senyawa fenolik seperti flavonoid yang
dapat berfungsi sebagai antibiotik, menghambat pendarahan, mengurangi
pembekuan darah, serta sebagai antioksidan.
Senyawa yang dicurigai memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak klika
Sterculia populifolia adalah flavonoid dan senyawa fenolik. Menurut
Kahkonen et al. (1999) senyawa fenolik telah dilaporkan mempunyai
aktivitas antioksidan karena sifat reduksinya. Flavonoid dapat beraksi
sebagai antioksidan dengan menangkap radikal bebas melalui pemberian
atom hidrogen pada radikal tersebut. Secara umum, kemampuan flavonoid
dalam menangkap radikal tergantung dari substitusi gugus hidroksi dan
kemampuan stabilisasi dari radikal fenolik melalui ikatan hidrogen atau
melalui delokalisasi elektron. Selanjutnya radikal fenoksi flavonoid tersebut
distabilkan oleh delokalisasi elektron yang tidak berpasangan di sekitar
cincin aromatik. Stabilitas radikal fenoksi flavonoid (reactive oxygen) akan
mengurangi kecepatan perambatan (propagasi) autooksidasi reaksi berantai
(Amic et al., 2003; Foti et al., 1996).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Merina (2014) yang
meneliti aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% klika Sterculia quadrifida
dengan metode DPPH, diperoleh aktivitas antioksidan sebesar 4,8 ppm.
Menurut Molyneux (2004) suatu senyawa antioksidan dinyatakan sangat kuat
apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 antara 50-100
ppm, sedang untuk IC50 antara 100-150 ppm dan lemah jika nilai IC50 bernilai
6
antara 150-200 ppm. Tingkat kekuatan antioksidan ekstrak klika Sterculia
populifolia termasuk kategori sangat kuat.
Pemerintah dalam hal ini, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
mengeluarkan keputusan nomor: 381/MENKES/SK/III/2007 tentang kebijakan
obat tradisional. Didalam salah satu subsistem Sistem Kesehatan Nasional
disebutkan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan
agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman dan memiliki
khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Dengan demikian obat tradisional
dapat bermanfaat secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat
maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. Penggunaan obat
tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak
dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Sehingga pada penelitian ini peneliti
menggunakan bahan bahan alam sebagai sampel.
Hingga kini penuaan kulit dini masih menjadi permasalahan, terutama
di Negara yang beriklim tropis seperti di Indonesia yang intensitas
mataharinya cukup tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan penggunaan bahan-
bahan topikal alami yang cukup adekuat oleh paparan sinar ultra violet
tersebut, salah satunya dengan pemakaian kosmetik. Kosmetik merupakan
suatu sediaan yang telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Salah
satu kegunaan sediaan kosmetik yaitu melindungi tubuh dari berbagai faktor
yang menyebabkan kerusakan sel kulit. Selain itu, kosmetik juga dapat
digunakan untuk tata rias, perawatan dan pemeliharaan yang memberikan
perlindungan terhadap pengaruh luar, seperti panas, dingin, sinar matahari,
angin dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kerusakan sel kulit
7
(Peraturan Kepala BPOM RI No. 19, 2015). Dewasa ini penggunaan kosmetik
tradisional di masyarakat semakin meningkat, di industri kosmetik pun,
penjualan kosmetik tradisional merupakan kosmetik yang paling cepat
berkembang. Industri kosmetik menjadi salah satu prioritas yang berperan
besar sebagai penggerak utama perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan
Indonesia memiliki kekayaan bahan alami kecantikan serta populasi
penduduk mencapai 260 juta. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan
penjualan kosmetik tahun 2012 mencapai Rp. 9,7 triliun, pada tahun 2013
menjadi Rp. 11,2 triliun yang berarti meningkat sebesar 15 persen. Sementara
nilai pasar dari kosmetik atau market size kosmetik pada tahun 2014
mencapai Rp.59,03 triliun dan pada tahun 2015 tumbuh sebesar 9 persen
menjadi Rp.64,3 triliun (Duniaindustri.com, 2016; Putra, 2018).
Berkembangan kosmetik tradisional dikarenakan saat ini kebanyakan wanita
lebih memilih produk alami dibandingkan produk kosmetik untuk
meningkatkan penampilan, kesehatan dan kepuasan (Gediya, 2011; Joshi
and Pawar, 2015).
Pemilihan bentuk sediaan krim ekstrak klika Sterculia populifolia
karena krim merupakan sediaan yang stabilitasnya baik, tidak lengket, relative
mudah terserap kulit dan praktis untuk diaplikasikan pada lapisan kulit.
Sehingga peneliti tertarik memformulasi sediaan dalam bentuk sediaan krim.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, timbullah rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak klika Sterculia populifolia dapat diformulasikan dalam
bentuk sediaan krim yang stabil secara fisik?
2. Apakah ekstrak dan krim ekstrak klika Sterculia populifolia memiliki
aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal bebas (free radical
scavenging) dengan metode DPPH?
3. Berapakah nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak dan krim ekstrak
klika S. populifolia ?
4. Apakah krim ekstrak klika Sterculia populifolia mempengaruhi ekspresi
mRNA MMP-1 pada mencit yang dipapar sinar UV-B?
5. Apakah krim ekstrak klika Sterculia populifolia mempengaruhi
ketebalan dan kerapatan kolagen pada kulit mencit yang dipapar sinar
UV-B?
9
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian krim
ekstrak klika Sterculia populifolia terhadap aktivitas penghambatan penuaan
kulit dini pada mencit yang dipapar sinar UVB.
2 Tujuan Khusus
1. Memperoleh krim stabil ekstrak klika Sterculia populifolia.
2. Memperoleh aktivitas antioksidan ekstrak dan krim ekstrak klika Sterculia
populifolia.
3. Memperoleh nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak dan krim ekstrak
klika S. populifolia .
4. Memperoleh krim ekstrak klika Sterculia populifolia yang mampu
menghambat ekspresi mRNA MMP-1 akibat paparan sinar UVB.
5. Memperoleh data histopatologi mengenai ketebalan dan kerapatan kolagen
pada kulit mencit yang dipapar UV-B.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Pengembangan Ilmu
1. Penelitian ini memberi informasi ilmiah tentang peran krim ekstrak klika
Sterculia populifolia dalam penghambat penuaan kulit dini pada mencit
yang dipapar sinar UVB
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan penelitian
penghambatan penuaan kulit dini selanjutnya, khususnya yang
berhubungan dengan formula stabil, aktivitas antioksidan, nilai SPF,
ekspresi mRNA MMP-1 dan histopatologi kulit.
10
2. Aspek Aplikasi
1. Memanfaatkan potensi klika Sterculia populifolia sebagai penghambatan
penuaan kulit dini
2. Memperoleh krim klika Sterculia populifolia yang dapat digunakan sebagai
penghambat penuaan kulit dini akibat paparan sinar UVB
E. Hipotesis
Krim ekstrak klika Sterculia populifolia dapat menghambat penuaan
kulit dini pada mencit yang dipapar sinar UV B
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penuaan (Aging)
1. Defenisi
Defenisi aging menurut American Academy of Anti Aging Medicine
(A4M) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang
berhubungan dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi
fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi
kedokteran yang tepat (Goldman dan Klatz, 2007).
Terdapat banyak teori yang dapat menjelaskan mengapa manusia
mengalami proses penuaan. Teori-teori tersebut dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear and tear
pada prinsinya menyatakan tubuh menjadi lemah lalu meninggal akibat
dari penggunaan dan kerusakan yang terus menerus, teori ini meliput
kerusakan DNA, glikosilasi dan radikal bebas. Teori program
menganggap tubuh memiliki jam biologis, teori ini meliputi terbatasnya
replikasi, proses imun dan teori neuroendocrine (Pangkahila, 2011).
1.1 Teori wear and tear
Teori ini menyatakan tubuh menjadi lemah lalu meninggal adalah
akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terus menerus. Organ
tubuh seperti hati, ginjal, kulit serta organ lainnya menurun karena toksin
di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi banyak lemak, gula, kafein
alkohol dan nikotin. Pada teori ini, sinar ultraviolet dan stress fisik serta
emosional juga dianggap sebagai penyebab terjadinya kerusakan organ
12
yang menyebabkan penuaan. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada
organ, melainkan juga terjadi pada tingkat sel (Pangkahila, 2011).
Pada masa muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh
mampu melakukan kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan
kerusakan yang terjadi, namun pada masa tua tubuh kehilangan
kemampuan untuk memperbaiki kerusakan karena penyebab apapun.
Teori ini menyakinkan bahwa pemberian suplemen yang tepat dan
pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan
proses penuaan. Yang termasuk ke dalam teori wear dan tear ini adalah
kerusakan DNA, glikosilasi dan teori radikal bebas (Pangkahila, 2011)
1.1.1 Kerusakan DNA
Kerusakan DNA terjadi apabila terdapat proses penyembuhan
yang tidak sempurna dan sebagai akibat dari penimbunan
kerusakan molekul yang terus menerus. Kerusakan DNA yang
menumpuk dalam waktu lama akan mencapai suatu keadaan di
mana basis molekul sebenarnya sudah rusak berat. Dikatakan
bahwa keseimbangan antara kerusakan DNA dan keberhasilan
penyembuhan DNA yang menentukan rentang usia seseorang
(Pangkahila, 2011)
1.1.2 Glikosilasi
Glikosilasi adalah faktor penting yang berkaitan dengan diabetes
mellitus tipe 2. Glukosa mungkin bergabung dengan protein yang
telah mengalami dehidrasi, yang mungkin menyebabkan
terganggunya sistem organ tubuh. Diabetes sering dianggap
sebagai model biologik patologik yang lebih awal sehingga usia
13
harapan hidup pada penderita diabetes lebih pendek (Pangkahila,
2011)
1.1.3 Teori Radikal Bebas
Pada teori ini dijelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua
karena terjadi akumulasi kerusakan akibat radikal bebas di dalam
sel. Radikal bebas merupakan suatu molekul memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki
sifat reaktifitas yang tinggi, karena kecenderungan untuk menarik
elekron dan memiliki kemampuan untuk mengubah suatu molekul
menjadi radikal bebas karena hilangnya atau bertambahnya satu
elektron pada molekul lain sehingga dapat menyebabkan
kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.
Molekul utama yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,
lemak dan protein. Pertambahan usia mengakibatkan akumulasi
sel yang rusak akibat radikal bebas, sehingga dapat merusak sel
dan merangsang terjadinya mutasi sel yang akhirnya
menyebabkan kanker dan kematian. Radikal bebas juga dapat
merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit
tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan
menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada
wajah, yang mengakibatkan lekukan dan kerutan pada kulit akibat
paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007)
14
1.2 Teori program
Teori ini beranggapan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam
biologis, mulai dari konsep konsepsi kemudian menjadi emrio, janin,
masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai menjadi tua dan
meninggal adalah suatu proses terprogram. Yang termasuk ke dalam
teori ini adalah teori terbatasnya replikasi sel, proses imun dan teori
neuroendocrine (Pangkahila, 2011)
1.2.1 Teori terbatasnya replikasi sel
Mekanisme telomere, yaitu struktur khusus yang terdapat
dibagian ujung chromosome strands, menentukan rentang usia
sel dan pada akhirnya rentang usia organisme itu sendiri. Pada
setiap proses replikasi sel, telomere akan memendek, yang
pada suatu saat ketika telomere telah dipakai maka pembelahan
sel akan berhenti (Pangkahila, 2011)
1.2.2 Proses Imun
Teori ini menyatakan bahwa pada siklus kehidupan akan terjadi
involusi pada kelenjar timus. Kelenjar ini adalah sumber dari sel
T yang berperan penting pada sistem imun. Pada penuaan,
jumlah sel T tidak berkurang secara drastis namun terjadi
penurunan pada fungsinya (Pangkahila, 2011).
1.2.3 Teori Neuroendocrine
Teori yang dikembangkan oleh Vladimir wilwan, yang
mengembangkan teori wear and tear yang berfokus pada
berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan
oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus,
15
sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk
poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian
mengeluarkan hormonnya. (Goldman dan Klatz, 2007)
Hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi
organ tubuh pada usia muda, namun seiring dengan
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan produksi hormon,
yang pada akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.
(Goldman dan Klatz, 2007)
2. Gejala Klinis Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan berhentinya
fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul
berbagai tanda dan gejala proses penuaan. Proses penuaan berlangsung
melalui tiga tahap (Pangkahila, 2011)
2.1 Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosterone, grown hormone dan hormone
estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan
DNA, mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak
tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan
tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan.
Bahkan, umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal.
2.2 Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun.
Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedangkan
16
komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan
resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung dan
obesitas. Pada tahap ini gejala penuaan mulai muncul, yaitu
penglihatan dan pendengaran menurun, dorongan dan bangkitan
seksual menurun. Pada tahap ini orang tidak merasa muda lagi dan
tampak lebih tua.
2.3 Tahap Klinik (usia 45 tahun ketas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang
meliputi DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, growth
hormone, testosterone, estrogen dan hormone tiroid. Terjadi juga
penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan
makanan, vitamin dan mineral. Densitas tulang menurun, massa
otot berkurang sekitar satu kilogram selama tiga tahun, yang
menyebabkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya
lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis mulai nyata, sistem
organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Disfungsi seksual
merupakan keluhan yang penting dan menganggu keharmonisan
banyak pasangan (Pangkahila, 2011).
B. Kulit
1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, terhitung sekitar 15% dari total
berat badan manusia. Kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu epidermis,
dermis dan subkutis. Setiap lapisan memiliki karakteristik dan fungsinya
masing-masing. (Baumann dan Saghari, 2009)
17
Gambar 2.1 Anatomi Kulit
1.1 Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan terluar dari kulit, terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat yang terutama terdiri dari dua jenis sel yaitu sel keratinosit
dan sel dendritik. Epidermis dibagi menjadi empat lapisan sesuai
dengan morfologi keratinosit yang tersusun dari dalam ke luar, yaitu
lapisan sel basal (stratum basale), lapisan skuamosa (stratum
spinosum), lapisan sel granular (stratum granulosum), dan lapisan sel
cornified (stratum korneum). (Baumann dan Saghari, 2009)
1.1.1 Stratum Basal
Lapisan sel basal yang juga dikenal sebagai stratum
germinativum, mengandung sel keratinosit yang menempel
pada membrane dasar dengan sumbu panjang tegak lurus
terhadap dermis. Sel-sel basal ini membentuk lapisan tunggal
yang melekat satu sama lain melalui desmosom. Desmosom
adalah struktur kompleks yang terdiri dari molekul adhesi dan
protein lain yang merupakan bagian integral dalam adhesi sel
18
dan transportasi sel. Sel basal memiliki peran dalam terjadinya
proliferasi sel pada epidermis. Pada stratum basale terdapat
ornithine decarboxylase (ODC) yang digunakan sebagai marker
aktivitas proliferasi. ODC distimulasi oleh paparan berulang UVB
dan diinaktvasi oleh asam retinoat, kortikosteroid dan vitamin
D3. (Chu, 2008; Baumann dan Saghari, 2009; Jain, 2012)
1.1.2 Stratum Spinosum
Stratum spinosum terdiri dari 5-10 lapisan sel skuamosa.
Lapisan ini terdiri dari berbagai sel yang berbeda dalam bentuk,
struktur dan sifat tergantung dari lokasinya, yang antara lain
adalah sel spinosus supra basal yang berbentuk polyhedral
dengan inti bulat, sedangkan sel-sel dari lapisan spinosus atas
umumnya lebih besar ukurannya dan menjadi datar karena
terdorong ke arah permukaan kulit dan mengandung granula
lamellar (Chu, 2008). Pada lapisan ini terdapat cell junction
yaitu, desmosom, adherent junction, tight junction dan gap
junction. (Jain, 2012)
1.1.3 Stratum Granulosum
Stratum granulosum terdiri dari sel-sel pipih yang mengandung
granul keratohialin dalam sitoplasmanya. Granul keratohialin
mengandung profilagrin, lorikrin dan involukrin. Sel-sel ini
bertanggung jawab untuk sintesis dan modifikasi protein yang
terlibat dalam keratinisasi. (Chu, 2008; Baumann dan Saghari,
2009)
19
1.1.4 Stratum Korneum
Korneosit pada stratum korneum memiliki fungsi perlindungan
mekanik untuk epidermis dengan mencegah hilangnya air dan
invasi oleh zat-zat asing. Korneosit yang mengandung kadar
protein tinggi dan kadar lemak rendah ini dikelilingi oleh matriks
ekstraseluler lipid. Sifat fisik dan biokimia dari sel-sel di stratum
korneum bervariasi sesuai dengan letaknya. Sel-sel yang
berada ditengah memiliki kapasitas untuk mengikat air lebih
banyak dibandingkan dengan sel-sel yang berada di lapisan
yang lebih didalam, karena konsentrasi asam amino bebas
ditemukan lebih banyak pada sitoplasma sel lapisan tengah.
(Chu, 2008)
1.2 Lapisan Dermis
Lapisan dermis terletak antara epidermis dan lemak subkutan.
Lapisan ini yang menentukan ketebalan kulit, dan juga memiliki peran
penting pada penampilan kosmetik kulit. Ketebalan lapisan dermis
bervariasi pada berbagai bagian tubuh. Pada penuaan, terjadi
penurunan ketebalan dan kelembaban pada lapisan ini. Di dalam
dermis terdapat syaraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan
sebagian besar dermis terdiri dari kolagen. Bagian paling atas lapisan
dermis yang dekat dengan epidermis disebut dermis pars papilare dan
bagian bawah dari lapisan dermis yang dekat dengan lemak subkutan
disebut dermis pars retikulare. (Baumann dan Saghari, 2009)
Karakteristik dari dermis pars papilare adalah terdapat bundle
kolagen yang kecil, kepadatan yang tinggi dan terdapat elemen
20
vascular. Pada pars retikulare terdapat bundle kolagen yang lebih
besar, elastin yang matang, pembuluh darah, saraf, otot, polisebasea,
kelenjar apokrin dan ekrin. (Baumann dan Saghari, 2009)
Fibroblast adalah jenis sel utama dalam epidermis. Fibroblast
memproduksi kolagen, elastin, protein matriks lainnya dan enzim
seperti kolagenase dan stromelysin. Di dalam dermis juga terdapat sel
mast, leukosit polimorfonuklear, limfosit dan magrofag. (Baumann dan
Saghari, 2009)
Kolagen adalah protein alami terkuat yang banyak terdapat pada
tubuh manusia. Terdapat beberapa tipe kolagen yang terdapat pada
kulit. 80-85% kolagen tipe I terdapat dermis, kolagen tipe I terdiri dari
2 rantai α yaitu α1 dan α2. Kolagen tipe I berguna untuk kelenturan
dermis. Jumlah kolagen tipe I terbukti menurun pada kulit yang menua.
Kolagen tipe III adalah bentuk kedua paling penting dari kolagen pada
dermis, namun memiliki diameter yang lebih kecil dari kolagen tipe I.
Kolagen tipe III terdiri dari 3 rantai α yaitu hidroksiprolin, glisin dan
residu sistein. Kolagen tipe III dikenal juga sebagai fetal kolagen
karena banyak ditemukan pada fetus. Kolagen jenis lain yang juga
terdapat pada dermis adalah kolagen tipe IV, terdapat pada lamina
densa dan terdiri dari rantai α1 dan α2, heterotrimer dan homo polimer.
Kolagen tipe V terdiri dari 4 rantai yang berbeda dan terletak pada
ubiquitous. Kolagen tipe VII terdiri dari satu rantai α dan memiliki ikatan
disulfide dalam rantainya, dan kolagen tipe XVII terletak pada
hemidesmosome. (Baumann dan Saghari, 2009)
21
Biosintesis Kolagen
Pembentukan rantai pro α yang merupakan precursor kolagen diawali
dengan sintesis rantai prepro α, sebuah polipeptida yang mengandung
sekuen signal amino termal. Rantai prepro α diubah menjadi rantai pro
α pada reticulum endoplasma kasar (RER), kemudian akan terjadi
proses hidroksilasi residu prolyl dan lysyl yang dimulai saat rantai pro
α terbentuk, dengan bantuan enzim prolyl hydroxylase dan lysil
hydroxylase dan sebagai kofaktor adalah O2, Fe, α-ketoglutarat dan
asam askorbat. Proses selanjutnya adalah glikosilasi. Kolagen adalah
glikoprotein yang mengandung residu galaktosil dan glukosigalaktosil,
glikosilasi terjadi setelah sintesis hidroksilisin sampai dengan
terbentuk tripel helix pada RER, proses ini terjadi dengan bantuan
enzim galactossyl-transferase dan glucosyl-transferase, namun fungsi
dari residu gula ini belum diketahui. Kemudiaan akan terjadi proses
assembly dan sekresi dimana tiga rantai pro α berikatan menjadi
prokolagen, kecepatan proses ini bervariasi tergantung dari jenis
kolagen. Prokolagen akan ditransfer ke apparatus golgi, didalam
apparatus golgi akan terbentuk vesikel sekretoris yang akan menyatu
dengan membran plasma kemudian mengeluarkan prokolagen ke
matrix ekstraselular. Di matrix ekstraselluler akan terjadi pemutusan
rantai prokolagen oleh enzim procollagen N-proteinase dan
procollagen C-proteinase lalu terbentuk struktur tripel helix yang
disebut tropokolagen. Tropokolagen secara spontan bersatu satu
sama lain membentuk serat kolagen, namun serat tunggal tidak dapat
berfungsi sebagai elastisitas kulit, sehingga serat kolagen bersatu
22
membentuk cross link dengan bantuan enzim oxydase lysyl. Struktur
cross link ini akan membentuk kolagen matur. (Yaar dan Gilchrest,
2008).
Gambar 2.2 Biosintesis Kolagen (Gilchrest et al., 2000)
1.3 Lapisan Sub Kutan
Lapisan subkutis atau hipodermis terletak di bawah dermis,
sebagian besar terdiri dari lemak, yang merupakan sumber energi
yang penting bagi tubuh. Pada lapisan ini juga terdapat kolagen tipe I,
III, dan V. Lapisan subkutis menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda – beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. (Baumann dan
Saghari, 2009).
23
2. Penuaan Kulit
Penuaan merupakan proses yang terjadi di seluruh organ, namun
paling terlihat pada kulit. Terdapat dua proses utama pada penuaan kulit,
yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik
mengambarkan latar belakang genetik dari individu dan akibat dari
bertambahnya usia secara kronologis. Penuaan ekstrinsik disebabkan
oleh faktor eksternal seperti merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan,
gizi buruk, dan paparan sinar matahari. Penuaan ekstrinsik dapat
dikurangi dengan usaha anti aging. Penuaan kulit 80% disebabkan oleh
paparan sinar matahari yang disebut photoaging (Baumann dan Saghari,
2009).
Penuaan intrinsik pada kulit terjadi karena akumulasi kerusakan
endogen akibat dari pembentukan senyawa oksigen relatif selama
metabolisme oksidasi seluler. Selain itu penuaan intrinsik pada kulit juga
terjadi akibat dari pemendekan telomere pada pembelahan sel,
penurunan faktor pertumbuhan dan akibat dari penurunan hormon,
dimana menurunnya hormon estrogen dapat mempengaruhi degradasi
dari kolagen. Gambaran klinis penuaan intrinsik antara lain adalah
serosis, kelemahan dan kerutan pada kulit serta gambaran tumor jinak
seperti keratosis seboroik dan angina buah cherry. Di bawah mikroskop
akan tampak atrofi epidermis, pendataran epidermal rete ridges dan atrofi
dermis. Pada penuaan intrinsik terjadi peningkatan rasio jumlah kolagen
III terhadap kolagen I (Baumann dan Saghari, 2009).
Penuaan ekstrinsik paling utama disebabkan oleh paparan sinar UV
atau yang disebut photoaging, sehingga penuaan ekstrinsik paling terlihat
24
pada daerah wajah, dada dan bagian ekstensor dari lengan. Gambaran
klinis photoaging antara lain adalah kerutan dan lesi pigmentasi seperti
frackles, lentigines, hiperpigmentasi dan lesi hipopigmentasi seperti
hipomelanosis gutata. Gambaran histopatologis berupa atrofi epidermis,
dan perubahan pada kolagen dan elastin berupa fragmentasi, progresif
cross-linkage serta kalsifikasi. Perbedaan gambaran klinis antara
penuaan intrinsik dan ekstrinsik adalah pada penuaan intrinsik kulit
tampak lebih halus dibandingkan pada kulit yang mengalami penuaan
ekstrinsik walaupun pada kulit yang mengalami penuaan intrinsik tipis dan
mengalami penurunan elastisitas. (Baumann dan Saghari, 2009).
3. Sinar UV dan Efeknya terhadap Kulit
Gambar 2.3 Efek Sinar UV terhadap Kulit
Sinar ultraviolet dibagi menjadi UVA dengan panjang gelombang
320 – 400 nm, UVB dengan panjang gelombang 280 – 320 nm dan UVC
dengan panjang gelombang 100 – 280 nm. UVC tidak pernah mencapai
permukaan bumi karena terfiltrasi oleh ozon, namun UVA dan UVB dapat
mencapai permukaan bumi, dan keduanya dapat menimbulkan kerusakan
akut maupun kronis pada kulit manusia (Krutmann, 2011).
25
UVB diserap paling banyak oleh epidermis dan menyebabkan
kelainan seperti keratinosit, sementara UVA dapat menembus sampai
ke dermis sehingga diserap oleh epidermis dan dermis, namun
dibutuhkan jumlah yang lebih banyak untuk menyebabkan kerusakan
dibandingkan UVB (Alam dan Havey, 2010).
4. Efek Akut Sinar Ultraviolet
4.1 Eritema
Eritema adalah reaksi inflamasi akut pada kulit yang ditandai
dengan kemerahan setelah paparan berlebihan radiasi UV. Dosis
kemerahan minimal yang dapat dilihat jelas dalam 24 jam setelah
radiasi disebut minimal erytema doses (MED). Eritema yang terbentuk
bervariasi tergantung kepada panjang gelombang UVA. UVA terbagi
dua, yaitu UVA 1 dan UVA 2, dimana UVA 2 lebih meningkatkan
eritema dibandingkan dengan UVA 1. Efektivitas eritema menurun
sebanding dengan panjang gelombang. Eritema terinduksi UVB
memberikan respon lebih lambat daripada UVA dan mencapai puncak
setelah paparan 6 – 24 jam tergantung dosis (Taylor, 2005).
4.2 Pigmentasi
Respon pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar matahari yang
terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru.
Respon kecoklatan pada kulit tergantung pada gelombang radiasi.
Eritema yang diinduksi UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi
yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama
dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini
terjadi karena lokalisasi pigmen yang diinduksi UVA dari basal.
26
Melanin yang diinduksi oleh UVB menghilang dengan turn-over
epidermis dalam 1 bulan (Fisher at al., 2002; Taylor, 2005).
4.3 Kerusakan DNA
Sinar Ultraviolet dapat menyebabkan kerusakan pada DNA
berupa kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi dan apoptosis.
DNA seluler langsung menyerap UVB dan menyebabkan lesi pada
basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak heliks DNA.
Radiasi UVA dapat juga mengakibatkan lesi pada DNA walaupun daya
rusak lebih lemah dibandingkan UVB (Taylor, 2005).
5. Efek Kronis Sinar Ultraviolet
5.1 Photoaging
Photoaging adalah bentuk kerusakan kulit akibat dari paparan sinar
UV secara kronis dan lebih sering terjadi dibandingkan kanker kulit.
Panjang gelombang sinar UV yaitu 100 – 400 nm. Sinar UV terbagi 3
menurut panjang gelombangnya yaitu UVA, UVB dan UVC. Sinar UVA
mencapai bumi 95% sampai dengan 98%. UVB sebagian besar
diserap oleh lapisan ozon, 2 – 5% yang mencapai bumi, sedangkan
UVC diserap seluruhnya oleh lapisan ozon (Alam dan Havey, 2010;
Krutmann, 2011). UVA menembus lapisan kulit sampai ke lapisan
dermis, sedangkan UVB menembus daerah bagian atas lapisan
dermis. UVA masuk paling dalam, akan tetapi daya rusak UVB dan
UVC lebih besar (Taylor, 2005).
5.2 Fotokarsinogenesis
Efek paparan sinar UV pada induksi dan progresi kanker kulit pada
manusia sangat sulit dideteksi pada manusia. Perkembangan lesi
27
kanker ini membutuhkan waktu bertahun – tahun, sehingga penelitian
mengenai fotokarsinogenesis masih terbatas. Kerusakan DNA yang
disebabkan oleh radiasi UV merupakan penyebab utama
perkembangan kanker kulit (Taylor, 2005; Krutmann, 2011).
6. Photoaging dan Mekanisme terjadinya Photoaging
6.1 Photoaging
Akibat dari paparan sinar UV kronis menyebabkan penuaan dini
pada kulit yang disebut photoaging. Photoaging ditandai dengan
kerutan halus dan kasar pada kulit, dispigmentasi, perubahan tekstur
kulit, hilangnya elastisitas, dan aktinik keratosis prakanker. Sebagian
dari tanda – tanda klinis tersebut disebabkan oleh perubahan pada
dermis. Dispigmentasi seperti keratosis seboroik, lentigo, dan
hiperpigmentasi difus disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada
epidermis (Alam dan Havey, 2010).
Photoaging tergantung terutama pada tingkat radiasi ultraviolet
dan pada jumlah melanin pada kulit. Di samping kerusakan DNA
secara langsung maupun tidak langsung, radiasi sinar ultraviolet
mengaktifkan reseptor permukaan sel keratinosit dan fibroblast di kulit,
yang mengarah ke kerusakan kolagen dalam matriks ekstraseluler dan
shutdown sintesis kolagen baru (Pandel at al., 2013).
Hilangnya jaringan ikat fibril kolagen dan akumulasi jaringan ikat
elastin secara tidak teratur yang menyebabkan elastosis merupakan
karakteristik kulit yang menua. Perubahan juga terjadi pada komponen
seluler dan matriks ekstraseluler dari jaringan ikat kulit menua yang
28
dapat mempengaruhi kapiler superfisial sehingga menyebabkan
terjadinya telangiektasis (Alam dan Havey, 2010).
Studi pada manusia dan tikus albino tanpa rambut menunjukkan
bahwa radiasi UVB akut dan kronis akan sangat meningkatkan
vaskularisasi kulit dan angiogenesis. Matahari adalah sumber utama
radiasi sinar ultraviolet dan kontributor utama photoaging tersebut.
Radiasi UVC hampir sepenuhnya diserap oleh lapisan ozon dan tidak
mempengaruhi kulit. UVB mempengaruhi lapisan epidermis dan
menyebabkan sunburns (luka bakar akibat paparan surya). UVB paling
intensif adalah antara pukul 10 pagi hingga 2 siang, selama bulan-
bulan sepanjang musim panas, dan menyumbang 70% dari rata-rata
kumulatif tahunan dosis UVB seseorang. UVA diyakini memiliki efek
minor pada kulit, namun studi menunjukkan bahwa mereka menembus
kulit lebih dalam. Secara signifikan lebih banyak foton dalam UVA yang
diperlukan untuk menyebabkan tingkat kerusakan yang sama dengan
UVB karena kurangnya kandungan energi, namun berada dalam
jumlah jauh lebih tinggi di bawah sinar matahari dan lebih penetran
daripada di UVB (Pandel et al., 2013).
6.2 Mekanisme terjadinya Photoaging
Sekitar 50% dari kerusakan kulit akibat photoaging disebabkan
oleh pembentukan ROS. Pembentukan ROS terjadi di dalam kulit pada
saat kulit terpapar sinar UV. ROS merusak kulit melalui reaksi
modifikasi kimia langsung pada DNA mitokondria (mtDNA), sel lipid,
asam deoksiribonukleat (DNA), dan protein matriks dermal, termasuk
kolagen (Alam dan Havey, 2010; Rhein dan Santiago, 2010).
29
Pembentukan ROS terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit
setelah pajanan UV dan level peroksida meningkat dua kali lipat pada
kulit manusia. Pembentukan ROS oleh paparan berulang UVB melalui
interaksi langsung dan tidak langsung. Interaksi langsung UVB berupa
cross-linking basa pirimidin berdekatan, yang menyebabkan
kerusakan langsung pada DNA dan ikatan dengan asam amino
aromatik. Hal ini mengakibatkan provokasi radikal bebas dan
penurunan antioksidan kulit, dan merusak kemampuan kulit untuk
melindungi diri dari radikal bebas. Interaksi tidak langsung UVB
menyebabkan ROS melalui fotosensitisasi yang akan merubah
elektron pada kromosfor, menjadi singlet elektron sehingga terjadi
produksi radikal bebas. Fotosensitisasi juga memproduksi
superoksida anion yang diikuti oleh dismutase ke hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida dengan bantuan kation logam (Fe dan Cu) akan
menghasilkan gugus hidroksil yang bersifat radikal bebas. Hidrogen
peroksida membentuk ikatan ROS lain dengan cepat seperti radikal
hidroksil, hal ini menyebabkan oksidasi komponen sel yaitu DNA,
protein, membran sel dan mengaktivasi jalur seluler (Taylor, 2005;
Svobodova et al., 2006).
ROS yang dihasilkan oleh radiasi sinar UV mengaktifkan jalur
seluler yaitu reseptor sel epidermal growth factor (EGF), interleukin
(IL)-1, keratinocyte growth factor dan tumor necrosis factor (TNF)-α.
Pengaktifan reseptor dimediasi oleh enzim protein-tyrosine
phosphatase-K, yang berfungsi menginaktivasi reseptor EGF. Aktivasi
reseptor mengaktifkan MAP kinase dan C-Jun amino terminal kinase
30
(JNK). Aktivasi dari kinase mengaktifkan transkripsi kompleks activator
protein-1 (AP-1), membentuk C-Jun dan C-Fos. (Taylor, 2005; Yaar
dan Gilchrest, 2007).
Peningkatan transkripsi AP-1 menginduksi jumlah kolagenase
MMPs (MMP-1), stromelisin I (MMP-3) yang memblokir transforming
growth factor (TGF)-β, sitokin yang meningkatkan transkripsi kolagen,
yang berakibat menurunkan produksi tipe prokolagen I. AP-1 juga
menurunkan jumlah reseptor (TGF)-β yang dapat menghambat
transkripsi kolagen. AP-1 bersifat antagonis asam retinoat yang
memiliki efek stimulus terhadap sintesis kolagen (Fisher et al., 2002;
Taylor, 2005; Yaar dan Gilchrest, 2007).
Radiasi UV juga mengaktivasi faktor transkripsi NF-KB. NF-KB
mengikat netrofil dan membentuk kolagenase netrofil (MMP-8) pada
kulit yang terpapar UV. Secara keseluruhan MMPs tersebut
mendegradasi kolagen kulit matur dan selanjutnya terjadi kerusakan
pada struktur dermis (Alam dan Havey, 2010; Fisher et al., 2002; Yaar
dan Gilchrest, 2007). Radiasi UV selain mendegradasi kolagen matur,
juga menghambat sintesis kolagen, terutama dengan menurunkan
regulasi jumlah gen prokolagen tipe I dan III, yang mengakibatkan kulit
kehilangan kolagen secara akut. (Fisher et al., 2002).
Degradasi kolagen oleh radiasi UV terjadi secara tidak lengkap,
degradasi kolagen mengarah kepada akumulasi fragmentasi kolagen
yang akan mengurangi integritas struktural dermis. Akumulasi
fragmentasi kolagen akan menghambat pertumbuhan kolagen baru
31
dan memberikan efek regulasi negatif pada sintesis kolagen (Yaar dan
Gilchrest, 2007).
Gambar 2.4 Mekanisme terjadinya Photoaging (Rabe et al., 2006)
7. Radikal Bebas, Antioksidan dan Uji Aktivitas Antioksidan
7.1 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu
elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal
bebas bersifat tidak stabil, dan mudah bereaksi dengan bahan kimia
anorganik dan organik, selain itu radikal bebas memiliki
kecenderungan untuk menarik elektron dan dapat merubah suatu
32
molekul menjadi suatu radikal bebas oleh karena hilangnya atau
bertambahnya satu elektron pada molekul lain (Mitchell, 2013).
Bila dua senyawa radikal bertemu, elektron – elektron yang tidak
berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan bergabung dan
membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa
radikal bebas bertemu dengan senyawa bukan radikal bebas, akan
terjadi 3 kemungkinan, yaitu (Winarsi, 2007) :
1. Radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak berpasangan
(reduktor) kepada senyawa bukan radikal bebas.
2. Radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa bukan
radikal bebas.
3. Radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas.
Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak
jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari
ketiga molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap radikal
bebas adalah asam lemak tak jenuh sehingga menyebabkan dinding
sel menjadi rapuh. Senyawa radikal bebas juga berpotensi merusak
basa DNA sehingga mengacaukan sistem info genetika dan berlanjut
pada pembentukan sel kanker (Winarsi, 2007).
Terdapat 3 tahap reaksi pembentukan radikal bebas, yaitu
Tahap inisiasi yang merupakan tahap awal pembentukan radikal
bebas, tahap propagasi yaitu pemanjangan rantai radikal, dan tahap
terminasi yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau
dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah
(Winarsi, 2007).
33
Dua sumber radikal bebas adalah endogen dan eksogen.
Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran
plasma, lisosom, retikulum endoplasma dan inti sel. Secara eksogen,
radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan, radiasi ultraviolet, obat-
obatan dan pertisida (Winarsi, 2007).
Reactive Oxygen Species (ROS) adalah jenis oksigen yang
diturunkan oleh radikal bebas. ROS memiliki gugus fungsional dengan
atom oksigen bermuatan elektron lebih yang berperan pada cedera
sel. ROS terbentuk secara terus menerus, baik memalui proses
metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat
respon terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan,
sinar UV, asap rokok, dan lain-lain (Winarsi, 2007).
ROS dapat dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik.
Proses cascade dari asam arakidonat menjadi prostaglandin dan
prostasiklin dipacu oleh enzim liposigenase dan siklooksigenase serta
oksidase yang selanjutnya akan membentuk radikal anion superoksida
atau hidroperoksida. Enzim sitokrom P 450-dependen oksidase, yang
berperan dalam reaksi biotransformasi dan detoksifikasi senyawa
intermediate metabolit dan xenobiotik juga akan menghasilkan
senyawa peroksida atau ROS. Aktivasi makrofag dan netrofil yang
merupakan bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan
infeksi mikroorganisme juga akan membentuk berbagai radikal bebas
dan ROS, termasuk asam hipoklorid (HOCl), yang akan menyerang
dan menghancurkan virus maupun bakteri. Namun di sisi lain,
34
terbentuknya senyawa radikal tersebut sangat berbahaya karena juga
berpotensi menyerang sel tubuh (Winarsi, 2007).
Dapat diyakini bahwa dengan meningkatnya usia seseorang,
pembentukan ROS juga semangkin meningkat. Secara endogenus,
hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring dengan
bertambahnya usia. Secara eksogenus, kemungkinan tubuh terpapar
dengan polutan juga semankin tinggi, seiring dengan bertambahnya
usia. Kedua faktor tersebut secara sinergis meningkatkan jumlah ROS
pada tubuh (Winarsi, 2007).
7.2 Antioksidan
Antioksidan (AO) adalah molekul yang mampu menghambat
reaksi oksidasi dari radikal bebas dengan berbagai cara, antara lain
dengan menangkap radikal bebas atau free radical scavenging dan
dengan mengikat logam, menyingkirkan berbagai logam transisi
pemicu ROS serta menyingkirkan ROS. Oksidasi merupakan reaksi
kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen
oksidan. Sebagai pertahanan terhadap kerusakan oksidatif, sel
dilengkapi dengan berbagai jenis AO yang akan bekerja melalui
beragam mekanisme. Integritas seluler dipertahankan oleh berbagai
AO enzimatik antara lain katalase, glutation peroksidase, glutation
reduktase dan superoksida dismutase. Sedangkan sistem AO
nonenzimatik akan mempertahankan membran sel. Yang termasuk
AO nonenzimatik antara lain glutation, asam askorbat, alfa-tokoferol
dan ubiquinon (Ardhie, 2011).
35
Berdasarkan mekanisme pertahanannya, AO dibedakan
menjadi: (Ardhie, 2011)
1. Mekanisme pertahanan AO primer/chain breaking/scavenger
antioxidants adalah menetralisir radikal bebas dengan mendonasikan
satu elektronnya. Molekul AO yang telah kehilangan satu elektronnya
akan menjadi radikal bebas yang baru, namun dianggap relatif stabil
atau akan dinetralisir oleh AO lainnya. Contoh AO tipe ini adalah
vitamin E, vitamin C, asam alfa lipoat (ALA), CoQ10, flavonoid, asam
urat dan bilirubin.
2. Mekanisme pertahanan AO sekunder/preventive antioxidants
bekerja dengan mengikat logam, menyingkirkan berbagai logam
transisi pemicu ROS dan menyingkirkan ROS. Contoh AO tipe ini
adalah transferin, laktoferin, seruloplasmin, dan albumin.
3. Mekanisme pertahanan tersier dilakukan untuk mencegah
penumpukan biomolekul yang telah rusak agar tidak menimbulkan
kerusakan lebih lanjut. Misalnya kerusakan DNA akan diperbaiki oleh
enzim metionin sulfaoksida reduktase, protein yang teroksidasi akan
diproses oleh sistem enzim proteolitik dan lipid teroksidasi oleh lipase,
peroksidase dan sebagainya.
Seiring dengan proses penuaan alami, mekanisme pertahanan
tubuh akan berkurang, sedangkan produksi ROS meningkat, hal ini
menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah AO endogen dan
ROS. Selain itu mekanisme pertahanan antioksidan endogen juga
dapat dihambat oleh sinar UV dan sinar UV dapat meningkatkan
produksi ROS pada tubuh. Banyak penelitian yang membuktikan
36
bahwa menggunakan antioksidan eksogen dapat mengurangi
kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas (Baumann dan
Allemann, 2009).
Pada kulit, penggunaan antioksidan secara topikal dan
kombinasi dengan konsumsi oral dapat meningkatkan kapasitas
antioksidan di dalam tubuh karena keduanya bekerja secara sinergis.
Pemberian antioksidan oral dapat mengurangi stress oksidatif tetapi
pemberian antioksidan topikal juga mampu mencegah kerusakan kulit
yang disebabkan oleh stress oksidatif. Penelitian Yaar dan Gilchrest
(2008) menyatakan bahwa pemberian antioksidan topikal dan oral
dapat mengurangi akumulasi peroksida pada kulit.
Interaksi antara radiasi matahari pada kulit mengakibatkan
terbentuknya radikal bebas. ROS mengakibatkan hidroksilasi,
peroksidasi, cross-link, pemutusan rantai, penambahan radikal pada
cincin aromatik, pembentukan aldehid dan deplesi thiol. Autooksidasi
dari asam lemak tak jenuh ganda pada membran lipid juga terjadi,
kemungkinan berhubungan dengan singlet oksigen, radikal
perhidroksi atau radikal hidroksil (Wenk et al., 2001).
Glutathion (GSH) adalah tripeptida yang tersusun atas asam
amino glutamat (Glu), sistein (Cys), glisin (Gly). Meskipun bukan
merupakan enzim namun keberadaannya merupakan kosubstrat bagi
enzim glutathion peroksidase. Oleh sebab itu, glutathion juga berperan
sebagai antioksidan. Sebagai antioksidan, glutathion secara kimia
dapat bereaksi dengan singlet oksigen, radikal superoksida, hidroksil,
dan secara langsung dapat berperan sebagai scavenger radikal
37
bebas. Glutathion juga dapat menstabilkan struktur membran dengan
cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan peroksida
dalam reaksi peroksidasi lipid (Winarsi, 2007).
Kerja antioksidan glutathion ini bekerja sebagai
scavenger/penangkap radikal bebas dan mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk dengan cara memutus reaksi berantai menjadi
molekul yang kurang aktif (Winarsi, 2007).
Membran sel merupakan salah satu target utama kerusakan
atau cidera sel yang diakibatkan oleh berbagai stimuli dari luar,
termasuk radikal bebas. Senyawa Oksigen Reaktif (ROS) yang
berlebihan akan memicu terjadinya rangkaian reaksi yang melibatkan
fosfolipid yang terdapat dalam membran sel, yang dikenal dengan
reaksi peroksidasi lipid. Serangan radikal bebas tidak saja
mempengaruhi fluiditas membran spermatozoa namun radikal bebas
juga dapat mempengaruhi integritas DNA pada inti sel yang
selanjutnya dapat menimbulkan kematian sel (Eberhardt, 2001; Kumar
et al., 2005).
Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel dengan tiga cara
yaitu (Eberhardt, 2001; Kumar et al., 2005) :
1. Peroksidasi komponen lipid dari membran sel dan sitosol, yang
menyebabkan serangkaian reduksi asam lemak (otokatalisis) yang
dapat merusak membran dan organel sel.
2. Kerusakan DNA, yang berakibat mutasi DNA bahkan kematian sel
38
3. Modifikasi protein teroksidasi, oleh karena terbentuknya cross
linking protein, melalui mediator sulfidril atas beberapa asam amino
labil seperti sistein, metionin, lisin dan histidin.
Glutathion dapat berfungsi sebagai antioksidan melalui berbagai
mekanisme. Senyawa tersebut secara kimia dapat bereaksi dengan
oksigen singlet, radikal superoksida, hidroksil, dan secara langsung
dapat berperan sebagai scavenger radikal bebas. Glutathion juga
menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau
meminimalkan pembentukan asil peroksida dalam reaksi peroksidasi
lipid (LOOH).
Glutathion dapat pula berperan sebagai agen pereduksi yang
mampu memanfaatkan kembali asam askorbat dari bentuk teroksidasi
menjadi bentuk tereduksi oleh enzim dehidroaskorbat reduktase
(Winarsi, 2007).
Kebanyakan glutathion (GSH) dalam sirkulasi disintesa di liver
dari endogenous atau dietary asam amino yang baru terbentuk.
Difisiensi glutathione (GSH) berhubungan dengan banyak kelainan
fisiologis seperti penurunan rasio GSH : GSSG dan peningkatan
peroksidasi lipid di otot skeletal akibat radikal bebas.
7.3 Uji Aktivitas Antioksidan
Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan
suatu bahan yaitu dengan menggunakan radikal bebas stabil
diphenilpycrylhydrazil (DPPH). Metode DPPH banyak dipilih karena
mudah, cepat, peka dan hanya membutuhkan sedikit ekstrak sampel
(Hanani et al., 2005). Senyawa DPPH adalah radikal bebas yang
39
bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron
bebas pada suatu molekul sehingga molekul tersebut tidak reaktif
sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini
ditunjukkan dengan adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat
dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang
gelombang 520 nm (Molyneux, 2004). Pada metode ini, larutan DPPH
yang berperan sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa
antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi
diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non-radikal sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar:
Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dari metode
DPPH umumnya dibuat dalam bentuk Inhibitor Concentration 50 (IC50),
yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau sampel
yang akan mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar
nilai IC50 maka nilai aktivitas antioksidan akan semakin kecil (Molyneux,
2004). Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC50-nya
semakin kecil. Senyawa antioksidan dikatakan sangat kuat apabila
memiliki nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk IC50 antara 0,05-
40
0,10 mg/ml, sedang untuk IC50 antara 0,10-0,15 mg/ml dan lemah jika
IC50 bernilai antara 0,150-0,20 mg/ml (Molyneux, 2004).
C. MATRIKS METALLOPROTEINASE
Matriks metalloproteinase adalah suatu zinc-dependent
endopeptidase. MMP gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan
struktur dan spesifitas yang berbeda. MMPs berhubungan dengan proses
fisiologis dan patologis yang berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler,
wound healing, angiogenesis, dan kanker. Sejumlah MMPs mampu
menimbulkan degradasi terhadap kolagen tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13,
MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP (MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada
kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan
sinar ultra violet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap
pemecahan kolagen akibat paparan matahari. Level MMP-1 akan meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai
akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat
kolagen pada dermis (Seltzer & Eisen, 2006).
Activator Protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription
factor, terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk
mengontrol transkripsi dari matriks metalloproteinases (MMPs). MMPs
merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi dari
matriks ekstrasel, termasuk diantaranya adalah MMP-1 (collagenase), MMP-
3 (stromelysin), dan MMP-9 (92-kd gelatinase). Metalloproteinase juga
bertanggung jawab terhadap tejadinya degradasi kolagen.
MMP dapat dengan segera timbul hanya dengan dosis minimal sinar ultra
violet, di bawah dosis yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritema. Terdapat
41
suatu hubungan dosis dan respon yang ditimbulkan antara paparan UV dan
induksi MMP. Paparan terhadap sinar UV yang tidak cukup untuk
menimbulkan sunburn dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen, dan
pada akhirnya menimbulkan photoaging. Paparan minimal yang berulang
dengan dosis yang setara dengan 5-15 menit paparan matahari pada tengah
hari cukup untuk meningkatkan MMP-1 (Berneburg dkk., 2000; Rabe dkk.,
2006).
Kolagenase (MMP-1) merupakan proteinase turunan dari fibroblast yang
memiliki kemampuan untuk mendegradasi fibril kolagen alami tipe I, II, III dan
V. MMP-1 berperan penting dalam remodeling jaringan konektif kolagen pada
berbagai situasi fisiologis dan patologis. Elemen activator protein-1 tunggal
(AP-1) yang berlokasi pada -65 sampai -72 pada region transripsi gen MMP-
1 dalam responnya terhadap berbagai sinyal ekstraseluller. Perlekatan
dengan sisi AP-1 merupakan pengaturan E twenty Six (ETS) elemen cis yang
juga berperan pada regulasi AP-1 dependen transkripsi gen MMP-1 (Lam et
al., 2005)
Penuaan kulit yang disebabkan oleh paparan matahari merupakan kondisi
yang kompleks namun ciri khasnya adalah penghancuran kolagen. Serat
kolagen pada matriks ekstraseluler dermis terhidrolisis oleh MMPs dalam
prosesnya dipicu oleh kolagenase MMP-1. Tingkat yang berlebihan MMPs
dapat menganggu integritas struktur dermis dan hasilnya menganggu proses
remodeling pada kulit.
Paparan radiasi UV meningkatkan produk MMP di kulit manusia,
melibatkan sinar matahari sebagai faktor utama dalam penuaan kulit dini.
Fibroblas pada dermis melepaskan MMP-1 setelah terjadi paparan baik dari
42
UVB maupun UVA, meskipun kerusakan sel primer berbeda. UVB berinteraksi
langsung dengan DNA, lesi dominan menjadi dimmer pirimidine cyclobutane
(CPD). Radiasi UVA menimbulkan kerusakan sebagian besar secara tidak
langsung melalui generasi spesies oksigen reaktif. Pelepasan dermal MMP-1
pada kulit yang teradiasi dirangsang oleh kerusakan langsung di dalam sel
yang teradiasi dan/atau sitokin dan faktor larut lainnya, diproduksi di kulit
sebagai respons terhadap UV. Hal penting dari modulator diffusible ini adalah
merusak keratonosit epidermis. Bahkan, media kultur keratinosit radiasi UVB
merangsang pelepasan MMP-1 dari fibroblast lebih efisien dari pada radiasi
langsung pada fibroblast.
Identitas modulator pemicu MMP-1 dan dipicu untuk melepaskan MMP-1
oleh keratinosit yang teradiasi UV tidak diketahui secara pasti. Ekspresi gen
MMP-1 yang diregulasi oleh p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK)
adalah 14-3-3r protein stratifin, dilaporkan bahwa hal ini penting dalam
mencegah kesalahan mitosis setelah kerusakan DNA. Baru-baru ini, suatu
bentuk tersembunyi dari stratifin diidentifikasi dalam medium keratinosit dan
terbukti secara dramatis menginduksi MMP-1 mRNA dan ekspresi protein.
Setelah paparan UV, keratinosit juga menghasilkan berbagai sitokin, seperti
TNF-α, IL-1, IL-6 dari imunomudulator IL-10, TNF-α, IL-1 dan IL-6 telah
menunjukkan peran dalam induksi ekspresi MMP-1. Sel yang kekurangan
DNA perbaikan dan penghapusan CPD mengekspresikan IL-1 α, IL-6 dan gen
kolagenase pada paparan UV yang lebih rendah dari pada perbaikan sel.
Temuan ini menunjukkan bahwa rangsangan MMP-1 pada dermis mungkin
dipicu oleh pelepasan sitokin dan faktor tersembunyi lainnya, karena
43
setidaknya terhadap sebagian kerusakan DNA, khususnya UVB memicu
CPD. (Dong KK et al., 2008)
Paparan radiasi UV meningkatkan produksi MMP di kulit manusia,
melibatkan sinar matahari sebagai faktor utama dalam penuaan kulit.
Penuaan kulit merupakan suatu kondisi yang kompleks namun ciri khasnya
adalah penghancuran kolagen adalah MMP-1, yang paparannya diinduksi
oleh paparan sinar matahari.
Serat kolagen pada matriks ekstraseluler dermis terhidrolisis oleh MMPs
dalam prosesnya dipicu oleh kolagenase MMP-1. Tingkat yang berlebih
MMPs dapat menganggu integritas struktur dermis dan hasilnya menganggu
proses remodeling pada kulit (Dong KK et al., 2008). Fibroblas pada dermis
melepaskan MMP-1 setelah terjadi paparan baik dari UVB maupun UVA,
meskipun kerusakan sel primer berbeda. UVB berinteraksi langsung dengan
DNA, lesi dominan menjadi berbeda. UVB berinteraksi langsung dengan DNA,
lesi dominan menjadi dimmer pirimidin cyclobutane (CPD). Radiasi UVA
menimbulkan kerusakan sebagian besar secara tidak langsung melalui
generasi spesies oksigen reaktif. Pelepasan dermal MMP-1 pada kulit yang
teradiasi dirangsang oleh kerusakan langsung di dalam sel yang teradiasi
dan/atau oleh sitokin dan faktor larut lainnya, diproduksi di kulit sebagai
respon terhadap UV. Hal penting dari modulator diffusible ini adalah merusak
keratinosit epidermis (Dong KK et al., 2008).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kultur fibroblast
menunjukkan bahwa radiasi sinar UVB mampu memicu ekspresi mRNA MMP-
1 pada dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2-100 mJ/cm2 (Kim dkk., 2004;
Yulianto, 2008; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009).
44
D. URAIAN TANAMAN Sterculia populifolia
Klasifikasi tanaman Sterculia populifolia :
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheopyta
Class : Magnoliopsida
Orde : Sterculia
Family : Sterculiaceae
Genus : Sterculia
Spesies : Sterculia populifolia DC (LIPI, 2016)
Gambar 2.5 Tanaman Sterculia populifolia
Tanaman faloak terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.
Pohon faloak dapat tumbuh mencapai ketinggian 15 meter atau lebih.
Tanaman ini memiliki kulit batang berwarna abu-abu terang dan
45
mengeluarkan getah transparan ketika disayat. Tanaman faloak berbunga
pada bulan April hingga Juni dan berbuah pada bulan Juni hingga Oktober
setiap tahun. Pangkal daun tumpul dengan ujung daun meruncing. Buah
berwarna kuning, orange hingga merah dengan permukaan luar ditutupi bulu-
bulu halus, yang ketika matang akan terbuka, berisi 4-8 biji yang berwarna
hitam mengkilap. Biji berbentuk elips dengan ukuran kira-kira 10 mm, dapat
dimakan dan memiliki rasa seperti kacang. Di pulau Timor, faloak dapat
ditemukan di semua daerah, disamping itu dapat pula ditemukan di pulau
Sumba dan daerah Ngada, pulau Flores (Ranta, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siswadi dkk (2013),
ditemukan bahwa kulit batang Sterculia sp mengandung flavonoid, alkaloid,
fenolik, dan terpenoid. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Ranta dkk (2012) berhasil diisolasi senyawa 3-hydroxyoctadecanoic acid
yang berkhasiat sebagai antifungi terhadap jamur C. albicans.
Bagian faloak yang digunakan sebagai obat herbal oleh masyarakat
khususnya di pulau Timor adalah kulit batangnya. Kulit batang (klika) faloak
dipercaya dapat mengobati beberapa penyakit seperti hepatitis, kanker,
gangguan saluran cerna, diabetes, reumatik, dan sebagai penguat sel darah
merah. Umumnya, masyarakat tradisional mengkonsumsi klika Sterculia sp
dengan cara direbus (Siswadi dkk, 2013).
E. HEWAN COBA
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang masuk dalam familia dari
kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoology (Ilmu hewan),
setelah melakukan penelitian dan pengamatan yang memakan waktu yang
46
lama dan pemikiran yang seksama, sepakat untuk menggolongkan hewan ini
ke dalam ordo rodensia (hewan pengerat), sub ordo Mymorpha, famili Muridae
dan sub famili Murinae. Klasifikasi mencit sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
Secara garis besar kulit mencit dibagi menjadi lapisan epidermis,
dermis dan subkutis. Epidermis terdiri dari lapisan malpigi yang merupakan
lapisan sel yang terletak sebelah dalam dan dikenal juga dengan istilah sel
basah (moist cell). Lapisan paling luar (stratum corneum) atau lapisan tanduk
yang terdiri dari lapisan sel tanpa inti (anucleate), pipih, mati (non viable) yang
disebut sel kering. Substrata sel hidup pada epidermis terdiri dari sel basal,
sel spinosum dan lapisan granular (Marshall dan Huge, 2013).
Lapisan dermis terletak di bawah epidermis yang sebagian besar
tersusun dari jaringan ikat konektif. Terdapat suatu matriks tiga dimensi dari
jaringan ikat longgar yang tersusun dari komponen protein fibrosa (kolagen
dan elastin) dan digulung dalam jelly amorphous dari glikosaminoglikan.
47
Selain matriks fibrosa juga terdapat sistem pembuluh darah, saraf dan sistem
limfe (Marshall dan Huge, 2013).
Kolagen merupakan 77% dari berat jaringan kulit dan berperan utama
sebagai kekuatan lentur dari dermis. Kolagen-1 merupakan kolagen utama,
sedangkan kolagen-3 hanya 15% dari jumlah masa kolagen (Marshall dan
Huge, 2013).
Serabut elastin terdiri dari mikrofibril yang terikat dalam amorphous
matrix, disusun dari asam amino lysine dan disebut elastin. Jaringan adipose
disebut juga hypodermis atau panikulus adiposus (Marshall dan Huge, 2013).
Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan Kim S.Y. et al. (2004)
dengan menggunakan mencit balb/c yang diberi sinar UVB dengan dosis total
600mJ/cm2 yang diberikan tiga kali seminggu menyebabkan photoaging pada
kulit. Sedangkan penelitian Wahyuningsih (2010) menemukan terjadi
kerusakan kolagen secara bermakna pada kulit (photoaging) didapat dengan
pemberian dosis total UVB sebesar 840 mJ/cm2.
F. KOSMETIK, KRIM DAN UJI KESTABILAN SEDIAAN KOSMETIK
Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan
yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat
oleh manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk
maksud meningkatkan kecantikan. Kosmetik berdasarkan cara
penggunaannya adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,
diletakkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke
dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan
48
maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau
mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Penggolongan kosmetik
menurut penggunaannya dibagi atas dua yaitu kosmetik perawatan kulit (skin
care cosmetic) dan kosmetik riasan (dekoratif atau make-up). Kosmetik
perawatan kulit, bertujuan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit.
Termasuk didalamnya kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser),
kosmetik untuk melembabkan (moisturizer), kosmetik pelindung dan kosmetik
untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling). Sedangkan kosmetik
dekoratif berfungsi untuk merias dan menutupi cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti seseorang lebih percaya diri. (Wasitaatmadja,
1997)
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung
tidak kurang dari 60% air. Dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada
dua yaitu krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A).
Dalam pembuatan krim biasanya digunakan zat pengemulsi, umumnya
berupa surfaktan anionic, kationik dan non ionic. Untuk penstabilan krim
ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. (Anief, 1996)
Stabilitas didefenisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas dan kemurnian produk. Defenisi sediaan kosmetik yang stabil yaitu
suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama
periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
49
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya saat dibuat (Djajadisastra,
2004).
Ketidakstabilan fisik dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan
warna, timbul bau, pengendapan suspense atau caking, perubahan
konsistensi dan perubahan fisik lainnya (Djajadisastra, 2004). Nilai kestabilan
suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu singkat dapat diperoleh
dengan melakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin
dengan cara penyimpanan sampel pada kondisi yang dirancang untuk
mempercepat terjadinya perubahan yang biasa terjadi pada kondisi normal.
G. Sun Protection Factor (SPF)
Efektifitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan salah
satunya dengan nilai SPF yang didefenisikan sebagai jumlah energy UV yang
dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada kulit yang
dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah energi UV yang
dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang diberikan perlindungan.
Semakin besar nilai SPF, maka semakin besar perlindungan yang diberikan
oleh produk tabir surya tersebut (Wilkinson & Moore, 1982). MED
didefenisikan sebagai waktu, dimana merupakan jangka waktu terendah atau
dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
eritema (Wolf, 2001).
Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara
in vitro yaitu dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya
menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari
50
tabir surya yang diuji. Penentuan SPF mengacu pada ketentuan FDA yang
mengelompokkan keefektifan sediaan tabir surya berdasarkan nilai SPF
(Wilkinson & Moore, 1982)
51
H. KERANGKA TEORI
Paparan Sinar UV B
Kulit
ROS
AP-1
Krim Ekstrak Klika Sterculia populifolia mRNA MMPs (MMP-1) Degradasi kolagen
Imperfect repair
Invisible solar scar
Paparan UV berulang
Visible solar scar = wrinkle of photoaging
52
I. KERANGKA KONSEP
Ekspresi mRNA MMP-1 dan histopatologi kulit
Krim Ekstrak Klika Sterculia populifolia
Ket :
= Variabel bebas
= variabel tergantung
= variabel kendali
- Strain tikus
- Jenis kelamin
- Umur
- Keseragaman
makanan
standar dan air
Paparan sinar UV ROS
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian animal eksperimental murni
dengan rancangan eksperimental murni untuk menguji aktivitas krim ekstrak
klika Sterculia populifolia sebagai penghambat penuaan kulit dini pada mencit
yang dipapar sinar UVB dalam waktu 4 minggu. Subyek penelitian ini adalah
kulit punggung mencit yang dieksisi dan dibagi dalam 3 kelompok perlakuan.
Mencit diberi makanan yang tidak mengandung flavonoid selama satu
minggu untuk mengeliminasi campuran flavonoid yang terdapat pada
makanan mencit sebelum perlakuan dilakukan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Animal untuk intervensi sinar
UVB dan pemberian krim ekstrak klika Sterculia populifolia, Laboratorium PKP
UNHAS untuk memformulasi krim ekstrak klika Sterculia populifolia, evaluasi
kestabilan formula krim, pemeriksaan aktivitas antioksidan ekstrak dan krim
ekstrak klika Sterculia populifolia, pemeriksaan kandungan senyawa ekstrak
dan pemeriksaan nilai SPF, Laboratorium Mikrobiologi UNHAS untuk
pemeriksaan ekspresi mRNA MMP-1, Laboratorium Patologi Anatomi Rumah
Sakit Pendidikan UNHAS sebagai tempat pemeriksaan histopatologi kulit
hewan coba. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 – Agustus
2018.
54
C. Populasi Penelitian
Populasi yang digunakan adalah mencit albino sehat jantan berusia 6-
9 minggu dengan berat rata-rata 15-25 gram, yang diperoleh dari laboratorium
Animal Universitas Padjajaran. Mencit dipertahankan selama 1 minggu pada
kondisi standar (suhu 28±2oC), kelembaban 50±10% dan lampu ruangan
dengan siklus 12 jam menyala dan 12 jam dipadamkan.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Hewan Coba
1. Kriteria Inklusi Subyek Penelitian
a. Mencit jantan sehat strain albino
b. Berat 15-25 gram
c. Umur 6-9 minggu
2. Kriteria Eksklusi Subyek Penelitian
a. Mencit yang sakit dalam perjalanan penelitian
b. Mencit yang mati dalam perjalanan penelitian
c. Secara makroskopis tampak adanya abnormalitas
E. Kelaikan Etik (Ethical Clearance)
Telah disetujui kelaikan etik penelitian dari Komisi Etik Penelitian
Biomedis pada Hewan Coba, Fak. Kedokteran UNHAS, Nomor:
551/H4.8.4.5.31/PP36-kometik/2017. Masa berlaku 4 Agustus 2017 sampai 4
Agustus 2018.
55
F. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu bejana maserasi, alat-alat gelas, lampu
broadband ultraviolet buatan tipe KN-4003B, alat pengukur radiasi, timbangan
analitik, timbangan hewan, seperangkat uji kandungan fitokimia, seperangkat
alat evaluasi krim, Spektrofotometer UV-Vis, PCR dan lain-lain.
Bahan yang digunakan yaitu forward primer
GCTAACCTTTGATGCTATAACTACGA dan reverse primer
TTTGTGCGCATGTAGAATCTG, formaldehid, NaHPO4, Na2HPO4, paraffin,
xylon, pewarna sinus red, etanol, avidin, klika Sterculia populifolia, polisorbat
60, sorbitan 60, asam stearat, vaselin kuning, lanolin, cetil alcohol, metil
paraben, propil paraben, isopropyl miristat, propilen glikol, aquadest, etanol
70% dan lain-lain.
G. Determinasi Tumbuhan
Determinasi tanaman dilakukan di LIPI, Bogor dengan menggunakan
seluruh bagian tanaman S.populifolia.
H. Pembuatan Ekstrak Klika Sterculia populifolia
Sampel klika Sterculia populifolia diperoleh dari kota Kupang, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Sampel klika Sterculia populifolia yang diperoleh
disortasi basah lalu dicuci. Sampel kemudian dirajang dan dikeringkan tanpa
terkena sinar matahari langsung, kemudian dilakukan sortasi kering dan
dipotong kecil-kecil.
56
Sampel ditimbang 2 kg kemudian dimasukkan kedalam wadah dan
diekstraksi dengan pelarut etanol 70% sebanyak 12 L secara maserasi
selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk kemudian disaring. Ampas dari hasil
ekstraksi, diremaserasi selama 1x24 jam, setelah itu filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan diuapkan dengan menggunakan rotavapor hingga diperoleh
ekstrak kental kemudiaan difreshdyer hingga diperoleh ekstrak kering.
I. Uji Kualitatif Kandungan Kimia Ekstrak Klika Sterculia populifolia
1. Uji Flavonoid
Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan
etanol 70%, kemudian ditambahkan serbuk Magnesium sebanyak 0,5 mg lalu
ditambahkan HCl pekat 3 tetes. Endapan merah menunjukkan flavon,
endapan merah tua menunjukkan senyawa flavonol/flavonon dan endapan
hijau menunjukkan senyawa glikosida/aglikon.
2. Uji Saponin
Ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi dan diencerkan dengan
alkohol 70%, kemudian ditambahkan 10 ml air hangat/panas lalu dikocok
selama 30 menit. Dilihat busanya dan diukur berapa cm busa yang terbentuk.
Dibiarkan selama 10 menit dan jika busanya tidak hilang ditambahkan HCl.
Apabila masih terdapat busa yang konstan maka menunjukkan hasil yang
positif.
3. Uji Alkaloloid
Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan
etanol 70%, kemudian ditambahkan 5 tetes HCl 2 N dan dipanaskan. Setelah
itu, ditambahkan NaCl dan disaring lalu ditambahkan 5 tetes HCl 2 N. Dipipet
57
1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi, dimana masing-masing tabung
reaksi ditambahkan pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer dan peraksi
Wagner. Untuk pereaksi Dragendorf endapan merah/jingga menunjukkan
positif senyawa alkaloid dan pada pereaksi Wagner endapan coklat
menunjukkan hasil yang positif
4. Uji Tannin
Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan
etanol 70%, kemudian ditambahkan 2 ml air. Setelah itu ditambahkan 3 tetes
FeCl3. Endapan warna hijau kehitaan menunjukkan hasil yang positif.
J. Uji Kuantitatif Kandungan Kimia Ekstrak Klika S. populifolia
1. Uji Kadar Flavonoid Total
a. Pembuatan larutan standar kuarsetin
Ditimbang 10 mg kuarsetin, dilarutkan didalam labu 10 mL dengan
etanol sehingga didapatkan konsentrasi 1000 ppm
b. Penentuan panjang gelombang maksimum kuersetin
Dari larutan induk kuersetin 1 mg/mL dipipet 0,8 mL dan dimasukkan
kedalam labu ukur 10 mL. Kemudian ditambahkan etanol sampai
tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 8 ppm kuersetin.
Sebanyak 0,5 mL kuarsetin dimasukkan kedalam vial, ditambahkan
1,5 mL etanol lalu ditambahkan dengan 0,1 mL aluminium klorida 10%
lalu ditambahkan 0,1 mL natrium asetat 1 M dan dicukupkan
volumenya hingga 5 mL menggunakan air suling, kocok hingga
homogen. Didiamkan 30 menit, kemudian diukur serapan pada
panjang gelombang 400-800 nm dengan spektrofotometer UV-Vis
58
c. Pembuatan kurva kalibrasi kuersetin
Dari larutan induk kuersetin 1 mg/mL dipipet 0,1; 0,2; 0,4; 0,8; 1,6 mL,
kemudian diencerkan masing-masingnya dengan etanol dalam labu
10 mL sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 1, 2, 4, 8,
16 ppm kuersetin. Masing-masing konsentrasi larutan dipipet 0,5 mL
dimasukkan kedalam vial, ditambahkan 0,1 mL natrium asetat 1 M dan
dicukupkan volumenya hingga 5 mL menggunakan air suling.
Campuran dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit,
dimasukkan kedalam kuvet. Diukur serapannya menggunakan
spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.
d. Penentuan kadar senyawa flavonoid dalam larutan sampel
Diambil lebih kurang 20 mg ekstrak kering dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL kemudian ditambahkan etanol sampai tanda batas lalu
dihomogenkan dan disaring. Kemudian dipipet 0,5 mL dari larutan
sampel ekstrak kering, ditambahkan 0,1 mL larutan aluminium klorida
10%, lalu ditambahkan 0,1 mL natrium asetat 1 M dan dicukupkan
volumenya hingga 5 mL menggunakan air sulig. Diinkubasi selama 30
menit, dimasukkan ke dalam kuvet. Diukur serapan pada panjang
gelombang maksimum kuersetin dengan spektrofotometri UV-Vis
2. Uji Kadar Polifenol Total
a. Pembuatan kurva baku asam galat
Sebanyak 300 µl larutan asam galat konsentrasi 1, 5, 3, 7, 10, dan 15
µl masing-masing dimasukkan ke dalam tabung, kemudian
ditambahkan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteu dan dikocok. Setelah
didiamkan selama 3 menit, masing-masing larutan ditambahkan 2 mL
59
larutan Na2CO3 7,5% kemudian dikocok hingga homogen dan
didiamkan pada range operation time pada suhu kamar. Semua
larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
b. Penetapan kadar polifenol total
Dilakukan sesuai metode Folin-Ciocalteu. Sebanyak 0,5 mL larutan
ekstrak ditambahkan dengan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteu 10%.
Campuran didiamkan pada suhu kamar selama 5 menit. Selanjutnya
2 mL Na2CO3 7,5% ditambahkan kedalam campuran dan dicukupkan
dengan air suling hingga 5 mL. Campuran didiamkan pada suhu kamar
selama 60 menit. Absorbansi sampel diukur pada 750 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Jeong et al., 2005)
60
K. Formulasi Krim Ekstrak Klika Sterculia populifolia
Tabel 1. Komposisi krim ekstrak klika S.populifolia
Nama Bahan Formulasi Krim (% b/b)
F0 F1 F2 F3
Ekstrak Klika Sterculia
populifolia
0 0,5 3 5
Polisorbat 60
Sorbitan 60
4 4 4 4
Asam stearat 13 13 13 13
Cetyl alcohol 10 10 10 10
Vaselin 20 20 20 20
Lanolin 20 20 20 20
Isopropil miristat 2 2 2 2
Propilenglikol 10 10 10 10
Metil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02
Propil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18
Aquadest 20,8 20,3 19,3 18,3
Pembuatan krim dilakukan dengan melebur fase minyak (cetyl alkohol,
asam stearat, isopropil miristat, vaselin, lanolin, propil paraben dan sorbitan
60) pada suhu 700C. Pada tempat yang terpisah, dilebur juga fase air dengan
melarutkan methyl paraben ke dalam air yang telah dipanaskan, kemudian
ditambahkan propilenglikol, dan polisorbat 60 pada suhu 800C.
Basis krim dibuat dengan menambahkan fase air ke dalam fase minyak
kemudian diaduk dengan homogenizer sampai terbentuk basis krim yang
homogen, kemudian ditambahkan ekstrak klika Sterculia populifolia sedikit
demi sedikit sambil diaduk hingga homogen. Selanjutnya dilakukan evaluasi
sediaan krim.
61
L. Evaluasi Kestabilan Sediaan Krim
Salah satu cara mempercepat evaluasi kestabilan adalah dengan
melakukan pengujian sebelum dan sesudah penyimpanan selama beberapa
periode pada suhu yang lebih tinggi dari suhu normal. Pengujian dilakukan
menggunakan climatic chamber terdiri dari 1 siklus dengan suhu 50C selama
12 jam dan 350C selama 12 jam. Pengujian dilakukan sebanyak 10 siklus,
yang meliputi :
Pengamatan organoleptis
Pengamatan organoleptis yang dilakukan berupa pengamatan warna,
tekstur, dan bau terhadap sediaan krim yang dihasilkan.
Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan terhadap sediaan krim yang telah dibuat
menggunakan pH meter.
Pengukuran viskositas
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield
dengan kecepatan 3 rpm dengan menggunakan “spindle” no.64.
Uji daya sebar
Krim sebanyak 0,5 gram diletakkan ditengah-tengah kaca objek,
ditutup dengan kaca objek lain yang telah ditimbang beratnya. Dibiarkan
selama 1 menit kemudian diukur diameter sebar krim. Setelah itu diberi
penambahan beban setiap 1 menit sebesar 50 gram hingga 250 gram, lalu
diukur diameter sebarnya untuk melihat pengaruh beban terhadap perubahan
diameter sebar krim.
62
M. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Krim Ekstrak Klika Sterculia
populifolia
Pembuatan Larutan DPPH
Ditimbang seksama lebih kurang 1,98 mg DPPH (BM 394,32). Lalu
dilarutkan dengan methanol pro analisis hingga 50 ml, kemudian ditempatkan
dalam botol gelap. Cukupkan pelarutnya hingga tanda batas kemudiaan kocok
hingga homogen.
Pembuatan Larutan Blanko dan Optimasi Panjang Gelombang DPPH
Dipipet 2 mL larutan DPPH (0,1mM) kedalam tabung reaksi. Lalu
ditambahkan metanol sebanyak 2 ml dan dihomogenkan dengan voltex. Mulut
tabung ditutup dengan aluminium foil kemudian diinkubasi dalam ruangan
gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004). Tentukan spectrum serapannya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-800
nm dan tentukan panjang gelombang maksimum.
Pembuatan Larutan Uji Krim
Ditimbang lebih kurang 2,5 gram krim, lalu dilarutkan dalam 50 ml
metanol pro analisis (konsentrasi 1000 ppm), larutan ini merupakan larutan
induk. Kemudiaan dibuat beberapa seri konsentrasi (5; 75; 10; 12,5 dan 15
µg/mL). Dari beberapa konsentrasi tadi kemudiaan dipipet sebanyak 2 ml
kedalam tabung reaksi, didalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan
larutan DPPH (0,1 mM) dengan rasio 1:1 kemudian ditunggu 30 menit dalam
pada suhu ruang (25OC). Selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometri
UV-Vis.
63
Pengukuran Serapan
Larutan uji dan kontrol positif dengan beberapa konsentrasi diinkubasi
pada suhu ruang selama 30 menit, selanjutnya diukur serapannya pada
panjang gelombang maksimum 515,5 nm menggunakan spektrofotometer.
Sebagai kontrol positif digunakan vitamin C.
Penentuan Persen Inhibisi, nilai IC50 dan AAI
Presentasi inhibisi adalah presentasi yang menunjukkan aktivitas
radikal tersebut. Persentasi inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-
masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus:
% Inhibisi = Absorban Blangko - Absorban sampel x 100%
Absorban blangko
Setelah didapatkan presentase inhibisi dari masing-masing konsentrasi,
konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang didapat diplotkan masing-masing
pada sumbu x dan y dalam persamaan regresi linear y=a ±bx, Persamaan
tersebut digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel
(Marinova G & Batchvarov, 2011)
Nilai IC50 adalah konsentrasi sampel yang akan mereduksi aktivitas DPPH
sebesar 50%. (Molyneux, 2004)
Perhitungan nilai AAI (Antioxidant Activity Index) digunakan untuk
mengetahui index antioksidan dengan rumus :
Nilai AAI : Konsentrasi DPPH (ppm)
IC50 sampel (ppm)
Menurut Scherer dan Godoy (2009) aktivitas antioksidan berdasarkan nilai
AAI, dikatakan lemah sebagai antioksidan jika nilai AAI < 0,5, aktivitas
antioksidan sedang jika 0,5 < AAI < 1,0, aktivitas antioksidan kuat 1,0 <AAI<
64
2,0 dan aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai AAI >2,0 (Faustino et al.,
2010)
Tabel 2. Tingkat Kekuatan Antioksidan berdasarkan Nilai IC50
Intensitas Nilai IC50 (ppm)
Sangat kuat
Kuat
Sedang
Lemah
Tidak aktif
< 50
50 – 100
101 – 250
251 – 500
> 500
N. Penentuan Nilai SPF
Penentuan efektivias tabir surya dilakukan dengan menghitung nilai SPF
secara in vitro dengan metode spektrofotometri (Mansur et al., 1986). Masing-
masing konsentrasi diukur nilai absorbansi (A) pada panjang gelombang 290-
320 nm dengan interval 5 nm dan dilakukan tiga kali pengulangan.
Nilai SPF dihitung dengan persamaan :
SPF = CF x ∑320 290 EE (λ) x I (λ) x Abs (λ)
Dimana :
EE = Spektrum efek eritemal
I = Spektrum intensitas sinar
Abs = Serapan bahan tabir surya
CF = Faktor Koreksi (=10)
Nilai EE x I telah ditentukan oleh Sayre (1979) adalah konstan dari panjang
gelombang 290-320 nm dengan interval 5 nm. Nilai EE x I dapat dilihat pada
tabel:
65
Tabel 3. Nilai EE x 1
Panjang Gelombang (nm) EE x I
290
295
300
305
310
315
320
0,0015
0,0817
0,2874
0,3278
0,1864
0,00839
0,018
Keefektivan tabir surya ditentukan dengan nilai SPF yang
dikelompokkan berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan oleh Food and
Drug Administration (FDA). Keefektivan tabir surya berdasarkan penilaian
SPF ditentukan berdasarkan kategori yang dikeluarkan oleh FDA, dapat dilihat
pada tabel :
Tabel 4. Penilaian SPF Menurut Food and Drug Administration (2003)
Tipe Proteksi Nilai SPF
Proteksi Minimal
Proteksi Sedang
Proteksi Ekstra
Proteksi Maksimal
Proteksi Ultra
1-4
4-6
6-8
8-15
>15
66
O. Pengelompokan Hewan Coba
Mencit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit yang memenuhi
kriteria inklusi. Dilakukan pencukuran pada punggung mencit (area yang
mendapatkan penyinaran). Mencit kemudian dirandomisasi menjadi 3
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor.
1. Kelompok I. Perlakuan, hewan coba dipapar sinar UV dan dioleskan
secara topikal krim ekstrak klika Sterculia populifolia
2. Kelompok II. Kontrol negatif, hewan coba dipapar sinar UV dan
dioleskan secara topikal basis krim/placebo
3. Kelompok III. Kontrol normal, tanpa adanya perlakuan hewan coba
Bahan dasar krim dan krim ekstrak klika S.populifolia dioleskan pada
punggung mencit dari masing-masing kelompok krim ekstrak klika Sterculia
populifolia dan kelompok basis krim secara merata pada punggung mencit
sebanyak 0,1 mg/cm2 pada area penyinaran pada setiap kali pengolesan.
Krim ekstrak klika Sterculia populifolia dan basis krim dioleskan merata pada
punggung mencit 2 kali sehari pada pukul 09.40 yaitu 20 menit sebelum
disinari (memberikan waktu absorbsi bahan topikal pada kulit) dan pukul 14.00
yaitu 4 jam setelah penyinaran (terbentuknya ROS dimulai 4 jam setelah
paparan). Aplikasi bahan topikal tetap dilakukan di hari tanpa penyinaran.
Mencit dibiarkan terlebih dahulu selama dua puluh empat jam setelah
penyinaran berakhir untuk menyingkirkan pengaruh efek penyinaran akut
sebelum mencit dikorbankan (Vayalil, 2004).
67
P. Pemaparan Sinar Ultraviolet-B
Mencit dipapar sinar UV-B selama 4 minggu dengan dosis 500 mJ/cm2
dengan jarak penyinaran 30 cm. Setelah itu, semua hewan coba dikorbankan
dengan jalan diberi eter sebagai anastesi kemudian dislokasi pada bagian
servikal dilakukan biopsy eksisi pada kulit punggung bagian tengah sebesar
2x2 cm lalu disimpan dalam formalin buffer 10% untuk pemeriksaan
histopatologi dan jaringan kulit punggung sebesar ½ x ½ cm dalam saline steril
dan disimpan pada suhu -80oC untuk pemeriksaan selanjutnya.
Q. Pengukuran Ekspresi mRNA MMP-1
Ekstraksi RNA (Boom dkk,1990)
Sampel darah dan biopsy kulit masing-masing 100 µl dicampurkan dengan
900 µl larutan buffer lisis L6 pada tube yang mempunyai penutup berupa
sekrup, kemudian campuran ini disentifus pada 12.000 rpm selama 10 menit.
Sebanyak, sedimen sampel yang telah dipekatkan ini dihomogenkan selama
30 menit. Sebelum ditambahkan suspensi diatom, campuran buffer L6 yang
telah mengandung RNA hasil ekstraksi disentrifus selama 2-3 menit pada
kecepatan 12.000 rpm, dengan tujuan agar RNA hasil ekstraksi mengendap
di bagian dasar tabung. Suspensi diatom 20 µl ditambahkan ke dalam tabung,
suspensi diatom harus selalu divortex dan diaduk dengan menggunakan
gyratory shaker, kecepatan 100 rpm selama 10 menit. Campuran diatom dan
buffer L6 divortex kembali menggunakan sentrifus dengan mikrosentrifus
eppendorf pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan yang
terbentuk dari setiap vial dipisahkan dengan mengggunakan pengisap yang
68
terbuat dari pipet Pasteur plastik tanpa balon udara dan dihubungkan dengan
vacuum pump, untuk mencegah hilangnya diatom dalam suspensi tadi, sekitar
10 µl dari suspensi tersebut disisakan. Supernatan dicuci sebanyak 2 (dua)
kali dengan menggunakan 1 ml buffer pencuci L2. Buffer pencuci L2
ditambahkan sebanyak 1 ml, divortex dan disentrifus pada 12.000 rpm selama
15 detik, kemudian supernatan dibuang. Endapan dicuci kembali dengan 1 ml
etanol 70% sebanyak 2 (dua) kali, lalu divortex dan disentrifus pada 12.000
rpm selama 15 detik, supernatannya dibuang, endapan dicuci lagi dengan 1
ml aseton, divortex dan disentrifus pada 12.000 rpm selama 15 detik,
kemudian supernatannya kembali dibuang. Aseton yang tersisa dalam
endapan (sedimen) diuapkan dengan membuka penutup vial dan dipanaskan
dengan oven pada suhu 50-55oC selama kurang lebih 10 menit. Setelah
sedimen mengering, TE buffer elusi ditambahkan sebanyak 60 ml, kemudian
divortex secara merata sehingga sedimen dan suspensi tersebut dapat larut.
Kemudian vial diinkubasi dalam oven pada suhu 56oC selama 10 menit.
Kemudian, campuran tersebut kemudian disentrifus dengan kecepatan
12.000 rpm selama 30 detik. Supernatan diambil secara hati-hati sebanyak
40-50 µl dari supernatan dan dimasukkan ke dalam tabung vial baru. Hasil
ekstraksi dapat disimpan pada suhu -20oC atau suhu -80oC.
Analisis ekspresi mRNA MMP-1 (Zhang dkk, 2014)
Ekspresi mRNA dianalisis menggunakan metode Real Time-Quantitative
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) dengan SYBR
Green qRT-PCR Supermix (Abcam,MA, USA). Template DNA yang akan
digunakan pada Real Time PCR dibuat dari 5 μg dari total RNA direaksikan
69
dalam 20 μl yang terdiri dari 0,5μg oligo (dT), 10 μM dNTPs dan 1 μL
superscript II reverse transcriptase pada suhu 42oC selama 50 menit. PCR
mixture terdiri dari template cDNA dari RT, 10pmol setiap primer, 25 μL iQ
SYBR Green supermix (Bio-Rad), dan air steril pada volume reaksi 50 μL.
Primer Forward untuk MMP-1: GCTAACCTTTGATGCTATAACTACGA.
Primer Reserver untuk MMP-1 TTTGTGCGCATGTAGAATCTG. Parameter
siklus termal adalah 3 menit pada suhu 95oC dan 40 siklus denaturasi pada
suhu 95oC selama 30 detik, 55oCselama 30 detik, dan 68o C selama 1 menit.
Β- Actin digunakan sebagai housekeeping gene (control internal).
Perhitungan kurva kalibrasi dengan Ct (cycle threshold)
Kuantifikasi relative ekspresi mRNA MMP-1 maka dibuat kurva kalibrasi
dimana RNA Β- Actin sebagai housekeeping gene, digunakan sebagai kontrol
endogen. Kurva kalibrasi sebagai xy (scatter plot) mewakili log dari jumlah
input (log ng mRNA total awal) sebagai sumbu x dan ct sebagai sumbu y.
Persamaan ini berasal dari garis kurva kalibrasi. Nilai ct adalah jumlah siklus
PCR pada saat dicapai threshold fix. Berikut adalah rumus untuk konsentrasi
mRNA:
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖 𝑚𝑅𝑁𝐴 = −𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 𝑥 𝐿𝑜𝑔 (𝑛𝑔 𝑚𝑅𝑁𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑡 + 𝐶𝑡)
Tabel 5. Primer yang digunakan untuk real-time PCR
Gene Forward Primer Reverse Primer
MMP-1 GCTAACCTTTGATGCTATAACTACGA TTTGTGCGCATGTAGAATCTG
70
R. Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan jaringan
kulit punggung tikus yang diperoleh dengan biopsi eksisi. Setiap spesimen
dimasukkan ke dalam larutan fiksasi buffer formalin, kemudian diletakkan
pada tempat yang rata dan ditengahnya dipotong menjadi 2 bagian.
Pembuatan slide diambil dari potongan jaringan ditengahnya yang dipotong
tegak lurus dengan ketebalan 4µM dan diwarnai dengan menggunakan
pewarna Masson Trichrome untuk penilai kolagen.
Ketebalan kolagen diukur dengan mengambil rata-rata ketebalan tepi
bawah membran basal ke tepi atas dari jaringan lemak subkutan ditandai
dengan warna hijau dari 5 bidang pandang dengan pembesaran 100x
kemudian dicetak pada kerta A4 dengan ukuran 100% dan ketebalan diukur
menggunakan penggaris dalam sentimeter (cm) pada masing-masing bidang
pandang. Pengukuran dilakukan oleh 3 penilai (Fitri dkk, 2016).
Kepadatan serat kolagen dilakukan dengan menggunakan mikroskop
cahaya dengan pembesaran 400x. Setiap sampel dinilai oleh 3 penilai. Untuk
menilai kepadatan serabut kolagen, digunakan kriteria (Fitri dkk, 2016) :
(-) atau 0 : tidak terlihat serat-serat kolagen
(+) atau 1 : serat kolagen terlihat sangat tipis atau sedikit
(++) atau 2 : serat kolagen menyebar sangat tipis atau sedikit
(+++) atau 3 : serat kolagen menyebar
(++++) atau 4 : serat kolagen menyebar padat
71
S. Alur Penelitian
Determinasi tanaman Ekstraksi
Uji Kualitatif dan kuantitatif Uji antioksidan dan SPF
Uji kestabilan krim Uji antioksidan Uji SPF
Klika Sterculia populifolia
Ekstrak
Formulasi Krim
Krim Ekstrak Klika
Sterculia populifolia
Mencit
Klp II.
Hewan coba dipapar sinar
UVB dan dioleskan basis
krim/plasebo
Klp III.
Hewan coba tidak dipapar
sinar UVB
Klp I.
Hewan coba dipapar sinar
UVB dan dioleskan krim
ekstrak klika S. populifolia
Biopsy kulit
Pemeriksaan ekspresi mRNA MMP-1
Pemeriksaan ekspresi mRNA MMP-1
Pemeriksaan histopatologi
72
T. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dibagi menjadi :
1. Variabel prakondisi
Pada penelitian ini variable prakondisi adalah sinar Ultraviolet B
2. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi penelitian secara
langsung pada penelitian ini yaitu krim ekstrak klika Sterculia populifolia
dan basis krim.
3. Variabel tergantung
Variabel tergantung adalah efek yang ditimbulkan akibat pemberian krim
ekstrak klika Sterculia populifolia berupa ekspresi mRNA MMP-1 dan
histopatologi kulit
4. Variabel kendali
Variabel kendali adalah faktor-faktor yang mempengaruhi variabel bebas
yang dikendalikan, yaitu:
a. Strain mencit (Mus musculus)
b. Jenis kelamin
c. Umur
d. Berat badan mencit
e. Keseragaman makanan standar (pakan) dan air minum
73
U. Defenisi Operasional
1. Sinar ultraviolet yang diberikan adalah sinar UV-B dari lampu sumber UV-
B buatan China, tipe KN-4003B, alat ini dapat memancarkan sinar UV-B
dengan besar dosis radiasi yang dapat diukur dengan UV meter, yang
diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 minggu dengan dosis
500mJ/cm2
2. Ekspresi mRNA MMP-1 adalah ekspresi pada level transkripsi gen yang
diukur menggunakan metode RT-PCR
3. Krim ekstrak klika S.populifolia adalah krim yang mengandung ekstrak
etanol klika S.populifolia dengan konsentrasi ekstrak 0,5%, 3% dan 5%
dengan basis krim terdiri dari polisorbat-sorbitan 60, asam sterat, cetyl
alcohol, isopropyl miristat, vaselin, lanolin, propilenglikol, metil paraben dan
propil paraben. Krim diaplikasikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu.
Pada hari pemaparan sinar UVB, krim diaplikasikan 20 menit sebelum
paparan sinar UVB dan 4 jam setelah paparan sinar UVB.
4. Penuaan kulit dini merupakan penuaan kulit yang terjadi akibat terpaparnya
sinar UVB yang ditandai dengan peningkatan ekspresi mRNA MMP-1 dan
terjadinya perubahan pada jaringan kulit yang dikaji secara histopatologi
meliputi ketebalan dan kepadatan kolagen.
74
V. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul adalah semua data yang diperoleh dari hasil
penelitian selanjutnya diedit, tabulasi dan dimasukkan ke dalam program
komputer, dilakukan analisis deskriptif dan analitik. Dari 3 kelompok akan di
uji normalisasinya dengan uji T (Mann-Whitney Test). Apabila distribusi data
normal, maka dilakukan uji dengan Anova dilanjutkan dengan uji Post Hoc.
1. Analisis univariat
Digunakan untuk deskripsi karakteristik data dasar berupa distribusi
frekuensi, nilai rata-rata, standar deviasi dan rentangan
2. Analisis bivariat
Uji Chi-square (X2) untuk membandingkan 2 variabel yang berskala
nominal antara 2 kelompok atau lebih yang tidak berpasangan. Dalam hal
ini membandingkan ekspresi mRNA MMP-1 dan histopatologi kulit setelah
pajanan UVB dengan pemberian krim ekstrak klika Sterculia populifolia
dan basis krim.
3. Penilaian hasil uji hipotesis dinyatakan sebagai berikut :
a. Tidak bermakna, bila p > 0,05
b. Bermakna, bila p ≤ 0,05
4. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik disertai
dengan penjelasan
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bagian ini dikemukakan hasil penelitian secara berurutan yaitu
karakteristik ekstrak, evaluasi kestabilan formula krim ekstrak klika S.
populifolia, aktivitas antioksidan ekstrak dan krim ekstrak klika S. populifolia,
nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak dan krim ekstrak klika S. populifolia,
efek aplikasi krim ekstrak klika S. populifolia pada mencit terhadap ekspresi
mRNA MMP-1 dan hasil pemeriksaan histopatologi kulit mencit meliputi
ketebalan serta kerapatan kolagen kulit.
A. Karakteristik Ekstrak S.populifolia
Dalam penelitian ini, sampel klika S.populifolia di ekstraksi dengan metode
maserasi, metode ini dipilih dengan mempertimbangkan sifat senyawa
flavonoid yang relative rentan terhadap panas sehingga dikhawatirkan akan
merusak bahkan menghilangkan kadar dari flavonoid. Ekstrak kering yang
diperoleh berwarna coklat muda, berbau khas ekstrak dan berbentuk ekstrak
kering. Hasil pemeriksaan kuantitatif kadar flavonoid total diperoleh 1,09%
ekivalen kuersetin dan kadar polifenol total yaitu 14,32% ekivalen asam galat.
Tabel 6. Pemeriksaan kuantitatif ekstrak klika S.populifolia
Pemeriksaan Linear regression Kadar rata-rata (%)
Kadar Flavonoid total y = 0.086x - 0.001 (R² = 0.999)
1,09 ± 0,03
Kadar polifenol total y = 0.075x - 0.042 (R² = 0.994)
14,32 ± 0,37
Ket : x = konsentrasi, y = absorbansi
76
Ekstrak yang diperoleh sebanyak 223,64 g dengan rendamen ekstrak
sebesar 11,18%, sehingga dalam 100 gram klika Sterculia populifolia segar
setara dengan 11,18 gram ekstrak. Kandungan senyawa flavonoid total
ekstrak yaitu 1,09%, sehingga dalam 100 g ekstrak klika Sterculia populifolia
mengandung 1.090 mg flavonoid. Kandungan polifenol total ekstrak yaitu
14,32%, sehingga dalam 100 g ekstrak klika Sterculia populifolia mengandung
14.320 mg polifenol.
B. Evaluasi Kestabilan Formula Krim Ekstrak Klika S.populifolia
Evaluasi kestabilan fisik sediaan krim dalam penelitian ini dilakukan
dengan metode kondisi accelerate berdasarkan perbandingan hasil pengujian
sebelum dan setelah penyimpanan. Evaluasi berdasarkan metode accelerate
yang merupakan simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat
didistribusikan, dimana sediaan akan berada pada suatu tempat yang berbeda
dan tempat tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda (Aulton M,
1988). Hasil evaluasi kestabilan krim menunjukkan seluruh sediaan krim
memenuhi persyaratan kestabilan fisik meliputi uji organoleptis, pH,
homogenitas, viskositas dan daya sebar.
77
1. Pengamatan Organoleptis
Tabel 7. Hasil pengamatan organoleptis krim ekstrak klika S.populifolia sebelum dan setelah kondisi accelerate
Formula
Sebelum accelerate Sesudah accelerate
Warna Tekstur Bau Warna Tekstur Bau
Basis krim Putih Kental Tidak
berbau Putih Kental
Tidak berbau
Krim S.populifolia 0,5%
Putih kecoklatan
Kental Khas
ekstrak Putih
kecoklatan Kental
Khas ekstrak
Krim S.populifolia 3%
Coklat muda Kental Khas
ekstrak Coklat muda
Kental Khas
ekstrak
Krim S.populifolia 5%
Coklat Kental Khas
ekstrak Coklat Kental
Khas ekstrak
Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan tidak ada perbedaan warna,
bau dan tekstur dari krim ekstrak S.populifolia sebelum dan setelah kondisi
accelerate sehingga seluruh krim stabil secara organoleptis.
2. Pengukuran pH
Tabel 8. Hasil pengukuran pH krim ekstrak klika S.populifolia sebelum dan sesudah kondisi accelerate
Formula pH
Sebelum accelerate Sesudah accelerate
Basis krim
7,6 7,9
Krim S.populifolia 0,5%
6,9 7,3
Krim S.populifolia 3%
6,5 7,1
Krim S.populifolia 5%
6,4 6,8
Hasil pengamatan pH dari krim ekstrak S.populifolia sebelum dan setelah
kondisi accelerate mengalami peningkatan, namun pH tetap memenuhi
persyaratan SNI 16-4399-1996 (Rizky et al, 2013) pada kisaran 4,5-8,0.
78
3. Homogenitas
Tabel 8. Hasil pengujian homogenitas krim ekstrak klika S.populifolia sebelum dan sesudah accelerate
Formula Homogenitas
Sebelum accelerate Sesudah accelerate
Basis krim
Homogen Homogen
Krim S.populifolia 0,5%
Homogen Homogen
Krim S.populifolia 3%
Homogen Homogen
Krim S.populifolia 5%
Homogen Homogen
Hasil pengamatan homogenitas dari krim ekstrak S.populifolia sebelum dan
setelah kondisi accelerate menunjukkan tidak terjadi pemisahan fase emulsi
antara fase minyak dan fase air sehingga sediaan masih tetap homogen.
4. Viskositas
Tabel 10. Hasil pengujian viskositas krim ekstrak klika S.populifolia sebelum dan sesudah accelerate
Formula
Viskositas (dPaS)
Sebelum accelerate Sesudah accelerate
Basis krim
85 94
Krim S.populifolia 0,5%
83 92
Krim S.populifolia 3%
86 96
Krim S.populifolia 5%
88 99
Hasil pengamatan viskositas dari krim ekstrak S.populifolia sebelum dan
setelah kondisi accelerate menunjukkan penurunan namun masih memenuhi
viskositas ideal untuk krim wajah tipe minyak dalam air yaitu tidak kurang dari
50 dPaS (Gozali et al., 2009).
79
5. Uji Daya Sebar
Tabel 11. Hasil pengujian daya sebar krim ekstrak klika S.populifolia sebelum dan sesudah accelerate
Formula
Uji Daya Sebar (cm2)
Sebelum accelerate Sesudah accelerate
Basis krim
6,2 6,0
Krim S.populifolia 0,5%
6,1 5,9
Krim S.populifolia 3%
6,5 6,3
Krim S.populifolia 5%
6,6 6,4
Hasil pengujian daya sebar dari krim ekstrak S.populifolia sebelum dan
setelah kondisi accelerate menunjukkan penurunan namun masih memenuhi
daya sebar ideal untuk krim yaitu rentan 5-7 cm (Garg., 2002).
C. Antioksidan Ekstrak dan Krim Ekstrak Klika S. populifolia
Aktivitas antioksidan dari ekstrak klika S. populifolia yang diperoleh
menunjukkan nilai IC50 sebesar 16,56 ppm. Hal tersebut berarti aktivitas
antioksidan ekstrak sangat kuat, karena nilai IC50 <50 ppm adalah sangat
kuat.
Tabel 12. Aktivitas antioksidan ekstrak klika S.populifolia dan krim ekstrak klika S.populifolia
Sampel uji Linear regression Aktivitas antioksidan (ppm)
Ekstrak klika S.populifolia
y= 2.608x + 6.801 (R2 = 0.998)
16,56
Basis krim y= -0.0007x + 9.9664 (R2 = 0.713)
18171476,57
Krim S.populifolia 0,5%
y= 0.052x + 8.765 (R2= 0.968) 687,06
Krim S.populifolia 3%
y= 0.282x + 14.29 (R2= 0.989) 126,49
Krim S.populifolia 5%
y= 0.329x + 23.95 (R2 = 0.963) 79,17
Ket: x = konsentrasi, y = absorbansi
Nilai IC50 ekstrak dan krim ekstrak klika S.populifolia diperoleh dari hasil
perhitungan persamaan regresi linear, dimana koefisien y pada persamaan ini
adalah IC50 sedangkan koefisien x pada persamaan ini adalah konsentrasi
80
dari ekstrak dan krim yang akan dicari nilainya, dimana nilai dari x yang
didapat merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat
meredam 50% aktivitas radikal DPPH. Persamaan regresi linear yang
dihasilkan memiliki koefesien korelasi yang baik yaitu mendekati 1. Hasil ini
menggambarkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak dalam
sediaan krim maka semakin besar aktivitas antioksidannya, hal ini dapat
dilihat dari kurva hubungan konsentrasi ekstrak atau krim terhadap persen
inhibisi pada lampiran 5, 6, 7 dan 8.
Pengujian aktivitas antioksidan krim ekstrak klika S.populifolia dilakukan
pada basis krim, krim ekstrak klika S.populifolia 0,5%, krim ekstrak klika
S.populifolia 3% dan krim ekstrak klika S.populifolia 5%. Hasil pengujian
aktivitas antioksidan basis krim, krim ekstrak klika S.populifolia 0,5%, krim
ekstrak klika S.populifolia 3% dan krim ekstrak klika S.populifolia 5%
diperoleh nilai IC50 berturut-turut yaitu 18171476,57 ppm; 687,06 ppm; 126,49
ppm; 79,17 ppm, semakin kecil nilai IC50 artinya semakin besar aktivitas
antioksidan. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi ekstrak yang
ditambahkan pada krim, mempengaruhi aktivitas antioksidan sediaan krim
yang dibuat. Hasil menunjukkan aktivitas antioksidan krim ekstrak klika
S.populifolia 0,5% termasuk antioksidan tidak aktif, krim ekstrak klika
S.populifolia 3% termasuk antioksidan sedang dan krim ekstrak klika
S.populifolia 5% termasuk antioksidan kuat.
81
Grafik 1. Aktivitas antioksidan ekstrak dan krim ekstrak klika S.populifolia
D. Nilai Sun Protection Factor (SPF) Ekstrak dan Krim Ekstrak Klika
S.populifolia
Hasil nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak, basis krim, krim ekstrak
klika S.populifolia 0,5%, krim ekstrak klika S.populifolia 3% dan krim ekstrak
klika S.populifolia 5% berturut-turut yaitu 6,88 (kategori proteksi ekstra); 0,83
(kategori tidak aktif ); 1,70 (kategori proteksi minimal); 4,21 (kategori proteksi
sedang) dan 5,61 (kategori proteksi sedang). Hasil ini menggambarkan bahwa
dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak dalam krim maka semakin besar
aktivitas antioksidannya, pada krim ekstrak klika S.populifolia 5% merupakan
sediaan krim dengan nilai SPF tertinggi karena konsentrasi ekstrak dalam
formula krim ini paling tinggi.
Tabel 13 . Hasil nilai IC50 dan nilai SPF
Sampel Nilai SPF Proteksi UV Ekstrak Ekstrak klika S.populifolia
6,88 6,88
Basis krim
0,83 0,83
Krim S.populifolia 0,5%
1,70 0,87
Krim S.populifolia 3%
4,21 3,38
Krim S.populifolia 5%
5,61 4,78
687,06
126,4979,17
16,56
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Krim Ekstrak 0,5% Krim Ekstrak 3% Krim Ekstrak 5% Ekstrak
Akt
ivit
as a
nti
oks
idan
(p
pm
)
Sampel uji
82
Kandungan penting yang terdapat pada klika S.populifolia yaitu flavonoid
yang berperan sebagai antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi
yang menghambat banyak reaksi oksidasi (Hamzah dkk, 2014)
Menurut Prasiddha dkk (2015), flavonoid juga memiliki potensi sebagai
tabir surya karena adanya gugus kromofor yang umumnya memberi warna
pada tanaman. Gugus kromofor tersebut merupakan sistem aromatic
terkonjugasi yang menyebabkan kemampuan untuk menyerap kuat sinar
pada kisaran panjang gelombang sinar UV baik pada UVA maupun UVB.
Grafik 2. Nilai SPF ekstrak dan krim ekstrak klika Sterculia populifolia
E. Bobot Badan dan Umur Mencit pada Masing-Masing Kelompok
Berikut ini merupakan data rerata bobot badan mencit dan umur mencit
untuk masing-masing kelompok disajikan pada tabel 14 untuk bobot badan
mencit dan tabel 15 untuk umur mencit.
0,83
1,7
4,21
5,61
6,88
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Basis krim Krim ekstrak0,5%
Krim ekstrak3%
Krim ekstrak5%
Ekstrak
Nila
i SP
F
Sampel uji
83
Tabel 14. Rerata bobot badan mencit pada masing-masing kelompok perlakuan
Perlakuan Bobot Badan (gr)
px pxx
Krim ekstrak klika S.populifolia
16,02 ± 0,563 0,125 0,811
Basis krim
16,1 ± 0,561 0,125
Kontrol
16,12 ± 0,531 0,217
Keterangan : px = normalitas, pxx = homogenitas
Nilai yang diperoleh setelah uji normalitas dan homogenitas bobot
badan dan umur mencit menggunakan uji Shapiro-wilks (lampiran 10 dan 14)
dan Levene’s test (lampiran 11 dan 15) menunjukkan data berdistribusi normal
dan homogen dengan nilai p>0,05. Berdasarkan uji one way anova (tabel 14
dan 15) didapatkan bahwa rerata bobot badan dan umur mencit masing-
masing kelompok tidak ada perbedaan (p>0,05)
Tabel 15. Rerata umur mencit pada masing-masing kelompok perlakuan
Perlakuan Umur px pxx
Krim ekstrak klika S.populifolia
6,8 ± 0,447 0,146 0,053
Basis krim 6,6 ± 0,548 0.119
Kontrol 6,6 ± 0,548 0,314 Keterangan : px = normalitas, pxx = homogenitas
F. Ekspresi mRNA MMP-1
Analisis efek perlakuan di uji berdasarkan rerata ekspresi mRNA MMP-
1 antar kelompok sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Nilai yang
diperoleh setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas menggunakan uji
Shapiro-wilks (lampiran 21) dan Levene’s test (lampiran 22), hal ini
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen dengan nilai
p>0,05.
84
Hasil perlakuan di uji berdasarkan rerata ekspresi mRNA MMP-1 sebelum
dan setelah diberi perlakuan antar 3 kelompok. Hasil analisis kemaknaan
dengan paired-t-test disajikan pada tabel 16.
Tabel 16. Hasil rerata ekspresi mRNA MMP-1 sebelum dan setelah perlakuan
Kelompok n Rerata Ekspresi MMP-1 (unit)
SB t p
Krim ekstrak klika S.populifolia
Sebelum perlakuan (5)
9,309 0,811 5,618 0,005
Setelah perlakuan (5)
6,521 1,002
Basis krim Sebelum perlakuan (5)
10,179 0,375 7,229 0,002
Setelah perlakuan (5)
12,455 0,541
Kontrol Sebelum perlakuan (5)
9,134 0,874 0,591 0,586
Setelah perlakuan (5)
9,288 0,613
Keterangan : n= jumlah sampel, SB= simpangan baku, t= paired-t-tes, p=tingkat kemaknaan
Tabel 16 menunjukkan bahwa kelompok krim ekstrak klika S.populifolia
memiliki nilai p= 0,005 yang berarti bahwa rerata ekspresi mRNA MMP-1
sebelum dan sesudah diberi perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Kelompok basis krim memiliki nilai p= 0,002 yang berarti bahwa rerata
ekspresi mRNA MMP-1 sebelum dan sesudah diberi perlakuan berbeda
secara bermakna (p<0,05). Pada kelompok kontrol memiliki nilai p=0,586
yang berarti bahwa rerata ekspresi mRNA MMP-1 tidak ada perbedaan
(p>0,05).
85
Grafik 3. Rerata ekspresi mRNA MMP-1 sebelum dan setelah dipapar UVB
Hasil uji one way Anova didapatkan rerata ekspresi mRNA MMP-1
sebelum perlakuan antar kelompok yang disajikan pada tabel 17, sebagai
berikut:
Tabel 17. Rerata ekspresi mRNA MMP-1 antar kelompok sebelum perlakuan
Kelompok n Rerata Ekspresi
MMP-1 (unit)
SB F p
Krim ekstrak klika S.populifolia
5 9,309 0,811 3,007
0,087
Basis krim 5 10,179 0,375
Kontrol 5 9,134 0,874
Keterangan : n= jumlah sampel, SB= simpangan baku, F= uji one way Anova, p=tingkat kemaknaan
Tabel 17 menunjukkan analisis kemaknaan dengan uji one way Anova
dengan nilai F=3,007 dan nilai p=0,087. Hal ini berarti bahwa tidak ada
perbedaan ekspresi mRNA MMP-1 sebelum perlakuan pada ketiga kelompok
(p>0,05).
9,30910,179
9,134
6,521
12,455
9,288
0
2
4
6
8
10
12
14
Krim ekstrak klikaS.populifolia
Basis krim Kontrol
Re
rata
eks
pre
si m
RN
A M
MP
-1 (
un
it)
Perlakuan
Sebelum perlakuan Setelah perlakuan
86
Hasil uji one way Anova didapatkan rerata ekspresi mRNA MMP-1
setelah perlakuan antar kelompok yang disajikan pada tabel 18, sebagai
berikut:
Tabel 18. Rerata ekspresi mRNA MMP-1 antar kelompok setelah perlakuan
Kelompok n Rerata Ekspresi MMP-
1 (unit)
SB F p
Krim ekstrak klika S.populifolia
5 6,521 1,002 79,007
0,000
Basis krim 5 12,455 0,541
Kontrol 5 9,288 0,613
Keterangan : n= jumlah sampel, SB= simpangan baku, F= uji one way Anova, p=tingkat kemaknaan
Tabel 18 menunjukkan analisis kemaknaan dengan uji one way Anova
dengan nilai F=79,007 dan nilai p=0,000. Hal ini berarti bahwa terdapat
perbedaan bermakna ekspresi mRNA MMP-1 setelah perlakuan pada ketiga
kelompok (p<0,05).
Grafik 4. Rerata Ekspresi mRNA MMP-1 Setelah dipapar UVB
Kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu Least Significant
Difference-tes (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil rerata
6,521
12,455
9,288
0
2
4
6
8
10
12
14
Krim ekstrak klikaS.populifolia
Basis krim Kontrol
Rer
ata
eksp
resi
mR
NA
MM
P-1
(u
nit
)
Perlakuan
87
ekspresi mRNA MMP-1 setelah perlakuan. Hasil uji disajikan pada tabel 19
sebagai berikut :
Tabel 19. Hasil uji LSD ekspresi mRNA MMP-1 setelah perlakuan
Kelompok Beda
Rerata
P Interpretasi
Krim ekstrak klika S.populifolia dan basis krim
5,933 0,000 Berbeda bermakna
Krim ekstrak klika S.populifolia dan kontrol
2,766 0,000 Berbeda bermakna
Basis krim dan kontrol 3,167 0,000 Berbeda bermakna
Tabel 19 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antar
kelompok perlakuan. Hal ini berarti adanya efek pemberian krim ekstrak
S.populifolia terhadap penurunan ekspresi mRNA MMP-1.
G. Ketebalan dan Kepadatan Kolagen
Hasil uji one way Anova didapatkan ketebalan kolagen setelah
perlakuan antar kelompok yang disajikan pada tabel 20, sebagai berikut :
Tabel 20. Ketebalan kolagen antar kelompok setelah perlakuan
Kelompok Min Max Mean SD F p
Krim ekstrak klika S.populifolia
5,3 6,5 5,98 0,45
64,66
0,000 Basis krim 2,8 3,7 3,22 0,38
Kontrol 4,5 5,3 4,86 0,30
Tabel 20 menunjukkan analisis kemaknaan dengan uji one way Anova
dengan nilai F=64,6 dan nilai p=0,000. Hal ini berarti bahwa terdapat
perbedaan ketebalan kolagen pada ketiga kelompok (p<0,05).
88
Kelompok krim ekstrak S.populifolia Kelompok basis krim
Kelompok kontrol
Gambar 4.1 Histopatologi ketebalan kolagen (Masson’s thichrome, pembesaran 100X)
Kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu Least Significant
Difference-tes (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil rerata
ketebalan kolagen. Hasil uji disajikan pada tabel 21 sebagai berikut:
Tabel 21. Multiple comparisons ketebalan kolagen
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J)
P
Krim ekstrak klika S.populifolia
Basis krim Kontrol
2,76 1,12
0,000 0,001
Basis krim Krim ekstrak S.populifolia Kontrol
-2,76 -1,64
0,000 0,000
Kontrol Krim ekstrak S.populifolia Basis krim
-1,12 1,64
0,001 0,000
Pada tabel 21 menunjukkan ketebalan kolagen pada kelompok krim
ekstrak klika S.populifolia berbeda secara bermakna dari kelompok basis krim
dan tidak ada perbedaan ketebalan kolagen pada kelompok krim ekstrak klika
S.populifolia dengan kelompok kontrol.
89
Hasil uji one way Anova didapatkan
kepadatan kolagen antar kelompok yang disajikan pada tabel 22, sebagai
berikut :
Tabel 22. Kepadatan kolagen antar kelompok setelah perlakuan
Kelompok Min Max Mean SD F p
Krim ekstrak klika S.populifolia
3,0 4,0 3,6 0,54
8,0
0,06 Basis krim 1,0 3,0 2,0 1,00
Kontrol 3,0 4,0 3,6 0,54
Tabel 22 menunjukkan analisis kemaknaan dengan uji one way Anova
dengan nilai F=8,0 dan nilai p=0,06. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan
kepadatan kolagen pada ketiga kelompok.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu Least Significant
Difference-tes (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil rerata
kepadatan kolagen. Hasil uji disajikan pada tabel 23 sebagai berikut :
Tabel 23. Multiple comparisons kepadatan kolagen
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J)
p
Krim ekstrak klika S.populifolia
Basis krim Kontrol
1,60 1,00
0,005 1,00
Basis krim Krim ekstrak S.populifolia Kontrol
-1,60 -1,60
0,005 0,005
Kontrol Krim ekstrak S.populifolia Basis krim
0,00 1,60
1,00 0,005
Pada tabel 23 menunjukkan ketebalan kolagen pada kelompok krim
ekstrak klika S.populifolia berbeda secara bermakna dari kelompok basis krim
dan tidak ada perbedaan ketebalan kolagen pada kelompok krim ekstrak klika
S.populifolia dengan kelompok kontrol.
90
Kelompok krim ekstrak S.populifolia Kelompok basis krim
Kelompok Kontrol
Gambar 4.2 Histopatologi ketebalan kolagen (Masson’s thichrome, pembesaran 400X)
91
BAB V
PEMBAHASAN
Analisis awal untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung
dalam suatu bahan tumbuhan sehingga bisa diperkirakan pemanfaatannya
yaitu melalui penapisan fitokimia. Data hasil penapisan fitokimia secara
kualitatif diperoleh ekstrak klika S.populifolia mengandung senyawa metabolit
sekunder yaitu flavanoid, tannin, saponin dan alkaloid (lampiran 2).
Sedangkan analisis secara kuantitatif ekstrak klika S.populifolia diperoleh
kadar flavanoid total yaitu 1,09% ekivalen kuersetin dan polifenol yaitu
14,32% ekivalen asam galat (tabel 6). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Saefudin dkk (2016), yang membuktikan
bahwa ekstrak dari klika, khususnya jenis dari suku Sterculiaceae
mengandung senyawa polifenol, flavonoid dan saponin (+++) dalam jumlah
sangat banyak dibandingkan bagian daun dan akar, sehingga pada penelitian
ini dipilih bagian tanaman klika sebagai sampel penelitian dibandingkan
bagian tanaman lain dari tanaman S.populifolia.
Penentuan aktivitas antioksidan ekstrak klika S.populifolia
menggunakan metode DPPH menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat
kuat dengan nilai IC50 16,564 (tabel 12). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Saefudin dkk (2016) yang menyatakan ekstrak klika
Sterculia sp memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat. Adanya aktivitas
antioksidan dari ekstrak tersebut di duga karena adanya senyawa fenolik
seperti flavanoid dan polifenol pada sampel yang merupakan komponen
bioaktif yang bersifat polar, sehingga larut dalam pelarut etanol. Telah umum
92
diketahui bahwa senyawa fenolik tumbuhan memberikan kontribusi nyata
terhadap aktivitas antioksidan tumbuhan (Pantelidis et al., 2007; Katalinic et
al., 2006; Sakihama et al., 2002; Rice-Evans et al., 1996). Flavonoid
merupakan antioksidan kuat dan dapat meredam radikal bebas, termasuk O2,
H2O2, OH dan singlet oksigen (Sakihama et al., 2002). Flavonoid juga
menghambat enzim xantin oksidase dan merusak aktivitas superoksida
terutama apigenin, eriodictyol, kaemferol dan luteolin (Cos et al., 1998). Hasil
penapisan fitokimia menunjukkan adanya keterkaitan tingginya aktivitas
antioksidan dengan banyaknya senyawa polifenol yang terkandung dalam
tumbuhan. Bagian tumbuhan yang kandungan polifenolnya sedang sampai
banyak, aktivitas antioksidannya bisa mencapai diatas 80%. Polifenol
merupakan senyawa yang memiliki struktur dasar berupa fenol (senyawa
fenol yang memiliki gugus hidroksil lebih dari satu) bersifat multifungsi karena
dapat berperan sebagai agen pereduksi, pendonor hydrogen dan peredam
radikal oksigen, bahkan sebagai perekat logam pada beberapa kasus (Rice-
Evans et al., 1996) dibandingkan senyawa polifenol memiliki aktivitas
antioksidan lebih tinggi (Brand-Williams et al., 1995). Metode yang digunakan
untuk mengukur aktivitas antioksidan dalam penelitian ini yaitu 1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil (DPPH). DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena
elektronnya bisa terdelokalisasi di dalam molekulnya. Delokalisasi elektron ini
menyebabkan larutan DPPH dalam metanol memberikan intensitas warna
ungu yang kuat dan absorbansi maksimum pada panjang gelombang di
sekitar 520 nm. DPPH mengandung radikal bebas jika direaksikan dengan
ekstrak yang mengandung antioksidan maka akan terjadi reaksi penangkapan
hydrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH menjadi bentuk tereduksi
93
sehingga intensitas warna ungu larutan jadi berkurang (Molyneux, 2004).
Perubahan warna ini sebanding dengan besar kecilnya aktivitas antioksidan
suatu bahan bila konsentrasi dibuat sama.
Pengukuran nilai SPF merupakan cara utama untuk menentukan
efektivitas pada formula tabir surya. Semakin tinggi nilai SPF, semakin baik
perlindungan tabir surya terhadap sinar UV. Tabir surya digunakan untuk
membantu mekanisme pertahanan alami tubuh untuk melindungi terhadap
radiasi UV yang berbahaya dari matahari yang tujuannya didasarkan pada
kemampuannya untuk menyerap, memantulkan atau menyebarkan sinar
matahari (L. Mbanga et al., 2014). Hasil pengujian SPF ekstrak klika
S.populifolia termasuk SPF proteksi ekstra, sediaan krim ekstrak klika
S.populifolia 0,5% termasuk SPF proteksi minimal, krim ekstrak klika
S.populifolia 3% dan krim ekstrak klika S.populifolia 5% termasuk SPF
proteksi sedang, sedangkan basis krim tidak memiliki efek perlindungan. Hal
ini menunjukkan basis krim tidak mempengaruhi nilai SPF sehingga tingginya
nilai SPF yang diperoleh murni dari ekstrak klika S.populifolia. Tingginya nilai
SPF dari ekstrak dan krim ekstrak S.populifolia dikarena adanya senyawa
flavonoid yang memiliki potensi sebagai tabir suya karena adanya gugus
kromofor. Gugus kromofor tersebut merupakan sistem aromatik terkonjugasi
yang menyebabkan kemampuan untuk menyerap kuat sinar pada kisaran
panjang gelombang sinar UV baik pada UVA maupun UVB (Cuppett et al.,
1994).
Ekstrak yang telah di evaluasi skrining fitokimia selanjutnya di formulasi
dalam bentuk sediaan krim yang selanjutnya dilakukan evaluasi kestabilan
sediaan krim. Hasil evaluasi akhir krim untuk mengetahui kestabilan sediaan
94
dilakukan setelah pembuatan krim. Kriteria yang dapat diamati yaitu uji
organoleptis, uji homogenitas, uji pH, viskositas dan uji daya lekat pada
pengujian kondisi accelerate. Pada uji organoleptis (tabel 7) menunjukkan
bahwa semua formula krim tidak mengalami perubahan bau, warna dan
tekstur sebelum dan setelah kondisi accelerate. Pada pemeriksaan warna,
konsentrasi ekstrak S.populifolia mempengaruhi warna dari basis krim.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak klika S.populifolia maka warna sediaan
krim akan terlihat semakin berwarna coklat.
Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sediaan krim.
Viskositas dalam sediaan krim merupakan tahanan dari suatu sediaan untuk
mengalir, semakin besar tahanannya maka viskositas juga semakin besar.
Viskositas ideal untuk krim wajah tipe minyak dalam air adalah tidak kurang
dari 50 dPaS (Gozali et al., 2009). Dari hasil pemeriksaan viskositas krim
ekstrak S.populifolia sebelum dan setelah kondisi accelarete diperoleh nilai
83–99 dPaS (tabel 10) sehingga masih memenuhi persyaratan viskositas
ideal. Nilai viskositas krim untuk setiap kelompok cenderung menurun setelah
accelerate, namun masih sesuai dengan persyaratan viskositas krim. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka nilai viskositas krim
yang dibuat akan menurun. Peningkatan suhu menyebabkan jarak antara
partikel lebih besar sehingga gaya antar partikel berkurang, akibatnya
viskositas menurun (Agustina dkk, 2013)
Nilai pH (tabel 8) untuk semua formula krim berada dalam kisaran nilai
pH yang sesuai SNI 16-4399-1996 sebagai syarat mutu krim dan kisaran pH
normal kulit yaitu 4,5-8,0 (Rizky et al., 2013). Dengan demikian krim yang
dihasilkan relative aman digunakan. Nilai pH penting untuk mengetahui tingkat
95
keasaman dari sediaan krim agar tidak mengiritasi kulit. Jika pH terlalu basah
dapat menyebabkan kulit bersisik, sedangkan pH yang terlalu asam dapat
menyebabkan iritasi kulit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Swatika dkk (2013) dan Medan (2015) bahwa pH 5-8 yang dimiliki
oleh krim tidak terlalu jauh dengan pH fisiologi kulit sehingga dapat diterima
untuk digunakan pada kulit.
Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan
penyebaran krim pada kulit. Semakin besar nilai daya sebar sediaannya,
maka kemampuan melekat pada kulit akan semakin kuat dan absorpsi dikulit
akan semakin lama sehingga kecenderungan berefek akan lebih besar. Daya
sebar sediaan krim menunjukkan penurunan setelah dilakukan kondisi
accelerete namun masih memenuhi daya sebar ideal untuk krim yaitu rentan
5-7 cm (Garg., 2002)
Untuk menguji pemberian krim ekstrak klika S.populifolia terhadap
penurunan ekspresi mRNA MMP-1, maka dilakukan penelitian eksperimental
dengan Randomized Pre-Post Test Control Group Design, menggunakan 15
ekor mencit albino jantan sehat dengan berat 15-25 gram dan berumur 6-9
minggu, diberi pakan standard dan telah disetujui oleh Komisi Etik Fak.
Kedokteran Universitas Hasanuddin (lampiran 1). Dipilih mencit strain albino
karena mencit termasuk vertebrata mamalia, mempunyaii struktur kulit yang
mirip dengan manusia dan tidak memiliki pigmen termasuk folikel rambut. Usia
yang dipilih berkisar 6-9 minggu, karena pada usia ini mencit memiliki
persamaan dengan manusia usia dewasa dan belum mengalami proses
penuaan intrinsik (Bhattacharya dan Thomas, 2004; Bartke, 2005). Jenis
96
kelamin yang mencit yang dipilih adalah mencit jantan agar tidak terpengaruh
siklus estrus dan kehamilan (hormonal).
Hasil statistik mengenai umur dan berat badan mencit setelah
dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-wilks (lampiran 10 dan 14) dan uji
homogenitas dengan Levene’s test (lampiran 11 dan 15) menunjukkan data
umur dan berat badan mencit berdistribusi normal dan variannya homogen
(p>0,05). Hasil analisis one way Anova didapatkan p>0,05 menunjukkan
bahwa rerata umur dan berat badan mencit masing-masing kelompok tidak
ada perbedaan dari masing-masing kelompok. Selanjutnya mencit dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu kelompok 1. dioleskan krim ekstrak klika
S.populifolia kemudiaan dipapar sinar UV-B, kelompok 2. dioleskan basis
krim/placebo kemudiaan dipapar sinar UV-B dan kelompok 3 Kontrol tanpa
pemaparan sinar UV-B.
Dosis sinar UVB yang dipakai pada penelitian ini sebesar 500mJ/cm2
selama 4 minggu. Dosis sinar UVB yang dapat menimbulkan penuaan dini
pada kulit mencit dari beberapa penelitian sangat bervariasi. Kim et al. (2004)
pada penelitiannya tentang pengaruh isoflavon oral dalam perlindungannya
dengan dosis 600 mJ/cm2 yang diberikan dalam dosis terbagi. Pada penelitian
lain menggunakan dosis total UVB sampai 840mJ/cm2 yang diberikan dengan
dosis terbagi dan hasilnya terjadi kerusakan kolagen secara bermakna dan
terjadi penurunan jumlah ekspresi dan kolagen dermis kulit mencit
(Wahyuningsih, 2010). Djawad K (2008), menggunakan paparan UVB dosis
343 mJ/cm2 tiga kali seminggu selama 4 minggu. Adriani A (2014)
menggunakan paparan UVB dosis 450 mJ/cm2 tiga kali seminggu selama 4
minggu.
97
Sebelum mencit dipapar UVB, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
ekspresi mRNA MMP-1 melalui serum darah mencit. Data ekspresi mRNA
MMP-1 ketiga kelompok yang diuji menggunakan one way Anova
menunjukkan hasil p>0,05 yang artinya tidak ada perbedaan ekspresi mRNA
MMP-1 pada ketiga kelompok perlakuan (tabel 17).
Setelah dilakukan perlakuan selama 4 minggu, seluruh hewan coba
mencit dikorbankan untuk dilakukan biopsy pada kulit punggung mencit
selanjutnya dilakukan pemeriksaan ekspresi mRNA MMP-1 dan pemeriksaan
patologi anatomi meliputi pemeriksan ketebalan dan kerapatan kolagen. Pada
pemeriksaan awal ekspresi mRNA MMP-1 digunakan serum darah dan
setelah perlakuan digunakan biopsy kulit, pada pemeriksaan awal
menggunakan serum darah karena dikhawatirkan terjadi kerusakan struktur
kulit apabila diambil melalui biopsy kulit sehingga mempengaruhi hasil
pemeriksaan ekspresi mRNA setelah perlakuan. Sampel serum darah dan
biopsy kulit juga diasumsikan memiliki hasil pemeriksaan yang sama terhadap
ekspresi mRNA MMP-1, hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan kelompok
kontrol, tidak terdapat perbedaan ekspresi mRNA MMP-1 antara serum darah
dan biopsy kulit.
Hasil ekspresi mRNA MMP-1 setelah perlakuan pada ketiga kelompok
yang diuji menggunakan one way Anova menunjukkan hasil p<0,05 yang
artinya terdapat perbedaan ekspresi mRNA MMP-1 pada ketiga kelompok
perlakuan (tabel 18). Pada pengujian ekspresi mRNA MMP-1 yang diberikan
perlindungan krim ekstrak klika S.populifolia terjadi penurunan ekspresi
mRNA MMP-1 yang bermakna sebelum dan setelah dilakukan pemaparan
sinar UVB (tabel 16). Pada kelompok yang diberikan penyinaran dengan
98
perlindungan basis krim/placebo terjadinya peningkatan rerata ekspresi
mRNA MMP-1 yang bermakna sebelum dan setelah dilakukan pemaparan
sinar UVB (Grafik 3). Dan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan rerata
ekspresi mRNA MMP-1 (tabel 6).
Pada kelompok yang menggunakan krim ekstrak klika S. populifolia
menunjukkan terjadinya penurunan ekspresi mRNA MMP-1, hal ini
disebabkan karena ekstrak klika S.populifolia secara kualitatif mengandung
senyawa polifenol dan flavonoid. Paparan sinar UVB diketahui dapat
menimbulkan radikal bebas sehingga menyebabkan kerusakan dan
penurunan relative anti oksidan enzimatik maupun non enzimatik yang
merupakan sistem pertahanan pada kulit serta pada akhirnya dapat
menyebabkan berbagai kelainan seperti kanker kulit, menekan sistem imun
termasuk terjadinya penuaan dini kulit (Kochevar, 2008; Chen et al., 2012).
Radikal oxygen spesies diyakini dapat mengaktifkan jalur signal sitoplasma
pada kolagen kulit yang akan mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi dan
penuaan dan degradasi jaringan konektif dan juga dapat menimbulkan genetic
permanen (Chen et al., 2012). Kandungan polifenol yang terdapat dalam
S.populifolia mempunyai aktivitas antioksidan yang diyakini lebih baik
dibandingkan vitamin A, C dan E (Gonzales et al., 2008). Oleh karena itu
polifenol dapat mencegah terbentuknya radikal bebas dan peroksida lipid
akibat paparan sinar ultraviolet. Senyawa polifenol utama yaitu corilagin, asam
gallat dan asam ellagic merupakan senyawa yang paling bertanggung jawab
terhadap aktivitas antioksidan. Mekanisme aksi dari polifenol dalam
menghambat kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV meliputi 3 efek yaitu
efek sunscreen, efek antiinflamasi dan efek antioksidan. Sebagian besar
99
polifenol natural adalah pigmen, umumnya kuning, merah atau ungu dan
dapat menyerap radiasi UV. Ketika diberikan secara topikal, polifenol
mencegah masuknya radiasi ke dalam lapisan kulit. Radiasi yang dapat
diserap oleh polifenol meliputi seluruh spectrum UVB dan sebagian UVA dan
UVC. Melalui kemampuan absorbsi ini polifenol natural dapat bertindak
sebagai sunscreen. Kemampuan polifenol bertindak sebagai sunscreen dapat
mengurangi inflamasi, stress oksidatif dan kerusakan DNA yang disebabkan
oleh radiasi UV pada kulit. Pada pemberiaan topikal kemampuan fotoprotektif
dari polifenol didapatkan melalui sunscreen tersebut. (Nichols dan Katiyar,
2010). Kemampuan fotoprotektif dari ekstrak S.populifolia dan krim ekstrak
klika S.populifolia telah di uji dengan menentukan nilai SPF, hasil nilai SPF
dari ekstrak S.populifolia sebesar 6,88 yang termasuk kategori proteksi kuat
dan hasil nilai SPF dari krim ekstrak klika S.populifolia sebesar 5,61 yang
termasuk proteksi sedang. Pada pengujian antioksidan ekstrak klika
S.populifolia diperoleh aktivitas antioksidan yang sangat kuat sebagai
penangkal radikal bebas dan krim ekstrak klika S.populifolia diperoleh aktifitas
antioksidan sedang sebagai penangkal radikal bebas (radical scavenging),
sehingga sifat antioksidan dari krim ekstrak S.populifolia ini dapat
menghambat terbentuknya ROS dan selanjutnya menurunkan ekspresi
mRNA MMP-1.
Pada kelompok yang menggunakan basis krim terjadi peningkatan
ekspresi mRNA MMP-1 setelah pemaparan sinar UV pada kulit mencit. Hal ini
disebabkan karena energy dari radiasi UV merusak membrane sel dan protein
untuk memproduksi reactive oxygen spesies (ROS), yang menginduksi
ekspresi dari sitokin proinflamasi yang berkaitan dengan reseptor permukaan
100
sel meliputi reseptor dari faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth
factor), interleukin (IL)-1, insulin keratonocyte growth factor dan faktor
nekrosis tumor (TNF). Aktivitas dari reseptor tersebut memperantarai ROS
untuk menghambat protein enzim tirosin fosfatase, yang berfungsi untuk
menjaga reseptor faktor pertumbuhan epidermis inaktif. Aktivitas dari reseptor
tersebut mengaktifkan sinyal intraseluler melalui stimulasi dari stress yang
berhubungan dengan MAPK (Mitogen-Activated Protein Kinase). Aktivitas dari
kinase menginduksi transkripsi komplek inti AP-1, sebuah komplek protein
yang mengandung protein c-Jun dan c-Fos, hal ini dinyatakan dalam journal
yang ditulis Fisher dkk (Rhein dan Santiago, 2010).
AP-1 meningkatkan transkripsi gen MMP dan menurunkan ekspresi
gen prokolagen 1 dan 3 serta menurunkan reseptor TGF-β, sebagai
konsekuensinya menurunkan formasi matriks dermal. MMP secara luas dibagi
menjadi tiga kelas: kolagenase, stremelisin dan gelatinase. Pada kulit,
kombinasi aksi dari kolagenase (MMP-1), 92kDa gelatinase (MMP2), 72kDa
gelatinase (MMP9) dan stromelisin 1 (MMP3) dapat secara sempurna
mendegradasi kolagen dan komponen dari jaringan elastis. Walaupun begitu
ekspresi dari semua enzim tersebut pada kulit normal sangatlah rendah,
enzim tersebut dapat teregulasi meningkat setelah terpapar oleh radiasi UV
pada kultur sel baik secara in vivo maupun in vitro. Dilaporkan bahwa UVB,
meskipun dengan paparan dosis rendah menyebabkan kemerahan pada kulit
(eritema), dapat menginduksi ekspresi mRNA MMP-1, MMP-3 dan MMP-9.
Pada model penelitian Kahari dkk, yang menarik bahwa `induksi ekspresi
mRNA MMP-1 tidak dapat dideteksi kulit fotoaging kronis, ini mengindikasikan
bahwa induksi ekspresi mRNA MMP-1 pada in-vivo dengan paparan sinar UV-
101
B yang bersifat sementara dan teregulasi secara teratur (Rhein dan Santiago,
2010).
Pada kelompok kontrol, ekspesi mRNA MMP-1 tidak mengalami
perubahan.
Pada pemeriksaan histopatologi meliputi ketebalan dan kerapatan
setelah dilakukan uji normalitas (lampiran 27 dan 31) dengan Shapiro-wilks
dan uji homogenitas (lampiran 28 dan 30) dengan Levene’s test menunjukkan
data ketebalan dan kerapatan kolagen kulit mencit berdistribusi normal dan
variannya homogen (p>0,05). Setelah dilakukan uji menggunakan one way
Anova terhadap ketebalan dan kepadatan kolagen terdapat perbedan
bermakna pada kelompok krim ekstrak klika S.populifolia dan kelompok basis
krim, sedangkan pada kelompok krim ekstrak klika S.populifolia dan kelompok
kontrol tidak terdapat perbedaan. Hasil penelitian ini terkait dengan
kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam S.populifolia yaitu
senyawa flavonoid dan polifenol. Flavonoid mempengaruhi ketebalan dan
kerapatan kolagen dengan menstimulasi proliferasi keratinosit epidermis
melalui regulasi gen anti-apoptosis seperti bel-2. Pada hewan coba, flavonoid
dapat meningkatkan kandungan karbonil kolagen pada kolagen, yang penting
sebagai langkah untuk mencegah penuaan (Chiue et al., 2005). Kandungan
polifenol yang terdapat dalam ekstrak klika S.populifolia terutama dalam
bentuk glikosida dapat mencegah kerusakan kolagen, mencegah penurunan
ketebalan kolagen, menghambat pembentukan kerutan dan menghambat
penurunan elastisitas kulit (Kim et al., 2009).
Efek penurunan ekspresi mRNA MMP-1 serta peningkatan ketebalan
dan kerapatan kolagen kulit mencit pada kelompok krim ekstrak klika
102
S.populifolia murni oleh karena pemberian ekstrak S.populifolia. Pada krim
placebo/basis yang digunakan pada kelompok tidak memberi efek
perlindungan terhadap paparan sinar UV sehingga pemberian krim pada
kelompok krim ekstrak klika S.populifolia murni dari pengaruh ekstrak klika
S.populifolia .
Hal ini sejalan dengan hasil peneliti yang dilakukan oleh Fisher (2001)
yang menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA MMP-1 mulai tampak 8 jam
setelah paparan dan mencapai puncaknya 16-24 jam setelah paparan.
Ekspresi tetap meningkat selama minimal 72 jam setelah paparan. Demikian
pula penelitian yang dilakukan oleh Berneburg et al. (2000) melaporkan
bahwa radiasi UV menyebabkan induksi mRNA MMP-1 pada level messenger
Ribonucleic acid (mRNA) pada fibroblast dermal secara invitro/invivo pada
kulit manusia 72 jam setelah pemaparan.
ROS MMP-1
Flavonoid : AO kuat (IC50=79,17)
Polifenol : 5,61 (proteksi sedang)
Menurunkan ekspresi mRNA MMP-1
Ketebalan dan kepadatan kolagen tidak berbeda dengan kontrol
Gambar 5.1 Kesimpulan krim ekstrak klika Sterculia populifolia dalam menghambat penuaan kulit dini
103
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Ekstrak klika S.populifolia dapat di formulasi dalam bentuk sediaan krim
yang stabil secara fisik.
2. Aktivitas antioksidan ekstrak klika S.populifolia sebesar 16,56 ppm
(antioksidan sangat kuat), krim ekstrak klika S.populifolia 0,5% sebesar
790,153 ppm (antioksidan tidak aktif); krim ekstrak klika S.populifolia 3%
sebesar 126,493 ppm (antioksidan sedang) dan krim ekstrak klika
S.populifolia 5% sebesar 79,179 ppm (antioksidan kuat).
3. Nilai SPF ekstrak klika S.populifolia sebesar 6,886 (proteksi ekstra), krim
ekstrak klika S.populifolia 0,5% sebesar 1,7 (proteksi minimal); krim
ekstrak klika S.populifolia 3% sebesar 4,2 (proteksi sedang) dan krim
ekstrak klika S.populifolia 5% sebesar 5,6 (proteksi sedang).
4. Krim ekstrak S.populifolia mampu menurunkan ekspresi MMP-1 secara
bermakna pada kulit mencit yang dipapar UV-B dibandingkan krim basis
dan kontrol.
5. Krim ekstrak S.populifolia menunjukkan kepadatan dan ketebalan lebih
tinggi secara bermakna pada kulit mencit yang dipapar UV-B
dibandingkan basis krim.
104
B. Saran
1. Perlu dilakukan uji keamanan dari krim ekstrak klika Sterculia populifolia
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap ekspresi mRNA TNF-,
TGF- dan 8-OHdG untuk mengembangkan data aktivitas penghambatan
penuaan dini dari krim ekstrak klika Sterculia populifolia
3. Perlu dilakukan uji klinik dari krim ekstrak klika Sterculia populifolia
105
DAFTAR PUSTAKA
Adriani A. Analisis Ekspresi 8-OHdG, PCNA dan Hiperlasia Epidermis pada Kulit Mencit yang mendapatkan ekstrak kakao topikal dan paparan UVB (Disertasi). Makassar: Hasanuddin.
Agustina L., Liza L, dan Wintauri R. 2013. Formulasi Krim Pencerah Kulit dari Sarang Burung Wallet Putih (Aerodramus fuciphagus) dengan Karagenan sebagai Pengental. Jurnal Untan. Vol. 1(1).
Alam, M., Havey, J. 2010. Photoaging. In : Draelos, Z.D, editor. Cosmetic Dermatology Products & Procedures. First Edition. United Kingdom: Blackwell. p.3-21
Aitken, R. J., and Krausz, C. 2001. Oxidative Stress, DNA Damage and Y Chromosome. Reproduction, no. 122, p: 497-506.
Anief, 1996. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Hal 357, 390, 489.
Ardhie, A. M. 2011. Radikal Bebas dan Peranan Antioksidan Dalam Mencegah Penuaan. Available from : https://www.scribd.com/doc/131397378/Radikal-Bebas-DanPeran-Antioksidan-Dalam-Mencegah-Penuaan. Accessed September 20, 2017.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. Sediaan Tabir Surya. SNI 16-4399-1996, Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. 12 tentang Persyaratan Teknis Kosmetik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Baumann, L., Alleman, I. B. 2009. Antioxidants. In : Baumann, L., Saghari, S., Weisberg, E., editors. Cosmetic Dermatology. Second edition. New York : Mc Graw Hill. p. 292-311.
Baumann, L and Saghari, S. 2009. Basic Science of the epidermis. In : Baumann, L., Saghari, S, Weisberg, E., Editora. Cosmetic Dermatology Principles And Practice. Second Edition. USA: Te McGraw-Hill Companies. 3-7
Berneburg, M., Plettenberg, H., Krutmann, J. 2000. Photoaging of Human Skin. Photodermatology. Photoimunology & Photomedicine. 16: 239-244.
Boom R, Sol CJA, Salimans MMM, et al, 1990, ’Rapid and simple method for
purification of nucleid acid’, J.Clin. Microbiol. Vol.28, No.3, pp. 495-503.
Brand-willians, W, Cuvelier, M.E & Berset, C. 1995. Use of Free Radical Method to Evaluate Antioxidant Activity. Lebensmittel-wissenschaft und-Technologie, 28, 25-30.
106
Brenneisen, P, Sies, H, H & Scharffrtter-Kochanek, K. 2002. Ultraviolet-B Irradiation and Matrix Mettaloproteinase : from induction via signaling to initial events. Ann N Y Acad Sci. Vol 973. Pp 31-43.
Chiu Ae, Chan JL, Kern DG, Kohler S, Rehmus WE, Kimball AB. 2005. Double-blinded, placebo-controlled trial of green tea extracts in the clinical and histologic appearance of photoaging skin. Dermatol Surg. 31: 855-9
Chu, T.H., Lee, J.W., Lee, M.H. 2008. Evaluating the Cytotoxic Doses of Narrowband and Broadband UV-B in Human Keratinocytes, Melanocytes, and Fibroblast. Photodermatology, Photoimmunology & Photomedicine. Vol 24. P.110-114
Choi, C.P, Kim, Y.I., Lee, J.W., Lee, M.H. 2007. The Effect of Narrowband Ultraviolet B on The Expressions of Matrix Metalloproteinase, Transforming Growth Factor- β1 and Type Collagen in Human Skin Fibroblast Experimental Dermatology, Original Articel. Departement of Dermatology, Kyunghee University, Seoul, Korea.
Cos T, et al. (1998). Molecular analysis of Chs3p participation in chitin synthase III activity. Eur J Biochem 256(2): 419-26.
Cunningham, W. 2003. Aging and Photo-aging. In : Baran R, Maibach HI, (eds). Textbook of Cosmetic Dermatology, 2nd edn. London: Martin dunitz, pp. 455-67
Cuppett, S., M. Schrepf and C.Hall., 1994, Natural Antioxidant, - Are They Reality, Dalam Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications, AOCS Press, Champaign, Illinois: 12-24.
Diegelmann RF. 2008. Collagen Metabolism. Cited 20 Agustus 2018. Available from : http: //www.medscape.com/viewarticle/423231.
Djajadisastra, Joshita, 2004. Cosmetic stability. Makalah dalam Seminar HIKI. Jakarta.
Djawat K. 2008. Efek fotoprotektif Kurkumin terhadap Ekspresi CPD, 8-OHdG apoptosis dan Hyperplasia Epidermis (Disertasi). Makassar.
Dong, KK, Damaghi, N, Picart, SD, NG, Obayashi, K & Okuno, Y et al., 2008, UV-induced DNA demage initiates release of MMP-1 in human skin : Exp Dermatol, Vol. 17, No.12, PP.1037-44
Duniaindustri, 2018, Perusahaan Kosmetik Serap Tenaga Kerja 875 Ribu Orang, http://duniaindustri.com/tag/pemimpin-pasar-kosmetik/ Diakses Agustus 2018.
Eberhardt, M. K. 2001. Reaction of Reactive Oxygen Metabolites with Important Biomolecules, In : Reactive Oxygen Metabolites. Chemistry and Medical Consequences. CRC Press. London.
107
Faradiba, Faisal, A dan Ruhama, M. 2013. Formulasi Krim dari Sari Buah Lemon (Vitis vinifera L) dengan Variasi Konsentrasi Emulgator. Majalah Farmasi dan Farmakologi. Vol. 17 No.1; hal: 17-20.
Finkel & Holbrook NJ, 2000. Oxidant, Oxidative Stress and the Biology of Aging, Nature, Vol. 408, pp.239-47
Fisher, G.J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z.B., Wan, Y., Datta, S., Voorhees, J.J. 2001. Mechanism of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol. Department of Dermatology, University of Michigan, Ann Arbor. Vol 138: p. 1462-1470.
Fisher, G.J., Voorhees, J.J., Kang, S., Quan, T., He, T. 2004. Solar UV Irradiation Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking Transforming Growth Factor-β TypeII Receptor/Smad Signaling. American Journal of Pathology. vol 165(3):741-58.
Fitri,E.W., Djawad, K., Changara, H., Alam, G,. 2016. The Effectiviness of Topical Mangosteen Pericarp Extract on The Collagen of Mice Skin Exposed to Ultraviolet B. American Journal of Clinical and Experimental Medicine. 4(3): 88-93.
Food and Drug Administration (FDA). 2003. Guidance for Industry Photosafety Testin. Pharmacology Toxycology Coordinating Committee in the Center for Drug Evaluation and Research (CDER) at the FDA
Garg. A., Deepika Aggarwal, Sanjay Garg and Anil K. Singla. 2002. Spreading of Semisolid Formulations: An Update Pharmaceutical Technology. USA.
Gediya, S.K., Mistry. R.B., Patel, U.K., Blessy, M., jain, H. N., 2011, Herbal Plants: Used as a Cosmetics, Sigma Institute of Pharmacy, 1(1), 23-32
Gilchrest, B.A., Yaar, M. 2000. Aging of Skin. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors. Dermatology in General Medicine, Mc Graw-Hill Book Co 2, p. 1386-1387.
Goldman, R., and Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Theories of Aging; 19-32.
Gozali et al. 2009. Formulasi Krim Pelembab Wajah yang Menggunakan Tabir Surya Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Farmaka. 07 Hal 37-47.
Griffiths, CeM, Russman, AN, Majmudar, G, Singer, RS, Hamilton, TA & Voorhees, JJ. 1993. Restoration of Collagen Formation in Photodamaged Human Skin by tretinoin (retinoic acid) N. Engl. J. Med, Vol.328, no.8, pp.530-5
Griffiths, CEM. 1999, Drug Treatment of Photoaged Skin. Drugs and Aging, Vol. 14, No.4, pp.289-301
Gonzales, S., Fernandez-Lorente, M., Gilaberte-Calzada, Y. 2008. The latest on Skin Photoprotection. Clinics in Dermatology. 26: 614-26
108
Hanani, E.,A.Mun’im dan R. Sekarini. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia sp. Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3): 127-133
Hamzah, N., Isriany I., Andi D.A.S. 2014. Pengaruh Emulgator terhadap Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.). Jurnal Kesehatan. Vol.7(2).
Jain, S. 2012. Dermatology. Journal of Ilustrated Study Guide and Comprehensive Board Review. USA: Spinger Science, Bussiness Media. ILC.p.2-10.
Jeong, S. M., S. Y. Kim, D.R. Kim, S. C. Jo, K. C. Nam, D.U Ahn and S.C Lee, 2005. Effect of Heat Treatment on the Antioxidant Activity of Extracts from Citrus Peels. J. Agric. Food chem.
Joshi, L. S., and Pawar, H, A., 2015, Herbal Cosmetics and Cosmeticals, Natural Products Chemistry and Research, 3(2), 1-3
Jun, M.H.Y.,J.,Fong, X.,Wan,C.S.,Yang,C.T.,Ho.2003. Camparison of Antioxidant Activities of Isoflavones From Kudzu Root (Puerarua labata O). Journal Food Science Institute of Technologist. 68:2117-2122.
Karin, M, Liu, Z, Zandi, E. 1997. Ap-1 Function and Regulation. Cell Biology no.9, pp.240-6
Katade SR, Pawar PV, Wakhar RD, Deshpande NR. 2006. Sterculia guttata seed- An Effective Mosquito Larvicide. Indian Journal of Experimental Biology 44: 662-665
Katalinic, V,Milos, M, Kulistic, T; Jurkic,M. 2006. Screening of 70 medicinal plant extracts for antioxidant capacity and total phenols. Food Chemistry 94, 550-557.
Kim, S.Y.,Kim,S.J.,Lee,J.Y.,KimW.G. 2004. Protective Effects of Dietary Soy Isoflavones against UV-Induced Skin Aging in Hairless Mouse Model. Original Research Journal of the America Collage of Nutrition. Vol 23: p.157-162
Kim YG, Sumiyoshi M, Sakana M, Kimura Y. 2009. Effects of gingseng saponins isolated from red gingseng on ultraviolet B-induced skin aging in hairless mice. Eur J Pharmacol. 602(1): 148-56.
Krutmann, J. 2011. Skin Aging. In: Krutmann, J., Humbert, P., editors., Nutrition for Healthy Skin. New York: Springer. p.15-24.
Kumar, L., Cotran, R. S., and Robbins, S. L. 2005. Basic Pathology, In:Cellular Injury Adaptation and Death. WB Sauners. Philadelphia.
Lam E et al. Staritifin-Induced matrix metalloproteinase-1 in fibroblast is mediated by c-fos and p38 mitogen-activated protein kinase activation. J Invest Dermatol. 2005; 125: 230-238
109
Leidjen, J. 1990, Clinical features of aging skin : Br J Dermatol. Vol. 122, pp 1-3
Lee, Younh-Rae., Noh, Eun-Mi., Jeong, E.Y., Yun, Eok-Kweon., Kim, J.H., Kwon, K.B., Kim, B.S., Lee, S.H., Park, C., Kim, Jong-suk., 2009. Cordycepin Inhibibits UV-B-Induced Matrix Metaloproteinase Expression
by Suppressing the NFB Pathway in Human Dermal Fibroblas. Experimental and Molecular Biomedicine, Vol.41, p.548-55.
Q. Mbanga, etal, 2014., Sun Protection Factor (SPF) Determination of Cosmetic Formulations Made in Kinshasa (DR Congo) by In-Vitro Method using UV-VIS Spectrophotometer., Departement de Chimie, Faculte des Scinces, Universite de Kinshasa, Democratic Republic of Congo
Mansur, JS., Breder MNR, Mansur MCA, Azulay RD. 1986. Determination of Sun Protection Factor Vol 61. An. Bras. Dermatol. 61. 121-124
Marshall,PT. and Huge GM., 2013. The Physiologi of mammal and other vertebrata. Cambridge. University Press
Medan, Y., Sitti, R., dan Mamang. 2015. Formulasi Lulur Krim Bubuk Kakao Non Fermentasi dan Efek Terhadap Kulit. Jurnal Biopropal Industri, Vol. 6 No.2; 63-72.
Merina Yuniven. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Klika Faloak dengan metode DPPH. Prosidding: Seminar Kefarmasiaan 2014. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhidrazyl (DPPH) for estimating antioksidant activity. Songklanarin Journal of Scince Technology. 26(2):211-219
Moon, Hee Jung, Lee Soon Ryen, Shim, S.N., Jeong, S.H., Stonik, V.A., Rasskavov, Valery A., Zvyagintseva, T., Lee, Y.H. 2008. Fucoidan inhibits UVB- Induced MMP-1 Expression in Human Skin Fibroblas. Biol.Pharm.Bull.31(2).284-289.
Nichols J.A., and Katiyar S.K. 2010. Archives of Dermatology Research. 302: 71-83
Pandel, R., Poljsak, B., Godic, A., Dahmane, R. 2013. Skin Aging Process and the Role of Antioxidants in Prevention. Available from : https://www.scribd.com/doc/241318090/. Accessed September 10, 2017.
Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Pangkahila, W. 2011. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke 2. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
110
Pantelidis, G. E., M. Vasilakakis, G.A. Manganaris, and G. Diamantidis. 2007. Antioxidant caoacity, phenol, anthocyanin and ascorbic acid contents in raspberries, blackberries, red currants, gooseberries and Cornelia cherries. Food Chemistry 102:777-783.
Pillai, S, Oresajo, C & Hayward, J. 2005 Ultraviolet Radiation and Skin Aging Roles of Reactive Oxygen Species, Inflammation and Protease Activation and Strategies of Prevention of Inflammation Induced Matrix Degradation: Int. J. Cosmet. Sci, Vol. 27, No.1, pp.17-34
Prasiddha, I.J., Rosalina A.L., Teti E dan Jaya M.M. 2015. Potensi senyawa bioaktif rambut jagung (Zae mays L.) untuk tabir surya alami: kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.4(1). Hal.40-45.
Putra, Y. M., 2018. Produk Kosmetik Tradisional Jadi Unggulan di Tanah Air, Republika, Agustus 2018.
Quan, T., Qin Z., Xia, W., Shao, Y., Voorhees, J.J and Fisher, G. 2009. Matrix-Degrading Metaloproteinases in Photoaging. Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings. 14: 20-24.
Rabe, J.H., Mamelak, A.J., McElgunn, P.J., Morison, W.L., Sauder, D.N. 2006. Photoaging:Mechanisms and Repair. J Am Acad Dermatol.vol 55(1):1-19.
Ranta, Fabianus, 2011. Sifat Antimikroba Zat Ekstraktif Pohon Faloak. Sekolah Pascasarjana. ITB. Tesis
Rice-Evans. C.A., Miller J.M., and Paganga G. 1996. Structure-antioxidant activity relationship of flavonoid and phenolic acids Free Radic. Biol. Med. 20, 933-958
Rittle, L, Fisher, GJ. 2002. UV Light Induces Signal Cascades and Skin Aging; Aging research reviews, vol.1, pp.705-20
Rizky, A.W., Latifa., dan Winarni, P. 2013. Formulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Alternatif Penyembuh Luka Bakar. Indonesian Journal of Chemical Science.
Rhein, L.D, Santiago, J.M. 2010. Matrix Metalloproteinases, Fibrosis and Regulation by Transforming Growth Factor Beta : A New Frontier in Wrinkle Repair, In Rhein, L.D, Fluhr, J.W., editor. Aging Skin Current and
Future Therapeutic Strategies. 1st
edition. USA: Alluredbooks. p.25-70.
Sakihama, Y., Cohen,M.F., Grace,s.c.yamasaki. 2002. Plant phenolic antioxidant and pro-oxidant activities: phenolics-induced oxidative damage mediated by metals in plants. In Toxicology, Vol.177,2002,pp.67-89
Saefudin., Basri, B. 2016. Potensi Antioksidan dan Sifat Sitotoksis Ekstrak Kulit Kayu Sembilan Jenis Tumbuhan dari Taman Nasional Lore Lindu. Jurnal penelitian hasil hutan. Vol.34. No.2, Juni: 147-155
111
Sayre, R.M., P.P. Agin., G.J. Levee., and E.Marlowe. 1979. A Comparison of In Vivo and In Vitro Testing Sunscreening Formulas. Photochem. Photobiol. 29. 558-566.
Shamsudar SG, Paramjyothi S. 2010. Preliminary Pharmacognostical and Phytochemical Investigation on Sterculia foetida Linn. Africa Journal of Biotecnology. 9 (13): 1987-1989
Siswadi, S.S.G dan Rianawati H. 2013. Potential Distribution and Utilization of Faloak (Sterculia quadrifida R.Br). Procedding International Confrence of Forest and Biodiversity Manado. Editir: Langi. M, Manado Foresty Institute, Manado
Sterm, R.S. 2004. Treatment of Photoaging. N. Eng. J. Med. 35: 1526-34.
Svobodova, A., Walterova, D., Vostalova, J. 2006. Ultraviolet Light Induced Alteration to The Skin. Journal of Biomedic Palacky Olomouc University. Vol. 150(n0.1): 25 – 38.
Swastika, A., Mufrod dan Purwanto. 2013. Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Sari Tomat. Traditional Medicine Journal 18(3), 132-140.
Taylor, S.C. 2005. Photoaging and Pigmentary Changes of the Skin, In Burgess, C.M, editor. Cosmetic Dermatology. First edition. Germany: Springer. p 29- 49.
Wahyuningsih,K.A., 2010. Pemberian Asthaxantine Topikal Menghambat Penuaan Dini Kulit akibat Pajanan Sinar Ultraviolet B dengan memberikan Efek Proteksi terhadap Kolagen pada Mencit (Mus musculus). Tesis. Denpasar: Universitas Udayana
Walker, S.L., Hawk, J.L.M., and Young, A.R. 2008. Acute and Chronic Collagenase Degradeed Collagen in Vitro. Am.J.Pathology. 158: 931-42
Wasitaatmadja, S.M.1997. Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI-Press. Hal 11-12.
Wenk, J., Breinnesen, P., Meewes, S., Wlaschek, M., Peters, T., Blaudschun, R., Ma, W., Kuhr, L., Schneider, L., Scharffetter, K.K. 2001. UV-Induced Oxidative Stress and Photoaging. In: Elsner, T.J., editor., Oxidants and Antioxidants in Cutaneous Biology. Vol. 29. Switzerland: Krager. p. 83-94.
Wilkinson, J. B. & Moore, R. J. 1982. Harry’s Cosmeticology 7th Ed. New York : Chemical Publishing Company.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya Dalam Kesehatan. Penerbit Kanisius. Jogjakarta. p. 177-190.
Wlascheck, M, Tantcheva, P I, & Naderi, L. 2012. Solar UV Irradiation and Dermis Photoaging. J Photoderm Photobiol, Vol.63, pp. 41-51
112
Wolf, R, et al. 2001. The Spectrophotometric Analysis and Modelling of Sunscreen. Washington: J.Chem. Educ.
Vayalil, P.K.; Elmets, C.A and Katiyar,S.K.2003. Treatment of green tea polyphenols in hydrophilic cream prevents UVB-induced oxidation of lipids and proteins, depletion of antioxidant enzymes and phosphorylation of MAPK proteins in SKH-1 hairless mouse skin. Journal of Carcinogenesis, 24 (5), 927-936.
Vital PG, Velasco RN, Demigillo JM, Rivera WL. 2010. Antimicrobial activity, Cytotoxicity and Phytochemical Screening of Ficus Spetica and Sterculia Foetida L Leaf Extracts. Journal of Medical Plants Research 4 (1): 058-063
Yaar, M. 2006. Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin Agin., in : Gilchrest, B.A., Krutmann, J. editors. Skin Aging. Springer. p.10-21.
Yaar, M., Gilchrest, B.A. 2008. Aging of Skin, In Wolf, K., Lowel, A., Katz, G.S., editor. Fitzpatrick Dermatology in General Medicine. 7th edition. New York: McGrawHill. p 964-1397.
Yulianto, I. 2008. The Changes of Fibroblas Cell due to UV-B Irradiation in Various Doses an In Vitro Experimental. Disertasi. Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Zhang J, Yin Z, Ma L-w, Yin Z-q, Hu Y-y, Xu Y, 2014. The Protective Effect of Baicalin Against UVB Irradiation Induced Photoaging: An In Vitro and In Vivo Study. PloS ONE 9(6):e99703. https://doi.org/10.1371/journal.pone.009703.
113
Lampiran 1. Persetujuan Kelaikan Etik Penelitian
114
Lampiran 2. Hasil Kualitatif Ekstrak Klika S.populifolia
No Uji Pendahuluan Warna/Endapan Hasil Uji Pendahuluan
1. Uji Flavonoid
Merah kecoklatan
Positif (+)
2. Uji Tanin
Hijau kehitaman
Positif (+)
3. Uji Saponin
Busa yang stabil
Positif (+)
4. Uji Alkaloid
Endapan coklat
Positif (+)
115
Lampiran 3. Kurva Baku Flavonoid
Lampiran 4. Kurva Baku Polifenol
Lampiran 5. Kurva Baku Antioksidan Ekstrak Sterculia populifolia
-0,200
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
1,600
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0
abso
rban
konsentrasi
-0,200
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0
abso
rban
konsentrasi
0,000
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
0 5 10 15 20 25 30
abso
rban
konsentrasi
116
Lampiran 6. Kurva baku Antioksidan Krim Ekstrak Sterculia populifolia
0,5%
Lampiran 7. Kurva baku Antioksidan Krim Ekstrak Sterculia populifolia
3%
Lampiran 8. Kurva Baku Antioksidan Krim Ekstrak Sterculia populifolia
5%
0,000
20,000
40,000
60,000
80,000
0 200 400 600 800 1000 1200
abso
rban
Konsentrasi
0,000
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
0 50 100 150 200 250 300
abso
rban
Konsentrasi
0,000
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
0 20 40 60 80 100 120
abso
rban
konsentrasi
117
Lampiran 9. Data Umur Mencit (minggu)
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
6 7 6
6 7 7
7 7 6
6 6 7
7 6 8
Lampiran 10. Uji Normalitas Umur Mencit
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kelompok1 .300 5 .161 .833 5 .146
Kelompok2 .241 5 .200* .821 5 .119
Kelompok3 .231 5 .200* .881 5 .314
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan :
Uji Normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk
Pedoman untuk mengambil keputusan (kolom Shapiro-Wilk) : nilai Sig. atau
signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data terdistribusi normal (simetris). Nilai Sig.
atau signifikasi atau probabilitas < 0,05, data berdistribusi tidak normal (tidak
simetris)
Lampiran 11. Hasil Uji Homogenitas Umur Mencit
Test of Homogeneity of Variances
Umur
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.604 2 12 .563
Keterangan :
Uji homogenitas dilakukan dengan Levene Test Pedoman untuk mengambil keputusan adalah : Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data homogen Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05, data tidak homogen
118
Lampiran 12. Analisis Statistik Umur Mencit
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kelompok1 5 6.80 .447 .200
Kelompok2 5 6.60 .548 .245
Kelompok3 5 6.60 .548 .245
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Kelompok1 34.000 4 .000 6.800 6.24 7.36
Kelompok2 26.944 4 .000 6.600 5.92 7.28
Kelompok3 26.944 4 .000 6.600 5.92 7.28
Lampiran 13. Data Bobot Badan Mencit (gram)
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
16,3 16,8 15,7
15,2 16,1 15,5
16,7 16,4 16,7
16,1 15,9 16,6
15,8 15,3 16,1
119
Lampiran 14. Hasil Uji Normalitas Bobot Badan Mencit
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kelompok1 .156 5 .200* .985 5 .960
Kelompok2 .161 5 .200* .991 5 .984
Kelompok3 .217 5 .200* .913 5 .485
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan :
Uji Normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk
Pedoman untuk mengambil keputusan (kolom Shapiro-Wilk) : nilai Sig. atau
signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data terdistribusi normal (simetris). Nilai Sig.
atau signifikasi atau probabilitas < 0,05, data berdistribusi tidak normal (tidak
simetris).
Lampiran 15. Hasil Uji Homogenitas Bobot Badan Mencit
Test of Homogeneity of Variances
Bobot Badan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.214 2 12 .811
Keterangan :
Uji homogenitas dilakukan dengan Levene Test
Pedoman untuk mengambil keputusan adalah :
Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data homogen
Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05, data tidak homogen
120
Lampiran 16. Analisis Statistik Bobot Badan Mencit
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kelompok1 5 16.020 .5630 .2518
Kelompok2 5 16.100 .5612 .2510
Kelompok3 5 16.120 .5310 .2375
One-Sample Test
Test Value = 0
T df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Kelompok1 63.624 4 .000 16.0200 15.321 16.719
Kelompok2 64.144 4 .000 16.1000 15.403 16.797
Kelompok3 67.877 4 .000 16.1200 15.461 16.779
121
Lampiran 17. Data Pemeriksaan Ekspresi mRNA MMP-1
Sample Starting
Quantity (SQ) Slope (dR) Template Log Template Exp. mRNA ER Mean ER Std. Dev
Standard 1.98E+01 -3.368 50.12100 1.70002 14.11433 14.06767 0.04163
Standard 1.98E+01 -3.368 50.12100 1.70002 14.03433 14.06767 0.04163
Standard 1.98E+01 -3.368 50.12100 1.70002 14.05433 14.06767 0.04163
A01 1.58E+01 -3.368 50.03700 1.69929 10.10679 10.08012 0.13204
A01 1.57E+01 -3.368 50.03700 1.69929 9.93679 10.08012 0.13204
A01 1.59E+01 -3.368 50.03700 1.69929 10.19679 10.08012 0.13204
B01 1.28E+01 -3.368 50.06400 1.69953 7.09600 7.06600 0.18682
B01 1.26E+01 -3.368 50.06400 1.69953 6.86600 7.06600 0.18682
B01 1.30E+01 -3.368 50.06400 1.69953 7.23600 7.06600 0.18682
A02 1.39E+01 -3.368 50.17300 1.70047 8.16282 8.28615 0.11240
A02 1.40E+01 -3.368 50.17300 1.70047 8.31282 8.28615 0.11240
A02 1.41E+01 -3.368 50.17300 1.70047 8.38282 8.28615 0.11240
Standard 1.81E+01 -3.368 25.05700 1.39893 13.33841 13.15507 0.16258
Standard 1.77E+01 -3.368 25.05700 1.39893 13.02841 13.15507 0.16258
Standard 1.78E+01 -3.368 25.05700 1.39893 13.09841 13.15507 0.16258
B02 1.25E+01 -3.368 49.93500 1.69841 6.72977 6.68644 0.05132
B02 1.24E+01 -3.368 49.93500 1.69841 6.69977 6.68644 0.05132
B02 1.24E+01 -3.368 49.93500 1.69841 6.62977 6.68644 0.05132
A03 1.52E+01 -3.368 50.08700 1.69973 9.47533 9.58533 0.25357
A03 1.51E+01 -3.368 50.08700 1.69973 9.40533 9.58533 0.25357
A03 1.56E+01 -3.368 50.08700 1.69973 9.87533 9.58533 0.25357
B03 1.07E+01 -3.368 50.05900 1.69948 4.95614 5.02948 0.27737
B03 1.11E+01 -3.368 50.05900 1.69948 5.33614 5.02948 0.27737
B03 1.05E+01 -3.368 50.05900 1.69948 4.79614 5.02948 0.27737
Standard 1.58E+01 -3.368 12.52800 1.09788 12.08233 12.14900 0.17010
Standard 1.60E+01 -3.368 12.52800 1.09788 12.34233 12.14900 0.17010
Standard 1.57E+01 -3.368 12.52800 1.09788 12.02233 12.14900 0.17010
A04 1.43E+01 -3.368 50.04900 1.69940 8.60644 8.62310 0.09609
A04 1.43E+01 -3.368 50.04900 1.69940 8.53644 8.62310 0.09609
A04 1.45E+01 -3.368 50.04900 1.69940 8.72644 8.62310 0.09609
B04 1.19E+01 -3.368 49.98700 1.69886 6.19825 6.15158 0.16503
B04 1.17E+01 -3.368 49.98700 1.69886 5.96825 6.15158 0.16503
B04 1.20E+01 -3.368 49.98700 1.69886 6.28825 6.15158 0.16503
A05 1.58E+01 -3.368 50.10600 1.69989 10.11477 9.97477 0.17776
A05 1.58E+01 -3.368 50.10600 1.69989 10.03477 9.97477 0.17776
A05 1.55E+01 -3.368 50.10600 1.69989 9.77477 9.97477 0.17776
122
Sample Starting
Quantity (SQ) Slope (dR) Template Log Template Exp. mRNA ER Mean ER Std. Dev
Standard 1.38E+01 -3.368 6.25800 0.79644 11.10761 11.12094 0.06110
Standard 1.38E+01 -3.368 6.25800 0.79644 11.06761 11.12094 0.06110
Standard 1.39E+01 -3.368 6.25800 0.79644 11.18761 11.12094 0.06110
B05 1.35E+01 -3.368 50.10800 1.69991 7.76471 7.67471 0.09000
B05 1.33E+01 -3.368 50.10800 1.69991 7.58471 7.67471 0.09000
B05 1.34E+01 -3.368 50.10800 1.69991 7.67471 7.67471 0.09000
A06 1.60E+01 -3.368 50.11200 1.69994 10.29460 10.41793 0.13051
A06 1.61E+01 -3.368 50.11200 1.69994 10.40460 10.41793 0.13051
A06 1.63E+01 -3.368 50.11200 1.69994 10.55460 10.41793 0.13051
B06 1.79E+01 -3.368 50.10800 1.69991 12.21471 12.07471 0.33287
B06 1.74E+01 -3.368 50.10800 1.69991 11.69471 12.07471 0.33287
B06 1.80E+01 -3.368 50.10800 1.69991 12.31471 12.07471 0.33287
Standard 1.20E+01 -3.368 3.13300 0.49596 10.32961 10.21294 0.29297
Standard 1.16E+01 -3.368 3.13300 0.49596 9.87961 10.21294 0.29297
Standard 1.21E+01 -3.368 3.13300 0.49596 10.42961 10.21294 0.29297
A07 1.50E+01 -3.368 49.96600 1.69867 9.31886 9.64553 0.29687
A07 1.56E+01 -3.368 49.96600 1.69867 9.89886 9.64553 0.29687
A07 1.54E+01 -3.368 49.96600 1.69867 9.71886 9.64553 0.29687
B07 1.88E+01 -3.368 49.99200 1.69890 13.05810 13.03477 0.15631
B07 1.89E+01 -3.368 49.99200 1.69890 13.17810 13.03477 0.15631
B07 1.86E+01 -3.368 49.99200 1.69890 12.86810 13.03477 0.15631
A08 1.65E+01 -3.368 50.03600 1.69928 10.72682 10.61015 0.12583
A08 1.62E+01 -3.368 50.03600 1.69928 10.47682 10.61015 0.12583
A08 1.64E+01 -3.368 50.03600 1.69928 10.62682 10.61015 0.12583
123
Sample Starting
Quantity (SQ) Slope (dR) Template Log Template Exp. mRNA ER Mean ER Std. Dev
Standard 9.78E+00 -3.368 1.56500 0.19451 9.12488 9.02488 0.15620
Standard 9.50E+00 -3.368 1.56500 0.19451 8.84488 9.02488 0.15620
Standard 9.76E+00 -3.368 1.56500 0.19451 9.10488 9.02488 0.15620
B08 1.87E+01 -3.368 50.11900 1.70000 12.95439 12.76106 0.17214
B08 1.84E+01 -3.368 50.11900 1.70000 12.70439 12.76106 0.17214
B08 1.84E+01 -3.368 50.11900 1.70000 12.62439 12.76106 0.17214
Standard 1.98E+01 -3.356 50.33100 1.70184 14.07864 14.05864 0.08185
Standard 1.98E+01 -3.356 50.33100 1.70184 14.12864 14.05864 0.08185
Standard 1.97E+01 -3.356 50.33100 1.70184 13.96864 14.05864 0.08185
A09 1.58E+01 -3.356 50.25600 1.70119 10.07081 9.99748 0.20984
A09 1.55E+01 -3.356 50.25600 1.70119 9.76081 9.99748 0.20984
A09 1.59E+01 -3.356 50.25600 1.70119 10.16081 9.99748 0.20984
B09 1.74E+01 -3.356 49.45750 1.69423 11.74416 11.71749 0.17156
B09 1.76E+01 -3.356 49.45750 1.69423 11.87416 11.71749 0.17156
B09 1.72E+01 -3.356 49.45750 1.69423 11.53416 11.71749 0.17156
A10 1.58E+01 -3.356 50.32250 1.70176 10.08889 10.22889 0.14000
A10 1.59E+01 -3.356 50.32250 1.70176 10.22889 10.22889 0.14000
A10 1.61E+01 -3.356 50.32250 1.70176 10.36889 10.22889 0.14000
Standard 1.78E+01 -3.356 25.61300 1.40846 13.11321 13.03321 0.07550
Standard 1.78E+01 -3.356 25.61300 1.40846 13.02321 13.03321 0.07550
Standard 1.77E+01 -3.356 25.61300 1.40846 12.96321 13.03321 0.07550
B10 1.84E+01 -3.356 50.30100 1.70158 12.64951 12.68951 0.15395
B10 1.86E+01 -3.356 50.30100 1.70158 12.85951 12.68951 0.15395
B10 1.83E+01 -3.356 50.30100 1.70158 12.55951 12.68951 0.15395
A11 1.42E+01 -3.356 50.08900 1.69974 8.45566 8.71900 0.22942
A11 1.46E+01 -3.356 50.08900 1.69974 8.87566 8.71900 0.22942
A11 1.45E+01 -3.356 50.08900 1.69974 8.82566 8.71900 0.22942
124
Sample Starting
Quantity (SQ) Slope (dR) Template Log Template Exp. mRNA ER Mean ER Std. Dev
B11 1.41E+01 -3.356 50.14450 1.70022 8.40405 8.42072 0.07638
B11 1.42E+01 -3.356 50.14450 1.70022 8.50405 8.42072 0.07638
B11 1.41E+01 -3.356 50.14450 1.70022 8.35405 8.42072 0.07638
Standard 1.57E+01 -3.356 12.60400 1.10051 12.02669 12.06003 0.06658
Standard 1.58E+01 -3.356 12.60400 1.10051 12.13669 12.06003 0.06658
Standard 1.57E+01 -3.356 12.60400 1.10051 12.01669 12.06003 0.06658
A12 1.42E+01 -3.356 50.18300 1.70056 8.50293 8.52627 0.04041
A12 1.42E+01 -3.356 50.18300 1.70056 8.50293 8.52627 0.04041
A12 1.43E+01 -3.356 50.18300 1.70056 8.57293 8.52627 0.04041
B12 1.49E+01 -3.356 50.01250 1.69908 9.16789 9.09123 0.11590
B12 1.47E+01 -3.356 50.01250 1.69908 8.95789 9.09123 0.11590
B12 1.49E+01 -3.356 50.01250 1.69908 9.14789 9.09123 0.11590
A13 1.63E+01 -3.356 50.12450 1.70005 10.61463 10.34130 0.24685
A13 1.60E+01 -3.356 50.12450 1.70005 10.27463 10.34130 0.24685
A13 1.58E+01 -3.356 50.12450 1.70005 10.13463 10.34130 0.24685
Standard 1.37E+01 -3.356 6.25200 0.79602 11.00856 11.03189 0.04933
Standard 1.37E+01 -3.356 6.25200 0.79602 10.99856 11.03189 0.04933
Standard 1.38E+01 -3.356 6.25200 0.79602 11.08856 11.03189 0.04933
B13 1.55E+01 -3.356 50.28300 1.70142 9.77003 9.80336 0.20207
B13 1.57E+01 -3.356 50.28300 1.70142 10.02003 9.80336 0.20207
B13 1.53E+01 -3.356 50.28300 1.70142 9.62003 9.80336 0.20207
A14 1.39E+01 -3.356 50.20950 1.70079 8.22216 8.32216 0.10000
A14 1.40E+01 -3.356 50.20950 1.70079 8.32216 8.32216 0.10000
A14 1.41E+01 -3.356 50.20950 1.70079 8.42216 8.32216 0.10000
B14 1.49E+01 -3.356 50.15900 1.70035 9.16363 9.17696 0.15044
B14 1.50E+01 -3.356 50.15900 1.70035 9.33363 9.17696 0.15044
B14 1.47E+01 -3.356 50.15900 1.70035 9.03363 9.17696 0.15044
125
Sample Starting
Quantity (SQ) Slope (dR) Template Log Template Exp. mRNA ER Mean ER Std. Dev
Standard 1.18E+01 -3.356 3.14400 0.49748 10.14045 10.07045 0.17578
Standard 1.15E+01 -3.356 3.14400 0.49748 9.87045 10.07045 0.17578
Standard 1.19E+01 -3.356 3.14400 0.49748 10.20045 10.07045 0.17578
A15 1.50E+01 -3.356 50.30500 1.70161 9.29939 9.76606 0.44658
A15 1.55E+01 -3.356 50.30500 1.70161 9.80939 9.76606 0.44658
A15 1.59E+01 -3.356 50.30500 1.70161 10.18939 9.76606 0.44658
B15 1.56E+01 -3.356 49.98300 1.69882 9.88875 9.94875 0.11269
B15 1.58E+01 -3.356 49.98300 1.69882 10.07875 9.94875 0.11269
B15 1.56E+01 -3.356 49.98300 1.69882 9.87875 9.94875 0.11269
Standard 9.66E+00 -3.356 1.52700 0.18384 9.04304 8.96637 0.10017
Standard 9.47E+00 -3.356 1.52700 0.18384 8.85304 8.96637 0.10017
Standard 9.62E+00 -3.356 1.52700 0.18384 9.00304 8.96637 0.10017
126
Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Ekspresi mRNA MMP1 Sebelum dan
Setelah dipapar UVB pada kelompok 1
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Klp 1 Sebelum & 9.3099 5 .81100 .36269
Setelah
Perlakuan 6.5216 5 1.00207 .44814
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Klp 1 Sebelum dan Setelah
Perlakuan 5 .265 .667
Signifikan > 0,05
Lampiran 19. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dan
Setelah Dipapar UVB pada kelompok 2
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Klp 2 Sebelum 10.179996 5 .3751672 .1677799
Setelah 12.455508 5 .5416044 .2422128
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Klp 2 Sebelum dan
setelah
perlakuan
5 -.151 .809
Signifikan < 0,05
127
Lampiran 20. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dan
Setelah dipapar UVB pada Kelompok 3
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Klp 3 Sebelum 9.134958 5 .8743159 .3910060
Setelah 9.288204 5 .6134756 .2743546
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Klp 3 Sebelum dan
Setelah
perlakuan
5 .750 .144
Tidak berbeda >0,05
Lampiran 21. Hasil Uji Normalitas Ekspresi mRNA MMP-1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Klp 1 Sebelum perlakuan .233 5 .200* .877 5 .294
Setelah perlakuan .165 5 .200* .975 5 .906
Klp 2 Sebelum perlakuan .152 5 .200* .980 5 .932
Setelah perlakuan .267 5 .200* .924 5 .555
Klp 3 Sebelum perlakuan .283 5 .200* .881 5 .314
Setelah perlakuan .199 5 .200* .937 5 .643
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan Uji Normalitas menggunakan uji Shapiro-wilk. Pedoman untuk mengambil keputusan (kolom Shapiro-wilk) : Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data berdistribusi normal (simetris). Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,005, data berdistribusi tidak normal (tidak simetris)
128
Lampiran 22. Hasil Uji Homogenitas (levene test) data transformasi
mRNA MMP-1
Test of Homogeneity of Variances
Kadar MMP-1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.613 5 24 .195
Keterangan :
Uji homogenitas dilakukan dengan Levene Test Pedoman untuk mengambil keputusan adalah : Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data homogen Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05, data tidak homogen
Lampiran 23. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Sebelum dipapar UVB
ANOVA
Ekspresi MMP-1 Sebelum Perlakuan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.133 2 1.566 3.007 .087
Within Groups 6.252 12 .521
Total 9.385 14
Lampiran 24. Hasil Statistik Ekspresi mRNA MMP-1 Setelah dipapar
UVB
ANOVA
Ekspresi MMP-1 Setelah Perlakuan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 88.161 2 44.080 79.005 .000
Within Groups 6.695 12 .558
Total 94.856 14
129
Lampiran 25. Uji Lanjutan LSD Ekspresi mRNA MMP-1 Setelah
Perlakuan
Multiple Comparisons
Ekspresi mRNA MMP-1 Setelah Perlakuan
LSD
(I) VAR00002 (J) VAR00002
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Klp 1 Klp 2 -5.933866* .472416 .000 -6.96317 -4.90456
Klp 3 -2.766562* .472416 .000 -3.79587 -1.73726
Klp 2 Klp 1 5.933866* .472416 .000 4.90456 6.96317
Klp 3 3.167304* .472416 .000 2.13800 4.19661
Klp 3 Klp 1 2.766562* .472416 .000 1.73726 3.79587
Klp 2 -3.167304* .472416 .000 -4.19661 -2.13800
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 26. Data Ketebalan Kolagen
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
6,5 3,2 5,3
5,8 2,9 4,8
5,3 3,5 4,5
6,2 3,7 4,7
6,1 2,8 5,0
130
Lampiran 27. Normalitas Ketebalan Kolagen
Tests of Normality
VAR00003
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Ketebalan Kolagen Kelompok 1 .204 5 .200* .966 5 .846
Kelompok 2 .198 5 .200* .939 5 .658
Kelompok 3 .178 5 .200* .981 5 .940
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan
Uji Normalitas menggunakan uji Shapiro-wilk.
Pedoman untuk mengambil keputusan (kolom Shapiro-wilk) : Nilai Sig. atau
signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data berdistribusi normal (simetris). Nilai
Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,005, data berdistribusi tidak normal
(tidak simetris)
Lampiran 28. Homogenitas Ketebalan Kolagen
Test of Homogeneity of Variances
Ketebalan Kolagen
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.416 2 12 .669
Keterangan :
Uji homogenitas dilakukan dengan Levene Test
Pedoman untuk mengambil keputusan adalah :
Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data homogen
Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05, data tidak homogen
ANOVA
Ketebalan Kolagen
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19.269 2 9.635 64.662 .000
Within Groups 1.788 12 .149
Total 21.057 14
131
Multiple Comparisons
Ketebalan Kolagen
LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Klp 1 Klp 2 2.76000* .24413 .000 2.2281 3.2919
Klp 3 1.12000* .24413 .001 .5881 1.6519
Klp 2 Klp 1 -2.76000* .24413 .000 -3.2919 -2.2281
Klp 3 -1.64000* .24413 .000 -2.1719 -1.1081
Klp 3 Klp 1 -1.12000* .24413 .001 -1.6519 -.5881
Klp 2 1.64000* .24413 .000 1.1081 2.1719
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 29. Data Kerapatan Kolagen
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
4 1 3
3 1 4
3 3 4
4 3 3
4 2 4
Lampiran 30. Hasil Homogenitas Kerapatan Kolagen
Test of Homogeneity of Variances
Kerapatan Kolagen
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.286 2 12 .144
Keterangan :
Uji homogenitas dilakukan dengan Levene Test
Pedoman untuk mengambil keputusan adalah :
Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data homogen
Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05, data tidak homogen
132
Lampiran 31. Hasil Uji Normalitas Kerapatan Kolagen
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Klp 1 .367 5 .026 .684 5 .006
Klp 2 .241 5 .200* .821 5 .119
Klp 3 .367 5 .026 .684 5 .006
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan
Uji Normalitas menggunakan uji Shapiro-wilk. Pedoman untuk mengambil keputusan (kolom Shapiro-wilk) : Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05, data berdistribusi normal (simetris). Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,005, data berdistribusi tidak normal (tidak simetris)
ANOVA
Kepadatan Kolagen
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8.533 2 4.267 8.000 .006
Within Groups 6.400 12 .533
Total 14.933 14
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Kepadatan Kolagen
LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Klp 1 Klp 2 1.60000* .46188 .005 .5936 2.6064
Klp 3 .00000 .46188 1.000 -1.0064 1.0064
Klp 2 Klp 1 -1.60000* .46188 .005 -2.6064 -.5936
Klp 3 -1.60000* .46188 .005 -2.6064 -.5936
Klp 3 Klp 1 .00000 .46188 1.000 -1.0064 1.0064
Klp 2 1.60000* .46188 .005 .5936 2.6064
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
133
Lampiran 32. Foto Penelitian
Klika Sterculia populifolia Ekstraksi klika Sterculia populifolia
Ekstrak klika Sterculia populifolia Pengujian antioksidan
Pengujian antioksidan Pengujian SPF
Pengujian SPF Formulasi krim
134
Krim ekstrak klika S.populifolia Penghilangan bulu mencit
Pengelompokan mencit Pengelompokan mencit
Pengelompokan mencit Pengambilan darah
Stimulator UV-B merek Kanel Pengukuran radiasi lampu UVB
135
Penyinaran UVB mencit Penyinaran UVB mencit
Biopsi kulit mencit Pengumpulan biopsy kulit
136
CURRICULUM VITAE
IDENTITAS DIRI
1. Nama Lengkap : Nur Khairi, S.Si, M.Si, Apt
2. Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang/ 14 April 1984
3. Pekerjaan : Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
4. NIDN : 0914048401
5. Pangkat/Jabatan : Lektor/ IIIb
6. Jenis Kelamin : Perempuan
7. Agama : Islam
8. Alamat : Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea Blok
NK.3 Makassar
9. Email : nurkhairijalil@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Dharma Wanita Unhas Makassar (1988-1989)
2. SD Inpres Unhas Tamalanrea (1989-1995)
3. SMP Negeri 12 Makassar (1995-1998)
4. SMA Negeri 5 Makassar (1998-2001)
5. D3 Teknik Gigi FKG Universitas Hasanuddin (2001-2004)
6. Program Studi Sarjana, Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas
Hasanuddin (2002-2008)
7. Program Studi Apoteker, Fak. Farmasi Universitas Hasanuddin (2008-
2009)
8. Program Studi Magister Farmasi, Fak. Farmasi Universitas Hasanuddin
(2009-2011)
RIWAYAT PEKERJAAN
1. Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar (2009-sekarang)
2. Apoteker Penanggung Jawab di Apotek Irsyaf Farma (2010-2011)
3. Apoteker Penanggung Jawab di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mulia
Indo (2011-2015)
4. Apoteker Penanggung Jawab di Apotek Kemuning Farma (2015-
sekarang)
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Pengurus IAI Cabang Pinrang (2015 - sekarang)
137
PUBLIKASI ILMIAH
1. The determination of Antioxidants activity and sunblock Sterculia
populifolia extract-based cream. Pharmaceutical and Biomedical
Research. 2018; 4(1): 20-26 (Author).
2. The Effectiveness of Extract Klika Sterculia populifolia cream On The
Collagen of Albino Mice Against Ultraviolet B Radiation. Indian Journal Of
Public Health Research and Development. 2019 Vol.10. No.1 (Author)
3. Effects of klika faloak (Sterculia populifolia) extract cream toward MMP-1
expression of albino mice against ultraviolet B radiation. Egyptian Journal
of Basic and Clinical Pharmacology. Vol. 9 (2019) (Author)
4. Anthocyanin-rich Buni-berry (Antidesma bunius) Extract Increases
Paraoxonase 1 Gene Expression in BALB/c Mice Fed with a High-fat Diet.
Journal of young pharmacists. Vol. 11, Issue 1, Jan-Maret 2019
SEMINAR :
1. Internasional Conference on Inter-Professional Education (IPE).
Makassar on September 28th – 29 th, 2017.
2. Seminar Nasional Kefarmasian. Pengembangan dunia farmasi :
Penaganan penyakit degenerative dari obat asli Indonesia dengan ilmu
kefarmasian terkini. Makassar 19 Maret 2016
3. CPD (Continuing Professional Development) dengan tema : “Asuhan
Kefarmasian Devepment). Makassar 9 September 2016
4. Internasional Workshop on Inter-Professional Education. Hasanuddin
University, Makassar on September 27th 2017
5. Peluang dan Tantangan Farmasi Klinik di Era Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Makassar 18 Maret 2016
6. Internasional Seminar Natural Product 2nd ISNP. February 2015
7. Pharmaceutical Scince Application. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi.
Makassar, 23 Mei 2014.
8. Seminar Nasional dan Workshop New Spirit of Pharmacy. Makassar,
Maret 201
9. Hasil Penelitian yang Berpotensi Paten. Ristek Dikti. Agustus 2017
Makassar, Desember 2018
Nur Khairi, S.Si, M.Si, Apt
top related