lp cidera kepala
Post on 17-May-2017
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
“CIDERA KEPALA BERAT”
A. Pengertian
Cidera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan
otak akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan
menyebabkan peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan
keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro
Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :
kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
2. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
3. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
4. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
C. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi
terus – menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial
akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra
kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak
bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
D. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat
sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya
reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula
sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-
tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan
EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga
beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit.
Catatan kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma
berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit
gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter
ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih
dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin
terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
E. Klasifikasi
Berdasarkan GCS maka cedera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi
yaitu cedera kepala derajat ringan , bila GCS :13-15, cedera kepala derajat
sedang, bila GCS : 9-12, Cedera kepala berat, bila GCS kurang atau sama
dengan 8
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala
duramater disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat.
Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan,
perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan
seterusnya secara bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala
fractura di depan:
Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan
arachnoidal.
Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus
maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita
mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas
menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui
tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis
cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter
ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii
antara lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-
gerakan biji mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan
facialis (VII); serta ketulian bukan karena trauma octavus tetapi karena
trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf
otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut
fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus
tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan
ini akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi
keretakan-keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura
sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a.
meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma
dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat merembet,
sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis.
Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu
yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan
otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat
dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah
temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-
cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75%
pada Fr. Capitis).
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus.
Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah
pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat
ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa
melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi
epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan
dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu
kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau
jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu
terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan
jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga
antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-
tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra
Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan
terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda
neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada
perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma
kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah
arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di
sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah
besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering
dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga
mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering
dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan
dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna “pelebaran
pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah
otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi
terjadi gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut
Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di
daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena
yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam
subkorteks. Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada
durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis
haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan
tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau
kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung
pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah
bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan
timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon
dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru -
jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia,
meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta
kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio
rigiditas).
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan
metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan
keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam
setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat
badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak
memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal
akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang
akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya
reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan
cara:
▪ Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi
fosfolipid dan komponen membran lain dari kerusakan.
▪ Mempertahankan kestabilan dan keutuhan
membran.
▪ Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di
dekatnya.
▪ Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
▪ Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun
intraseluler.
▪ Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
G. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak
tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus
otot.
b. Sirkulasi
Gejala :Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia)
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala:Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental,
Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman
lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri, nyeri yang
hebat,merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi.
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda: Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan, Kulit :
laserasi,abrasi,perubahan warna,tandabatle disekitar telinga,adanya aliran
cairan dari telin ga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak,
Demam.
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah
ke otak.
2. Nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial.
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi RasionalGangguan
perfusi
jaringan b/d
oedema
cerebri,
meningkatnya
aliran darah
ke otak.
Gangguan perfusi jaringan
tidak dapat diatasi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24
jam dengan KH :
- Mampu
mempertahankan
tingkat kesadaran
- Fungsi sensori dan
motorik membaik.
- Pantau status
neurologis secara
teratur.
- Evaluasi
kemampuan
membuka mata
(spontan, rangsang
nyeri).
- Kaji respon
motorik terhadap
perintah yang
Mengkaji adanya kecenderungan
pada tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan
lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP
Menentukan tingkat kesadaran
Mengukur kesadaran secara
keseluruhan dan kemampuan
untuk berespon pada rangsangan
eksternal.
Dikatakan sadar bila pasien
mampu meremas atau melepas
tangan pemeriksa.
Peningkatan tekanan darah
sistemik yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah
diastolik merupakan tanda
peningkatan TIK .
Peningkatan ritme dan disritmia
merupakan tanda adanya depresi
sederhana.
- Pantau TTV dan
catat hasilnya.
- Anjurkan orang
terdekat untuk
berbicara dengan
klien
- Kolaborasi
pemberian cairan
sesuai indikasi
melalui IV dengan
atau trauma batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai
kelainan jantung sebelumnya.
Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya peningkatan
TIK
Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien tampak
mempunyai efek relaksasi pada
beberapa klien koma yang akan
menurunkan TIK
Pembatasan cairan diperlukan
untuk menurunkan Oedema
cerebral: meminimalkan fluktuasi
aliran vaskuler, tekanan darah
(TD) dan TIK
alat kontrol
Gangguan
rasa nyaman
nyeri b/d
peningkatan
tekanan intra
kranial.
Rasa nyeri berkurang
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x
24 jam dengan KH :
- pasien mengatakan
nyeri berkurang.
- Pasien menunjukan
skala nyeri pada angka
3.
- Ekspresi wajah klien
rileks.
- Teliti keluhan
nyeri, catat
intensitasnya,
lokasinya dan
lamanya.
- Catat
kemungkinan
patofisiologi yang
khas, misalnya
adanya infeksi,
trauma servikal.
- Berikan kompres
dingin pada kepala
Mengidentifikasi karakteristik
nyeri merupakan faktor yang
penting untuk menentukan terapi
yang cocok serta
mengevaluasi keefektifan dari
terapi.
Pemahaman terhadap penyakit
yang mendasarinya membantu
dalam memilih intervensi yang
sesuai.
Meningkatkan rasa nyaman
dengan menurunkan vasodilatasi.
Perubahan
persepsi
sensori b/ d
penurunan
kesadaran,
peningkatan
tekanan intra
kranial.
Fungsi persepsi sensori
kembali normal setelah
dilakukan perawatan
selama 3x 24 jam dengan
KH :
- mampu mengenali
orang dan lingkungan
sekitar.
- Mengakui adanya
- Evaluasi secara
teratur perubahan
orientasi,
kemampuan
berbicara, alam
perasaan, sensori
dan proses pikir.
Fungsi cerebral bagian atas
biasanya terpengaruh lebih
dahulu oleh adanya gangguan
sirkulasi, oksigenasi. Perubahan
persepsi sensori motorik dan
kognitif mungkin akan
berkembang dan menetap dengan
perbaikan respon secara bertahap
perubahan dalam
kemampuannya.
- Kaji kesadaran
sensori dengan
sentuhan, panas/
dingin, benda
tajam/ tumpul dan
kesadaran
terhadap gerakan.
- Bicara dengan
suara yang lembut
dan pelan.
Gunakan kalimat
pendek dan
sederhana.
Pertahankan
kontak mata.
- Berikan
lingkungan
tersetruktur rapi,
Semua sistem sensori dapat
terpengaruh dengan adanya
perubahan yang melibatkan
peningkatan atau penurunan
sensitivitas atau kehilangan
sensasi untuk menerima dan
berespon sesuai dengan stimuli.
Pasien mungkin mengalami
keterbatasan perhatian atau
pemahaman selama fase akut dan
penyembuhan. Dengan tindakan
ini akan membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.
Mengurangi kelelahan,
kejenuhan dan memberikan
kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini
dapat meningkatkan gangguan
persepsi sensori).
Memberikan perasaan normal
tentang perubahan waktu dan
pola tidur.
Pendekatan antar disiplin ilmu
dapat menciptakan rencana
panatalaksanaan terintegrasi yang
berfokus pada masalah klien
nyaman dan buat
jadwal untuk klien
jika mungkin dan
tinjau kembali.
- Gunakan
penerangan siang
atau malam.
- Kolaborasi pada
ahli fisioterapi,
terapi okupasi,
terapi wicara dan
terapi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
top related