laporan lengkap etnofarmasi
Post on 09-Dec-2014
120 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN LENGKAP
“ ETNOFARMASI “
Disusun Oleh :
G 701 11 007 ASTRID NATALIA A.
G 701 11 012 SUCI BUDIARTI
G 701 11 013 ANNISA KARTIKA S.
G 701 11 016 NUR HIKMAH
G 701 11 017 LENY MARYANA
G 701 11 020 MIRANDA RAHAYU L.
G 701 11 056 PRAMITA PUTRI
G 701 11 065 PUTRAYANA DWI P.
G 701 11 070 ALDILA ARI SHELA
G 701 11 074 MAGFIRA
G 701 11 099 MUH. YUSUF ISLAMI
Kelompok:
II ( Dua )
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU / 2013
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga kami berhasil
menyelesaikan laporan ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “Laporan Lengkap Etnofarmasi”.
Laporan ini berisikan tentang informasi mengenai etnis di daerah-
daerah tertentu tentang cara mengobati suatu penyakit, dimana sasarannya
adalah sandro didaerah tersebut. Lebih khususnya kami ingin mengetahui
bahan atau ramuan bahan yang berasal dari alam, yang digunakan oleh sandro
sebagai pengobatan di Kabupaten Sigi, Kecamatan Biromaru.
Diharapkan laporan ini dapat memberikan informasi kepada pembaca
pada umumnya dan dimanfaatkan khususnya dalam bidang farmasi pada mata
kuliah etnofarmasi. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak,
khususnya orang-orang yang bersedia untuk diwawancarai serta orang-orang
yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Palu, 09 Maret 2013
Kelompok II
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ramuan tradisional adalam media pengobatan yang menggunakan
tanaman dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya.
Metode ini sangat erat kaitannya dengan tradisi nenek moyang manusia pada
zaman dahulu, ketika proses pengobatan masih dilakukan secara primitif
dengan menggunakan berbagai jenis tanaman yang diyakini mempunyai khasiat
obat. Karena itu, ramuan ini disebut dengan “ramuan tradisional”. Berbagai
jenis tanaman yang berkhasiat obat sebenarnya banyak yang dapat diperoleh
disekitar kita, seperti dihalam rumah, pinggir jalan, atau di dapur sebagai bahan
atau bumbu masakan.
Tidak dapat dipastikan sejak kapan ramuan tradisional digunakan
untuk pengobatan, karena tidak ada tulisan yang dengan jelas menyebutkan
waktunya. Namun, dari informasi yang berkembang selama ini, disebutkan
bahwa pengobatan tradisional telah dilakukan oleh nenek moyang sejak zaman
dahulu, dan diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucunya. Artinya,
pengetahuan mengenai ramuan tradisional diterima dari angkatan sebelumnya
dan dipergunakan begitu saja sesuai dengan pengalaman atau anjuran angkatan
sebelumnya.
Di Indonesia, penggunaan ramuan tradisional erat kaitannya dengan
pengobatan yang diwariskan secara turun-temurun. Pembuatan dan
pemjualannya biasanya dilakukan oleh para “dukun” di desa, penjual jamu
gendongan, dan kadang-kadang oleh seorang pelayan atau perempuan tua
berasal dari sebuah desa (Agromedia, R., 2008).
Etnofarmasis mempelajari tentang tanaman yang digunakan oleh
masyarakat asli. Etnofarmasis mempersiapkan studi wilayah mengenai
epidemologi, pengobatan tradisional, budaya masyarakat dan ekologi
lingkungan. Etnofarmasis mendeskripsikan penyakit kemudian
dikomunikasikan dengan tabib atau sandro tradisional dengan melakukan
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 3
proses wawancara. Seperti melakukan studi wilayah etnofarmasi didaerah
biromaru yang dimulai dengan mengoleksi pengetahuan secara rinci
masyarakat lokal mengenai pengobatan tradisonal. Studi ini merupakan studi
kualitatif dimana informasi yang diperoleh adalah dari hasil wawancara
beberapa sandro serta didokumentasikan, yang bertujuan untuk
menggambarkan realita, mengembangkan pengetahuan serta memperoleh
wawasan tentang tata cara pengobatan tradisional agar lebih banyak lagi.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami kajian etnofarmasi di daerah biromaru
2. Mengetahui dan memahami pengggunaan tumbuhan, hewan, dan bahan
mineral yang diketahui atau digunakan oleh etnis didaerah biromaru
3. Mengembangkan pengetahuan etnofarmasi warga didaerah biromaru
1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui sera memahami kajian mengenai etnis farmasi yang ada
didaerah biromaru
2. Dapat mengetahui sera memahami penguunaan tumbuhan, hewan, dan
bahan mineral yang digunakan oleh etnis didaerah biromaru sebagai
pengobatan
3. Dapat mengembangkan pengetahuan etnofarmasi warga daerah biromaru
agar dapat diuji lebih lanjut sebagai zat berkhasiat pengobatan.
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 4
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Wilayah Penelitian
Di Indonesia, pengobatan secara tradisional juga banyak berkembang
dan diwariskan secara turun-temurun, salah satunya di daerah Sulawesi Tengah
yaitu Kabupaten Sigi, Kecamatan Biromaru, Desa Mpanau sebagai lokasi
penelitian karena ditempat tersebut masih banyak terdapat etnis-etnis yang
dapat diwawancarai untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan
serta memiliki keaneka ragaman sampel darat, terutama tanaman. Informasi
tersebut yang berupa informasi etnomedisinal, yang diketahui oleh etnis
tersebut, oleh karena itu sejumlah data base dicari untuk dikumpulkan.
Kabupaten Sigi merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten
Donggala yang berdiri pada tanggal 21 Juni tahun 2008. Sebagian besar
masyarakat Kabupaten Sigi, terkhususnya Kecamatan Biromaru Desa Mpanau
telah memanfaatkan tanaman – tanaman yang berkhasiat sebagai obat dengan
cara membuat Tanaman Obat Keluarga (TOGA).
2.2 Profil Sandro
Terdapat 2 (dua) sandro yang bersedia untuk meluangkan
sedikit waktunya agar dapat kami wawancarai. Sandro yang pertama adalah
seorang wanita bernama Ibu Hajar dan sandro yang kedua bernama Ibu
Nulyana.
Sandro yang pertama yaitu Ibu Hajar, bertempat tinggal di Jalan
Dahlia Nomor 22 Dusun IV Kecamatan Biromaru. Beliau telah menjadi sandro
selama 3 tahun lebih dan sudah berumur hampir 57 tahun. Beliau mengaku
memperoleh ilmu mengenai pengobatan dengan tanaman yang dipercaya
berkhasiat dapat mengobati adalah dari nenek moyang sejak zaman dahulu, dan
diwariskan secara turun temurun hingga kepada beliau. Itu berarti pengetahuan
beliau mengenai pengobatan dengan tanaman tersebut diterima dari saudara
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 5
sebelumnya dan dipergunakan begitu saja sesuai dengan pengalaman atau
anjuran saudara atau angkatan sebelumnya.
Sandro yang kedua yaitu bernama Ibu Nulyana, bertempat tinggal di
jalan Dahlia No. 50. Beliau berumur 35 tahun dan beliau mengetahui
pengobatan berdasarkan pengalaman ibu mertua sandro tersebut. Berdasarkan
pengalaman itu, maka beliau bersedia menjadi sandro selama kurang lebih 10
tahun.
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 6
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Praktikum
Praktikum lapangan etnofarmasi dilakukan di Kabupaten Sigi,
Kecamatan Biromaru, Jalan Dahlia Dusun IV.
3.2 Metode Wawancara
Observasi dilakukan dengan metode wawancara secara kuisioner kepada
masyarakat, khususnya sandro yang dianggap mewakili atau mengetahui
tanaman-tanaman yang berkhasiat sebagai obat di daerah Biromaru.
3.3 Waktu Praktikum
Hari / Tanggal : Sabtu, 09 Maret 2013
Waktu : 10.00 – 12.30 WITA
3.4 Alat dan Bahan
a) Alat :
- Alat tulis
- Camera
- Peneliti
b) Bahan :
- Beberapa tanaman untuk dijadikan objek
3.5 Hasil Pengamatan
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di Indonesia, pengobatan secara tradisional juga banyak berkembang
dan diwariskan secara turun-temurun, salah satunya yaitu di daerah biromaru.
Kelompok studi kami memilih Kabupaten Sigi, Kecamatan Biromaru sebagai
lokasi penelitian karena ditempat tersebut masih banyak terdapat etnis-etnis
yang dapat diwawancarai untuk memperoleh informasi-informasi yang
dibutuhkan. Informasi tersebut yang berupa informasi etnomedisinal, yang
diketahui oleh etnis tersebut, oleh karena itu sejumlah data base dicari untuk
dikumpulkan. Proses untuk mencari informasi tersebut, kami kelompok 2
(dua) etnofarmasis melakukan komunikasi dengan beberapa sandro didaerah
tersebut dengan melakukan proses wawancara.
Terdapat 2 (dua) sandro yang bersedia untuk meluangkan sedikit
waktunya agar dapat kami wawancarai. Sandro yang pertama adalah seorang wanita
bernama Ibu Hajar dan sandro yang kedua bernama Ibu Nulyana. Adapun pemilihan
sandro tersebut lebih dari satu yaitu bertujuan agar dapat memperoleh, memperluas,
serta membandingkan informasi mengenai etnomedisinal yang diketahui oleh kedua
sandro tersebut.
Wawancara dengan sandro yang pertama yaitu Ibu Hajar, bertempat
tinggal di Jalan Dahlia Nomor 22 Dusun IV Kecamatan Biromaru. Beliau telah
menjadi sandro selama 3 tahun lebih dan sudah berumur hampir 57 tahun. Beliau
mengaku memperoleh ilmu mengenai pengobatan dengan tanaman yang dipercaya
berkhasiat dapat mengobati adalah dari nenek moyang sejak zaman dahulu, dan
diwariskan secara turun temurun hingga kepada beliau. Itu berarti pengetahuan beliau
mengenai pengobatan dengan tanaman tersebut diterima dari saudara sebelumnya dan
dipergunakan begitu saja sesuai dengan pengalaman atau anjuran saudara atau
angkatan sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa tanaman yang
sering digunakan sebagai obat di daerah tersebut. Diantaranya adalah penanda,
tamananga, tambajara, sifulumboa, pavoro, panontu, patikan kerbau, katilalo, daun
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 8
jambu biji. Rata-rata dari tanaman tersebut hanya diketahui nama berdasarkan
etnisnya, yaitu etnis kaili.
Tumbuhan penanda dalam bahasa kaili, dipercaya sebagai tumbuhan
yang berkhasiat untuk mengobati sariawan, panas dalam, luka dibagian bibir serta
mengobati sakit perut. Pada penggunaannya penanda digunakan dengan meremas
berberapa helai daun atau secukupnya kemudian mengambil air sari daun tersebut
hingga menjadi 1 sampai 2 sendok lalu diminum sekali sehari hingga sembuh lalu
pemakaian dihentikkan. Untuk luka dibagian bibir air sari dari daun penanda yang
diperas, cukup dioleskan pada bagian bibir yang luka. Untuk sakit perut, secukupnya
daun penanda direbus kemudian dimunum airnya. Pada penggunaannya tidak
diketahui berapa jumlah helai daun, yang digunakan, tetapi hanya dicukup-cukupkan
saja. Untuk tempat tumbuhnya, tumbuhan penanda tumbuh di dataran rendah dan
lebih baik kalau tumbuh didaerah yang lembab, karena menurut pengamatan Ibu
Hajar jika penanda tumbuh didaerah kering, maka tanamannya akan tumbuh kerdil
atau kecil. Tetapi tumbuhan ini tumbuh secara liar di belakang rumah Ibu Hijrah dan
tidak memerlukan syarat khusus untuk tumbuh.
Tumbuhan selanjutnya adalah tamananga dalam bahasa kaili,
dipercaya untuk mengobati batuk, baik batuk kering maupun batuk berdahak.
Tumbuhan ini dapat dikombinasi dengan penanda atau akar kucing juga berkhasiat
untuk obat batuk. Penggunaannya sama dengan penanda yaitu dengan meremas lalu
diambil air sari daunnya hingga menjadi 1 sampai 2 sendok lalu diminum sekali
sehari hingga sembuh. Tempat tumbuh juga sama dengan penanda yaitu didataran
rendah dan daerah lembab, serta tumbuh secara liar.
Tumbuhan selanjutnya adalah tambajara dalam bahasa kailinya. Dipercaya
dapat mengobati flu / influenza. Pada penggunaanya sama seperti penanda dan
tamananga, yaitu dengan meremas daun dan meminum sarinya 1-2 sendok hingga
sembuh. Tempat tumbuh untuk tumbuhan ini juga tumbuh didataran rendah dan
daerah lembab. Tumbuhan ini juga memiliki bunga yang dapat dihirup karena
memiliki bau yang enak jika dihirup dan berkhasiat untuk mengobati flu.
Tanaman selanjutnya adalah sifulumboa adalam bahasa kaili, tanaman ini
dipercaya dapat mengobat sega penyakit yang berhubungan dengan paru-paru seperti
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 9
batuk berdahak maupun kering, munta darah, asma, TBC serta penyakit dalam
lainnya. Pada penggunaanya daun segar sifulumboa digunakan dengan cara dicuci
terlebih dahulu kemudian ditumbuk campurkan air, gula merah, dan kunyit
secukupnya, lalu campuran tersebut diminum sehari sekali hingga sembuh. Gula
merah disini digunakan sebagai pemanis saja. Pada pertumbuhan, tanaman tersebut
tumbuh didataran rendah dan tidak tumbuh liar, tetapi dibudidayakan oleh Ibu Hajar
dibelakang rumah beliau.
Tanaman selanjutnya adalah gulasintovau dalam bahasa kailinya, dipercaya
masyarakat disana dapat menyembuhkan batuk. Tumbuhan ini dapat dikombinasi
dengan tumbuhan penanda dengan cara daun segar diremas lalu diambil airnya
hingga mencadi satu sendok dan diminum hingga sehari sekali hingga
sembuh.tumbuhan ini memiliki bau khas yang harum.
Tanaman selanjutnya adalah pavoro dalam bahasa kaili, dipercaya
masyarakat disana dapat mengobati usus buntu dengan mekanisme kerjanya yaitu
pengeluaran feaces yang cukup banyak. Pada penggunaanya yaitu daun segar
tumbuhan pavoro dicuci dengan air mengalir lalu disiram dengan air panas, kemudian
tunggu hingga dingin lalu minum air sarinya. Tumbuhan ini tumbuh secara liar di
halaman depan rumah Ibu Hajar di dataran rendah.
Tanaman selanjutnya adalah panontu dalam bahasa kailinya, dipercaya
masyarakat disana sebagai obat gula, selain itu juga dapat mengobati usus buntu.
Cara penggunaanya sama dengan tanaman pavoro yaitu tanaman dicuci bersih lalu
siram dengan air panas, tunggu hingga dingin kemudian diminum air sarinya.
Menurut Ibu Hajar, tanaman pavoro dipercaya dapat membawa rejeki dalam berbisnis
atau berdagang. Dalam kepercayaan mereka jika tanaman ini dibawa bersama
tanaman sididi dapat membawa keberuntungan dalam berdagang atau berbisnis.
Tanaman-tanaman selanjutnya adalah yang tumbuh dipekarangan Ibu Hajar
dan bermanfaat sebagai pengobatan antara lain adalah patikan kebo yang seluruh
bagian tanamanya dipercaya sebagai obat asam urat, tanaman katilalo yang getahnya
dipercaya sebagai obat untuk menyembuhkan pasien yang muntah darah, dan
getahnya dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan daun jambu biji yang
dipercaya dapat mengobati sakit perut. Masih banyak lagi tanaman berkhasiat obat
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 10
yang dimiliki oleh Ibu hajar, tetapi kami hanya mencatat tanaman yang sering dipakai
oleh beliau dalam pengobatan.
Sandro yang kedua yang kami wawancarai adalah Ibu Nulyana yang
juga tinggal di Jalan Dahlia, Kecamatan Biromaru. Ibu Nulyana dalam melakukan
pengobatan dari tanaman yang berkhasiat mengaku memperoleh ilmu tersebut dari
Ibu beliau dan digunakan berdasarkan pengalaman. Itu berarti pengetahuan beliau
mengenai pengobatan dengan tanaman tersebut diterima dari saudara sebelumnya dan
dipergunakan begitu saja sesuai dengan pengalaman atau anjuran saudara atau
angkatan sebelumnya. Dari wawancara kami dengan beliau terdapat beberapa
tanaman yang digunakan sebagai pengobatan yaitu dauh mayana, bunga belimbing
asam, fotedala dan kumis kucing.
Daun mayana yang digunakan, dipercaya dapat mengobati batuk serta asma.
Pada penggunaanya diambil daun mayana secukupnya (biasanya satu genggam) lalu
dicuci terlebih dahulu kemudian diperas lalu diambil air sarinya hingga menjadi 1-3
sendok, lalu diminum sehari sekali hingga sembuh baru pamakaian dihentikan. Pada
bayi, penggunaannya cukup 1 sendok saja. Karena pasien dari Ibu Nulyana
kebanyakan adalah anak-anak, oleh karena itu biasanya air sari daun mayana dapat
ditambahkan dengan madu, sebagai pemberi rasa manis. Selain itu penggunaan daun
mayana dapat dikombinasi dengan bunga belimbing asam (biasanya setengah
genggam) untuk mengobati batuk, dengan cara pengguaan yang sama.
Tanaman yang selanjutnya adalah fotedala dalam bahasa kailinya, yang
dipercaya dapat mengobati batuk berdahak dengan mekanisme kerjanya yaitu sebagai
pengencer dahak. Pada penggunaanya yaitu daun fotedala segar dicuci bersih lalu
ditumbuk dan tambahkan air secukupnya lalu ambil air sarinya hingga mencapai 2
sampai 3 sendok makan. Diminum dua kali sehari, pagi dan sore, jika batuk sudah
sembuh pengobatan dapat dihentikan. Biasanya pasien dapat dipijat atau diurut agar
penyembuhan bisa lebih cepat lagi. Daun fotedala jika dikombinasikan dengan
tanaman kumis kucing dapat mengobati penyakit gagal ginjal dengan mekanisme
kerja yaitu pengeluaran air seni atau diuretik.
Penggunaan tanaman obat yang digunakan oleh Ibu Nulyana dan Ibu hajar
sama-sama berdasarkan pengalaman yang diterima dari saudara atau angkatan
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 11
sebelumnya dan digunakan berdasarkan pengalaman saja. Akan tetapi cara-cara
pengobatan tradisional tersebut tidak dicatat dengan baik karena
teknik pengobatannya diajarkan secara lisan (Rosita et al., 2007), sehingga
dalam perkembangannya banyak teknik pengobatan lama yang
hilang atau terlupakan. Hal tersebut diharapkan untuk dilakukannya
upaya pemanfaatan dan pelestarian pengetahuan masyarakat atau
suku tentang pengobatan tradisional yang telah dilakukan secara
empiris. Yang dimana upaya tersebut mulai dari inventarisasi,
pemanfaatan, budidaya sampai dengan penggalian kembali
pengetahuan suku lokal tentang obat tradisional (Darmono, 2007).
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 12
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia, R., 2008, 273 Ramuan Tradisional Untuk Mengatasi Aneka Penyakit,
Penerbit PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Darmono. 2007, Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L.) di Suku
Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado, Bioscientiae, 4 (2) : 71-78.
Rosita, S.M.D., Rostiana, O., Pribadi, dan Hernani, 2007, Penggalian IPTEK
Etnomedisin di Gunung Gede Pangrango, Bul. Littro, 18 (1) : 13-28.
Laporan Lengkap Etnofarmasi Page 13
top related