belajar jadi pengusaha
Post on 07-Apr-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
1/37
DAFTAR ISI
MIMPI JADI ENTREPRENEUR.................................................................................................................3
MENJADI ENTREPRENEUR, SEMUA BISA...........................................................................................3
MANAGER YANG BERJIWA ENTREPRENEUR...................................................................................4
GAGAL KULIAH, JADILAH ENTREPRENEUR....................................................................................5
BERANI DULU, BARU TRAMPIL.............................................................................................................6
KAYA IDE, MISKIN KEBERANIAN.........................................................................................................7
PELUANG BISNIS DI SEKITAR................................................................................................................8
BUKAN MELULU KARENA UANG..........................................................................................................9
MEMULAI BISNIS BARU..........................................................................................................................10
MEMULAI BISNIS TANPA UANG TUNAI.............................................................................................11
MITOS HUTANG........................................................................................................................................12
BERHUTANG ITU MULIA........................................................................................................................13
JANGAN JADI PENGUSAHA KLIEN.....................................................................................................14
BELAJAR BISNIS SAMBIL JALAN........................................................................................................15
PROSES KREATIF BERWIRAUSAHA...................................................................................................16
KEBERANIAN ENTREPRENEUR WANITA.........................................................................................18
KEBERUNTUNGAN DAN TIMING.........................................................................................................19
SUKSES ITU BIKIN "PEDE"....................................................................................................................20
REJEKI ITU BISA DIRENCANAKAN.....................................................................................................20
SUKSES ITU GURU YANG JELEK.........................................................................................................21
KARIR ENTREPRENEUR.........................................................................................................................22
BISNIS KELUARGA...................................................................................................................................23
JIKA ANAK INGIN BISNIS.......................................................................................................................24
BODOL, BOTOL, DAN BOBOL................................................................................................................25
MAU BIKIN APA LAGI..............................................................................................................................26
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY1
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
2/37
BANGUN BISNIS, BELI PROPERTI........................................................................................................27
SETELAH PENSIUN, MAU APA?............................................................................................................28
MALU MEMASAK, SESAT DALAM BERBISNIS !..............................................................................28
JADI RAJA PROPERTY DENGAN JUAL RUMAH SENDIRI............................................................30
DAYA UNGKIT BISNIS.............................................................................................................................32
VIRUS ENTREPRENEUR..........................................................................................................................33
JADI PENGUSAHA TAK HARUS PINTAR............................................................................................34
KAYA ITU MIMPI......................................................................................................................................36
BELAJAR MANDIRI DENGAN BUKA USAHA....................................................................................36
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY2
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
3/37
Mimpi Jadi Entrepreneur
Sunday, 24 October 2004
Jika kita punya tekad besar, tak mustahil hal itu akan terwujud.
Banyak di antara kita, yang ingin bekerja pada perusahaan orang lain, sebagai karyawan. Apakah itu karyawan
perusahaan swasta maupun pegawai negeri. saya kira alasannya, kita tentu sudah tahu semua, yaitu sebagai
karyawan yang dibutuhkan adalah keamanan. Setiap bulan ada kepastian terima gaji. Setelah tua dapat pensiun.
Mengapa tidak tertarik untuk menjadi entrepreneur. Saya kira,hal itu karena di antara kita banyak yangtidak
siap menghadapi risiko atau lebih tepat disebut suka menjauh dari risiko. Sehingga, tidak mengherankan,
banyak di antara kita yang kemudian takut untuk menjadi entrepreneur.
Karena inginnya aman-aman saja, saya kira itu sebabnya mengapa yang sudah jadi karyawan pun sulit untuk
berubah menjadi entrepreneur. Oleh karena itu, saya mengajak bagaimana kalau kita menjadi entrepreneur.
Menurut saya, jika kita punya tekad besar, tak mustahil hal itu akan terwujud. Saya yakin, kita akan lebih
bangga, karena kita akhirnya punya banyak karyawan, dan bisa menggaji mereka, cobalah kita jalani.
Pemikiran saya ini memang beda dengan saat kita sekolah dulu. Dimana setelah kita lulus nanti, mencari kerja,
lalu bekerja keras, dan terus mendapatkan uang. Setelah uang itu kita raih, uang itu kita tabung. Jadinya, kita
tak pernah belajar bagaimana untuk berani mengambil risiko. Kita tak pernah belajar bagaimana untuk berani
membuka usaha. Tapi sebaliknya, kita justru lebih diajarkan bagaimana kita bisa mencari pekerjaan pada
perusahaan orang lain atau istilah lain, menggantungkan nasib kita pada orang lain. Akhirnya apa yang terjadi,
kalau dia terkena PHK. Akibatnya, mereka pun menganggur.
Saya justru berpendapat, bahwa sistem pendidikan kita semestinya tidak seperti itu. Tapi sebaliknya, sistem
pendidikan kita seharusnya mengajarkan bagaimana kita bisa mandiri. Oleh karena itulah, menurut saya, di era
otonomi sekarang ini tak ada salahnya kalau kita mau membangun mental dan emosi kita. Kita harus pula selalu
punya keberanian mengambil risiko. Kita tidak seharusnya takut membuat kesalahan, dan kita tidak seharusnyatakut untuk gagal. Saya yakin, dengan begitu kita akan lebih punya keberanian membuka usaha.
Bahkan, menurut Robert Kiyosaki, penulis best seller "Rich Dad Poor Dad", agar kita bisa menjadi pengusaha,
maka kita harus punya mimpi. Kita harus punya tekad besar, kemauan untuk belajar, dan punya kemampuan
Menggunakan dengan benar aset kita yang tak lain merupakan pemberian Tuhan.
Itu sebabnya, mengapa banyak orang di sekitar kita yang tidak tertarik untuk memiliki bisnis sendiri.
Jawabannya, dapat disimpulkan dalam satu kata: Resiko. Yah, takut menghadapi risiko. Sehingga, mental dan
emosi kita hanya ingin aman-aman saja.
Oleh karena itu, kenapa kita tidak mau mencoba menjadi pengusaha. Kalau kita punya mimpi dan tekad besal,
saya berkeyakinan, kita bisa menjadi entrepreneur. Apalagi, kalau kita mau merubah mental dan emosi kita
yang selama ini inginnya selalu menjadi karyawan. Mental dan emosi untuk selalu aman menerima gaji,
seharusnya kita ubah menjadi mental dan emosi untuk bisa memberi gaji. Anda berani mencoba?
Menjadi Entrepreneur, Semua Bisa
Wednesday, 27 October 2004
Menjadi entrepteneur sangat tergantung kemampuan kita merekayasa diri.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY3
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
4/37
Menjadi entrepreneur, saya yakin siapapun bisa. Hal ini, sengaja saya ungkap dalam tulisan ini, mengingat di
lapangan kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis atau keturunan Cina itu lebih
berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya. Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau
bakat. Saya kira itu bukan satu-satunya. Justru yang benar, menurut saya, anak-anak mereka sejak kecilnya
memang telah belajar secara informal tentang bisnis (yang menjadi dunia orang tuanya) dari lingkungan
keluarganya terus menerus, dan kemudian merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk
pola berpikir dan cara berperilaku.
Dalam konteks ini, saya justru berpendapat, meski kita tak ada bakat dagang, bisa saja jadi pedagang atau
wirausahawan. Karena itu, janganlah kita merasa rendah diri hanya karena persoalan berbakat atau tidak.
Menurut saya, untuk menjadi pengusaha itu juga tak mengenal usia tua atau muda. Kaya atau miskin. Jenius
atau tidak. Mahasiswa atau bukan. Sudah sarjana atau belum. Dan, gelar formal seseorang itu, saya kira,
bukanlah jaminan atau faktor penentu satu-satunya untuk kita berhasil menjadi pengusaha.
Bahkan, Al Ries, seorang penulis buku: "Positioning: The Battle of Your Mind", ini pernah mengungkapkan, bahwa
lebih dari lima puluh persen anggota eksekutif puncak di Mc. Donald's Corporation, ternyata juga tidak bergelar
akademis. Namun, mereka mampu meraih kesuksesan yang luar biasa.
Selain itu, untuk menjadi pengusaha itu, juga tidak mengenal etnis. Artinya, etnis apapun bisa menjadipengusaha yang sukses. Maka, sebaiknya janganlah ada kekhawatiran lainnya yang mungkin masih terbayang
dibenak kita atau yang intinya kita "alergi" dengan dunia usaha.
Sebab, sesungguhnya keberhasilan seseorang menjadi pengusaha sangat tergantung pada kemampuan kita untuk
merekayasa diri melalui pengalaman hidup di luar keluarga. Misalnya, bisa melalui pendidikan atau pelatihan
atau mentoring. Atau bisa juga kita belajar dari pengalaman di lapangan atau istilahnya "universitas kehidupan".
Apalagi, kalau kita juga mampu melaksanakan empat tugas pokok seorang wirausahawan, yakni: tugas kreatif,
tugas
manajerial, tugas interpersonal, dan tugas kepemimpinan. Hal tersebut tentunya akan lebih memungkinkan lagi
bagi kita, untuk lebih bisa meraih keberhasilan dalam karier sebagai pengusaha yang sukses.
Maka, sekali lagi, percayalah pada kemampuan kita. Pemikiran pesimistis yang membuat kita merasa tidak
mampu menjadi pengusaha, itu harus kita buang jauh-jauh. Sebaliknya, kita tidak hanya yakin sekadar bisa
menjadi pengusaha, tapi kita pun akan semakin yakin dan mampu menjadi pengusaha yang sukses.
Saya yakin, dengan kita bersikap begitu, pasti selalu ada jalan untuk menjadi pengusaha yang sukses. Itu ibarat
air yang tak akan mulai mengalir kalau krannya belum diputar. Anda berani mencoba?
Manager Yang Berjiwa Entrepreneur
Thursday, 30 June 2005
Memajukan perusahaan, saya kira, itulah harapan setiap orang yang bergerak di bidang bisnis. Itu hal yang
sangat mungkin, asal orang-orang yang ada di dalamnya mau berusaha mewujudkan keinginan tersebut.
Menurut saya, salah satu jalan untuk mewujudkan keinginan tersebut diantaranya adalah membentuk manajer-
manajer yang berjiwa entrepreneur di sebuah perusahaan.
Hal ini sangatlah penting. Sebab jika tidak, akan berakibat pada perusahaan atau bisnis itu sendiri, yakni
usaha akan berada pada posisi stabil atau status quo. Kondisinya hanya begitu-begitu saja.
Namun lain halnya, apabila sebuah perusahaan memiliki manajer yang berjiwa entrepreneur, saya yakin bisnis
yang tersebut akan lebih berpeluang cepat berkembang. Juga, akan lebih siap menghadapi persaingan bisnis
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY4
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
5/37
yang ketat di era globalisasi. Selain itu, manajer berjiwa entrepreneur akan membuat sebuah perusahaan lebih
kreatif dan inovatif. Sebab, bisnis
yang sudah mencapai titik optimum biasanya jika tidak disentuh oleh manajer berjiwa entrepreneur, justru akan
mengalami kondisi menurun. Saya sendiri merasakan bahwa ketika sebuah perusahaan memiliki manajer berjiwa
entrepreneur, biasanya perusahaan tersebut juga akan selalu siap menghadapi setiap perubahan dalam bisnis.
Itu pula yang saya kira, ada di perusahaan saya.Dan, perubahan, bagi manajer berjiwa entrepreneur adalah pekerjaan itu sendiri. Sedangkan resiko yang timbul
juga bagian dari pekerjaannya. Persis seperti yang dikatakan oleh William Ahmanson, bahwa dalam bisnis tidak
ada jalan lurus yang dapat ditempuh dari tempat satu ke tempat lain.
Maka, dalam konteks inilah, saya melihat, bahwa ada tiga komponen di dalam sebuah bisnis, meliputi: investor
(orang yang mencari resiko), entrepreneur (orang yang mengambil resiko), dan manager (orang yang menghindar
dari resiko).
Dan, dalam kondisi bisnis yang baik, jiwa entrepreneur menjadi hal yang sangat penting. Apalagi di saat
sebuah usaha harus menghadapi krisis ekonomi, tentu saja sikap ini akan lebih penting lagi.
Karena itu, kita bisa melihat, bagaimana orang-orang barat yang bergerak di dunia usaha juga terus melakukan
pengambangan bentuk-bentuk intuisi, yang saya tahu itu sangat banyak membantu dalam mengembangkan
usahanya. Itu juga pertanda, bahwa mereka memiliki jiwa entrepreneur.
Adapun ciri-ciri manajer berjiwa entrepreneur memang tidak hanya itu. Menurut J.A Schumpeter dalam bukunya
The Entrepreneur as Innovator, manajer berjiwa entrepreneur juga merupakan sosok yang berambisi tinggi di
dalam mengembangkan bisnisnya, energik, percaya diri, kreatif dan inovatif,
senang dan pandai bergaul, berpadangan ke depan, bersifat fleksibel, berani terhadap resiko
, senang mandiri dan bebas, banyak inisiatif dan bertanggung jawab,
optimistik, memandang kegagalan sebagai pengalaman yang berharga (positif), selalu berorientasi pada
keuntungan, dan gemar berkompetisi.
Berbeda dengan manajer yang tidak berjiwa entrepreneur. Biasanya mereka cenderung berpikir sangat rasional,
suka kemapanan, dan tidak menginginkan adanya perubahan. Kerap kali terjadi mereka
mengalami kesulitan dalam mengikuti gaya berpikir seorang entrepreneur.
Mereka juga akan kesulitan mengikuti langkah-langkah bisnis entrepreneur.
Namun ketika seorang manajer memiliki sense of entrepreneur, biasanya ia akan bisa menjadi entrepreneur
sejati. Dan, apabila Anda sebagai entrepreneur telah memiliki manajer yang menjalankan usaha Anda,
sebaiknya manajer perusahaan yang berjiwa entrepreneur tersebut Anda beri lagi sebuah tantangan yang lebih
besar, misalnya mengelola unit usaha anda, lantas berbekal jiwa entrepreneur yang dimilikinya,
ia memberanikan diri mendirikan usaha sendiri. Itu tentu saja lebih baik.
Sebab tindakannya itu akan membantu menciptakan lapangan kerja, entrepreneur-entrepreneur baru pun
semakin sering bermunculan.
Memang, pada akhirnya bisa jadi ia akan menjadi kompetitor Anda jika ternyata bisnis yang digelutinya sama
dengan bisnis Anda. Saran saya, anggap saja itu sebagai bumbu penyedap dalam menggeluti bisnis. Selamat
menjadi manajer berjiwa entrepreneur. Atau, membentuk manajer Anda memiliki karakter entrepreneur
.
Gagal Kuliah, Jadilah Entrepreneur
Sunday, 24 October 2004
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY5
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
6/37
Mulailah berwirausaha justru di saat kita tidak punya apa-apa.
Waktu kuliah dulu saya punya teman yang pandai dan memiliki wawasan dunia bisnis yang lumayan. Ide-ide
rencana usaha yang muncul dari pemikirannya sangat cemerlang. prospeltif, dan berpeluang besar untuk
digarap. Selalu saja, ide-ide itu adalah ide bisnis yang menarik, Semua teman kuliah berdecak kagum dengan
lontaran ide-idenya.
Tetapi ide-ide itu tinggal ide saja. Sampai hari ini belum ada satu pun bisnis yang pernah dijalankannya.Malahan, terakhir saya ketemu dia, berstatus karyawan sebuah perusahaan publik di Jakarta. Dia memang
terlalu pandai untuk merencanakan sebuah usaha sekaligus terlalu takut untuk memulai.
Ada juga mahasiswa yang pernah datang pada saya. Dia menyatakan ingin berwirasusaha, kemudian dia
mengatakan, bahwa dirinya belum punya modal dan tidak begitu pandai. Saya katakan pada dia: "Kebetulan!"
Kemudian saya katakan lagi: "Jangan takut, karena modal utama untuk memulai bisnis adalah keberanian."
Mengapa saya katakan seperti itu? Sebab, biasanya kalau terlalu pinter itu malah terlalu berhitung. Orang yang
tahu banyak hal, maka dia akan tahu banyak risiko dan halangan di depannya. Hal itu menurut saya justru akan
menciutkan nyalinya. Saya malah pernah bilang pada seorang sarjana yang ingin berwirausaha.
Saya katakan: "Sekarang, abaikan ijazahmu. Buatlah dirimu seolah-olah tidak punya apa-apa, kecuali semangat
dan keinginan yang kuat." Saya teruskan: "Mulailah berwirausaha justru pada saat Anda tidak punya apa-apa.
Saat Anda merasa tertekan. Saat Anda tidak dapat berbuat apa-apa dengan ijazah Anda. Saat Andakebingungan
karena harus bayar kredit rumah. Atau pada saat Anda merasa terhina."
Memang nasehat saya ini agak berbeda dengan kebanyakan orang. Biasanya orang menyarankan, kalau mau
usaha sebaiknya mengumpulkan modal dulu, kemudian cari tempat dan seterusnya. Tetapi, banyak orang sukses
sebagai wirausahawan justru dimulai dari sebaliknya, hanya punya semangat dan tidak punya apa-apa.
Kondisi yang ada memaksa mereka harus "bermimpi" tentang masa depannya, kemudian tertantang untuk
menggapainya, dan berusaha keras untuk mewujudkannya.
Anda tentu tahu atau paling tidak pernah mendengar nama Steve Jobs. sebelumnya dia bukan siapa- siapa. Jobs
hanyalah anak muda yang gemar bercelana jeans belel dan berkantong kempes. Belakangan, dia membuat Apple
Computer di garasi rumahnya, dan mendirikan perusahaan yang masuk Fortune 500 lebih cepat dari siapapun
sepanjang sejarah. Jobs adalah contoh orang yang berhasil dalam berwirausaha, justru bukan karena
kepandaiannya di bangku kuliah. Tapi, karena ia memiliki keberanian dan keyakinan akan usaha yang
digelutinya. Dia mampu bertindak merealisasi gagasannya dengan meninggalkan lingkungan kuliah dan teman-
temannya yang suka berhura-hura. Tapi, saya tidak menyarankan Anda untuk mengabaikan pendidikan. Hanya
saja, saya ingin mengatakan, bahwa untuk menjadi wirausahawan terlebih dahulu dibutuhkan keberanian
memulai (bertindak), untuk memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Hal tersebut harus segera dilakukan,
sebelum orang lain mendahuluinya. Kepandaian akademis akan diperlukan bila usaha kita sudah berjalan, dan
itu bisa kita dapatkan dengan mengikuti kuliah lagi, atau kita bisa membayar orang-orang pandai sebagai
karyawan atau konsultan.
Berani Dulu, Baru Trampil
Sunday, 24 October 2004
Saya bisanya hanya nggodhog wedang atau merebus air, tapi akhirnya saya bisa juga punya restoran. Itu karena,
saya punya keberanian. Saat saya berbicara pada kuliah kewirausahaan di Fakultas Ekonomi sebuah universitas
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY6
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
7/37
swasta di Yogyakarta, saya sempat ditanya para mahasiswa: "Apakah seorang untuk menjadi pengusaha itu harus
memiliki keterampilan dulu ?"
Saya rasa, ini pertanyaan bagus. Pertanyaan yang sama pernah juga hinggap di benak saya, yaitu saat saya baru
memulai menjadi pengusaha. Saat pertanyaan ini saya balikkan pada mereka, teryata sebagian besar mahasiswa
mengatakan: "Perlu terampil dulu, baru berani memulai usaha."
Saya rasa jawaban mereka tidak bisa disalahkan. Mereka cenderung menggunakan otak rasional. Padahalmenurut saya, untuk menjadi pengusaha, kita harus berani dulu memulai usaha, baru setelah itu memiliki
keterampilan. Bukan sebaliknya, terampil dulu, baru berani memulai usaha.
Sebab, saya melihat di Indonesia, ini sebenarya banyak sekali pengangguran yang tidak sedikit memiliki
keterampilan tertentu. Namun, mereka tidak punya keberanian memulai usaha. Akibatnya, keterampilan yang
dimiliki apakah yang diperolehnya saat sekolah atau bekerja sebelumnya, akhirnya banyak yang tidak
dimanfaatkan. Itu 'kan itu sayang sekali.
Seperti yang saya alami sendiri, saat membuka usaha Restoran Padang Sari Raja. Saya katakan pada mereka,
bahwa terus terang saya tidak bisa membuat masakan padang yang enak. saya penikmat masakan padang. Tapi
saya tidak tahu bumbunya apa saja yang membuat masakan tersebut enak. Saya katakan pada mereka: "Saya
bisanya hanya nggodhog wedang atau merebus air".Itu artinya apa? Saya bisa punya usaha restoran, karena saya punya keberanian. Begitu juga, saat saya dulu
membuka usaha Bimbingan Belajar Primagama. Saya belum pernah mengajar atau menjadi tentor di tempat
lain. Bahkan saya belum pernah menjadi karyawan di perusahaan orang lain. Namun, saya memberanikan diri
untuk membuka usaha tersebut. Sebab, saya berpendapat, kalau kita tidak punya keterampilan, maka banyak
orang lain yang terampil di bidangnya bisa menjadi mitra usaha kita.
Karena itu bagi saya, yang terpenting adalah keberanian dulu membuka usaha. Apapun jenisnya, apapun
namanya. Sebab, sesungguhnya, untuk menjadi pengusaha, keterampilan bukan segala-galanya.
Tetapi keberanian memulai usaha itulah yang harus kita miliki terlebih dahulu.
Banyak contoh, orang yang sukses menjadi manajer, tapi ternyata belum tentu sukses sebagai entrepreneur.
sebaliknya, seseorang yang di awal memulai usaha dengan tidak memiliki keterampilan manajerial, tetapi ia
memiliki keberanian memulai usaha, banyak yang ternyata berhasil. mau mengembangkan jiwa entrepreneur.
Orang jenis terakhir ini selain memiliki keberanian, juga Oleh karena itulah saya kira, jiwa entrepreneur, harus
kita bangun atau kita bentuk sejak awal.
Kaya Ide, Miskin Keberanian
Sunday, 24 October 2004
Kita harus ada keberanian untuk jatuh - bangun.
Ada sebuah pertanyaan menarik dari seorang peserta "Entrepreneur University" angkatan ketiga saat mengikuti
kuliah perdana pekan lalu. "Saya begitu banyak sekali ide bisnis, tapi nyatanya tak ada satu pun ide bisnis itu
terealisir. Akibabnya, saya hanya sekadar kaya ide, tapi bisnis tak ada?",
tanya peserta yang kebetulan ibu-rumah tangga itu.
Saya kira, pertanyaan atau kejadian seperti itu tak hanya dialami oleh ibu tadi, tapi juga cukup banyak dialami
oleh kita semua, bahwa yang namanya ide bisnis itu ada-ada saja. Tapi, yah hanya sekadar ide bisnis,sementara
bisnisnya nol atau tak terwujud sama sekali.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY7
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
8/37
Terkadang ide yang tidak kita realisir justru sudah dicoba lebih dulu oleh orang lain. Dalam konteks ini, saya
berpendapat, sebenarnya untuk membuat bisnis, memang dibutuhkan ide. Hanya saja, karena kita hanya kaya
ide, namun miskin keberanian untuk mencobanya, maka yang berkembang adalah idenya, sedang bisnisnya nol.
Menurut saya, miskinnya keberanian itu bermula ketika kita mendapat pendidikan di sekolah atau di bangku
kuliah, yang kita dapat hanyalah teori semata. Jadi, kita terlalu banyak berteori, tapi miskin praktek.
Akibatnya, ketika kita kaya ide, miskin keberanian. Artinya, kalau kita hanya menguasai teori, namun kalautidak bisa dipraktekkan, maka ide bisnis sehebat apapun akan sulit jadi kenyataan.
Yah, seperti halnya, kita belajar setir mobil. Kalau kita hanya tahu teorinya, tapi tak pernah mencoba atau
mempraktekkannya, tentu tetap tidak bisa setir mobil. Jadi, saya kira, persoalannya adalah terletak pada,
bagaimana kita yang semula hanya kaya teori atau hanya sekadar bermain logika atau istilah lainnya hanya
mengandalkan otak kiri , kemudian bisa berpikir atau bertindak dengan otak , kemudian bisa berpikir atau
bertindak dengan otak kanan, Saya yakin, jika kita mampu juga menggunakan otak kanan, maka seperti pada
saat kita setir mobil. Serba otomatis, tidak lagi harus dipikir, semua sudah di bawah sadar kita.
Kalau pun, di saat kita praktek setir mobil atau mempraktekkan teori kita itu, terjadi berbagai kendala, seperti:
di saat kita memasukkan mobil ke garasi, mobil kita sedikit rusak karena nyenggol pagar misalnya, saya kira
nggak masalah.Begitu juga, ketika kita kecil belajar bersepeda, mengalami jatuh beberapa kali, itu sudah biasa. Tapi,
akhirnya, bisa juga kita naik sepeda. Artinya, kita baru bisa naik sepeda setelah pernah mengalami jatuh
beberapa kali. Di bisnis, saya kira itu juga sama. Kita harus ada keberanian untuk jatuh dan bangun. Sebaliknya,
kalau tidak ada keberanian seperti itu, bisnis sekecil apapun tak akan ada. Dan, kalau kita biarkan ide bisnis itu,
akibatnya kita hanya kaya ide bisnis, tapi miskin duitnya. Saya yakin, engan keberanian itulah akan
mendatangkan duit. Oleh karena itulah, menurut hemat saya, lebih baik kita berani mencoba dan gagal dari
pada gagal mencoba. Anda berani mencoba?
Peluang Bisnis Di Sekitar
Monday, 25 October 2004
Kita harus ada keberanian untuk jatuh - bangun.
Ada sebuah pertanyaan menarik dari seorang peserta "Entrepreneur University" angkatan ketiga saat mengikuti
kuliah perdana pekan lalu.
"Saya begitu banyak sekali ide bisnis, tapi nyatanya tak ada satu pun ide bisnis itu terealisir.
Akibabnya, saya hanya sekadar kaya ide, tapi bisnis tak ada?", tanya peserta yang kebetulan ibu-rumah tangga
itu. Sebenarnya di sekitar kita ini banyak sekali macam bisnis yang bisa diraih. Hanya saja, kita harus betul-
betul memahami kebutuhan masyarakat konsumen. Sebagai contoh, di beberapa kota di Amerika Serikat, sudah
banyak bisnis yang dikembangkan dari ide-ide sederhana seprti bisnis membangunkan orang tidur (morning
call). Aneh, tapi itu nyata. Tentu, pengguna jasa ini harus menjadi member terlebih dahulu dengan membayar
annual fee dalam jumlah tertentu. Ada juga bisnis yang di sini masih langka dan belum memasyarakat, yaknibisnis menyewakan pakaian dan perlengkapan bayi.
Barangkali sekarang ini belum banyak yang kita temukan. Namun, saya yakin jika kita kreatif, akan mampu
melihat peluang bisnis sebanyak-banyaknya dan mampu menangkap satu atau dua di antaranya. Pendek kata,
peluang bisnis tidak akan pernah ada habisnya, selama minat manusia masih menjalankan hajat hidupnya di
dunia ini.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY8
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
9/37
Dimana saja sebenarnya peluang bisnis disekitar kita? Misalnya, Saat ldul Fitri yang membawa tradisi kirim
mengirim parcel dan buah tangan lainnya, walau itu sifatnya musiman, namun saya melihat itu adalah peluang
bisnis. Awalnya musiman, tetapi bila dikembangkan dan ditekuni dapat dijadikan bisnis permanen bersama
berkembangnya kehidupan sosial masyarakat.
Keterampilan tertentu juga bisa dijadikan peluang bisnis. Terampil dibidang elektronika misalnya, bisa
membuka bisnis reparasi dan maintenance alat-alat elektronik. Ahli di bidang komputer bisa membuka bisnis
software dan hardware.
Terampil di mesin, bisa memulai bisnis dari servis motor atau mobil. Atau barangkali, punya kreativitasyang
berciri khas dan unik, kita bisa merintis bisnis kreatif, seperti Kaos Dagadu itu.
Bahwa produk ini akhirnya jadi souvenir khas yogya, itu sebagai bukti bahwa kreativitas bisa jadi peluang bisnis
yang menarik untuk digeluti. Maka, tidak ada salahnya, jika kita juga mencoba mengembangkan kreativitas yang
tidak lazim dan unik, agar bisa dijadikan peluang bisnis. Tingkat pendidikan kita juga bisa menjadi peluang
bisnis dengan pengembangan profesi. Misal sarjana matematika membuka kursus matematika.
Sarjana Sastra lnggris memulai usaha dengan membuka kursus bahasa lnggris. Peluang bisnis juga ada
dilingkungan keluarga. Bisa dimulai dengan berbisnis makanan atau katering dan keluarga bisa diajak
serta, dan bisnis ini bisa dikelola dari rumah. Peluang itu juga terdapat di lingkungan pekerjaan, organisasi dan
tetangga. Tentu saja, di lingkungan itu kita banyak teman.
Maka, jika punya produk tertentu, bisa saja kita jual produk tersebut kepada mereka. Bahkan relasi kita pun
bisa juga jadi peluang bisnis. Misalnya, bisa pinjam uang pada relasi untuk modal usaha. Produk yang dihasilkan,
selain bisa dijual pada orang lain, juga pada relasi kita itu.
Dengan begitu, kita tak hanya jeli mencari peluang bisnis, tapi juga mampu menciptakan Pasar.
Begitu pula, jika punya hobi. Misalnya melukis, bisa jadi pelukis, dan lukisan itu bisa dijual digaleri. Bagi yang
hobi senam aerobik atau body Inngunge, bisa berwirausaha buka studio senam. Bahkan, peluang bisnis itu juga
bisa diraih saat kita melakukan perjalanan ke luar kota. lde bisnis bisa muncul setelah kita melihat bisnis di kota
lain, dan itu bisa dikembangkan di kota sendiri. Hanya saja, agar bisnis yang akan dijalankan tidak sia- sia, ada
baiknya pastikan dulu pasarnya.Tapi, tentu, peluang bisnis itu hanya bisa diraih, jika kita jeli dan gigih. Ingat pepatah yang mengatakan: " Tidak
ada usaha, tidak ada hasil". Oleh karena itu, sebaiknya jangan ragu di dalam setiap meraih peluang bisnis yang
ada di sekitar kita. Soal besar kecilnya peluang jangan jadi masalah. Tangkap dulu peluang yang ada. Dan,
jangan khawatir, peluang bisnis yang berikutnya pasti akan mengikuti. Bisnis itu selalu mengalir, seperti bola
salju, dimulai dari yang kecil lalu menggumpal menjadi besar.
Bukan Melulu Karena Uang
Monday, 25 October 2004
Kesukses bisnis kita bukan semata-mata uang, tapi visi. Karena itu, visi masa depan harus kita miliki.
Saya kira, tidak sedikit obsesi entrepreneur dalam menekuni bisnisnya, bukan semata karena uang. Banyak dari
mereka yang maju karena visi, yaitu ingin menciptakan lapangan pekerjaan, dan dari usahanya itu mempunyai
dampak sosial bagi kesejahteraan masyarakat. Dan, karena visinya seperti itu, maka dengan berhasil
menciptakan lapangan kerja, atau usahanya memiliki dampak sosial yang positif, maka hal itu pun sudah
merupakan sesuatu yang sangat memuaskan dirinya.
Bahkan, saya merasakan, bahwa dengan memiliki visi itu, maka kalaupun usaha yang kita jalankan tidak untung,
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY9
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
10/37
tetapi tetap jalan, maka hal tersebut bukanlah merupakan permasalahan yang amat penting.
Selama ini saya jarang melihat, ada entrepreneur yang mencapai puncak prestasinya, dengan cara lebih
menempatkan uang sebagai penggerak utamanya. Tapi saya berpendapat, keberhasilannya karena ia memang
lebih punya kemampuan menggerakkan visinya. Sehingga, sosok entrepreneur seperti ini, selalu saja punya
keinginan merubah cara kerja dunia.
Mereka selalu kreatif dan inovatif, Mereka menikmati apa yang dilakukannya. Pendeknya, visi itulah yangsebenarnya menggerakkan entrepreneur melakukan sesuatu yang akhirnya usahanya meraih kesuksesan.
Hanya saja, untuk bisa menjadi entrepreneur yang baik, maka perlu memiliki kebebasan untuk mengejar visi-visi
tersebut. sebaliknya, jika tak dapat melakukannya, maka kita tidak akan pernah memperoleh keuntungan dari
hal tersebut.
Pengusaha yang bisa kita jadikan contoh memiliki visi yang luar biasa adalah Bill Gates pendiri perusahaan
komputer perangkat lunak terbesar di dunia, Microsoft Corp, yang baru-baru ini meraih gelar Doctor (HC) di
sebuah universitas di Jepang.
Pengusaha ini termasuk orang tersukses pada akhir abad ke-20 dalam kategori bisnis.
Namun, dari apa yang saya pahami, keberhasilannya itu karena ia memiliki visi dan komitmen untuk sukses, dan
ternyata Bill Gates sangat menikmatinya. Jelas, bahwa kesuksesannya nyata-nyata bukan Semata- mata karena
soal uang, tetapi karena ia memiliki komitmen yang luar biasa pada visinya. sesuatu yang mungkin sulit kita
bayangkan sebelumnya.
Dalam konteks ini, saya sependapat dengan Fred Smith, pendiri dan CEO Federal Express Corporation, bahwa
untuk bisa menjadi entrepreneur sukses, semestinya kita juga memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tidak
bisa dilihat orang lain. Atau minimal melihat sesuatu dalam cara yang berbeda dari orang lain yang melihatnya
secara tradisional. Jadi menurut saya, sebaiknya kita sebagai seorang entrepreneur, memiliki kemampuan
membuat visi masa depan.
Disamping juga, kita harus mampu menggunakan intuisi, bahkan kalau perlu kita pun juga sering membuat
perubahan "revolusioner". Dengan begitu, setidaknya kita memiliki kemampuan melihat masa depan dengan
lebih baik. Kita harus yakin, bahwa tahun-tahun ke depan akan menjadi masa terbaik bagi para entrepreneur.
Maka tak ada salahnya kalau kita berani meraihnya.
Memulai Bisnis Baru
Monday, 25 October 2004
Jika kita memang ingin memulai bisnis baru, maka semestinya peluang pasarlah yang lebih kita jadikan pijakan.
Saya percaya, bahwa setiap tahun telah cukup banyak orang yang masuk dunia bisnis. Mereka umumnya
melakukan tiga cara. Yakni, membeli bisnis yang sudah ada, menjadi partner dalam sebuah franchise, atau
dengan memulai bisnis baru.
Jika kita akan memulai bisnis baru, tentu kita harus bisa menjawab empat pertanyaan ini. Pertama, produk atau
layanan apakah yang akan kita buat, dan itu untuk siapa? Kedua, mengapa harus usaha itu? Mengapa calon
customer harus membeli dari kita? Apa yang akan kita berikan jika ternyata produk itu belum ada? Bagaimanakompetisinya? Apa keuntungan yang akan kita peroleh dari kompetisi itu? Ketiga, Apakah kita mempunyai
sumbernya? Apakah kita akan mendapat order? Apakah order itu datang segera? Keempat, siapa pasar kita?
Lantas dari manakah ide untuk mulai bisnis baru itu berasal? Hasil sebuah survey di AS, yang tertuang dalam
buku The Origins of Entrepreneurship, memang disebutkan, bahwa 43% pengusaha itu dapat ide dari pengalaman
yang diperoleh saat dia bekerja di industri yang sama.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY10
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
11/37
Mereka tahu operasional suatu usaha dan umumnya punya jaringan kerjasama. Sebanyak 15% pengusaha dapat
ide bisnis saat melihat orang lain mencoba suatu usaha. Sebanyak 11% pengusaha dapat ide saat melihat peluang
pasar yang tidak atau belum terpenuhi, 7% pengusaha dapat ide karena telah meneliti secara sistematik
kesempatan berbisnis, dan 3% pengusaha dapat ide karena hobi atau tertarik akan kegemaran tertentu. Di
Indonesia sendiri bagaimana? Saya kira dalam konteks ini, kita tidak harus sependapat dengan hasil data
tersebut. Data 43% pengusaha itu dapat ide dari pengalaman yang diperoleh ketika bekerja di industri yangsama, itu menunjukkan bahwa dia tipe pengusaha yang hanya berani memulai bisnis baru karena hanya semata
melihat sisi terangnya saja. Menurut saya, jika kita memang benar-benar ingin memulai bisnis baru, semestinya
peluang pasarlah yang lebih kita jadikan pijakan. Untuk itulah langkah yang kita gunakan pun bukannya inside
out aproach melainkan outside in approach, yaitu pendekatan dari luar ke dalam. Cara ini cenderung melihat
dahulu, apakah ada peluang bisnis atau tidak. Sebab, sesungguhnya ide dasar bisnis itu sukses adalah jika kita
mampu merespon dan mengkreasikan kebutuhan pasar. Caraini biasanya disebut opportunity recognition.Oleh
karena itulah, saya berpendapat, sebagai pengusaha kita semestinya harus berani memulai bisnis baru. Hal itu
memang bukan hal mudah, karena membutuhkan analisa dan perencanaan yang serius.
Namun, percayalah bahwa ide memulai bisnis baru tak terlalu sulit. Ide itu bisa berasal dari mana saja dalam
berbagai cara.Yang pasti,sekali ide bisnis itu dikembangkan dengan jelas, maka bisnis baru itu niscaya akan
berkembang. Apalagi, setelah terlebih dahulu kita adakan evaluasi dengan teliti, baik itu berkaitan dengan
customer dan Kompetisinya.
Memulai Bisnis Tanpa Uang Tunai
Monday, 25 October 2004
Bisnis punya uang tunai dulu, itu sudah lumrah. Tapi tak benar, tak mungkin memulai bisnis tanpa uang tunai
Mungkinkah kita mulai bisnis tanpa memiliki uang tunai? Saya kira itu mungkin saja. Mengapa tidak! Jika kita
mampu mengoptimalkan pemikiran kita, maka akan banyak jalan yang bisa ditempuh dalam menghadapi
masalah permodalan untuk kita bisa memulai bisnis.
Cuma masalah permodalan untuk kita bisa memulai bisnis. Cuma masalahnya, darimana duit itu berasal?
Logikanya, semua bisnis itu membutuhkan modal uang.
Memang, kebanyakan kita selalu mengeluh ketiadaan modal uang sebagai alasan mengapa kita "enggan"
berwirausaha. Padahal, modal yang paling vital sebenarnya bukanlah uang, tetapi modal non-fisik, yakni berupa
motivasi dan keberanian memulai yang mengebu-gebu.
Saya yakin, jika hal itu sudah bisa dipenuhi, maka mencari modal uang bukanlah persoalan yang tidakmungkin,
meski secara pribadi kita tidak memiliki uang. Sementara kita telah tahu, bahwa peluang bisnis telah ada di
depan mata. Tentu, alangkah baiknya jika kita tidak menundanya untuk memulai berbisnis.
Toh kita tahu, bahwa sebenarnya banyak sumber permodalan. Seperti uang tabungan, uang pesangon, pinjam di
bank dan di koperasi atau dari lembaga keuangan atau dari pihak lainnya. Namun, jika kita ternyata tidak
memiliki uang tabungan, uang pesangon atau katakanlah belum ada keberanian untuk meminjam uang di bank
atau koperasi, saya kira kita juga tidak perlu risau. Karena ada cara untuk memulai bisnis, meski kita tidak
memiliki uang tunai sekalipun. Contohnya, kita bisa menjadi seorang perantara. Misalnya, menjadi perantara
jual beli rumah, jual beli motor dan lain-lain. Keuntungan yang kita dapat bisa dari komisi penjualan atau cara
lain atas kesepakatan kita dengan pemilik produk. Saya yakin, kita pasti bisa melakukannya.
Kita bisa juga membuat usaha dengan cara konsumen melakukan pembayaran di muka. Dalam hal ini, kita bisa
mencari bisnis dimana konsumen yang jadi sasaran bisnis kita itu mau membayar atau mengeluarkan uang dulu
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY11
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
12/37
sebelum proses bisnis, baik jasa maupun produk, itu terjadi. Misalnya bisa dilakukan pada bisnis jasa, seperti
industri jasa pendidikan. Dimana, siswa diwajibkan membayar dulu didepan sebelum proses pendidikan itu
terjadi. Bisa juga misalnya, ada orang yang memesan barang pada kita, namun sebelum barang yang dipesan itu
jadi, pihak konsumen sudah memberikan uang muka dulu.
Artinya, itu sama saja kita telah diberi modal oleh konsumen.
Masih ada cara lain memulai bisnis tanpa kita memiliki uang tunai. Contohnya, menggunakan sistem bagi hasil.Biasanya, cara bisnis model ini banyak diterapkan pada Rumah Makan Padang. Dimana kita sebagai orang yang
memiliki keahlian memasak, sementara patner bisnis kita sebagai pemilik modal uang.
Kita bekerjasama dan keuntungan yang didapat pun dibagi sesuai kesepakatan bersama. Atau kita mungkin ingin
cara lain? Tentu masih ada. Contohnya, kita bisa melakukannya dengan sistem barter dengan pemasok, dan kita
pun jika memiliki keahlian tertentu, mengapa tidak saja menjadi seorang konsultan. Selain itu, bisa saja denagn
cara kita mengambil dulu produk yang akan diperdagangkan, hanya untuk pembayarannya bisa kita lakukan
setelah produk tersebut terjual pada konsumen.
Tentu, masih banyak cara lain untuk kita memulai bisnis tanpa uang tunai.
Oleh karena itu, menurut saya, sebaiknya kita tidak perlu berkecil hati atau takut dipandang rendah, bila
ternyata kita memang tidak memiliki uang tunai namun berhasrat untuk memulai bisnis. Saya yakin, dengan kita
memiliki uang
tunai namun berhasrat untuk memulai bisnis. Saya yakin, dengan kita memiliki kemauan besar menjadi seorang
wirausahawan atau entrepreneur, maka setidaknya akan selalu ada jalan untuk memulai bisnis. Nyatanya, tidak
sedikit pengusaha yang telah meraih keberhasilan meski saat memulai bisnisnya dulu tanpa memiliki uang tunai.
Itu menunjukkan bahwa tidak benar kalau ada yang mengatakan "Tak mungkin kita memulai bisnis tanpa memiliki
uang tunai." Kuncinya sebetulnya terletak pada motivasi dan keberanian kita memulai bisnis yang mengebu-
ngebu. Hanya saja, untuk cepat meraih sukses - apalagi tanpa memiliki uang tunai - itu tidak semudah seperti
kita membalikkan telapak tangan. Semuanya membutuhkan perjuangan
Mitos Hutang
Monday, 25 October 2004
Kalau bisnis kita ingin maju, maka hutang untuk perusahaan saya kira bukan masalah
Mitos atau anggapan "Hutang itu Buruk", bisa benar bisa salah. Benar hutang itu buruk, apabila kita berhutang
terlalu banyak, hanya untuk keperluan konsumtif. Tetapi apabila hutang itu kita manfaatkan untuk melakukan
bisnis atau usaha, maka anggapan hutang itu buruk adalah salah.
Saya sepakat, kalau kalau kita mempunyai hutang pribadi, sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan. Jangan
banyakbanyak. Dan pastikan hutang kita itu ada yang bayar.
Dalam berbisnis, kalau bisnis kita mulai berkembang, pasti sangat membutuhkan tambahan modal kerja maupun
investasi. Kalau kita mau maju, maka hutang untuk bisnis bukan suatu masalah, justru sangat perlu. Asal kita
bisa menggunakannya secara tepat, hal itu justru akan membuat bisnis kita lebih berkembang. Sebagai contoh
kita mempunyai modal Rp. 10 juta. Dari modal itu kita unntung 20%, maka keuntungan yang kita peroleh Rp. 2juta. Namun kalau dari Rp. 10 juta kita bisa mendatangkan tambahan modal Rp. 90 juta dari hutang, sehinga
modal menjadi Rp. 100 juta, maka keuntungan kita yang 20% menjadi Rp. 20 juta. Dari sini kita bisa
membandingkan berapa keuntungan kita sebelum dan sesudah mendapatkan modal dari luar.
Itu hitungan sederhana. Banyak cara untuk mendapatkan hutang.
Misalnya melalui bank. Tetapi bank dalam memberikan pinjaman pasti melihat kredibilitas kita.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY12
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
13/37
Kalau bisnis kita baik, mengapa kita takut hutang. Karena dengan tambahnya modal, maka bisnis kita akan
menjadi lebih baik. Sehingga dengan berkembangnya bisnis kita, dampak positifnya dapat membuka lapangan
kerja baru.
Kredit modal kerja adalah salah satu bentuk hutang yang bisa kita manfaatkan. Dan modal itu bisa kita pakai
terus, karena sistemnya rekening koran, dimana kita membayar bunga dari saldo pinjaman yang kita pakai.
Setiap jatuh tempo kita diperpanjang. Bahkan kalau bisnis kita semakin maju, maka kita dapat mengajukantambahan kredit lagi sesuai kebutuhan. Yang penting dalam berhutang tidak ada sedikitpun pikiran atau niat
untuk ngemplang atau tidak membayar. Kita harus punya niat baik menepati perjanjian kredit dengan bank.
Perlu kita ketahui, pihak bank sendiri dalam operasionalnya selalu menggunakan fungsi intermediasi, yakni
penyaluran dana dan menghimpun dana. Kedua fungsi ini harus seimbang. Dalam penyaluran kredit, pihak bank
mengharapkan adanya keuntungan demi kelancaran operasional dan peningkatan kesejahteraan karyawan, serta
perkembangan bank itu sendiri. Sedang bagi kita yang memanfaatkan kredit sehingga bisnisnya berkembang,
maka dampak positifnya, kesejahteraan karyawan akan meningkat. Disinilah perlunya, pihak bank dan
pengusaha saling kerjasama, saling memberikan dukungan.
Sebenarnya, seorang yang mempunyai citra buruk dalam berhutang, pada dasarnya disebabkan orang tersebut
ingkar janji, tidak bisa membayar atau bahkan ngemplang tidak mau membayar. Tetapi ada pula citra buruk
diciptakan oleh mereka yang tidak percaya untuk mendapatkan hutang. Sehingga sebagai kompensasi
kejengkelannya, mereka menyebarkan isu, bahwa hutang itu buruk.
Anggapan seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena apa yang kita lakukan itu demi kemajuan bisnis kita.
Sayangnya, sebagian besar masyarakat percaya tentang hal itu. Padahal kalau kita mau eksis dan maju dalam
berbisnis, salah satu jurus yang kitu adalah harus mau dan mampu memanfaatkan dana dari pihak lain.
Untuk melakukan itu memang dituntut keberanian dan rasa optimis. Bisa saja kita punya rasa optimis justru
dengan modal sendiri, walaupun ada yang mengatakan, bisnis dengan modal sendiri berarti kita egois, tidak
sosial, tidak mau bagi-bagi keuntungan. Dan dari aspek spiritual, menurut saya, semakin banyak kita melibatkan
dana orang lain utnuk mengembangkan bisnis, maka semakin banyak pula orang ikut mendoakan bisnis kita.
Sebaliknya, kalau bisnis kita menggunakan modal sendiri, maka yang mendoakan bisnis kita hanya kita sendiri.
Berani mencoba?***
Berhutang Itu Mulia
Monday, 25 October 2004
Janganlah mudah percaya pada mitos, yang mengatakan, bahwa usaha itu tak mungkin dimulai dengan modal
dengkulDalam sebuah program pelatihan entrepreneur yang diadakan Prima Enrepreneurship, beberapa waktu
lalu, saya ditanya peserta, "Bagaimana cara kita berwiraswasta namun tidak mempunyai modal?" Saya jawab
"Kuncinya, BODOL!". Itu singakatan: berani, optimis, duit, orang lain.
Maksudnya, bila kita berani menjadi wirausahawan atau entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian.
Tak hanya berani mimpi, tetapi juga berani mencoba, berani gagal dan berani sukses. Saya kira hal itu penting
dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis. Sebab dengan kita tetap optimis, maka kita akan selalu
yakin akan masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif. Dan, kita
janganlah mudah percaya pada mitos yang mengatakan, bahwa usaha itu tak mungkin dimulai dengan modal
dengkul berarti mulai kecil-kecilan. Saya percaya, bahwa kalau kita yakin akan bisnis yang kita lakukan, pastilah
bisa jalan. Kalaupun nanti di tengah jalan kesulitan modal, anggaplah itu wajar saja dalam bisnis. Sebab,
sesungguhnya, salah satu ciri usaha atau bisnis kita berkembang adalah selalu saja kekurangan modal. Bila bisnis
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY13
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
14/37
kita bertambah maju dan omset naik, maka tentu dituntut pula menyediakan modal tambahan. Singkatnya,
dengan omset naik, kita dihadapkan pada kesulitan modal. Kita butuh duit. Duit itu dapat dari mana? Jika kita
punya warisan dan simpanan banyak tak masalah.
Jika tidak ada? Duit itu bisa saja kita dapat dari duit orang lain atau hutang. Apalagi yang namanya modalnya
entrepreneur adalah dengkulnya. MAka tak punya dengkulpun, bisa meminjam dengkulnya orang lain. Atau
katakanlah, akhirnya hutang di bank, atau kita dapat hutang berarti kita membuktikan bahwa kita memangdipercaya. Credible.
Sehingga, semakin besar hutang kita pada bank dan tidak macet, maka semakin besar pula kepercayaan bank
pada kita. Sehingga bonafiditas seorang entrepreneur diukur dari seberapa besar hutang yang didapatnya, dan
kita semakin dihormati. Sebab, bunga hutang kita itu pun digunakan untuk membiyayai operasional bank
tersebut, termasuk membayar gaji karyawannya dan bunga para penabung Ingat, bisnis
bank salah satu sumber pendapatannya dari bunga pinjaman. Bahwa dengan kita berhutang yang digunakan
untuk mengembangkan usaha, maka tentu saja hal itu tak mustahil akan menciptakan lapangan kerja baru. Itu
sangat bermanfaat. Apakah itu, namanya tidak mulia?
Bicara soal hutang, saya jadi teringat pada metabolisme tubuh manusia. Agar metabolisma tubuh kita berjalan
baik, tentu saja aliran darahnya juga harus baik dan stabil sesuai kebutuhan organ-organ tubuh kita. Kalau
kurang darah tentu saja perlu diatasi dengan cara tambahan darah. Nah, hutang itulah saya ibaratkan darahnya.
Memang yang namanya hutang di bank itu ada resikonya. Tapi semuanya itu dianggapnya perjuangan.
Perjuangan adalah hari-hari yang dijalani oleh seorang entrepreneur. Saya sendiri sangat merasakan hal itu.
Tapi anggaplah, resiko itu sesuatu yang harus senantiasa diperhitungkan, namun tidak perlu ditakuti. Asal saja,
hutang atau tambahan modal usaha itu betul-betuk digunakan untuk kepentingan bisnis dan bukan untuk
kepentingan konsumtif. Memang, kita dituntut pintar dan seefektif mungkin menggunakannya. Sehingga kita
dapat membayar hutang tepat waktu.
Saya dan anda, mungkin sama-sama yakin betul, bahwa seorang entrepreneur yang cerdas pasti bisa
memanfaatkan hutang itu sebaik mungkin. Alasannya adalah seorang pekerja keras, tekun, tak mudah puas,
berani bersaing, gerak langkahnya cenderung mengejar prestasi terbaik, dan berani mengambil resiko, termasuk
berhutang tadi. Itu sebabnya, mengapa dia lebih mampu menangkap dan memanfaatkan peluang apapun dengan
baik, termasuk tentunya kejeliannya dalam berhutang. Maka tak mustahil, kaslau seorang entrepreneur tidak
berhutang hidupnya pun terasa hampa. Karena, baginya, berhutang pun tetap mulia. Yah itulah entrepreneur.***
Jangan Jadi Pengusaha Klien
Monday, 25 October 2004
Jadi pengusaha klien aman membuat kita repot, jadi pengusaha otonom akan membuat kita sukses.
Selama ini kita masih seringkali melihat, adanya pengusaha yang selalu "repot-repot" dengan mengundang
pejabat tertentu untuk meresmikan pembukaan usahanya. Sementara, istri pejabat itu sambil tersenyum seraya
mengguntung pita. Hadirin tepuk tangan.
Itu semua, tentu saja, selalu ada pamrihnya. Setidaknya, pengaruh pejabat itu akan
memuluskan usahanya kelak. Namun, di era milenium ketiga ini, tampaknya hal-hal seperti itu tidak perlu
terjadi lagi. Artinya, kita tidak usah repot-repot seperti itu.
Sebaiknya, kita harus bebas dari pengaruh kekuasaan politik dan pemerintah, apalagi pejabat tertentu. Menurut
saya, justru yang sangat diperlukan dalam siatu sistem perekonomian terbuka sekarang ini, adalah
pengusaha yang kompetitif dan otonom. Pengusaha semacam inilah adalah pengusaha yang tidak tergantung
pemerintah, tapi lebih tergantung mekanisme pasar.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY14
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
15/37
Saya yakin, kehadiran pengusaha yang kompetitif dan otonom akan merupakan satu elemen yang sangat penting
artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Sosok seperti ini, cenderung akan lebih mampu berperan
sebagai kekuatan utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tapi sayangnya, dinegara kita ini, golongan pengusaha yang kompetitif dan otonom semacam ini, ternyata
belum berkembang secara maksimal. Justru, yang saya lihat selama ini, yakni masih banyak munculnya
kelompok-kelompok pengusaha swasta jenis lain yang biasa kita namakan pengusaha klien (client businessmen).Dalam aktivitas bisnisnya, mereka memang banyak tergantung, dan menjadi kroni pejabat,
atau tergantung pada pengaruh kekuasaan politik atau pemerintah. Dalam konteks inilah, saya kira sebaiknya
peranan pemerintah tidak diperbesar. Karena, inefesiensi dalam birokrasi jelas sudah usang.
Hal itu sudah tak cocok lagi dengan kecepatan bisnis, apalagi di era milenium ketiga ini. Dan, kita sendiri
sebagai pengusaha atau wiraswastawan juga perlu banyak belajar dari pengalaman, bahwa sesungguhnya
menjadi pengusaha klien nyata-nyata tidak membuat kita mandiri dalam bisnis.
Sebab, bagaimanapun juga, kalau kita menjadi pengusaha yang otonom, akan lebih mampu memperbaiki
kredibilitas negara kita. Bahkan, saya optimis, kita juga akan mampu membantu mengembalikan kepercayaan
pada investor asing. Saya yakin, kalau pengusaha yang kompetitif dan otonom ini berkembang dengan baik di
negara kita, diharapkan bisa pulih kembali. Agaknya, semua harapan ini masih termasuk wajar. Hanya,
bagaimana pemerintah kita menyikapinya.
Kita sebagai pengusaha, memang dituntut untuk terus berusaha menjadi pengusaha otonom. Dengan demikian,
kita akan lebih mampu menjadi pengusaha yang kompetitif. Karena itu, menurut saya, sekarang ini bukan
waktunya lagi bagi kita untuk mengembangkan bisnis klien, yang dikenal sebagai bisnis lobi. Bisnis lobi karena
faktor kedekatan dengan politikus maupun pemerintahan semacam itu, dulu memang banyak berkembang di
negara kita. Sehingga, tak mengherankan kalau lantas banyak bermunculan kasus KKN.
Sementara, kita lihat pengusaha yang benar-benar otonom menjadi sulit berkembang.
Pengertian otonom yang saya maksud disini, bukan lantas hubungan antar perusahaan, itu tidak penting.
Hubungan sinergi dalam bisnis itu, tentu saja tetap diperlukan. Begitupula hubungan kita dengan pemerintah,
juga harus tetap harmonis dan transparan.
Hanya saja, tergantung pada pemerintah itu ganti atau partainya tidak lagi memerintah, akibatnya bisnis bisa
bangkrut atau hancur. Oleh karena itulah, ada baiknya kita menjauhi saja bisnis lobi. Dan, lebih baik kita
menggalakan bisnis yang berhubungan langsung dengan pasar. Sebab, bagaimanapun juga kita harus tetap
berusaha, bahwa dengan kondisi pasar yang terus bergerak, ternyata pasar tetap membutuhkan produk kita. Itu
lebih penting. Sebab, kalau seorang pengusaha berhasil menjalankan bisnis pasar, tentu dia akan memiliki
kredibilitas yang tinggi sebagai pengusaha otonom yang sukses.***
Belajar Bisnis Sambil Jalan
Monday, 25 October 2004
Untuk jadi pengusaha, kita tak harus punya pengalaman bisnis yang mumpuni dulu.
Saya sependapat kalau ada yang mengatakan, bahwa untuk meraih sukses bisnis, kita bisa meniru sukses oranglain, apakah itu strateginya, atau pilihan usaha yang dilakukannya. Selain itu, saya ingin menambahkan, bahwa
untuk kita bisa menjadi pengusaha, sesungguhnya tidak harus punya pengalaman bisnis
yang mumpuni dulu. Logikanya adalah, kalau kita menunggu sampai punya pengalaman bisnis yang mumpuni,
lantas kapan kita akan memulai usaha? Dari pengalaman saya sendiri, maupun pengalaman
pengusaha Bob Sadino, juga pengalaman pengusaha-pengusaha lain, bahwa sesungguhnya pengalaman
bisnis yang mumpuni itu bisa kita raih sambil menjalankan bisnis kita. Maka, jika kita ingin memulai usaha,
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY15
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
16/37
ada baiknya jangan banyak dipikirkan atau pakai rencana yang muluk-muluk. Yakinlah,
bahwa semua itu dalam bisnis bisa saja berubah, dan itu bisa kita tangani sambil jalan.
Hanya saja, mungkin ketakutan kita sementara ini justru karena kita terlalu siap, terlalu banyak yang dipikir,
bahkan terlalu takut dengan resiko bisnis.
Padahal, menurut saya, dalam praktek bisnis, yang terjadi sesungguhnya banyak berbeda dengan apa yang
pernah kita pikirkan.Sehingga tak mengherankan kalau kita kemudian banyak menemukan jalan keluar utnuk mengatasi semua
kesulitan bisnis yang kita alami.
Jadi, sesungguhnya tidak ada alasan untuk kita untuk tidak memulai usaha, karena alasan pengalaman bisnis kita
terbatas. Katakanlah, dengan kita piawai menarik pelajaran dari setiap kejadian, saya yakin hal itu justru
membuatkita tambah piawai dalam bisnis.
Dan, kalau kita lihat dilapangan,banyak usaha yang ternyata dimulai dengan modal nol. Misalnya, uang tidak
punya, itu bisa diatasi dengan pinjam orang lain.
Kemudian pengalaman bisnis tidak punya, bisa tanya pada orang lain.
Bahkan ide pun tak punya, bisa pakai ide orang lain. Begitu juga tempat usaha yang tak ada, dan masih banyak
lagi. Apa artinya semua itu? Artinya, kita bisa lakukan dengan menggunakan "kepunyaan" orang lain. Justru dari
Keadaan semacam inilah, akan membuat kita mandapat banyak pelajaran dalam berbisnis. Pemikiran itu
menurut saya hal yang paling penting untuk memulai bisnis.
Oleh karena itu, menurut saya, sesungguhnya belajar bisnis sambil jalan atau jalan sambil belajar, di dunia
usaha itu sama saja, yang penting kita telah berusaha dengan memulai usaha. Menurut Bob Sadino dengan
melangkah seperti itu, paling tidak kita sudah malangkah lebih maju dalam berbisnis.
Kita tidak lagi hanya berjalan di tempat, yang berarti kita tidak kemana-mana atau tidak melakukan bisnis
apapun. "Saya sukses karena saya melangkah.
Bukan mengangan-angankan langkah", kata Bob Sadino yang memulai usaha dari nol.
Tentu saya sependapat dengan Bob, yang kini memiliki banyak supermarket dalam grup Kem Chick's itu. Artinya,
dengan melangkah, maka ada kemungkinan kita sukses, disamping ada pula kemungkinan gagal. Namun dengan
tidak melangkah, maka kita tidak pernah akan sukses. Maka tidak ada salahnya, kita belajar bisnis sambil
jalan.***
Proses Kreatif Berwirausaha
Monday, 25 October 2004
Kita berani berpikir kreatif, itu berarti kita sudah berani mengambil resiko.
Salah satu tugas kita sebagai pengusaha, selain memiliki keterampilan interpersonal, leadership, dan
managerial, juga harus mampui melakukan tugas kreatif. Saya yakin, selama pengusaha itu kreatif, maka
usahanya akan tetap eksis dan berkembang maju.
Jadi intinya, menjadi pengusaha itu memang harus kreatif. Seolah tiada hari tanpa kreativitas. Karena itulah,
kini saatnya kita untuk terus kreatif. ataupun di negara lain.
Ini mengingatkan macam usaha di Indonesia belum sebanyak di Amerika Serikat
Di Amerika Serikat misalnya, ada bisnis menyewakan pakaian dan perlengkapan bayi. Jadi sebenarnya banyak
macam usaha yang bisa kita kerjakan, asal kita mau kreatif.
Didalam kita memilih usaha juga harus kreatif. Begitu juga sewaktu kita menjalankan usaha juga harus kreatif.
Maka, tak ada salahnya kalau suasana di perusahaan itu harus diciptakan iklim yang kondusif untuk kita kreatif.
Ide-ide kreatif yang semula tak pernah kita pikirkan, akan cenderung muncul.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY16
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
17/37
Hanya saja memang kratif itu memerlukan proses, yakni proses kreatif. Jadi pada awalnya, untuk kreatif itu
perlu persiapan, meski secara tidak formal. Tinggal, bagaimana kita sendiri membuat suasana kerja itu kreatif.
Dalam prosesnya, ternyata kreatif itu juga membutuhkan konsentrasi kita. Padahal, yang mungkin terjadi pada
saat kita melakukan konsentrasi adalah menemui hambatan atau jalan buntu.
Sehingga akibatnya, kita tak bisa berbuat apa-apa, atau mengalami frustasi.
Dan, sebenarnya frustasi itu merupakan bagian dari proses kreatif itu sendiri.
Dalam kondisi inilah, menurut saya, sebaiknya kita tidak menyerah atau putus asa. Jangan berhenti sampai di
situ. Tapi, kita harus yakin, bahwa pada saatnya nanti wawasan atau iluminasi akan muncul. Kemudian, kita
Melewati proses kreatif berikutnya, yaitu inkubasi atau pengendapan masuk ke alam bawah sadar. Pada saatnya,
yaitu pada kondisi yang tidak disengaja, bisa saja muncul iluminasi.
Itu artinya ide kreatif kita telah kita temukan.
Lantas yang perlu kita jalankan adalah mengolah atau menjalankan ide kreatif itu menjadi nyata, demi
kemajuan bisnis kita. Bahkan menurut saya, untuk memberikan kepuasan pada pelanggan, kita pun harus
menggunakan pendekatan yang kreatif. Termasuk juga bagaimana kita mencari modal atau dana untuk
pengembangan usaha, peningkatan kegiatan produksi, perbaikan desain, pemasaran, dan lain sebagainya. Oleh
karena itulah, orang kreatif itu sebenarnya adalah sama dengan orang yang berani mengambil resiko.
Hanya tinggal seberapa besar sebenarnya kualitas kreativitas itu akan mempengaruhi resiko usaha yang
dijalankan. Bahkan, saya berpendapat, bahwa seseorang yang berani berpikir kreatif, berarti dia sudah
berani mengambil resiko.
Dan saya yakin, hanya pengusaha yang berani mengambil resiko itulah yang usahanya dapat berkembang maju,
baik untuk saat ini ataupun untuk masa depan.***
Gaya Berwirausaha
Monday, 25 October 2004
Ada 2 gaya berwirausaha, yakni "manajerial" dan "kejuraganan".
Tak ada salahnya kita memilihnya. Itu tergantung kemantapan kita, yang penting bisnis kita maju.
Sebagai pengusaha, saya banyak memjumpai teman-teman pengusaha yang menjalankan bisnis dengan gaya
yang berbeda-beda.
Ada teman pengusaha yang menggunakan manajemen atau yang kita sebut gaya berwirausaha
"manajerial". Tapi ada juga yang menjalankan bisnisnya dengan menggunakan gaya "kejuraganan".
Saya kira, dengan gaya berwirausaha apapun yang kita terapkan dalam bisnis kita, yang penting bisnis kita tetap
bisa dijalankan dan maju. Itu semua memang tergantung pada diri kita masing-masing.
Asal kita mantap dengan gaya tersebut, ya lakukan saja. Sebab, kalau kita sudah mantap, maka bisnis
yang kita jalankan sekarang ini tentu akan semakin mantap meraih kesuksesan.
Sudah banyak terbukti, bahwa pengusaha yang menggunakan gaya berwirausaha "kejuraganan" terbukti usahanya
sukses.
Gaya ini menempatkan 4 fungsi manajemen, yakni produksi, pemasaran, sumber daya manusia dan keuangan,
terpusat pada pengusahanya. Teman saya sendiri sukses luar biasa dengan gaya tersebut.
Para juragan biasanya lebih suka bekerja seperti karyawan saja, dan jangan heran kalau kita kemudian menjadi
sulit untuk membedakan perannya.
Bisa sewaktu-waktu menjadi pengusaha atau pemilik bisnis, bisa juga sebagai karyawan, sebagai keuangan, dan
lain sebagainya. Itu sekali lagi karena ke-4 fungsi manajemen dilakukannya sendiri.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY17
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
18/37
Sementara karyawannya yang bekerja di perusahaannya, hanya berfungsi melaksanakan tugas atau delegasi
teknis saja.
Sementara itu, ada teman saya yang lain asyik menjalankan bisnisnya dengan begitu gigih menggunakan gaya
berwirausaha "manajerial". Artinya ke-4 fungsi manajemen didelegasikan kepada manajer-manajernya di
perusahaannya. Dan, ternyata gaya "manajerial" ini pun sama-sama bisa berhasil meraih sukses.
Gaya manajerial ini kalau kita amati memang cenderung membuat kita lebih berani mendelegasikan
wewenang dan tanggung jawab pada manajer atau karyawan kita. Kita juga lebih mendorong mereka untuk
memberikan peluang meningkatkan prestasi. Pemberdayaan seperti ini memang tak ada pada gaya
"kejuraganan".
Menghadapi 2 pilihan itu, akhirnya memang tergantung kita sendiri. Kita mau pilih gaya berwirausaha yang mana
yang kita suka. Apakah kita akan memilih yang "manajerial", ataupun yan "kejuraganan"? Yang penting semua itu
tergantung kemantapan kita.***
Keberanian Entrepreneur Wanita
Monday, 25 October 2004
Entrepreneur wanita cenderung lebih peka intuisi bisnisnya dari pada entrepreneur laki-laki
Peluang bisnis bagi wanita, sebenarnya sangat besar. Bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk saat yang
akan datang. Bahkan, peluang bisnis bagi entrepreneur wanita itu sebenarnya lebih besar dari pada
entrepreneur laki-laki.
Itu karena, dia punya kelebihan. Kelebihannya adalah terletak justru pada "kewanitaanya". Dimana, sosok
entrepreneur wanita itu cenderung lebih unggul dalam negosiasi. Itu mungkin karena keluwesan atau
fleksibilitasnya. Atau istilah Candida G. Brush, asisten profesor dari Management Policy of Boston University,
entrepreneur wanita labih kooperatif, informal dan lebih mudah membangun kesepakatan dengan pihak lain.
Sebaliknya, entrepreneur laki-laki cenderung lebih kompetitif, lebih terkesan formal, dan lebih suka berpikir
sistematik. Selain itu, menurut saya, entrepreneur wanita juga cenderung lebih peka instuisi bisnisnya.
Sehingga saya yakin, jika dia memang mampu mengembangkan kelebihannya itu, tentu bisnisnya juga akan
berkembang luar biasa.
Seperti kalau kita lihat, keberhasilan entrepreneur wanita seperti: Dr. Martha Tilaar, Moeryati Soedibyo, Poppy
Dharsono, Dewi Motik, dan Nyonya Suharti.
Hanya saja, sayangnya saya melihat entrepreneur wanita umumnya dikenal terlalu hati-hati dalam berbisnis,
dan bahkan terlalu takut untuk mengambil resiko.
Sehingga, jika kelemahan itu tidak berhasil dikelola dengan baik, maka jelas akan mengakibatkan jumlah
entrepreneur wanita yang terjun ke dunia usaha saat sekarang ini, masih relatif kecil.
Contohnya, anggota Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) yang jumlahnya relatif lebih sedikit dari pada
kalau kita bandingkan dengan anggota Kadin atau HIPMI atau organisasi serupa yang "laki- laki".
Mungkin hal itu bisa saja
karena kebanyakan bisnis yang dimiliki entrepreneur wanita, lebih sedikit dari pada jika mereka bekerja pada
suatu perusahaan.
Seperti yang diungkapkan oleh sebuah riset dari Institute for Women's Policy Research di Washington DC.
Sementara, Marger Lovero, direktur dari Entrepreneurial Centre at Manattancile College mengatakan, bahwa
entrepreneur wanita itu sulit berkembang maju, juga karena mereka cenderung mempertahankan bisnis
kecilnya.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY18
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
19/37
Sebab, baginya selama ini yang terpenting bukan pada usaha bagaimana membuat bisnisnya menjadi besar, tapi
lebih pada keinginan untuk memcoba men-support dirinya sendiri atau mandiri, membawa keseimbangan dan
Fleksibilitas dalam mengatur waktu kesehariannya. Tapi kalau dia bekerja di perusahaan lain, flesibilitas itu tak
didapatnya. Dalam konteks inilah, barangkali ada baiknya sekarang ini bisnis di kalangan entrepreneur wanita,
perlu untuk terus didorong pada kegiatan bisnis industri rumah tangga, yang lebih memungkinkan bisnis atau
jiwa entrepreneurnya bisa terus berkembang.Oleh karena itulah, saya kira meski keberanian wanita di dalam menekuni dunia usaha tidak sebesar keberanian
yang dilakukan entrepreneur laki-laki, namun jika entrepreneur wanita ingin berkembang bisnisnya, dia
semestinya harus berani mengambil resiko, dan lebih berani membentuk jaringan bisnis yang lebih luas lagi.***
Keberuntungan dan Timing
Monday, 25 October 2004
Hari ini bisa saja kita ambil peluang bisnis. Jika tidak, maka tak mustahil akan diambil orang lain.
Dalam dialog bisnis yang diadakan oleh Assosiasi Manager Indonesia (AMA) Yogyakarta beberapa waktu lalu, ada
seorang peserta dialog yang menanyakan kepada saya, tentang bagaimana faktor keberuntungan dan faktor
timing menentukan keberhasilan dalam bisnis?
Seberapa penting faktor keberuntungan itu bagi pengusaha? Orang-orang Cina punya kebiasaan, jika ingin terjun
ke dalam bisnis, maka kita harus punya hoki atau keberuntungan yang besar.
Kalau tidak punya, maka bisnis kita akan bangkrut.
Kalau ternyata kita tidak punya keberuntungan, maka disarankan kita jangan mendirikan bisnis. Padahal,
menurut saya, yang namanya keberuntungan atau hoki itu sebenarnya adalah bagian dari hidup yang tidak dapat
kita kontrol. Tidak dapat kita duga.
Dan, sesungguhnya itulah hidup. Bagaimana kita tahu, bahwa kita punya keberuntungan, kalau
kita belum pernah mencobanya. Keberuntungan harus dibuktikan, bukan hanya diangan-angankan.
Saya berpendapat, bahwa bisa saja kita punya keberuntungan. Hanya saja, oleh satu keadaan tertentu,
keberuntungan itu bisa saja lantas rugi. Berbeda dengan timing, dalam setiap kegiatan bisnis yang kita lakukan,
maka kita bisa mengontrolnya. Artinya, timing lebih sedikit bisa dikendalikan dari pada keberuntungan.
Karena itulah, menurut saya, memang mungkin saja bisnis itu bisa kita mulai atau kita ambil saat ini. Tetapi
bisa saja, kalau kita mulai sejak lima tahun yang lalu, sehingga timing ini sedikit bisa kita kontrol.
Jelas, hal itu menunjukkan, bahwa peluang bisnis itu sesungguhnya datangnya tidak mengenal waktu.
Hari ini bisa saja saatnya kita mengambil peluang bisnis itu. Dan, kalau ditunda, tak mustahil akan diambil orang
lain dan kita kehilangan peluang bisnis itu.
Saya kira, orang pertama yang menjual minuman aqua di Indonesia, yakni Tirto Utomo, juga membutuhkan
perjuangan sekitar 8 tahun untuk bisa eksis seperti sekarang ini.
Mungkin saja, waktu produk itu pertama kali dimunculkan, belum saatnya atau timing-nya kurang tepat. Sebab,
sebagian besar yang membeli produk aqua tersebut adalah orang asing. Tapi ternyata, dari waktu ke waktu,
orang Indonesia mulai sangat menggemari minuman aqua itu. Sehingga, orang kemudian mengenal air putihdengan menyebut "aqua".
Begitu juga pada teh botol, yang pertama kali diperkenalkan oleh Pak Sosro. Dimana, pada saat itu Teh Sosro
masuk di pasar, juga bukan pada timing yang tepat. Sehingga, produk itu untuk bisa sampai dikenal dan
digemari masyarakat, membutuhkan perjuangan yang keras.
Jadi saya kira, ada atau tidaknya keberuntungan di dalam kita berbisnis, sebaiknya tidak terlalu kita pikirkan hal
itu, karena memang tidak bisa kita kontrol.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY19
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
20/37
Tapi sebaiknya dengan timing. Hal tersebut bisa kita kontrol sebaik mungkin.
Tinggal bagaimana timing itu tepat, dan mudah-mudahan itu sesuai dengan keberuntungan kita.***
Sukses Itu Bikin "Pede"
Monday, 25 October 2004
Sukses itu membuat kita percaya diriLowongan untuk menjadi pengusaha, saya kira sampai kapanpun masih terbuka luas, tidak terbatas. Artinya,
kapan saja, sekarang atau besok, kita bisa saja jadi pengusaha. Bahkan, kalau kita ingin cepat menjadi
pengusaha, bisa juga kita lakukan hari ini.
Misalnya, cukup datang ke Notaris, buat CV atau PT, maka jadilah kita pengusaha sekaligus direktur di
perusahaan kita sendiri.
Dan, tak perlu ada upacara pengangkatan segala, sebab siapa lagi yang mengangkat kita kalau bukan kita
sendiri.
Namun, coba saja kalau kita bekerja pada perusahaan milik orang lain, maka untuk bisa menjadi direktur
membutuhkan waktu lama. Itupun masih sangat tergantung pada keputusan atasan kita. Padahal, menurut saya,
untuk menjadi pengusaha sekaligus direktur, tidak harus membutuhkan pengalaman kerja. Karena, pada
dasarnya, lowongan kita untuk menjadi pengusaha itu tidak terbatas.
Maka, semestinya kita harus "jadi" dulu. Itu setidaknya, dengan kita sudah menjadi direktur di perusahaan
sendiri, merupakan langkah awal memulai bisnis.
Dan, ternyata membuat bisnis itu lebih mudah dari pada kita mencari pekerjaan.
Sehingga, dari "sukses" itulah menjadikan kita tumbuh rasa percaya diri. Dan, setelah kita percaya diri,
maka kita akan bisa melakukan sesuatu.
Banyak contoh di masyarakat, bahwa seseorang mendapat jabatan, baik itu di pemerintahan ataupun swasta,
padahal dia tidak punya pengalaman sebelumnya.
Dan ternyata, dia bisa juga melaksanakan pekerjaan itu dengan baik.
Artinya, kepercayaan diri atau "Pede" kita bertambah saat kita dapat kesusksesan. Meski, katakanlah bisnis yang
kita dirikan itu hanya meraih sukses-sukses kecil. Namun, itu bukanlah suatu masalah.
Justru, hal itu akan membuat kita lebih termotivasi untuk bisa meraih sukses bisnis yang lebih besar.
Saya kira, kita memang sebaiknya jangan mengabaikan sukses-sukses kecil itu. Percayalah, bahwa sesungguhnya
dari sukses-sukses kecil itu akan menjadi kesuksesan yang luar biasa pada bisnis kita dimasa depan.
Memang, bagi kita yang terbiasa berpikir linier, pasti akan mengatakan, bahwa percaya diri dulu baru kita
sukses. Kalau kita setuju dengan pendapat, percaya diri dulu baru seseorang meraih sukses, lantas kapan kita
bisa menjadi pengusaha?***
Rejeki Itu Bisa Direncanakan
Monday, 25 October 2004
Rejeki itu akan datang, sesuai pengambilan resiko bisnis kita.
Rejeki itu sebenarnya sudah ada yang mengatur-Nya. Saya kira, itu memang benar. Dan, sebagian besar kita
berpendapat demikian. Karena sejak lahir setiap orang itu membawa rejeki sendiri- sendiri. Tapi, apakah kita
itu bisa meningkatkan rejeki kita sendiri? Dan, apakah kita bisa merencanakannya?
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY20
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
21/37
Saya berpendapat, meski rejeki itu sudah ada yang mengatur-Nya, namun kita harus teap aktif
merencanakannya. Tanpa direncana, rejeki itu akan sulit kita raih. Saya kira, rejeki itu membutuhkan peluang
untuk mendatanginya.
Menurut saya, mana mungkin rejeki itu datang kalau setiap harinya kita tak punya aktivitas apa- apa. Hanya
pasrah saja. Dan, kita terlalu yakin, bahwa rejeki itu tak perlu dikejar, pasti akan datang sendiri. Saya tidak
Sependapat dengan prinsip ini. Sebab, bagaimanapun juga kalau pada diri kita tak ada gairah bekerja, danhanya selalu memimpikan rejeki itu datang, maka rejeki itu pun akan sulit datang atau justru malah menjauh.
Tapi sebaliknya, jika kita tekun bekerja, dan kreatif berwirausaha, saya yakin, pasti rejeki akan datang.
Bisnis kita pun akan lebih berkembang.
Apalagi, kalau kita berani memilih profesi seperti pengusaha, dokter, notaris, pengacara, pelukis, seniman dan
lainlain. Profesi ini saya lihat sangat berpeluang mendatangkan rejeki yang relatif besar atau tidak linier.
Sebab, profesi ini berbeda dengan orang yang digaji atau seperti karyawan. Artinya, jika saat ini kita misalnya,
sedang menekuni dunia usaha atau sebagai pengusaha, maka jelas sangat memungkinkan sekali bagi kita untuk
datangkan rejeki yang relatif besar.
Sementara, kalau saja kita sekarang ini bekerja ikut orang lain atau setiap bulannya digaji tetap, maka
jelas peluang akan datangnya rejeki yang relatif besar, menjadi kecil. Oleh karena itu, rejeki besar itu
datangnya mencari tempat yang pas, dan ini bisa kita rencanakan.
Tinggal, kita berani atau tidak.
Bicara soal rejeki, saya jadi teringat pengalaman rekan saya. Dia seorang Notaris. Saya lihat, dalam
menjalankan profesinya, dia hanya menggunakan motor. agar dia "berani" ambil mobil baru secara kredit, dia
terkejut. Lantas, ganti mobil. Itu pun mobil lama. Namun, ketika saya sarankan
Apalagi, ketika saya sarankan mobil lamanya dijual saja, untuk bayar uang muka.
Setiap bulannya 'kan harus bayar angsuran? itu pertanyaannya. Saya jawab, "Nah itulah rejeki akan mengikuti
rencana anda.
Kalau anda menggunakan mobil bagus pasti klien akan lebih percaya. Karena performance atau penampilan
dibutuhkan dalam bisnis anda. Apalagi anda mau bekerja keras dan kreatif menjaring klien, saya yakin anda
pasti mampu membayar angsurannya. "Rupanya, dia ikuti saran saya. Apa yang terjadi selanjutnya? Rejeki
notaris itu ternyata mengalir deras.
Kliennya kian bertambah. Selain bisa bayar angsuran, dia pun masih punya kelebihan rejeki
itu. Dan, kepercayaan dirinya akan profesinya semakin mantap.
Kejadian ini, diantaranya yang membuat saya percaya, bahwa rejeki itu sesungguhnya akan datang mengikuti
rencana hutang kita. Rejeki itu juga akan datang sesuai pengambilan resiko bisnis kita.
Sehingga, pada saat kita mengambil resiko bisnis yang kecil, rejeki yang mengalir pun juga kecil.
Sebaliknya, bila kita berani ambil resiko yang bear, maka rejeki yang menglir pun juga besar.***
Sukses Itu Guru Yang Jelek
Monday, 25 October 2004
Kesuksesan akan menjerumuskan kita, kalau kita terlalu bangga.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY21
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
22/37
ROBERT T. Kiyosaki dalam bukunya "Cash Flow Quadrant" berpendapat, bahwa sebenarnya sukses itu guru yang
jelek. Tapi itu berlaku untuk diri kita sendiri. Artinya, sebagai entrepreneur, kita memang sebaiknya tidak
berguru pada kesuksesan kita sendiri. Sebab, hal ini akan membuat kita menjadi kurang bersemangat, menjadi
tidak kreatif, menjadikan kita lengah atau sombong, menjadikan kita lupa diri, bahkan tak menutup
kemungkinan kesuksesan yang kita raih akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Sukses itu, menurut saya, bukan berarti "waktunya untuk menikmati".Memang, kesuksesan kita itu bisa menjerumuskan kita. Apalagi kalau kita terlalu membanggakan kesuksesan itu,
akan membuat kita lupa diri. Oleh karena itu, agar kesuksesan itu tidak menjadi bumerang bagi diri kita sendiri,
maka kita harus pandai-pandai mengelola kesuksesan kita. Itu boleh. Bahkan, itu bisa menjadikan kesuksesan
bisnis seseorang.
Sebab, pada dasarnya belajar dari kesuksesan orang-orang lain, itu memang bisa menjadi guru yang baik. Meski
kita sebetulnya juga bisa belajar pada orang yang gagal.
Dalam konteks inilah, menurut saya, agar bisnis kita tetap langgeng bahkan bisa berkembang lebih baik di masa
mendatang, adakalanya kita harus menyadari hal ini. Atau lebih tepatnya, sebagai entrepreneur seharusnya
lebih menilai, bahwa kegagalan itu sebetulnya sebagai pelajaran yang terbaik. Oleh karena itulah, saya kira kita
sebaiknya janganlah takut dengan kegagalan.
Kita belajar paling banyak tentang diri kita ketika kita gagal, jadi jangan takut gagal. Sebab, kegagalan itu
sebenarnya adalah proses kita untuk menjadi sukses. Saya yakin, yang namanya entrepreneur itu sebetulnya
tidak bisa sukses tanpa mengalami kegagalan.
Maka, pada saat kita ingin memulai bisnis atau di saat bisnis kita mulai berkembang, tapi kemudian tiba- tiba
bangkrut atau mengalami kegagalan, saya kira hal itu janganlah membuat kita patah semangat.
Justru, disaat itulah jiwa entrepreneur kita harus bangkit kembali.
Sebab, menurut pengalaman saya dan rekan pengusaha lainnya, mereka baru sukses, setelah mereka pernah
mengalami kegagalan paling tidak sampai tujuh kali. kalau kita baru gagal dua atau tiga kali, saya kira itu
wajar-wajar saja bagi seorang entrepreneur.
Mestinya, entrepreneur tidak akan pernah mendapatkan pelajaran tanpa mendapatkan pelajaran tanpa
melakukan langkah-langkah yang berarti. Baik itu langkah yang gagal maupun sukses. Langkah-langkahnya
dimulai dari langkah kecil sampai langkah besar. Dengan perkataan lain, saya mengatakan, sebuah perjalanan
1000 km itu sebenarnya dimulai dari langkah kecil.
Kalau kita tidak berani memulai atau mengembangkan bisnis, kapan kita akan punya bisnis, atau kapan bisnis
kita berkembang. Saya menemukan kata-kata yang menarik buat kita renungkan bersama yaitu, "Memulai itu
mengalahkan kita memulai." Artinya, orang yang berani memulai atau mengembangkan bisnis, itu
lebih baik, dari pada orang yang sama sekali tidak berani memulai atau mengembangkan bisnis.***
Karir Entrepreneur
Monday, 25 October 2004
Jika bisnis kita ingin hidup, maka kualitas harus kita tingkatkan.
PETER F. Drucker berpendapat, bahwa setiap orang dapat saja berkarir menjadi entrepreneur. "Tidak ada yang
misterius," begitu katanya. Meski, menjadi entrepreneur sekarang lain dengan entrepreneur dulu. Mungkin saja,
kehidupan entrepreneur itu lebih mudah beberapa tahun yang lalu. Dimana, membuat tetangga menjadi
pelanggan begitu mudah. Begitu juga, saat kita mau mengembangkan produk lokal. Tapi saya rasa, sekarang
sudah beda. Tuntutan pasar semakin banyak, dan kualitas pun harus kita tingkatkan. Begitulah jika kita ingin
hidup. Tapi saya yakin, jika saat ini kita mau menekuni karir sebagai entrepreneur prospeknya sangat bagus dan
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY22
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
23/37
sangatlah luas. Artinya, kita bisa kapan saja memulai bisnis. Dan, kita bisa jual produk atau jasa apa pun juga.
Sedang, berapa jenis usaha yang bisa kita lakukan, tentu saja juga tergantung kemampuan kita.
Namun, dari sebuah survey mengungkapkan, bahwa rata-rata sekitar 44% entrepreneur yang terjun dalam dunia
bisnis selama lebih dari 6 tahun telah, memiliki beberapa jenis bisnis yang tidak saling berhubungan atau
tumpang tindih. Sementara 35% lagi entrepreneur hanya memiliki satu jenis bisnis, dan 21% lagi memiliki
beberapa jenis bisnis yang masih ada hubungan atau rangkaian.Lantas bagaimanakah agar kita bisa menjadi entrepreneur yang sukses? Dari berbagai pengalaman, saya melihat,
bahwa ada 4 karakter seseorang bisa menjadi entrepreneur sukses, yaitu Pertama, adanya keinginan. Dimana,
dia menggunakan keinginanya untuk membuat sesuatu yang besar dari hal yang kecil. Selain itu, juga ada
keinginan sesuai dengan cara yang ingin mereka lakukan.
Kedua, adanya intuisi. Kesempatan jadi entrepreneur adalah sama untuk semua orang. Tidak ada tes IQ.
Bahkan, jika kita tidak pintar pun tak menghalangi untuk jadi entrepreneur. Artinya, setiap entrepreneur yang
sukses adalah mereka yang telah belajar mengembangkan intuisinya.
Ketiga, dia punya kemampuan untuk terus hidup walau punya hutang. Jadi, semua entrepreneur telah bertahan
melewati karirnya yang naik turun. Mereka pernah sukses, pernah gagal. Pernah menghasilkan uang, atau
kehilangan uang, dan lain-lain. Bahkan, hutang pun selalau ada di setiap bisnisnya. Saya rasa, ini adalah
kenyataannya. Sebab, bagaimanapun juga, seorang entrepreneur harus belajar beradaptasi dengan hutang.
Keempat, selalu optimis. Misalnya saja, ada peluang bisnis, namun karena ada alasan yang lebih logis, peluang
itu tidak dikejarnya. Sebab, ia telah mempertimbangkan dengan instuisinya, dan menutupinya dengan
optimisme. Jadi, menurut saya, entrepreneur itu adalah pencipta dan sekaligus pelaku bisnis. Dia membuat
hidupnya dengan mengatasi berbagai alasan untuk tidak mengejar peluang bisnis, dan kemudian meyakinkan
orang lain untuk mengikuti caranya.
Oleh karena itu, menurut saya, kalau kita memang ingin sukses berkarier sebagai entrepreneur, maka pastikan
saja kita mempunyai ke-4 karakter tersebut. Dan, sebaiknya jangan pernah kita merasa ragu untuk melangkah.
Anda berani mencoba?***
Bisnis Keluarga
Monday, 25 October 2004
Bisnis keluarga sah-sah saja kita lakukan. Asal saja mereka yang terlibat dalam bisnis keluarga harus memiliki
jiwa entrepreneur.
Ada sebuah referensi menarik yang pernah saya baca, bahwa kebanyakan bisnis di negara barat, khususnya
Amerika adalah bisnis keluarga. Hanya saja, bisnis semacam itu bisa jadi besar atau jadi satu kekuatan ekonomi,
asal saja ada kekompakan dalam keluarga.
Selain itu, mereka juga harus memiliki jiwa entrepreneur. Memang tujuan paling urgent bagi bisnis keluarga
adalah dapat menghasilkan keuntungan, dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Saya akui, memang ada kekuatan dan kelemahan dari bisnis keluarga. Kekuatannya, yaitu ada suatu
kepercayaaan lebih pada keluarga itu sendiri dibandingkan orang lain. Dan, jika pemilik atau anggota keluargabisa melayani langsung pada pelanggan atau konsumen tentu mereka akan merasakan pelayanan khusus.
Sementara, kelemahanya adalah bisnisnya akan terganggu jika ada masalah keluarga masuk dalam operasional
bisnis. Sebab, bagaimanapun juga yang namanya bisnis keluarga, tentu banyak berkaitan dengan emosi,
perlakuan, keamanan disamping soal produktivitas, keuntungan dan pencapaian tujuan bisnis itu sendiri.
Contohnya, ada pasangan suami-istri jadi pengusaha. Maka, bisnis mereka akan berhasil jika mereka bisa jadi
partner bisnis yang baik. Tapi jika tidak, pengalaman yang menyakitkan akan mereka alami.
Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY23
-
8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha
24/37
Menurut pakar entrepreneurship, Charles Kuehl, kelemahan suami istri yang sama-sama pengusaha itu, yaitu
mereka akan terlalu sering bersama-sama. Perbincangan di rumah kerap kali didominasi masalah bisnis. Jika
sampai terjadi perceraian, mengakibatkan suramnya bisnis mereka.
Sedangkan keuntungannya adalah pasangan keluarga ini biasanya dapat bekerja lebih lama untuk bisa membuat
bisnisnya sukses. Dan, mereka juga dapat berganti shift berjaga di rumah dan di kantor.
Lantas bagaimana jika dalam bisnis tersebut anak-anak mereka juga ikut serta? Saya rasa, hal itu sah- sah saja.Karena hal itu sudah merupakan bagian dari hidup mereka. Meski ada juga pakar yang berpendapat, bahwa
bisnis seperti itu
Jika Anak Ingin Bisnis
Monday, 25 October 2004
Kita janganlah apriori, jika anak kita tiba-tiba menyatakan keinginannya meniru profesi kita sebagai
pengusaha. Yang terpenting adalah, carilah pembimbing yang benar-benar memiliki keterampilan mententor
anak kita.
Jika anak kita ingin bisnis seperti profesi yang digeluti orang tuanya, bagaimana sebaiknya sikap kita sebagai
orang tua menghadapi hal itu.
Apakah kita apriori atau ingin ikuti saja keinginannya. Saya rasa, kasus ini tak sedikit dialami
kalangan pengusaha, termasuk saya sendiri, yaitu ketika anak saya yang masih duduk di bangku SMP juga punya
keinginan jadi pengusaha Warnet. Menurut saya, hal itu wajar terjadi, karena barangkali anak kita sudah
terbiasa dengan atmosfer bisnis. Meski, tak sedikit pula anak pengusaha yang sama sekali tidak ingin bercita-cita
jadi pengusaha, karena dia tahu ayahnya sangat sibuk. Sedangkan, untuk mendidik sendiripun tidak mudah.
Masalahnya, adalah faktor kedekatan emosional sangat besar, dan itu terkadang menjadi kendala perkembangan
anak itu dendiri.
Sementara itu, saya melihat belum adanya sekolah yang bisa menyiapkan seseorang jadi pengusaha. Sehingga,
jika anak kita ingin jadi pengusaha, maka dirasa perlu ada orang lain yang kita percaya untuk menjadi
pembimbingnya atau mentor-nya.
Hanya, di dalam kita melibatkan mentor dari luar keluarga, tetap harus direncanakan dengan baik. Dan, agar
berhasil, menurut Patricia Schiff Estess, kolumnis di Entrepreneur Magazine, kita harus memperhatikan faktor-
faktor dibawah ini.
Faktor pertama, kita harus tahu siapa orang yang menjadi mentornya. Memiliki keterampilan dan dapat
memberikan bimbingan, memang merupakan syarat utama. Dan, kita sebagai orang tua, semestinya harus lebih
dulu percaya sebelum mentor tersebut kita libatkan di dalam membimbing anak kita.
Faktor kedua, apa yang harus kita ketahui pada mentor, artinya, sebelum mentor dari luar keluarga itu
menentukan aturan-aturan dalam memberikan bimbingan, sebaiknya kita perlu menjelaskan pada mentor
tersebut, apa saja yang menjadi ruang geraknya, dan apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya saja,dia harus dapat mendidik sikap disiplin pada anak kita.
Faktor
top related