bab ii tinjauan pustaka 2.1 tinjauan tanaman katukeprints.umm.ac.id/58354/3/bab ii.pdf · 2020. 1....
Post on 06-Sep-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman Katuk
Tanaman katuk atau Sauropus androgynous L merupakan tanaman sayuran
yang banyak terdapat di Asia Tenggara. Tumbuhan ini dalam beberapa daerah
dikenali sebagai di Inggris star gooseberry atau sweet leaf, di China mani cai dan
di Vietman rau ngot, di Malaysia cekur manis atau sayur manis. Di Minangkabau
disebut simani, dan di Jawa katuk, katukan atau babing. Di madura disebut
kerakur dan Bali lebih mengenalnya dengan kayumanis (Agoes, 2010).
Klasifikasi Daun katuk (Sauropus androgynus L.) menurut Rukmana
(2003) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Geramales
Suku : Euphorbiaceae
Genus : Sauropus
Spesies : Sauropus androgynus
Katuk termasuk tanaman jenis perdu berumpun dengan ketinggian
2,5-5 m. Batangnya tumbuh tegak dan berkayu. Jika ujung batang dipangkas,
akan tumbuh tunas-tunas baru yang membentuk percabangan. Daunnya kecil-
kecil mirip daun kelor, berwarna hijau. Katuk termasuk tanaman yang rajin
berbunga. Bunganya kecil-kecil, berwarna merah gelap sampai kekuning-
kuningan, dengan bintik-bintik merah. Bunga tersebut akan menghasilkan buah
berwarna putih yang di dalamya terdapat biji berwarna hitam (Rukmana, 2003).
Tanaman Katuk dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tanaman Katuk (Subekti, 2007)
5
2.1.1 Kandungan Zat Aktif
Katuk daunnya mengandung 7% protein kadar tinggi betakarotein, vitamin
C, kalsium, besi, dan magnesium. Termasuk tanaman langka yang mengandung
vitamin K. Setiap 100 g zat daun katuk mengandung sekitar 2,7 mg zat besi.
Sementara kandungan kalsium daun katuk sebanyak 204 mg atau empat kali lebih
tinggi dibandingkan kandungan mineral dari daun kol. Selain itu, kaya akan
vitamin A, vitamin B, dan vitamin C, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Daun
katuk juga memiliki kandungan tanin, saponin falvanoid,dan alkaloid papaverin,
sehingga sangat potensial untuk dijadikan bahan pengobatan alami (Agoes, 2010).
Pada penelitian Subekti (2007) melakukan pengujian GC-SM untuk memperoleh
kandungan senyawa aktif ekstrak daun katuk dengan etanol 70%. dapat dilihat
pada tabel II.1.
Tabel II.1 Kandungan Senyawa ekstrak daun katuk (etanol 70%) (Subekti, 2007 )
Golongan Nama Senyawa Kadar(%)
Asam lemak 9,12,15-asam oktadekatrienoat etil ester 9,36
Asam lemak Asam palmitat 5,30
Klorofil Phytol 4,92
Asam lemak 11,14,17-asam eikosatrienoat metil ester 3,70
Vitamin Tokoferol (vitamin E) 1,20
Stigmasterol Stigmasta -5,22-dien-3β-ol 1,10
Asam lemak Asam tetradekanoat etil ester 0,69
Sitosterol Stigmasta-5-en-3β-ol 0,69
Fukosterol Stigmasta-5,24-dien-3β-ol 0,64
Asam lemak Asam oktadekanoat 0,39
Kandungan senyawa dalam daun katuk yang meningkatkan produksi ASI
adalah alkaloid dan sterol (Rahmanisa, 2016). Suprayogi (2000) menemukan 7
senyawa aktif yang ikut berperan dalam peningkatan produksi air susu yaitu 5
senyawa kelompok asam lemak tak jenuh (Octadecanoic acid; 9-Eicosine; 5, 8,
11-Heptadecatrienoic acid; 9, 12, 15-Octadecatrienoic acid; dan 11, 14, 17-
Eicosatrienoic acid), 1 senyawa aktif yang termasuk senyawa steroid yaitu
6
Androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha, dan senyawa aktif lain yang tersisa
adalah 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid.
Komponen sterol yaitu Stigmasta-5,24-dien-3β-ol (gambar 2.2) terdapat
pada tanaman katuk cara kerjanya sama seperti kolesterol yang memiliki fungsi
pada proses steroidogenesis (Miharti, 2019). Kolesterol bebas ini diubah ke
pregnenolon. Pregnenolon merupakan prekursor untuk semua hormon steroid.
Melalui serangkaian reaksi akhirnya terbentuklah estradiol serta hormon steroid
lainnya. Proses pembentukan hormon steroid utama terdiri atas tiga bagian, yaitu
sintesis kolesterol dari asetat, konversi kolesterol menjadi progesteron, dan
pembentukan androgen, estrogen, dan kortikoid dari progesteron (Subekti, 2007).
Hormon steroid yaitu khususnya hormon estrogen merupakan hormon yang
berfungsi dalam memacu sintesis dan pelepasan prolactin oleh hipofisa.
Kandungan tersebut dalam dosis tinggi menimbulkan rangsangan reseptor
prolaktin pada sel laktotrof untuk memacu neuro hormon yang akan merangsang
pengeluran Prolactin Releasing Faktor (PRF). Sehingga terjadinya peningkatan
ASI pada saat menyusui (Miharti, 2019).
Gambar 2.2 Struktur Kimia Monomer Stigmasta-5,24-dien-3β-ol(Anonim, 2019).
2.1.2 Khasiat Daun Katuk
Daun katuk merupakan salah satu tanaman obat Indonesia yang sangat
dikenal sebagai tanaman obat palancar ASI. Daun katuk merupakan alternatif
pengobatan yang potensial karena memiliki kandungan senyawa yaitu tanin,
saponin, flavonoid, alkaloid, protein, kalsium, fosfor, vitamin dan nutrisi
(Rukmana, 2003). Selain sebagai penambah ASI daun katuk dapat digunakan
pengobatan tradisional antara lain mengobati demam, borok dan bisul sehingga
berpotensi digunakan untuk pengobatan alami (Wiradimadja, 2006). Selain itu
digunakan untuk menanggulangi penyakit kurang darah atau anemia daun katuk
7
mempunyai kandungan zat besi tinggi. Manfaat lainnya untuk pengobatan lokal
frambusia, sembelit, dan pewarna alami. Mencegah dan memperbaiki gangguan
reproduksi pada wanita dan pria (Agoes,2010).
Saroni et al (2004) menemukan bahwa pemberian ekstrak daun katuk pada
kelompok ibu menyusui dan melahirkan dengan dosis 3 x 300mg/hari selama 15
hari secara terus-menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan dapat
meningkatkan produksi ASI 50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun katuk.
Pemberian ekstrak daun katuk tersebut dapat mengurangi jumlah subyek kurang
ASI sebesar 12,5%. Pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kualitas
ASI, karena tidak menurunkan kadar protein dan kadar lemak ASI.
2.2 Penggolongan Obat Tradisional
Penggolongan obat tradisonal berasal dari simplisia hewani, mineral dan
nabati. Bahan obat alam yang berasal dari simplisia nabati jumlahnya lebih besar
dibandingkan yang berasal dari simplisia hewani ataupun mineral (DepKes RI,
2008). Dalam Permenkes RI tahun 2016 tentang Formularium Obat Herbal
Asli Indonesia, produk bahan alam dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal
Terstandar, dan Fitorfarmaka.
1.2.1 Jamu
Jamu adalah sediaan obat dari bahan alam, khasiat dan status keamanannya
dibuktikan secara empiris.
2.2.2 Obat Herbal Terstandar
Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
distandarisasi bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Obat herbal ini
sudah terspesifikasi telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah atau
uji praklinik.
2.2.3 Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah distandarisasi,
status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji
klinik. Logo dan Penandaan dapat dilihat pada gambar 2.3.
8
Gambar 2.3 Logo dan Penandaan A Jamu; B Obat Herbal Terstandar; C
Fitorfarmaka
2.3 Tinjauan Simplisia
Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan
herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu,
sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan
dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai
bahan herbal yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (DepKes RI, 2000).
Menurut (DepKes RI, 2000) Simplisia dibagi menjadi 3 yaitu: Simplisia
mineral, Simplisia Hewani dan Simplisia nabati. (1) Simplisia mineral merupakan
simplisia berupa dari bahan mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. (2) Simplisia hewani
merupakan simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa bahan kimia murni. (3) Simplisia nabati merupakan
simplisia yang berupa tamanan utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau
gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan
keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.
Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang
dengan cara tertentu diisolasi/dipisahkan dari tanamannya.
2.4 Tinjauan Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati maupun hewani dan menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian hampir semua atau semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Sebagian besar pembuatan ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan
baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara
destilasi dengan pengurangan tekanan, bahan utama obat sesedikit mungkin
A B C
9
terkena panas. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada
masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 g
simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk
endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dituangkan.
Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan. Ekstrak cair dapat dibuat dari
ekstrak yang sesuai (DepKes RI, 2014). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan
agar zat berkhasiat pada simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar
tinggi, dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief,
2000).
2.4.1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda
akan mempengaruhi kelarutan dari senyawa terhadap pemanasan, udara, cahaya,
logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
yang tepat (DepKes RI, 2000).
2.4.1.1 Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan pengadukan pada suhu ruangan (kamar). Maserasi kinetik yaitu
dilakukan dengan pengadukan secara terus–menerus. Remarasi yaitu dilakukan
pengulangan dengan penambahan pelarut setelah itu dilakukan penyaringan
maseri pertama dan seterusnya (DepKes RI, 2000).
Pada metode ini serbuk simplisia dan pelarut yang sesuai dimasukkan ke
dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan
ketika tercapainya kesetimbangan antara kadar senyawa dalam pelarut dengan
kadar dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
10
dengan menggunakan penyaringan. Keuntungan dari maserasi ini yaitu bagian
tanaman yang diekstraksi tidak harus berbentuk serbuk halus, tidak memerlukan
keahlian khusus, serta dapat menghindari rusaknya senyawa yang bersifat
termolabil (Mukhriani, 2014).
2.4.1.2 Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan pada suhu ruang dengan
menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction).
(DepKes RI, 2000). Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara
perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran
pada bagian bawahnya). Ditambahkan pelarut pada bagian atas serbuk sampel
dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kerugian dalam metode ini
adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit
menjangkau seluruh area. Sedangkan kelebihannya adalah sampel senantiasa
dialiri oleh pelarut baru (Mukhriani, 2014).
2.5 Tinjauan Granul
Granul merupakan penggabungan partikel-partikel kecil menjadi agregat
granul. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal
yang lebih besar. Rentang ukuran berkisar antara ayakan mesh 4 sampai 12,
walaupun demikian granula dari macam-macam ukuran lubang ayakan mungkin
dapat dibuat tergantung pada tujuan pemakaiannya (Ansel, 2011).
2.5.1 Metode Granulasi basah
Granulasi adalah proses dimana partikel serbuk primer dibuat untuk melekat
sehingga membentuk multipartikel yang lebih besar yang disebut granul. Granul
biasanya memiliki rentang ukuran antara 0,2 dan 4,0 mm. Setelah granulasi dapat
digunakan sebagai bahan campuran tambahan lainnya sebelum dikempa menjadi
tablet (Solanki, 2010). Salah satu dasar pembuatan granul dari metode granulasi
basah adalah dengan membasahi serbuk atau campuran serbuk, kemudian pasta
yang dihasilkan dilewatkan melalui pengayak dengan ukuran mesh tertentu untuk
menghasilkan granul dengan ukuran yang diinginkan. Kemudian granul
dikeringkan melalui udara atau dibawah panas pada nampan pengeringan (sesuai
dengan sifat obat). Nampan pengeringan digerakkan secara berkala untuk
11
mencegah granul menjadi massa besar atau gumpalan. Tambahkan bahan
lubrikan, kemudian tablet dicetak dengan cara kompresi (Ansel, 2011).
Keuntungan dari metode granulasi basah adalah pengempaan baik, distribusi zat
pewarna merata, pemadatan dan sifat-sifat mengalir lebih baik (Siregar dan
Wikarsa, 2010).
2.5.2 Mutu fisik Granul
2.5.2.1 Kecepatan Alir dan Sudut Diam
Sifat aliran serbuk sangat penting untuk pembuatan tablet yang efisien.
Aliran serbuk atau granul yaitu baik untuk dikempa sangat penting untuk
memastikan pencampuran yang efisien dan keseragaman bobot untuk tablet
kempa. Jika suatu zat aktif pada tahap formulasi diidentifikasi mempunyai sifat
aliran yang buruk, masalah ini dapat diatasi dengan memilih eksipien yang tepat
(Siregar dan wikarsa, 2010).
Bobot tablet yang seragam dapat dihasilkan dari keseragaman dan
keteraturan aliran granul ke pencetak tablet. Oleh karena itu dilakukan
pengukuran kecepatan alir dan sudut diam granul. Kecepatan alir granul yang baik
jika lebih besar dari 10 g/detik, dengan sudut diam antara 20– 30º (Aulton, 2002).
( )
( )
Sudut diam adalah teknik yang retatif sederhana untuk memperkirakan sifat
alir serbuk. Sifat alir serbuk dapat ditentukan dengan mengalirkan serbuk melalui
corong dan jatuh bebas pada permukaan. Tinggi dan diameter kerucut yang
dihasilkan diukur dan sudut diam dihitung. Serbuk dengan sudut diam yang tinggi
memiliki sifat alir yang buruk, sedangkan serbuk yang memiliki sudut diam
rendah dapat bebas mengalir. Sejumlah faktor, termasuk bentuk dan ukuran,
menentukan sifat alir serbuk (Ansel, 2011). Nilai sudut diam kurang dari 30o
umumnya menunjukkan granul bebas mengalir, dan sudut diam lebih dari 40o
menunjukkan granul memiliki aliran yang buruk (Aulton, 2002). Hubungan sudut
diam dan daya alir dilihat pada tabel II.2.
Sudut Diam (tgα) ( )
( )
12
Tabel II.2 Hubungan Sudut Diam dan Daya Alir (Aulton, 2002)
Sudut Diam Daya Alir
<20 Sangat Baik
20-30 Baik
30-34 Cukup Baik
>40 Sangat Buruk
2.5.2.2 Kandungan Lengas
Pemeriksaan kandungan lengas granul sangat penting dilakukan pada
proses granulasi basah karena akan berpengaruh pada produk akhir. Kelembaban
dapat mempengaruhi waktu hancur tablet, stabilitas kimia, aliran granul,
kompresi tablet, dan habit kristal. Kandungan lengas diukur dengan
menggunakan alat moisture balance (Parikh, 2005). Kandungan lengas yang
terlalu rendah meningkatkan kemungkinan terjadinya capping yaitu permukaan
tablet pecah atau retak atau timbul garis pada tablet. Sedangkan kandungan
lengas yang terlalu tinggi meningkatkan kemungkinan terjadinya picking
yaitu terjadi penempelan massa cetak pada dinding die punch. Persyaratan
granul yang baik memiliki kandungan lengas 1-2% (Aulton, 2002).
2.5.2.3 Kadar Fines
Metode yang digunakan dalam menentukan kadar fines ini adalah
pengayakan dengan menggunakan alat mesh 100 dan pan. Ukuran partikel serbuk
memiliki beberapa karakteristik ukuran dari yang kasar hingga yang halus. Fines
adalah partikel halus yang berukuran kurang dari mesh 100 . Untuk serbuk sangat
kasar jumlah fines tidak boleh terlalu banyak (<20%) yang melewati mesh 100
agar tidak terjadi masalah saat mencetak tablet (Ansel, 2011). Uji kadar fines
dapat dilakukan dengan menimbang 25 g granul dan dimasukkan kedalam ayakan.
Pengayakan dilakukan selama 15 menit (DepKes RI, 2014).
2.5.2.4 % Kompresibilitas
Kompresibilitas adalah ukuran kecenderungan dari serbuk yang akan
dikompres, hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara kerapatan serbuk
13
mampat dan kerapatan serbuk ruahan. Kerapatan granul dapat dihitung dari
perbandingan massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap volume.
Pengukuran menggunakan gelas ukur sehingga kerapatan granul dinyatakan
dalam gram per ml (g/ml). Indeks kompresibilitas dapat dihitung dengan rumus :
nd a ( o
)
Volume sebelum dimampatkan (V0) diukur dengan menimbang 100g
granul di masukkan ke dalam gelas ukur 100 ml (untuk volume antar 50 ml–100
ml). Diratakan permukaan serbuk dengan hati-hati tanpa dimampatkan jika perlu,
dan bacalah volume yang terlihat (V0) ke skala terdekat. Dihitung kerapatan
ruahan dalam g/ml dengan rumus M/V0.
Volume setelah pengetukkan (VF)diukur dengan cara pengetukan pada
gelas ukur sebanyak 10, 500, dan 1250. Baca volume yang terlihat V10, V500, dan
V1250 ke skala terdekat. Apabila tidak ada penambahan volume yang lebih besar
dari 2 ml atau didapat volume yang konstan, maka volume langsung dibaca.
Dihitung kerapatan ruahan dalam g/ml dengan rumus M/VF. VF adalah volume
setelah pengetukan akhir (DepKes RI, 2014). Dari nilai Bobot Jenis Mampat dan
Bobot Jenis Nyata dapat diihat hubungan indeks kompresibilitas dan kemampuan
alir dapat dilihat pada tabel II.3
Tabel II.3 Hubungan Indeks Kompresibilitas dan Kemampuan Alir (Aulton,2002)
% Kompresibilitas Kemampuan Alir
5-10
12-16
18-21
23-28
28-35
35-38
>40
Sangat baik
Baik
Cukup baik
Cukup
Jelek
Sangat jelek
Sangat jelek sekali
2.5.2.5 Kompaktibilitas
Uji kompaktibilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan bahan
serbuk yang dikempa untuk membentuk masa yang kompak setelah diberikan
tekanan tertentu. Beberapa petunjuk karakteristik kompaktbilitas suatu zat aktif
14
tunggal dan dalam kombinasi dengan beberapa eksipien yang umum dapat
diperoleh sebagai bagian dari evaluasi praformulasi. Penggunaan tekanan hidrolik
memberikan salah satu cara yang sederhana untuk memperoleh data tersebut.
Kompaktibilitas merupakan parameter untuk mengetahui kekerasan dan
kerapuhan suatu tablet. Serbuk yang dapat membentuk tablet yang keras dibawah
tekanan yang diberikan tanpa menunjukkan kecenderungan "capping” dapat
dianggap kompaktibel dengan mudah (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.6 Tinjauan Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan Metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet
kempa dan tablet cetak. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat
dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan
baja. Pada umumnya tablet kempa mengandung zat aktif dan bahan pengisi, bahan
pengikat, disintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan warna dan lak
(bahan warna yang diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut)
yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis. Bahan pengisi ditambahkan
jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa. Bahan pengisi yang umum adalah
laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (DepKes RI, 2014).
Tablet terdapat dalam berbagai ragam, bentuk, kekerasan, ketebalan, sifat
disolusi disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung dalam penggunaan yang
dimaksudkan dan metode pembuataannya. Tablet biasanya berbentuk bundar,
dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus seperti kaplet, segitiga,
lonjong, segi empat, segi enam yang telah dikembangkan oleh beberapa pabrik
untuk membedakan produknya dengan produk dari pabrik lainnya (Siregar dan
Wikarsa, 2010).
2.6.1 Bahan Pembawa Tablet
Bahan Tambahan adalah komponen Obat Tradisional yang dimaksudkan
sebagai zat, pelarut, pelapis, pembantu, dan zat yang dimaksudkan untuk
mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, atau sebagai zat warna dan tidak
mempunyai efek farmakologis (BPOM RI, 2014).
15
2.6.1.1 Bahan Pengisi
Bahan pengisi ditambahkan jika sulit dikempa atau jumlah bahan aktif
yang sedikit. Jika kandungan zat aktif kecil, maka sifat tablet secara keseluruhan
ditentukan oleh bahan pengisi yang jumlahnya besar. Karena masalah
ketersediaan hayati obat hidrofobik yang kelarutannya dalam air kecil, digunakan
bahan pengisi yang larut dalam air. Bahan pengisi tablet antara lain laktosa, pati,
kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (DepKes RI, 2014).
2.6.1.2 Bahan Pengikat
Bahan pengikat dapat memberikan daya adhesi pada massa serbuk
sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah
ada pada bahan pengisi. Zat pengikat dapat ditambahkandalam bentuk kering,
tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam larutan. Bahan pengikat antara lain,
gelatin, gom akasia, dan metilselulosa (DepKes RI, 2014).
2.6.1.3 Bahan Penghangcur
Bahan penghancur membantu hancurnya tablet setelah ditelan.
Disintegran tablet yang paling banyak digunakan adalah pati. Selulosa dan pati
yang termodifikasi secara kimia yaitu asam alginat, povidon dan selulose
mikrokristal. Campuran efervesen digunakan sebagai disintegran dalam sistem
tablet larut. Kandungan disintegran cara penambahan dan derajat kepadatan
berperan dalam efektivitas daya hancur tablet (DepKes RI, 2014 ). Bahan
penghancur antara lain amilum, Metilselulosa, Avicel (Mikrokristalin selulosa),
solka floc, asam alginat, Explotab (sodium starch glicolate), gom guar, Policlar
AT (Crosslinked PVP), Amberlite IPR 88, Metilselulosa, CMC, HPMC (Siregar
dan Wikarsa, 2010).
2.6.1.4 Bahan Lubrikan
Lubrikan bertujuan untuk mengurangi gesekan selama proses pengempaan
tablet dan mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Senyawa asam stearat,
minyak nabati terhidrogenasi dan talk digunakan sebagai lubrikan. Lubrikan
bersifat hidrofobik, sehingga cenderung menurunkan kecepatan disintegrasi dan
disolusi tablet. Oleh karena itu kadar lubrikan yang berlebihan harus dihindarkan.
Polietilen glikol dan beberapa garam lauril sulfat digunakan sebagai lubrikan yang
16
larut, tetapi lubrikan seperti ini umumnya tidak memberikan sifar lubrikasi yang
optimal, dan diperlukan dengan kadar yang lebih tinggi (DepKes RI, 2014).
2.6.2 Tinjauan Mutu Fisik Tablet
2.6.2.1 Kekerasan Tablet
Dalam formulasi tablet, perlu dilakukan uji kekerasan untuk menjamin
tablet tidak patah selama proses distribusi dan cukup lunak untuk dapat hancur
tepat setelah ditelan. Kekerasan tablet dapat dipengaruhi oleh tekanan yang
diberikan selama proses pencetakan. Semakin besar tekanan yang diberikan, maka
tablet yang dihasilkan pun semakin keras. Dalam mengukur kekerasan tablet,
biasanya digunakan alat bernama hardness tester. Kekerasan sekitar 4-8 kg
merupakan persyaratan minimal untuk tablet yang baik (Ansel, 2011).
2.6.2.2 Kerapuhan Tablet
Pemeriksaan kerapuhan tablet menggunakan alat uji kerapuhan dan
dilakukan sebanyak 3 kali. Untuk tablet dengan bobot kurang dari sama dengan
650 mg diambil keseluruhan tablet yang sesuai dan memiliki bobot 6,5g.
Sedangkan, untuk tablet dengan bobot lebih dari 650 mg dilakukan prosedur
dengan cara ditimbang 10 tablet yang akan diuji kerapuhannya. Selanjutnya,
seluruh tablet dimasukkan ke dalam alat uji kerapuhan, di nyalakan alat dengan
kecepatan 25 rpm dengan 100 kali putaran (USP, 2012). Persyaratan kerapuhan
tablet adalah bobot kurang dari 1% (Ansel, 2011).
( )
Keterangan: W1 = bobot mula-mula dari 10 tablet
W2 = bobot setelah pengujian
2.6.2.3 Waktu Hancur Tablet
Pada uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur
yang telah ditetapkan dalam masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Pengujian
waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal
di atas kasa, kecuali bagian yang berasal dari zat penyalut (DepKes RI, 2014).
Persyaratan waktu hancur sekitar 15 menit untuk tablet tidak bersalut (USP,
2016).
17
2.7 Tinjauan Bahan Penelitian
2.7.1 Laktosa
Laktosa (C12H22O12.H2O) merupakan pengisi yang paling luas digunakan
dalam formulasi sediaan tablet. Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali
digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena
mudah melakukan pencampuran yang homogen. Selain itu harga laktosa juga
relatif murah dari pada kebanyakan pengisi tablet yang lain (Siregar dan Wikarsa,
2010). Laktosa merupakan serbuk putih mengalir bebas. Mudah larut dalam air
secara perlahan-lahan, praktis tidak larut dalam etanol (Depkes RI, 2014).
Struktur kimia monomer laktosa dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Struktur Kimia Monomer Laktosa (Rowe et al, 2009)
2.7.2 Selulosa Mikrokristalin101
Selulosa mikrokristalin 101 adalah nama dagang dari Avicel 101. Selulosa
mikrokristalin dibuat dari hidrolisis terkontrol α-selulosa dengan larutan asam
mineral encer. Selulosa mikrokristalin 101 memiliki kompresibilitas yang sangat
baik, digunakan sebagai bahan pengisi tablet yang dibuat secara granulasi
maupun cetak langsung. Selulosa mikrokristalin 101 sebagai bahan pengisi
tablet umumnya digunakan dalam rentang 20-90% (Rowe et al., 2009). Sifat
alirnya yang kurang baik dan harganya yang relatif mahal membuat avicel jarang
diguna an bagai bahan p ngi i tunggal (Sa’adah dan Fudholi, 2 ).Struktur
Kimia Polimer Selulosa Mikrokristalin 101 dapat dilihat pada gambar 2.5.
18
Gambar 2.5 Struktur Kimia Polimer Selulosa Mikrokristalin 101
(Rowe et al.,2009)
2.7.3 Gelatin
Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisa partial kolagen dari
kulit, tulang hewan dan jaringan ikan putih. Pemerian berupa lembaran, kepingan,
potongan, atau serbuk kasar sampai halus, kuning lemah atau coklat terang.
Warna gelatin berragam tergantung ukuran partikelnya, berbau lemah seperti
kaldu, jika kering stabil di udara, tapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab
atau dalam bentuk larutan. Dalam air mengembang dan lunak bila dicelup,
menyerap air secara bertahap sebanyak 5-10 kali beratnya, larut dalam air panas,
asam asetat 6 N dan campuran panas gliserin dan air, tidak larut dalam air dingin,
etanol, kloroform, eter, minyak lemak dan minyak penguap (DepKes RI, 2014).
Kadar gelatin sebagai zat pengikat ialah 2-10% (Siregar dan Wikarsa, 2010)
Gambar 2.6 Struktur Kimia Polimer Gelatin (Poppe, 1992)
Gelatin diekstraksi dari jaringan hewan yang kaya akan kolagen seperti
kulit, otot, dan tulang. Gelatin yang diperoleh dari proses asam disebut tipe A,
sedangkan gelatin yang diperoleh dari proses basa disebut tipe B. Pada proses
pembuatan gelatin Tipe A melalui proses asam, bahan baku diberi perlakuan
19
perendaman dalam larutan asam organic seperti klorida, asam sulfat, asam sulfit
atau asam fosfat, sedangkan proses produksi gelatin Tipe B melalui proses basa,
perlakuan yang diberikan adalah perendaman dalam air kapur, proses ini sering
dikenal sebagai proses alkali (Rowe, 2009).
2.7.4 Primogel
Primogel adalah derivat amilum kentang yang memiliki sifat seperti
carboxymethyl cellulose. Nama lain dari primogel yaitu sodium carboxymethyl
starch atau sodium starch glycolate, merupakan serbuk putih atau hampir putih,
serbuk higroskopis dan mudah mengalir. Bahan ini stabil meskipun sangat
higroskopis, harus disimpan dalam wadah tertutup baik untuk melindungi
dari kelembaban agar tidak menyebabkan penggumpalan (Rowe et al., 2009).
Struktur Kimia Polimer Primogel dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Struktur Kimia Polimer Primogel (Rowe et al., 2009)
Primogel merupakan salah satu dari superdisintegrant yang efektif
digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi basah maupun cetak
langsung. Efektif pada kadar 2-8% dan kadar diatas 8% umumnya menambah
waktu hancur tablet. Kemampuan Primogel sangat baik karena kemampuan
mengembangnya yang cukup besar dengan tetap mempertahankan keutuhan
tabletnya sehingga pengembangan tersebut dapat memberikan dorongan ke daerah
sekitarnya sehingga membantu proses pecahnya tablet. Kekurangan primogel
yaitu tidak dapat digunakan dengan kadar yang tinggi atau lebih dari 8%. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan kadar tinggi dapat menyebabkan desintegrasi
meningkat sehingga efek viskositas juga akan meningkat. Keuntungan
penggunaan primogel adalah dapat dengan cepat terjadi penyerapan air. Primogel
menyebabkan waktu hancur cepat yaitu sekitar 2 menit, efektif dalam hal
ketersediaan serta ekonomis dan murah (Priyanka dan Vandana, 2013).
20
2.7.5 Magnesium Stearat
Magnesium stearat merupakan campuran asam-asam organik padat
yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearate dan
magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Magnesium stearat memiliki
rumus molekul C36H70MgO4 dengan bobot molekul 591,24 Mengandung setara
dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO (DepKes RI,
2014). Magnesium stearat berupa serbuk yang sangat halus, berwarna putih,
memiliki densitas rendah, bau samar dan rasa yang khas. Kelarutan praktis tidak
larut dalam air, etanol, dan eter, sedikit larut dalam benzene hangat. Stabilitasnya
baik, dan harus disimpan dalam wadah tertutup, ditempat sejuk dan kering.
Secara umum magnesium stearate digunakan pada pembuatan kosmetik, makanan
dan formulasi sediaan farmasi (Rowe et al., 2009). Struktur Kimia Polimer
Magnesium Stearat dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Struktur Kimia Polimer Magnesium Stearat (Rowe et al.,2009).
top related