analisis kritis aspek ontologi pendidikan
Post on 03-Jul-2015
398 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS KRITIS ASPEK ONTOLOGI PENDIDIKAN (PENGEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL)
A. BIBLIOGRAFI
Tulisan ini dibuat dalam rangka analisis salah satu bab yang terdapat dalam buku “Filsafat
Pendidikan” yang ditulis oleh Suparlan Suhartono, M.Ed., Ph.D.
Suparlan Suhartono, M.Ed., Ph.D., lahir pada tanggal 16 Februari 1948. pada tahun 1974
menyelesaikan pendidikan pada fakultas Filsafat Jurusan Barat di Universitas Gajah Mada. Pada
tahun 1981-1983 menempuh pendidikan di Tsukuba University Jepang di Dept. of Philosopy of
education dan meraih gelar doctor. Sejak tahun 1975-1997 menjadi staf pengajar pada fakultas
Sastra Universitas Hasanuddin dan pada tahun 1989 sampai sekarang menjadi dosen
Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Saat ini menjadi dosen tetap Universitas Negeri Makasar
(UNM) disamping mengajar di Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI),
Unhas, dan UNM.
Pembahasan tentang aspek Ontologi Pendidikan (Pengembangan Kecerdasan Spiritual) terdapat pada Bab IV halaman 97 – 116. Buku “Filsafat Pendidikan” ini pertama dicetak pada bulan Juli 2006 dan dilanjutkan dengan cetakan ke II pada bulan April 2007. diterbitkan dan didistribusikan oleh AR-RUZZ MEDIA Jogjakarta.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan secara keseluruhan dari buku ini adalah berusaha untuk memberikan
deskripsi yang sistematis dan komperhensif serta argumentatif tentang nilai-nilai kebijaksanaan
dan moral yang memang menjadi hakikat dari filsafat. Mencari kebenaran yang sebenar-
benarnya dan mencari hakikat sedalam-dalamnya adalah ciri filsafat, karena itu penulis berusaha
untuk mencari kebenaran dan hakikat tentang apa itu pendidikan dan bagaimana seharusnya
pendidikan itu dilaksanakan.
Menurut penulis ini semua dilakukan mengingat kondisi dan situasi bangsa ini semakin hari
semakin melenceng dari prinsip-prinsip kebenaran yang hakiki. Berbagai hal bahkan sudah
mengarah kepada permisitas yang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Bahkan berdasarkan pengamatan penulis, orang cerdik cendikia pun sudah tidak bisa
membedakan mana yang bermoral dan mana yang tidak.
Penulis mengajak pembaca untuk ikut bertanggung jawab dan mencarikan solusi yang bisa
menghilangkan atau paling tidak mengurangi berbagai fakta negatif tersebut. Dan untuk
memulainya, harus berangkat dari pola pendidikan, karena pendidikanlah yang seharusnya
menjadi tameng untuk melahirkan manusia-manusia yang bermoral.
Usaha ini dilakukan dengan menggali gambaran yang detail dan deskriptis serta sistematis, yang
dapat menjelaskan bagaimana kondisi pendidikan di negeri ini untuk kemudian menjelaskan apa
hakikat dan kebenaran sejati dari pendidikan itu.
Penulis berusaha mengedepankan “moral” sebagai nafas dari segala aktivitas kehidupan, apapun
dimensi kehidupan itu. Penulis berusaha menjelaskan bahwa pendidikan itu harus diletakan pada
“tempat yang suci” yang tidak bisa dipersalahkan hanya karena prilaku person. Person yang
memang mengenyam pendidikan namun tidak mencerminkan prilaku berpendidikan. Penulis
berusaha meyakinkan pembaca bahwa tujuan suci pendidikan adalah bagaimana membentuk
manusia yang cerdas secara spiritual, sehingga dalam aktivitasnya nanti, manusia seperti itu akan
selalu berprilaku seimbang dalam mengelola dan memanfaatkan segala apa yang ada di dunia ini.
C. FAKTA UNIK DAN MENARIK
1. Bahwa pendidikan selalu berada dalam hubungannya dengan eksistensi kehidupan
manusia.
2. Kehidupan manusia ditentukan asal mula dan tujuannya.
3. Pendidian dapat memberikan pengetahuan yang cerah tentang asal mula manusia dan
tujuan kehidupan manusia.
4. Pendidikan memberikan nilai keindahan terhadap realitas hidup dan kehidupan manusia,
sehingga seharusnya kehidupan menjadi teratur, tentram dan damai.
5. Persoalan pendidikan adalah persoalan khas manusia, karena secara keilmuan, subjek
pendidikan adalah manusia dan objek pendidikan juga manusia. Hal ini berarti bahwa
“manusia melakukan pendidikan terhadap dirinya sendiri.
D. PERTANYAAN YANG MUNCUL
Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka muncul beberapa pertanyaan dibawah ini:
1. Bagaimana seharusnya hubungan pendidikan dengan eksistensi kehidupan manusia?
2. Apakah yang harus dilakukan manusia dalam rangka mendidik dirinya sendiri
sehubungan dengan asal mula tujuannya?
3. Potensi-potensi mana yang menjadi objek pendidikan?
4. Bagaimana manusia menumbuhkembangkan potensinya?
5. Sasaran apakah yang harus dicapai?
E. KONSEP UTAMA YANG MUNCUL
1. Hubungan antara Pendidikan dan Manusia
Pada pembahasan ini penulis menekankan pada konsep bahwa manusia siapapun, sebagai apa
pun, dimana pun dan kapan pun berada, berhak atas pendidikan. Pendidikan secara khusus
difungsikan untuk menumbuh kembangkan segala potensi (bawaan) yang ada dalam diri
manusia, baik berupa cipta rasa dan karsa. Ketiganya perlu mendapat bimbingan yang
berkelanjutan, karena merupakan potensi kreatif dan dinamis khas manusia.
Sasaran pembimbingan dalam system kegiatan pendidikan diarahkan pada penumbuhan
kesadaran atas eksistensi kehidupannya sebagai manusia yang berasal mula dan bertujuan.
Kesadaran tersebut manjadi dinamis untuk kemudian membuahkan kecerdasan spiritual yang
bisa menumbuhkan penghayatan nilai keindahan universal.
Pola pendidikan harus dimulai di lingkungan keluarga, kemudian dilanjutkan di sekolah dan
dalam kehidupan masyarakat luas di berbagai bidang kegiatan kehidupan sosial.
Selanjutnya penulis menekankan bahwa secara ontologis, filosofi kehidupan keluarga seharusnya
berwarna khas kesadaran adanya nilai keindahan universal yang merupakan sublimasi dari
tatanan kehidupan yang tertib, teratur dan harmonis menurut kodrat asal mula dan tujuannya.
Kondisi ini mengundang arti bahwa potensi “kecerdasan spiritual” telah ditanamkan sebagai
landasan dan wawasan kehidupan keluarga. Tiga moral spiritual adalah syukur, sabar dan ikhlas
bisa dijadikan benteng dalam upaya membangun kecerdasan spiritual.
Spirit syukur, terbentuk atas kesadaran tentang adanya asal mula. Sedangkan spirit sabar
terbentuk dari fakta kesadaran bahwa sepanjang kehidupan ini sarat dengan persoalan yang sulit
dipecahkan. Kemudian spirit ikhlas terbentuk dari kesadaran bahwa seluruh tahapan kehidupan
ini dikehendaki atau tidak pasti berakhir. Spirit bersyukur yang menjelma menjadi watak
kesabaran yang dilakukan secara terus menerus sepanjang eksistensi kehidupan, kemudian akan
menjadi spirit berikhlas (menerima konsekuensi apapun atas segala usahanya).
Sangat penting juga ditekankan disini bahwa struktur kehidupan keluarga menurut komponennya
memberikan imajinasi ontologi pendidikian dalam hal penanaman kesadaran asal mula
kehidupan, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Kesadaran demikian, kemudian akan
menumbuhkan nilai keindahan dan watak atau kepribadian jujur.
Peranan pendidikan sekolah adalah mengembangkan dan membentuk potensi intelektual atau
pikiran, menjadi cerdas. Secara terprogram dan koordinatif, materi pendidikan dipersiapkan
untuk dilaksanakan secara metodis, sistematis, intensif, efektif, dan efisien menurut ruang waktu
yang telah ditentukan.
Pencerdasan pikiran tersebut dilakukan dengan meningkatakan pengetahuan mengenai membaca,
menulis, dan berhitung, dengan target kemampuan kognitif, afektif, dan pisikomotorik. Dengan
target ini, berarti sistem pendidikan sekolah bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan
perkembangan spirit nilai kebenaran yang dapat difungsikan sebagai dasar pencerdasan
intelektual.
Peranan masyarakat dalam hal ini adalah bahwa semua pihak harus ikut bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan spiritual, untuk kemudian dapat
membuahkan nilai keadilan sebagai spirit kelangsungan hidup bermasyarakat.
2. Pendidikan dan Filsafat
Secara pilosofi hakikat keberadaan manusia di dunia ini bersifat plural, sehingga manusia harus
bersikap dan berprilaku adil terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan terhadap alam. Agar bisa
berbuat demikian, manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai
keberadaan segala sesuatu yang ada di dunia ini, dari mana asalnya, bagaimana keberadaanya,
dan apakah yang menjadi tujuan akhir keberadaan tersebut. Untuk itu, manusia harus mendidik
diri sendiri dan sesamanya secara terus menerus.
Kegiatan mendidik ditekankan pada materi yang berisi tentang pengetahuan umum berupa
wawasan asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan. Pendidikan berkepentingan untuk
membangun filsafat hidup agar bisa dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Tanpa filsafat, pendidikan tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak tahu apakah yang harus
dikerjakan. Sebaliknya, tanpa pendidikan, filsafat tetap berada didalam dunia utopianya.
3. Pendidikan dan Sejarah
Peristiwa sejarah adalah peristiwa yang terjadi sepenuhnya atas kesengajaan, karena itu selalu
berlangsung menurut suatu perencanaan. Jadi sejarah selalu bersifat rasional dan empirik.
Dengan sejarahnya manusia semakin sadar bahwa dirinya adalah mahluk yang mampu
mengadakan perubahan, dinamika menuju kewaktu mendatang (futuristik).
Dengan demikian, manusia selalu mengubah dan mengembangkan sistem pendidikan sesuai
dengan tuntutan zaman. Sejarah mengideakan masa mendatang yang lebih baik dan maju.
Sementara itu, pendidikan menindaklanjuti dengan mengubah dan mengembangkan sistem
pembelajaran untuk mendapatkan keahlian dan keterampilan yang relevan dengan kehidupan
yang ada didalam sejarah itu. Pendidikan adalah suatu sistem bimbingan pemanusiaan untuk
masa mendatang, artinya pendidikan dapat dikatakan sebagai sistem peristiwa ’penyejarahan’
manusia.
4. Pendidikan dan Iptek
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu sistem intelektual pemberdayaan manusia yang
dihasilkan dari sistem kegiatan pendidikan. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, segala
perubahan yang direncanakan oleh pendidikan dapat dikerjakan. Dalam hubungannya dengan
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung tanggung jawab untuk membudayakan
eksistensi kehidupan manusia lebih maju dan berkembang agar dapat dimanfaatkan secara adil
dan merata.
5. Sebuah Paradigma Ontologi Pendidikan
Ontologi pendidikan yang senantiasa mangaitkan pendidikan dengan hakekat keberadaan
manusia, menyimpulkan bahwa tanpa manusia pendidikan itu bukan apa-apa (nothingness),
sebaliknya, tanpa pendidikan mustahil manusia mampu mempertahankan kelangsungan dan
mengembangkan kehidupannya.
Ontologi pendidikan dibahas sesuai dengan tiga tingkatan hakekat manusia yaitu tingkat abstrak,
tingkat potensi, dan tingkat konkret. Pada tingkat abstrak pendidikan bernilai universal, mutlak
bagi manusia, berupa suatu sistem bimbingan yang berkesinambungan untuk
menumbuhkembangkan potensi atau bakat kodrat manusia yang mengarah pada kecerdasan
spiritual. Sedangkan pada tingkat potensi pendidikan adalah suatu daya yang mampu membuat
manusia berada dalam kepribadian sebagai manusia, bukan mahluk lainnya. Yaitu sebagai
mahluk kreatif yang selalu mencipta segala macam jenis kerangka model perubahan yang
berguna bagi kelangsungan dan perkembangan hidupnya. Dengan demikian pendidikan
cenderung menumbuhkembangkan kecerdasan intelegensi melalui penyelenggaraan pendidikan
sekolah. Selanjutnya pada tingkat konkret, pendidikan terkait secara langsung dengan manusia
individual. Berdasarkan kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, hakekat konkret
pendidikan menekankan padakecerdasan emosional, yaitu kemampuan individu dalam
mengendalikan prilakunya agar senantiasa sesuai dengan nilai asal mula dan tujuan kehidupan.
F. REFLEKSI DIRI
Dengan memahami hubungan pendidikan dengan kehidupan manusia, diharapkan dapat
terbentuk kecerdasan spiritual yang berupa spirit syukur atas kelahiran, spirit sabar dalam
menjalani kehidupan dan spirit ikhlas dalam menghadapi kematian.
Perenungan tentang hakikat asal mulanya, eksistensi kehidupan dan tujuan hidupnya. Filsafat
mengajarkan untuk mencintai kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan. Dan hidup bijaksana
hanya dapat ditempuh melalui proses pendidikan. Hidup bijaksana dapat direfleksikan melalui
prilaku adil terhadap diri sendiri, sesamanya, lingkungan alam, dan Sang Penciptanya.
Sebagaimana manusia yang hidup dalam kesejarahan yang identik dengan proses kemasa depan,
penting sekali bagi manusia untuk selalu menanam benih-benih pendidikan yang baik,
memelihara, dan mengembangkannya agar bisa memetik buah yang bisa dinikmati di masa
depan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan industrialisasi jangan sampai terlepas dari bingkai ruh pendidikan, agar tetap bermanfaat bagi kelangsungan dan perkembangan kehid Diposkan oleh poponrosmayati di 05:05
top related