aktifitas antioksidan sargassum sp

55
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang hijau (alga) yang hidup di laut dan tergolong dalam devisi Thalophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara kesuluruhan merupakan barang yang dikenal sebagai thallus (Buharaja, 1981). Rumput laut mempunyai beberapa kelas, salah satunya phalopycene (Istini et al., 2009). Rumput laut coklat merupakan salah satu komoditi laut yang melimpah dan memiliki potensi tinggi. Kurang kandungannya. Namun masih sedikit upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan potensi rumput laut. Sargassum yang potensial untuk bahan obat-obatan adalah Sargassum polycistum karena mengandung iodium, protein , vitamin C dan mineral seperti Ca, K, Mg, Fe, Cu, Zn, S, P dan Mn, anti kanker, anti tumor dan lain-lain. serta zat yang dapat mengontrol polusi logam berat (Yuwanita, 2011). Menurut Prangdimurti (2007), zat antioksidan adalah substansi yang dapat menetralisir radikal bebas. Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan secara alami ada dalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia di dalam tubuh. Radikal bebas dalam merusak sel tubuh, apabila tubuh kekurangan zat antioksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda, memperlambat atau menghambat rekasi oksidasi pada

Upload: raditya-ahmad-rifandi

Post on 27-Dec-2015

147 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang hijau (alga) yang hidup di laut dan

tergolong dalam devisi Thalophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti

lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara kesuluruhan merupakan barang yang

dikenal sebagai thallus (Buharaja, 1981). Rumput laut mempunyai beberapa kelas, salah satunya

phalopycene (Istini et al., 2009).

Rumput laut coklat merupakan salah satu komoditi laut yang melimpah dan memiliki

potensi tinggi. Kurang kandungannya. Namun masih sedikit upaya yang dilakukan untuk

memanfaatkan potensi rumput laut. Sargassum yang potensial untuk bahan obat-obatan adalah

Sargassum polycistum karena mengandung iodium, protein, vitamin C dan mineral seperti Ca,

K, Mg, Fe, Cu, Zn, S, P dan Mn, anti kanker, anti tumor dan lain-lain. serta zat yang dapat

mengontrol polusi logam berat (Yuwanita, 2011).

Menurut Prangdimurti (2007), zat antioksidan adalah substansi yang dapat menetralisir radikal

bebas. Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan

secara alami ada dalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia di dalam tubuh. Radikal bebas

dalam merusak sel tubuh, apabila tubuh kekurangan zat antioksidan atau saat tubuh kelebihan

radikal bebas.

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda, memperlambat atau

menghambat rekasi oksidasi pada makanan, obat yang dapat mengakibatkan ketengikan

(rantydicy) pada makanan maupun kerusakan (degradasi) pada obat. Antioksidan dapat

menghambat atau memperlambat oksidasi melalui dua jalur yaitu : (1) melalui penangkap radikal

bebas (free radical scavenging). Antioksidan jenis ini disebut sebagai antioksidan dunter.

Termasuk dalam jenis ini adalah vitamin E (γ-Tokoferol) dan flavonoid, dan (2) tanpa

melibatkan penangkapan radikal bebas (Wulandari, 2009).

Proses ekstraksi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisa dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding

sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif (Indaswari, 2008). Hasil penelitian

mengenai alga coklat telah banyak dilaporkan yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh

Suryaningrum et al., (2006).

Page 2: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Menurut Halimah (2007), ada dua pertimbangan utama dalam memilih jenis pelarut,

yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut kimia yang berbahaya atau

tidak beracun. Pelarut yang paling adalah ethanol. Pelarut yang sering dilakukan dalam proses

ekstraksi adalah aseton, etil diklorida,etanol dan methanol.

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas oksidan penangkap radikal bebas adalah

metode DPPH (1,1-diphenil-2-2 picrilhidrazyl) (Blois, 1958). Metode DPPH memberikan

serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap, selama itu metode ini

lebih sering digunakan untuk melihat aktivitas antioksidan pada beberapa bahan makanan karena

caranya mudah untuk diguanakan. Penangkapan radikal bebas akan menyebabkan penghilangan

warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil (Sunami, 2005).

Menurut Muawanah (1996), penelitian ini berguna untuk mempelajari dan mengetahui

efektivitas ekstrak Sargassum sp sebagai antioksidan dalam menghambat kerusakan awal emulsi

minyak ikan dan untuk memperoleh gelar sarjana fakultas perikanan.Institut Pertanian, Bogor.

Radikal bebas (free radicals) adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang

tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh

dengan cara mengikat elektron dari molekul sel tubuh tersebut. Tubuh kita secara terus menerus

mengalami pembentukan radikal bebas melalui proses metabolisme sel normal, proses

peradanag, malnutrisi, respon terhadap sinar gamma, UV, asap rokok, alkohol, polusi, obat-

obatan, radang dan luka, kelelahan, stress, depresi dan cemas, olah rasa berlebihan,

kemoterapi/rontsen, peptisida/herbisida, insektisida, bahan-bahan pengawet dan lain-lain.

Antioksidan adalah bahan yang dapat menghilangkan radikal bebas dengan melalui reaksi kimia

sehingga dapat mengurangi terjadinya stress oksidasi. Peranan antioksidan yang berasal dari

buah-buahan dan sayur dalam pertahanan terhadap stress oksidasi akibat penyakit kronik, baik

dalam jangka pendek dengan mencegah kerusakan jaringan maupun dalam jangka panjang dalam

menjaga kesehatan secara keseluruhan. Antioksidan dapat bersumber dari makanan, termasuk

tokoferol, asam askorbik, vitamin A beserta prekursornya, betakaroten dan berbagai bahan

tumbuhan lain seperti fitokimia, karetenoid, bioflavonoid dan flavonoid.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboraturium dengan materi

antioksidan. Menurut Suryaningrum et al.,(2007), bahwasanya Sargassum banyak auksin,

Page 3: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

glberelin serta sitokinin yang berperan dalam memacu pertumbuahn tambahan spesies lain. Zat

pengatur tumbuh tersebut berperan pada hampir semua proses pertumbuhan.

1. Seberapa besar aktivitas senyawa antioksidan yang terdapat pada alga coklat, teh, Sargassum

policystum dan Sargassum duplicatum?

2. Senyawa dari golongan apa saja yang terdapat pada alga coklat (Sargassum policystum dan

Sargassum duplicatum) yang berpotensi sebagai antioksidan ?

1.3 Tujuan Praktikum

• Tujuan praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboraturium adalah untuk mengetahui

seberapa besar aktivitas senyawa antioksidan yang terdapat pada alga coklat (Sargassum

policystum dan Sargassum duplicatum) dan the

• Untuk mengetahui kandungan senyawa aktif antioksidan yang terkandung pada alga coklat

(Sargassum policystum dan Sargassum duplicatum) dan the

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang mendasari ini adalah :

Ho : diduga pelarut metanol pada suhu ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap

antioksidan dari ekstrak Sargassum polycystum

HI : diduga pelarut metanol pada suhu ekstraksi memberikan pengaruh terhadap antioksidan dari

ekstrak Sargassum polycystum

1.5 Kegunaan Praktikum

Hasil praktikum diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat, lembaga dan

institusi lain mengenai manfaat senyawa antioksidan yang ada pada alga coklat, teh, Sargassum

polycystum atau Sargassum duplicatum sehingga masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan

alga coklat (Sargassum polcystum dan Sargassum duplicatum) dan teh sebagai alternatif

antioksidan alami yang sangat potensial.

1.6 Waktu dan Tempat

Praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboraturium tentang uji antioksidan dan

dengan menggunakan metode DPPH untuk preparasi sampel dilaksanakan pada hari Senin,

Page 4: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

tanggal 23 Mei 2011 pukul 06.00 – selesai dan dilakukan uji aktivitas senyawa antioksidan

dengan metode DPPH pada hari Selasa tanggal 6 Juni 2011, pukul 08.00 – selesai,

dilaboraturium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Brawjiya Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alga Coklat

2.1.1 Sargassum Polycystum

Menurut Shaby (2010), Sargassum polycystum merupakan salah satu spesies dari

makroalga devisi Phaeopyta. Phaeopyta secara umum memiliki ciri-ciri bentuk thalus lembaran,

bulat atau menyerupai batang, warna thalus coklat. Phaeopyta memiliki pigmen fotosintetik

klorofil a dan c, xantofil dan diatoxantin. Cadangan makanan Phaeopyta berupa laminatan dan

manitol. Dinding sel umumnya mengandung asam alginate dan asam fuanat. Ciri-ciri Sargassum

polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri umum Phaeopyta. Thalus silindris berduri-duri

kecil mendarat, holdfast membentuk cakram kecil dengan diatasnya secara karakteristik terdapat

perakaran/stolon yang timbun berekspansi kesegala arah. Batang pendek dengan percabangan

tumbuh rimbun.

Menurut Sith ITB (2011), klasifikasi Sargassum polycystum adalah :

Divisi : Phaeopyta

Kelas : Phaeophyceae

Bangsa: Fucales

Suku : Sargassaceae

Marga : Sargassum

Jenis : Sargassum polycystum

Menurut Pranoto (2009), Sargassum polycystum mempunyai kandunga gizi yang tinggi.

Selain mempunyai gizi yang tinggi Sargassum polycystum menghasilkan alginat. Sargassum

banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, feofilin, violasanthin dan fukosantin,

pirenoid dan lembaran fotosintesis. Selain itu juga mengandung cadanagn makanan berupa

laminarin, selulase dan algin. Selain bahan-bahan tadi ganggang merah dan coklat mengandung

yodium.

Menurut Pranoto (2011), komposisi kimia Sargassum polycystum adalah:

Page 5: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Tabel 1. Komposisi kimia Sargassum Pplycystum

Kandungan Jumlah

Yodium 0-5%

Abu 52%

Zat besi 32,4%

Protein 5,4%

Lemak 3%

Karotenoid 9%

2.1.2 Sargassum duplicatum

Berdasarkan hirarki taksonomi Sargassum duplicatum menurut Fahri (2009), adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Phaeophyta

Class : Phaeophyceae

Order : Fucales

Family : Sargassaceae

Genus : Sargassum C. Agardn

Spesies : Sargassum duplicatum J.Ag

Variety : Sargassum duplicatum J.Ag

Menurut Junianto (2006), Sargassum duplicatum memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

bentuk thallus umumnya silindris, percabangan rimbun mempunyai pepohonan di darat, bangun

daun melebar, lonjong atau menyerupai pedang mempunyai gelembung udara (blender) yang

umumnya soliter, panjangnya dapat mencapai tujuh meter dan warna thallus umumnya coklat.

Alga Sargassum merupakan salah satu marga Sargassum yang termasuk dalam kelas

Phaeophyceae. Sargassum tumbuh di perairan dikedalaman 0,5 – 10 m. diperairan Indonesia

terdapat lebih 15 jenis alga Sargassum. Sargassum hidup didaerah perairan yang jernih yang

mempunyai substrat batu karang. Sargassum dapat tumbuh subur pada daerah tropis suhu

perairan 27,75 – 29,300C dan salinitas 32 – 33,5%. Alga Sargassum tumbuh berumpun dengan

untalan cabang-cabang. Panjang tali utama mencapai 1-3 m dan tiap-tiap percabangan terdapat

Page 6: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

gelembung udara yang berbentuk bulat yang disebut “bladder”, berguna untuk menopang

cabang-cabang thalli terapung kearah permukaan air untuk mendapatkan intensitas cahaya

matahari (Kadl, 2008).

Menurut Yurizal (1999), komposisi kimia Sargassum sp adalah :

Tabel 2. Komposisi kimia Sargassum Duplicatum

Komposisi Kimia (%)

Karbohidrat 19,06

Protein 5,53

Lemak 0,74

Air 11,71

Abu 34,57

Serat kasar 28,39

2.2 Teh

Teh merupakan salah satu minuman yang biasa di konsumsi bersama obat. Seduhan teh

dikenal masyarakat sebagai minuman yang menyegarkan dan telah lama diyakini memiliki

khasiat bagi kesehatan tubuh terutama pada teh hijau. Teh hiaju banyak mengandung antioksidan

polifenol, alkaloid dan kafein (Oktavia, 2009).

Teh merupakan minuman sangat populer dan banyak dikonsumsi masyarakat.

Dimasyarakat dikenal berbagai jenis teh antara lain teh hijau dan teh hitam. Kedua jenis teh ini

banyak dikonsumsi masyarakat, selain memiliki karakter sensori yang enak dan menyegarkan,

teh mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan, sehingga baik untuk kesehatan.

Antioksidan teh berasal dari polifenol. Sebanyak 93% senyawa polifenol merupakan senyawa

flavonoid. Komponen ini mampu menghambat reaksi oksidasi dan menangkap radikal bebas. Hal

ini dikarenakan adanya gugus hidroksil pada struktur kimianya. Kapasitas antioksidan pada teh

kemungkinan berasal dari komponenpolifenol yang dikandungnya. Dengan demikian dapat

dihipotesiskan bahwa terdapat relasi antara total fenol dengan kapasitas antioksidan pada teh.

Pengukuran kapasitas antioksidan yang digunakan adalah metode DPPH, sedangkan pengukuran

total fenol dengan metode folin-cocalteau (Dewi et al.,2009).

Teh didalam kehidupan masyarakat secara umum dikenal sebagai minuman, akan tetapi

selain dikonsumsi dalam bentuk ekstraknya dapat ditambahkan dalam berbagai produk pangan

Page 7: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

sebagai antioksidan alami. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa dalam teh terdapat

senyawa kafein yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proses oksidasi pada beberapa

jenis pangan. Senyawa kafein ini baik jika dibandingkan dengan antioksidan sintesis yang sudah

banyak digunakan (Hukmah, 2007).

Menurut Perva (2006), teh ternyata menyimpan potensi sebagai sumber mineral tubuh

yang penting dalam berbagai proses metabolisme. Kandungan mineral tersebut muncul baik

berupa makna maupun trate mineral. Kandungan sangat diperlukan sebagai nutrisi bagi tubuh

sehingga kecukupan dalam makanan sehari-hari perlu diperhatikan. Adapun mineral yang

terkandung dalam teh sebagai berikut :

1. Magnesium sebagai pengatur elektrolit tubuh, karena reseptor metabolisme vitamin D

dan pembentukan tulang

2. Kalium merupakan mineral utama dalam menjaga keseimbangan elektrolit tubuh, turut

berperan dalam metabolisme energy, transportasi membran, dan mempertahankan permeabilitas

sel. Serta berfungsi dalam menyampaikan pesan syaraf otot (neuromuscular)

3. Flour fungsinya paling dalam mempertahankan dan menguatkan gigi agar terhindar

dari karies. Studi laboraturium di Jepang menemukan bahwa teh membantu mencegah

pembentukan plak gigi dan membunuh bakteri mulut penyebab pembengkakan gusi.

4. Natrium sebagai salah satu mineral utama, fungsinya dalam tubuh berperan erat dalam

mengatur keseimbangan elektrolit

5. Fe juga terkandung dalam teh, namun biovaillabitynya kurang sehingga tubuh

memanfaatkannya secara maksimal

6. Seng penting dalam proses metabolisme tubuh dan berperan erat dalam pertumbuhan

dan perkembangan, sintesis vitamin A serta immune tubuh dan pembentukan enzim pemunah

radikal bebas

7. Mangan merupakan KO-enzim berbagai metabolic enzim dan juga sebagai enzim

aktivator. Metabolik enzim tersebut (MUSOD) berperan penting dalam menghancurkan radikal

bebas.

8. Cu semakin penting perannya dalam berbagai metabolisme tubuh dan satu fungsinya

sebagai pembunuh radikal bebas

Page 8: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

9. Trace mineral lain yang terkandung dalam teh adalah selenium yang merupakan salah

satu mineral yang berperan dalam pembentukan enzim antioksidan glutation peroksidase. Selain

itu, selenium juga sangat erat hubungannya dengan metabolisme yodium.

2.3 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron

kepada radikal bebas. Sehingga radikal tersebut dapat diredam. Berdasarkan sumber

perolehannya ada 2 macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik).

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah lebih, sehingga jiak terjadi

paparan berlebih maka tubuh akan membutuhkan eksogen. Antioksidan sintetik menyebabkan

antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi dengan cara bereaksi

dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Senyawa

fenolik dan flavonoid merupakan sumber antioksdidan alami yang biasanya terdapat dalam

tumbuhan. Adanya kandungan flavonoid mendorong untuk melakukan pengujian aktivitas

antioksidan sehingga dapat digunakan sebagai antioksidan alami (Oktavia, 2008).

Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat menunda,

memperlama dan mencegah kerusakan atau ransiditas makanan yang dikarenakan proses desidasi

antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi melalui 2 jalur, yaitu (1) melalui

penangkapan radikal bebas (free radicals scavenging). Antioksidan jenis ini disebut dengan

antioksidan primer. Termasuk dalam jenis ini senyawa-senyawa fenolik seperti galat dan

flavonoid. (2) tanpa penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini disebut dengan antioksidan

sekunder yang mekanisme melalui pengikatan logam ; menyerap sinar ultraviolet dan

mendeaktivasi oksigen singlet. Antioksidan dapat menghambat atau menunda proses oksidasi

dengan konsentrasi yang rendah (Pribudi, 2009).

Antioksidan dapat bersumber dari zat-zat sintesis atau zat-zat alami hasil isolasi. Nutrisi

antioksidan dapat diperoleh dari makanan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan, kacang-

kacangan dan tanaman lainnya yang mengandung senyawa antioksidan bervitamin (seperti

vitamin C, vitamin A, dan vitamin E), asam-asam fenolat (seperti asam kafeat) dan senyawa

flavonoid (Sitombing et al.,2011).

Page 9: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

2.3.1 Fungsi Antioksidan

Menurut Astuti (2009), bertambahnya radikal bebas dan liat yang masuk kedalam tubuh

akan mempersulit tubuh untuk mengatasi serangan radikal bebas. Antioksidan yang terbentuk

dari luar sel tubuh salah satunya dari makanan. Antioksidan ini berfungsi untuk membantu

ketidakmampuan sistem antioksidan tubuh.

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses

kerusakan dalam makanan. Makanan memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan,

meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya

kualitas sensori dan nutrisi dan dapat memperkecil terjadinya proses desidasi dari lemak minyak.

Lipid peroksida merupakan salah satu factor yang cukup berperan dalam kerusakan selama

penyimpanan dan pengolahan makanan. Antioksidan tidak hany digunakan dalam industri

farmasi tetapi digunakan secara luas dalam industri makanan, industri petroleun, industri karet

dan sebagainya (Kuncahyo dan Sumardi, 2007).

Berdasarkan fungsinya antioksidan menurut Hariyatim (2003) dapat dibagi menjadi :

1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan menyumbangkan atom H,

misalnya vitamin E

2. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen atau bersifat pemulung, misalnya

vitamin C

3. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan seperti Fe2+ dan Cu2+ misalnya

flavonoid

4. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil

Menurut Dr Burhan (2005), sistem pertahanan antioksidan secara fisiologis dan farmakologis

bekerja dalam 3 kategori pencegahan (primer), pencegatan (sekunder), pemilihan (tersier).

Sebagian besar antioksidan bekerja pada tingkat pencegatan, dengan menyingkirkan prooksidan

terutama dari bagian-bagian sel yang sensitip. Secara fungsional mereka dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

1. Antioksidan primer (mencegah pembentukan radikal bebas) :

• Superoksida dismutase (SOD)

• Glutation peroksida (GPx)

2. Antioksidan sekunder (menangkap dan menetralisir radikal bebas)

• Vitamin E, C,β carotene

Page 10: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

• Asam urat, bilirubin, albumin\

3. Antioksidan tersier (melakukan perbaikan)

• Enzim yang memperbaiki DNA

• Methionin suphoxide reductase

2.3.2 Sumber Antioksidan

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik

(antioksidan yang di peroleh dari hasil sinteak, reaksi kimia)dan antioksidan alami (antioksidan

hasil ekstraksi bahan alami).

1. Antioksidan Sintetik

Ada empat antioksidan sintetik yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia,yaitu

Buni Hidroksi Anisol (BHA), Buni Hidroksi Tolven (BHT), propil galat Tert-Buni Hidroksin

Quinon (TBHQ)

Gambar 3. Struktur kimia beberapa antioksidan sintetik

2. Antioksidan Alami

Menurut Wulandari (2009), antioksidan alami didalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan

yang berbentuk dari reaksi – reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang

diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan kemakanan sebagai bahan tambahan pangan.

Senyawa alami yang ditambahkan kemakanan sebagai bahan tambahan pangan. Senyawa alami

yang ditambahkan sebagai antioksidan antara lain: β-karoten, karetenoid, vitamin C dan vitamin,

ekstrak teh hijau, senyawa polifenol dan flavonoid, senyawa proslanidia serta senyawa kurkumin

dan kurkuminoid lainnya.

Menurut Burhan (2005), secara alamiah terdapat berbagai sistem pertahanan radikal bebas yang

sering dikenal sebagai antioksidan :

1. Enzim Antioksidan

- Catalase

- Glutathione Peroxidase

- Glutathione Reductase

- Superoxide Dismutase (Cu-Zn dan Mn)

2. Ikatan Protein dan Logam

Page 11: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

- Ceruloplasmin

- Ferritin

- Lactoferrin

- Mefallothelnein

- Transferrin

- Hemoglobin

- Myoglobin

3. Antioksidan Lain :

- Tembaga

- Glutathione

- Mangan

- Selenium

- Seng

2.4 Mekanisme Kerja Antioksidan

Antioksidan dapat menghambat atau menurunkan oksidasi dengan dua cara, yaitu dengan

radikal bebas disebut antioksidan primer atau tidak melibatkan penangkapan radikal bebas,

secara langsung disebut antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk komponen fenolik

seperti vitamin E (γ-tokofenol). Antioksidan sekunder mempunyai mekanisme yang bervariasi

seperti peningkatan Ion logam, menangkap oksigen mengubah hidroperoksida menjadi spesies

non radikal, mengabsorsi radikal UV atau deaktivasi oksigen singlet. Biasanya anioksidan

sekunder hanya menunjukan aktivitas antioksidan ketika komponen mulai muncul.

Antioksidan dapat mengahmbat atau memperlambat oksidai melalui dua jalur, yaitu: (1)melalui

penangkapan radikal bebas (Free Radikal Scavenging). Antioksidan jenis ini disebut sebagai

antioksidan primer. Termasuk dalam jenis ini adalah vitamin E (γ – tokofenol) dan flavonoid,

dan (2)tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas. Antioksidan ini disebut dengan antioksidan

sekunder yang mekanisme pengikatannya melalui pengikat logam : menangkap oksigen :

mengubah hidroksiperoksida menjadi spesies non radikal menyerap sinar ultra violet dan

mendeaktivasi oksigen singlet (Wulandari, 2009).

Menurut Hariyatmi (2003), mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai berikut :

1. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal

Page 12: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

2. Mencegah pembentukan jenis oksigen relative

3. Mengubah jenis oksigen negatif menjadi kurang toksik

4. Mencegah kemampuan oksigen negative

5. Memperbaiki kerusakan yang timbul

Menurut Dr. Burhan (2005), secara biokemis antioksidan dapat digolongkan dalam

kelompok dan bekejanya secara enzimatik dan non enzimatik :

1. Enzimatik

• Gluthation peroksidasi (enzim yang mengandung serenium), menetralisir Hidrogen

perokisda

• Gatalase (enzim yang mengandung Fe), menetralisir Hidrogen peroksida.

H2O2 ? H2O + ½O2

• Superoxide Dismutase menetralisis radikal superoxide (O2?) 2O2?- +2H+ ? H2O2 +O2

Sumber: Suratmo (2004)

Gambar 5. Contoh mekanisme reaksi senyawa antioksidan dengan metode DPPH

Menurut Suratmo (2004), ada tiga langkah reaksi antara DPPH dengan zat antioksidan,

dicontohkan senyawa monofenolat. Langkah pertama meliputi delokalisasi satu elektron pada

gugus yang tersubtitusi para dari senyawa tersebut kemudian memberikan atom hidrogen untuk

mereduksi DPPH. Langkah berikutnya meliputi dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan

mentransfer radikal hidrogen yang akan bereaksi kembali dengan radikal DPPH. Langkah

terakhir adalah pembentukan kompleks antara radikal arIL dengan radikal DPPH. Pembentukan

dimer maupun komplek antara zat antioksidan dengan DPPH tergantung pada kestabilan dan

potensial reaksi dari struktur molekulnya, seperti terlihat pada gambar diatas.

2.5 Ekstrasi Senyawa Aktif

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif dengan menggunakan pelarut

tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat

jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan.

Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar

dalam pelarut non polar (Ummah, 2010).

Ekstraksi adalah proses penarikan / zat aktif suatu simolisia dengan menggunakan pelarut

tertentu. Demikian metode ekstrak senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor,

Page 13: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif, serta kelarutan dalam pelarut yang

digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa

non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut – turut

mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolaranya menengah (diklormetan

atau etilasetat)kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol dan etanol) (Widjanarko, 2008).

Menurut Utami (2009), ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk operasi yang melibatkan

perpindahan suatu konstituen padat atau cair (solute) kedalam cairan lain yaitu solvent atau

pelarut. Istilah ekstraksi padat – cair terbatas pada kondisi dimana terdapat fase padat dan

mencakup operasi seperti leading, uxiriation dan masking. Prinsip dasar ekstraksi adalah

berdasarkan kelarutan, untuk memisahkan zat terlarut yang diinginkan komponen zat terlarut

atau menghilangkan komponen zat terlarut yang tidak diinginkan dari fase padat, maka fase

padat dikontakkan dengan fase cair. Pada kontak dua fase tersebut, zat terlarut terdifusi dari fase

padat ke fase cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat.

Menurut Moeksin et al., (2007) keberhasilan ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Adapun faktor – faktor tersebut antara lain ukuran bahan baku, keadaan bahan baku dan waktu

ekstraksi.

2.6 Pelarut

Pemilihan pelarut untuk ekstrasi harus mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus

menemukan syarat – syarat sebagai berikut : murah dan mudah diperoleh, netral tidak mudah

menguap dan tidak mudah terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat. Pada

penelitian digunakan beberapa pelarut berdasarkan tingkat kepolaranya yaitu aquadest, metanol,

etanol dan aseton (Ummah, 2010).

Menurut Hukmah (2007), ada dua pertimbangan utama dalam memilih pelarut yaitu

pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak berbahaya atau beracun.

Pelarut yang paling aman adalah aseton, etil diklorida, etanol, heksana, isopropyl alkohol dan

metanol. Secara umum ekstrasi dilakukan secara berturut – turut mulai dengan pelarut non polar

(n-heksan) lalu pelarut yang kepadatannya menengah (diklorometan atau etil asetat) kemudian

pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol).

Menurut Purwanti (2009), metanol termasuk dalam menstrum (agen ekstraksi) golongan

alkohol. Alkohol yang biasanya digunakan sebagai menstrum dalam ektraksi adalah golongan

Page 14: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

alkohol rendah atau yang memiliki rantai atom C pendek seperti metanol, etanol, propanol, dan

butanol. Metanol lebih polar dibandingkan dengan etanol karena memiliki jumlah atom C yang

lebih sedikit, sehingga senyawa yang terikat oleh kedua pelarut tersebut memilki tingkat

kepolaran yang berbeda. Akan tetapi kedua pelarut tersebut termasuk golongan alkohol yang

pada umunya bersifat non polar. Senyawa yang diikat oleh etanol lebih bersifat non polar

dibandingkan senyawa yang terikat oleh metanol. Pada pelarut alkohol ini senyawa yang

berkhasiat obat banyak tertarik atau terlarut.

Menurut Andriyani (2009). Beberapa pelarut organik dan fisiknya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3. Sifat-sifat Pelarut

Pelarut Titik didih (0C) Titik beku Konstanta dielektrik bebye

Dietil ester 35 -116 4,3

Karbon disulfider 46 -111 2,6

Aseton 56 -95 20,7

Khlroform 61 -64 4,8

Metanol 65 -98 32,6

Terrahidrofaran 66 -65 7,6

Di-iso propil eter 68 -60 3,9

N-neksan 69 -94 1,9

Karbontirraklorida 76 -23 2,2

Etil asetat 77 -84 6,0

Etanol 78 -117 24,3

Benzena 80 5,5 2,3

Sikloheksana 81 5,5 2,0

Isopropanol 82 -8,9 18,3

Air 100 0 78,5

Dioksan 102 12 2,2

Toluena 111 -95 2,4

Asam asetat glacial 118 17 6,2

M,N – dimetil formanida 154 -61 34,8

Dietilenaglikol 245 -10 37,7

Sumber : Nur dan adijuwana (1989)

Page 15: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

2.7 Uji Aktvitas Senyawa Antioksidan

Menurut Wulandari (2009), metode lain yang dapat mengukur potensi penangakap radikal antara

lain:

a. Pengujian akivitas antioksida dengan sistem linoneat – tiolanat

Asam linoneat merupakan asam lemak tak jenuh dengan 2 buah ikatan rangkap yang mudah

mengalami oksidan membentuk peroksida. Peroksida ini selanjutnya mengoskidasi ion fero

menjadi ion feri yang kemudian bereaksi dengan ammonium tiosianat membentuk kelompok

feritiosianat (Fo(SCH)3).

b. Pengujian dengan asam thiobarbiturat (TBA)

Pengujian ini berdasarkan adanya malanoldehid yang terbentuk dalam asam lemak bebas tak

jenuh dengan paling sedikit mempunyai tiga ikatan rangkap dua. Malanoldehid selanjtunya

bereaksi dengan asam blubarbi turat membentuk produk homogen yang berwarna merah yang

dapat diukur pada panjang gelombang 532 mm.

c. Pengujian dengan sistem β – karoten – linoleat pengujian ini, dilakukan dengan mengamati

kecepatan terjadinya pemucatan warna β – karoten – selain ini juga dilakukan dengan bilangan

pora ansiclin dan pengujian dengan bilangan oktanoat.

Metode yang paing sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat

adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah

mengetahui parameter konsentrasi ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50).

Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpresentasikan data eksperimental dari metode

tersebut Metode DPPH

Menurut Wulandari et al., (2009), senyawa DPPH adalah radikal bebas yang stabil

berwarna ungu. Ketika direduksi oleh antioksidan akan berwarna kuning (difenil pikril hidrazil).

Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron tunggal seperti aktivitas transfer H-. Sekalian

juga untuk mengambat radikal bebas, campuran reaksi berupa larutan sampel yang dilarutkan

dalam metanol absolut dan di inkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit dibaca panjang 517 nm.

Hasil perubahan warna ungu menjadi kuning slukiometrik dengan jumlah elektron yang

ditangkap. Metode ini sering digunakan untuk mendeteksi kemampuan anti radikal suatu

senyawa sebab hasil deteksi kemampuan anti radikal suatu senyawa sebab hasil terbukti akurat

retiabel dan praktis. Selain itu sederhana cepat dan memerlukan sedikit sampel.

Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat adalah

Page 16: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter

konsentrasi yang ekuivalen dengan cara efek aktivitas (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara

menginterpresentasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas

yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna

untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak (Edhisambada,

2011)

Menurut Astuti (2009), DPPH adalah radikal bebas yang stabil berwarna ungu ketika

direduksi oleh radikal akan berwarna kuning. Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron

tunggal seperti aktivitas transfer hidrogen sekalian juga untuk mengukur aktivitas penghambat

radikal bebas.

Menurut Suryaningrum (2006), uji aktivitas antioksidan dengan menggunkan metode 1,1

– diphenil, 2 pikrilhidrazil (DPPH) terhadap edible sampel seperti noni, kumbu, wakane dan

nijiki menunjukkan bahwa rumput laut tersebut mengandung antioksidan yang cukup tinggi.

Kandungan antioksidan pada rumput laut terutama terhadap berupa senyawa antioksidatif

polifenol Kandungan Kimia Sargassum policystum.

Menurut Praniato (2009), Sargassum policystum menghasilkan alginat. Alginat

merupakan senyawa organik kompleks yang berbentuk dari polimer asam – D – mannunonat

yang terdiri γ dan B-D mannurunat sehingga membentuk rumus (C6H12O6)n. Alginat berfungsi

sebagai pemeliharaan bentuk jaringan pada makanan asam alginat tidak larut dalam air, tetapi

akan mengembang sehingga dapat dimanfaatkan sebagai blinder. Selain mengandung saat yang

tinggi dan saat bermanfaat bagi tubuh. Sargassum policystum juga mengandung beberapa unsur

makromineral dan mikromineral seperti yang magnesium, kalsium, kalium, tembaga, seng, zat

besi yang semuanya sangat bermanfaat bagi kelangsungan metabolisme.

Rumput laut coklat adalah salah satu komoditi laut yang melimpah dan memilki potensi tinggi

karena kandungannya, namun masih sedikit upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan potensi

rumput laut coklat sargassum yang potensial untuk bahan obat – obatan adalah sargassum

polityscum karena mengandung iodium, protein, vitamin C dan mineral seperti Ca, K, Mg, Na,

Fe, Cu, Zn, S, P, dan Mn, antibakteri antikuman, sumber alginat. Fenol dan auxin serta zat

merangsang pertumbuhan dan zat yang dapat mengontrol logam berat (Yuwanita, 2011).

Alginat adalah salah satu jenis polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga coklat dan

memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan sel alga. Jenis alga coklat

Page 17: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

sebagai sumber bahan baku alginat berbeda – beda disetiap negara produsen (Rasyid, 2010).

Menurut Purba dan Nugroho (2007), Flavonoid adalah senyawa yang mengandung karbon C15

atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon cincin A yang memilki

karakteristik bentuk hidrolisasi phloroglusinol atau revosinol dan cincin B biasanya 4, 3, 4 atau

3, 4, 5 terhidroksilasi. Pada tanaman tingkat tinggi, flavonoid terdapat pada semua bagian

tumbuhan seperti akar, kayu, kulit, batang, daun, tepung sari, bunga, buah dan biji. Adapun

alkoloid merupakan senyawa basa yang mengandung atom nitrogen pada heterosiklik. Alkaloid

tersebar luas didunia tumbuhan. Alkaloid biasanya tanwarna, seringkali bersifat optis aktif dan

kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada

suhu kamar. Sedangkan senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari

tumbuhan, yang mengandung satu atau gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air

karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya

terdapat pada vakuola sel.

Menurut Hayati et al., (2010), tanin merupakan suatu senyawa fenol yang memilki berat

molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti

karboksi untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa

makromolekul.

3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Materi Praktikum

3.1.1 Bahan Praktikum

3.1.1.1 Sampel masing-masing Kelompok

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium sampel yang digunakan diantaranya:

- Sargassum duplicatum : digunakan sebagai sampel yang akan di uji antidioksidanya pada

kelompok 1 dan 2 dengan suhu yang berbeda dengan kelompok 2 yaitu suhu rendah 40 C dan

suhu ruang 270 C pada kelompok 1.

- Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan digunakan di uji antidioksidanya

pada kelompok 3 dan 4 dengan yang berbedea, kelompok 3 dengan suhu renda 40 C dan suhu

ruang 270 C pada kelompok 4.

- Teh : digunakan sebagai sampel yang akan digunakan di uji antidioksidanya pada kelompok 5

Page 18: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

dan 6 dengan yang berbedea, kelompok 5 dengan suhu renda 40 C dan suhu ruang 270 C pada

kelompok 6.

3.1.1.2 Bahan Pelarut Maserasi

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium bahan pelarut maserasi yang

digunakan diantaranya:

- Metanol : digunakan sebagai pelarut yang sifat polar

Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010), metanol juga dikenal sebagai metal alkohol, wood

alkohol atau spirtus, adalah senyawa kimia dengan rums kimia CH3OH. Metanol merupakan

bentuk senyawa paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol cairan yang ringan, mudah

menguap, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada

etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai

bahan additive bagi etanol industri.

Pelarut metanol digunakan untuk mengambil komponen dengan berbagai tingkat kepolaran,

sehingga komponen kimia dengan kepolaran yang rendah sampai yang tertinggi bias terekstrak

semua. Glikosidanya dalam tumbuhan dapat ditarik dengan pelaru-pelarut organik yang bersifat

polar seperti metanol dan etanol. Penggunaan pelarut metanol untuk mengambil semua

komponen baik yang bersifat polar maupun non polar (Marsetya, 2009).

Pelarut yang digunakan dapat melarutkan zat yang diingkannya, mempunyai titik didih yang

rendah, murah tidak toksik dan tidak mudah terbakar. Kebanyakan pelarut organik biasa

digunakan saat ini diketahui bersifat toksik dan berbahaya. Etanol dan metanol adalah sejenis

cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Tapi, pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan

untuk mendapatkan zat kimia tertentu yang diinginkan. Pelarut metanol mampu mengekstrak

senyawa alkualid kuartener, kompos fenolik, karotenoid dan tannin (Andryanti, 2002).

3.1.1.3 Bahan Uji DPPH dan Fitokimia

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium bahan bahan yang diuji DPPH dan

Fitokimia diantaranya:

- Metanol 100 ml : digunakan sebagai pelarut yang bersifat polar

- Larutan DPPH : digunakan segai indicator untuk menguji ada tidaknya senyawa antioksidan

- Aluminium foil : digunakan untuk menutup botol vial agar tidak terjadi oksidasi

- Kertas label : digunakan untuk member tanda pada tiap perlakuan

- Air : digunakan untuk mencuci perlatan yang selesai digunakan

Page 19: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium bahan bahan yang diuji DPPH dan

Fitokimia diantaranya

1. Uji Flavonoid, bahan yang digunakan diantaranya:

- ekstraksi Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan diuji flavonoidnya.

- Serbuk Mg : digunakan untuk meningkatkan warna pada uji flavoid.

- HCℓ pekat : digunakan untuk menghidrolisis flavonoid, sehingga terjadi perubahan warna.

- Kertas label : digunakan untuk member tanda pada tiap perlakuan.

- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.

- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.

2. Uji Alkohol Meyer, bahan-bahan yang digunakan diantaranya:

- ekstrak Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan diuji alkaloidnya.

- Metanol : digunakan sebagai pelarut yang bersifat polar.

- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.

- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.

- Pereaksi Meyer : digunakan sebagai pereaksi pengendap untuk alkohol.

3. Pereaksi Meyer, bahan-bahan yang digunakan diantaranya:

- HgCℓ2 1,36 gr : digunakan sebagai bahan pembuat pereaksi meyer.

- Aquadeast : digunakan untuk menghomogenkan larutan

- Kl 5 gr : digunakan sebagai bahan pembuat pereaksi meyer dan

wager

- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.

- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.

4. Uji Alkohol Meyer, bahan-bahan yang digunakan diantaranya:

- Sargassum polycystum : digunakan sebagai sampel yang akan diuji alkaloidnya.

- Metanol : digunakan sebagai pelarut yang bersifat polar.

- FeCℓ3 1% : digunakan sebagai bahan pembuat pereaksi meyer

- Air : digunakan untuk mencuci alat yang sudah dipakai.

- Tissue : digunakan untuk mengeringkan alat setelah dicuci.

3.1.2 Alat-alat Praktikum

3.1.2.1 Alat-alat Ekstraksi

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium mengenai alat-alat yang digunakan

Page 20: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

diantaranya:

- Camera digital : digunakan untuk membantu mendokumentasikan tiap perlakuan.

- Gunting : digunakan untuk mencacah sampel.

- Timbangan digital : digunakan untuk menimbang sampel dengan ketelitian 0, 01 gram.

- Erlenmeyer : digunakan untuk meletakkan sampel dan larutan.

- Corong : digunakan untuk membantu penyaringan dan memasukkan larutan dalam beaker

glass.

- Beaker glass : digunakan untuk tempat larutan sementara saat penyaringan.

- Gelas ukur 100 ml : digunakan untuk membantu mengukur aquades yang dibutuhkan.

- Nampan : digunakan untuk tempat meletakkan alat-alat.

- Rotary evaporator : digunakan untuk menguapkan pelarut hasil ekstraksi

- Baskom : digunakan untuk tempat mencuci sargassum policystum.

- Kipas : digunakan untuk membantu mengeringkan sargassum policystum yang telah dicuci.

3.1.2.2 Alat-alat DPPH

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium mengenai DPPH alat-alat yang

digunakan diantaranya:

- Beaker glass 250 ml : digunakan untuk tempat larutan sementara

- Pipet volume 5 ml : digunakan untuk membantu mengambil larutan

- Bola hisap : digunakan untuk membantu mengambil larutan dan pipet volume

- Corong : digunakan untuk membantu penyaringan dan memasukkan larutan dalam beaker

glass.

- Botol vial : digunakan untuk tempat ekstrak sampel

- Incubator : digunakan untuk menginkubasi dengan suhu 300 C selama 30 menit

- Beaker glass 100 ml : digunakan untuk tempat larutan sementara.

3.1.2.3 Alat-alat Fitokimia

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium mengenai Fitokimia alat-alat yang

digunakan diantaranya:

- Tabung reaksi : digunakan untuk meletakkan sampel

- Rak tabung reaksi : digunakan untuk meletakkan tabung reaksi

- Pipet volume 5 ml : digunakan untuk membantu mengambil larutan

- Bola hisap : digunakan untuk membantu mengambil larutan dan pipet volume

Page 21: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

- Timbangan digital : digunakan untuk membantu menimbang sampel yang dibutuhkan dengan

ketelitian 0,01 gr

- Spatula : digunakan untuk mengambil serbuk Mg.

3.2 Materi Praktikum

3.2.1 Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan

sebab dan akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh variabel yang lain.

Metode ini dilaksanakan dengan membahas secara sengaja (bersifat induse) kepada objek

penelitian untuk mengetahui akibatnya di dalam variabel terikat (Zulnaidi, 2007).

Pada praktikum Metode Analisa Manajemen Laboratorium yang telah dilaksanakan

menggunakan metode eksperimen. Karena praktikum ini bertujuan untuk mengetahui uji

antidioksida pada sampel sargassum policystum dengan perlakuan yang berbeda, serta

mengetahui kandungan antidioksida pada sargassum policystum. Sehingga bermanfaat untuk

kesehatan dan industri pangan.

Menurut Megasari (2009), kelebihan metode eksperimen:

- Menambah keaktifan untuk berbuat dan memecahkan sendiri sebuah permasalahan

- Dapat melaksanakan metode ilmiah dengan baik Kekurangan metode eksperimen:

- Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan metode ini

- Murid yang kurang mempunyai daya intelektual yang kurang baik hasilnya.

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, yaitu suatu metode mengadakan kegiatan

percobaan untuk melihat suatu hasil atau hubungan kasual antara variabel-variabel yang

diselidiki. Tujuan eksperimen adalah untuk menemukan hubungan sebab dan akibat antara

variabel. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya konisol (Purwitasari, 2011).

Proses penelitian ini menggunakan metode eksperimen menurut Arikunto (2002) dalam Firdaus

(2009), adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kasual) antara dua

factor yang sengaja ditimbulkan dengan mengeliminasi, mengurangi dan menyisihkan factor-

faktor lain yang mengganggu. Eksperimen ini selalu dilakukan dengan maksimal dengan maksud

untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.

3.2.2 Variabel Praktikum

Menurut Suryabrata (1989) dalam Yuniarto (2007). Variabel merupakan segala sesuatu yang

Page 22: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

akan menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dipilih

sebagai variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat, sedangkan

variabel terikata dalah variabel yang menjadi pusat persoalan. Variabel penelitian dapat

dibedakan menjadi: (1) variabel bebas (independent variabel), (2) variabel terikat (dependent

variabel). Dalam hal ini sifat hubungannya adalah hubungan kausalitas.variabel bebas juga

sering disebut variabel antecedent dan variabel terikat disebut qonsequent. Variabel bebas adalah

variabel yang oleh peneliti diperkirakan menjadi penyebab munculnya atau berubahnyavariabel

terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang terjadi atau muncul atau berubah karena

mendapat pengaruh atau disebabkan oleh variabel bebas. Diantara hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat tersebut terdapat variabel-variabel perantara (moderator), variabel

pengganggu (intervening variable) dan variabel lain (control variable) (Kartika, 2008).

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu rendah (40C) dan suhu ruang

(270C). sedangkan variabel terikat digunakan dalam penelitian ini adalah sargassum duplicatum,

sargassum policystum dan teh.

3.2.3 Rancangan Praktikum

Rancangan praktikum uji DPPH yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL)

sederhana dengan dua perlakuan berbeda dimana sampel yang digunakan berbeda, masing-

masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan diuji daya hambatnya pada suhu maserasi yang

berbeda yaitu suhu ruang (27 0C) dan suhu rendah (4 0C).

Menurut Bambang (2005), dalam RAL tidak ada control lokasi yang diamati hanya pengaruh

perlakuan dan galat saja. Sesuai untuk meneliti masalah yang kondisi lingkungan data bahan dan

medianya homogeny atau untuk kondisi heterogen yang khususnya tidak memerlukan control

local.

Setelah didapatkan data dilakukan analisa data. Menurut Yitno Sumarno (1993) dalam Yuniarto

(1993). Analisa data dapat memberikan jawaban gugus data mempunyai atau mengikuti sebaran

tertentu atau bias tersebut berasal dari populasi yang sama atau tidak. Pengolahan data hasil

praktikum menggunakan Analisa Sidik Ragam (Anova).

Tabel 4 . Rancangan acak lengkap

Sampel Ulangan Rerata

1 2 3

Page 23: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

A1

A2

Perlakuan

A1 = suhu ruang

A2 = suhu rendah

3.3 Prosedur Praktikum

3.3.1 Proses Ekstraksi

3.2.2 Uji Antioksidan (DPPH)

3.3.3 Uji Fitokimia

3.3.3.1 Uji Flavonoid

3.3.3.2 Uji Alkaloid dengan Pereaksi Mayer

3.2.4 Parameter Uji

Parameter uji yang dilaksanakan adalah parameter kuantitatif pada hasil perhitungan IC50

dimana senyawa antioksidan berhasil memberikan penghambatan 50% karakter radikal bebas

yang diekstraksi sampel. Hasil identifikasi fitokimia berupa senyawa Flavonoid, alkaloid dan

total fenol. Menurut Hernani (2009), senyawa-senyawa kimia bahan alami mempunyai efek

potensial untuk potensi kesehatan karena adanya campuran kompleks senyawa biokimia. Fungsi

senyawa kimia tersebut sebagai substrak dalam reaksi stabil atau kofaktor dari enzim metabolik.

3.2.5 Analisa Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon parameter yang diukur dilakukan analisa

keragaman (ANOVA) dengan uji F pada taraf 5% dan 1% jika terhadap hasil yang berbeda nyata

maka dilakukan uji BNT pada taraf 5% untuk mengetahui perlakuan terbaik dalam hal suhu

maserasi yang digunakan.

Menurut Yitno Sumarno (1993), dalam Yuniarto (1993), analisis data dapat memberikan

jawaban gugus data mempunyai atau mengikuti sebaran tertentu atau bias mempunyai dua atau

lebih contoh, maka dapat menunjukkan apakah data tersebut berasal dari populasi yang sama

atau tidak. Sedangkan berdasarkan data pada hasil praktikum dapat dianalisis dengan analisa

sidik ragam (Anova).

4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Pada praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium pada proses ekstraksi dengan

Page 24: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

sampel sebanyak 50 gr dengan perbandingan antara sampel dengan pelarut yaitu 1:3 pada suhu

pengkondisian yang pertama ekstraksi sampel dilakukan pada suhu ruang (± 27 0C) selama 3×24

jam, dan yang kedua dilakukan pada suhu rendah (± 4 0C) selama 3×24 jam. Ekstrak yang

diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan Rotary Evaporator pada suhu 40 0C.

penggunaan suhu pada saat proses evaporasi dilakukan dibawah titik didih. Menurut Sudarmadji

et al., (2003), suhu yang digunakan untuk pemekatan dengan menggunakan Rotary Evaporator

sebaiknya dibawah titik didih pelarut, hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan komponen

yang terkandung dalam ekstrak. Hasil ekstraksi dari Sargassum Polycystum dengan pelarut

methanol bisa dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar . Hasil ekstrak pada Gambar . Hasil ekstrak pada

Suhu ruang (27 0C) Suhu rendah (4 0C)

Bentuk dan warna ekstrak pelarut methanol pada suhu ruang (27 0C) dan suhu rendah (4 0C)

setelah dievaporasi dengan Rotary Evaporator

Tabel 5. Hasil Proses Evaporasi

Pelarut Hasil Proses Evaporasi

Suhu 27 0C Suhu 4 0C

Bentuk Warna Bentuk Warna

Metanol Cair, terdapat endapan hitam Hijau kecoklatan Cair, sedikit terdapat endapan hitam

Hijau kecoklatan

4.1.1 Reandemen

Rendemen praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium diperoleh perhitungan

rendemen pada sampel, pada kelompok 3 dengan sampel Sargassum Polycystum yang diperoleh

berat awal sebanyak 50 gr, dengan perlakuan suhu ruang (27 0C), setelah dilakukan ekstraksi

sampel ditimbang untuk mendapatkan berat akhir. Berat akhir diperoleh sebanyak 32,74 gr, serta

didapatkan pula rendemen ekstrak sebesar 65,48 %. Nilai rendemen ekstrak dinytakan dalam

persen (%). Pada perlakuan suhu rendah (4 0C) dengan sampel Sargassum Polycystum diperoleh

berat awal sebanyak 50 gr, setelah dilakukan ekstraksi sampel ditimbang untuk mendapatkan

berat akhir. Berat akhir diperoleh sebanyak 35,70 gr, serta diperoleh hasil rendemen ekstrak

sebesar 71,4%

Page 25: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Tabel 6. Rendemen ekstrak Sargassum Polycystum pada suhu ruang (27 0C)

Pelarut Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) % Rendemen

Metanol 50 gr 32,74 gr 65,48 %

Tabel 7. Rendemen ekstrak Sargassum Polycystum pada suhu rendah(4 0C)

Pelarut Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) % Rendemen

Metanol 50 gr 35,70 gr 71,4 %

Diketahui dari hasil esktrak Sargassum Polycystum diperoleh % rendemen tertinggi pada suhu

rendah yaitu 71,4%. Rendemen ekstrak senyawa bioaktif antioksidan yang diperoleh sampel

Sargassum Polycystum pada suhu ruang (27 0C) dengan pelarut methanol didapatkan hasil

pemekatan yang sempurna, yaitu berupa ekstrak kental. Hal ini berbeda jika dibandingkan

dengan sampel Sargassum Polycystum yang diekstraksi pada suhu rendah (4 0C) dengan

menggunakan pelarut yang sama, ekstrak yang didapatkan tidak kental karena masih berupa

campuran antara ekstrak dan cairan yang bisa berupa pelarut ataupun berupa air. Timbulnya air

diduga disebabkan oleh suhu rendah yang digunakan pada saat proses ekstraksi yang

menyebabkan terjadinya pengembunan sehingga air dimungkinkan masuk kedalam tempat

terjadinya proses ekstraksi, sehingga berpengaruh pada hasil ekstraksi dan evaporasi. Menurut

Tensiska et al., (2007), kandungan air yang tinggi pada hasil ekstraksi akan membuat proses

pemekatan menjadi sulit karena air memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan pelarut

organic yang digunakan.

4.2 Uji Aktivitas Antioksidan

4.2.1 Uji Aktivitas Pada Suhu Ruang (± 27 0C)

Pangujian senyawa aktivitas antioksidan pada Sargassum Polycystum dilakukan dengan

menggunakan metode DPPH karena mudah, cepat, peka serta hanya memerlukan sedikit sampel.

Menurut Sunarni et al., (2005), prinsip uji dengan metode ini yaitu DPPH berperan sebagai

radikal bebas yang diredam oleh antioksidan dari bahan uji, dimana DPPH akan bereaksi dengan

antioksidan tersebut membentuk 1,1-difenil-2-pikrilhidrazyl. Reaksi ini menyebabkan perubahan

warna dari ungu pekat menjadi kuning atau kuning gelap yang dapat diukur dengan

spektrofotometer VV-Vis pada gelombang 517 nm, sehingga aktivitas peredaman radikal bebas

oleh sampel dapat ditentukan. Ditambahkan oleh Edhi Sambada (2011), DPPH merupakan

radikal bebas yang dapat direaksikan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hydrogen,

dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak.

Page 26: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak Sargassum Polycystum yang diekstraksi

dengan pelarut methanol pada suhu ruang dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 8. Persamaan regresi

Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi % inhibisi Rata-rata

1 2 3 1 2 3

Sargassum

Polycystum 200 0,33 0,25 0,31 61,63 70,93 63,95 65,50

100 0,40 0,32 0,37 53,49 62,79 56,98 57,75

50 0,42 0,40 0,37 51,16 53,46 56,98 57,75

25 0,49 0,49 0,42 43,02 48,83 51,16 51,62

Persamaan Regresi Nilai IC50 Rata-rata

1 2 3 1 2 3

Y=0,244x+25,02 Y=0,266x+27,23 Y=0,21x+29,50 111,52

ppm 85,60

ppm 94,47,47

ppm 102,955

ppm

Hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan (%inhibisi) menunjukkan bahwa ekstrak

Sargassum Polycystum yang diekstraksi dengan pelarut methanol pada suhu ruang didapatkan

rata-rata % inhibisi terendah pada konsentrasi 25 ppm yaitu 51,62%, sedangkan rata-rata %

inhibisi tertinggi pada konsentrasi 200 ppm yaitu 65,50%, jadi semakin tinggi pada konsentrasi

ekstrak Sargassum Polycystum yang digunakan maka dihasilkan persentase penghambatan

radikal bebas (% inhibisi) yang tinggi pula.

Hasil perhitungan IC50 didapatkan garis persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y=6<n

(x)+a digunakan untuk nilai mencari nilai IC (Inhibitor Concentration), dengan menyatakan nilai

y sebesar 50 dan nila x sebagai IC50 menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan

untuk mereduksi DPPH sebesar 50% (Suryaningrum et al., 2005).

Nilai-nilai rata IC50 ekstrak Sargassum Polycystum menunjukkan bahwa ekstrak methanol pada

Sargassum Polycystum dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% pada

konsentrasi 65,155 ppm. Hal ini dapat dilihat dengan berubahnya warna ungu menjadi kuning

pada konsentrasi tersebut yang menunjukkan bahwa ekstrak memiliki aktivitas antioksidan.

Page 27: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Tingkat diklorasasi warna ungu DPPH mengindikasikan aktivitas penghambatan radikal bebas

oleh sampel antioksidan (Abdille et al., 2004).

4.2.1 Uji Aktivitas Antioksidan Pada Suhu Rendah (± 4 0C)

Pangujian senyawa aktivitas antioksidan pada Sargassum Polycystum dilakukan dengan

menggunakan metode DPPH karena mudah, cepat, peka serta hanya memerlukan sedikit sampel.

Menurut Sunarni et al., (2005), prinsip uji dengan metode ini yaitu DPPH berperan sebagai

radikal bebas yang diredam oleh antioksidan dari bahan uji, dimana DPPH akan bereaksi dengan

antioksidan tersebut membentuk 1,1-difenil-2-pikrilhidrazyl. Reaksi ini menyebabkan perubahan

warna dari ungu pekat menjadi kuning atau kuning gelap yang dapat diukur dengan

spektrofotometer VV-Vis pada gelombang 517 nm, sehingga aktivitas peredaman radikal bebas

oleh sampel dapat ditentukan. Ditambahkan oleh Edhi Sambada (2011), DPPH merupakan

radikal bebas yang dapat direaksikan dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hydrogen,

dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak.

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak Sargassum Polycystum yang diekstraksi

dengan pelarut methanol pada suhu ruang dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 9. Persamaan regresi

Sampel Konsentrasi (ppm) Absorbansi % inhibisi Rata-rata

1 2 3 1 2 3

Sargassum

Polycystum 200 0,32 0,31 0,33 61,79 63,79 61,63 62,79

100 0,42 0,40 0,39 51,16 53,49 54,65 53,1

50 0,43 0,40 0,48 50,00 53,49 44,18 49,22

25 0,50 0,48 0,49 41,86 44,18 43,02 43,02

Persamaan Regresi Nilai IC50 Rata-rata

1 2 3 1 2 3

Y=0,231x+23,80 Y=0,231x+25,67 Y=0,532x+23,25 113,42

ppm 105,37

ppm 115,30

ppm 111,36

Ppm

Page 28: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan menunjukkan bahwa ekstrak Sargassum

Polycystum yang diekstrak dengan pelarut matanol pada suhu rendah memiliki rata-rata

kemampuan menghambat radikal bebas terendah pada konsentrasi 25 ppm yaitu diperoleh %

inhibisi 43,02%. Sedangkan rata-rata kemampuan menghambat radikal bebas tertinggi terdapat

pada konsentrasi 200 ppm, yaitu 62,79%.semakin tingginya konsentrasi ekstrak Sargassum

Polycystum yang digunakan menghasilkan persentase penghambatan radikal bebas yang tinggi

pula.

Hasil perhitungan IC50 didapatkan garis persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y=6<n

(x)+a digunakan untuk nilai mencari nilai IC (Inhibitor Concentration), dengan menyatakan nilai

y sebesar 50 dan nila x sebagai IC50 menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan

untuk mereduksi DPPH sebesar 50% (Suryaningrum et al., 2005).

Nilai-nilai rata IC50 ekstrak Sargassum Polycystum menunjukkan bahwa ekstrak methanol pada

Sargassum Polycystum dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% pada

konsentrasi 65,155 ppm. Hal ini dapat dilihat dengan berubahnya warna ungu menjadi kuning

pada konsentrasi tersebut yang menunjukkan bahwa ekstrak memiliki aktivitas antioksidan.

Tingkat diklorasasi warna ungu DPPH mengindikasikan aktivitas penghambatan radikal bebas

oleh sampel antioksidan (Abdille et al., 2004).

4.2.2 Perlakuan Terbaik

Dari uji aktivitas senyawa antioksida yang diekstraksi menggunakan pelarut methanol pada suhu

ruang dan suhu rendah dapat disimpulkan bahwa senyawa antioksidan yang menghasilkan IC50,

yaitu penghambatan 50% radikal bebas oleh senyawa antioksidan yang lebih besar disbanding

dengan senyawa antioksidan yang diekstraksi pada suhu rendah. Senyawa yang bersifat

antioksidan tidak banyak yang larut dalam kondisi suhu yang rendah, segingga mempengaruhi

kerja pelarut dalam melarutkan senyawa yang dikandung oleh Sargassum Polycystum .

Menurut Suryandari (1981), menyatakan suhu dapat membantu cepat atau tidaknya suatu pelarut

menembus membrane sel dan menarik senyawa yang ada didalam bahan cukup banyak dan

pelarut mencari titik jenuhnya, segingga pelarut berhasil menarik semua senyawa-senyawa aktif

yang berada pada bahan.

Menurut Zuhro et al., (2008), secara spesifik suatu senyawa dikatan sebagai antioksidan sangat

kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika IC50

bernilai 100-150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai 150-200 ppm.

Page 29: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

4.3 Uji Fitokimia

Pengujian Fitokimia dilakukan setelah diketahui ekstrak terbaik yang digunakan untuk meredam

radikal bebas. Dalam praktikum in, ekstrak terbaik yang berpotensi sebagai antioksida adalah

ekstrak yang dilarutkan dengan pelarut metanol pada suhu ruang (± 27 0C). setelah itu diuji

fitokimia untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak yang dilarutkan

dengan pelarut metanol pada suhu ruang (± 27 0C). komponen bioaktif berpotensi mencegah

berbagai penyakit seperti penyakit degradatif dan kardiovaskular (Harbone, 1987). Uji fitokimia

yang dilakukan meliputi Uji alkaloid, Flavonoid, dan fenol. Hasil analisa fitokimia dapat dilihat

pada table dibawah in

Tabel 10. Hasil Uji Fitokimia

Ekstraksi Uji fitokimia Pereaksi Kelompok 3 Kelompok 4

Hasil Keterangan Hasil Ketengan

Sargassum polycystum Flavonoid HCl - Berubah menjadi warna hijau + Berubah warna menjadi

kuning

Alkaloid Mayer + Berubah menjadi kuning merah - Berubah warna menjadi kuning

Fenolik FeCl3 + Terdapat endapan hitam - Tidak terdapat endapan berwarna coklat

Keterangan : ( + ) = mengandung senyawa fitokimia

( – ) = tidak mengandung senyawa fitokimia

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa Sargassum Polycystum yang diekstrak dengan pelarut

metanol pada suhu rendah tidak mengandung senyawa alkaloid. Alkaloid adalah senyawa alami

amina, baik pada tanaman, hewan jamur dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses

metabolism sekunder, dimana saat ini diketahui sebanyak 5500 jenis alkaloid (Harbone, 1987).

Pada umumnya bisa alkaloid hanya larut dalam pelarut organik meskipun beberapa

pseudoalkaloida dan protoalkaloida larut dalam air (Sastrohamidjojo, 1996).

Menurut Salamah et.al., (2008), pengujian fitokimia dimaksudkan untuk mengidentifikasi

kandungann kimia sebagai langkah untuk mengetahui jenis komponen bioaktif yang terkandung.

Metode uji berdasarkan perubahan warna atau terbentuknya endapan sebagai respon atau

pereaksi tertentu.

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, dalam bentuk glikon maupun terikat pada gula

sebagai glikosida (Harbone, 1987). Karena mempunyai sejumlah gugus gula, flavonoid bersifat

polar maka umumnya flavonoid dalam pelarut polar, seperti etanol (E±OH), metanol (MeOH),

Page 30: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

butanol (BuOH), aseton, dimetilsolfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain.

Flavonoid dapat digunakan untuk mengurangi resiko beberapa penyakit kronis dengan

kemampuannya sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan anti-proliferasi (Chen dan Blumberg,

2007). Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonoid,

isoflavon, coteckin, flavonomol, kalkon. Jadi pada hasil praktikum sampel Sargassum

Polycystum yang menggunakan pelarut metanol pada suhu rendah tidak mengandung senyawa

antioksidan.

Senyawa fenol cenderung mudah terlarut dalam air karena umumnya senyawa ini seringkali

berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harbone,

1987). Senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik cenderung mudah larut dalam pelarut

yang mempunyai polaritas tinggi (Nurani, 2007). Peranan beberapa golongan fenol sudah

diketahui, misalnya lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin, sebagai pigmen

bunga. Selain itu, dengan mengkonsumsi fenol dipercaya dapat mengurangi resiko beberapa

penyakit kronis karena bersifat sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan anti kolesterol (Chen dan

Blumberg, 2007). Jadi pada hasil ekstrak Sargassum Polycystum dengan menggunakan pelarut

metanol pada suhu ruang positif mengandung senyawa fenolik.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum Metode analisa dan manajemen laboratorium dengan materi antioksidan

diperoleh kesimpulan bahwa :

• Dari dua suhu yang dilakukan, suhu yang paling efektif untuk mengekstrak antioksidan pada

Sargassum Polycystum yakni pada suhu ruang, karena nilai IC50 lebih rendah disbanding nilai

IC50 pada suhu rendah

• Diketahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung didalam sel Sargassum Polycystum

yaitu senyawa fenolik. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya

senyawa ini seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam

valuola sel serta dapat digunakan sebagai senyawa antioksidan

5.2 Saran

Pada praktikum Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium sebaiknya praktikan lebih hati-

hati dalam menggunakan alat-alat praktikum karena alat yang digunakan mudah pecah dan

Page 31: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

larutan yang digunakan berbahaya. Praktikan juga sebaiknya menguasai materi sebelum

melakukan praktikum agar praktikum bisa berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Ajisaka, Tetsuro. 2006. Problems in the identification of “ Sagassum duplycatum “ group.

Coastal Marine Science 30 (1) : 174-178.2006

Andayani, Regina, Yovita Lisawati dan Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar

fenolat dan likopen pada buah tomat ( Solanum Lycopersicum L ). Jurnal sains dan Teknologi

Farmasi, vol.13.No.1.2008

Andriyanti, Ryzki. 2009. Ekstraksi senyawa aktif antioksidan dari lintah laut ( Discodoris sp )

asal perairan kepulauan Belitung. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Bogor. Bogor

Astuti, Niluh Yuni. 2009. Uji aktivitas penangkapan radikal DPPH oleh analog Kurkumin

Monoketon dan N-Heteroalifatik Monoketon. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ayuningrat, Eka. 2009. Penapisan awal komponen Bioaktif dari tulang Kijing Taiwan

( Anodonta woodiana Lea ) sebagai senyawa antioksidan. Institut Pertanian Bogor

Bambang, Murdiyanto. 2005. Rancangan percobaan. http : //ikan laut.tripod.com/edesign.pdf.

Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 15.15 WIB

Bondet,V,W,Brand Williams and C, Berset. 1997. Kineticks and Mechanisms of antoxidant

Activity using the DPPH Free Radical Method. Lebensm Wiss u-Technol.,30,609-615 (1997)

Dewi, Priyanka Prima, Rina Hidayat dan ReNI Ratmatasari. 2009. Pengukuran Kapasitas

antioksidan pada teh komersial serta korelasinya dengan kandungan total fenol. Institut Pertanian

Bogor. Bogor

Edhisambada. 2011. Antioksidan. http :// edhisambada.wordpress.com/2011/12/22/metode-uji-

aktivitas-radikal-11-difenil-2-pikrilhidrazil-dpph. Diakses pada tanggal 15 Juni 20111 pukul

11.35 WIB

Fahri. 2009. Sargassum duplicatum. http ://elfahrybima. Blogspot.com/2009/12/alga-coklat-

sagassum duplicatum.html. Diakses pada tanggal 11 Juni 2011 pukul 15.15 WIB

Fidaus, Muhammad dan Happy N. 2011. Metode eksperimen. http ://fpik.ac.id. Diakses pada

tanggal 11 Juni 2011 pukul 11.00 WIB

Fitriya, Lenny Anwardan Fitria Sari. 2009. Identifikasi Flavonoid dari buah tumbuhan

mempelas. Jurnal Penelitian Sains Volume 12 nomer 3 (C) 12305

Page 32: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Hariyatmi. 2003. Kemampuan Vitamin E sebagai Antioksidan Terhadap Radikal Bebas pada

lanjut usia. MIPA. Vol. 14 No. 1, Januari 2004 : 52-60

Hendriadi. 2010. Alga Coklat. http

://hendriadi-biota.ucoz.com/news/phaeophyta-algae-coklat/2010-12-13-13. Diakses paa tanggal

15 Juni 2011 pukul 13.15 WIB

Hernani, Cristina Winarni dan Tri Marwati. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing

wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada hewan uji. Pascapanen 6 (1) 2009 : 54-61

Hikmah, Maharani Nurul dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester ( Biodiesel ) dari minyak

dedak dan metanol dengan proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Universitas Diponegoro.

Semarang

Hukmah, Sho’irotul. 2007. Aktivitas antioksidan Katekin dari teh hijau ( Camella sinesis O.K.

var. Assamica ( Mast ) hasil ekstraksi dengan variasi pelarut dan suhu. Universitas Islam Negeri

Malang.

Juneidi, Wahid. 2004. Rumput Laut, jenis dan morfologinya. Departemen Pendidikan Nasional.

Jakarta

Kartika, Henny. 2008. Variabel Penelitian. http : //hennykartika.wordpress.com/2008/01/27/

variabel. Penelitian Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.15 WIB

Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. 2007. Uji aktivitas antioksidan eksrak belimbing wuluh

(Averrhoa belimbi. L ) terhadap 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Seminar Nasional

Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978-19777

Kusumawati, Pipin. 2009. Potensi Produk Pangan Fungsional Berantioksidan dari Makroalga

dan Mikroalga. Oseana, volume XXXIV, nomer 3. Tahun 2009 : 9-18

Marstya, Yuliana Rikha. 2009. Aktivitas Antioksidan, kadar fenolat dan flavonoid ekstrak buah

pare belut ( Trichosanthes anguina L ). Universitas Sebelas Maret Surakarta

Megasari. 2009. Metode Eksperimen. http :// megasari.net/ home. Diakses pada tanggal 6 Juni

2011 pukul 12.33 WIB

Muawwanah. 1996. Ekstraksi antioksidan dari alga laut Sargassum sp. Dan efektivitas dalam

menghambat kerusakan awal emulsi minyak ikan. Institut Pertanian bogor. Bogor

Oktariana, Eka Wahyu. 2008. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etonal Rimpang Lengkuas Merah

( Alpina galangal ) dengan metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Universitas Diponegoro.

Semarang

Page 33: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Oktavia, Ririn Wulan. 2009. Pengaruh Seduhan The hijau ( Camellia senesis ) terhadap

farmakokinetika Paracetamol yang diberikan bersama secara oral pada kelinci jantan. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Pembayun, Rindut, Murdijati Gardjito, Slamet Sudarmadji dan Kapti Rahayu Kuswanto. 2007.

Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir ( Uncaria

gambir Roxb ). Majalah farmasi Indonesia, 18 (3), 141-146. 2007

Pranoto, Eunike Noviana, Shofiatun Nimah dan Bayu Hendra Susetya. 2009. Tahu berserat

tinggi untuk diet Harian penderita kanker dan obesitas di Indonesia. Universitas Diponegoro.

Semarang.

Pribadi, Labai. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal buah Ps;idium guajava L. Dengan metode

DPPH (1,1-Diefenil-2-Pikrilhidrazil ) serta penetapan kadar fenolik dan flavonoid totalnya.

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Purwitasari, Henny. 2011. Skripsi tentang karakteristik adesi protein Pili 9,08 KDa Aerumonas

salmonicidae terhadap sel Epitel Usus ikan Mas (Cyprinus carpio ). Universitas Brawijaya

Malang.

Rahayu, Dwi Sri, Dewi Kurini dan Enny Fachriyah. 2009. Penentuan aktivitas antioksidan dari

ekstrak etanol daun ketapang. (Terminalia catapal L )dengan metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil

(DPPH).Jurusan Kimia. MIPA Universitas Diponegoro.

Ramadhan, Ahmad Eka dan Haries Aprival Phaza. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, suhu dan

jumlah stage pada ekstraksi Oleorosin Jahe ( Zinfiber Officinile Rosc )secara Batch. Fakultas

Teknik. Univerasitas Diponegoro

Rasyid, Abdullah. 2010. Ekstraksi Natrium Alginat Coklat. Sargassum echinocarpom.

Oseonologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36 (3) : 393-400

Rinita, nindy. 2008. KLT. Autografi Cuprac sebagai Teknik cepat pendeteksian senyawa

antioksidan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Shabby. 2010. Saragassum Polycystum. http :// lovehipin.wordpress.com. Diakses pada tanggal

15 Juni 2011 pukul 11.35 WIB

Salamah, E, Eka Adan Sri P. 2008. Penapisan awal komponen Biokatif dari Kijing Taiwan

sebagai senyawa antioksidan. Jurnal Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol. XI, No.2 Tahun

2008

Page 34: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Sandrasari. 2009. Kapasitas antioksidan dan hubungannya dengan nilai total fenol ekstrak

sayuran Bidegonous. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Septianingrum, ER, Faradhila RHF, Ekafiri R, Murtini Sdan Perwatasari. 2009. Kadar total fenol

dan aktivitas antioksidan pada teh hijau dan teh hitam Komersial. Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Simbala. Henry E. I. 2009. Analisis senyawa alkaloid beberapa jenis tumbuhan obat sebagai

bahan aktif fitofarmaka. Pacific JournalJuli. 2009. Vol. 1 (4) : 489-494

Sith, itb. 2011. http ://www.sith.itb.ac.id. Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.30 WIB

Sulistijo. 1998. Pengaruh Salinitas terhadap pertumbuhan Zygote Rumput Laut Sagassum.

Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia 1’98. Jakarta

Sunarmi, T. 2008. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa kecambah pari Biji

tanaman fimilia pupliomaceae . Jurnal farmasi Indonesia 2001 : 53-61

Sulistyowati, Yenny. 2006. Pengaruh pemberian likopen terhadap status antioksidan ( Vitamin

C, Vitamin E dan Glukhation Peroksidase ) Tikus ( Ractus norvegikus galur sparague Dawley )

Hiperkolesterolemik. Universitas Diponegoro

Suratmo. 2005. Potensi Ekstrak DAUN Sirih Merah ( Piper crocotum ) sebagai Antioksidan.

Universitas Brawijaya. Malang

Suryaningrum, Th. Dwi, Thamrin Wikanta dan Hendy Kristini . 2006. Uji aktivitas senyawa

antioksidan dari rumput laut Halymenia harveyana dan Eucheuma Cottoni. Jurnal Pascapanen

dan Bioteknologi Kelautan dan Periakanan. vOL.1.No.1.Juni 2006

Tensika, Masetio Yudiastuti. 2010. Hasil penelitian pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas

antioksidan ekstrak kasar isoflavon dari ampas tahu.

Ummah, Masithah Kharul. 2010. Ekstraksi dan pengujian aktivitas antibakteri senyawa Tanin

pada daun Belimbing Wuluh ( Averrhoa Belimbi L). Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim. Malang

Utami, Sri, Soleh Kosela dan M. Hanafi. 2009. Efek peredaman Radikal Bebas 1,1-Difenil-2-

pikrilhidrazil (DPPH) dan uji Toksisitas pendahuluan terhadap larva Udang Artemia salina

Leach dari ekstrak aseton daging buah Sesoot ( Garcinia Dierrorhyza MIQ ). Jurnal Kedokteran

Yarsi 14 (3) : 171-176 (2006)

Wulandari. Rini Ratna. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal DPPH analog Kurkumin Sikilik

dan N-Heterosikilik Monoketon. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Page 35: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Widjanarko. 2008. Fitokomia Herbal Kenyal. http ://Widjanarko wordpress.com/fitokimia-

herbal-kenyal. Diakses pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.15 WIB

Yasita, Dian dan Intan Dewi Rachmawati. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada pembuatan

karaginan dari rumput laut Eucheuma Cottoni untuk mencapai Foodgrade. Universitas

Diponegoro. Semarang

Yeladh. 2010. Alga coklat. http ://yeladh.blogspot.com/2010/01/modul pheophyta.html. Diakses

pada tanggal 15 Juni 2011 pukul 11.15 wib

Yuniarto, Redi. 2007. Pengaruh paparan berulang ikan nila ( Orechromis nilloticus ) berformalin

secara oral selama satu bulan terhadap perubahan Fisiologi Mencit

( Mus mucullus ). Universitas Brawijaya. Malang

Yunizal. 1999. Teknologi pengolahan alginate. BADAN Riset Kelautan dan Perikan . Jakarta

Yuswantina, Richa. 2009. Uji aktivitas penangkap radikal dari ekstrak Petroleum Ester, Etil

asetat dan etanol Rhyzoma Binahong ( Anradera Cordiffola Tenore Streen ) dengan metode

DPPH. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Yuwanita, Rani. 2011. Pengaruh Ekstrak Sargassum polycystum terhadap bakteri Vibrio harveyl

pada udang windu secara invitro. Universitas Brawijaya. Malang

Zulnaidi. 2007. Metode Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan

LAMPIRAN

Analisa hasilekstraksi

Beratsampelawal : 50 gram

Beratakhirsampel : 37.70

Volume pelarut (Metanol) : 150 ml

Beratbotol vial : 2 gram

= 71,40 %

UjiaktivitasAntioksidan (Ujikuantitas)

Sampel Suhu Nilai IC 50

1 2 3

Sargasum polycystum Suhu ruang

(to)

111.29 85.51 94.26

Page 36: Aktifitas Antioksidan Sargassum Sp

Suhu rendah

113.19 105.15 114.99

Kelompook3 :

Konsentrasi 1 2 3

200 0.33 0.25 0.31

100 0.40 0.32 0.37

50 0.42 0.40 0.37

25 0.49 0.44 0.42

1. % Inhibisi

2. % Inhibisi

3. % Inhibisi