air hujan yang sampai ke permukaan tanali yang tidak kedap
TRANSCRIPT
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infiltrasi
Air hujan yang sampai ke permukaan tanali yang tidak kedap air dapat
bergerak ke dalam tanah akibat gaya gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang
disebut infiltrasi (Gainbar 2.1.1.(5)). Infiltrasi adalah proses masuknya air ke
permukaan tanah. Air yang telah ada di dalam tanah kemudian akan bergerak ke
bawah oleh gravitasi dan disebut dengan perkolasi.
Gambar 2.1.1. Daur Hidrologi. (1) Penguapan (evaporation, transpiration), (2) Awan hujan (rain cloud), (3) Penguapan kembali, (4) Hujan (precipitation, rainfall), (5) Infiltrasi, (6) Aliran limpasan (overland flow), (7) Aliran permukaan (surface run-off), (8) Aliran antara (subsurface flow, inteiflow), (9) Perkolasi, (10) Aliran air Tanali. (Sumber: SriHarto, 1993:9)
Kelongsoran lereng pada musim hujan, disebabkan utamanya oleh
infiltrasi air hujan ke dalam tanah yang menyebabkan tanah menjadi jenuh disertai
perubahan pada karakteristik tanah terutama kekuatannya. Brand (1981, 1982)
melaporkan bahwa faktor utama yang menyebabkan kelongsoran adalah
4
5
melaporkan baliwa faktor utama yang menyebabkan kelongsoran adalah
berkurangnya suction (air pori negatif) tanah sampai mencapai nol oleh infiltrasi.
Hasil ini diperkuat oleh Ng et al. (2001) yang menyimpulkan bahwa pada tanah
dengan muka air tanah yang dalam, infiltrasi hanya mengurangi suction tanah
tanpa pengaruh yang berarti pada muka air tanah. Kuwano dan Chen (1990) juga
melaporkan baliwa kelongsoran yang terjadi pada tanali berlereng setelah hujan
lebat, tidak hanya disebabkan oleh naiknya tegangan air pori seiring dengan
naiknya permukaan air tanah, tetapi juga oleh berkurangnya kekuatan geser tanah
akibat naiknya derajat kejenuhan tanah atau berknrangnya suction tanah.
Berkurangnya kekuatan geser tanah kelempungan akibat adanya proses infiltrasi,
secara umum pasti terjadi saat terjadi hujan. Kesimpulan ini didukung oleh
beberapa hasil penelitian yang lain (Indarto et al.,2000; Indarto dan R. A. A.
Soemitro, 2001; R. Suhartono dan A. Suhartono, 2000), yang menyelidiki
pengaruh proses pembasahan dan pengeringan terhadap kuat geser beragam tanah.
Brand, 1984 (Finlay et al., 1997: 812) menyimpulkan bahwa mayoritas
kelongsoran yang terjadi disebabkan oleh hujan lokal dengan waktu durasi yang
pendek tetapi dengan intesitas yang tinggi, sebagian besar terjadi pada hujan badai
saat bersamaan dengan jam puncak hujan (peak hourly rainfall), dan sebagian
kecil terjadi selelah itu. Brand juga mencatat bahwa pada tanah hongkong yang
residual, intesitas hujan per jam yang mencapai 70 mm/jain merupakan ambang
batas dimana kelongsoran seringkali terjadi, dan curah hujan pada 24 jam dengan
intensitas kurang dari 100 mm sangat kecil kemungkinannya untuk menyebabkan
kelongsoran. Premchitt et al., 1994 (Finlay et al., 1997: 812) melaporkan pada
tanali residual Hongkong, curah hujan per jam maksimum yang mencapai 70 mm
telah menyebabkan kelongsoran pada kisaran 5 sampai 551, dengan rata-rata 30
kelongsoran. Kelongsoran hampir tidak mungkin terjadi pada curah hujan kurang
dari 100 mm dalam 24 jam tetapi hampir selalu pasti pada curah hujan sekitar 175
mm dalam24jarn.
2.1.1. Laju Iniiltrasi dan Kapasitas Infiltrasi
Laju infiltrasi (infiltration rate) dan kapasitas infiltrasi (infiltration
capacity) adalah besaran kuantitas infiltrasi, dimana kapasitas infiltrasi adalah laju
6
infiltrasi maksimum unruk suatu jenis tanali tertentu sementara laju infiltrasi
adalah laju infiltrasi yang nyata pada tanah tersebut.
Laju infiltrasi tergantung pada kondisi permukaan dan bawah permukaan
tanah. Faktor terpenting adalah stabilitas pori-pori pada permukaan tanali dan laju
transmisi air lewat tanah. Secara fisik, ada empat faktor yang mempengaruhi laju
infiltrasi dan kapasitas infiltrasi tanah, yaitu:
1. Jenis tanah
2. Kepadatan tanah
3. Kelembaban tanah
4. Tutup tumbuhan
Setiap jenis tanali mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda,
yang bervariasi tergantung pada karakterisrik tanah tersebut. Pada umumnya jenis
tanah Iempung mempunyai Iaju infiltrasi yang rendah sedangkan pada tanali
berpasir laju infiltrasinya tinggi. Jenis tanah yang sama tetapi dengan kepadatan
yang berbeda akan mempunyai laju infiltrasi yang juga berbeda. Makin padat
tanah tersebut, semakin kecil laju infiltrasi yang terjadi.
Kelembaban tanah yang selalu berubali setiap saat juga mempengaruhi
laju infiltrasi yang terjadi. Makin tinggi kadar air di dalam tanah, laju infiltrasi
tanali tersebut makin kecil. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa semakin
lama, laju infiltrasi akan semakin kecil.
Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah ada dua, yaitu yang berfungsi
menghambat aliran air di atas permukaan sehingga kesempatan berinfiltrasi lebih
besar, dan tumbuhan dengan sistem akar-akaran yang dapat lebih menggemburkan
tanah, sehingga semakin baik tutup tanaman yang ada, makin tinggi laju infiltrasi
yang terjadi.
Air yang memasuki tanah yang kering berasal dari permukaan tanah,
dengan jalan masuk yang tetap yairu pori-pori tanah. Meskipun jumlah pori-pori
dapat dianggap tetap, tetapi volume pori dapat berubah-ubah. Pada tanah
lempung, swelling akibat pembasahan dapat mengurangi volume pori-pori tanah
berukuran besar yang mempengaruhi laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi.
7
2.1.2. Distribusi Air Selama Infiltrasi
Ketika air hujan jatuh kepermukaan tanali yang kering, tidak ada air yang
masuk lewat permukaan tanah sampai lapisan adsorbed film pada pennukaan
tanah terbentuk. Hanya setelah lapisan itu terbentuk air akan bergerak lewat tanali
dengan gaya gravitasi. Karena gaya-gaya pendorong yang merupakan gabungan
dari defisiensi tekanan pori dan gaya gravitasi, infiltrasi dimulai dengan laju yang
tinggi. Laju infiltrasi akan berkurang setelah lapisan adsorbed film iru jenuh, dan
akhimya bertahan pada laju konstan yang rendah jika hujan tetap berlangsung
dengan konstan, ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.2 dibawah ini.
iUte of i rainfall i '
•B/h - l
Vol. of water v s t i for soil aois-
,' •> j 4 hours t 0 1 2 •>
Gambar 2.1.2. Diagram Ilustrasi Variasi Laju Infiltrasi Terhadap Waktu Ketika Laju Presipitasi Lebih Besar Daripada Laju Infiltrasi. (a) dan (b) untuk tanali fine sandy loam dengan permukaan berumput dimana (a) untuk keadaan awal kering dan (b) keadaan awal basali. (c) untuk tanali kepasiran yang lembab, (d) dan (e) mengilustrasikan laju infiltrasi pada tanah yang sama dengan (d) untuk tutup vegetasi yang baik dan (e) untuk tanah tanpa penutup. (Raudkivi, 1979: 139).
Setelah air memasuki pennukaan tanah, air tersebut akan terdistribusi
sesuai dengan sifat-sifat tanali dan gaya-gaya yang mempengaruhinya. Distribusi
air selama infiltrasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1.3. Distribusi ini
tidak tergantung pada ukuran butiran tanah, akan tetapi waktu yang dibutuhkan
8
untuk membasahkan kedalaman tertentu tanah, bertambah dengan berkurangnya
ukuran butiran tanah. Bodman dan Coleman, 1943 (Yong dan Warkentin, 1975:
190) telah membagi tanah kedalam empat bagian basah selama terjadinya
infiltrasi, sebagaimana terlihat pada gambar tersebut.
Bagian permukaan sekitar 1 cm berada dalam keadaan jenuh yang
disebut dengan zone jenuh, dan sweffing terjadi pada tanali lempung yang
mengakibatkan bertambahnya kadar air tanah pada lapisan ini. Di bawah lapisan
ini, kadar air menurun secara drastis ke 70-80% derajat kejenuhan, yang
merupakan kadar air yang berada antara jenuh dan kapasitas lapangan. Lapisan ini
disebut zone transmisi dan kadar airnya tetap konstan atau berkurang sedikit demi
sedikit terhadap kedalaman seiring dengan bertambahnya kedalaman pembasahan.
Dibawah zone transmisi, adalah zone pembasahan (wetting zone) dengan kadar air
tanali meningkat secara cepat, mengikuti lamanya waktu infiltrasi. Zone
pembasahan ini berakhir pada daerah basali.
10
20
£. \ 30
40
50
Wta1*r Cwsienf. Per Cerrr
10 20 /30 .40 i - 1 '—r • ' i Zofie af (flluralUjn
TrOn«ri«i
Zone of iranwnissjf»
Zan* ol weiring
W*t ftont
Gambar 2.1.3. Grafik Tipikal Kadar Air Terhadap Kedalaman untuk Dua Waktu yang Berbeda Selama Infiltrasi. (Sumber: Yong dan Warkentin, 1975: 191 dari Bodman and Coleman, 1943. SoilSci. Soc. Am. Proc.,8.)
9
Dengan mempertimbangkan infiltrasi air ke arah honzontal dari sebuah
media yang berpori dengan permebilitas jenuh {saturated permeability) k dan
porositas rj, Brand (1982: 35) berdasarkan Lumb (1962) memperlihatkan bahwa
pengembangan daerali pembasahan (Gambar 2.1.4) dapat dinyatakan dalam
persamaan:
k.t h= JD.t +
l(sf-so) (2.1)
O c g r c e of s a t u r a t i o n
Gambar 2.1.4. Pengembangan Daerah Pembasahan Pada Tanah yang Disebabkan Oleh Infiltrasi. (Sumber: Brand, 1982:36)
Dimana h adalah ketebalan daerah pembasahan setelah waktu t. S0 dan Sr adalah
derajat kejenuhan awal dan akhir, dan D adalah parameter difusi. Dengan asumsi
bahwa difusi tak berarti pada akhir hujan intensif dan berkepanjangan, Brand
(1982) kemudian menyajikan modifikasi berdasarkan Lurab (1975) sehingga
persamaan ini menjadi bentuk pendekatan:
k.t h = (2.2)
Brand (1982) menyimpulkan bahwa secara praktis, pada tanah-tanah di
Hongkong, ketebalan daerah pembasahan mencapai 2 meter dan 10 meter untuk
hujan dengan periode ulang 10 tahun dan 1000 tahun.
10
2.1.3. Redistribusi Air Infiltrasi
Knapp (1978: 69) menyebutkan bahwa Hewlett dan Hibbert (1963) yang
meneliti infiltrasi dan redistribusi kadar kebasahan tanali pada lereng, telah
menyimpulkan bahwa sementara bagian atas lereng secara cepat berkurang
kejenuhannya dan secara asimtot mendekati keadaan keseimbangannya, bagian
bawah segera mengembangkan kadar air yang tetap stabil dengan nilai mendekati
keadaan jenuh (Gambar 2.1.5).
36 40 44 48 %
Movsture r:anti_-nl [%5
Gambar 2.1.5. Penampang Kebasahan Pada Sebuah Lempeng Tanah, yang Berdrainase Setelah Jenuh. (Sumber Knapp, 1978: 69, dari Hewlett and Hibbert, 1963)
Percobaan ini dilakukan dengan model berupa lempeng tanah yang
seragam, dimana kadar kebasahan digabungkan dengan ketebalan lempeng dan
karena itu, tidak menggambarkan perbedaan kadar kebasahan yang tegak lurus
terhadap bidang miring lereng. Knapp (1978: 69-70) meringkaskan beberapa hal
yang perlu untuk diperhatikan dalam melakukan percobaan dengan menggunakan
model lempeng tanah seragam seperti diatas.
2.2. Tanah Lempung
Tanah lempung adalah salah satu produk alam yang merupakan hasil
reaksi kimiawi melalui salah satu atau gabungan dari proses-proses berikut ini
(Mitchell, 1976:43 berdasarkan Keller, 1964):
11
a) Kristalisasi larutan
b) Pelapukan akibat cuaca pada material silikat atau batuan
c) Penyusunan kembali dan perpindahan ion
d) Perpindahan rnineral-inineral dan batuan akibat proses hidrotermal
e) Sintesis laboratorium
Tanah lempung dapat didefinisikan berdasarkan ukuran butirannya,
partikel perabentuknya, serta sifat-sifatnya yang khas sebagaimana yang
dituliskan oleh Hammond (1965: Gillot, 1968) sebagai berikut: tanah lempung
adalah tanah dengan tekstur yang halus, dengan butiran berukuran koloid (106
mm - 10"3 mm), yang tersusun utamanya oleh senyawa silika hidrat dan unsur
aluminium dengan beragam campuran. Material yang plastis dan kohesif,
mengerut ketika kering, mengembang ketika basali dan mengeluarkan airnya
ketika ditekan.
Beberapa sistem klasifikasi tanah pada menggolongkan tanah Iempung
menurut ukuran butirannya sebagai tanah yang berbutir halus dengan ukuran
partikel kurang dari dua milimikron. Sementara jika ditinjau dari komponen-
koraponen pembentuknya, tanali Iempung adalah tanah dengan fase padat yang
banyak mengandung mineral-mineral.
Bowles (1986), memberikan definisi tanah lempung berdasarkan sifat-
sifatnya sebagai tanah yang kohesif sebagai berikut: tanah kohesif adalah tanali
yang apabila karakter fisis yang selalu terdapat pada massa butir-butir tanah
dimana pada pembasahan dan atau pengeringan yang menyusul butir-butir tanah
bersatu sesamanya sehingga sesuatu gaya akan diperlukan untuk memisahkannya
dalam kedaan kering tersebut. Sebagai perbandingan , definisi tanah tidak kohesif
adalah apabila butir-butir tanali terpisah-pisah sesudah dikeringkan dan hanya
bersatu apabila berada dalam keadaan basah karena gaya tarik permukaan di
dalam air.
2.2.1. Struktur Tanah Lempung
Pembentuk utama sifat-sifat tanah lempung adalah komponen kristal
yang berupa Aluminium silika hidrat. Kristal ini memiliki sifat tersendiri sesuai
dengan struktur, bentuk dan ukurannya yang sangat kecil.
12
Yong (1975: 23) berdasarkan Mackenzie (1957: 310), membagi mineral
lempung berdasarkan komposisi lapisannya menjadi tiga kelompok utama.
Kelompok pertama adalah kelompok dengan komposisi 1:1 (satu lembaran silika
dengan satu lembaran alumina). Yang termasuk didalamnya adalah mineral group
kaoliniie dan serpeniine. Kelompok kedua adalah kelompok mineral chlorite
dengan komposisi 2:2 (dua lembaran silika dengan dua lembaran alumina).
Kelompok ketiga dengan komposisi 2:1 (dua lembaran silika dengan satu
lembaran alumina), adalah mineral group mica, montmorillonite dan vermicidite.
(c) O «* Q 0 oms< Qon (d)/ \
Gambar 2.2.1. Unit Tetrahedra Mineral Lempung. (a) Unit dasar, (b) Lembar silika, (c) Simbol-simbol, (d) Simbol Blok Bangunan. (Sumber: Kezdi, 1974: 75).
Struktur dasar dari aluminium silika hidrat adalah kombinasi aluminium-
oksigen yang dengan suatu cara terikat membentuk sebuah lembaran bersama.
Gabungan lembaran-lembaran ini, kemudian akan menjadi lapisan. Ikatan antar
lapisan, dan pergantian ion-ion lain terhadap alumimum dan silikon menjadi
pembeda antara lmneral-mineral lempung yang berlainan. Substitusi ini terjadi
antara ion-ion dengan ukuran yang relatif sama, sehingga disebut sebagai
substitusi isomorf.
Unit silika terdiri dari sebuah atom silikon, Si, yang dikelilingi oleh
empat atom oksigen, O, pada jarak yang sama terhadap atom silikon (Gambar
2.2.1), Atom-atom oksigen ini, teratur pada tiap sudut tetrahedron dimana tiga
diantaranya menjadi dasar bagi dua atom silikon dari unit yang berbeda.
Pembagian ini menghasilkan sebuah lembaran dengan unit-unit tetrahedral
bergabung bersama sedemikian rupa sehingga lembaran yang terbentuk memiliki
lubang-lubang heksagonal.
13
Karena atom silikon lebih kecil daripada atom oksigen, lembaran ini
dapat divisualisasikan sebagai dua lapis atom oksigen dengan atom silikon
mengisi lubang-lubang diantaranya.
Lembaran ini memiliki ketebalan 4,93A (lA=10"7mm) dalam mineral
lempung. Jarak antar atom oksigen 2,55A, meninggalkan sebuah lubang di dalam
terahedron dengan jari-jari 0,55A yang mana atom silikon dengan jari-jari 0,5A
tepat mengisinya dengan stabil.
Q*n</QOtl +Al,ktg»ft
Gambar 2.2.2. Unit Oktahedra Mineral Lempung. (a) Unit dasar dan simbol, (b) Lembar oktahedra, (c) Simbol Blok Bangunan (gibbsiie dan brucite). (Sumber: Kezdi, 1974: 75).
Atom silikon bervalensi positif empat, Si+4, dan atom oksigen bervalensi
negatif dua, O"'. Setiap atom silikon memiliki sebuali atom oksigen dan membagi
tiga lainnya dengan atom silikon yang lain. Unit ini memiliki negatif charge sama
dengan satu. Jika atom oksigen pada puncak tetrahedral mengambil sebuali atom
hidrogen yang bervalensi positif satu, H+1, menjadi hidroksil, OH, unit ini menjadi
netral.
Unit alumina adalali sebuah atom aluminium, Al, yang dikelilingi oleh
enam buali oksigen atau hidroksil pada jarak yang sama terhadap atom aluminium
dalam sebuali kordinasi berbentuk oktahedral, seperfi terhhat pada Gambar 2.2.2.
Tiap atom oksigen dibagi oleh dua ion aluminium, membentuk lembaran-
lembaran dengan dua lapis oksigen (atau hidroksil) dalam bentuk tertutup, tetapi
hanya dua per tiga dari kemungkinan pusat oktahedral yang terisi oleh aluminium.
Lembaran ini memiliki ketebalan 5,05A dalam mineral lempung. Ketika semua
atom oksigen menjadi hidroksil, lembaran mineral ini disebut gibbsite (Al2(OH)6).
Jika atom magnesium menggantikan atom aluminium, seluruh posisi pada
14
oktahedral menjadi penuh dan mineral ini disebut brucite (Mg3(OH)6). Jari-jari
aluminium 0,55A, dan magnesium 0,65A. Jarak antar atom oksigen dalam
kordinasi oktahedral adalah 2,6A dan jarak antar hidroksil 2,94A, meninggalkan
sebuah ruang oktahedral dengan jari-jari 0,6 lA. Mineral Iempung dengan dua per
tiga posisi terisi disebut di-oktahedral sementara yang penuh disebut tri-
oktahedral.
2.2.1.1. Ikatan Antar Atom dalam Mineral Lempung
Sebuah kristal, pembentuk mineral tanah, memiliki komposisi pembentuk
berupa molekul-molekul, atom-atom atau ion-ion. Partikel dasar atau atom terdiri
dari sebuah inti bermuatan positif dan dikelilingi oleh ion-ion bermuatan negatif.
Ion-ion negatif ini biasa disebut elektron. Inti dari atom, yang bermuatan positif
tersebut, didalamnya terkandung proton dan netron dalam jumlah yang sama.
Sedangkan elektron yang mengelilingi inti atom berotasi pada orbitnya, dengan
jumlah tertentu, dengan radius yang berbeda, membentuk lingkaran elektron.
Lingkaran-lingkaran elektron yang memiliki jumlah elektron yang terbanyak yang
mungkin terjadi disebut lingkaran elektron yang jenuh. Beberapa partikel dasar itu
kemudian akan saling mengikat satu sama lain membentuk sebuah molekul.
Terdapat dua jenis ikatan yang terjadi antara atom-atom, yaitu ikatan
utama dan ikatan sekunder. Ikatan utama terdiri dari tiga tipe ikatan, yaitu ikatan
ion, ikatan kovalen dan ikatan metal. Pada tanah ikatan yang terjadi bempa ikatan
ion dan ikatan kovalen.
Ikatan yang terjadi ditentukan oleh gaya-gaya yang terjadi antar atom-
atom tanah. Gaya-gaya itu adalah gaya tarik dan gaya tolak. Jika jarak antar atom
semakin besar, pengaruh gaya tarik akan semakin besar tetapi akan mengecil
dengan bertambah dekatnya jarak antar atom, demikian pula sebaliknya.
Ada dua bagian besar gaya tarik yang terjadi antar atom yaitu gaya
coulomb yang terjadi antara dua ion dengan muatan yang berlawanan serta gaya
pertukaran yang terjadi dari pembagian elektron antar atom yang bertetangga.
Ikatan-ikatan utama dibentuk oleh jenis gaya-gaya tarik yang terjadi.
Ketika gaya yang memegang atom-atom lebih dominan oleh gaya coulomb, ikatan
15
yang terjadi berupa ikatan ion. Sementara itu, ikatan kovalen terjadi ketika gaya
pertukaran mendominasi.
Selain kedua ikatan utama diatas, ada juga jenis ikatan lain yang biasa
disebut sebagai ikatan sekunder karena gaya-gaya yang berperan didalamnya lebih
kecil dibandingkan dengan yang terjadi pada ikatan utama, yaitu ikatan hidrogen
dan ikatan Van der Waal. Molekul air juga memiliki peran yang besar karena
berupa bikutub yang tetap.
Ikatan hidrogen adalah ikatan yang terjadi akibat tarikan dua kutub
permanen yang berlawanan muatan, dengan ion hidrogen sebagai kutub positif.
Ikatan ini hanya terbentuk pada atom elektro-magnetik yang kuat seperti oksigen
dan flour. Dcatan hidrogen lebih kuat dibanding ikatan sekunder yang lain tetapi
lebih lemah dibanding ikatan utama.
Ikatan ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: gaya tarik antara ujung-ujung
dipolar permanen yang berlawanan muatan (efek orientasi), gaya tarik antar
dipolar-dipolar permanen dengan dipolar yang dihasilkan oleh molekul-molekul
yang bersebelahan yang asalnya nonpolar (efek induksi) dan interaksi antara
dipolar-dipolar tidak permanen seketika itu juga yang disebabkan oleh sentuhan-
sentuhan konstan dari elektron (efek dispersi).
Ikatan Van der Waals meskipun lebih lemah dari ikatan hidrogen, cukup
kuat untuk menentukan pengaturan akhir grup-grup atom daiam beberapa benda
padat. Pada tanah berbutir halus, ikatan ini menjadi sumber kohesi yang besar
(Mitchell, 1979).
2.2.1.2. Interaksi Antar Partikel Lempung
Interaksi antar parrikel terjadi pada lapisan adsorbed water, pada lapisan
dimana terjadi pertukaran kation dan pada beberapa kasus dapat terjadi dengan
kontak langsung antar partikel. Interaksi antar partikel yang membentuk kesatuan
yang besar, terjadi karena adanya gaya-gaya antar partikel yaitu attraction dan
repulsion (Yong dan Warkentin, 1975: 58).
Repulsion atau gaya tolakan, dapat terjadi dari penetrasi antar lapisan ion
atau penyerapan air dari partikel yang berbeda. Salah satu contohnya adalah
swelling yang terjadi pada pembasahan tanah lempung.
16
Air yang diserap pada permukaan partikel akan mendorong partikel lain
yang bersebelahan dengannya. Ini terjadi pada swelling dengan kadar air yang
rendah dimana adsorbed water diikat dengan kuat. Gaya tolakan yang terjadi dari
serapan air seperti ini tidak dapat diukur.
Ketika dua buah partikel terpisah pada jarak yang kurang dari 15A, ion-
ion pertukaran tersebar dengan merata pada ruang antar partikel yang tidak
dipisahkan oleh lapisan difusi. Pada kondisi seperti ini, ada gaya tarik antar
partikel-partikel itu. Sementara itu, ketika jarak antar partikel melebihi 15A,
lapisan ion difiisi akan terbentuk, dengan gaya tolak yang terjadi.
Gaya tolak ini berasal dari tekanan air yang terikat diantara kedua
partikel yang berinteraksi, yang dalam kasus ini bergerak oleh aktifitas osmosis
ion-ion antar partikel. Hal ini terjadi karena konsentrasi ion-ion lebih tinggi pada
pertengahan bidang antara dua partikel yang paralel. Air akan bergerak sebagai
respons terhadap perbedaan ini. Perbedaan konsentrasi yang terjadi tergantung
pada jarak antar partikel dan sejauh mana lapisan ion difusi terletak. Gaya tolak
akan semakin besar jika ion yang terlibat adalah monovalensi dan air sulingan
sebagai air pori.
Semua lempung akan mengembang ketika mengalami pembasahan.
Pengembangan yang besar terjadi karena pengembangan itu terjadi terus-menerus
sampai kadar air yang tinggi, yang terjadi pada mineral dengan luas permukaan
yang besar seperti montmorillonite, dan pada ion pertukaran yang monovalensi
seperti sodium. Pengembangan yang besar ini terjadi oleh gaya tolak yang
dihasilkan oleh penetrasi antar lapisan ion difusi. Jumlah yang kecil
pengembangan pada kebanyakan lempung biasanya diakibatkan oleh adsorbed
water. Kedua efek ini, tidak dapat dipisahkan dan mungkin terjadi bersamaan
(Yongdan Warkentin, 1975: 59).
Gaya tarikan (attraction), dapat dihasilkan oleh ikatan Van der Waals
yang terjadi dari tarik menarik antara molekul-molekul dan atom-atom. Besar
gaya ini tergantung properti permukaan partikel dan menurun secara tajam dengan
bertambahnya jarak antar atom. Gaya ini terbentuk pada lempung yang dirapatkan
oleh proses pengeringan dan atau konsolidasi.
17
Pada jarak antar partikel yang kurang dari 35A, dapat terjadi gaya tarik
antar partikel-partikel lempung ketika kation pertukaran mereka berada pada
ruang antar partikel tersebut.
Besar gaya tarikan dan tolakan pada tanali lempung bervariasi, tetapi
gaya tarikan maksimum lebih kurang dari gaya tolakan maksimum. Gaya tarikan
dapat terbentuk hanya jika tidak ada gaya tolakan yang terlibat. Pada tanah dengan
kemampuan swelling yang besar, gaya tolakan sangat dominan.
2.2.2. Karakteristik Tanah Lempung
Mitchell (1976: 169) secara jelas memerikan sejumlah faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik tanah kedalam dua golongan besar yaitu faktor-faktor
komposisional dan faktor-faktor lingkungan.
Faktor-faktor komposisional, menentukan kisaran potensial nilai dari
setiap karakteristik. Faktor-faktor mi dapat dipelajari dengan contoh tanah yang
terganggu (disturbed sample). Yang termasuk dalam grup ini adalah: jenis-jenis
mineral yang ada dalam tanah, jumlah dari setiap mineral, tipe dari adsorbed
cations, bentuk dan distribusi ukuran dari partikel-partikel tanali, serta komposisi
air pori. Sementara faktor-faktor lingkungan, menentukan nilai yang sebenarnya
dari setiap karakteristik. Contoh tanah yang tidak terganggu atau penelitian in-situ
dibutuhkan untuk studi ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: kadar air,
kerapatan tanah, confiningpressnre, suhu.,fabric, dan ketersediaan air.
Perbedaan karakteristik dari tiap grup mineral lempung berada pada
kisaran yang luas sekali, yang mana pada masing-masing grap pengaruh satu
faktor lebih dominan daripada faktor lainnya sementara pada grup yang lain dapat
memperlihatkan kecenderungan sebaliknya.
Secara umum faktor-faktor komposisional yang mempengaruhi
karakteristik mineral lempung adalah ukuran partikel, derajat kristalisasi, tipe
adsorbed cations, dan jenis serta elektrolit bebas di dalam air pori. Tingkat
kepentingan faktor-faktor ini meningkat sesuai dengan urutan sebagai berikut:
kaolinite < illite< smectite (Mitchell, 1976: 171).
18
2.2.2.1. Konsistensi
Mitchell (1976: 173), memberikan data-data plastisitas mnum berbagai
tanah lempung dalam bentuk kisaran nilai Atterberg limit. Umumnya nilai-nilai
itu, ditentukan menggunakan contoh tanah yang tersusun dari partikel yang lebih
kecil dari 2 um. Mitchell (1976: 172), memberikan beberapa kesimpulan umum
yang berkaitan dengan masalah konsistensi tanah dan Atterberg limit sebagai
berikut:
1. Liquid limit dan plastic limit unruk setiap jenis mineral lempung dapat
bervariasi dalam kisaran yang luas, bahkan untuk adsorbed cation yang sudali
ditentukan.
2. Untuk semua mineral lempung, kisaran yang terjadi pada liauid limit lebih
besar daripada kisaran padap/astic limit.
3. Variasi liauid limit diantara imneral-mineral Iempung yang berbeda lebih luas
dibanding yang terjadi pada plastic limit.
4. Jenis dari adsorbed cation berpengaruh lebih pada mineral dengan tingkat
pJastisitas yang tinggi, misaJnya montmorilloniie dibandingkan mineraJ
dengan tingkat plastisitas rendah seperti kaolinit.
5. Menaikkan valensi kation akan menurunkan nilai liauid limit pada lempung
ekspansif, tetapi cenderung menaikkan liquid limit pada mineral lempung
non- ekspansif.
6. Semakin besar plastisitas lempung, semakin besar pula susut yang terjadi
pada pengeringan (semakin rendah shrinkage limit).
2.2.2.2. Ukuran dan Bentuk Partikel
Mitchell (1976: 173) memperlihatkan adanya keseragaman sebaran
umum mineral-mineral lempung yang berbeda ukuran-ukuran partikelnya. Tidak
ada satupun mineral lempung yang memperlihatkan kecenderungan partikel-
partikelnya berukuran konstan.
Ukuran partikel umumnya dalam bentuk banyaknya partikel yang
berukuran kurang dari 2 um yang dinyatakan dalam satuan per seratus, bersama-
sama dengan indeks plastisitas digunakan untuk menentukan keaktifan mineral
yang diamati (MitcheJJ, 1976: 179 berdasarkan Skempton, 1953). NiJai akrivitas
[9
ini didapatkan dengan membandingkan nilai indeks plastisitas terhadap
banyaknya jumlah partikel yang berakuran kurang dari 2 um.
Semakin tinggi aktivitas suatu mineral, semakin besar pengaruh paitikel-
partikel lempung terhadap karakteristiknya dan semakin rentan terhadap
perubahan beberapa faktor seperti variasi jenis-jenis exchangeable cation dan
komposisi cairan pori. Nilai aktivitas beberapa mineral lempung dapat dilihat pada
Tabel 2.2.1.
Tabel 2.2.1. Aktivitas Berbagai Mineral
Mineral
Smectites lllite Kaolinit Halloysite (2H20) Halloysite (4H20) Attapulgite Allophane
Aktifitas3
1-7 0,5-1 0,5 0,5 0,1 0.5-1,2 0.51.2
(Sumber: Mitchell, 1976: 179)
IndeksPlastisitas(PI) Aktivitas, A =
% <2fjm (2.3)
Bentuk yang paling sering ditemukan pada partikel-partikel mineral
lempung adalah platy, kecuali pada halloysite yang berbentuk tabung. Partikel
kaolinite relatif besar, tebal, dan kaku. Mineral smectite (montmorillonite)
tersusun dari partikel-partikel yang kecil, sangat tipis, dan menyerupai film.
Mineral illite berada diantara kaolinit dan smeciite dengan permukaan yang tidak
rata, semakin ke ujung semakin tipis.
Pengaruh dari bentuk dan ukuran partikel lempung adalah pada besamya
luas permukaan yang juga berpengaruh pada kemampuan partikel menyerap air ke
permukaannya yang bermuatan negatif. Semakin Iuas pennukaan partikel,
semakin banyak jumlah air yang dapat diserap oleh partikel itu. Jika partikel
berbentuk pelat dan fiber mempunyai rasio ketebalan terhadap ukuran sekitar
1:10, maka perbandingan luas permukaan per gram dari empat buah bentuk yang
20
ada sebagai: bulat: kubus: pelat: fiber = 3: 3: 22: 41 (Gillot, 1968, berdasarkan
Searle dan Grinshaw, 1959: 472).
2.2.2.3. Konduktivitas Hidrolik (Permeabilitas)
Konduktivitas hidrolik adalah properti tanah yang memperlihatkan
kemampuan tanah meloloskan air lewat butiran-bufirannya (permeabilitas) yang
didefinisikan sebagai satuan volume air yang mengalir per satuan potongan tanali
per satuan waktu.
Selain komposisi mineral, ukuran partikel dan distribusinya, void ratio,
fabric, dan karakteristik air pori adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya kondukrivitas hidrolik mineral lempung.
Pada kisaran yang normal kadar air (plastic limit ke liauid limit),
konduktivitas hidrolik semua mineral lempung tidak lebih dari 1 x 10° cm/detik
dan dapat mencapai hanya 1 x 10"U1 cm/detik untuk beberapa mineral smectite
(montmorillonite) yang terbenfuk dari monovalen ionik. Biasanya untuk tanah
lempung alami, nilai ini berada pada kisaran 1 x 10"6 cm/detik sampai 1 x 10"8
cm/defik.
Perbandingan nilai konduktivitas hidrolik pada mineral lempung yang
berbeda dengan kadar air yang sama berurutan sebagai: smectite (montmorillonite)
< attapulgite < illite < kaolinite (Mitchell, 1976: 174).
2.2.2.4. Kuat Geser
Kuat geser tanah lempung biasanya ditentukan di laboratorium dengan
melakukan tes terhadap spesimen tanah yang diambil dari Iapangan. Setelah itu
dianalisis dengan teori yang digunakan.
Ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori leleh dan teori
kegagalan. Teori Ieleh menyatakan bahwa kekuatan batas tanah dicapai setelali
tanah mengalami leleh, yaifu kefika tanah dalam keadaan deformasi plasfis.
Sementara teori kegagalan menyatakan bahwa kuat batas tanah tercapai ketika
tanah mulai kehilangan ketahanan gesernya atau beberapa saat setelah ifu.
Pada tanah lempung, kuat gesernya tidak hanya dipengaruhi oleh gaya
gravitasi dan ukuran butirannya semata-mata tetapi juga pada faktor-faktor lain
21
seperti konsistensi (kadar air), mineral lempung yang dikandung tanah (termasuk
struktur, jenis udsorbed calions dan sifat-sifat khas mineral) dan susunan fabric
(dipengaruhi juga oieh kadar air) yang ada.
Dari banyak studi (Mitchell, 1976: 174 berdasarkan Hvorslev, 1937,
1960; Gibson, 1953; Trollope, 1960; Schemertmann dan Osterberg, 1960; dan
lain-lain), dipercaya baliwa kekuatan total dari tanah lempung terdiri dari dua
bagian yang berdiri sendiri yaitu kohesi yang tergantung hanya pada void ratio
(kadai' air) dan kontribusi friksional tergantung hanya pada tegangan nonnal
efektif. Evaluasi terhadap kedua faktor ini, dilakukan dengan menentukan
kekuatan dari dua contoh tanah keduanya pada void ratio yang sama tetapi pada
tegangan efektif yang berbeda. Kuat geser yang didapatkan dengan cara ini biasa
disebut dengan parameter Hvorslev atau "kohesi sebenamya" dan "friksi
sebenamya," yang memperlihatkan peningkatan kohesi dan penurunan friksi pada
peuingkatan plastisitas dan keaktifan tanah lempung.
Akan tetapi dua contoh tanah dengan void raiio yang sama dengan
tegangan efektif yang berbeda diketahui berasal dari struktur mineral yang
berbeda (Mitchell, 1976: 174). Oleh karena itu, nilai kohesi yang sebenarnya jika
didefinisikan sebagai kekuatan sekarang saat tegangan efektif sama dengan nol,
tidak akan ada tanpa adanya ikatan kimia (sementasi) pada mineral lempung.
Lebih jauh lagi, Mitchell (1976: 319) memerikan dua faktor utama sumber kohesi
yaitu yang disebut kohesi sebenarnya dan kohesi nyata. Faktor-faktor sementasi
(ikatan kimia antar partikel), tarikan elektrostatik dan elektromagnetik (ikatan Van
der Waals), dan ikatan valensi primer serta adhesi sebagai sumber kohesi
sebenamya. Sementara itu faktor-faktor tegangan kapiler dan gaya-gaya mekanik
nyata sebagai sumber dari kohesi nyata.
Analisis dengan ampelop Mohr adalah sebuah analisis yang didasarkan
pada teori kegagalan yang paling sering digunakan dimana kuat geser tanah diplot
sebagai flmgsi dari tegangan langsung pada bidang yang gagal, atau diagram
Mohr yang dimodifikasi, yang mana kuat geser dihubungkan dengan rata-rata
tegangan principal. Baik tegangan total maupun tegangan efektif dari tegangan
normal dapat digunakan. Garis luras kemudian ditarik pada kurva sepanjang
22
tegangan normal yang diinginkan, yang menyinggung kurva (Gambar 2.2.3)
sehingga kuat geser t dapat ditentukan dengan persamaan:
T = c + an tan 0 (2.4)
Dimana an adalah tegangan normal pada bidang geser, c adalah kuat geser tanah
ketika tegangan normal sama dengan nol, yang biasa disebut kohesi, dan 0 adalali
sudut antara garis lurus dengan tegangan norma, yang biasa disebut sudut geser.
Normal Stress on Failure Plane, a„
Gambar 2.2.3. Ampelop Kegagalan Untuk Menggambarkan Kekuatan Tanah. (Sumber: Mitchell, 1976: 174).
Fredlund, Morgenstera dan Widger (1978), memberikan persamaan kuat
geser tanali tidak jenuh dengan memasukkan faktor tegangan air pori negatif.
Faktor ini berpengaruh terhadap kuat geser karena menyumbangkan kohesi bagi
kuat geser tanah. Persamaannya adalah:
T = c' + (ua - uw) tan 0b + (a - ua) tan 0' (2.5)
Dimana c' adalah kohesi yang terjadi ketika dua variabel tegangan yang lain sama
dengan nol, 0' adalah sudut geser dalam tanah yang berhubungan dengan
perubahan pada tegangan pori-udara (a - ua), dan 0b adalah sudut yang
memperlihatkan kecenderungan peningkatan kuat geser tanah yang berhubungan
dengan perubahan tegangan air pori tanah (ua - uw).
23
< u , - u » )
• <b>
U_
( c r - u . )
<*>'
( <X - U« )
(u . -u . ) tanaS*
e • c' •» ( u . -u„ ) t a n ^ '
Gambar 2.2.4. Grafik Representasi Hubungan Kuat Geser Tanah Tidak Jenuh: (a) Permukaan Gagal Mohr-Coulomb yang Diperluas; (b) Peningkatan Kekuatan Oleh Matric Suction. (Sumber: Krahn et al., 1989: 273).
Persamaan 2.5 diatas, menggambarkan permukaan planar pada hubungan
tiga dimensi antara x, (ua - uw), dan (a - ua), sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 2.2.4. Setiap bagian kemudian diparalelkan terhadap bidang T - (a - ua)
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2.4 (b). Karena itu, bentuk (ua - uw) tan ob
dapat dimasukkan sebagai bagian dari kohesi tanah, sehingga kuat geser tanali
tidak jenuh dapat dituhskan dalam bentuk persamaan:
T = c + (an-u) tan 0' (2.6)
Dimana c adalah jumlah dari dua komponen pembentuk kohesi yaitu c' dan (ua -
uw) tan 0b.
24
2.2.3. Mineral Kaolinit
Kata kaolin berasal dari bahasa China dan material ini pertama kali
digunakan di China. Tanah lempung yang tersusun secara dominan oleh saru jenis
mineral sangat jarang dijumpai kecuali beberapa dan mineral kaolinit adalah salah
satu contohnya.
Kaolinit adalah termasuk mineral zonal soil yang sangat dipengaruhi oleh
iklim. Mineral kaolinit ditemukan pada daerah-daerah dengan curah hujan yang
tinggi yaitu 750 - 1300 mm per taliun dan termasuk klasifikasi gray-brown
podzolic soil (alfisol) serta di daerah dengan suhu tinggi dan curah hujan yang
tinggi berkisar 1000 - 1500 mm per tahun yang termasuk dalam klasifikasi red-
yellow podzolic soil (utisol).
Di Indonesia mineral kaolinit yang ada termasuk kedalam kelas red-
yellow podzolic soil dan tersebar di hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia
(Mitchell, 1976: 58). Pada jenis ini, akumulasi material organik pada permukaan
tanah kecil, zone eluxial (lapisan teratas tanah) relatif tebal dengan zone illuvial
(lapisan dibawah zone eluvial) berwarna merah sampai kuning sebagai akibat
proses oksidasi dan hidrasi besi. Lapisan zone illuvial memiliki kandungan
mineral lempung dua kali lebih banyak daripada lapisan zone eluvial dengan
kapasitas pertukaran karion kecil pada seluruh lapisan.
Gillot (1968: 176) berdasarkan Kesler (1956) menyebutkan bahwa
mineral kaolin berasal dari pelapukan kimia pasir feldspathic. Erosi yang cepat
dari batuan kristalin, membentuk susunan pasir-pasir feldspauiic yang
terakumulasi dalam beberapa seri endapan. Mineral kaolin dibentuk oleh
pemisahan kimiawi feldspar oleh pelapukan cuaca ketika sebagian endapan
muncul di atas permukaan laut. Sedimentasi pada air tawar atau air asin
diperkirakan mempengaruhi kerapatan deposit akibat pengaruh konsentrasi
elektrolit pada mineral lempung yang berbentuk flokulasi.
2.2.3.1. Struktur dan Fabric Mineral Kaolinit
Struktur mineral kaolinit diperlihatkan pada Gambar 2.2.7. Rumus
kimianya adalah AI^SLIOIOKOH)^. Pada mineral ini, atom-atomnya diikat
bersama-sama oleh ikatan ion. Atom-atom silikon dan oksigen membentuk lembar
25
oktahedral yang disangga oleh unit Al(OH)6. Muatan dari lembar silika tetrahedral
hampir benar-benar seimbang dengan struktur kation Al3+ dan anion OH"1,
akibatnya mineral kaolinite tidak mempunyai muatan yang tidak seimbang pada
permukaannya sehingga tidak dapat mengadsorbsi ion-ion kecuali pada sudut-
sudut lapisannya.
Kaolinit adalah material yang berbentuk seperti remah-remah dan
menjadi agak plastis ketika basah. Kaolinit akan mengeluarkan air dari
srriikturnyajika dipanaskan pada suhu 500-550 °C, yang berasal dari anion OH"1.
Gambar 2.2.5. Sketsa Struktur Mineral Kaolinit. (Sumber: Mitchell, 1976: 34)
Gambar 2.2.5 memperlihatkan sketsa diagram struktur dari sebuah
mineral kaolinit tipikal. Setiap unit lembaran, berturut-turut disatukan oleh ikatan
hidrogen, yang merupakan ikatan yang cukup kuat. Inilah mengapa kaolinit,
meskipun terbentuk dari lapisan-lapisan yang tersusun satu diatas yang lainnya,
tidak mudah dipisahkan pada bagian sambungan antar lapisan. Struktur mineral
kaolinit adalah struktur yang stabil dengan tidak ada molekul air yang berada
antara unit-unit lapisan. Konsekuensinya, kaolinit mengalami kembang dan susut
yang kecil pada siklus kering-basah.
Mitchell, 1956 dan Rosenquist, 1962 (Gillot, 1968: 176), menyatakan
bahwa pengendapan pada air asin menghasilkan bentuk fabric mineral Iempung
yang berupa tipe face-to-face. Sementara pengendapan di air tawar membentuk
fabric mineral yang berupa tipe edge-to-face.
26
2.2.3.2. Morfologi dan Luas Permukaan
Partikel kaolinit yang terkristal baik dapat dilihat pada Gambar 2.2.6 (a),
dengan bentuk plat enarn sisi. Dimensi Iateral plat-plat ini berkisar dari sekitar 0,1
sampai 4 um, dengan ketebalannya sekitar 0,05 sampai 2 um. Timbunan lapisan
kaolinit dapat mencapai hingga 4000 um, tetapi jarang ditemui.
Gambar 2.2.6. Elektron Photomikrograf dari: (a) Kaolinit St. Austell, Cornwall, England, dan (b) Halloysite Bedford, Indiana. (Sumber Mitchell, 1976: 36, dari Tovey, 1971)
Bentuk morfologi dari halloysite (termasuk kelompok kaolinit), sebagai
perbandingan dapat dilihat pada Gambar 2.2.6 (b). Perbedaan utamanya terlihat
pada bentuk hidrasinya yang menyerupai tabung silinder. Hal ini terjadi oleh tidak
pas nya susunan silika dan gibbsite pada arah b sumbu kristalografi. Pada kristal
kaolinit dimensi b mencapai 8.93A, yang memperlihatkan bahwa pada kaolinit,
spasi OH ditarik sedemikian rupa supaya pas dengan lembaran silika. Sementara
pada halloysite, dimensi b hanya 8,62A. Karena itulah, pada hidrasi halloysite,
terjadi pengurangan ikatan antar lapisan yang disebabkan oleh campur tangan
molekul air pada lapisan, menyebabkan lapisan OH kembali ke ukuran 8,62A
yang menghasilkan bentuk yang membengkok dari unit dengan hidroksil pada
bagjan dalam dan silika sebagai dasar di bagian luar (Mitchell, 1976: 36).
Luas permukaan spesifik pada kaolinit berada pada kisaran 10 sampai 20 9 •» • 9
m /g lempung kering dan pada hidrasi halloysite berkisar 35 sampai 70 m /g.
27
2.2.3.3. Aktivitas
Pada dasamya mineral kaolinit adalali mineral yang cukup stabil.
Aktivitasnya sebagai fungsi dari plastisitas dan kehalusan partikel-partikelnya
cukup rendah berkisar pada angka 0,5 (Tabel 2.2.1).
Hal ini menunjukkan bahwa mineral ini memiliki luas permukaan yang
relatif lebih kecil karena plastisitas tanah dipengaruhi oleh kadar air yang dimiliki
tanah yang merupakan fungsi dari luas permukaan yang ada. Karena itulah,
dibandingkan dengan mineral-mineral lempung yang Iainnya mineral kaolinit
adalah mineral yang paling kecil perubahan kadar airnya.
2.2.3.4. Substitusi Isomorf dan Kapasitas Pertukaran
Pada mineral kaolinit, ada kontroversi yang berkembang di seputar ada
atau tidaknya substitusi isomorf (Mitchell, 1976: 34). Sekalipun demikian, bagian
paling rentan pada mineral kaolinit adalah pada bagian ujungnya dimana ada
ikatan yang dapat putus antara oksigen dengan silikon dan antara oksigen dengan
aluminium.
Ikatan yang putus ini akan menarik hidrogen (atau kation-kation lain)
atau ion hidroksil dari air pori. Pertukaran ini tergantung pada kadar keasaman air
pori (pH air pori tanah), dimana jika pH air pori tanah naik (konsentrasi ion H+
menurun: kondisi basa), pertukaran akan makin mudah terjadi. Nilai kapasitas
untuk melakukan pertukaran kation pada mineral kaolinit berkisar pada 3 sampai
15 meq/100 g dan dari 5 sampai 40 meq/100 g pada halloysite.
Karena pemisah antar lapisan tidak ada pada struktur kaolinit, maka
kation penyeimbang akan diserap pada permukaan luar partikel.
2.2.4. Pengaruh Air Pada Tanah Lempung
Tanah adalah sistem liquid-in-solid dan bukan solid-in-liquid. Meskipun
begitu, karakteristik tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air yang ada di dalam
tanah. Selain perubahan volume, karakteristik-karakteristik lain seperti kekuatan,
kemampumampatan, plastisitas, dan konduktivitas hidrolik berubah drastis sesuai
dengan perubahan yang terjadi pada kadar air tanah.
Air tinggal di dalam rongga-rongga tanah; karena itu perubahan pada
kadar air tanah dapat terjadi dari perubahan proporsi air dan udara di dalam
28
rongga tanah atau dari perubahan volume rongga tanah. Air yang tinggal di dalam
tanah, bertahan dari gaya gravitasi dan penguapan. Penyimpanan air ini,
disebabkan oleh gaya kapiler yang timbul dari tegangan permukaan pada tempat
pertemuan udara dan air di dalam rongga tanah, atau oleh gaya-gaya permukaan
yang mengjkat molekul-molekul air. Gaya-gaya kapiler tergantung dari ukuran
rongga, dan gaya-gaya permukaan sesuai jumiah dan sifat permukaan dari butir-
butir tanah.
2.2.4.1. Jenis-Jenis Air yang Ada Dalam Tanali
Secara fenomenologi, air tanah dapat diklasifikasikan kedalam jenis-jenis
berikut ini (Kezdi, 1974: 84):
• Ground waier, yaitu air di bawah permukaan tanali yang terus menerus
mengisi rongga-rongga tanah dan tidak dipengaruhi oleh gaya apapun selain
gravitasi.
• Capillary water, yaitu air yang diangkat oleh tegangan pennukaan lewat pori-
pori tanah diatas muka air tanah bebas. Untuk jarak tertentu diatas muka air
tanah, air kapiler mengisi seluruh pori pada tanali (daerah jenuh kapiler).
Diatas level ini, terdapat daerah kapiler terbuka. Pada daerah ini, air kapiler
terdapat pada pori-pori yang lebih kecil dan dihubungkan dengan rangkaian
jaringan pori ke muka air tanah, mengingat pada pori yang lebih besar air
digantikan oleh udara. Pada rongga-rongga yang jenuh air, sesuai dengan teori
kapiler, diikat oleh meniskus.
• Adsorbed water, yaitu air yang menempati permukaan butiran tanah, dengan
karakteristik yang berbeda dengan air biasa.
• Film water, yaitu air biasa yang mengelilingi butiran tanah dalam bentuk film
yang sangat tipis sesuai dengan tegangan permukaan.
• Infiltered water, yaitu air yang berasal dari air hujan yang masuk ke dalam
tanah, bergerak ke bawah melalui daerah-daerah yang mengandung udara. Air
ini tunduk kepada gaya-gaya kapiJer.
Dilihat dari strukturnya, air yang tedapat dalam tanah dapat
dibedakan atas empat jenis sebagai berikut (Kezdi, 1974: 85):
29
• Pore waler, yaitu air yang ada dalam pori-pori tanah yang karakteristik fisik
maupun kimianya sama dengan air biasa. Jenis air mudah bergerak oleh gaya-
gaya hidrodinamik kecuali pergerakannya tertahan oleh misabya: jika
terperangkap diantara gelembung-gelembung udara atau oleh gaya-gaya
kapiler yang pada pori-pori yang lebih kecil dapat menghilangkan pengaruh
gaya-gaya hidrodinamik (Gambar 2.2.7.(1)).
• Adsorbed water, yaitu air yang tunduk kepada gaya-gaya kutub, elekrrostatik
dan ikatan ionik, membentuk lapisan hidrasi, kira-kira tebalnya ridak lebih
dari 200 molekul disekitar butiran tanah. Viskositas dan kepadatannya lebih
besar daripada air biasa, tetapi masih dapat bergerak oleh gaya-gaya
hidrodinamik (Gambar 2.2.7.(2)).
Gambar 2.2.7. Klasifikasi Air Dalam Tanah. (1) Air pori, (2) Adsorbed water, (3) Solvation water, (4) Struktural Water, (5) Partikel solid. (Sumber: Kezdi, 1974: 85).
• Solvate water, yaitu air yang berupa lapisan tipis yang ditarik ke permukaan
luar mineral lempung, atau tinggal dalam bentuk interlayer water. Tebalnya
bervariasi antara satu sampai sepuluh molekul. Air jenis ini tidak dapat
bergerak oleh gaya-gaya hidrodinamik yang normal karena dipengaruhi oleh
gaya adsortive yang lebih kuat (Gambar 2.2.7.(3)).
• Struktural water, pada intinya, air jenis ini bukan air, karena merupakan grup-
grup hidroksil yang merupakan bagian dari struktur mineral lempung (Gambar
2.2.7.(4)).
30
Keempat jenis air struktural yang diilustrasikan dalam Gambar 2.2.7,
masing-masing mempunyai peran yang khusus dalam pengaturan struktur dan
penentuan karakteristik tanah. Akan tetapi fenomena fisik tanah yang
berhubungan dengan perubahan kadar air tanah (seperti swelling, shhnkage,
perubahan kekuatan, dan lain-lain) dipengaruhi secara dominan oleh perubahan
kuantitas pore water dan adsorbed water, dimana solvate dan struktural water
yang dipegang oleh gaya lekatan yang sangat besar, biasanya tidak mengalami
penibahan kuantitas pada variasi suliu dan tekanan yang normal.
2.2.4.2. Mekanisme Air-Lempung
Partikel-partikel lempung mempunyai muatan listrik negatif. Dalam
suatu kristal yang ideal, muatan-muatan negatif dan positif akan seimbang. Akan
tetapi akibat substitusi isomorf dart kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi
muatan negatif pada permukaan partikel lempungnya. Untuk mengimbangi
muatan negarif tersebut, partikel lempung menarik kation dari garam yang ada di
dalam air porinya. Hal ini disebut dengan pertukaran ion-ion. Selanjutnya kation-
kation dapat disusun dalam urutan menurut kekuatan daya tarik menariknya,
sebagai berikut: Al3+ > Ca2+ > Mg^ > NH4+ > K+ > FT > Na+ > Li+. Urutan ini
memberi arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion Ca2+ dapat mengganti
ion Mg2+, dan seterusnya. Proses ini disebut pertukaran kation. Sebagai contoh.
Naoempung) + CaCh -> Ca (lempung) + NaCl
Kation-kation ini dapat juga menarik molekul-molekul air jika berada
dalam keadaan muatan yang tidak seimbang. Jumlah molekul air yang dapat diikat
oleh sebuah kation tergantung pada besamya muatan elektrik dan jari-jari ionik
kation (Kezdi, 1974: 81). Sebagai contoh, sebuah ion Ca2+ dengan jari-jari atom
1,06 A dapat menarik lebih banyak molekul air dibandingkan ion Na+ dengan jari-
jari atom 0,93 A.
Molekul air adalah molekul yang dipolar, yaitu atom hidrogen tidak
tersusun simetri disekitar atom-atom oksigen. Hal ini berarti bahwa satu molekul
air merupakan batang yang mempunyai muatan positif dan negatif pada ujung
yang berlawanan atau biasa disebut sebagai molekul yang dipolar (Gambar 2.2.8).
31
oksigen
hkJrogen
<a) <&>
Gambar 2.2.8. (a) Orientasi Atom-Atom Hidrogen dan Oksigen dalam Molekul Air dan (b) Simbol Dipolar Air. (Sumber: Hardiyatmo, 1994: 19).
permolcaan tempong
- --"v '"*""*"«'•;*£?
f l partikel -i-^}.-'-
^
j^
(+ -^
©G:
°%> v_^~-
kaeus (1 )
ka tkm
_j_~) kasus (2)
kasus (3 )
""-"-• hiOrogon
Gambai' 2.2.9. Molekul Air Dipolar Pada Lapisan Ganda. (Sumber: Hardiyatmo, 1994:20).
Ada tiga mekanisme secara eletrik yang menyebabkan molekul air
dipolar dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung (Gambar 2.2.9), yaitu:
1. Tarikan antara permukaan berrauatan negatif dari partikel lempung dengan
ujung positif dari dipolar.
2. Tarikan antara kation-kation dalam air lapisan ganda dengan muatan negatif
dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung
yang bermuatan negatif.
3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu dengan ikatan hidrogen
antara atom oksigen dalam partikel lempung dan atom oksigen dalam
molekul-molekul air.
32
Air yang tertarik secara elektrik ini, berada disekitar partikel lempung,
disebut air lapisan ganda. Ketebalan air ini berbeda untuk setiap mineral.
Ketebalan air lapisan ganda unruk kristal kaolinit sekitar 200 A dan untuk kristal
montmoriUomte sekitar 400 A (Hardiyatmo, 1992: 19).
2.2.4.3. Pengaruh Air Terhadap Karakteristik Tanah Lempung
Penambaiian air pada tanah lempung akan menaikkan kadar air tanali
sehingga menaikkan gaya tolak antar partikel yang mendorong terjadinya swelling
pada tanah. Naiknya kadar air juga berarti mempengaruhi konsistensi tanah yang
kemudian akan mempengaruhi kekuatan tanah. Pada umumnya semakin cair suatu
tanah, kekuatannya akan semakin menurun.
Berkurangnya kadar air dengan pengeringan dapat merubah susunan
fabric tanah, yang merubali ukuran dan distribusi pori-pori tanah (Yong dan
Warkentin, 1975: 133, 135). Perubahan pada ukuran dan distribusi pori tanah akan
merubah kekuatan geser tanah, kompresibilitas, dan permeabilitas tanah.
Air lapisan ganda pada bagian paling dalam, yaitu adsorbed water sangat
melekat kuat pada partikel lempung sehingga interaksinya memberikan bentuk
dasar susunan tanahnya, sebab tiap-tiap partikel saling terikat satu sama lain,
lewat adsorbed'water ini (Hardiyatmo, 1992: 21).
Perubahan volume dan perubahan kekuatan geser tanali kelempungan
dapat terjadi oleh proses pengeringan dan pembasahan (Indarto, 2000 dan Indarto
dan R. A. A. Soemitro, 2001). Perubahan pada volume tanah berkaitan dengan
perubahan kadar air tanah sementara perubahan kekuatan tanah dipengaruhi oleh
keadaan air pori tanah yang mempengaruhi tegangan air pori tanah yang
mempengaruhi besar dan kecilnya kuat geser efektif tanah.
Kezdi (1974: 81) menyebutkan berdasarkan Sullivan (1939) mengenai
hubungan antara kation-kation yang diikat oleh partikel lempung dengan kuat
geser lempung menyebutkan bahwa kuat geser pada keadaan komposisi tanah
yang tetap akam memperlihatkan kecenderungan berkurang sesuai dengan urutan
kation berikut: NH/ > H+ > K+ > Fe3+ > Al3+ > Mg2+ > Ba2+ > Ca2+ > Na+ > Li+.
Plastisitas tanah juga cenderung untuk mengikuti pola yang sama. Hal ini
disebabkan oleh adanya lapisan tipis air filrn, yang melekat kuat pada permukaan
33
partikel lempung yang ditimbulkan oleh adanya kation-kation itu. Pada ion-ion
Li+ dan Na+, lapisan air yang diserap lebih tebal, sementara pada ion H+ terjadi
sebaliknya. Konsekuensinya, pada lempung Li dan Na, partikel-partikelnya, yang
didorong lebih jauh oleh lapisan air serapan mempunyai kuat geser yang lebih
kecil dan plastisitas yang tinggi (Kezdi, 1974: 81).
2.3. Analisis Stabilitas Lereng
Analisis kestabilan lereng adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu
lereng untuk memberikan gambaran mengenai tingkat kestabilan lereng tersebut
terhadap keadaan gagal. Tingkat kestabilan lereng seringkali dinyatakan dalam
suatu koefisien dengan membandingkan jumlah gaya atau momen yang
mendorong dan jumlah gaya atau momen yang menahan lereng. Koefisien ini
disebut dengan angka keamanan lereng. Kondisi gagal biasanya di asmnsikan
sebagai kondisi dimana gaya yang mendorong lebih besar daripada gaya yang
menahan. Gambaran yang didapatkan dari analisis ini kemudian akan digunakan
imtuk menentukan disain lereng yang aman.
Mengingat sedemikian bervariasinya faktor-faktor serta proses yang
menyebabkan kelongsoran, maka dalam analisis teoritik diperlukan asumsi-
asumsi. Perhitungan kestabilan dan hasil-hasil pengujian dapat diandalkan hanya
apabila kondisi-kondisi yang dispesifikasikan terpenuhi secara sempurna. Lebih
jauh lagi ketidakkontinuan data-data yang tidak terdeteksi di dalam tanali dapat
menyebabkan tidak absahnya hasil-hasil perhitungan. Beberapa asumsi awal yang
diperlukan agar perhitungan dapat dilakukan adalah:
1. Kelongsoran lereng terjadi di pennukaan bidang longsor tertenru dan dapat
dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
2. Massa tanah yang longsor adalah benda masif
3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor
tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain,
kuat geser tanah dianggap isotropis
4. Faktor aman didefhiisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata
sepanjang permukaan longsoran.
34
2.3.1. Angka Keamanan
Gambaran mengenai keadaan stabil suatu lereng biasanya dinyatakan
dalam bentuk angka keamanan, FS, yang didefinisikan sebagai hasil bagi antaia
dua kategori: kapasitas C0 (jwmah gaya atau momen yang menahan) dan,
permintaan D0 (jumlah gaya atau momen yang mendorong);
F S = - ^ (2.7)
A> Prosedur disain kemudian menyatakan bahwa FS harus lebih besar atau sekurang-
kurangnya sama dengan nilai yang diijinkan, FSa;
FS > FSa (2.8)
Jika kriteria pada persamaan (2.8) dipenuhi, lereng dapat dinyatakan aman.
Tabel 2.3.1. Angka Keamanan Tradisional Untuk Stabilitas Lereng
Sumber
Bjerrum
Bowles Gedney dan Weber
Hansen Meyerhof Sowers Terzaghi
U.S. Navy, DM-7
FSa
1,30
1,25 1,25-1,50
1,50 1,30-1,50 1,30-1,40 1,50 1,25-1,30
1,50
Keterangan
Digunakan dengan data Vane di lapangan yang telah dikoreksi terhadap efek laju regangan dan anisotropis tanah.
F semakin tinggi jika konsekuensi kegagalan juga lebih tinggi, konstruksi yang jelek, atau ketidaktentuan kekuatan yang tinggi
Jika kondisi pembebanan sementara atau akhir pengerjaan yang kritis. Untuk kondisi permanen atau beban tetap
(Surnber: D'andreaand Sangrey, 1982: 1101)
Nilai numerik dari angka keamanan tergantung kepada tiga variabel,
yaitu: Beban dan perubahannya terhadap waktu, material lereng dan prosedur
analisis yang digunakan. Setiap variabel mengandung masing-masing beberapa
derajat ketaktentuan yang menghasilkan ketaktentuan dalam nilai numerik FS. Hal
inilah yang melatarbelakangi adanya nilai angka keamanan minimum yang
35
biasanya diambil lebih besar atau sama dengan FSa pada Tabel 2.3.1 atau Tabel
2.3.2 (untuk lerengdi Hongkong).
Tabel 2.3.2. Angka Keamanan Standar untuk Lereng di Hongkong
Kategori Resiko
Rendah
Menengali
Tinggi
FSa untuk hujan badai 1:10 Tahun
1,2
1,3
1,4
(Sumber: Brand, 1982:40)
Dalam perhitungan dengan metode keseimbangan batas, faktor aman
dinyatakan sebagai nilai banding antara tegangan geser yang tersedia dengan
tegangan geser perlawanan, yang dianggap konstan sepanjang permukaan bidang
longsor dan dapat dinyatakan sebagai:
F = - (2.9)
s
dimana x adalah tegangan geser tersedia yang dapat dikerahkan oleh tanah, dan s
adalah tegangan geser perlawanan yang terjadi akibat gaya berat tanali yang akan
longsor, sementara F adalah faktor aman lereng.
2.3.2. Bentuk Bidang Longsor
Bentuk bidang longsor tidak beraturan, tergantung pada homogenitas
material lereng. Hal ini terutama pada lereng-lereng alami dimana relicjoinis dan
pecahan-pecahan tanah mengatur letak bidang longsor.
Jika material yang ada homogen dan sebuah lingkaran yang besar dapat
dibentuk, bentuk bidang Iongsor yang paling kritis adalah Iingkaran, karena
lingkaran mempunyai luas permukaan per satuan massa yang paling kecil. Hal ini
benar karena luas permukaan berhubungan dengan jumlah gaya yang menahan
tanah sedangkan satuan massa dengan gaya yang mendorong tanah sehingga
bidang longsor berbentuk lingkaran adalah bidang yang paling kritis.
Jika lmgkaran yang besar tidak dapat dibenruk, seperti dalam kasus
lereng tak terbatas dengan kedalaman yang lebih kurang daripada panjangnya,
36
bentuk permukaan gagal yang paling kritis adalah sebuah bidang sejajar terhadap
lereng.
Jika beberapa bidang-bidang yang lemah ada dalam tanah Iereng, bidang
longsor yang paling kritis dapat berupa deretan bidang-bidang yang melewati
bagian yang lemah tersebut.
Pengamatan Iongsoran lereng yang dilakukan oleh Collin, 1846 (Perloff,
1976: 545) menunjukkan bahwa kebanyakan peristiwa longsoran tanah terjadi
dengan bentuk bidang longsor yang berupa lengkungan. Lengkungan bidang
longsor dapat berupa bentuk bidang lingkaran (silinder), log-spiral ataupun
kombinasi dari keduanya. Kadang dijumpai pula suatu bidang Iongsor yang tidak
berupa kurva menerus akibat perpotongan dari bidang longsor dengan lapisan
tanah keras (seperti lempung sangat kaku, pasir padat, pennukaan batu atau
lapisan sangat lunak).
Fang (1975: 355) menyebutkan Spencer (1969), berdasarkan analisis
numerik, menyarankan bahwa bidang longsor berbentuk lengkung lingkaran lebih
kritis dibanding lengkung log-spiral untuk potongan bidang longsor. Tetapi Fang
juga menyebutkan bahwa Chen (1970), menyatakan bahwa pengaruh bentuk
bidang longsor tidak sensitif dalam analisis kestabilan. Keuntungan menggunakan
bidang kritis log-spiral adalah asumsi bahwa sudut lengkung Iog-spiral sama
dengan nilai sudut geser tanah. Asumsi ini menyebabkan analisis menjadi statis
tertentu karena semua gaya-gaya intergranular yang berlaku pada spiral akan
mengarali ke pusat spiral, dan karena itu analisis stabilitas dilakukan dalam bentuk
matematik yang lebih sederhana.
Keruntuhan pada sebuah kereng tanali kohesif biasanya didahului oleh
pembentukan retakan tarik (tension crack) dibelakang tepi atas lereng. Cepat atau
lambat, terjadinya retakan akan dilanjutkan oleh gelinciran sepanjang permukaan
lengkung yang ditandai oleh garis tebal. Berdasarkan studinya terhadap pengaruh
tension crack pada stabilitas lereng, Spencer, 1968 (Fang, 1975: 355) menemukan
bahwa secara keseluruhan angka keamanan berkurang dengan bertambahnya
kedalaman tension crack. Namun terayata pengurangan angka keamanan itu
sangat kecil. Pengaruh tekanan air pada tension crack pada posisi lingkaran kritis
juga kecil.
37
Umumnya jari-jari kelengkungan dari peimukaan longsoran paling kecil
disebelah atas, paling besar di bagian tengah sedang diantaranya di ujung bawah.
Dengan demikian kurva ini mirip dengan busur sebuah ellips. Jika keruntuhan
terjadi di sepanjang permukaan gelinciran yang memotong lereng pada atau di
atas ujung kakinya maka kelongsoran ini dikenal sebagai keruntuhan lereng (slope
failure). Selain itu, jika tanah di bawah tinggi ujung kaki dari iereng tidak mampu
memikul berat dari bahan yang terletak di atasnya, maka keruntuhan jenis ini
disebut keruntuhan dasar (base failure).
Dalam perhitungan kestabilan seperti yang telah disebutkan, kurva yang
menyatakan permukaan runtuh dapat digantikan oleh sebuah busur lingkaran atau
spiral Iogaritmik.
2.3.3. Analisis Metode Keseimbangan Batas dengan Metode Irisan
Asumsi dasar analisis dengan metode keseimbangan batas adalah bahwa
kriteria leleh coulomb harus dipenuhi sepanjang permukaan longsor. Analisisnya
dilakukan dengan memisalkan lebih dulu bentuk permukaan bidang longsor suatu
lereng. Setelah itu dengan menggunakan syarat-syarat keseimbangan serta asumsi-
asumsi yang diperlukan akan diperoleh besaran kuantitatif angka keamanan lereng
tersebut.
Dalam tugas akhir ini digunakan program STABGM yang menggunakan
metode ini dengan mengadopsi dua metode perhitimgan yaitu metode Bishop
yang disederhanakan dan metode Fellenius. Kedua metode ini dibuat berdasarkan
metode keseimbangan batas dengan metode irisan, dimana massa tanah yang
Iongsor dibagi-bagi menjadi beberapa irisan vertikal (Gambar 2.3.1).
Perbedaan kedua metode ini terletak pada asumsi yang digunakan
terhadap arali gaya-gaya samping irisan. Pada metode Fellenius, kedua gaya
tersebut dianggap sejajar dengan dasar irisan sehingga saling menghilangkan
dengan momen terhadap pusat kelongsoran. Sementara pada metode Bishop yang
disederhanakan, gayaini dianggap tegak lurus terhadap sisi irisan (Gambar 2.3.2).
Ceniec of Circfe
"?.%%!- 77S&W
Gambar 2.3.1. Geometri Lereng Yang Dibagi-bagi Menjadi Beberapa Irisan. (Sumber: Duncan et al., 1985: 2).
Ef
',-,' E-
i
T \ \
K \ \
^ F
i
\ . ,J^L.\ p't
\ u i.
\
(a) (b)
Gambar 2.3.2. Asumsi Gaya-Gaya Pada Irisan: (a) Metode Fellenius, dan (b) Metode Bishop Disederhanakan. N'=p'l adalah gaya normal pada dasar irisan, T adalah kuat geser dasar irisan, W adalali berat irisan, c'dan 0' adalah parameter Mohr-Coulonb, u adalah tegangan air pori pada dasar irisan, a adalah sudut kemiringan dasar irisan, 1 adalali panjang lengkung dasar irisan, dan b adalah lebar irisan. (Sumber: Duncan et al., 1985: 3).
39
2.3.3.1. Metode Fellenius
Analisis stabilitas Iereng cara Fellenius (1927), menganggap gaya-gaya
yang bekerja pada sisi kanan-kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol
pada arah tegak lurus bidang longsomya. Dengan anggapan ini, keseimbangan
arah vertikal dari gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori
adalah:
N, + Ui = Wj cos a (2.10)
Atau:
Ns = Wi cos a - Ui
N = Wi cos a - (ui x 1)
Faktor aman sendiri adalah perbandingan antara jumlah momen dari
kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor terhadap jumlah momen dari berat
massa tanah yang longsor, yaitu:
IMr F= (2.11)
YMd Dimana:
n
2Afr= lC£t(c( + tytan^) (2.12)
IMd= Rij^W^a, (2.13)
/= ]
R = Jari-jari lingkaran bidang longsor
n = Jumlah irisan
W = Berat massa tanah irisan ke-i ai = lengan momen irisan ke-i, a, = R sin a,
c = cohesi
o = sudut geser dalam tanali
1, = panjang bagian lingkaran pada irisan ke-i
maka persamaan untuk faktor aman menjadi:
F_X(c/,+JV,.taM)
]T)^sina,-(2.14)
40
Atau:
D _ E tC/< + (^ C0Sa. " "̂ ) t a l 1 ̂ O ! «
Bila terdapat pengaruh air pada lerengnya, tekanan air pori pada bidang
longsor tidak berpengaruh pada jumlah momen penahan (Md) karena resultan
gaya akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran.
Metode ini memberikan faktor aman yang relatif lebih rendah dari cara
hitungan yang lebih teliti. Duncan dan Wright (1980), menemukan bahwa nilai
angka keamanan yang didapatkan dengan metode Fellenius sangat besar
(overestimated), dapat mencapai 50% lebih besar untuk sebuali lereng dengan
tekanan air pori yang tinggi dan landai, tetapi kesalahan ini tidak lebih dari 10%
untuk analisis yang dilakukan dengan tegangan total.
2.3.3.2. Metode Bishop yang Disederhanakan
Pada metode ini, Bishop membuat sebuah penyederhanaan terhadap
metodenya yang lebih teliti dengan mengabaikan gaya-gaya yang bekerja antar
sisi-sisi irisan. Hal ini dilakukan karena Bishop berkesimpulan bahwa
penyederhanaan ini dapat dibuat dengan hasil yang cukup akurat, meskipun gaya-
gaya antar irisan diabaikan (Chowdhury, 1978: 140).
Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat
dikerahkan tanali, hingga mencapai kondisi keseimbangan batas dengan
memperhatikan faktor aman adalah:
r = - + ( o - K ) ~ f - (2.16)
b t
Pada persamaan 2.16 diatas, a adalah tegangan normal total pada bidang
iongsor dan u adalah tekanan air pori. Kondisi kesetimbangan momen terhadap
pusat rotasi, O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan gaya geser
total pada dasar bidang longsornya dapat dinyatakan:
didapatkan:
; | f / l + ( j y , - ^ l
41
Dari kondisi kesetimbangan vertikal, jika Xi = X, dan Xr = X,+i, maka:
Nj cos a, + T, sin a; = W; +X, - X,+!
DenganNi = Nj-u;.li,
Didapatkan:
N_. = ^+X,-*,+ , -U , / ,coS«,-cV,sing, . /F cosa, +sin«, tanfi/ F
Sehingga didapatkan faktor aman:
(2.18)
z c'/, + tan< '̂ W: + X,- XM - uj, cosa, - c'/, sin ar, / F
cosa, +sina, +tan^7F (2.19)
Untuk penyederhanaan dianggap X, - Xj+i = 0, kemudian persamaan 2.19 dapat
menjadi lebih sederhana dengan memasukkan X, = R sin a, dan b, = 1, cos a*,
1 z F =
c'l.+fa-u^tanM cos a, (l + tan a, tan <f>' IF)
(2.20) £>sina,
Pemakaian faktor aman Bishop ini lebih sulit dibanding dengan metode
Fellenius, karena nilai faktor aman F didapatkan dengan melakukan iterasi
mengingat bahwa nilai F ada pada kedua sisi persamaan.
Metode Bishop yang disederhanakan ini, memberikan hasil yang lebih
mendekati hasil perhitungan dengan metode yang lebih tehti. Duncan dan Wriglit
(1980) menggarisbawahi bahwa untuk lereng yang mempunyai bidang longsor
kritis berbentuk busur lingkaran, angka keamanannya dapat dicari dengan
menggunakan metode Bishop yang disederhanakan dengan hasil yang memuaskan
dan dapat dipercaya.
2.3.4. Analisis Tegangan Total dengan Kuat Geser Tanpa Pengaliran
Analisis tegangan total adalah analisis yang didasarkan pada kuat geser
tanali tanpa pengaliran (undrained), dan biasa disebut sebagai analisis-Su. Kuat
geser tanpa pengaliran biasanya digunakan untuk menentukan stabilitas lereng
dalam jangka pendek selama atau pada akhir konstruksi. Karena kondisi kuat
geser tanpa pengaliran ditentukan oleh kondisi awal lebih dulu daripada
42
pembebanannya, maka tidak perlu untuk menentukan tegangan efektif pada saat
terjadi kegagalan.
Untuk tanah lempung yang homogen dengan menggunakan kuat geser
tanpa pengaliran (Undrained Shear Strength), hitungan dapat dilakukan secara
langsung seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3.3.
tjV.UMHujf-'-
v>-<r
Gambar 2.3.3. Analisis Stabilitas Lereng Tanah Lempung Tanpa Pengaruh Rembesan (Sumber: Hardiyatmo, 1994: 255)
Angka keamanan dapat ditentukan secara langsung dari perbandingan
antara jumlah momen yang menahan terhadap jumlah momen yang
melongsorkan.
2X F - r-cJoc
W.y
Dimana, F = Angka keamanan
r = Jari-jari lingkaran bidang longsor
(2.21)
(2.22)
43
c = Kohesi tanah
W = Berat tanah
y = Jarak pusat berat W terhadap pusat lingkaran, O.
Jika tanali yang menerima beban tanpa pengaliran berada dalam kondisi
jenuh, sudut geser dalam, 0 dapat diasumsikan sama dengan nol, 0 = 0, yang
merupakan kasus khusus pada ana!isis-Su dapat digunakan. Pada analisis-Su,
tegangan air pori harus ditentukan sama dengan nol sepanjang permukaan
kegagalan dimana kuat geser tanpa pengaliran digunakan. Langkah ini tidak
berarti bahwa tegangan air pori sebenarnya tidak ada sama sekah, tapi lebih
sebagai langkah konsisten sesuai dengan asumsi bahwa kuat geser tanpa
pengaliran dapat digunakan tanpa pengaruh tegangan efektif saat kegagalan
terjadi.
Pada Iereng-lereng yang sedang mengalami hujan Iebat dan infiltrasi air
ke dalam tanah sedang berlangsung, prosesnya akan memakan waktu yang relatif
singkat untuk bagian permukaan tetapi butuh waktu yang lama untuk
membasahkan kedalaman yang lebih dalam. Secara umum, tegangan total tanah
akan menurun oleh menurunnya kekuatan tanali akibat proses pembasahan.
Untuk mengetahui pengaruli pembasahan pada sebuali lereng,
perhitungan tegangan air pori seharusnya dilakukan karena adanya gerakan air
dalam tanah dengan jangka waktu analisis yang lama dengan biaya yang mahal.
Dengan alasan waktu dan biaya itulah, untuk memperoleh gambaran mengenai
pengaruh pembasahan pada lereng tanah kelempungan, dalam Tugas Akhir ini
perubahan tegangan air pori tanah dinyatakan oleh perubahan kekuatan tanah
sesuai dengan perubahan kadar airnya dan analisis dilakukan dengan metode
tegangan total dengan kuat geser tanpa pengaliran.
Krahn et al (1989), dengan pengamatan di lapangan melaporkan bahwa
terjadi pengurangan suction pada daerah dekat permukaan lereng, yang pada saat
terjadi ketidakstabilan berada pada atau dekat dengan nol. Karena itu, Krahn et al
menekankan pentingnya peranan tegangan air pori negatif terhadap stabilitas
Iereng, terutama stabilitas dekat permukaan.