79580953-perianal-abses
DESCRIPTION
gbuTRANSCRIPT
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan………………………………………………...………………………….2-3
BAB II. ANATOMI
2.1 Anatomi………………………………………...……………………………………..…4-8
BAB III. ABSES ANOREKTAL
3.1 Definisi……………………………………………………………………………….....11
3.2 Etiologi………………………………………………………………………….………12
3.3 Patofisiologi…………………………………………………………………………12-14
3.4 Gambaran Klinis……………………………………………………………………...14
3.4.1 Abses perianal………………………………………………………………..23
3.4.2 Abses ischiorektal…………………………………………………………….23
3.4.3 Abses Intersfingterikik…………………………………………………………67
3.4.4 Abses Supralevator……………………………………………………………90
3.5 Diagnosis & Pemeriksaan Penunjang …………………………………………….….15-17
3.5.1 Diagnosis………………………………………………………………………56
3.5.2 Pemeriksaan Laboratorium……………………………………………………..80
3.5.3 Pemeriksaan Radiologi…………………………………………...…………….90
3.6 Tatalaksana…………………………………………………………………….……….18
1 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
3.6.1 Abses perianal………………………………………………………………..23
3.6.2 Abses ischiorektal…………………………………………………………….23
3.6.3 Abses Intersfingterik…………………………………………………………67
3.6.4 Abses Supralevator……………………………………………………………90
3.7 Komplikasi……………………………………………………………………………….32
3.8 Hasil & Prognosis……………………………………………………………………….32
BAB IV. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………19
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
5.1 Daftar Pustaka……………………….………………..……………………………...20
2 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
I. Pendahuluan Sebuah abses anorektal merupakan akumulasi nanah di sekitar anus dan rektum.1
Tingkat keparahan dan kedalaman suatu abses beragam, dan rongga abses sering dikaitkan
dengan pembentukan fistula. Kebanyakan abses dan fistula anorektal merupakan manifestasi
akut dan kronik dari kondisi patologis yang sama, suatu infeksi yang berasal dari kelenjar
kanalis anus. Diagnosis maupun penatalaksanaan dari abses anorektal tidak hanya
memerlukan pengertian dari etiologi dan patofisiologi tetapi dari anatomi regional dan rute
penyebaran infeksi. Tindakan bedah yang dilakukan atas diagnosis tidak tepat dan
kesalapahaman tentang hubungan dari proses infeksi dan mekanisme sfingter ani dapat
mengakibatkan pemberantasan infeksi yang tidak sempurna dan/atau gangguan permanen
fungsi anorektal.2
Puncak insidensi dari abses anorektal adalah pada dekade tiga dan keempat. Pria lebih
sering terkena daripada wanita, dengan rasio 2:1 sampai dengan 3:1. Sekitar 30% dari pasien
dengan abses anorektal mempunyai riwayat abses serupa yang sembuh dengan spontan atau
memerlukan intervensi bedah. Insidensi yang lebih tunggu dari pembentukan abses
tampaknya berkait dengan musim semi dan musim panas. Walaupun demografi menunjukan
perbedaan yang jelas dalam terjadinya abses anorektal yang berhubungan dengan usia dan
jenis kelamin, tidak ada pola yang jelas diberbagai wilayah atau negara di dunia. Walaupun
diperkirakan ada hubungan langsung dari pembentukan abses anorektal dengan kebiasaan
buang air besar, diare, dan higiene pribadi yang buruk namun hingga sekarang belum ada
bukti kongkrit. Terjadinya abses anorektal pada bayi juga cukup umum. Mekanismenya
kurang dipahami tetapi tidak berkaitan dengan konstipasi. Untungnya, kondisi ini cukup jinak
pada bayi, jarang memerlukan intervensi operasi pada pasien ini selain drainase sederhana.3
3 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
II. Anatomi Mayoritas penyakit supuratif anorektal adalah hasil dari infeksi kelenjar anal
(cryptoglandular infection) yang ditemukan pada “intersphincteric plane”. Duktus dari
kelenjar – kelenjar tersebut melintasi sfingter internal dan bermuara di kripta anal pada
tingkat linea dentata. Infeksi dari kelenjar anal membentuk abses yang membesar dan
menyebar sepanjang salah satu rongga pada ruang perianal dan perirektal. Ruang perianal
mengelilingi anus dan bagian lateralnya bersatu menjadi lemak bokong. Ruang intersfingterik
memisahkan sfingter ani internal dan eksternal.
4 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
5 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
III.Abses Anorektal
3.1 Definisi
Sebuah abses anorektal merupakan akumulasi nanah di sekitar anus dan rektum.1
3.2 Etiologi
Abses anorektal merupakan gangguan sekitar anus dan rectum, dimana sebagian
besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis dari kelenjar dan sekresi kelenjar
menghasilkan supurasi dan pembentukan abses dalam kelenjar anal. Biasanya, abses
terbentuk awal – awal dalam ruang intersfingterik dan kemudian ke ruang potensial yang
berdekatan.3
3.3 Patofisiologi
6 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Anatomi anus dan
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder terhadap proses supuratif yang dimulai
pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa obstruksi dari saluran kelenjar tersebut oleh
tinja, corpus alienum atau trauma akan menghasilkan stasis dan infeksi sekunder yang
terletak di ruang intersfingterik. Dari sini proses infeksi dapat menyebar secara distal
sepanjang otot longitudinal dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses perianal, atau
dapat menyebar secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter eksternal sehingga
menjadi abses ischiorektal. Meskipun kebanyakan abses yang berasal dari kelenjar anal
adalah perianal dan ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan infeksi ke atas dapat
menyebabkan abses intersfingterik tinggi. Ini kemudian dapat menerobos otot longitudinal ke
ruang supralevator sehingga menyebabkan sebuah abses supralevator. Setelah abses
terdrainase, secara spontan maupun secara bedah, komunikasi abnormal antara lubang anus
dan kulit perianal disebut fistula ani.2
7 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Patofisiologi menurut teori Cryptoglandular
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
Selain pergerakan ke atas, ke bawah, dan lateral, proses supuratif dapat menyebar
melingkari anus. Jenis penyebaran dapat terjadi pada tiga lapangan; ruang ischiorektal, ruang
intersfingterik, dan ruang supralevator. Penyebaran ini dikenal sebagai Horseshoeing.2
Organisme tersering yang dihubungkan dengan pembentukkan abses antara lain ialah
Escherichia coli, Enterococcus spesies, dan Bacteroides spesies; tetapi, belum ada bakterium
spesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab tunggal terjadinya abses.
Penyebab abses anorektal yang harus juga diperhatikan sebagai diagnosis banding
ialah tuberculosis, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, aktinomikosis, limfogranuloma
venereum, penyakit Crohn’s, trauma, leukemia dan limfoma. Kelainan ini sering
menyebabkan fistula-in-ano atipikal atau fistula yang sulit yang tidak berespon terhadap
pengobatan konvensional.3
Klasifikasi dan persentase abses perirektal adalah:
1. Perianal 40–50%
2. Ischiorektal 20–25%
3. Intersfingterik 2–5%
4. Supralevator 2.5%4
8 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Ruang
Ruang Ischiorektal
Ruang
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
3.4 Gambaran K linis
Awalnya, pasien bisa merasakan nyeri yang tumpul, berdenyut yang memburuk sesaat
sebelum defekasi yang membaik setelah defekasi tetapi pasien tetap tidak merasa nyaman.
Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat menduduk.
3.4.1 Abses P erianal
Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit perianal, sebaliknya abses
anorektal yang terletak lebih dalam dapat diraba melewati dinding rectum atau lebih lateral
yaitu di bokong. Abses perianal biasanya tidak disertai demam, lekositosis atau sepsis pada
pasien dengan imunitas yang baik.
Dengan penyebaran dan pembesaran abses yang mengakibatkan abses mendekati permukaan
kulit, nyeri yang dirasakan memburuk. Nyeri memburuk dengan mengedan, batuk atau
9 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
bersin, terutama pada abses intersfingter. Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu
aktivitas seperti berjalan atau duduk.
3.4.2 Abses I schiorektal
Abses ischiorektal biasanya sangat nyeri tetapi hanya memberikan beberapa gejala
pada pemeriksaan fisik, namun dengan bertambah besarnya abses, abses menjadi merah dan
menonjol lebih lateral dibandingkan dengan abses perianal. Pasien biasanya terlihat sangat
tidak nyaman dan disertai demam. Pada pemeriksaan colok dubur, akan teraba masa yang
nyeri, dengan dasar eritematosa serta fluktuatif atau tidak. Pada pemeriksaan penunjang,
dapat disertai leukositosis.
3.4.3 Abses I ntersfing t er ik
Abses intersfingter menyebabkan nyeri pada defekasi, dapat disertai dengan keluarnya
duh tubuh dan demam. Pada pemeriksaan colok dubur, dapat teraba massa yang nyeri pada
kanalis rectal, yang sering pada bagian tengah belakang.
10 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses perianal
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
3.4.4 Abses S upralevator
Abses supralevator, pada sisi yang lain, biasa memberikan gejala yang nyata karena
keluhan pasien pada bokong atau nyeri pada sekitar rectum. Demam, leukositosis, dan retensi
urin jarang terjadi. Terjadinya limfadenopati inguinalis seringkali menjadi gejala yang khas
pada abses supralevator, yang biasanya tidak terdapa pada abses maupun fisura perianal.
Abses supralevator seringkali teraba pada pemeriksaan color dubur maupun colok vagina.5
11 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses Intersfingterik
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
3.5 Diagnosis & Pemeriksaan Penunjang
3.5.1 Diagnosis
Pemeriksaan colok dubur dibawah anestesi dapat membanru dalam kasus-kasus
tertentu, karena ketidaknyamanan pasien yang signifikan dapat menghalangi penilaian
terhadap pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Contohnya, evaluasi terhadap asbeb
ischiorektal yang optimal dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan colok
dubur. Dengan adanya obat anestesi, fistula dapat disuntikkan larutan peroksida untuk
memfasilitasi visualisasi pembukaan fistula internal. Bukti menunjukkan bahwa penggunaan
visualisasi endoskopik (transrektal dan transanal) adalah cara terbaik untuk mengevaluasi
kasus yang kompleks abses perianal dan fistula. Dengan teknik endoskopik, tingkat dan
konfigurasi dari abses dan fistula dapat jelas divisualisasikan. Visualisasi endoskopi telah
dilaporkan sama efektifnya seperti fistulografi. Jika ditangani dengan dokter yang
berpengalaman, evaluasi secara endoskopik adalah prosedur diagnostik pilihan pada pasien
dengan kelainan perirektal karena rendahnya risiko infeksi serta kenyamanan pasien tidak
terganggu. Evaluasi secara endoskopik setelah pembedahan juga efektif untuk memeriksa
respon pasien terhadap terapi.3
3.5.2 Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk
mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien tertentu,
seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh yang rendah karena
memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari abses
anorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting.3
3.5.3 Pemeriksaan R adiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses anorektal,
namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau supralevator mungkin
memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT scan, MRI, atau ultrasonografi dubur.
Namun pemeriksaan radiologi adalah modalitas terakhir yang harus dilakukan karena
12 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
terbatasnya kegunaannya. USG juga dapat digunakan secara intraoperatif untuk membantu
mengidentifikasi abses atau fistula dengan lokasi yang sulit.3
3.6 Tatalaksan a
Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal, terapi medikamentosa dengan
antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien dengan peradangan sistemik,
diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan.
Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering
merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati.
Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses
dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan
septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien
13 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
MRI abses
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung.
Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk
mengobati abses perianal atau perirektal.
3.6.1 Abses perianal
Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi lokal di kantor, klinik,
atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun pada lokasinya yang sulit
mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi dilakukan sampai ke bagian
subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses. “Dog ear" yang timbul setelah insisi
dipotong untuk mencegah penutupan dini. Luka dibiarkan terbuka dan Sitz bath dapat
dimulai pada hari berikutnya.
3.6.2 Abses ischiorektal
Abses ischiorektal dapat menyebabkan pembengkakan yang luas pada fossa
ischiorektal yang melibatkan satu atau kedua sisi, membentuk abses horse shoe. Abses
iskiorektalis sederhana didrainase melalui sayatan pada kulit di atasnya. Abses tapal kuda
membutuhkan drainase sampai ke ruang postanal dalam dan sering membutuhkan insisi lebih
dari satu atau pada kedua ruang iskiorektalis.
3.6.3 Abses i nters f in gt er ik
14 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Drainase dari abses Horse
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
Abses intersfingter sangat sulit untuk didiagnosa karena mereka hanya menghasilkan
sedikit pembengkakan dan tanda-tanda infeksi perianal. Nyeri biasanya digambarkan sebagai
nyeri yang jauh didalam lubang anus, dan biasanya diperburuk oleh batuk atau bersin. Rasa
nyeri tersebut begitu hebat sehingga biasanya menghalangi pemeriksaan colok dubur.
Diagnosis dibuat berdasarkan kecurigaan yang tinggi dan biasanya membutuhkan
pemeriksaan di bawah anestesi. Setelah teridentifikasi, abses intersfingerik dapat di drainase
melalui sfingterotomi internal yang posterior.
3.6.4 Abses Supralevator
Jenis abses ini jarang ditemui dan biasanya sulit didiagnosa. Karena kedekatannya
dengan rongga peritoneal, abses supralevator dapat meniru kelainan pada intra-abdomen.
Pada pemeriksaan colok dubur bisa didapatkan massa yang menonjol diatas cincin anorektal.
Asal dari sebuah abses mesti dipastikan sebelum memberikan pengobatan. Ini penting oleh
karena apabila abses supralevator terbentuk sekunder dari suatu abses intersfingerik yang
bergerak ke atas, maka abses mesti di drainase melewati rektum. Bila abses di drainase
melewati fossa ischiorektal maka fistula suprasfingterik dapat terbentuk. Bila suatu abses
supralevator terbentuk sekunder dari suatu abses ischiorektal yang bergerak ke atas, maka
abses mesti di drainase melewati fossa ischiorektal. Drainase dari abses in melewati rektum
dapat membentuk fistula ekstrasfingterik. Apabila abses supralevator terbentuk sekunder dari
suatu penyakit intra – abdomen , maka penyebab mesti diobati dan abses di drainase
melewati rute paling langsung (transabdominal, rektal atau melalui fossa ischiorektal).6
15 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
16 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Teknik Insisi & Drainase
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
3.7 Komplikasi
Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal. Kelenjar
intersfingterik terletak antara sfingter internal dan eksternal anus dan seringkali dikaitkan
dengan pembentukan abses. Fistula anorektal timbul oleh karena obstruksi dari kelenjar
dan/atau kripta anal, dimana ia dapat diidentifikasi dengan adanya sekresi purulen dari
kanalis anal atau dari kulit perianal sekitarnya. Etiologi lain dari fistula anorektal adalah
multifaktorial dan termasuk penyakit divertikular, IBD, keganasan, dan infeksi yang
terkomplikasi, seperti tuberkulosis.
Klasifikasi menurut Parks dan persentase fistula anorektal adalah:
1. Intersfingerik 70%
2. Transfingterik 23%
3. Ekstrasfingterik 5%
4. Suprasfingterik 2%
17 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Patofisiologi pembentukan fistula
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
• Fistula intersfingterik ditemukan antara sfingter internal dan eksternal.
• Fistula transfingterik memanjang dari sfingter eksternal ke fosa ischiorektalis.
• Fistula extrasfingterik menghubungkan rektum ke kulit melalui m. levator ani.
• Fistula suprasfingterik memanjang dari potongan intersphincteric melalui otot
puborectalis, keluar kulit setelah melintasi m. levator ani.3
3.8 Hasil dan Prognosis
18 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Tipe – Tipe fistula
Tipe – Tipe fistula
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
Sekitar dua pertiga pasien dengan abses anorektal yang diobati dengan insisi dan
drainase atau dengan drainase spontan akan mendapat komplikasi sebuah fistula anorektal
kronis.
Tingkat kekambuhan fistula anorektal setelah fistulotomi, fistulektomi, atau penggunaan
seton adalah sekitar 1,5%. Tingkat keberhasilan pengobatan bedah primer dengan fistulotomy
tampaknya cukup baik.3
IV. KESIMPULAN
Walaupun sebuah abses anorektal dapat terlihat sebagai sesuatu yang hal yang tidak
berbahaya, namun tatalaksana dari abses tersebut mempunyai dampak terhadap perjalanan
penyakit dan prognosis. Oleh karena itu, anatomi dan patofisiologi dari abses anorektal mesti
dimengerti agar tatalaksana dilaksanakan berdasarkan patofisiologi dari penyebab abses
masing –masing. Pengertian mengenai patofisiologi mesti dimengrti agar tatalaksana lanjut
dapat dilakukan apabila diperlukan oleh pasien.
19 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011
Abses AnorektalFrancis Celeste 07120060094
V. DAFTAR PUSTAKA 1. Medline plus. Dapat di tinjau pada:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001519.htm
2. Perianal abscess.pdf
3. Perianal Abscess, oleh Andre Hebra, MD; Chief editor: John Geibel, MD, Medscape
Reference. Dapat ditinjau di: http://emedicine.medscape.com/article/191975-overview
4. Chapter 297. Diverticular Disease and Common Anorectal Disorders, oleh Susan L.
Gearheart, Harrison’s online. Dapat ditinjau di:
http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?
aID=9132775&searchStr=perianal+abscess#9132775
1. Chapter 88. Anorectal Disorders, oleh Brian E. Burgess. Tintinalli’s Emergency
Medicine. Dapat di tinjau di:http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?
aID=6361634&searchStr=perianal+abscess#6361634
2. Chapter 29. Colon, Rectum, and Anus, oleh Kelli M. Bullard Dunn and David A.
Rothenberger. Dapat di tinjau di: http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?
aID=5015605&searchStr=perianal+abscess#5015605
20 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan BedahRumah Sakit Marinir CilandakFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 8 Agustus – 15 Oktober 2011