abses leher dalam

44
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan. 1 Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher. 2 1.2 Anatomi Leher Dalam 5 Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula. Fasia superfisial merupakan jaringan konektif yang terletak dibawah dermis. Fasia ini secara sempurna mengelilingi leher, tipis dan sulit untuk didemonstrasikan. Fasia ini berisikan platysma dan vena-vena superfisialis. Fasia profunda mengelilingi daerah leher dalam dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu: 1. Lapisan superfisial 1

Upload: melianifitri

Post on 03-Aug-2015

352 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: abses leher dalam

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan

jaringan. 1

Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial di antara

fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut,

tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher.2

1.2 Anatomi Leher Dalam5

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal.

Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda. Kedua fasia ini

dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot platisma sebelah

inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk

berinsersi di bagian inferior mandibula.

Fasia superfisial merupakan jaringan konektif yang terletak dibawah dermis. Fasia ini

secara sempurna mengelilingi leher, tipis dan sulit untuk didemonstrasikan. Fasia ini berisikan

platysma dan vena-vena superfisialis. Fasia profunda mengelilingi daerah leher dalam dan terdiri

dari 3 lapisan, yaitu:

1. Lapisan superfisial

Lapisan ini juga dikenal dengan sebutan lapisan selimut (investing layer). Lapisan ini

mengelilingi leher, membungkus muskulus sternokleidomastoideus, dan muskulus trapezius

Selain otot, lapisan ini juga membungkus kelenjar submandibular dan parotis. Ruangan yang

terbentuk adalah trigonum coli posterior di kedua sisi lateral leher dan ruang suprasternal Burns.

2. Lapisan tengah

Lapisan ini juga dikenal dengan nama lapisan viseral yang mencakup fasia pretiroid dan

pretrakea. Lapisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian muskular yang membungkus

muskulus infrahyoid dan bagian viseral yang membungkus faring, laring, esofagus, kelenjar

tiroid, dan trakea.

1

Page 2: abses leher dalam

3. Lapisan dalam.

Lapisan dalam ini berasal dari prosesus spinosus dari tulang vertebra servikal dan

ligamentum nuchae. Pada prosesus transversus dari tulang vertebra servikal, lapisan ini terbagi

menjadi lapisan alar anterior dan lapisan alar prevertebra posterior. Fasia alar memanjang dari

dasar tengkorak ke tulang vertebra torak ke-2, dan bersatu dengan fasia viseral. Fasia ini terletak

diantara lapisan viseral dan lapisan prevertebra. Fasia prevertebra terletak di sebelah anterior dari

corpus vertebra dan memanjang sepanjang kolumna vertebralis. Fasia ini berjalan secara

sirkumferensial mengelilingi leher dan membungkus otot-otot vertebralis, otot-otot profunda

trigonum coli posterior, dan otot scalene. Lapisan fasia ini mengelilingi pleksus brakialis dan

pembuluh subkalvian dan berlanjut di tepi lateral sebagai vagina aksilaris.

Vagina karotis adalah lapisan fasia yang bergubungan tetapi secara anatomis berbeda

dengan fasia-fasia yang telah dijelaskan di atas. Vagina karotis memiliki bagian-bagian dari

ketiga lapisan fasia profunda leher dan membungkus arteri karotis, vena jugularis interna, dan

nervus vagus. Vagina karotis berjalan mulai dari dasar tengkorak menuju leher di sepanjang

permukaan anterior fasia prevertebra, dan memasuki rongga torak di belakang klavikula.

Gambar 1. Diseksi dari platysma yang berlokasi di jaringan ikat subkutaneus

2

Page 3: abses leher dalam

Gambar 2. Potongan melintang leher

Gambar 3. Potongan oblik leher

Ruang potensial leher dalam

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang

leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.6

Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:

ruang retrofaring

ruang bahaya (danger space)

ruang prevertebra.

3

Page 4: abses leher dalam

Ruang suprahioid terdiri dari:

ruang submandibula

ruang parafaring

ruang parotis

ruang mastikator

ruang peritonsil

ruang temporalis.

Ruang infrahioid:

ruang pretrakeal

Gambar 4. Potongan Sagital Leher

Ruang retrofaring

Batas-batas :

1. Anterior : ruang buccofaringeal (faring dan esophagus)

2. Posterior : alar fascia

3. Lateral : Cloison sagittale

4. Superior : basis cranii

4

Page 5: abses leher dalam

5. Inferior : superior mediastinum

Kompartemen :

Jaringan lemak

Kelenjar limfe pada porsi suprahyoid (medial dan lateral nodus Rouviere retrofaring)

5

Page 6: abses leher dalam

A

Gambar 5. (A) Potongan sagital dari kepala dan leher. (B) Potongan koronal dari regio

suprahyoid. (C) Potongan cross-section leher setinggi level isthmus thyroid; 1. fasia

superfisialis, 2. ruang pretrakeal, 3. ruang retrofaring, 4. ruang bahaya, 5. ruang prevertebral.

Ruang bahaya

Batas-batas :

6

Page 7: abses leher dalam

1. Anterior : alar fascia

2. Posterior : prevertebral fascia

3. Lateral : prosesus transversus vertebra

4. Superior : basis cranii

5. Inferior : diafragma

Kompartemen :

Jaringan loose aerolar

Gambar 6. Ruang bahaya

Ruang prevertebral

Batas-batas :

1. Anterior : prevertebral fascia

2. Posterior : corpus vertebra dan deep neck muscles

3. Lateral : prosesus transversus vertebra

4. Superior : basis cranii

5. Inferior : coccyx

Kompartemen :

Jaringan dense areolar

Kelenjar limfe pada porsi suprahyoid (medial dan lateral nodus Rouviere retrofaring)

7

Page 8: abses leher dalam

Ruang submandibula

Batas-batas :

1. Anterior : mylohyoid dan anterior belly dari m.digastrik

2. Posterior : posterior belly dari m.digastrik dan ligamen stylomandibular

3. Lateral : kulit, platysma, mandibula

4. Superior : mukosa dari lantai mulut

5. Inferior : m.digastrik

Ruang sublingual

a. Jaringan areolar

b. n. hypoglossal dan lingual

c. Kelenjar sublingual

d. Wharton’s duct

Ruang submaksila

Kelenjar submandibula

Kelenjar limfe

Gambar 7. Pembagian ruang mandibula menjadi supramylohyoid dan inframylohyoid oleh

m.mylohyoid

8

Page 9: abses leher dalam

Gambar 8. Isi dari ruang submandibula

Ruang parafaring

Batas-batas :

1. Anterior : raphe pterygomandibular

2. Posterior : prevertebral fascia

3. Medial : fascia buccofaringeal

4. Lateral : m. pterygoid medial

5. Superior : basis cranii

6. Inferior : os. hyoid

Kompartemen :

Kompartemen prestyloid

a. Jaringan lemak

b. Kelenjar limfe

c. Medial—fossa tonsilaris

d. Lateral—m. pterigoid medial

e. a. maksila interna

f. n. alveolar interna, lingual, auriculotemporal

Kompartemen poststyloid

a. a. karotis

b. v. jugularis interna

9

Page 10: abses leher dalam

c. Rantai simpatis

d. n. IX, X, XI, XII

Gambar 9. Ruang parafaring

Ruang parotis

Batas-batas :

1. Anterior : ramus posterior mandibula dan ligamen sylomandibula

2. Posterior : m.sternocleidomastoid

3. Superior/inferior : kapsula parotis

4. Superficial: kulit

5. Deep : prosesus styloideus

Kompartemen :

Kelenjar parotis

1. n. facialis

2. a. karotis intera

3. v. retromandibular

10

Page 11: abses leher dalam

Gambar 10. Ruang parotis

Ruang mastikator

Batas-batas :

1. Anterior : fascia masseter

2. Posterior : ramus mandibula

3. Lateral : superficial layer of deep fascia

4. Superior : m. temporalis

Kompartemen :

a. Buccal fat

b. a. maksilaris interna

c. plexus v. pterygoid

d. n. mandibular

11

Page 12: abses leher dalam

Gambar 11. Ruang mastikator

Ruang peritonsilar

Batas-batas :

1. Lateral : m. pharyngeal superior konstriktor

2. Medial : kapsul tonsil palatina

3. Superior : anterior pillar tonsil

4. Inferior : posterior pillar tonsil

Ruang pretrakeal

Dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum. Berisi tiroid, trakea, dan esophagus.

Gambar 12. Ruang pretrakeal

12

Page 13: abses leher dalam

1.3 Etiologi dan Patofisiologi

Sebelum adanya antibiotik 70% dari infeksi leher dalam berasal dari infeksi faring dan

tonsil.

Oleh karena itu ruang parafaring adalah ruang yang paling sering terkena infeksi. Namun

sekarang, kebanyakan infeksi leher dalam bersumber dari infeksi gigi dan kelenjar air liur. Selain

itu, bisa juga disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, trauma, benda asing, pemasangan

instrument, dan penyebaran langsung dari infeksi local pada kulit. 3

Pada anak-anak, penyebab terbanyak adalah tonsillitis akut dengan keterlibatan ruang

peritonsil, diikuti oleh infeksi gigi dengan keterlibatan ruang submandibula.3

Kebanyakan kuman penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,

Peptostreptococcus, Bacteroides melaninogenicus, Fusobacterium.3,4

Actinomyces dapat menyebabkan infeksi leher dalam yang tidak terbatas hanya pada

kompartemen fasial namun juga dapat menyebar. Actinomyces sering menetap di kripti tonsil dan

sulkus gingivodental. Gigi bisa menjadi sumber infeksi.4

1.4 Gambaran Klinis dan Diagnosis

Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut

dan leher harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam.2

Gejala dapat diawali dengan demam, nyeri dan pembengkakan. Gejala ini bisa

berlangsung dalam 12 jam – 28 hari. Pasien datang dengan odinofagi, disfagi, dan trismus 3

Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema dan fluktuasi, panas pada daerah yang bengkak.

Pada rontgen torak dapat ditemukan gambaran deviasi trakea, udara subkutan, cairan

dalam jaringan lunak.

CT Scan dapat membedakan selilitis dengan abses, memperlihatkan ruang yang terlibat,

dan proses perluasan abses. Karakteristik CT Scan pada abses leher dalam adalah densitas yang

rendah, kontras mengisi dinding abses, pembengkakan jaringan.

13

Page 14: abses leher dalam

Abses peritonsil

Abses peritonsil merupakan terkumpulnya material purulen yang terbentuk di luar

kapsul tonsil dekat kutub atas tonsil.2

Etiologi

Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya

merupakan komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di

kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan

kuman aerob dan anaerob.2

Patologi

Daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh

karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial pritonsil tersering menempati daerah ini,

sehingga tampak palatum mole membengkak.2

Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak

permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih

lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila

proses berlanjut terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada M.

Pterygoideus interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, mungkin dapat terjadi

aspirasi ke paru.2

Diagnosis

Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri tenggorok, nyeri menelan

(odinofagia), hipersalivasi, nyeri telinga (otalgia) dan suara bergumam (hot potato voice). Rasa

nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui saraf N. Glossopharyngeus (N.IX). Mungkin

terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore) dan kadang-kadang sukar membuka

mulut (trismus). Pada pemeriksaan fisik didapatkan palatum mole tampak membengkak dan

menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi, arkus faring tidak simetris, pembengkakan di daerah

peritonsil, uvula terdorong ke sisi yang sehat, dan trismus. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin

banyak detritus dan terdorong ke sisi kontra lateral. Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh

14

Page 15: abses leher dalam

faring karena trismus. Abses ini dapat meluas ke daerah parafaring. Untuk memastikan diagnosis

dapat dilakukan pungsi aspirasi dari tempat yang paling fluktuatif.2

Terapi

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik. Juga

perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher.

Bila telah terbentuk abses, memerlukan pembedahan drainase, baik dengan teknik

aspirasi jarum atau dengan teknik insisi dan drainase. Tempat insisi ialah di daerah yang paling

menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan

geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa

overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses

menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala pasien.

Bila terdapat trismus, pembedahan drainase dilakukan setelah pemberian cairan kokain

4% pada daerah insisi dan daerah ganglion sfenopalatina pada fosa nasalis.

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila tonsilektomi

dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-

6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi

dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.2

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses

peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil

mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan

tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8

minggu kemudian mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian

lagi menganjurkan tonsilektomi segera.2,6

Komplikasi

Abses pecah spontan dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia.

Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring sehingga terjadi abses parafaring. Pada

15

Page 16: abses leher dalam

penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum sehingga terjadi mediastinitis. Bila terjadi

penjalaran ke daerah intrakrnial, dapat mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis dan

abses otak.2

Abses retrofaring

Etiologi dan Patologi

Merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada anak di bawah

lima tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar

limmfa, masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa

dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius, dan telinga tengah. Pada usia

diatas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi. Pada anak biasanya abses terjadi mengikuti

infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada kelenjar getah bening yang terdapat pada ruang

retrofaring. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan

medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakeal, dan endoscopi. Tuberkulosis vertebra

servikalis bagian atas (abses dingin).2,6

Diagnosis

Gejala utama berupa rasa nyeri (odinofagia) dan sukar menelan (disfagia) di samping

juga gejala-gejala lain berupa demam, pergerakan leher terbatas, dan sesak nafas. Sesak nafas

timbul jika abses sudah menimbulkan sumbatan jalan nafas, terutama di hipofaring. Bila

peradangan sudah sampai laring, dapat timbul stridor. Stridor terjadi jika abses menjadi semakin

besar atau edema semakin luas kebawah mengenai laring. Abses retrofaring sebaiknya dicurigai

jika pada bayi atau anak kecil terdapat demam yang tidak dapat dijelaskan setelah infeksi

pernapasan bagian atas dan terdapat gejala-gejala hilangnya nafsu makan, perubahan dalam

berbicara, dan kesulitan menelan. Pada deawasa terdapat gejala disfagia, nyeri menelan, dan

gejala memberi kesan adanya obstruksi jalan nafas. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan

dinding posterior faring, biasanya unilateral,dan mukosa terlihat hiperemis.2,6

Terapi

Terapi dengan medikamentosa, yakni antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan

anaerob secara parenteral, dan tindakan bedah. Pungsi dan insisi abses dilakukan melalui

16

Page 17: abses leher dalam

laringoskop langsung dalam posisi pasien Trendelenburg. Pus yang keluar segera diisap agar

tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam analgesia lokal atau umum, pasien di

rawat inap sampai gejala infeksi reda.2

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler

visera, mediastinitis, obstruksi jalan nafas sampai asfiksia,asfiksia terjadi pada saat memasukkan

alat ke mulut untuk pemeriksaan dan drainase atau akibat atau pecahnya abses yang besar tiba-

tiba, sehingga memenuhi laring dan pus, dan dapat menyebabkan penummonia aspirasi dan abses

paru.2,6

Abses Parafaring

Etiologi dan patologi

Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi dengan cara 1) langsung yaitu, akibat

tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi pada analgesia. Peradangan terjadi karena

ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis (muskulus

konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dan fossa tonsilaris. 2) Proses

supurasi kelenjar limfa leherbagian dalam, faring, tonsil, adenoid, gigi,hidung,sinus

paranasal,mastoid, vetebra servikal yang dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses

ruang parafaring. 3)Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula.2

Gejala dan tanda

Gejala utama abses parafaring berupa trismus,indurasi,atau pembengkakakn disekitar

angulus mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan diding lateral faring, sehingga menonjol

ke arah medial.2

Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,gejala dan tanda klinik. Bila meragukan dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak Ap, atau CT scan.2

17

Page 18: abses leher dalam

Terapi

Selain pemberian antibiotika dosis tinggi, evakuasi abses harus segera dilakukan bila

tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis.

Drainase sebaiknya dilakukan melalui insisi servikal pada 2 ½ jari di bawah dan sejajar

mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior M. Sternocleidomastoideus

ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan M. Pterigoideus interna mencapai

mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam

selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan

M. Sternocleidomastoideus (cara Mosher).2,6

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (per

kontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan

intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Abses juga dapat

menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis,

dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan hebat. Bila terjadi periflebitis atau endoflebitis,

dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.2

Abses Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual

dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi

atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digestrikus anterior.2

Etiologi dan patologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfe

submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi infeksi ruang leher dalam lain.2

18

Page 19: abses leher dalam

Diagnosis

Pasien biasanya akan mengeluh demam, nyeri di rongga mulut dan leher, air liur

banyak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif,

lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang, angulus mandibula dapat diraba, dan sering

ditemukan trismus.2,6

Angina Ludovici (Ludwig’s Angina)

Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior

ruang suprahioid atau di daerah sub mandibula, dengan tidak ada fokal abses. Ruang potensial ini

berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hioid dan ototmilohioideus.2,6

Etiologi

Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi yang berasal dari gigi geligi

atau dasar mulut,oleh kuman aerob dan anaerob.2

Diagnosis

Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak, trismus, nyeri,

disfagia, massa di submandibula yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan. Kekerasan

yang berlebihan pada jaringan dasar mulut mendorong lidah ke atas dan ke belakang dan dengan

demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial sehingga timbul sesak

napas.2

Terapi

Diberikan antibiotika dengan dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, dan

diberikan secara parenteral. Kemudian dilakukan eksplorasi dengan pembedahan insisi melalui

garis tengah, dengan demikian menghentikan ketegangan (dekompresi) yang terbentuk pada

dasar mulut. Karena ini merupakan selulitis, maka sebenarnya pus jarang diperoleh. Sebelum

insisi dan drainase dilakukan, sebaiknya dilakukan persiapan terhadap kemungkinan trakeostomi

karena ketidakmampuan melakukan intubasi pada pasien, seperti lidah yang mengobstruksi

pandangan laring dan tidak dapat ditekan oleh laringoskop.2,6

19

Page 20: abses leher dalam

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi ialah sumbatan jalan nafas, penjalaran abses ke ruang

leher dalam lain dan mediastinum, dan sepsis.2

Abses Pretrakeal

Sebagian besar infeksi di ruang visceral anterior (pretrakeal) disebabkan oleh perforasi

pada dinding anterior esofagus karena pemasangan instrumen, benda asing, tonsil, atau trauma

dari luar. Infeksi jarang menyebar dari tiroid atau ruang leher dalam lainnya. Pada awalnya

muncul keluhan susah menelan. Seiring dengan perkembangan infeksi akan muncul gejala

seperti suara serak, dispnea, dan obstruksi jalan napas. dari laringoskop ditemukan edema dan

eritema pada dinding hipofaring dan ditemukan krepitus dengan palpasi pada leher karena

adanya emfisema subkutis.3

1.5 Penatalaksanaan

Penjagaan terhadap jalan nafas yang adekut merupakan tujuan pertama dari

penatalaksaan dari abses leher dalam. Sedangkan pemakaian dari intubasi endotrakeal menjadi

sulit karena tertutupnya saluran nafas atas oleh abses. Jika memang tidak memungkinkan untuk

itu maka dilakukan trakeostomi atau krikotirotomi. Setelah masalah jalan nafas dapat diatasi

maka selanjutnya penatalaksanaan ditujukan untuk mengatasi infeksi dan komplikasinya. Untuk

kedua hal tersebut biasanya pasien dirawat selama sekitar 11 hari.

Untuk pemilihan antibiotik, biasanya dilakukan kultur darah, aspirasi abses dengan

jarum, pemberian antibiotik parenteral. Antibiotik awal yang diberikan biasanya dapat mengatasi

bakteri gram negatif atau yang positif, bakteri aerobic atau anaerob. Contohnya seperti ampicilin-

sulbactam atau clindamicin dengan generasi ketiga dari cephalosporin yakni ceftazidine.

Tindakan drainase dapat diindikasikan pada abses leher dalam, terutama pada pasien

yang mengalami komplikasi atau setiap kasus yang tidak ada kemajuan setelah 48 jam

pemberian antibiotik parenteral.3

Secara umum terapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa dan drainase. Barakate

dkk(2001) secara lebih terinci mengatakan bahwa penatalaksanaan yang adekuat suatu abses

20

Page 21: abses leher dalam

leher dalam yang tergantung pada pengenalan proses sedini mungkin, pemberian antibiotik yang

tepat, mencegah dan mengatasi sumbatan saluran nafas dan perawatan yang intensif. Terapi

medikamentosa meliputi pemberian antibiotika baik untuk kuman aerob maupun kuman anaerob

dan simtomatis sesuai keluhan serta gejala klinik yang timbul. Pemberian cairan untuk

memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit sangat diperlukan.3

Pemberian antibiotik

Secara garis besar, antibiotika digolongkan berdasarkan susunan senyawa kimianya,

antara lain: golongan penisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, aminoglikosida, makrolida,

linkosamid, polipeptida, sulfonamid dan trimetoptrim, metronidazole, kuinolon, sefalosporin dan

golongan lainnya.3

Pemilihan antibiotik yang ideal tentu saja harus didasarkan pemeriksaan mikrobiologi

yang sudah pasti (definitif therapy), tetapi hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan. Pada

sebagian besar kasus, diagnosis klinik dapat ditegakkan tetapi pemeriksaan mikrobiologi belum

diperoleh hasil maka pemberian antibiotik dapat dimulai dengan perkiraan ilmiah (educated

guess) atau secara empiris (empirical therapy).3

Drainase abses

Tindakan drainase dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum. Pada abses

peritonsil insisi dilakukan pada tempat yang paling berfluktuasi atau pada pertengahan garis yang

ditarik dari uvula ke gigi molar tiga atas pada sisi yang sakit. Luka insisi dilebarkan dengan

kuman dan pus dikeluarkan sebanyak-banyaknya. Bila infeksi sudah tenang dianjurkan untuk

dilakukan tonsilektomi.3

Tindakan drainase pada abses parafaring dilakukan dengan pendekatan

ekstraoral/eksterna. Insisi intraoral dapat dilakukan bila terdapat penonjolan ke dalalm rongga

faring. Drainase eksterna dilakukan dalam narkosis. Dengan terdapatnya trismus dan edema

faring akan menyebabkan kesulitan memasukkan pipa endotrakea sehingga mempersulit

prosedur pemeberian anestesi umum. Pada kasus demikian diperlukan tindakan trakeostomi

dngan anestesi lokal terlebih dahulu, untuk selanjutnya diberikan anestesi umum dan dilakukan

eksplorasi abses.3

21

Page 22: abses leher dalam

Insisi yang dianjurkan pada drainase eksterna abses parafaring adalah teknik Mosher

(1929) yaitu insisi seperti huruf “T” yang dilakukan pada daerah kurang lebih 1-2 cm di bawah

dan sejajar dengan mandibula sampai di batas anterior muskulus sternokleidomastoideus

dilanjutkan dengan garis vertikal di sebelah anterior muskulus sternokleidomastoideus. Struktur

anatomi yang penting dan harus diidentifikasi adalah selubung karotis (carotid sheat), hal ini

disebabkan karena ketiga fasia leher dalam membentuk selubung karotis ini sehingga selubung

karotis disebut sebagai Lincoln highway of the neck. 3

Pada abses retrofaring insisi dilakukan dengan anestesi lokal atau narcosis. Untuk

mencegah aspirasi, posisi pasien tredelenberg dengan kepala hiperekstensi. Dilakukan pungsi

dan aspirasi pada bagian yang paling berfluktuasi kemudian dilakukan insisi vertikal sepanjang

daerah yang menonjol. Pasca tindakan yang sebaiknya dipasang pipa hidung-

lambung(nasogastric tube/NGT). 3

1.6 Komplikasi

Komplikasi dari abses leher dalam kebanyakan terjadi karena keterlambatan diagnosis

dan meluasnya infeksi pada daerah primernya. Hal ini lebih dimungkinkan karena adanya

hubungan pada fasia leher yang melibatkan neurovaskular utama, termasuk di dalamnya vena

jugularis interna, arteri carotis, saraf simpatis, dan saraf kranial 9 sampai 12.3

Pasien abses leher dalam yang perjalanan penyakitnya telah melibatkan saraf simpatis

atau saraf kranial akan memberikan gambaran sindrom Horner. Selain itu osteomilitis pada

mandibula atau tulang servikal mungkin dapat terjadi jika lambatnya tatalaksana diberikan.3

Komplikasi lain dari abses leher dalam yang sering terjadi adalah mediastinitis. Semua

pasien abses leher dalam memiliki resiko untuk terjadi untuk terjadinya komplikasi ini. Maka

foto thorak seharusnya dilakukan untuk melihat apakah telah terjadi perluasan infeksi ke

mediastinum, pneumothorak, atau pneumomediastinum. Pasien yang perluasannya telah sampai

ke mediastinum akan mengalami dispneu, hipoksia, dan meningkatnya gejala infeksi lainnya.

Komplikasi dapat juga muncul sebagai akibat dari intervensi bedah. Tindakan yang

dilakukan hendaknya seminimal mungkin merusak struktur neurovaskular. Pada saat preoperasi

22

Page 23: abses leher dalam

juga dilakukan pemberian antibiotik inisial untuk menurunkan insiden septikemia. Jaringan parut

yang tidak diinginkan dapat juga terjadi selesai tindakan bedah.

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada abses leher dalam sebagai akibat keterlambatan

diagnosis, penatalaksanaan yang tidak tepat dan tidak adekuat.Penjalaran infeksi ke daerah

karotis dapat terjadi dan menimbulkan erosi sarung karotis dan menyebabkan

perdarahan.Adanya trombosis atau emboli v. jugularis interna dapat dikenali dengan adanya

gejala demam, nyeri sepanjang muskulus sternokleidomastoideus, hiperpireksia dan tanda-tanda

sepsis. Emboli dapat menyebar ke paru-paru dan menimbulkan abses paru. Jika infeksi menyebar

ke rantai simpatis atau saraf kranial dapat terjadi sindroma horner. Komplikasi lain yang dapat

terjadi adalah osteomielitis mandibula, osteomielitis vertebra, mediastinitis, dan

dehidrasi.Komplikasi pembedahan antara lain kerusakan sistem neovaskuler, infeksi, aspirasi,

septikemia dan pembentukan jaringan parut.3

1.7 Prognosis

Pasien abses leher dalam yang mendapat pengobatan dapat sembuh selama nfeksinya

diobati secara cepat dan tepat. Pasien yang menunda pengobatannya akan mengalami beberapa

komplikasi dan waktu penyembuhan yang lama. Sekali infeksi leher dalam diobati secara

sempurna, maka tidak akan timbul rekurensi.7

23

Page 24: abses leher dalam

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 27 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No MR : 796481

Alamat : Pesisir Selatan

Suku Bangsa : Minang

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 27 tahun datang ke Bangsal THT RSUP Dr. M. Djamil tanggal

24 Agustus 2012 dengan :

Keluhan Utama :

- Bengkak pada leher yang mengeluarkan nanah sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Bengkak pada leher yang mengeluarkan nanah sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Bengkak pada leher sudah dirasakan sejak lebih kurang seminggu yang lalu. Awalnya

bengkak hanya dirasakan pada leher bagian sisi kanan sebesar telur ayam, berwarna

merah, terasa panas ,dan nyeri.

- setelah 2 hari bengkak meluas ke leher bagian tengah depan dan leher sisi kiri, 1 hari

setelah itu keluar nanah dari gusi kanan bagian bawah berwarna kehijauan, jumlah ±1/2

gelas dan berbau busuk, lalu 1 hari kemudian pada bengkak di leher bagian tengah depan

mulai mengeluarkan nanah berwarna kehijauan dan berbau busuk, jumlah 1 gelas.

- 2 hari sebelum bengkak di leher muncul gigi geraham kanan bawah terasa sangat sakit.

Kemudian pasien minum obat penghilang nyeri. Gigi pasien sudah berlubang sejak usia ±

7 tahun. Pasien punya kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang tersebut.

24

Page 25: abses leher dalam

- Sukar membuka mulut sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit (sejak bengkak di leher

muncul )

- Sukar menolehkan kepala ke samping kiri dan kanan sejak ± 2 hari sebelum masuk

rumah sakit

- Demam sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, terus menerus, tidak

menggigil, kemudian demam hilang 1 hari setelah itu.

- Nyeri menelan tidak ada, sukar menelan tidak ada

- Suara serak tidak ada.

- Sesak nafas tidak ada.

- Riwayat batuk lama tidak ada.

- Batuk pilek tidak ada.

- Luka pada leher sebelumnya tidak ada.

- Riwayat operasi pada leher sebelumnya tidak ada

- Riwayat benturan pada wajah dan leher sebelumnya tidak ada.

- Hidung tersumbat tidak ada.

- Bersin berulang di pagi hari tidak ada.

- ingus keluar dari hidung tidak ada, merasa ingus tertelan tidak ada.

- Telinga berdenging, telinga terasa penuh tidak ada.

- Keluar cairan dari telinga tidak ada.

- 5 hari yang lalu pasien berobat ke puskesmas setempat dan dirawat selama 3 hari.

Kemudian dirujuk ke RSUD Painan dan disana pasien dipasang NGT dan langsung

dirujuk ke RSUP dr. M. Djamil Padang.

Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien tidak pernah menderita keluhan bengkak di leher sebelumnya.

- Pasien sudah menderita gigi berlubang sejak usia ±7 tahun

- Pasien tidak ada riwayat sakit kencing manis.

Riwayat penyakit keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan bengkak pada leher.

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita kencing manis.

25

Page 26: abses leher dalam

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :

Pasien seorang petani

Pasien punya kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang

Pasien jarang menggosok gigi.

Pasien merokok sejak SMP ±1 bungkus perhari

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 78 x/menit

Frekuensi nafas : 22 x/menit

Suhu : 37 0C

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : normochepal

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Mulut : sukar dinilai, trismus ± 2,5 cm

Leher :

Regio Colli Anterior :

I: edema -, hiperemis +, abses sudah pecah, pus + sedikit,

warna kuning kehijauan, berbau busuk

Pa: nyeri tekan +

Regio Colli dekstra – sinistra :

I: edema - , hiperemis + , pus + sedikit, warna kuning kehijauan, berbau busuk

Pa: nyeri tekan +

Thorax : paru : suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

jantung : bunyi jantung murni, irama teratur

Abdomen : supel, distensi (-), nyeri tekan (-) BU (+) normal

Extremitas : akral hangat dan refilling kapiler <2”

26

Page 27: abses leher dalam

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Daun telinga

Kel kongenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Dinding liang

telinga

Cukup lapang (N) Sempit Sempit

Sempit - -

Hiperemi - -

Edema - -

Massa - -

Sekret/serumen

Ada / Tidak Ada Ada

Bau - -

Warna Kecokelatan Kecokelatan

Jumlah Sedikit Sedikit

Jenis Lunak Lunak

Membran timpani

Utuh

Warna Putih seperti

mutiara

Putih seperti

mutiara

Reflek cahaya

Bulging Tidak ada Tidak ada

Retraksi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

Perforasi

Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada

Jenis - -

Kwadran - -

27

Page 28: abses leher dalam

Pinggir - -

Gambar

Mastoid

Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak ada

Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak Ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak Ada Tidak ada

Tes garpu tala

Rinne Positif Positif

Schwabach Sama dg

pemeriksa

Sama dg

pemeriksa

Weber Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan Normal

Audiometri Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Hidung luar

Deformitas Tidak ada Tidak ada

Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

28

Page 29: abses leher dalam

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Vestibulum Vibrise Ada Ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Cavum nasi

Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang

Sempit - -

Lapang - -

Sekret

Lokasi Ada, di derah

cavum nasi

Ada,di daerah

cavum nasi

Jenis Serosa Serosa

Jumlah Sedikit Sedikit

Bau - -

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Edema Tidak ada Tidak ada

Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Edema Tidak ada Tidak ada

Septum

Cukup lurus/deviasi Cukup lurus

Permukaan Licin

Warna Merah muda

Spina Tidak ada

Krista Tidak ada

Abses Tidak ada

Perforasi Tidak ada

Lokasi Tidak ada Tidak ada

29

Page 30: abses leher dalam

Massa

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan - -

Warna - -

Konsistensi - -

Mudah digoyang - -

Pengaruh

vasokonstriktor

- -

Gambar

Rinoskopi Posterior : tidak bisa dilakukan, trismus ± 2,5 cm

Orofaring dan mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Palatum mole +

Arkus Faring

Simetris/tidak Simetris

Warna Merah muda

Edem Tidak ada

Bercak/eksudat Tidak ada

Dinding faring Warna Merah muda

Permukaan Rata

Tonsil

Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar

Detritus Tidak ada Tidak ada

Eksudat Tidak ada Tidak ada

30

Page 31: abses leher dalam

Perlengketan

dengan pilarTidak ada Tidak ada

Peritonsil

Warna Hiperemis hiperemis

Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Tumor

Lokasi -

Bentuk -

Ukuran -

Permukaan -

Konsistensi -

Gigi Karies/Radiks Ada, pada molar

4,3,2 dan insisivus

1,2 bawah

Ada,pada molar

4,3 insisivus

Kesan Karies dentis, plak

Lidah

Warna Merah muda

Normal

Tidak ada

Tidak ada

Bentuk

Deviasi

Massa

Gambar

Laringiskopi Indirek : tidak bisa dilakukan,trismus ± 2,5 cm

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Dextra I : Tidak terlihat pembesaran KGB leher, tanda radang (-).

P :Tidak teraba pembesaran KGB leher,

31

Page 32: abses leher dalam

Sinistra I : Tidak terlihat pembesaran KGB leher, tanda radang (-).

P :Tidak teraba pembesaran KGB leher

Gambar :

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12 g/dl

Leukosit : 12.500 / mm3

Trombosit :295.000 / mm3

Na/K/Cl : 131/3,9/106 mmol/L

GDR: 103 mg/dl

RESUME

(DASAR DIAGNOSIS)

1. Anamnesis

32

Page 33: abses leher dalam

Bengkak pada leher yang mengeluarkan nanah sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Bengkak pada leher sudah dirasakan sejak lebih kurang seminggu yang lalu. Awalnya

bengkak hanya dirasakan pada leher bagian sisi kanan sebesar telur ayam, berwarna

merah, terasa panas ,dan nyeri.

setelah 2 hari bengkak meluas ke leher bagian tengah depan dan leher sisi kiri, 1 hari

setelah itu keluar nanah dari gusi kanan bagian bawah berwarna kehijauan, jumlah ±1/2

gelas dan berbau busuk, lalu 1 hari kemudian pada bengkak di leher bagian tengah depan

mulai mengeluarkan nanah berwarna kehijauan dan berbau busuk, jumlah 1 gelas.

2 hari sebelum bengkak di leher muncul gigi geraham kanan bawah terasa sangat sakit.

Kemudian pasien minum obat penghilang nyeri. Gigi pasien sudah berlubang sejak usia ±

7 tahun. Pasien punya kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang tersebut.

Sukar membuka mulut sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit (sejak bengkak di leher

muncul )

Sukar menolehkan kepala ke samping kiri dan kanan sejak ± 2 hari sebelum masuk

rumah sakit

Demam sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, terus menerus, tidak

menggigil, kemudian demam hilang 1 hari setelah itu.

2. Pemeriksaan fisik

Status generalisata : kedaan umum sakit sedang, kesadaran CMC

Status Lokalis

Orofaring : sukar dinilai, trismus ± 2,5 cm

Regio Colli Anterior :

I: edema -, hiperemis +, abses sudah pecah, pus + sedikit,

warna kuning kehijauan, berbau busuk

Pa: nyeri tekan +

Regio Colli dekstra – sinistra :

I: edema - , hiperemis + , pus + sedikit, warna kuning kehijauan, berbau busuk

Pa: nyeri tekan +

33

Page 34: abses leher dalam

3. Diagnosa Kerja :

4. Diagnosa Banding :

Post Insisi Eksplorasi Abses Pretrakeal hari ke VI

5. Pemeriksaan Anjuran :

- Rontgen dada dan mandibula

- CT Scan Vertebre Cervical potongan koronal dan axial 2mm

- Kultur kuman dan sensitivity tes

6. Terapi

- IVFD RL 10 tetes/1’

- Ceftriaxon 2x2 gr injeksi IV

- Dexametason 3x4mg injeksi IV

- Metronidazol 3x500 mg

- Ranitidine 2x25 mg injeksi IV

- Diet makanan cair via NGT

- Redressing 2x sehari

7. Prognosis

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Sanam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : bonam

34