5 langkah dalam evidence based practice

16
Langkah dalam Evidence Based Practice Berikut adalah proses/langkah dalam Evidence Based Practice: 1. Merumuskan pertanyaan klinis yang dapat dijawab Contoh : Clinical Question: Bagaimanakah efektifitas pemeriksaan kardiotokograpi untuk mendeteksi kesejahteraan janin dalam proses persalinan? 2. Menemukan bukti terbaik a. Formulasi PICO Patient Infant, neonatal Interventi on Carditocography Comparator Intermitten auscultation Outcome Assessment of fetal wellbeing b. Frase Penelusuran Search Terms Patient/ Population Problem (Infant* OR Neonatal*) Intervention (Cardiotocography*) Comparator (Intermitten auscultation*) Outcome (Assessment of fetal wellbeing*)

Upload: merly-dyahikai

Post on 10-Jul-2016

1.393 views

Category:

Documents


108 download

DESCRIPTION

metopen

TRANSCRIPT

Page 1: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

Langkah dalam Evidence Based Practice

Berikut adalah proses/langkah dalam Evidence Based Practice: 

1. Merumuskan pertanyaan klinis yang dapat dijawab

Contoh :

Clinical Question: Bagaimanakah efektifitas pemeriksaan kardiotokograpi untuk

mendeteksi kesejahteraan janin dalam proses persalinan?

2. Menemukan bukti terbaik

a. Formulasi PICO

Patient Infant, neonatal

Intervention Carditocography

Comparator Intermitten auscultation

Outcome Assessment of fetal wellbeing

b. Frase Penelusuran

Search Terms

Patient/Population

Problem

(Infant* OR Neonatal*)

Intervention (Cardiotocography*)

Comparator (Intermitten auscultation*)

Outcome (Assessment of fetal wellbeing*)

c. Frase Penelusuran Akhir

(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) AND (Intermitten auscultation*)

AND (Assessment of fetal wellbeing*)

d. Hasil Penelusuran Jurnal

Search Pharase PUBMED

Infant 987981

(Infant*) 1048764

(Infant* OR Neonatal*) 1125994

Page 2: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) 1019

(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) AND

(Intermitten auscultation*)

16

(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) AND

(Intermitten auscultation*) AND (Assessment of fetal

wellbeing*)

1

e. Hasil Penelusuran Jurnal

Contoh:

Judul Artikel: Admission cardiotocography: a randomised controlled trial. Lawrence

Impey, Margaret Reynolds, Kathryn MacQuillan, Simon Gates, John Murphy, Orla

Sheil.

3. Menilai bukti secara kritis (mengetahui seberapa bagus bukti tersebut dan apa artinya)

Contoh :

Apakah hasil dari penelitian uji diagnosis ini valid?

Apakah ada perbandingan dengan baku emas

yang dilakukan secara independen dan

tersamar?

        Iya alat screening pemantauan janin selama

proses persalinan tersebut dibanding kan oleh

gold standarnya yaitu auskultasi secara

intermitten denyut jantung janin.

Apakah alat diagnosis diuji akurasinya

dalam spektrum pasien yang merta (seperti

terjadi dalam praktek rutin?)

        Penelitian ini dilakukan di ruang bersalin

rumah sakit bersalin nasional di Dublin,

irlandia.

        Pada jurnal dijelaskan bahwa responden

yang akan diteliti yaitu ibu hamil tunggal

dengan usia kehamilan kurang dari 42 minggu,

tidak ada kelainan janin dan komplikasi

kehamilan, suhu tubuh ibu kurang dari 37,5o C

saat masuk dan bersedia menjadi responden.

Dalam penelitian ini 2 orang perawat memantau

keadaan ibu secara atif. Pasien yang

menggunakan cardiotokograpi dan auskultasi

intermitten dikelola dengan perbandingan 1:1,

Page 3: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

tugas itu dibuat diruang bersalin, disegel, buram

dan amplop diberi urutan nomor.

Awalnya pengacakan secara berurutan adalah

dari komersial package 10 dan menggunakan

ukuran blok tetap 100. Itu berubah setelah 2621

pasien telah direkrut dan digeneralisasikan oleh

unit perinatologi dengan ukuran block acak

100-250. Peserta yang direkrut oleh bidan

bersedia berpartisipasi, dibuka amplop dan

dialokasikan.

Apakah uji yang dipakai sebagai baku emas

dilakukan dengan mengabaikan hasil dari

pemeriksaan lain yang sedang diuji

akurasinya?

Tidak, pada penelitian ini jika salah satu

kondisi seperti perlambatan denyut jantung

janin atau takikardia pada auskultasi dan

ciaran ketuban bercampur mekonium, suhu ibu

>38oC, persalinan lebih dari 8 jam maka

digunakan EFM.

Akankah kemungkinan sakit setelah

pemeriksaan mempengaruhi manajemen dan

pertolongan anda kepada pasien? (Dapatkah

hal ini menggerakkan anda dari nilai ambang

pemeriksaan dan terapi? Apakah pasien anda

merupakan berkeinginan menjadi partner

dalam melakukan pemeriksaan ini?

Iya, bila janin terdiagnosa gawat janin setelah

pemeriksaan maka mempengaruhi manajemen

dan pertolongan pada ibu bersalin.

Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis

kandungan dan spesialis anak untuk

penanganan lebih lanjut.

Akankah konsekuensi-konsekuensi

pemeriksaan menolong pasien anda?

Efek dari gawat janin tidak hanya dialami bayi

pada saat lahir, tetapi juga berpengaruh pada

perkembangan bayi. Dengan melakukan deteksi

gawat janin secara rutin akan membantu

pasien2 yang mengalami kelainan pada masa

persalinan.

4. Mengaplikasikan Bukti

Contoh:

Apakah hasil yang valid dari penelitian uji diagnosis ini penting?

Page 4: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

Hitungan anda:

Target penyakit: gawat janinTotal

postif Negative

CardiotocographyPositif a b a + b =

Negatif c d c + d =

Total a + c = 46 b + d = 104a + b + c + d =

4298

Sensitivitas (SN) = a/(a+c) =

Spesifisitas (SP) = d/(b+d) =

Positive Predictive Value(Nilai ramal positif) = a/(a+b) =

Negative Predictive Value(Nilai ramal negatif) = d/(c+d) =

Pre test Probability(Kemungkinan sakit sebelum diperiksa (prevalensi) =

(a+c)/(a+b+c+d) =

RR= 0,90;95% CI, 0,75-1,08

ARR=1-RR

               1-0,90= 0,1 (10%;95 CI, 0,75-1,08)

NNT= 1/ARR=1/0,1=10

Apakah anda dapat menerapkan bukti ilmiah yang valid dan penting dari

penelitian uji diagnosis dalam merawat pasien anda?

Apakah alat diagnosis ini tersedia, dapat

diadakan, tepat, teliti di tempat anda

bekerja?

Alat diagnosis ini sudah banyak digunakan di

pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit

karena mudah dan murah.

Dapatkah anda membuat estimasi

kemungkinnan sakit sebelum dilakukan

pemeriksaan (dari data-data praktek sehari-

hari, dari pengalaman pribadii, dari laporan

atau dari spekulasi klinis)?

Sebelum dilakukan pemeriksaan kita bisa

membuat estimasi kemungkinan gawat janin

Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan

melalui analisa keluhan ibu (anamnesis),

pemantauan gerak harian janin dengan kartu

gerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri

dalam sentimeter, pemantauan denyut jantung

janin (DJJ) dan analisa penyakit pada ibu.

Page 5: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

5. Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan langkah-langkah 1-4 dan

mencari cara untuk meningkatkan mereka berdua untuk waktu berikutnya.

a. PICO

Contoh :

PICO percobaan cardiotokograpi cocok dengan pertanyaan klinis kita yaitu

bagaimanakah efektifitas pemeriksaan kardiotokograpi untuk mendeteksi

kesejahteraan janin dalam proses persalinan.

b. Validitas Internal

1) Rekrutmen

Contoh :

Pada percobaan cardiotokograpi, subjek direkrut dari awal secara sukarela.

Kriteria inklusi/eksklusi menunjukkan bahwa perekrutan subjek mewakili

populasi yang jelas (ibu hamil tunggal dengan usia kehamilan kurang dari 42

minggu, tidak ada kelainan janin dan komplikasi kehamilan, suhu tubuh ibu

kurang dari 37,5o C saat masuk dan bersedia menjadi responden). Ini termasuk

penelitian yang besar karena jumlah responden sebanyak 8580 wanita( Admission

CTG= 4298, Usual care=4282). Jumlah subjek cukup menyediakan sampel yang

mewakili.

2) Alokasi

Penempatan kelompok secara acak tetapi metode yang dipakai (amplop tertutup)

bukan metode paling efektif untuk menghilangkan bias penempatan. subjek tahu

di mana kelompoknya berada.

Contoh :

Baik karena bias penempatan ((ibu hamil tunggal dengan usia kehamilan kurang

dari 42 minggu, tidak ada kelainan janin dan komplikasi kehamilan, suhu tubuh

ibu kurang dari 37,5o C saat masuk dan bersedia menjadi responden). Terdapat

perbedaan signifikan secara statistik pada peningkatan operasi SC antara 2

kelompok.

3) Maintenance

Sekali subjek ditempatkan ke kelompok, maka semua subjek diatur secara sama,

outcome yang relevan diukur menggunakan metodelogi yang sama untuk kedua

kelompok tersebut, akan tetapi banyak yang hilang pada saat follow upI.

4) Measurement

Page 6: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

Blinding / penyamaran – bidan  yang melakukan pemeriksaan dengan

menggunakan gold standar mengetahui keadaan pasien sebelumnya.

Objectivity /objektivitas – pengukuran outcome tergantung interprestasi

dari  alat cardiotocography dan auskultasi intermitten

Overall / keseluruhan (Validitas internal) : percobaan dilakukan dengan baik

c. Overall/keseluruhan (Validitas internal)

Percobaan dilaksanakan dengan baik tapi memiliki kelemahan metodologi yang bisa

berdampak pada outcomes.

d. Hasil

Contoh :

Hasil menunjukkan perbedaan besar antara kelompok perlakuan dengan kelompok

kontrol, tidak signifikan secara statistik (karena CI melewati angka 1

ARR = 1 – RR

1 - 0,90 = 0,1 (10%;95 CI, 0,75-1,08)

NNT= 1/ARR=1/0,1=10

e. Kesimpulan

Contoh :

Hasil penelitian menunjukkan cardiotocography memiliki dua peran potensial.

Pertama, mungkin bertindak sebagai stress test untuk janin yang mungkin menjadi

hipoksia dalam proses persalinan. Kedua, mungkin mendeteksi dan pelayanan yang

cepat dari beberapa janin yang sudah kronis hypoxic. Sementara itu angka NNT

cukup besar (10), sekarang tinggal seberapa penting keputusan klinis sehubungan

dengan konsekuensinya.

f. Level Evidance Based Diagnostic Accuracy

Contoh :

Judul Metode Level

Admission cardiotocography: randomised controlled trial II B

Sumber : http://ekarianamidwifery.blogspot.co.id/2015/04/langkah-dalam-evidence-based-

practice.html diakses pada tanggal 4 Mei 2016 pukul 09.15 WIB (eka riana, 15 April 2015)

Page 7: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

Langkah-langkah dalam penerapan evidence based medicine-practice:

1. Penerapan evidence based medicine-practice dimulai dari pasien, masalah klinis atau

pertanyaan yang timbul terkait perawatan yang diberikan pada klien.

2. Merumuskan pertanyaan klinis (rumusan masalah) yang mungkin, termasuk pertanyaan

kritis dari kasus/ masalah ke dalam kategori.

Contoh : desain studi dan tingkatan evidence.

3. Melacak/ mencari sumber bukti terbaik yang tersedia secara sistematis untuk menjawab

pertanyaan.

4. Penilaian kritis (critical appraisal) akan bukti ilmiah yang telah didapat untuk validitas

internal/ kebenaran bukti, (meliputi: kesalahan sistematis sebagai akibat dari bias seleksi,

bias informasi dan faktor perancu; aspek kuantitatif dari diagnosis dan pengobatan;

ukuran efek dan aspek presisi; hasil klinis; validitas eksternal atau generalisasi), dan

kegunaan dalam praktrk klinis.

5. Penerapan hasil dalam praktek pada klien, dengan membuat keputusan untuk

menggunakan atau tidak menggunakan hasil studi tersebut, dan atau mengintegrasikan

bukti tersebut dengan pengalaman klinis dan faktor pasien/ klien dalam menentukan

keputusan tersebut.

6. Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan pada klien.

Untuk menggunakan hasil penelitian/ bukti sebagai referensi dalam memberikan

perawatan pada klien, diperlukan suatu tinjauan sistematis/ review sistematis (evidence

review/ systematic review) dari hasil penelitian-penelitian serupa. Tinjauan sistematis ini

dapat kita lakukan sendiri atau menggunakan tinjauan sistematis yang sudah disusun dan

dipublikasikan oleh seorang penulis (peneliti, akademisi, praktisi) yang ahli dibidangnya

untuk memberikan rencana terperinci dan berulang tentang pencarian literatur dan

evaluasi dari bukti-bukti tersebut.

Setelah semua bukti terbaik dinilai, pengobatan/ perawatan dikategorikan sebagai:

1) Mungkin bermanfaat.

2) mungkin berbahaya.

3) Bukti tidak mendukung salah satu manfaat atau bahaya.

Kualitas bukti dapat dinilai berdasarkan jenis sumber bukti (dari meta-analisis dan

review sistematis uji klinis), faktor lainnya termasuk validitas statistik, relevansi klinis,

keakuratan dan kekinian, dan penerimaan. Dalam evidence based medicine-practice kategori

Page 8: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

berbagai jenis evidence based dan tingkatan atau nilainya disesuaikan dengan kekuatan hasil

penelitian dari berbagai jenis bias penelitian.

Penilaian untuk menilai kualitas bukti berdasarkan US Preventive Services Task

Force (USPSTF), dikategorikan menjadi:

1. Tingkat I : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan

metode randomized controlled trial.

2. Tingkat II-1 : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan

metode controlled trials without randomization.

3. Tingkat II-2 : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan

metode studi kohort atau kasus control rancangan studi analitik, yang dilakukan pada

lebih dari satu kelompok penelitian.

4. Tingkat II-3 : bukti diperoleh dari beberapa rancangan penelitian time series design

dengan atau tanpa intervensi. Hasil yang dramatis dalam uji terkontrol dapat juga

dianggap sebagai jenis bukti.

5. Tingkat III : pendapat otoritas/ ahli yang dihormati, berdasarkan pengalaman klinis,

penelitian deskriptif, atau laporan komite ahli. Dalam pedoman dan publikasi lainnya,

rekomendasi untuk layanan klinis diklasifikasikan berdasarkan resiko klinis dibandingkan

dengan manfaat layanan dan tingkat bukti dimana informasi/ hasil penelitian didapatkan.

Klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan The US Preventive Services Task Force:

1. Tingkat A : bukti ilmiah baik, menunjukkan bahwa manfaat dari layanan klinis secara

substansial lebih besar daripada risiko potensial. Pemberi layanan harus mendiskusikan

jenis/ bentuk layanannya dengan klien yang memenuhi syarat.

2. Tingkat B : bukti ilmiah cukup baik, menunjukkan bahwa manfaat dari layanan klinis

melebihi potensi risiko. Pemberi layanan harus mendiskusikan jenis/ bentuk layanan

dengan klien yang memenuhi syarat.

3. Tingkat C: bukti ilmiah cukup baik, menunjukkan bahwa ada manfaat yang diberikan

oleh layanan klinis, tetapi keseimbangan antara manfaat dan risiko yang terlalu dekat

untuk membuat rekomendasi. Pemberi layanan tidak perlu menawarkan kecuali ada

pertimbangan individu.

4. Tingkat D: bukti ilmiah cukup baik, menunjukkan bahwa risiko layanan klinis melebihi

manfaat potensial. Pemberi layanan tidak harus menawarkan layanan kepada klien tanpa

gejala.

Page 9: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

5. Tingkat I: Bukti ilmiah yang kurang, kualitas yang buruk atau bertentangan, sehingga

risiko dibanding manfaat tidak dapat dinilai. Pemberi layanan harus membantu klien

dalam memahami ketidakpastian seputar layanan klinis.

Meskipun evidence based medicine-practice dianggap sebagai standar emas dalam praktek

klinis, terdapat sejumlah keterbatasan dalam pelaksanaannya:

1. Evidence based medicine-practice menghasilkan penelitian kuantitatif, terutama dari

desain Randomized Controlled Trial (RCT). Dengan demikian, hasilnya mungkin tidak

relevan untuk semua situasi perawatan.

2. Penelitian dengan desain RCT mahal, maka prioritas diberikan pada topic penelitian yang

dipengaruhi oleh kepentingan para “sponsor”.

3. Ada jeda antara saat RCT dilakukan dengan ketika hasilnya dipublikasikan, dan ada jeda

antara saat hasilnya dipublikasikan dengan saat hasilnya diterapkan dengan benar.

4. Penelitian dengan rancangan RCT membatasi generalisasi, karena penelitian tidak

dilakukan pada semua populasi.

5. Tidak semua bukti dari penelitian dengan rancangan RCT dapat diakses dengan mudah,

sehingga efektivitas pengobatan yang dilaporkan mungkin berbeda dari yang dicapai

dalam praktek klinis rutin.

6. Hasil studi/ penelitan yang diterbitkan mungkin tidak mewakili semua studi yang

diselesaikan pada topik tertentu (diterbitkan dan tidak diterbitkan) atau mungkin tidak

dapat diandalkan karena kondisi studi yang berbeda dan bervariasi.

Penelitian umumnya cenderung berfokus pada populasi, namun tiap-tiap individu

dalam populasi dapat bervariasi secara substansial dari norma-norma yang umum terjadi

dalam suatu populasi. Dapat disimpulkan bahwa evidence based medicine-practice berlaku

untuk kelompok orang (populasi). Namun hal tersebut tidak menghalangi pemberi layanan

dari menggunakan pengalaman pribadi mereka dalam memutuskan bagaimana menyelesaikan

setiap masalah. Salah satu sumber menyarankan bahwa: “pengetahuan yang diperoleh dari

penelitian klinis tidak langsung menjawab pertanyaan klinis, apa yang terbaik bagi klien”,

dan menunjukkan bahwa evidence based medicine-practice tidak harus menyimpang dari

nilai pengalaman klinis. Sumber lainnya menyatakan bahwa “evidence based medicine-

practice berarti mengintegrasikan keahlian klinis individu dengan bukti klinis terbaik yang

tersedia (diakses secara terbuka/ umum) dari penelitian yang sistematis”.

Penerapan evidence based medicine-practice dalam pelayanan kebidanan (evidence based

Page 10: 5 Langkah Dalam Evidence Based Practice

midwifery) khususnya dalam asuhan kehamilan, diantaranya sebagai pertimbangan dalam:

melaksanakan pemeriksaan ibu hamil, menjalankan program antenatal care (standar asuhan

kehamilan, standar kunjungan), mengatasi keluhan/ ketidaknyamanan yang dialami selama

kehamilan, pemenuhan kebutuhan dasar ibu hamil, dan penatalaksanaan penyulit/ komplikasi

kehamilan.

Sumber : https://oshigita.wordpress.com/tag/evidence-based-midwifery/ diakses pada tanggal

4 Mei 2016 pukul 09.40 WIB (Gita Kostania, 13 April 2015)

Referensi:

American Psychological Association. (2006). APA presidential task force on evidence based

practice. Washington, DC: Author.

Anonim. (2014). Evidence based health care and systematic

review.http://community.cochrane.org/about-us/evidence-based-health-care. Florida State

University.

Elder, Linda. (2007). Critical Thinking. http://www.criticalthinking.org/pages/defining-

critical-thinking/766. Tomales, CA.

Slawson DC, Shaughnessy AF. Teaching evidence-based medicine: should we be teaching

information management instead? Acad Med. 2005 Jul;80(7):685-9.

Sackett DL, Strauss SE, Richardson WS,et al. Evidence-based medicine: how to practice and

teach EBM. London: Churchill-Livingstone, 2000.