5 adat sangka nagari filecontoh: suku piliang ada 7 (tujuh) payung, caniago 4 (empat), malayu ... e....
TRANSCRIPT
16
5 ADAT SANGKA NAGARI
5.1 Sistem Pengangkatan Penghulu
Tugas dan fungsi serta beban seorang Penghulu/ Ninik Mamak adalah
sangat berat namun merupakan pekerjaan yang sangat mulia disisi Allah SWT.
Penghulu sebagai pemegang amanah harus mampu dan mau berkorban
mengemban tanggung jawab yang mulia ini. Untuk itu, maka Anak Kemenakan
dan Anak Nagari harus berperan aktif dalam membantu menunjang
pelaksanaan fungsi dan tugas penghulu tersebut tentang segala kekurangan
seorang Penghulu. Peran aktif dimaksudkan kepada Anggota Kaum (Pasukuan).
Anak Nagari Maninjau juga harus memahami dan mendalami kaidah-kaidah
adat alam Minangkabau secara umum, dan khususnya adat yang berlaku di
Salingka Nagari Maninjau. Dalam hal ini peran serta Anak Nagari/ Anggota
Kaum (Pasukuan) waktu pemilihan/ pengangkatan penghulu harus betul-betul
cermat dalam menetapkan calon dengan mengacu kepada :
a. Sepakat kaum merupakan hukum; b. Sakato Nagari merupakan syarat.
Syarat yang dapat dikukuhkan menjadi seorang Penghulu/ Ninik
Mamak adalah :
1. Bertaqwa kepada Allah SWT dalam arti kata menjalankan syariat Islam dan meninggalkan larangannya.
2. Baligh/ berakal. 3. Berilmu tentang Adat dan Agama. 4. Sehat jasmani dan rohani, serta telah berkeluarga. 5. Anak Nagari Maninjau menurut garis keturunan ibu sesuai
dengan ranji. 6. Peduli kepada Nagari. 7. Sidiq, Amanah, Fathonah, Tabligh. 8. Tidak cacat hukum. 9. Kalau syarat di atas (1-8) tidak terpenuhi, pengangkatan
penghulu dapat ditangguhkan. 10. Datuak Panungkek yang dipilih bersedia menjadi Penghulu
Andiko. 11. Legaran dituruik, piliahan basamo, yang dimakan mungkin jo
patuik.
17
Bagi seorang penghulu Andiko yang masih hidup tapi tidak bisa atau
tidak sanggup lagi mengemban amanah yang diberikan kepadanya boleh
diganti, disebut dengan hiduik bakarilahan. Begitu pula seorang Panghulu
Andiko meninggal dunia, harus diganti, disebut mati batungkek bodi.
Dalam kelarasan Bodi Caniago diungkapkan dengan pantun :
"Ramo-ramo sikumbang jati Katik Endah pulang bakudo Patah tumbuah, hilang baganti Adat pusako baitu juo".
Disamping hiduik bakarilahan, mati batungkek bodi, penggantian
penghulu mutlak dilakukan oleh kaum pasukuan bila penghulu melakukan
kesalahan besar yaitu :
1. Tapatiak dibungo kambang, yaitu menikahi seorang perempuan yang punya suami.
2. Takuruang di biliak dalam, yaitu melakukan perbuatan tercela/perzinahan.
3. Tapanjek dilansek masak, yaitu melakukan perbuatan seperti pencurian, berkelahi, berjudi, dan perbuatan tidak pantas (tercela), bagi seorang penghulu Andiko (Ninik Mamak).
Secara universal dalam adat Minangkabau sebetulnya kesalahan
seorang penghulu ada 4 (empat macam), namun di Kenagarian Maninjau
kesalahan “Tamandi di Pincuran Gadiang", pada tahun 1946 atas kesepakatan
Sidang Kerapatan Adat Nagari Maninjau dihapuskan (tidak diberlakukan).
Kepada setiap kaum persukuan yang melakukan penggantian
penghulu diwajibkan untuk membayar berupa emas sebagai uang baramban
kepada KAN dengan nilainya sebagai berikut:
1. Penggantian penghulu dalam konteks "hiduik bakarilahan" sebesar 1
(satu) emas.
2. Penggantian penghulu dalam konteks "mati batungkek bodi" sebesar
1/2 (setengah) emas.
3. Kalau dalam konteks melakukan kesalahan sebesar 11/2
(satu
setengah) emas.
18
5.1.1 Proses Pengangkatan Penghulu
5.1.1.1 Hiduik Bakarilahan
Proses pengangkatan seorang penghulu tidak terlepas, mulai dari
mengangkat Datuak Panungkek, yang nantinya dapat diharapkan untuk
menggantikan penghulu secara langsung apabila tiba masanya dalam konteks
hiduik bakarilahan, mati batungkek bodi. Namun yang perlu diingat bahwa
bukanlah mutlak seorang Datuak Panungkek harus diangkat menjadi pengganti
penghulu. Mamak pusako perlu lagi meninjau syarat-syarat yang masih melekat
di diri Datuak Panungkek tersebut, apakah cocok/ sesuai dengan persyaratan
untuk menjadi penghulu.
Untuk mendapat seorang penghulu yang ideal sesuai dengan
persyaratannya harus melalui proses sebagai berikut :
a. Pimpinan kaum dalam satu payung panji yang terdiri dari Penghulu,
Datuak Panungkek, Imam Khatib Adat, Mamak Pusako, yang
dipandang patut, mengadakan pertemuan/ musyawarah atau
menyaring calon.
b. Penyaringan calon yang dimaksud pada butir (a) mengacu pada
kriteria yang telah ditetapkan sebagai syarat bagi seseorang yang
dapat diangkat sebagai seorang penghulu.
c. Calon yang telah disaring (lebih dari satu), sebaiknya dibawa kepada
forum koordinasi pasukuan di bawah payung panji yang ada pada
pasukan tersebut.
Contoh: Suku Piliang ada 7 (tujuh) payung, Caniago 4 (empat), Malayu
5 (lima), dan seterusnya begitu pula dengan pasukan lainnya.
d. Setelah didapat masukan atau pertimbangan dari forum pasukuan
yang bersangkutan, maka calon terpilih diminta persetujuan kaum
dalam payung tersebut.
e. Mamak Pusako mengajukan surat pemberitahuan kepada KAN.
f. Dalam pelaksanaan hiduik bakarilahan dapat dilaksanakan secara
sederhana menurut kemampuan masing-masing suku, minimal hanya
dengan menyediakan jamuan alek dengan 100 (seratus) buah lapek.
g. KAN memeriksa atau mencermati surat yang disampaikan Mamak
Pusako (surat harus diketahui/ ditandatangani salah seorang
penghulu dalam kaum pasukuan yang bersangkutan). Kalau segala
persyaratan sudah dipenuhi, KAN memberitahu bahwa pengangkatan
19
penghulu yang bersangkutan dapat dilaksanakan. Penentuan waktu/
hari alek batagak gala penghulu itu ditetapkan oleh KAN. Seandainya
KAN menilai bahwa persyaratan bagi serang calon penghulu itu belum
terpenuhi, masih ada “murai nan bakicau dan rantiang nan
badatiak”, KAN harus memberitahukan Mamak Pusako yang
memasukkan surat (butir e) bahwa pengangkatan penghulu yang
diusulkan belum dapat dilaksanakan dan supaya ditinjau kembali
sesuai dengan petunjuk/ arahan dari KAN. Pada acara alek batagak
gala penghulu dalam konteks “Hiduik bakarilahan" ini, seluruh
penghulu yang hadir harus memakai pakaian kebesaran penghulu
karena sesuai dengan kata adat "Kaba baiak bahimbauan", atau
dengan kata lain bahwa disaat acara ini penghulu lainnya diundang
untuk menghadiri acara ini, sehingga dapat mempersiapkan
pakaiannya. Undangan dimaksud disampaikan langsung oleh Mamak
Pusako dengan membawa carano yang berisi siriah salangkok
ganoknyo.
5.1.1.2 Mati Batungkek Budi
Apabila seorang penghulu meninggal dunia, maka dia akan digantikan
oleh seorang yang telah disepakati kaumnya. Penggantian penghulu yang
demikian dalam adat dinamakan "mati batungkek budi". Adapun proses atau
upacara melewakan gelar penghulu tersebut dapat dilakukan secara berikut:
a. Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa Datuak Panungkek
adalah seorang yang diharapkan atau dikaderkan untuk
menggantikan Penghulu Andiko, baik dalam konteks hiduik
bakarilahan maupun dalam konteks mati batungkek budi. Namun
putusan terakhir dalam hal ini ditentukan oleh kaum dan Mamak
Pusako di bawah payung panji penghulu yang akan diganti. Apabila
kaum dan Mamak Pusako telah sepakat dengan kata bulat untuk
memakaikan gelar pusako penghulu kepada Datuak Panungkek, maka
sebelum mayat ditanamkan, gelar pusaka itu dilewakan, dalam adat
upacara melewakan gelar pusaka ini disebut "Bapuntiang di tanah
sirah, Gadang dipakuburan". Di Nagari Maninjau upacara ini
diadakan di rumah duka dan biasanya di rumah anak/ istri penghulu
tersebut. Karena acara ini mendadak dilaksanakan, sesuai dengan
adat "Kaba buruak bahambauan" maka penghulu yang hadir tidak
20
diwajibkan memakai pakaian kebesaran penghulu, dalam arti kata
karena tergesa-gesa tidak dapat mempersiapkan pakaian tersebut.
b. Apabila kaum dan Mamak Pusako belum sepakat untuk menunjuk
atau memakaikan gelar pusaka kepada Datuak Panungkek secara
otomatis maka sesuai dengan syariat Islam, jenazah penghulu yang
meninggal harus diselenggarakan pemakamannya. Sedangkan prosesi
atau acara batagak gala/ malewakan gelar adat penghulu tersebut
dilakukan kemudian menurut proses yang telah ditetapkan dalam
jangka waktu tidak boleh lebih dari 3x7 hari, gelar pusaka penghulu
tersebut harus diisi lagi.
Keadaan ini tejadi biasanya disebabkan oleh dua hal :
1. Pertama karena Datuak Panungkek yang telah ada tidak bersedia
diangkat menjadi penghulu dengan alasan-alasan yang dapat diterima
oleh kaum dan Mamak Pusako dalam payung panjinya.
2. Kedua karena kaum dan Mamak Pusako menilai bahwa Datuak
Panungkek yang telah ada tidak lagi memenuhi persyaratan untuk
memangku gelar tersebut.
Untuk itu menjelang batas waktu 3x7 hari yang telah ditetapkan
untuk mengganti penghulu, kaum dan Mamak Pusako harus mencarikan
pengganti Datuak Panungkek tersebut. Kalau kaum dan Mamak Pusako telah
mendapatkan pengganti Datuak Panungkek itu maka Mamak Pusako
memberitahu (melalui surat) kepada KAN untuk melewakannya.
Menurut Adat Salingka Nagari yang berlaku di Nagari Maninjau,
melewakan Datuak Panungkek dilaksanakan setelah sholat Jum’at di mesjid
tertua yaitu Mesjid Ummul Qura yang terletak di Jorong Bancah. Kalau
melewakan Datuak Panungkek tersebut tidak dilaksanakan di Mesjid Sidang
Nagari, tidak sah sepanjang Adat Salingka Nagari Maninjau.
Setelah Datuak Panungkek dilewakan di Mesjid Sidang Nagari, maka
dalam jangka waktu 3x7 hari yang telah ditetapkan Datuak Panungkek tersebut
sudah dapat dilewakan untuk pengganti Penghulu Andiko yang meninggal
dunia. Upacara melewakan/ batagak gala penghulu ini dilaksanakan di rumah
tuo Datuak Panungkek yang akan dilewakan menjadi Penghulu Andiko tersebut.
Sama halnya dengan "Bapuntiang di tanah sirah, Gadang di pakuburan" (butir
a), prosesi pengangkatan penghulu ini masih dalam konteks "Kaba buruak
21
bahambauan", dimana penghulu yang hadir tidak diwajibkan memakai pakaian
kebesaran penghulu.
Pada upacara batagak gala penghulu "Mati batungkek bodi", baik
"Bapuntiang di tanah sirah, Gadang di pakuburan", maupun yang lain, batas
waktunya adalah 3x7 hari, sipangka tidak menyediakan juadah atau makan dan
minuman dalam suasana berkabung tersebut.
5.1.2 Prosesi Acara Batagak Gala Panghulu
Di Kanagarian Maninjau, acara batagak gala panghulu dikemas dengan tertib acara sebagai berikut:
1. Pembukaan oleh Protokol
Bagi seseorang yang telah ditunjuk menjadi protokol (pembawa acara) sebelum memulai acara harus bertanya (meminta sifat) kepada orang tua-tua (salah seorang penghulu) dalam pasukuannya, apakah acara sudah boleh untuk dimulai. Sebagai contoh, kalau batagak gala Angku Datuak Tunaro (suku Piliang), maka protokol harus meminta sifat/ bertanya kepada salah seorang penghulu suku Piliang yang lain dengan ungkapan kata atau pasambahan sebagai berikut:
Protokol (St. Sinaro)
Angku Datuak Pamuncak, sambah dipuhunkan kapado Angku, sakali gawa baribu ampun, rila jo maaf ambo pintak
DT. Pamuncak Manitahlah /sabuiklah /sampaikanlah Sutan Sinaro
Protokol Kapado Angku surang tampek ambo maantakan sambah, aratinyo bana iyolah kapado sagalo Angku-angku Niniak Mamak Nan Gadang Basa Batuah, kapai tampek batanyo, kapulang tampek babarito. Malah ruponyo kiniko, pandang jauah dilayangkan, pandang dakek ditukiakkan, nampaknyo sapanjang alek nan kito undang, nan jauah alah datang, nan dakek alah tibo. Kok ka lai kato nan ka disabuik, atau mukasuik nan ka disampaikan, alah ko buliah dikatangahkan.
DT. Pamuncak Maa lah St Sinaro, sapanjang panitahan nan disampaikan, singkek sajo jawabnyo tu di ambo, dek hari lah barambang tinggi juo, alek diundang alah tibo, kok kato basabuik mangkonyo tarang, karajo dikakok mangkonyo jadi, kayu ditakuak barabahkan, iyo lah patuik sutan sampaikan.
22
Protokol Angku Datuak Pamuncak, sapanjang panitahan Angku, sananglah rasonyo ati, sajuak didalam kiro-kiro, ka lurah ambo lah dapek aie, ka bukik ambo lah dapek angin. Sabalun ambo sampaikan kapado alek, mintak duo jari ambo, kok panjang, iyo bakarek, kok singkek Angku bilai.
DT. Pamuncak Insyaa Allah Sutan Sinaro, kito kan lai basamo
Selanjutnya protokol membuka acara dengan tertib dan menyampaikan rentetan acara yang akan dilaksanakan.
2. Pembacaan kalam Ilahi
3. Sekapur sirih (hantaran kata) dari sipangka yang disampaikan oleh Mamak Pusako
4. Penyerahan acara/prosesi oleh protokol kepada Janang yang sudah ditunjuk.
Penyerahan acara prosesi batagak gala penghulu dari protokol diungkapkan dalam pantun sebagai berikut:
“Alang babega di udaro bakuik tabang malayang jikok galanggang ba juaro adaik alek barajo janang”
Untuk memimpin atau melanjutkan acara ini kami serahkan kepada Angku Sutan Bandaro Alam yang telah ditunjuk menjadi Janang dari pihak sipangka dan Angku Sutan Panghulu Alam sebagai janang dari pihak si alek.
Dalam lanjutan acara ini, pihak janang dari pihak si pangka menyampaikan pidato yang pada garis besarnya berisikan: a. Pembacaan Tambo Adat secara ringkas
b. Pidato pasambahan siriah
c. Penyampaian pemakaian gelar pusako Panghulu Andiko yang
dipakaikan kepada Angku Dt. .......
d. Permohonan kepada ninik mamak dalan Nagari agar penghulu
yang baru dipakaikan gelarnya supaya dibawa duduk sama
rendah, tagak sama tinggi
Pasambahan yang disampaikan oleh Janang pihak si pangka
disampaikan kepada hadirin melalui Janang pihak alek yang telah
ditunjuk. Namun perlu diingat oleh Janang pihak si pangka bahwa di
23
awal pasambahan harus ditujukan kepada Angku-Angku, Ninik
Mamak, dan batang/maksud pasambahan ditujukan pada Janang
pihak alek.
Janang pihak alek setelah menerima panitahan dari Janang si pangka,
meminta kepada Angku-Angku, Ninik Mamak apa yang akan meniadi
jawabnya (kato nan alah bajawab, pambari nan alun baagiahan,
bamintakan ka Angku-Angku, Ninik Mamak apo nan ka buah
barinyo).
Selanjutnya Ninik Mamak berunding untuk memberikan jawabnya
kepada Janang pihak alek.
Demikianlah selanjutnya apa-apa yang akan disampaikan oleh Janang
si pangka dimintakan buah barinya kepada Ninik Mamak oleh Janang
pihak alek karena sesuai dengan ungkapan kata-kata adat "Samo
gadang lawan baiyo, Nan tuo tampek batanyo".
Acara prosesi batagak gala penghulu ini dipimpin oleh Janang si
pangka berakhir sampai telah diterimanya oleh Ninik Mamak bahwa
penghulu yang baru dipakaikan gelarnya untuk dibawa duduk sama
rendah, tegak sama tinggi di dalam adat atau sederajad dengan
Penghulu Ninik Mamak yang telah ada.
5. Pidato pengukuhan penghulu yang baru dipakaikan gelarnya (diangkat) oleh salah seorang Ninik Mamak Nan 24.
6. Pidato ini telah disusun tersendiri dalam bentuk buku saku dan telah dipunyai oleh seluruh Ninik Mamak, Datuak Panungkek, Imam Khatib Adat, Mamak Pusako tiap pasukuan untuk disosialisasikan kepada anak kemenakan atau kaum masing-masing. Namun secara ringkas/ garis besarnya isi pidato "pengukuhan penghulu" tersebut mencakup :
i. Puji syukur kepada Allah SWT, salawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, dan penghormatan kepada hadirin.
ii. Tambo/ Sejarah Adat Alam Minangkabau mulai dari asal usul dan
perkembangan Nenek moyang sampai kepada proses batagak
gala penghulu.
iii. Mengingatkan kepada Penghulu yang baru diangkat akan fungsi
dan tugas serta martabat, larangan / pantangan bagi seorang
24
Penghulu yang terkandung dalam hikmah pakaian kebesaran
Penghulu.
iv. Mengajak atau membawa penghulu yang baru diangkat
bersama-sama dengan Penghulu Ninik Mamak yang telah ada,
duduk sama rendah, tegak sama tinggi, dan bahu membahu
dalam membangun Nagari demi kesejahteraan Anak Nagari.
v. Sepatah kata dari Penghulu yang baru diangkat menyikapi pidato
pengukuhan penghulu yang telah disampaikan oleh salah
seorang Ninik Mamak. Dimana segala pesan-pesan yang telah
disampaikan akan diingat sebaik-baiknya. "Siang dipatungkek,
Malam dipakalang ulu".
vi. Sebagai penutup acara prosesi batagak gala penghulu dipatri
dengan do’a yang dipimpin oleh salah seorang Imam Khatib
Adat.
Selanjutnya acara berpindah dari Medan Nan Bapaneh ke Medan Nan
Balinduang, atau ke atas Rumah Gadang untuk melakukan makan bersama,
kecuali pada acara batagak penghulu dalam konteks "Bapuntiang di tanah sirah,
gadang dipakuburan" ataupun "Batungkek budi", acara makan minum tidak
diadakan.
5.2 Sistem Penyelesaian Sako Jo Pusako
Pertikaian pendapat dan silang sengketa ditengah-tengah masyarakat
merupakan suatu hal yang biasa terjadi karena fitrah sebagai salah seorang
insan manusia yang tidak sempurna. Manusia bersifat khilaf hanya Allah SWT
yang bersifat Gadim. Dengan mengamalkan kata-kata adat :
"lndak ado kusuik nan indak salasai lndak ado karuah nan indak ka janiah Kusuik bulu paruah nan ka manyalasaian Kusuik di ujuang cari ka pangkanyo".
Pahatan kata di atas bermakna bahwa di Alam Minangkabau segala
pertikaian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat bisa diselesaikan dengan
sebaik-baiknya dengan cara yang bijaksana.
Begitu pula di Kenagarian Maninjau, pertikaian pendapat ataupun
silang sengketa di dalam kaum pasukuan ataupun dalam bermasyarakat,
bajiran tetangga seperti pertikaian dalam menetapkan batas tanah (supadan),
25
masalah pegang gadai/ jual beli tanah ataupun pengangkatan penghulu, Imam
Khatib Adat sering terjadi semenjak dari Ninik Mamak terdahulu.
Pertikaian atau silang sengketa yang terjadi diselesaikan dengan
bijaksana berpedoman pada kaidah-kaidah adat dan syara’ yaitu berjenjang
naik, bertangga turun atau dengan kata lain "Naiak dari janjang paliang bawah,
turun dari tanggo nan paliang ateh".
Bentuk-bentuk atau jenis pertikaian yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat secara garis besarnya dapat dikategorikan dengan 4 (empat)
kriteria yaitu :
1. Kusuik bulu (kusut bulu)
2. Kusuik rambuik (kusut rambut)
3. Kusuik tali (kusut tali)
4. Kusuik sarang tampuo (kusut sarang tempua)
5.2.1 Kusuik Bulu (Kusut Bulu)
Kusuik bulu merupakan pertikaian atau sengketa yang terjadi dalam
suatu kaum pasukuan yang masih mempunyai hubungan kekerabatan yang
dekat, diumpamakan dengan seekor burung, apabila bulunya kusut, paruhnya
sendiri yang akan menyelesaikan. Jadi dalam hal ini Mamak Tungganai
mempunyai tanggung jawab penuh dan harus bisa menyelesaikan tanpa
melibatkan orang lain.
5.2.2 Kusuik Rambuik (Kusut Rambut)
Kusuik rambuik dikiaskan pada pertikaian suatu sengketa antara satu
keluarga dengan keluarga lain di dalam suatu kaum pasukuan baik yang
bernaung di sebuah payung panji (seorang penghulu) atau antar keluarga yang
berlainan penghulu.
Dalam hal ini Mamak Tungganai masing-masing keluarga yang
berrtikai harus berusaha menyelesaikan terlebih dahulu dengan bijaksana.
Kalau kedua Mamak Tungganai tidak dapat menyelesaikan atau menemui jalan
buntu, mereka dapat membawa atau meminta Mamak Pusako untuk
menyelesaikan.
Seandainya di tingkat Mamak Pusako masih belum dapat menemukan
jalan keluarnya, dapat dibawa atau dimintakan keikutsertaan Datuak
26
Panungkek atau Mamak-Mamak lain dalam pasukuan tersebut untuk
menyelesaikannya.
Jadi istilah kusuik rambuik (kusut rambut), sikek jo minyak (sisir
dengan minyak) menyelesaikannya. Artinya dapat melibatkan orang lain di luar
keluarga yang bertikai untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
5.2.3 Kusuik Tali (Kusut Tali)
Kusuik tali merupakan perselisihan atau sengketa yang terjadi antara
satu keluarga dengan keluarga lain antara jiran dengan tetangga, antara suatu
kaum pasukuan dengan pasukuan lain. Penyelesaiannya juga harus seperti pada
kusuik bulu dan kusuik rambuik. Dimulai dengan Mamak Tungganai kedua
belah pihak yang bersengketa dan diteruskan pada tingkat Mamak Pusako atau
kepada Penghulu kedua belah pihak.
Apabila penyelesaian sengketa ini pada tingkat penghulu masih
belum menemui jalan tengah, maka pihak yang merasa dirugikan dapat
mengadukan permasalahannya pada pihak yang lebih tinggi yaitu Kerapatan
Adat Nagari (KAN) melalui sidang perdamaian adat di kelembagaan KAN dengan
memasukan surat pengaduan. Perlu diingat bahwa surat pengaduan yang
disampaikan kepada KAN harus ditandatangani oleh Mamak Pusako dan
Penghulu Andiko di kaum pasukuan pihak yang mengadukan.
Surat pengaduan tersebut harus jelas dan terinci dengan substansi
permasalahan, tempat dan waktu kejadian, serta mengemukakan saksi saksi
yang melihat atau mengetahui permasalahannya. Setelah meneliti surat
pengaduan yang masuk, maka Ketua KAN melalui Bidang Perdamaian Adat bisa
menyikapi dengan dua hal sebagai berikut :
a. KAN dapat memandang bahwa sengketa tersebut bisa diselesaikan
dengan musyawarah dan mufakat dengan dimediatori oleh Bidang
Perdamaian Adat Nagari.
b. Selanjutnya KAN juga dapat memandang bahwa sengketa ini harus
dilakukan dengan Sidang Perdamaian Adat.
Setelah mendapat kesimpulan dari hasil penelitian/ mencermati surat
pengaduan yang masuk tersebut (butir a dan b), maka Ketua KAN
memberitahukan kepada pihak yang memasukkan pengaduan agar datang
pada waktu yang telah ditetapkan oleh KAN ke kantor KAN atau Balairung Adat
Nagari untuk diselesaikan.
27
Khusus untuk Sidang Perdamaian Adat, pihak yang mengadukan
harus datang dengan membawa carano ke Balairung yang telah diisi sirih
selengkap genapnya (salangkok ganoknyo) dan tanda penggugatan/ pengaduan
berupa uang.
Sebelum sidang perdamaian adat tersebut dilaksanakan, Ninik
Mamak Nan 24 (dua puluh empat) harus bermusyawarah untuk
mempersiapkan kelengkapan persidangan, antara lain dengan menunjuk/
menetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Hakim Adat yang terdiri dari
Ninik Mamak Nan 24.
Karena Hakim adalah seorang yang akan memutuskan perkara, maka
pemilihan hakim ini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati. Orangnya
harus mempunyai timbangan adil atau tidak memihak pada siapapun sesuai
dengan pahatan kata adat sebagai berikut :
"Samun saka tagak dibateh Umbuak umbi budi marangkak Suok kida riak mahampeh Di tangah-tangah Panghulu tagak".
Untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya, didalam adat
dinyatakan syarat-syarat seorang yang dapat ditunjuk sebagai Hakim adalah
Penghulu yang memahami betul tentang Adat, Syara’, Undang-Undang Adat
maupun pidana dan cupak.
Adapun sifat hakim adalah
Menerima dakwaan dari si Muda”i;
Meminta jawaban dari si Terdakwa;
Menentukan beberapa ketentuan dalam mencapai penyelesaian;
Menghukum/ menjatuhkan hukuman.
Selanjutnya, proses Persidangan Adat dapat digambarkan seperti
sketsa berikut
28
Gambar 1: Proses Sidang Perdamaian Adat
Dari sketsa proses pelaksanaan peradilan perdamaian adat di atas,
dapat dilihat bahwa penyelesaian sengketa akan dapat berjalan dengan baik
karena sejak dari pencermatan surat pengaduan, pembentukan Hakim Adat
yang mengadili serta mendengarkan keterangan pendakwa, jawaban terdakwa
dan keterangan para saksi dilakukan dengan seksama.
Putusan hukum yang diberikan oleh Hakim pada Sidang Perdamaian
Adat ini mengikat kedua belah pihak yang bersengketa dan harus dipatuhi, api
padam puntuang hanyuik, indak nampak barasok lai atau indak ado lai
rantiang nan badatiak atau murai nan bakicau.
29
5.2.4 Kusuik Sarang Tampuo (Kusut Sarang Tempua)
Kusuik sarang tampuo adalah persengketaan yang tidak dapat
diselesaikan walaupun telah diusahakan secara adat, bajanjang naiak batanggo
turun. Jalan terakhir untuk menyelesaikan sengketa tersebut adalah dengan
menempuh pengadilan negeri atau diproses menurut hukum pidana.
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan dapat digaris bawahi,
apapun bentuk perselisihan ataupun sengketa yang terjadi dilingkungan
masyarakat Kenagarian Maninjau harus diselesaikan. terlebih dahulu secara
kekeluargaan. Lebih jauh dari itu sebelum terjadi perselisihan sebaiknya kita
berfikir dalam-dalam karena di Kenagarian Maninjau tidak ada yang tidak
bersangkut paut, malah sangkut paut itu kadang-kadang sampai dengan 4
(empat) lapis.
5.3 Adat Nikah Kawin.
Pernikahan adalah merupakan suatu peristiwa yang sakral dan
dilaksanakan melalui tahap-tahap atau proses yang sangat hati-hati agar
pernikahan itu dapat kekal sepanjang masa.
Pada khotbah-khotbah yang disampaikan oleh Angku Kadhi, selalu
memesankan kepada kedua penganten yang dinikahkan agar penikahan ini
cukup dilakukan sekali seumur hidup.
Dalam adat Minangkabau terutama kepada pihak yang mempunyai
anak gadis/ anak perempuan diberikan tanggung jawab yang besar agar
berusaha dengan sungguh-sungguh supaya anak gadisnya dapat jodoh.
Begitu pentingnya pernikahan ini harus terlaksana, adat memberikan
kelonggaran kepada keluarga yang mempunyai anak perempuan dimana dalam
ketentuan adat bahwa harta pusaka tinggi tidak boleh dijual atau digadaikan,
tetapi ketentuan ini dapat diperbolehkan karena “Gadih gadang indak balaki".
Karena itulah maka sebelum menentukan siapa yang akan menjadi
jodoh dari anak kemenakannya, keluarga tersebut harus bertindak hati-hati
dengan menempuh tahap-tahap atau proses yang matang, Tahap-tahap atau
proses yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
30
5.3.1 Marisiak dan Pinang Maminang
Marisiak umumnya dilakukan oleh kerabat / keluarga pihak
perempuan. Bila dalam keluarganya ada gadis yang dipandang sudah patut
dicarikan jodoh, atau sudah patut berumah tangga maka mulailah keluarga
melayangkan pandang, artinya melihat-lihat atau mendengar-dengar jejaka /
bujang mana yang pantas pula untuk beristri dan kira-kira pantas untuk
dijodohkan dengan anak kemenakannya.
Apabila yang dipandang sudah tampak dan yang dicari sudah
ditemukan maka berundinglah para keluarga untuk memperbincangkan
keadaan calon yang diancar-ancar itu.
Kalau para keluarga sepakat dengan calon yang dimaksud, maka
ditugasilah seorang perempuan yang dipandang cakap untuk melakukan
penyelidikan atau marisiak kepada keluarga pihak jejaka yang diincar.
Biasanya orang yang ditugasi atau diutus untuk marisiak adalah
seorang perempuan yang dipandang cakap dan mampu berkomunikasi, pandai
berbicara, mulut manis kucindan murah. Apabila tugas marisiak ini berjalan
mulus dan mendapat angin segar dari keluarga pihak jejaka yang diincar
barulah dikirim utusan untuk melakukan peminangan yang dipimpin oleh
mamak si gadis.
Mamak yang datang meminang diiringi beberapa orang laki-laki dan
perempuan termasuk urang sumando pihak si gadis. Sedangkan di rumah pihak
si jejaka yang akan dipinang juga telah menanti pihak keluarganya yang terdiri
dari mamak dan sumando baik laki-laki maupun perempuan.
Biasanya di Kenagarian Maninjau peminangan ini berjalan mulus,
karena seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa sebelumnya sudah dikirim
utusan untuk marisiak. Dengan arti kata pihak si gadis dapat diterima dengan
baik.
Pada kesempatan atau dalam acara peminangan ini dibicarakan
tindak lanjut bentuk-bentuk proses yang akan dilakukan selanjutnya apakah
akan dilakukan pertalangkaian, pertunangan atau nikah/ kawin ganggang (nikah
siriah).
31
5.3.2 Batalangkai/ Bertunangan
Patalangkaian/ pertunangan atau nikah siriah dilaksanakan dirumah
pihak anak gadis setelah dilakukan perembukan hari pelaksanaannya.
Perbedaan bertalangkaian dengan bertunangan adalah dapat
digambarkan sebagai berikut :
Batalangkai yang bermakna "Batali dan batangkai" dan diungkapkan
dalam kata-kata adat yaitu "Batali dapek diirik, batangkai dapek dijinjiang".
Jadi pada acara batalangkai ini lebih konkrit dimana hari pernikahan telah
dipatok dan disepakati kedua belah pihak, biasanya waktunya tidak terlalu
lama, hanya berselang beberapa bulan saja. Tapi kalau bertunangan tidak
dipatok hari pernikahannya, bisa saja setahun atau dua tahun kemudian.
Selanjutnya batalangkai harus mempunyai tanda (batuka tando)
sebagai aktualisasi dari batali buliah diirik, batangkai buliah dijinjiang.
Namun di Maninjau kadang-kadang dalam acara pertunanganan juga
dilakukan pertukaran tanda dan biasanya tanda yang lazim adalah sebentuk
cincin belah rotan (cincin kawin).
Pihak keluarga yang akan melaksanakan pernikahan/perhelatan
biasanya pada hari yang telah disepakati untuk melaksanakan acara
patalangkaian dan pertunanganan ini di rumah keluarga anak gadis diadakan
sedikit doa selamatan dimana pihak perempuan mengundang jiran tetangga
serta kedua belah pihak yang patut-patut untuk menyaksikan acara tersebut
dengan kata-kata adat “Basuluah matoari, Bagalanggang mato rang banyak”.
Apabila petunangan ini tidak dapat dilanjutkan ke jenjang pernikahan,
maka pihak yang memutuskan mengembalikan tanda yang diterima dahulu dan
diantarkan oleh mamak/ pihak keluarganya yang memutuskan dengan
rundingan kepada pihak sebelah sesuai dengan kata adat “Bak bamulo, bak
basudah”.
5.3.3 Nikah Siriah/Kawin Ganggang
Untuk menjaga “Buruak rupo, salah cando” sesuai dengan kondisi
atau bentuk pergaulan muda mudi dizaman modern, kadang-kadang mereka
lupa tingkah laku yang diperbuatnya ditempat-tempat umum. Mengatasi/
menghindari hal yang demikian ada orang tua-tua yang berpendapat bahwa
sebaiknya dilakukan Nikah Siriah (Kawin Ganggang) untuk anak kemenakannya.
32
Di Maninjau, Nikah Siriah ini disebut dalam kata-kata adat “Biliak nan
takuruang, pintu nan takunci, kunci dipacik urang nan punyo”.
Menghindari dosa-dosa yang menurut ketentuan Syara”
seyogyanyalah nikah siriah ini dianjurkan. Jadi nikah siriah ini secara Syara”
(agama) pasangan telah sah menjadi suami isteri karena telah dilakukan ijab
kabul. Namun secara adat mereka belum boleh serumah.
5.3.4 Persiapan Pernikahan dan Perhelatan
Untuk menghadapi hari pelaksanaan pernikahan dan perhelatan yang
telah disepakati bersama, maka kedua belah pihak keluarga mempersiapkan
dengan matang.
Masing-masing keluarga mengadakan musyawarah atau rapat yang di
Maninjau dinamakan “Rapek Kaki Balek”. Rapek Kaki Balek ini dilaksanakan
karena mengacu pada pahatan kata-kata adat “Duduak surang basampik-
sampik, duduak basamo balapang-lapang”, “karajo baiak bahimbauan, kok
tibo di nan buruak bahambauan”.
Mamak Tungganai atau Mamak yang terdekat mengundang para
kerabat, jiran tetangga, ando sumando, serta orang yang patut-patut untuk
Rapek Kaki Balek di rumah tempat akan dilaksanakan pernikahan atau
perhelatan tersebut.
Setelah mendengarkan penjelasan dari mamak yang memimpin rapat
tentang bentuk-bentuk perhelatan yang akan dilaksanakan, apakah aleknya
sederhana (bakarambia randah) atau baralek gadang (bakarambia tinggi), maka
disusunlah panitia alek sesuai dengan bentuk alek yang akan dilaksanakan dan
biasanya Tuo Alek (Ketua) langsung dipegang oleh salah seorang mamak
terdekat dari keluarga tersebut.
Agar alek dapat berjalan dengan lancar maka kepanitiaan disusun
dengan cermat sesuai dengan item-item pekerjaan yang akan dihadapi
(dibentuk seksi-seksi).
Seksi yang akan dibentuk dalam suatu perhelatan pernikahan antara
lain adalah batagak baruang-baruang, yang mencakup pekerjaan memasak nasi
dan air minum, seksi mancari talang dan cubadak, seksi malamang, seksi
memasak gulai daging, gulai ikan dan lain-lain, seksi basanduak dan
menghidang, seksi menerima tamu dan manjawek bungkuih urang baralek
33
serta mendudukkan tamu ditempatnya masing-masing, seksi manjapuik
marapulai dan anak daro, seksi pasambahan panyampaian maksud,
pasambahan makan minum dan lain-lain.
Dengan terbentuknya seksi-seksi sebagai pelaksana masing-masing
kegiatan, diharapkan pelaksanaan alek dapat berjalan dengan sempurna.
5.3.5 Pelaksanaan Pernikahan dan Perhelatan
Pelaksanaan akad nikah di Kenagarian Maninjau ada dua macam,
pertama dilakukan sebelum acara perhelatan/ kenduri biasanya dilakukan di
Mesjid atau Mushala dan ada pula yang di kantor KUA.
Kedua pelaksanaan akad nikah dilakukan bersamaan dengan hari
perhelatan di rumah perempuan calon anak daro.
Pada pelaksanaan akad nikah di Mesjid dan kantor KUA, pihak
mempelai datang tanpa dijemput secara adat, begitupun pihak perempuan
datang ke tempat itu. Sedangkan akad nikah yang bersamaan dengan hari
perhelatan di rumah perempuan calon anak daro, calon marapulai harus
dijemput secara adat dengan membawa carano berisi salangkok ganoknyo
berupa siriah, pinang, gambir, sadah, dan tembakau atau rokok sebagai basa
basi nantinya sebelum membuka kata atau penyampaian maksud dari pihak si
penjemput (mamak, sumando).
Disamping itu hal yang paling penting harus diingat bahwa tanda
penjemput marapulai di Kenagarian Maninjau adalah dua helai sapu tangan
polos dan bersuji disudutnya dan uang ala kadarnya (jumlahnya tidak
ditentukan) dimasukkan dalam kantong plastik kecil dan diletakkan dalam
carano. lnilah yang merupakan tanda penjemput marapulai yang akan
disampaikan nanti oleh pihak penjemput dengan kata-kata pasambahan
"Buruang basangkak ameh, bakabek jo banang suto" nan barupo batando
mintak diambiak (diambil). Kalau seandainya pihak penjemput lupa menyiapkan
tanda (Tando) tersebut bisa saja calon marapulai tidak dilepas atau tidak
terbawa oleh pihak anak daro yang menjemput.
Setelah selesai makan dan minum calon mempelai pria dilepas oleh
pihak keluarganya dengan bersalam salaman dan diiringkan oleh pihak
penjemput dan sanak keluarga mempelai mereka turun rumah menuju rumah
34
caIon anak daro (pengantin wanita), guna melaksanakan pernikahan (akad
nikah).
Dalam waktu bersalam-salaman sebelum turun rumah tadi biasanya
kerabat-kerabat dekat marapulai terutama yang perempuan sambil bersalaman
menyelipkan uang untuk marapulai (salam tempel) sebagai ungkapan
kegembiraan mereka terhadap acara pernikahan ini sesuai dengan pahatan
kata-kata adat "Putiah kapeh buliah diliek, putiah hati bakaadaan".
Di rumah calon anak daro diadakan prosesi acara pernikahan/ akad
nikah yang dipimpin oleh KUA setempat (dulu oleh Angku Kali). Setelah selesai
akad nikah, minum dan makan maka marapulai pulang kembali ke rumah orang
tuanya dan selanjutnya mempersiapkan diri untuk acara baarak-arak ke rumah
bako dan ke rumah anak daro. Begitu juga halnya mempelai wanita (anak daro)
mempersiapkan diri dengan pakaian yang telah ditentukan guna melaksanakan
arak-arakan seperti di atas.
Seremonial adat berupa pasambahan manjapuik marapulai,
manjapuik anak daro, sambah siriah, pasambahan makan dan minum, dan lain-
lain dikemas tersendiri dalam buku ini.
Klimaks dari prosesi acara pernikahan ini dan rasa kepuasan dari
kedua belah pihak keluarga terpenuhi dengan melihat anak daro jo marapulai
duduak basandiang di palaminan dan timbul ciloteh "Anak rancak, minantu
santiang, duduak basandiang kaduonyo di palaminan".
Dalam acara arak-arakan tersebut iringan marapulai dan anak daro
serta pesumandan dan kawan-kawan kedua belah pihak di arak dengan tambua
(Gendang), Tansa dan kadangkala bagi keluarga-keluarga yang mampu
ditampilkan silek galombang dalam menanti marapulai jo anak daro.
Rute dari arak-arakan ini dari pengalaman yang pemah kita lalui
ataupun dari cerita dari orang tua-tua dahulunya, baik marapulai ataupun anak
daro terlebih dahulu harus manjalang kerumah bako masing-masing sebagai
penghormatan kepada bako atau keluarga ayahnya. Bako merupakan leluhur
dari kita orang Minangkabau dengan pengertian kalau tidak ada ayah, tidak
akan lahir kita ke permukaan bumi ini. Hal ini juga mencerminkan bahwa kedua
mempelai merupakan orang-orang yang mempunyai jati diri karena diketahui
asal -usulnya.
35
Dari rumah bako, mempelai laki-laki (marapulai) pulang kembali
kerumah orang tuanya dan menunggu kedatangan mempelai perempuan (anak
daro) untuk duduk bersanding sejenak.
Setelah lebih kurang (1) satu jam bersanding di rumah orang tua
marapulai, mereka berangkat bersama menuju rumah anak daro dan duduk
bersanding disana sampai sore (pukul 5 sore) dan setelah itu marapulai kembali
kerumah orang tuanya.
Beriringan dengan berangkatnya anak daro dan marapulai dari rumah
orang tua marapulai, selang setengah jam kemudian pihak keluarga marapulai
yang perempuan datang kerumah anak daro mengantarkan Panibo, di
Maninjau di kenal dengan "Manjujuang Panibo". Panibo yang berarti
pembawaan sewaktu tiba (pambawoan waktu tibo) dari marapulai yang berupa
kelengkapan pakaian anak daro seperti baju kebaya, kain panjang, payung,
terompa, dan kelengkapan alat kosmetik serta juga beberapa stel pakaian
mempelai laki-laki (marapulai) masuk dalam bungkusan panibo tersebut. Orang
yang menjunjung panibo tersebut haruslah urang sumando perempuan dari
keluarga atau kaum pasukuan marapulai.
Mengantar panibo (Maanta panibo) ini dilakukan oleh keluarga pihak
marapulai (mempelai laki-laki) hanya apabila keluarga anak daro (mempelai
wanita) mengantarkan satu ekor ikan ukuran besar (ikan mentah) sehari
sebelum pelaksanaan perhelatan (sahari sabalum baralek). Kalau hantaran ikan
mentah tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak anak daro, maka keluarga
marapulai tidak akan mengantarkan panibo secara adat. Oleh sebab itu
pengantaran panibo tersebut di Kenagarian Maninjau disebut dengan "Paralek-
an lauak".
Acara terakhir dari pernikahan di Kenagarian Maninjau adalah
mengantarkan marapulai (mempelai laki-laki) kerumah istrinya (anak daro)
malam hari, yaitu sekitar pukul 8 (delapan). Mengantar marapulai ini antara
jorong-jorong yang ada di Maninjau tidaklah sama caranya.
Di jorong Kukuban dan Bancah marapulai hanya diantar oleh
beberapa Mamak saja dan diantar sampai muka pintu. Sedangkan mamak y:mg
mengantar bergabung dengan mamak-mamak pihak anak daro yang juga sudah
bersiap siap menunggu kedatangan marapulai. Biasanya mamak-mamak yang
mengantar tadi bemalam di seputar rumah anak daro bersama dengan mamak-
36
mamak anak daro karena besok pagi-pagi sebelum subuh marapulai harus
dibangunkan dan kembali kerumah orang tuanya.
Sewaktu marapulai tiba malam itu anak daro sudah berdiri di muka
pintu untuk menyambut kedatangan marapulai. Dengan mengucapkan
Assalamua’laikum marapulai melangkah masuk rumah dan bersalaman dengan
anak daro. Anak daro harus membuka sepatu marapulai dan membawa
marapulai masuk rumah.
Setelah makan malam, marapulai bersilaturrahmi dengan keluarga
anak daro yang ada di atas rumah waktu itu. Biasanya yang hadir adalah
perempuan-perempuan saja. Kemudian sekitar pukul 10 (sepuluh) malam,
urang sumando perempuan dari pihak anak daro menyuruh marapulai dan
anak daro tidur, namun marapulai menjawab, sebentar lagilah Etek, mato
belum mengantuk (sebagai basa-basi)
Akhirnya setelah sekali-dua kali di suruh tidur marapulai belum mau
juga tidur, maka urang Sumando atau Etek tadi langsung mematikan lampu
ruangan pertemuan tersebut. Marapulai dan anak dengan terpaksa harus
berangkat tidur ke kamar penganten.
Seperti yang sudah dikatakan, sebelum subuh sekitar pukul 4.30,
marapulai dibangunkan oleh mamak-mamak yang mengantarnya, dengan
memberi isyarat mengetok dinding kamar penganten dan melempar atap
dengan kerikil, marapulai bangun dan langsung turun rumah untuk pulang ke
rumah orang tuanya.
Kalau di jorong Kububaru, Pasar dan Gasang, marapulai dihantar
malam hari diiringi para sahabatnya dan langsung masuk kerumah anak daro
bersama sama. Mereka bersenda gurau sampai pukul 10.00 malam setelah itu
sahabat-sahabatnya yang mengantar tadi turun kembali dari rumah.
Sama halnya dengan cara di Jorong Bancah dan Kukuban, sebelum
subuh datang marapulai sudah harus kembali kerumah orang tuanya.
5.3.6 Cara Berpakaian
Pagi hari waktu marapulai pergi ke rumah anak daro setelah di
jemput secara adat oleh mamak-mamak dan sumando pihak anak daro,
marapulai memakai sarung bugis dan baju/jas. Pada saku jas dimasukkan sapu
tangan sebagai tanda penjemput dari pihak anak daro. Ujung sapu tangan itu
37
harus tampak oleh orang banyak. Dengan arti kata orang banyak harus tahu
bahwa marapulai ini memang di jemput secara adat dan telah memenuhi rukun
syaratnya.
Selanjutnya bagi yang melaksanakan arak-arakan pada siang atau
sore harinya, anak daro dan marapulai memakai pakaian adat. Anak daro
memakai suntiang dan marapulai memakai saluak. Jenis atau corak pakaian
adat yang di pakai anak daro dan marapulai ini tidak ada standarnya,
tergantung kemauan atau keinginan masing-masing dan kemampuan mereka
untuk mengadakan/ menyiapkan. Kadang-kadang ada juga pasangan mempelai
memakai stelan jas untuk marapulai dan slayer untuk anak daro.
5.3.7 Cara Menghidang
Dulunya dalam acara baralek (perhelatan) tamu tamu yang diundang,
di jamu atau disediakan makan dan minum yang dihidangkan di atas sprah
makan bejejer dilantai rumah. Ketentuan ini berlaku untuk semua orang yang
diundang laki-laki maupun perempuan. Sebelum tamu datang, seluruh
hidangan telah disiapkan di atas sprah makan diatur sedemikian rupa dengan
istilah "jamba".
Jamba adalah merupakan jumlah atau ukuran berapa orang alek yang
akan makan. Satu jamba disiapkan untuk 4 (empat) orang. Isi hidangan dalam
satu jamba terdiri nasi, sambal, lamang dan kue-kue atau agar-agar.
Dari pengalaman hidup dan cerita orang tua-tua yang masih hidup
jumlah macam sambal (gulai) tidak lebih dari 4 (empat) macam ditambah
sayuran yang berkuah atau selada antimun. Sambal dimaksud antara lain kalio
daging, gulai ayam, pangek ikan dan perkedel kentang.
Setelah diperiksa apakah jamba sudah siap tersusun menurut
mestinya, maka undangan mendo’a pagi (khusus laki-laki) dipersilakan masuk.
Mempersilakan masuk dan mendudukkan tamu dilakukan oleh urang
sumando pihak yang punya hajatan (alek). Sumando yang menanti tamu ini
harus tahu betul siapa tamunya. Apakah Penghulu, Imam Khatib dsb, supaya
tidak salah mendudukkannya, nan patuik ka ateh jan ta kabawahan, nan patuik
di tangah jan dikatapikan.
Dari pengalaman-pengalaman kita akhir-akhir ini ada beberapa hal
yang patut jadi pemikiran, karena secara etika seharusnya tidak boleh
38
diperbuat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa sewaktu tamu/undangan
sudah duduk di atas rumah, waktu akan makan tiba, nasi baru diulurkan si
pangka. Seringkali terjadi di tempat nasi diulurkan tersebut, yang duduk adalah
Angku-Angku Ninik Mamak ikut pula sibuk mambagikan ke kiri kanannya.
Kenapa hal ini terjadi?
Dari pemikiran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
dikemukakan alasan karena kalau awal-awal dihidangkan, nasi dipiring akan
cepat dinginnya. Untuk mengantisipasi alasan yang demikian sebetulnya bisa
dihindari dengan menyiapkan nasi dalam termos-termos nasi dan menyiapkan
piring kosong di setiap jamba yang telah diatur sedemikian rupa. Tetapi
masalah pokok yang terjadi saat ini adalah kita-kita ini tidak tepat waktu, baik si
alek yang diundang maupun si pangka yang mengundang. Seringkali terjadi
dalam undangan yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis acara
dimulai pukul 08.00 pagi, tapi kenyataannya baru bisa dimulai jam 09.00 pagi.
Seandainya dapat menepati waktu yang telah ditetapkan, dalam arti
kata undangan dan si pangka telah siap pada waktunya, rasanya pola lama yang
dilakukan orang tua-tua kita dahulu perlu kita lestarikan.
39
5.4 Adat Kematian
5.4.1 Prosesi Pemakaman
Firman Allah dalam Al Our”an mengatakan bahwa setiap yang
bernyawa akan mengalami kematian. Begitu pula dalam adat dikatakan
"Mumbang jatuah, kapalo jatuah".
Dalam hal kematian ini semenjak dari nenek moyang kita dahulu rasa
kebersamaan masih kuat sampai sekarang. Kata-kata adat masih melekat dalam
diri Anak Nagari Maninjau, kok tibo di nan buruak (kematian) lai samo
bahambauan. Kenyataannya dalam penyelenggaraan jenazah sampai
terkuburkan, dalam kondisi normal dapat terlaksana hanya 2-3 jam
Begitu pula dengan acara, "manigo hari" atau mamarik (memarit)
pusaro, pagi-pagi Shubuh jiran tetangga dan kerabat-kerabat telah datang ke
pusara dengan membawa satu atau dua buah batu untuk dipergunakan
memarit pusara.
Di Kenagarian Maninjau penyelenggaraan jenazah atau pemakaman
hanya sampai acara manigo hari. Tidak ada makan atau minum pada acara
tersebut yang akan memberatkan keluarga yang mendapatkan kematian.
Pada saat pemakaman dan memarit pusara pihak ahli famili orang
meninggal menyampaikan atau, meminta maaf alas segala kesalahan
almarhum/ almarhumah selama dia bergaul di tengah-tengah masyarakat, jika
seandainya almarhum/almarhumah selama dia bergaul ditengah tengah
masyarakat punya hutang piutang yang ada saksi keterangan, pihak ahli famili
menunggu kedatangan untuk diselesaikan dengan secepat-cepatnya.
Terakhir ahli famili meminta dibacakan doa bagi almarhum/
almarhumah agar diampuni dosanya serta ditempatkan di sisi Allah dengan
sebaik-baiknya. Kalau Penghulu/ Ninik Mamak yang meninggal, telah kita
jelaskan pada bab terdahulu.
40
5.4.2 Menjemput Mamak/ Saudara Laki-laki yang kematian
lstri
Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa pernikahan adalah
merupakan peristiwa yang sakral dilaksanakan melalaui proses menurut
sepanjang adat.
Seorang laki-laki yang akan menjadi sumando di atas rumah istrinya,
diawali dengan peminangan sarnpai dijemput dengan carano oleh pihak
keluarga perempuan.
Disaat penjemputan ada perhitungan mamak-mamak kedua belah
pihak ada kata-kata yang dilafazkan"
"Kita mulai karajo baiak jo rundingan; Kok tajadi nan buruak kemudian; Kita salasaikan pulo jo mufakat"
atau
"bak bamulo, bak basudah".
Seandainya terjadi hal-hal yang tidak kita ingini seperti meninggalnya
istri mamak atau saudara laki-laki kita, maka setelah lebih kurang 3 (tiga) bulan
kemudian secara adat atau sepanjang adat yang berlaku di Maninjau dia harus
dijemput dari rumah istrinya.
Pengertian menjemput bukan berarti mamak/ saudara laki-laki kita
harus meninggalkan rumah istrinya seandainya mempunyai anak, tetapi secara
adat bahwa seorang laki-laki menduduki posisi sebagai urang sumando di atas
rumah istrinya. Kalau istrinya meninggal berarti tanggallah predikat sumando
pada dirinya namun dia adalah Bapak/ Ayah dari anak-anaknya.
Jadi yang dijemput oleh pihak keluarga adalah dia tidak sumando lagi
dirumah itu. Mendudukkan sebagai sumando dulunya secara adat, Seandainya
anak-anaknya menahani agar ayahnya tetap tinggal bersamanya tidaklah
menjadi masalah.