document3
TRANSCRIPT
3.3 Analisa Hasil
Dari Praktikum Teknologi Hasil Modern dengan materi Pembekuan
didapat hasil dengan perlakuan 2 jam kelompok 1 dengan sampel
udang vanamei, berat awal 4,63 gram; berat akhir 4,41 gram; suhu
pusat awal 26,7 ºC; dan suhu pusat akhir 0,3 ºC. Kelompok 2 dengan
sampel ikan nila, berat awal 246,37 gram; berat akhir gram; suhu
pusat awal 25,4 ºC; dan suhu pusat akhir ºC. Kelompok 3 dengan
sampel udang vanamei, berat awal gram; berat akhir gram; suhu pusat
awal ºC; dan suhu pusat akhir ºC. Kelompok 4 dengan sampel ikan nila,
berat awal 106,55 gram; berat akhir 113 gram; suhu pusat awal 26,5
ºC; dan suhu pusat akhir 0,6 ºC. Kelompok 5 dengan sampel udang
vanamei, berat awal 7,02 gram; berat akhir 6,8 gram; suhu pusat awal
24,3 ºC; dan suhu pusat akhir -0,1 ºC. Kelompok 6 dengan sampel ikan
nila, berat awal 147,93 gram; berat akhir 117,24 gram; suhu pusat
awal 26,9 ºC; dan suhu pusat akhir -0,2 ºC. Kelompok 7 dengan sampel
udang vanamei, berat awal 5,42 gram; berat akhir 4,84 gram; suhu
pusat awal 29,3 ºC; dan suhu pusat akhir -0,2 ºC. Kelompok 8 dengan
sampel ikan nila, berat awal 178,66 gram; berat akhir 247,20 gram;
suhu pusat awal 28,1 ºC; dan suhu pusat akhir 0,6 ºC. Kelompok 9
dengan sampel udang vanamei, berat awal 5,22 gram; berat akhir 5,55
gram; suhu pusat awal 27 ºC; dan suhu pusat akhir 0 ºC. Kelompok 10
dengan sampel ikan nila, berat awal 192,23 gram; berat akhir 194,12
gram; suhu pusat awal 27,7 ºC; dan suhu pusat akhir 1,8 ºC. Kelompok
11 dengan sampel udang vanamei, berat awal 4,17 gram; berat akhir
5,30 gram; suhu pusat awal 28,3 ºC; dan suhu pusat akhir 6,7 ºC.
Kelompok 12 dengan sampel ikan nila, berat awal 144,16 gram; berat
akhir 144,30 gram; suhu pusat awal 26,5 ºC; dan suhu pusat akhir 0,9
ºC. Kelompok 13 dengan sampel udang vanamei, berat awal 5,01
gram; berat akhir 4,95 gram; suhu pusat awal 28,5 ºC; dan suhu pusat
akhir -2,1 ºC. Kelompok 14 dengan sampel ikan nila, berat awal 157,61
gram; berat akhir 159,43 gram; suhu pusat awal 26,8 ºC; dan suhu
pusat akhir 2,8 ºC. Kelompok 15 dengan sampel udang vanamei, berat
awal 4,24 gram; berat akhir 4,02 gram; suhu pusat awal 27 ºC; dan
suhu pusat akhir -1,4 ºC. Kelompok 16 dengan sampel ikan nila, berat
awal 128,24 gram; berat akhir 128,88 gram; suhu pusat awal 26,3 ºC;
dan suhu pusat akhir 7,6 ºC. Kelompok 17 dengan sampel udang
vanamei, berat awal 5,38 gram; berat akhir 5,45 gram; suhu pusat
awal 27 ºC; dan suhu pusat akhir 5,7 ºC. Kelompok 18 dengan sampel
ikan nila, berat awal 140,99 gram; berat akhir 138,11 gram; suhu pusat
awal 24,7 ºC; dan suhu pusat akhir 0,2 ºC. Kelompok 19 dengan
sampel udang vanamei, berat awal 5,97 gram; berat akhir 4,06 gram;
suhu pusat awal 28,7 ºC; dan suhu pusat akhir 0,9 ºC. Kelompok 20
dengan sampel ikan nila, berat awal 179,5 gram; berat akhir 181,949
gram; suhu pusat awal 26 ºC; dan suhu pusat akhir 0,7 ºC. Kelompok
21 dengan sampel udang vanamei, berat awal 4,59 gram; berat akhir
4,54 gram; suhu pusat awal 26,6 ºC; dan suhu pusat akhir -0,1 ºC.
Sedangkan dengan perlakuan 3 jam kelompok 1 dengan sampel
usang vanamei, berat awal 7,23 gram; berat akhir 7,12 gram; suhu
pusat awal 26,5 ºC; dan suhu pusat akhir -2,1 ºC. Kelompok 2 dengan
sampel ikan nila, berat awal 246,37 gram; berat akhir 255,88 gram;
suhu pusat awal 25,4 ºC; dan suhu pusat akhir -0,7 ºC. Kelompok 3
dengan sampel udang vanamei, berat awal gram; berat akhir 4,36
gram; suhu pusat awal -1,1 ºC; dan suhu pusat akhir ºC. Kelompok 4
dengan sampel ikan nila, berat awal 221,25 gram; berat akhir 225,11
gram; suhu pusat awal 27,4 ºC; dan suhu pusat akhir -0,7 ºC.
Kelompok 5 dengan sampel udang vanamei, berat awal 6,75 gram;
berat akhir 6,8 gram; suhu pusat awal 29,5 ºC; dan suhu pusat akhir -
2,0 ºC. Kelompok 6 dengan sampel ikan nila, berat awal 228,08 gram;
berat akhir 230,09 gram; suhu pusat awal 25,6 ºC; dan suhu pusat
akhir 0,1 ºC. Kelompok 7 dengan sampel udang vanamei, berat awal
4,89 gram; berat akhir 5,879 gram; suhu pusat awal 29,5 ºC; dan suhu
pusat akhir 2,6 ºC. Kelompok 8 dengan sampel ikan nila, berat awal
324,15 gram; berat akhir 176,53 gram; suhu pusat awal 27,8 ºC; dan
suhu pusat akhir -0,5 ºC. Kelompok 9 dengan sampel udang vanamei,
berat awal 5,94 gram; berat akhir 5,07 gram; suhu pusat awal 27,9 ºC;
dan suhu pusat akhir -1,5 ºC. Kelompok 10 dengan sampel ikan nila,
berat awal 178,30 gram; berat akhir 180,25 gram; suhu pusat awal 27
ºC; dan suhu pusat akhir -0,3 ºC. Kelompok 11 dengan sampel udang
vanamei, berat awal 5,39 gram; berat akhir 3,82 gram; suhu pusat
awal 26,4 ºC; dan suhu pusat akhir -2,6 ºC. Kelompok 12 dengan
sampel ikan nila , berat awal 222,66 gram; berat akhir 224,44 gram;
suhu pusat awal 26,1 ºC; dan suhu pusat akhir 0,1 ºC. Kelompok 13
dengan sampel udang vanamei, berat awal 4,68 gram; berat akhir 4,65
gram; suhu pusat awal 27,6 ºC; dan suhu pusat akhir -2,4 ºC.
Kelompok 14 dengan sampel ikan nila, berat awal 239,57 gram; berat
akhir 243,67 gram; suhu pusat awal 26,4 ºC; dan suhu pusat akhir 0
ºC. Kelompok 15 dengan sampel udang vanamei, berat awal 3,75
gram; berat akhir 3,66 gram; suhu pusat awal 26,4 ºC; dan suhu pusat
akhir -2,8 ºC. Kelompok 16 dengan sampel ikan nila, berat awal 130,06
gram; berat akhir 127,13 gram; suhu pusat awal 26,6 ºC; dan suhu
pusat akhir -0,6 ºC. Kelompok 17 dengan sampel udang vanamei, berat
awal 5,4 gram; berat akhir 5,3 gram; suhu pusat awal 26,2 ºC; dan
suhu pusat akhir -0,3 ºC. Kelompok 18 dengan sampel ikan nila, berat
awal 210,26 gram; berat akhir 208,37 gram; suhu pusat awal 24,6 ºC;
dan suhu pusat akhir -0,4 ºC. Kelompok 19 dengan sampel udang
vanamei, berat awal 6,029 gram; berat akhir 3,75 gram; suhu pusat
awal 28,6 ºC; dan suhu pusat akhir -0,5 ºC. Kelompok 20 dengan
sampel ikan nila, berat awal 119,24 gram; berat akhir 121,47 gram;
suhu pusat awal 25,5 ºC; dan suhu pusat akhir -0,7 ºC. Kelompok 21
dengan sampel udang vanamei, berat awal 4,46 gram; berat akhir 3,80
gram; suhu pusat awal 26,6 ºC; dan suhu pusat akhir -2,1 ºC.
Pembekuan cepat memiliki beberapa keahlian dibandingkan
dengan cara lambat, karena kristal es yang terbentuk sehingga
kerusakan mekanis yang terjasi lebih sedikit. Pencegahan
pertumbuhan mikroba juga berlangsung cepat dan kegiatan enzim
juga cepat berhenti. Bahan makanan yang dibekukan dengan cepat
mempunyai mutu lebih baik daripada pembekuan lambat (Kaswara,
2009).
3.4 Pembekuan
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang paling penting
dari protein hewani yang tersedia di daerah tropis dan telah diterima
secara luas sebagai sumber protein yang baik. Ikan adalah komoditas
yang sangat mudah rusak .Pembekuan adalah metode yang paling
umum digunakan dalam pengolah ikan untuk mencegah kerusakan.
tetapi Penyimpanan beku menyebabkan penurunan kualitas nutrisi
dalam ikan selama pemrosesan.Terlepas dari beberapa kelemahan
terkait dengan penyimpanan beku, pembekuan diterima sebagai cara
yang efektif untuk pengawetan ikan (Aberoumand, 2012).
Untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme, pembekuan merupakan sarana yang menjanjikan
untuk mengakhiri perubahan tersebut, yang merupakan penyebab
utama degradasi protein. Akibatnya, pemanfaatan penuh sumber daya
dapat dicapai. Namun, myofibrillar protein telah dilaporkan menjadi
denaturasi selama proses beku dan beku penyimpanan, menyebabkan
hilangnya protein fungsionalitas (Benjakul, 2002).
3.5 Proses Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan,
dimana produk pangan diturunkan suhunya sehingga berada dibawah
suhu bekunya. Selama proses pembekuan terjadi pelepas energi
(panas sensibel dan panas laten). Pembekuan menurunkan aktivitas air
dan menghentikan aktivitasmikroba (bahkan beberapa dirusak), reaksi
enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demikian, produk beku dapat
memilikidaya awet yang lama (beberapa bulan hingga tahun)
(Kusnandar et al., 2003).
Menurut Saulina (2009), tahap-tahap penurunan suhu selama
proses pembekuan, yaitu:
1) Suhu produk diturunkan sampai titik beku, yaitu pemindahan
sensible heat diatas pembekuan;
2) Kandungan air dalam produk berubah dari bentuk cair ke
bentuk padat sedangkan suhunya tetap; dan
3) Suhu produk diturunkan sampai titik beku, yang ideal adalah
sampai penyimpanan beku.
3.6 Meode Pembekuan
Menurut Murtidjo (2002), Macam-macam pembekuan adalah
sebagai berikut :
1. Pembekuan dengan sharp freezer
Penggunaan pembekuan ini terbatas untuk produk perikanan
yang sudah dikemas. Kecepatan pembekuan berjalan lambat
ditentukan oleh temperature pipa-pipa pendingin. Temperature
yang dianjurkan adalah -300C - 450C. Produk perikanan yang
dibekukan sebaiknya tidak ditumpuk tetapi cukup disusun selapis-
selapis. Pembekuan dengan cara ini dapat mencegah terjadinya
penggembungan produk.
2. Pembekuan dengan air blast freezer
Pembekuan produk perikanan dengan menggunakan air blast
freezer ini tergantung dengan kecepatannya, semakin cepat
semakin dingin. Kelemahan menggunakan pembekuan ini adalah
terjadinya pengeringan pada produk yang tidak dikemas. Dan
kelebihannya adalah dapat digunakan untuk produk perikanan
segala ukuran dan jenis secara bersamaan.
3. Pembekuan dengan plate freezer
Sangat cocok digunakan untuk produk perikanan yang dikemas
dalam kotak-kotak persegi dengan berat 2-4 kg.produk perikanan
yang sering dibekukan dengan metode ini adalah udang, fillet, fish
stick, dan fish block.
Menurut Li dan Da Wen Sun (2002), Metode pembekuan antara lain
:
1. Pembekuan dengan tekanan tinggi : menghasilakan keseragaman
ukuran kristal es yang terdapat pada permukaan bahan maupun
yang ada di dalam bahan.
2. Dehydro freezing : digunakan untuk membekukan sayuran dan
buah-buahan dengan keuntungan memperkecil kerusakan pada
tekstur tumbuhan karena air parsial hilang sebelum pembekuan.
3.7 Manfaat Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi
kerusakan buah mangga, sehingga mangga memiliki umur simpan
yang lebih lama. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita
waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang maupun
khamir pembusuk. Dibandingkan dengan proses pemanasan, teknologi
pembekuan cepat memerlukan waktu relatif lebih singkat (Mulyawanti
et al., 2008).
Ikan, kerang dan organisme makanan air lainnya dibekukan
hingga ke suhu yang lebih rendah dan mengurangi pembusukan.
Proses pembekuan itu sendiri tidak berpengaruh pada rasa atau nilai
gizi makanan tersebut, dan, idealnya setelah dicairkan seharusnya
tidak ada perbedaan yang berarti antara produk yang dibekukan dan
produk segar. Akan tetapi, bahkan dalam kondisi yang terbaik,
penyimpanan dalam lemari es menghasilkan penurunan kualitas
produk secara bertahap. Pada suhu dibawah beku, aktivitas bakteri
tampaknya berhenti, namun terdapat beberapa perubahan secara
bertahap dalam rasa, bau, tekstur, dan warna. Tingkatan dimana
perubahan-perubahan tersebut berlangsung bergantung pada lamanya
waktu produk tersebut disimpan dalam penyimpanan lemari es, suhu
tempat penyimpanan, perlakuan terhadap produk sebelum dan selama
penyimpanan, spesies, dan faktor-faktor lainnya (Jica, 2008).
3.8 Termocouple
Termokopel merupakan salah satu jenis termometer yang banyak
digunakan dalam laboratorium teknik. Dimana termokopel berupa
sambungan (junction) dua jenis logam atau logam campuran, yang
salah satu sambungan logam tadi diberi perlakuan suhu yang berbeda
dengan sambungan lainnya (Karim dan Sunardi, 2003).
Termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk
mengubah perubahan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan
listrik (voltase). Termokopel tipe K dipasang, dengan konektor standar
yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu
yang cukup tinggi dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1
°C. Termokopel yang digunakan untuk pengujian distribusi temperatur
pada batang panas digunakan tipe K (Chromel / Ni-Cr alloy, Alumel / Ni-
Al alloy) karena dapat mengukur temperatur tinggi untuk rentang suhu
−200 °C hingga 1200 °C (Prasetio et al., 2010).
3.9 Manfaat Termocouple
Thermokopel berfungsi untuk mengetahui temperatur pada tiap-
tiap sensor yang dipasang pada alat konduktor yang diukur. Untuk
mengetahui angka konduktivitas termal papan partikel sekam padi
adalah dengan melakukan pengujian dengan menggunakan alat ukur
termokopel. Caranya dengan pembacaan dari kabel sensor yang
terpasang setiap titiknya yang terbagi merata sesuai dengan luas
penampang ceiling (Muhajir, 2010).
Thermocouple merupakan salah satu sensor yang paling umum
digunakan untuk mengukur suhu karena relative murah namun akurat
yang dapat beroperasi pada suhu panas maupun dingin. Pengujian
Pembacaan sensor thermocouple dilakukan dengan mengukur suhu
pada plant yang di bandingkan dengan pembacaan pengukuran
termometer. Pembacaan sensor untuk pengujian ini dibatasi pada
range suhu 35 ºC - 200 ºC dengan rata-rata error sebesar 0,5 (Bashori
et al., 2013).
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum Teknologi Hasil
Perikanan Modern, materi pembekuan antara lain :
Pembekuan adalah pengawetan dengan cara menurunkan suhu
sampel titik beku pada suatu produk.
Macam-macam metode pembekuan antara lain :
1. Plate freezing : dijepit pada lempengnya logam dan dialiri
bahan pendingin.
2. Blast freezing : ruangan di mana udara dengan pada
sekitar produk dengan bantuan fan
3. Sharp freezing : bahan diletakkan pada rak-rak pipa
pendingin
4. Immartion freezing : dicelupkan ke dalam larutan garam -
17C atau menyemprot dengan brine dingin.
Tahap-tahap pembekuan antara lain :
1. Penurunan suhu tinggi mencapai di bawah 0C.
2. Penahanan panas berlangsung lambat karena kadar air
harus dirubah kristal es.
3. Pembekuan air yang tersisa mencapai suhu operasi
tertentu berlangsung tetap cepat.
4.2 Saran
Pada praktikum Teknologi Hasil Perikanan Modern Materi
Pembekuan antara lain sebaiknya praktikan mempersiapkan alat dan
sampel terlebih dahulu agar praktikum lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Aberoumand, Ali. 2012. Impact Of Freezing On Nutritional
Composition Of Some Less Known Selected Fresh
Fishes In Iran. International Food Research Journal 20 (1) :
347-350 (2013)
Bashori, Zabib., Sumardi., Iwan Setiawan, 2013. Pengendalian
Temperature Pada Plant Sederhana Electric Furnace
Berbasis Sensor Thermocouple Dengan Metode Kontrol
Pid. Jurusan Teknik Elektro. Universitas Diponegoro;
Semarang.
Benjakul, Scottawat,Wonnop Visessanguan, Chutima Thongkaew,
Munehiko Tanaka. 2012. Effect Of Frozen Storage On
Chemical And Gel-Forming Properties Of Fish
Commonly Used For Surimi Production In Thailand.
Bustaman, W.J, Apri A, Dan Indah W.A. Efektivitas Hormon 17 Α-
Metiltestosteron Untuk Memanipulasi Kelamin Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Pada Pemeliharaan Salinitas
Yang Berbeda. Universitas Trunojoyo; Madura.
Googleimage. 2013. http://www.googleimage.com
Jica, 2008. Bantuan Teknis Untuk Industri Ikan Dan Udang Skala
Kecil Dan Menengah Di Indonesia. Departemen Kelautan
Dan Perikanan; Jakarta Utara.
Karim, Saeful Dan Sunardi. 2003. Beberapa Jenis Termokopel
Dengan Pasangan Logam Yang Bervariasi (Upaya Untuk
Mendapatkan Pasangan Logam Yang Terbaik Untuk
Termokopel). Jurusan Pendidikan Fisika. Fakultas Pendidikan
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Kaswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan Dengan Suhu
Rendah. Ebook Pangan
Kusnandar, Feri. P. Hariyadi dan E. Syamsir. 2003. Pembekuan. Buku pengolahan hadih perikanan.
Li, Bing, Da Wen Sun. 2002. Novelmethods For Rapid Freezing And
Thawing Of Foods – A Review. Journal Of Food Engineering
54 (2002) 175–182).
Muhajir, Khoirul. 2010. Studi Komparasi Perpindahan Kalor Pada
Ceiling Papan Partikel Sekam Padi Dan Gypsum. Jurnal
Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1, Novemberi 2010.
Mulyawati, Ira. K. T Dewandari. Yulianingsih, 2008. Pengaruh Waktu
Pembekuan Dan Penyimpanan Terhadap Karakteristik
Irisan Buah Mangga Arumanis Beku. Jurnal Pascapanen.
Bogor.
Murtidjo, Bambang Agus. 2002. Bandeng : Tuntunan Bagi
Petambak Dan Peminat Budidaya Bandeng Intensif.
Kanisius; Yogyakarta.
Prasetio W Joko, Kiswanta, Edy Sumarno, Ainur Rosidi, Ismu Handoyo,
Dan Khrisna. 2010. Teknik Perbaikan Sambungan
Termokopel Temperatur Tinggi Pada Heating-01. Pusat
Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir – BATAN. Jurusan
Teknik Mesin, Universitas Ibn Khaldun Bogor. Sigma Epsilon
ISSN 0853-9103 Vol.14 No. 2 Mei 2010.
Saulina, Hernita. 2009. Pengendalian Mutu Pada Proses Pembekuan Udang Menggunakan Statistical Process Control Studi Kasus : Di Pt Lola Mina Jakarta Utara. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Ipb : Bogor.
LAMPIRAN (FOTO PRAKTIKUM)