2.1 tanaman mangga 2.1.1 taksonomi dan...

17
2.1 Tanaman Mangga 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Mangga Dalam tatanama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji) Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Anacardiales Famili : Anacardiaceae (mangga-manggaan) Genus : Mangifera Spesies : Mangifera indica Linn Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 29-Jan-2020

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2.1 Tanaman Mangga

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Mangga

Dalam tatanama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji)

Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Anacardiales

Famili : Anacardiaceae (mangga-manggaan)

Genus : Mangifera

Spesies : Mangifera indica Linn

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Buah Mangga Arumanis

Kerabat dekat suku mangga-manggan cukup banyak, diantaranya adalah

kemang (Mangifera caesia Jack. Ex Wall), bacang atau embacang atau limus (M.

foetida Lour), kweni (M. odorata Griff), dan ragam varietas atau kultivar dari mangga

itu sendiri (M. indica L.) seperti mangga Arumanis, Golek, Gedong, Manalagi,

Cengkir dan lain-lain.

Buah mangga disebut buah batu dan memiliki bentuk keanekaragaman antara

lain bulat, bulat-pendek dengan ujung pipih, dan bulat-panjang agak pipih. Susunan

tubuh buah terdiri dari beberapa lapisan, yaitu sebagai berikut :

a. Kulit buah

Buah mangga yang muda memiliki kulit berwarna hijau, namun menjelang

matang berubah warna menurut jenis dan varietasnya.

b. Daging buah

Buah mangga yang masih muda pada umumnya memiliki daging buah yang

berwarna keputih-putihan. Menjelang tua daging buah berubah menjadi

kekuning-kuningan sampai kejingga-jinggan. Rasa daging buah mangga

bervariasi, yaitu asam sampai manis dengan aroma yang khas pada setiap jenis

atau varietas mangga.

c. Biji

Biji mangga berkeping dua dan memiliki sifat poliembrional, karena dari satu biji

dapat tumbuh lebih dari satu bakal tanaman (Rukmana, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Biji mangga arumanis

Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan

karbohidrat. Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam,

vitamin, mineral, tanin, zat warna, dan zat yang mudah menguap. Zat menguap itu

beraroma harum khas mangga.

Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan

selulosa. Gula sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Gula tersebut

memberikan rasa manis dan tenaga yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Zat

tepung mangga masak lebih sedikit dibandingkan dengan mangga mentah, karena

tepung yang ada telah banyak yang berubah menjadi gula (Pracaya, 2004).

2.1.2 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga

Daftar komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga dapat dilihat dari tabel 2.1

berikut :

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Buah Mangga

Kandungan Zat Nilai Rata-rata buah mangga

Mentah Matang

Air (%) 90,00 86,10

Protein (%) 0,70 0,60

Universitas Sumatera Utara

Lemak (%) 0,10 0,10

Gula total (%) 8,80 11,80

Serat (%) - 1,10

Mineral (%) 0,40 0,30

Kapur (%) 0,03 0,01

Fosfor (%) 0,02 0.02

Besi (mg/gram) 4,50 0,30

Vitamin A (mg/100 g) 150 U.I 4.800 U.I

Vitamin B1 (mg/100 g) - 0,04

Vitamin C (mg/100 g) 3,00 13,00

Asam nicotinat (mg/100 g) - 0,30

Nilai kalori per 100 g 39 50-60

Sumber : Laroussihe, LE MANGUIER, 1960

2.2 Tanaman Buah Kedondong

2.2.1 Sejarah Singkat Buah Kedondong

Kedondong merupakan tanaman buah berupa pohon yang dalam bahasa inggris

disebut ambarella, otaheite apple, atau great hog plum. Sedang di Asia Tenggara

disebut kedondong (Indonesia & Malaysia), hevi (Filipina), gway (Myanmar), mokah

(Kamboja), kook kvaan (Laos), makak farang (Thailand), dan co'c (Vietnam).

Kedondong berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Universitas Sumatera Utara

Tanaman ini telah tersebar ke seluruh daerah tropik. Jenis-jenis kedondong

unggul yang potensial dan banyak ditanam oleh para petani diantaranya adalah

kedondong karimunjawa, kedondong bangkok, dan kedondong kendeng.

Gambar 2.3 Buah Kedondong

2.2.2 Klasifikasi Tanaman Kedondong

Kerajaan : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Spindales

Familia : Anacardiaceae

Genus : Spondias

Spesies : Spondias dulcis

2.2.3 Manfaat Tanaman Kedondong

Universitas Sumatera Utara

Manfaat buah kedondong manis kultivar unggul dimakan dalam keadaan segar, tetapi

sebagian buah matang diolah menjadi selai, jeli, sari buah dan manisan. Buah yang

direbus dan dikeringkan dapat disimpan untuk beberapa bulan. Buah mentahnya

banyak digunakan dalam rujak dan sayur, serta untuk dibuat acar (sambal

kedondong). Daun mudanya yang dikukus dijadikan lalapan.

Buah dan daunnya juga dijadikan pakan ternak. Kayunya berwarna coklat

muda dan mudah mengambang, tidak dapat digunakan kayu pertukangan, tetapi

kadang-kadang dibuat perahu. Dikenal di berbagai pelosok dunia berbagai manfaat

obat dari buah, daun, dan kulit batangnya, dan dari beberapa negara dilaporkan

adanya pengobatan kulit dan luka bakar.

2.2.4 Nilai Gizi Buah Kedondong

Tiap 100 gram bagian buah yang dapat dimakan mengandung 60-85 gram air, 0,5-0,8

gram protein, 0,3-1,8 gram lemak, 8-10,5 gram sukrosa, 0,85-3,60 gram serat. Daging

buahnya merupakan sumber vitamin C dan zat besi sedangkan buah yang belum

matang mengandung pektin sekitar 10% (http://www.ristek.go.id.)

2.3 Amilum

Amilum atau disebut juga pati adalah cadangan makanan utama pada tanaman.

Senyawa ini sebenarnya campuran dua poliskarida :

a. Amilosa

Universitas Sumatera Utara

Molekul amilosa terdiri dari 70 hingga 350 unit glukosa yang berikatan membentuk

rantai lurus. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa, memiliki ikatan α 1,4 glukosida.

Gambar 2.4 Struktur Kimia Amilosa

b. Amilopektin

Molekul ini terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan membentuk

struktur rantai bercabang. 80-85 % rantai lurus memiliki ikatan α 1,4

glukosida sedangkan pada pecabangannya merupakan ikatan α1,6 glukosida.

(Hardjasasmita, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Struktur Kimia Amilopektin

Baik amilosa maupun amilopektin terdiri atas satuan-satuan α-D-glukosa,

akan tetapi rantai amilopektin lebih panjang dan bercabang. Amilosa mempunyai

rantai lurus dan tidak bercabang.

Bila pati dipanaskan atau direbus, butir-butir pati akan menyerap air dan

mengembang dan dinding sel akan pecah sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim-

enzim pencerna. Amilopektin mempunyai sifat kolodial sehingga bila dipanaskan,

campuran air dengan pati akan menjadi kental.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa pati pada tanaman terdapat

sebagai granula-granula kecil. Lapisan luar dari setiap granula terdiri atas molekul-

molekul pati yang tersusun amat rapat sehingga tidak tertembus air dingin. Sumber

pati asal tanaman yang berbeda mempunyai ciri khas pada bentuk, dan pada

penyebaran ukuran-ukuran granula pati.(Gaman, P.M., 1992)

2.3.1 Sifat-Sifat Amilum

Beberapa sifat dari pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam

dingin tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang berbentuk kental.

Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur makanan dan sifat

gelnya dapat diubah oleh gula dan asam. Peruraian tidak sempurna dari pati dapat

menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida (Winarno, et al., 1980).

Universitas Sumatera Utara

Bila pati mentah dimasukkan kedalam air dingin, granula patinya akan

menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan

pembengkakannya terbatas. Air yang diserap tersebut hanya mencapai 30%.

Peningkatan volume granula pati yang terjadi didalam air pada suhu antara 550C-650C

merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan setelah pembengkakan ini granula

pati dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu

gelatinisasi tergantung pada kondisi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin

lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-

kadang turun. Konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah 20%. Makin

tinggi konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa

waktu viskositasnya akan turun (Winarno, 1992).

2.3.2 Hidrolisis Amilum

Hidrolisis pati dalam pembuatan sirup glukosa dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu

:

a. Hidrolisa asam

b. Hidrolisa enzim

c. Hidrolisa asam-enzim

Pada umumnya hidrolisa pati dilakukan dengan menggunakan asam, yaitu

dengan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl) (Soemaatmadja, 1970).

Hidrolisis amilum dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika amilum

dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, dan

hasil akhirnya adalah glukosa.

(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6

Amilum Air Glukosa

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa tingkatan dalam reaksi di atas. Molekul mula-mula pecah

menjadi unit-unit rantaian glukosa yang lebih pendek yang disebut dextrin. Dextrin

ini dipecah menjadi maltosa dan maltosa dipecah menjadi glukosa. (Gaman, P.M.,

1992)

Hidrolisis lengkap amilosa hanya menghasilkan D-glukosa, hidrolisis parsial

menghasilkan maltosa sebagai satu-satunya disakarida. Dapat dismpulkan bahwa

amilosa adalah polimer linear dari α–D-glukosa yang dihubungkan secara 1,4’.

Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak

lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltosa dan isomaltosa, yang kedua

ini berasal dari percabangan -1,6’. Campuran oligosakarida yang diperoleh dari

hidrolisis parsial amilopektin, biasa disebut dekstrin, digunakan untuk membuat lem ,

dan pasta kanji (Fessenden, R.J. dan Fessenden, R.J., 1999).

Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase. Dalam ludah

dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja

terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita ( Poedjiadi, 1994).

2.4 Sirup Glukosa

Sirup glukosa merupakan cairan yang memiliki derajat kemanisan yang lebih rendah

dibandingkan dengan sukrosa. Sirup glukosa bukan merupakan produk murni tetapi

mengandung dekstrin dan maltosa.

Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa dan

polimer D-glukosa yang dibuat dengan hidrolisa pati. Perbedaannya dengan gula tebu

atau sukrosa adalah gula tebu adalah gula disakarida, yang tersusun oleh glukosa dan

fruktosa, sedangkan sirup glukosa tersusun dari glukosa, dekstrin, maltosa

(Soemaatmadja, 1970).

Universitas Sumatera Utara

Sirup glukosa pertama kali digunakan sebagai bahan pengganti gula pada

masa Napoleon. Sirup glukosa dibuat dengan mereaksikan pati dengan asam melalui

proses hidrolisa karbohidrat kompleks atau polisakarida kemudian dipecah menjadi

disakarida atau maltose yang kemudian dipecah lagi menjadi monosakarida.

Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh melalui proses

hidrolisis dengan katalis. Sirup glukosa adalah salah satu produk bahan pemanis

makanan dan minuman yang berbentuk cairan, tidak berbau dan ridak bewarna. Sirup

glukosa mengandung D-glukosa, maltosa dan polimer D glukosa dengan proses

hidrolisis (Cakebread, 1975).

Sirup glukosa komersial dihasilkan dengan jalan menghidrolisis pati dengan

asam klorida encer. Hidrolisisnya tidak sempurna dan sirup glukosa yang dihasilkan

merupakan campuran glukosa, maltosa, dextrin, dan air (Gaman, P.M., 1992).

Sirup glukosa telah dimanfaatkan oleh industri permen, minuman ringan,

biskuit, dan sebagainya. Pada pembuatan produk es krim, glukosa dapat

meningkatkan kehalusan tekstur dan menekan titik beku dan untuk kue dapat menjaga

kue tetap segar dalam waktu lama dan mengurangi keretakan. Untuk permen, glukosa

lebih disenangi karena dapat mencegah kerusakan mikrobiologis, dan memperbaiki

tekstur (Dziedzic, 1984).

2.4.1 Standar mutu Sirup Glukosa

Spesifikasi utama sirup glukosa yaitu mempunyai kadar padatan kering minimum

70% dan dekstrosa ekuivalen minimum 20%. Pada Tabel 2.2 diperlihatkan standar

mutu sirup glukosa :

Tabel 2.2 Standar Mutu Sirup Glukosa

Universitas Sumatera Utara

No Komponen Spesifikasi

1. Air Maksimum 20%

2. Gula reduksi dihitung sebagai D-glukosa Maksimum 1%

3. Sulfur dioksida (SO2) Untuk kembang gula sekitar 400 ppm, yang lain maksimum 40 ppm.

4. Pemanis buatan Negatif

5. Logam berbahaya (Pb,Cu, Zn dan As) Negatif

6. Natrium Benzoat Maksimum 250 ppm

7. Warna Tidak berwarna sampai kekuningan

8. Jumlah bakteri Maksimum 500 koloni/gram

9. Kapang Negatif

10. Khamir Negatif

Sumber : SII.0418-81 dalam Judoamidjojo, et al ., (1992).

2.5 Metode Analisa Kuantitatif Glukosa

2.5.1 Metode Nelson-Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan

pereaksi tembaga-arseno-molibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro

Universitas Sumatera Utara

dengan pemansana larutan gula. Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya

dilarutkan dengan arseno-molibdat menjadi molibdenum berwarna biru yang

menunjukkan ukuran konsentrasi gula. Dengan membandingkannya terhadap larutan

standar, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang

terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur

absorbansi (Sudarmadji et al, 1984).

2.5.2 Lane-Eynon

Penetapan gula pereduksi dengan metode ini dilakukan secara volumetrik. Biasanya

digunakan untuk penentuan laktosa (anhidrat atau monohidrat), glukosa, fruktosa,

maltosa (anhidrat atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dengan

metode ini didasarkan atas pengukuran volume larutan gula pereduksi standar yang

dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik

akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang, dalam

keadaan panas menjadi berwarna putih karena kelebihan gula pereduksi diatas jumlah

yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga.

2.5.3 Metode Shaffer-Somogyi

Metode ini dapat diterapkan untuk segala jenis bahan pangan. Terutama berguna

untuk menetapkan sampel yang mengandung sedikit gula pereduksi. Gula reduksi

akan mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang terbentuk dari

hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu2+ kembali. Kelebihan I2 dititrasi

dengan Na2S2O3. Dengan menggunakan blanko, maka kadar gula reduksi dalam

sampel dapat ditentukan.

2.5.4 Metode Anthrone

Metode ini dapat diterapkan untuk semua jenis bahan makanan. Anthrone (9,10-

dihydro-9-oxanthracene), merupakan hasil reduksi anthraquinone. Anthrone bereaksi

Universitas Sumatera Utara

secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru

kehijauan yang khas.

2.5.5. Metode Munson-Walker

Penentuan gula reduksi berdasarkan atas banyaknya endapan Cu2O yang terbentuk,

kemudian dengan melihat tabel Hadmond dapat diketahui jumlah gula pereduksinya.

Jumlah Cu2O ditentukan secara gravimetris, yaitu dengan menimbang langsung

endapan Cu2O yang terbentuk. Dan juga ditentukan secara volumetris yaitu dengan

titrasi menggunakan larutan Na-thiosulfat atau K-permanganat (Apriyanto, 1989).

2.6 Metode Analisa Kualitatif Amilum

Reaksi dengan Iodin

Pati yang berikatan dengan iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat

digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul

pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah

warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral akan merenggang, molekul-molekul iodin

terlepas sehingga warna biru akan hilang (Winarno, 1997).

2.7 Manisan

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Tujuan pemberian gula

dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa manis,

juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang).

Universitas Sumatera Utara

Dalam proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air

kapur untuk mempertahankan bentuk (tekstur) serta menghilangkan rasa gatal atau

getir pada buah.

Ada dua macam bentuk olahan manisan buah, yaitu manisan basah dan

manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula,

sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali dihasilkan

(manisan basah) dijemur sampai kering. Buah-buahan yang biasa digunakan untuk

membuat manisan basah adalah jenis buah yang cukup keras, seperti pala, mangga,

kedondong, kolang-kaling, dan lain-lainnya. Sedangkan buah-buahan yang biasa

digunakan untuk membuat manisan kering adalah jenis buah yang lunak seperti

pepaya, sirsak, dan lain-lain.

Pembuatan manisan buah terutama meliputi peresapan lambat dengan sirup

sampai kadar gula di dalam jaringan cukup tinggi sehingga dapat mencegah

pertumbuhan mikrobia pembusuk. Proses pembuatan manisan dilakukan dengan cara

sedemikian rupa sehingga buah tidak lunak dan menyerupai jam atau menjadi liat

(Desrosier, 1988).

2.7.1 Penentu Kualitas Manisan

Kualitas produk olahan buah berupa manisan, baik manisan basah maupun manisan

kering, sangat menetukan laku tidaknya produk olahan tersebut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas manisan adalah sebagai berikut:

a. Higienis

Pembuatan manisan yang tidak memperhatikan syarat-syarat kesehatan, hasil akhirnya

akan berkualitas rendah, tampak kotor, daya simpannya pendek, dan penampilannya

tidak menarik. Karena itu syarat-syarat kesehatan, baik kebersihan alat dan bahan

maupun lingkungan pengolahan harus benar-benar diutamakan.

Universitas Sumatera Utara

b. Penampilan

Penampilan merupakan penentu utama kualitas suatu produk. Penampilan yang

menarik menyebabkan konsumen tertarik untuk membelinya. Penampilan suatu

produk olahan ditentukan oleh faktor sebagai berikut:

1. Warna

2. Keseragaman bentuk dan ukuran

3. Kemasan

c. Cita rasa dan aroma

Cita rasa manisan harus berasal dari cita rasa buah aslinya. Namun, agar cita rasa

makin memikat dapat ditambahkan bahan pewangi atau bumbu yang sesuai, seperti

kayu manis, bunga pala, pandan wangi, atau cengkih. Sementara itu, aroma

merupakan unsur yang sangat peka terhadap pemanasan. Karenanya sulit

dipertahankan. Namun, cita rasa yang kompak dapat menutupi kekurangan dan unsur

aroma ini.

d. Daya tahan

Daya tahan ini dapat diciptakan dengan memperkecil kadar air dalam buah,

meningkatkan konsentrasi gula dalam buah, memberikan bahan pengawet, serta

mengemasnya dalam wadah yang tertutup rapat tanpa memberi kesempatan masuknya

bahan-bahan pencemar.

e. Kandungan unsur gizi dan kalori

Buah memiliki kandungan gizi, mineral, dan kalori. Beberapa kandungan gizi

biasanya akan hilang karena proses pengolahan. Karena itu, proses pengolahan harus

memperhatikan teknik atau tata caranya sehingga kandungan gizi dalam buah bisa

diselamatkan. Untuk menjaga kualitas manisan tetap baik, biasanya dilakukan

penambahan vitamin C kedalam manisan (Memet Abdulah Fatah dan Yusuf Bachtiar,

2004).

Universitas Sumatera Utara

2.8 Spektrofotometer UV-Visible

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbansi selektif radiasi elektromagnetik yang

dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Banyak kelebihan

yang dimilikinya, antara lain :

a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan

kuantitatif untuk senyawa senyawa anorganik maupun senyawa anorganik.

b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million),

bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace

(renik)

c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan siperiksa dalam suatu campuran,

dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x

yang akan mengadsorbansi cahaya tersebut (Underwood,A.L. 1983).

Gambar 2.6 Spektrofotometer UV-Visible

Universitas Sumatera Utara