2.1 pengantar tentang hrs (hot rolled sheet) perencanaan
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengantar Tentang HRS (Hot Rolled Sheet)
Perencanaan campuran perkerasan aspal, seperti rencana bahan teknik
lainnya, pada umumnya merupakan soal dalam pemilihan dan perbandingan
material untuk mendapatkan sifat-sifat yang diharapkan pada hasil akhir.
Tujuan umum dari rencana campuran perkerasan aspal panas adalah
menetapkan satu penggabungan gradasi agregat yang ekonomis (dalam batas
spesifikasi proyek) dan bitumen yang akan menghasilkan campuran dengan
kriteria:
1) bitumen yang cukup untuk menjamin keawetan perkerasan
2) stabilitas yang memadai sehingga memenuhi kebutuhan lalu lintas
tanpa distorsi atau terjadi pemindahan
3) rongga yang memadai didalam total campuran padat sehingga masih
memungkinkan adanya sedikit tambahan pemadatan akibat beban lalu
lintas tanpa flushing, bleedmg/kelebihan aspal, dan hilangnya
stabilitas, namun cukup rendah untuk mencegah masuknya udara dan
kelembaban yangberbahaya
4) cukup mudah dikerjakan untuk dapat melaksanakan penghamparan
campuran secara efisisen tanpa mengalami segregasi.
5) Batas atas pada stabilitas campuran untuk mengurangi terjadinya retak
12
11
3.3mm meningkat sebesar 3.13%dari kontrol HDPE 0% (3.2 mm). Nilai
MQ sebesar 592 kg/mm meningkat 32.11% dari kontrol HDPE 0% (448.1
kg/mm). Nilai RMS perendaman 24 jam sebesar 94.9%, 48 jam sebesar
85.8%, 72 jam sebesar 74.5% dan 67.3% untuk perendaman 96 jam. Nilai
ITS sebesar 1303.6 kPa atau meningkat sebesar 28.45% dan kontrol HDPE
0% (1017.2 kPa). Dari pengujian Cantabro, nilai particle loss pada 300
putaran sebesar 2.25% dengan nilai RMS sebesar 43.9% menunjukkan
bahwa campuran memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap kehancuran
(abrasi), tetapi tidak tahan terhadap beban impact. Dari pengujian recycling
stabilitasnya mengalami penurunan dan diperoleh nilai RMS sebesar
85.5%. Hal ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan pada campuran
HRS WC dengan aspal modifikasi HDPE 5% dapat didaur ulang
(recyclable).
13
6) Batas atas dan bawah pada Marshall Quotien untuk menjamin
fleksibilitas dan membatasi deformasi dari campuran akibat lalu lintas
7) Maksimum ketebalan film aspal yang mungkin untuk mengurangi
kecepatan oksidasi bitumen dan meningkatkan durabilitas
Agregat dengan gradasi yang banyak ragamnya (gradasi menerus)
memiliki rongga-rongga udara yang minimum dan kerapatan yang maksimum
setelah dipadatkan. Jenis campuran aspal panas dengan gradasi menerus ini
diterapkan pada jenis perkerasan Asphalt Concrete (AC). Sedangkan agregat
dengan gradasi yang senjang ("gap graded") mempunyai rongga-rongga udara
yang lebih besar dan diterapkan pada perkerasan Hot Rolled Sheet (HRS).
Beberapa percobaan yang ditujukan pada "gap-graded asphalt" (aspal
agregat senjang) telah dilakukan untuk mendapatkan suatu lapis pemukaan pada
perkerasanjalan yang mampu mendukung beban pada tingkat tertentu dan lapis
penutup meskipun kenyang akan kadar aspal sebagai altematif lain dari
perkerasan Asphal Concrete (AC).
Bahan yang digunakan untuk semua jenis perkerasan jalan yang
menggunakan jenis Lataston (HRS) adalah sama yakni agregat (agregat kasar,
agregat halus), filler, aspal keras dengan penetrasi 60 atau penetrasi. Tabel 2.1
dan Tabel 2.2 dibawah ini memperlihatkan persyaratan agregat kasar dan halus
jenis perkerasan HRS berdasarkan gradasi yang lolos saringan.
Tabel 2.1. Persyaratan Gradasi AgregatKasar
Ukuran Saringan Persen Lolos
(%)Inch# mm
3/4 19.10 100
1/2 12.70 85 - 100
3/8 9.52 0-95
No. 4 6.35 0-60
No. 200 0.075 0-1
Umum, Direktorat Jendral BinaMarga, 1983
Tabel 2.2. Persyaratan Gradasi Agregat Halus
Ukuran Saringan Persen Lolos
(%)Inch# mm
3/8 9.54 100
No. 4 4.75 95 - 100
No. 8 2.36 75 - 100
No. 30 0.60 13 -100
No. 200 0.075 0-5
Sumber: Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton, Departemen PekerjaanUmum, Direktorat Jendral Bina Marga, 1983
14
2.2 Spesifikasi HRS yang Disempurnakan1
Aspal beton merupakan bahan lapis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat kasar, agregat sedang agregat halus serta bahan mineral lain
sebagai pengisi (filler) dengan aspal sebagai bahan pengikat. Aspal beton secara
luas sering digunakan sebagai lapisan permukaan perkerasan, baik untuk jalan
lalu lintas ringan sampai berat dan juga lapangan terbang.
1Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Bina Teknik, Jakarta, 24Dr^KemasA Zamhari Dr. A. RSterling. T. Toole, Journal Penyempurnaan Spesifikasi CampuranAspal Panas, Transport Research Laboratory United Kingdom, PT. Ayodya Karya Indonesia,September 1997, Yogyakarta, Indonesia.
15
Penggunaan jenis aspal harus disesuaikan dengan pelaksanaan
pencampurannya yakni; 1. Aspal beton pracampur panas (hot mix), yang
digunakan adalah aspal jenis keras (asphalt cement); 2. Aspal beton pracampur
hangat (warm mix), yang digunakan adalah aspal cair (cutback asphalt); 3. Aspal
beton pracampur dingan (cold mix), yang digunakan adalah aspal emulsi
(emulsion asphalt). Sebagaimana diketahui bahwa jalan diwilayah perkotaan dan
jalan-jalan regional utama di Indonesia telah banyak menggunakan konstruksi
aspal beton campuran panas (hot mix asphalt concrete).
Terdapat dua jenis campuran aspal panas yang dominan dilaksanakan yaitu
1. campuran aspal bergradasi menerus atau aspal beton, yang bersumber kepada
Asphalt Institute
2. campuran aspal bergradasi senjang atau hot rolled Asphalt yang bersumber
pada BS 594 Inggris, dan dikembangkan oleh CQCMU (Central Quality
Control &Monitoring Unit), Bina Marga, Indonesia.
Jenis yang kedua ini diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an
sebagai altematif dari aspal beton (AC). Kebijakan menggunakan HRS sebagai
pengganti aspal beton antara lain dilatarbelakangi oleh kehendak untuk melapisi
seluas-luasnya jaringan jalan yang ada dengan anggaran yang tersedia. Implikasi
kebijakan tersebut bila diterapkan diatas perkerasan yang belum mantap dengan
menggunakan aspal beton dengan tebal minimum dapat menimbulkan kerusakan
berupa retak-retak yang terjadi dalam waktu relatif pendek. Kepekaan aspal beton
terhadap ketelitian pelaksanaan dan pelapukan (aging) film binder diperkirakan
16
merupakan penyumbang terbesar dalam proses kemsakan dini tersebut. HRS
diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut karena kelenturannya yang tinggi;
film binder yang lebih tebal, dan lebih toleran terhadap ketelitian pelaksanaan.
Penggunaan HRS ternyata memang mampu mengatasi masalah retak pada
jaringan jalan di Indonesia. Namun demikian timbul masalah baru dengan
tejadinya deformasi plastis pada sebagian besar mas jalan yang menggunakan
HRS juga dalam waktu yang relatif singkat. Kegagalan memenuhi persyaratan
gradasi (gap graded) dan persyaratan kadar binder diduga menjadi penyebab
timbulnya kemsakan dini.
Atas dasar yang disebutkan diatas menunjukkan perlunya dikembangkan
spesifikasi campuran aspal yang dapat memberikan keseimbangan antara
tuntutan ketahanan retak lelah dan deformasi plastis.
Dalam penyempurnaan spesifikasi campuran aspal panas yang dilakukan
Puslitbang Jalan diperoleh jenis campuran yang dirangkum dalam spesifikasi
bam2 yaitu:
- Hot Rolled Sand Sheet Class A (HRSS A)
- Hot Rolled Sand Sheet Class B (HRSS B)
- Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS WC)
- Hot Rolled Sheet Base Course (HRS BC)
- Asphaltic Concrete Wearing Course (AC WC)
- Asphaltic Concrete Binder Course (AC BC)
- Asphaltic Concrete Base (AC Base)
2Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Bina Teknik,Jakarta, September1999
17
Penyempurnaan spesifikasi baru campuran aspal panas ini, tetap tidak
mengesampingkan keawetan dan ketahanan campuran terhadap fatigue. Jenis
campuran aspal spesifikasi bam tersebut tercetus setelah spesifikasi campuran
aspal yang umum seperti HRS kelas A dan HRS kelas B yang diterapkan di
Indonesia pada periode 1986 - 1992 bagi paramix designer dalam merencanakan
suatu perkerasan campuran aspal panas(hotmix asphalt).
Spesifikasi hotmix asphalt design yang disyaratkan tertera pada Tabel 2.3
dibawah ini:
Tabel 2.3. Persyaratan Spesifikasi Hot Rolled Sheet
Property HRS
Class A Class B
Coarse Aggregate, % 20-40 30-50
Filler Fraction, % 5.0-9.0 4.5-7.5
Effective Bitumen, % >6.8 >6.2
Absorbed Bitumen, % 0-1.7 0-1.7
Total Actual Bitumen, % >7.3 >6.7
Air Void, % - _
Void Filled with Bitumen, % 3.0-6.0 3.0-6.0
Bitumen Filem Thichness, (micron) >8 >8
Filler Binder Ratio (F/B) >0.73 >0.73
Marshall Quotient (kN/mm) 1.0-4.0 1.8-5.0
Marshall Stability (kg) 450 - 850 550 - 1250
Marshall Flow - _
Immersion Index, % >75 >75
Compaction Level, (blows) 2x50 3x50
Sumber: Reprint, research on the Spesification and Design of Hot-mix AsphaltSurfaching in Indonesia, Overseas Center, Transport Research Laboratory,Crowthone Berkshire United kingdom, 1994
Filosofi dasar dari spesifikasi bam melihat dari sejarah perkembangannya,
campuran aspal di Indonesia pemah mengalami keadaan dimana retak lelah
18
merupakan jenis kemsakan yang paling utama yang terjadi relatif dini. Periode
ini adalah periode aspal beton pada tahun 1970an yang berlanjut hingga saat ini.
Untuk mencegah retak lelah yang terialu dini maka campuran hams direncanakan
sedemikian rupa sehingga menjadi lebihawet.
Keawetan campuran ditentukan oleh jumlah volume aspal dalam campuran
atau void filled with binder (VFB). Hubungan antara VFB dan kinerja dari
beberapa perkerasan yang terbukti baik diuraikan dalam Tabel 2.4dibawah ini.
Tabel 2.4. Kinerja Perkerasan dan Rongga Terisi Aspal (VFB)
Ruas Jenis Lalu Kinerja VFB VFB
Campuran Lintas Awal (%) Insitur (%)Cirebon - HRS Sangat 8 tahun tanpa 65 78Losari berat mtting atau
crackingCirebon - HRS Berat 10 tahun 70 78Kuningan sebelum overlay
sedikit retak
tetapi tanparutting
Kopo- HRS Sedang 6 tahun tanpa 60 65
Rancabali kemsakan berart
Banjar - AC Ringan 15 tahun sebelur 65 79
Pangandaran hinggaSedang
overlay retakberat dibeberapaditempat
Sumber: Journal Metode Perencanaan Campuran Aspal Panas Berdasarkan spesifikasi yangdisempurnakan, Penelitian Puslitbang Jalan dan TRL (1992)
Hasil dari penelitian Puslitbang dan TRL (1992) mengindikasikan bahwa untuk
lalu lintas berat diperlukan VFB awal minimum tertentu untuk mendapatkan
campuran dengan keawetan yang memadai.
19
Puslitbang Jalan mengambil filosofi dasar yang sama dengan kesimpulan
dari penelitian yang diperoleh oleh TRL (di Malaysa), studi NCAT (National
Center of Asphalt Paving Technology) di Amenka, dengan menerapkannya
dalam pengembangan spesifikasi bam campuran aspal berdasarkan kondisi diIndonesia.
Atas dasar tersebut, diperoleh persyaratan karakteristik campuran aspal
sebagaimana tercantum pada Tabel 2.5.1 dan Tabel 2.5.2 dibawah ini.
Tabel 2.5.1. Persyaratan Kekuatan, kekakuan dan kelenturan
Sifat Campuran
Stabilitas Marshall (kg)HRSS
HRS(WC/BC)AC(WC/BC)
Marshall Flow (mm)HRSS
HRS(WC/BC)AC(WC/BC)
Marshall Quotient(kg/mmHRSS
HRS(WC/BC)AC(WC/BC)
Minimum
200
800
800
2
2.5
2
80
200
200
Maksimum
850
400
500
500
Karakteristik
Kekuatan
Kelenturan
Kekakuan
Sumber: Journal Metode Perencanaan Campuran Aspal Panas Berdasarkanspesifikasiyang disempurnakan, Penelitian Puslitbang Jalan dan TRL (1992)
20
Tabel 2.5.2. Persyaratan Keawetan
Sifat Campuran HRSS HRS AC
A B WC BC WC BC
VWA (rongga diantaraagregat) %
min 20 20 18 18 16 16
VFB
ESA>1E6 min HRSS tidak
untuk
lalulintas
berat
65 65 65 65
1E6<ESA<0.5E6 min 68 68 68 68
ESA0.5E6 min 75 75 75 75 75 75
Sumber: Journal Metode Perencanaan Campuran Aspal Panas Berdasarkan spesifikasi yangdisempurnakan, Penelitian Puslitbang Jalan dan TRL (1992)
Dari tabel-tabel diatas dapat dilihat beberapa perubahan mendasar
dibandingkan dengan beberapa jenis spesifikasi campuran aspal sebelumnya
sebagai berikut:
1) diintroduksinya proses pemadatan PRD (Percentage Refusel Density) yaitu
pemadatan hingga campuran tidak dapat memadat lebih lanjut
2) batasan rongga udara dalam campuran ditetapkan berdasarkan prosedur
pemadatan PRD
3) disyaratkan batas minimum rongga diantara agregat (VMA) yang relatif
tinggi
4) disyaratkan volume minimum rongga terisi aspal (VFB) disamping
persyaratan VIM dan VMA
5) pembuatan benda uji AC dan HRS disyaratkan dengan dua kali 75 tumbukan,
tidak terganrung pada volume lalu lintas. Kebutuhan akan film bitumen yang
lebih tebal bagi lalu lintas rendah yang biasanya diwakili oleh jumlah
tumbukan yang lebih kecil diakomodasi oleh batas rongga udara dalam
campuran yang lebih rendah
21
6) gradasi agregat dalam campuran AC hanya dibatasi oleh beberapa titik
kontrol
7) adanya syarat tambahan untuk grading HRS yang bertujuan menjamin
terbentuknya gap atau kesenjangan gradasi agregat.
Ketujuh butir tersebut diatas pada dasamya mempunyai satu sasaran yaitu
pemenuhan persyaratan rongga terisi bitumen dan rongga diantara agregat
dengan prosedur Marshall dua kali 75 tumbukan, dan persyaratan rongga udara
dalam campuran setelah PRD.
Penelitian penulis lebih difokuskan pada perkerasan campuran aspal panas
jenis Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS WC) sesuai dengan judul Tugas
Akhir yang penulis susun. Penjabaran tentang Hot Rolled Sheet Weaing Course
dijelaskan pada sub bab berikutnya.
2.3 Spesifikasi HRS WC (Hot Rolled Sheet Wearing Course)
Hot Rolled Sheet Wearing Course adalah salah satu jenis lapisan
perkerasan jalan yang mempakan campuran antara agregat bergradasi
senjang/timpang dengan aspal yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu atau temperatur tertentu.
Wearing Coarse merupakan bagian dari jenis perkerasan jalan HRS (Hot
Rolled Sheet) dengan kata lain HRS WC namun umumnya sering disebut dengan
nama Wearing Coarse saja. Perkerasan ini ditujukan untuk digunakan pada jalan-
jalan yang memikul beban lalu lintas berat. Hal-hal karakteristik yang paling
penting adalah keawetan, fleksibilitas dan ketahanan kelelehan yang tinggi. Hot
22
Rolled Sheet Wearing Course mempunyai kekuatan struktural dari konstruksi
yang berkadar aspal tinggi.
Tujuanutamapemakaian HRS-WC adalah untuk meningkatkan kelenturan
yaitu perkerasan dapat melendut secara pemanen dalam batas-batas tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Tujuan utama sempa menjadi objek penelitian Puslitbang
Jalan sejak awal tahun 1990an dan spesifikasi ini di uji coba pertama kali dalam
skala penuh yang akan dilakukan di Bagian Proyek Peningkatan Jalan Cileunyi
Nagreg Jawa Barat.
Campuran HRS-WC umumnya berkadar aspal tinggi, sehingga sifat
kelenturannya tinggi, sangat cocok untuk dihampar di daerah yang labil,
pegunungan dan daerahyang dekatdengan areal garam (pantai).
Sifat-sifat dari Wearing Course adalah sebagai berikut:
a. Dianggap tidak mempunyai nilai struktural
b. Kedap air
c. Kekenyalan yang tinggi (fleksibel)
d. Lebih bertahan terhadapkemungkinan retak-retak akibat kelelehan.
e. Lebih mudah mengerjakannya dan memadatkannya, dengan tebal nominal
lapis perkerasan HRS-WC adalah ± 3 cm.
Tebal nominal minimum lapis pekerasan pada kasus penghamparan
material permukaan hams lebih besar atau sama dengan yang disyaratkan dan
tidak diperbolehkan lebih kecil dari tebal nominal minimum dikarenakan
keawetan dan keretakan perkerasan jalan terjadi pada waktu relatif dini dan
fungsi-fungsi lapis ini sebagai wearing course tidakberjalan dengan semestinya.
23
Persyaratan sifat campuranHRS-WC harus sesuai dengan spesifikasi
yang tertera pada Tabel 2.6 di bawah iniTabel 2.6 Persyaratan Campuran HRS WC
RonggadalamCampuran (VIM) %
ljutaESA
Lalulintas
>5jutaESAdan: ljutaESA
Lalulintas
<5jutaESA
Lalulintas
> 5juta ESA dan< ljutaESA
Lalulintas
< 5juta ESA_
Stabilitas Marshall (kg)
Flow / Kelelahan (mm)
Marshall Quotient (kg/mm)
Stabilitas Marshall sisa setelahPeredaman selama 24 jam 60 PC;
~~ " [Lalulintas
Rongga dalamCampuran padaKeadaan MembalRefusel
>liutaESA
Lalulintas
>5jutaESAdan< ljutaESALalulintas
<5jutaESA
"M^x I 1.2 untuk Lalulintas >ljutaESAi 7 untuk Lalulintas >ljutaESA
2x75
Min
Max
Min
Min
Min
Min
Min
Max
Min
Max
68
75
800
200
500 __"85 untuk Lalulintas >ljuta ESA
80 untuk Lalulintas >liuta ESA
1
24
Tabel 2.6.1. Persyaratan Sifat Campuran HRS-WC
No. Sifat Campuran Spesifikasi Satuan
Min Maks
1 Density - -
2 VFWA (Voids Filled With Asphalt) 65 - %
3 VITM (Void In The Mix)- - %
4 Stabilitas 800 - kg5 Flow 2 - mm
6 Marshall Quotient 200 500 kg/mm7 VMA (Void In Mineral Aggregate) 18 - %
Catatan: Jumlah tumbukan dalam setiap muka pemadatan pada benda ujiBriket Marshall 75 x 2 per-benda uji.
Sumber: Buku 3Spesifikasi Umum, Pelaksanaan HRS-WC, Dirjen BinaMarga,DPU, Agustus 1999
Dalam penelitian ini persyaratan yang digunakan adalah Lataston
untuk lalulintas berat.
Gradasi campuran, apabila digambarkan dalam kurva gradasi tidak
boleh menyimpang dari spesifikasi yang disyaratkan yaitu seperti pada tabel
2.6.2 berikut ini:
Tabel 2.6.2. Persyaratan Gradasi Campuran HRS WC
Ukuran Saringan Persen Lolos
(%)bich# mm
3/4 19.10 100
1/2 12.50 90-100
3/8 9.50 75-85
No. 8 2.36 50-72
No. 30 0.600 35-60
No. 200 0.075 6-12
Catatan: disyaratkan agar minimum 80% dari agregat yang lolos2,36 mm harus lolos pula pada saringan 0,600mm
Sumber: Buku 3 Spesifikasi Umum, Pelaksanaan HRS-WC, Dirjen Bina Marga,DPU, Agustus 1999
25
2.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam membuat campuran HRS-WC ini terdiri
dari agregat kasar (Course Aggregat), agregat halus (Fine Aggregat), Filler
(Filler Fraction), aspal keras (Bitumen).
2.3.1.1 Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pasir atau material lainnya
baik berupa hasil alam maupun hasil pemecahan dari stone crusher, yang
digunakan sebagai bahan penyusun utama pada perkerasan jalan. Pemilihan
agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; ukuran, gradasi,
kekuatan, kekerasan tekstur permukaan, porositas, daya kelekatan terhadap
aspal dan kebersihan agregat dari kandungan lumpur (Kerb and Walker,
1971).
Agregat bentuk pecah akan memiliki gaya gesek dalam (Internal
Friction) yang tinggi dan saling mengunci (Interlocking) sehingga akan
menambah kestabilan konstmksi lapis keras serta menghasilkan stabilitas
yang tinggi. (Kerb and Walker, 1971). Agregat yang digunakan diharapkan
berbentuk kubus dan mempunyai bidang yang rata sehingga bidang
kontaknya lebih luas dan sifat saling mengunci (Interlocking) akan lebih
besar.
Menumt proses terbentuknya material yang dapat digunakan sebagai
bahan jalan meliputi batuan dan bahan sisa/bekas, beberapa hal yang perlu di
perhatikan yaitu :
26
a. Kriteria Penggunaannya
1. Jumtah bahan yang tersedia pada satu lokasi hams cukup
2. Jarak angkut yang pantas
3. Bahan tidak bersifat toxin/rac un
4. Bahan tidak larut dalam air
b. Sumber dan bentuk bahan bekas :
a. Penambangan, sisa galian, dan sisa hasil produksi
b. Sisa dari produksi logam, produksi industri
c. Sisa dari pengolahan pertanian
c. Persyaratan Khusus
1. Tanpa bahan organik
2. Tidak terjadi kembang susut yang besar (swelling) dengan adanya air
3. Tidak mengandung bahan yang lamt air
4. Tidak berongga terialu banyak (porous)
Agregat untuk campuran beton aspal terdiri dari agregat yang bemkuran
besar sampai kecil yang sering kali disebut sebagai; agregat kasar, agregat
sedang dan agregat halus. Pada campuran aspal prosentasenya ± 86 - 93%
dari berat campuran.
Agregat yang digunakan sebagai bahan campuran aspal panas pada
penelitian penulis, terdiri atas 2 (dua) macam yaitu agregat kasar dan pasir
"Kali Buntung" sebagai agregat halus.
27
2.3.1.1.1 Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan bisa batu pecah menggunakan stone
crusher atau kerikil dengan persyaratan seperti di bawah ini:
a. Gradasi sebagai tertera Tabel 2.7 di bawah ini:
Tabel 2.7 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar
Ukuran Saringan Persen Lolos
(%>Inch # mm
3/4
1/2
3/8
No. 4
No. 200
19.10
12.70
9.52
6.35
0,075
100
85 - 100
0-95
0-60
0-1
Sumber: Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Beton, Departemen PekerjaanUmum, Direktorat Jendral Bina Marga, 1983
b. Keausan agregat bila diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500
putaran (PB - 0206 - 76) maksimum 40%.
c. Kelekatan terhadap aspal (PB - 0205 - 76) lebih dari 95%.
d. Kelapukan agregat bila diuji atau diperiksa dengan soundness test
maksimum 12%.
e. Agregat kasar haras terdiri dari material yang bersih, keras, awet yang
bebas dari kotoran atau bahan yang tidak dikehendaki.
2.3.1.1.2 Agregat Hahis
Kekuatan campuran Lataston berasal dari kekuatan mortarnya,
mortar terbentuk dari campuran aggregat halus, bahan pengisi dan aspal
sedangkan fungsi utama agregat halus adalah untuk stabilitas dan
mengurangi permanen deformasi dari campuran dari adanya ikatan dan
28
gesekan antar pertikel (Ir. Hardiman, MSc ,Simposium ke-4 FSTPT,
Udayana Bali, 2 November 2001).
Permasalahan yang terjadi di daerah Yogyakarta, yaitu disebabkan
karena relatif tidak ekonomis untuk mendapatkan agregat halus yang
diproduksi oleh alat pemecah batu tetapi quary material (pasir) yang
tersedia berlimpah pada setiap sungai sehingga biaya yang dibutuhkan
untuk campuran cukup kecil, maka untuk efisiensi dan ekonomis
kebutuhan akan bahan susun akhirnya diupayakan bahan lokal (pasir
halus) sungai.
Oleh karena itu, material (pasir) sebagai agregat halus yang
menjadi bahan perkerasan jalan campuran aspal panas dikaji dalam
penulisan tugas akhir ini dengan tidak mengesampingkan persyaratan
sebagai agegat halus sesuai dengan petunjuk Bina Marga 1987.
Selanjutnya material (pasir) yang menjadi bahan penelitian penulis
sebagai bahan campuran perkerasan adalah pasir dari Kali Buntung.
2.3.1.1.3 Pasir "Kali Buntung"
Kali Buntung seperti orang umum menyebutnya, mempakan kali
dari terusan Kali Boyong yang berjarak 30 km dari penambang material
khususnya pasir dan batu kali di Kali Boyong itu scndiri dan berhimpitan
dengan aliran Kali Code. Hal yang terjadi di kali/sungai tersebut adalah
persediaan material pasir atau batu koral cukup banyak pada musim
kemarau tetapi akan lebih banyak pada musim penghujan meskipun air
kali tersebut tidak terialu meluap.
29
Penulis telah melakukan penelurusan dari berbagai kali/sungai
yang terdapat di daerah Yogyakarta dan memperhatikan di lingkungan
sekitarnya. Sebagian dari kali/sungai yang dijumpai, cukup menyimpan
pasir dan batu yang mungkin fungsinya sebagai bahan bangunan atau
konstruksi jalan atau fungsi yang lain seperti pasir dari sumber material
lainnya. Pasir alam yang dijumpai tersebut khususnya dari Kali Buntung
sangat memungkinkan dan banyak jumlahnya serta distribusi ukurannya
sebagai agregat halus sangatlah cocok dan tidak jauh berbeda bila
dibandingkan dengan pasir dari sumber material lain di daerah
Yogyakarta, bahkan sebagian dari masyarakat setempat telah ada yang
menambang baik material pasir atau batu koral yang dipecah menjadi
kerikil untuk digunakan seperlunya.
Memperhatikan sumber material dari kali/sungai tersebut
mengalami pencucian secara alami dikarenakan material tersebut berada
pada aliran sungai yang aliran sungainya cukup baik, dimungkinkan
kandungan lumpurnya sangat sedikit. Meskipun demikian kandungan
lumpur pada material tersebut tetap dilakukan pengujian karena
kandungan lumpur sangat berpengaruh terhadap daya pelapisan aspal
terhadap agregat; semakin besar kandungan lumpur yang menyelimuti
agregat semakin kecil daya rekat aspal terhadap agregat mengingat
bahwa kandungan lumpur yang disyaratkan maksimum sebesar 5% dari
hasil pengujian kadar lumpur.
30
Menurut klasifikasi prosedur di laboratorium, pasir (S) mempakan
butiran-butiran tanah > 50% lolos saringan No. 4 (4,75 mm)dan < 50%
lolos saringan No. 200 (0,074 mm). Pasirpun dapat dibedakan atas:
1) Pasir "bersih"
Terdiri dari Pasir Bergradasi Baik (SW) jika ?Cu > 6 dan 4Cz antara 1
dan 3; Pasir Bergradasi Buruk (SP)" jika nilai Cu dan Cz
tidak memenuhi nilai SW6.
2) Pasir bercampur cukup banyak butiran halus ( > 12% lolos saringan
No. 200 (0,074 mm)
3) Pasir yang bercampur sedikit butiran halus ( >5% tapi < 12% lolos
saringan No. 200 (0,074 mm).
label 2.8 Hasil Pengujian di Laboratorium Beberapa Jenis SumberMaterial Berdasarkan Analisis Agregat Halus7
No. Jenis Pemeriksaan Syarat Asal Material
"K.Tiban" "K.Oyo" "K.Buntung"K.Bayem Wonosari Sleman
1 Berat sampel 484 478 489
kering oven 2.688 2.4388 2.7943
2 Berat jenis 2.7778 2.551 2.8571
3 Berat SSD min 2.5 2.9333 2.7471 2.9517
4 Berat jenis semu 3.2 4.6 2.2495
5 Penyerapan agregat
terhadap airmaks 3 %
Sumber: Penelitian di Laboratorium Jalan Rava .ITS Oil, 2005
3Cu (Coefficient ofuniformity) atau koefisien keseragaman4Cz{Coefficient ofgradation) atau koefisien gradasi5SP (Sand Poor-graded) atau pasir bergradasi buruk, pasir kerikil, sedikit atau tidak mengandungbutiran halus
6SW (Sand Well-graded) atau pasir bergradasi baik, pasir kerikil, sedikit atau tidak mengandungbutiran halus
Hasil Penelitian di Laboratorium Jalan Raya Universitas Islam Indonesia
31
Data pembanding dari sumber material/quary lainnya sebagai
tolok ukur bahwa agregat dari sumber material mi dapat digunakan
campuran aspal panas pada lapis perkerasan jalan.
Pada Tabel 2.8 akan diperlihatkan data pembanding dari sumber
material/quary berdasarkan campuran aspal panas lapis tipis aspal panas
Jenis HRS B.
Tabel 2.8.1 Pemeriksaan Agregat Halus Jenis HRS Bdari BeberapaSumberMaterial Hasil Penelitian Terdahulu
No.
B.
Asal Material
Jenis Pemeriksaan
Agregat HalusNilai Sand EquivalentPeresapan Agregatterhadap AirBerat Jenis Semu
Test MarshallKadar Aspal 6.5%VFWA (Void Filledwith Asphalt), %VITM (Void in theMix), %Stabilitas, kg
Flow (kelelahan), mmMarshall Quotient,kg/mm
Syarat
> 50 %
<3%
> 2.5 gr/cc
3-6
550 -
1250
1,8-5.0
(kN/mffl)
Kali
Progo
66.93
2.67
2.79
79.78
3.72
2435.2
2.79
871.60
HRS Kelas B
Kali
Krasak9
68.52
2,669
2.618
91.111
1.467
2380.6
2.667
892.6
Batu
Pecah l
57.41
2.249
2.778
74.659
4.860
1903.2
2.47
775.8
dumber: Hasil Penelitian di Laboratonum Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan PerencanaanUniversitas Islam Indonesia Yogyakarta.
8B Indrianto Gunawan, Eko Yulianto, (Skripsi, Jurusan Teknik Sip,I, Fakultas Teknik Sipil danPerencanaan, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta, 2000), Studi Komparas. antara Semen da*Keramik Lantai sebagai Filler dalam Campuran HRS B.9Adri Jond Hendri, Agus Dwi Nugroho, (Skripsi, Jurusan Tekmk Sipil, Fakultas Teknik Sipil danPenZaZ^Ut^Jas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1996), Penelitian Laboratonum PengaruhPenaeunaan Pasir Kali Krasak pada Campuran Beton Aspal»SSs, (Skripsi, Jurusan?Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UniversitasIslam Indonesia, Yogyakarta, 2001), Perbandingan Pengaruh Penggunaan Semen Portland danLimbah Padat Industri Tekstil (Sludge) sebagai Filler pada Campuran HRS B
32
2.3.1.2 -Fitter {Brian Pengisi)
Filler didefmisikan sebagai fraksi debu mineral yang lolos saringan
No. 200 (0,074 mm) tidak kurang dari 75% yang bisa berupa debu batu,
debu kapur, debu dolomit, debu semen, atau debu pasir. Filler atau bahan
pengisi ini akan mengisi rongga di antara partikel agregat kasar dalam
rangka mengurangi besarnya rongga, meningkatkan kerapatan dan stabilitas
dari massa tersebut. Rongga udara pada agregat kasar diisi dengan partikel
yang lolos saringan No. 200 sehingga membuat rongga udara lebih kecil dan
kerapatan massanya lebih besar (David G. Tunniccliff, 1962 dalam shell
1990). Bina Marga (1987) mendefmisikan bahwa bahan pengisi adalah
bahan bebutir halus yang lolos saringan no. 30 (0,600), dimana prosentase
berat butiryanglolos saringan No. 200(0,074 mm)minimum 65%.
Pengaruh filler dalam aspal pada awalnya adalah dengan membentuk
mastik, yaitu campuran antar aspal dengan filler. Mastik akan menambah
atau mempengaruhi viskositas (kekentalan) dari aspal. Filler akan
berpengaruh dalam mendukung adesi antaraaspal dengan agregat, secara:
1) Mekanik (Adesi antara aspal dengan pennukaan agregat dipengaruhi
kekentalan aspal)
2) Kimiawi
Dalam suatu kasus, viskositas yang tinggi akan mengurangi
penyelimutan dan pembahasan aspal dalam fase pelapisan. Pada kasus lain,
pada saat penyelimutan dan pembasahan awal yang baik tercapai, daya tahan
terhadap stripping bertambah dengan adanya peningkatan viskositas aspal.
33
Kelompok mineral filler dalam campuran beton aspal yang
mempunyai partikel dengan diameter lebih besar dari ketebalan selaput aspal
pada pemukaan batuan, akan memberikan pengaruh pada sifat saling
mengunci antar agregat. Sedangkan kelompok mineral yang lain yang
mempunyai partikel dengan diamter lebih kecil dari selaput aspal, akan
tersuspensi dalam selaput aspal (SHELL (1990), Shell Bitumen Handbook,
Shell Bitumen, UK).
Mineral Filler merupakan salah satu faktor penentu terhadap stabilitas,
keawetan dan sifat mudah dikerjakan dari campuran beton aspal.
2.3.1.3 Aspal
Aspal adalah bahan padat/semi padat pada lapisan perkerasan jalan
yang berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat untuk membentuk suatu
campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan lebih besar
daripada kekuatan masing-masing agregat (Kerbs and Walker, 1971).
Sifat keawetan aspal merupakan sifat yang dominan. Hal ini
didasarkan pada daya tahan terhadap perubahan sifat bila mengalami proses
pelaksanaan konstruksi, pengaruh cuaca dan akibat beban lalu lintas.
Aspal sebagai bahan pengikat merupakan senyawa hidrokarbon yang
berwarna coklat gelap agak hitam pekat terbentuk dari Asphaltenses, Resin
dan Oils. Asphaltenses adalah bagian yang mempunyai berat jenis terbesar,
sedangkan Resin berat jenisnya sedang dan Oils berat jenisnya paling kecil.
Aspal keras atau Asphalt Cement (AC) yang umum disebut bitumen adalah
aspal yang dibuat dengan kekentalan dan kualitas khusus.
34
Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal
merupakan salah satu komponen penting dengan prosentase yang lebih
sedikit dibandingkan dengan bahan yang lain.
Aspal sebagai bahan perkerasan jalan, berfungsi antara lain sebagai
berikut:
1. sebagai lapis penahan air
2. sebagai bahan tahan cuaca
3. sebagai bahan perekat dalam mengikat batu-batuan
4. sebagai pelicin antar permukaan batu pada waktu dipadatkan
sehingga masing-masing butir baruan menduduki posisinya
masing-masing
5. sebagai bahan pengisi dan penutup rongga antar agregat maupun
antar pori pada agregat itu sendiri
Beberapa persyaratan aspal sebagai salah satu unsur pembentuk
konstruksi perkerasan adalah:
1. kepadatan/kekentalan
2. aspal harus mampu menyelimuti setiap butri-butir agregat
3. ketahanan terhadap pengaruh air
4. tingkat keawetan
2.3.2 Sifat-Sifat Marshall
Karakteristik campuran beton aspal dapat diukur dan diketahui
melalui sifat-sifat Marshall yang ditunjukkan dengan nilai-nilai sebagai
berikut:
35
1. Flow (kelelahan)
Menyatakan besarnya deformasi yang tejadi pada suatu lapis
perkerasan akibat beban lalu lintas. Suatu campuran dengan nilai flow
yang tinggi (melalui batas maksimumnya), maka campuran cenderung
menjadi lebih plastis (fleksibilitas tinggi) sehingga mudah berubah
bentuk jika menerima beban. Sebaliknya bila flow rendah, maka
campuran menjadi kaku dan mudah retak jika beban melampaui daya
dukungnya.
2. Stability (stabilitas)
Menyatakan kemampuan lapis perkerasan menahan deformasi akibat
beban lalu lintas. Stabilitas akan naik jika kadar aspal bertambah
sampai batas tertentu, kemudian bila bertambah lagi akan menurun
(ada kadar aspal optimum). Kondisi ini terjadi karena bila terialu
sedikit aspal tidak bisa mengikat butiran batuan dengan baik.
Sebaliknya jika terialu banyak maka fungsi aspal sebagai bahan ikat
berubah menjadi pelicin antar batuan terutama bila suhu tinggi.
3. Density (kepadatan)
Menyatakan tingkat kerapatan aspal dan agregat setelah dipadatkan
atau nilai yang menunjukkan kepadatan campuran setelah proses
pemadatan. Campuran yang mempunyai nilai density' yang tinggi akan
mempunyai kekuatan menahan beban yang lebih tinggi daripada
campuran yang nilai density nya rendah.
36
4. Void Filled With Asphalt VFWA(Rongga Yang Terisi Aspai)
Menunjukkan prosentase rongga campuran yang terisi oleh aspal.
Nilai VFWA berpengaruh terhadap kekedapan dan durabilitas
campuran serta sangat berpengaruh oleh kadar aspal yang digunakan.
Jika nilai VFWA besar maka campuran semakin kedap air sehingga
disintegrasi oleh air atau udara bisa dihindari sehingga campuran
mempunyai durabilitas/keawetan tinggi.
5. Void In The Mix (VITM/Rongga Udara dalam Campuran)
Merupakan prosentase rongga dalam suatu campuran yang
menunjukkan banyaknya rongga didalamnya. Nilai VITM bepengaruh
terhadap kekakuan dan durabilitas campuran. Nilai yang besar
mengakibatkan rongga yang terialu banyak sehingga air dan udara
mudah masuk akibatnya durabilitasnya berkurang. Sebaliknya VITM
yang kecil, campuran menjadi rapat dan kekakuannya akan
meningkat.
6. Marshall Quotient
Merupakan hasil bagi dari stabilitas dengan kelelahan (flow) yang
digunakan sebagai pendekatan terhadap nilai tingkat kekakuan suatu
campuran. Stabilitas tinggi disertai kelelahan yang rendah akan
menghasilkan perkerasan yang kaku dan getas. Sebaliknya stabilitas
yang rendah dengan kelelahan yang tinggi menghasilkan perkerasan
yang terialu plastis dan hal ini akan mengakibatkan perkerasan
37
mengalami "deformasr akibat beban lalu lintas yang berat dengan
suhu cukup tinggi.
2.4 Penelitian Terdahulu Penggunaan Pasir sebagai Agregat Halus
Beberapa hasil penelitian yang penah dilakukan dan mendukung
penelitian ini adalah:
1. Raja Yulizarman (Thesis, Program Studi MSTT, Jurusan Ilmu-ilmu
Teknik, Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta, 2004), penelitian
yang dilakukan yaitu mengkaji Pengaruh Kegunaan Pasir Halus Sungai
Terhadap Karakteristik Campuran Asphalt Treated Base (ATB)
Berdasarkan Uji Marshall.
Langkah awal dari penelitian ini, yaitu membuat komposisi
gradasi bahan, membuat gradasi campuran di kontrol spesifikasi gradasi,
membuat benda uji campuran Asphalt Treated Base (ATB), melakukan
pengujian benda uji non standard dan standard serta melakukan uji
perendaman.
Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa, kegunaan
pasir halus sungai terhadap campuran ATB mempengaruhi terhadap tebal
benda uji menjadi besar, nilai density lebih kecil, nilai stabilitas lebih
kecil, persentase nilai Voids in Mineral Agregate (VMA) lebih besar,
persentase nilai Voids Filled With Asphalt (VFWA) rendah, persentase
nilai Voids In The Mix (VITM) besar, nilai flow kecil, nilai Marshall
Quotient (MQ) kecil. Nilai kadar aspal optimum, yaitu porsi 100/0 pada