2011imt_tanggap fungsional parasitoid (bab 5)

12
46 BAB V TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID Anastatus dasyni FERR. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE) TERHADAP TELUR KEPIK PENGISAP BUAH LADA [Functional response of Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) to eggs of pepper bug] Abstrak Anastatus dasyni adalah salah satu spesies parasitoid yang paling penting yang memarasit telur kepik pengisap buah lada Dasynus piperis. Studi dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tanggap fungsional parasitoid di laboratorium. Parasitoid dipelihara secara individu di dalam tabung gelas (d = 1,5 cm; p = 17.0 cm) yang di dalamnya berisi telur kepik lada dengan kerapatan 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, atau 14 telur D. piperis. Regresi logistik diterapkan untuk memeriksa bentuk tanggap fungsional. Regresi nonlinear digunakan untuk menduga laju pencarian seketika (a) dan masa penanganan inang (Th). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa parasitoid A. dasyni memperlihatkan tanggap fungsional tipe II. Persamaan cakram Holling dan persamaan acak sama sesuainya terhadap data pengamatan dengan R 2 = 0.91. Laju pencarian inang seketika dan masa penanganan inang berturut-turut adalah 0.049 ± 0.003 jam -1 dan 1.087 ± 0.135 jam untuk persamaan cakram, dan 0.194 ± 0.042 jam -1 Anastatus dasyni is one of the most important egg parasitoids of pepper bug, Dasynus piperis. This study was carried out to measure the functional response of the parasitoid in laboratory. The parasitoid was individually reared for 24 h in test tube (d=1.5 cm; l = 17.0 cm) containing either 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, or 14 D. piperis eggs. A logistic regression analysis was performed to determine the type of functional response for the parasitoid. A nonlinear regression approach was used to estimate the instantaneous search rate (a) and handling time (Th). Results of the study showed that A. dasyni demonstrated a type II functional response. Holling’s disc equation and random equation fitted equally to the data with R dan 2.011 ± 0.182 jam untuk persamaan acak. Jumlah maksimum telur yang dapat diparasit berdasarkan persamaan cakram dan persamaan acak masing-masing adalah 22 dan 12 butir. Mempertimbangan perilaku peneluran A. dasyni, persamaaan cakram tampaknya lebih sesuai untuk memerikan tanggap fungsional parasitoid. Kata kunci: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, parasitoid, tanggap fungsional Abstract 2 value was 0.91. The instantaneous searching rate and handling time for Holling disc equation were 0.049 ± 0.003 h -1 and 1.087 ± 0.135 h, respectively, and for random equation 0.194 ± 0.042 h -1 and 2.011 ± 0.182 h, respectively. The maximum number of D. piperis eggs which were able to be parasitized based on the disc and random equations were 22 and 12 individuals, respectively. According to the oviposition behavior of A. dasyni, the disc

Upload: amirul-arifin

Post on 28-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

46

BAB V

TANGGAP FUNGSIONAL PARASITOID Anastatus dasyni FERR. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE)

TERHADAP TELUR KEPIK PENGISAP BUAH LADA

[Functional response of Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) to eggs of pepper bug]

Abstrak

Anastatus dasyni adalah salah satu spesies parasitoid yang paling penting yang memarasit telur kepik pengisap buah lada Dasynus piperis. Studi dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tanggap fungsional parasitoid di laboratorium. Parasitoid dipelihara secara individu di dalam tabung gelas (d = 1,5 cm; p = 17.0 cm) yang di dalamnya berisi telur kepik lada dengan kerapatan 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, atau 14 telur D. piperis. Regresi logistik diterapkan untuk memeriksa bentuk tanggap fungsional. Regresi nonlinear digunakan untuk menduga laju pencarian seketika (a) dan masa penanganan inang (Th). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa parasitoid A. dasyni memperlihatkan tanggap fungsional tipe II. Persamaan cakram Holling dan persamaan acak sama sesuainya terhadap data pengamatan dengan R2 = 0.91. Laju pencarian inang seketika dan masa penanganan inang berturut-turut adalah 0.049 ± 0.003 jam-1 dan 1.087 ± 0.135 jam untuk persamaan cakram, dan 0.194 ± 0.042 jam-1

Anastatus dasyni is one of the most important egg parasitoids of pepper bug, Dasynus piperis. This study was carried out to measure the functional response of the parasitoid in laboratory. The parasitoid was individually reared for 24 h in test tube (d=1.5 cm; l = 17.0 cm) containing either 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, or 14 D. piperis eggs. A logistic regression analysis was performed to determine the type of functional response for the parasitoid. A nonlinear regression approach was used to estimate the instantaneous search rate (a) and handling time (Th). Results of the study showed that A. dasyni demonstrated a type II functional response. Holling’s disc equation and random equation fitted equally to the data with R

dan 2.011 ± 0.182 jam untuk persamaan acak. Jumlah maksimum telur yang dapat diparasit berdasarkan persamaan cakram dan persamaan acak masing-masing adalah 22 dan 12 butir. Mempertimbangan perilaku peneluran A. dasyni, persamaaan cakram tampaknya lebih sesuai untuk memerikan tanggap fungsional parasitoid.

Kata kunci: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, parasitoid, tanggap fungsional

Abstract

2 value was 0.91. The instantaneous searching rate and handling time for Holling disc equation were 0.049 ± 0.003 h-1 and 1.087 ± 0.135 h, respectively, and for random equation 0.194 ± 0.042 h-1 and 2.011 ± 0.182 h, respectively. The maximum number of D. piperis eggs which were able to be parasitized based on the disc and random equations were 22 and 12 individuals, respectively. According to the oviposition behavior of A. dasyni, the disc

47

equation seemed to be more appropriate for describing the parasitoid functional response.

Key words: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, parasitoid, functional response

Pendahuluan

Kepik pengisap buah lada, Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae),

merupakan hama utama pada pertanaman lada. Laba et al. (2004) melaporkan

rataan tingkat serangan hama ini pada pertanaman lada di Bangka mencapai

36,8%. Di Lampung dilaporkan bahwa serangan kepik D. piperis mengakibatkan

penurunan hasil panen sebesar 15% (Suprapto & Thomas 1989). Untuk

mengendalikan hama ini, petani umumnya melakukan aplikasi insektisida setiap

bulan selama masa perbungaan hingga panen, atau sebanyak 10 kali aplikasi

selama setahun. Karena persyaratan yang ketat terhadap residu pestisida di

pasaran internasional, pengendalian hayati kini tengah dikembangkan sebagai

salah satu komponen utama pengendalian hama terpadu di perkebunan lada.

Salah satu musuh alami hama ini yang paling penting adalah parasitoid telur

Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae), dengan tingkat parasitisasi di

lapangan berkisar antara 75% hingga 84% (Deciyanto et al. 1993; Trisawa et al.

2007).

Kemampuan musuh alami mengatur populasi hama salah satunya

ditentukan oleh tanggap fungsional (Solomon 1949). Tanggap fungsional suatu

parasitoid didefinisikan sebagai hubungan antara banyaknya inang yang diparasit

dengan kerapatan inang. Dikenal ada tiga tipe tanggap fungsional yaitu I, II, dan

III (Holling 1959). Pada tanggap fungsional tipe I proporsi inang terparasit

bersifat konstan, sehingga hubungan antara banyaknya inang yang terparasit dan

kerapatan inang bersifat linear. Pada tanggap fungsional tipe II proporsi inang

yang terparasit menurun tajam dengan bertambahnya kerapatan inang. Pada

tanggap fungsional tipe III proporsi inang yang terparasit awalnya meningkat,

tetapi kemudian secara berangsur menurun dengan meningkatnya kerapatan inang.

Pengetahuan tentang tanggap fungsional dapat digunakan untuk menapis musuh

alami yang potensial dan memperkirakan potensi pengendalian hayati (Parella &

Horsburgh 1983; Houck & Strauss 1985).

48

Parameter penting dari tanggap fungsional adalah laju pencarian seketika

(a) dan masa penanganan inang (Th). Parasitoid yang baik adalah yang memiliki

nilai a yang tinggi dan nilai Th yang rendah (Hassell 2000). Informasi tentang

kedua parameter ini dapat memberikan pemahaman yang mendasar tentang

interaksi parasitoid-inang, sehingga diharapkan dapat memberikan landasan bagi

penyusunan strategi pengendalian hayati kepik lada dengan parasitoid A. dasyni.

Sehubungan dengan itu, penelitian ini bertujuan mengukur dan memerikan

tanggap fungsional A. dasyni terhadap peningkatan kerapatan inang telur kepik

buah lada.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan sejak bulan April 2009 sampai dengan Juli 2009 di

laboratorium hama Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor, serta

laboratorium dan rumah kaca Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan

Bangka Belitung.

Pembiakan R. linearis

Serangga R. linearis yang diperoleh dari pertanaman kedelai dipelihara

dalam kurungan kain kasa (p = 35 cm, l = 35 cm, t = 75 cm) di laboratorium.

Serangga diberi pakan kacang panjang yang digantungkan pada kawat di bagian

atas kurungan. Pakan diganti setiap 2 hari sekali. Untuk tempat peneluran

serangga R. linearis, di dalam kurungan digantungkan untaian kain wol. Telur

yang diperoleh kemudian digunakan untuk pembiakan dan penelitian.

Pembiakan Parasitoid A. dasyni

Telur D. piperis dikumpulkan dari pertanaman lada di Bangka. Telur yang

terdapat pada daun, buah dan bagian tanaman yang lain diambil dan dipelihara

dalam tabung reaksi bergaris tengah 1.5 cm dan panjang 17.0 cm di laboratorium.

Tabung reaksi ditutup dengan kapas yang dibungkus kain kasa. Perkembangan

telur diamati sampai keluar imago A. dasyni. Imago A. dasyni dipindahkan ke

tabung reaksi lain yang berukuran sama dan diberi pakan madu 10%.

Telur R. linearis umur 3 hari hasil pembiakan di laboratorium diambil dan

digunakan untuk pembiakan A. dasyni. Pembiakan dilakukan dengan cara setiap

10 telur R. linearis dilem dengan lem kertas cair pada kertas karton (pias)

49

berukuran 1.0 cm x 5.0 cm. Pias telur kemudian dimasukkan ke dalam tabung

reaksi bergaris tengah 1.5 cm dan panjang 17.0 cm yang berisi sepasang parasitoid

A. dasyni umur 3 hari. Pias diambil setelah 24 jam dan diganti dengan pias yang

baru. Pias yang diambil dimasukkan ke dalam tabung reaksi bergaris tengah 1.5

cm dan panjang 17.0 cm. Pias diamati sampai parasitoid keluar. Parasitoid hasil

pembiakan digunakan untuk penelitian.

Pembiakan Telur D. piperis

Telur diperoleh dari pemeliharaan imago D. piperis pada bibit lada di

rumah kaca dan pertanaman lada di lapangan. Di rumah kaca, imago D. piperis

dipelihara dalam kurungan plastik milar bergaris tengah 18.0 cm dan tinggi 40.0

cm di rumah kaca. Kurungan tersebut menyungkup bibit lada dalam pot plastik

bergaris tengah 22.0 cm dan tinggi 14.5 cm. Imago D. piperis diberi pakan buah

lada umur 6 sampai 9 bulan yang digantungkan pada kawat di bagian atas

kurungan atau dilekatkan pada bibit lada. Pakan tersebut diganti setiap 2 hari.

Pemasukan serangga dan atau penggantian buah lada dilakukan melalui lubang

yang terdapat di bagian atas kurungan. Pada pemeliharaan di lapangan, serangga

dimasukkan ke dalam kurungan yang menyungkup cabang dan buah lada.

Tanggap Fungsional A. dasyni pada Kerapatan Inang

Telur D. piperis dilem dengan lem kertas cair pada pias karton berukuran

1.0 x 5.0 cm. Kerapatan telur yang diuji adalah 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14

butir. Pias telur tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi bergaris

tengah 1.5 cm dan panjang 17.0 cm. Dinding tabung reaksi dioles cairan madu

10% untuk pakan parasitoid. Setiap satu pasang parasitoid A. dasyni umur 3 hari

asal telur R. linearis dimasukkan ke dalam tabung reaksi sesuai perlakuan

kelimpahan inang yang diuji. Setelah 24 jam, telur D. piperis dikeluarkan dari

tabung reaksi dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang berukuran sama,

kemudian diamati jumlah telur D. piperis yang diparasit. Percobaan diulang 10

kali dan disusun dalam rancangan acak lengkap.

Analisis Data

Pengaruh banyaknya inang tersedia terhadap rataan banyaknya inang

diparasit diperiksa dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji beda nyata

50

terkecil pada α = 0.05. Untuk menentukan tipe tanggap fungsional dilakukan

analisis regresi logistik antara kerapatan inang (N0) dengan proporsi inang yang

diparasit (Ne/N0) dengan persamaan sebagai berikut (Juliano 1993):

Ne exp (P0 + P1N0 + P2N02 + P3N0

3

= N

)

0 1 + exp (P0 + P1N0 + P2N02 + P3N0

3) dengan P0 adalah intersep, P1 koefisien linear, P2 koefisien kuadratik, dan P3

koefisien kubik. Analisis menggunakan prosedur CATMOD dari program SAS

(SAS Institute 1990). Jika koefisien linear P1 tidak berbeda nyata dengan 0,

model tanggap fungsional yang sesuai adalah tipe I. Bila koefisien linear P1

secara nyata < 0 model yang sesuai adalah tipe II, sedangkan bila P1 secara

nyata > 0 model yang sesuai adalah tipe III (Juliano 1993). Bila persamaan kubik

menghasilkan nilai P3 yang tidak nyata, maka disarankan parameter kubik

dikeluarkan dari persamaan dan kemudian dilakukan pengujian ulang terhadap

parameter yang tersisa. Hal yang sama berlaku pula bila persamaan kuadratik

menghasilkan nilai P2 yang tidak nyata.

Karena hasil analisis regresi logistik mengindikasikan tanggap fungsional

tipe II, maka analisis selanjutnya ditekankan pada pemeriksaan kesesuaian data

terhadap model tanggap fungsional tipe II. Untuk keperluan tersebut digunakan

model persamaan cakram dari Holling (1959) dan persamaan acak dari Rogers

(1972), sebagai berikut:

Persamaan cakram : Ne = aTNo/(1 + aThNo)

Persamaan acak : Ne = No {1-exp[a(ThNe – T)]}

dengan Ne adalah banyaknya inang yang diparasit, No banyaknya inang yang

disediakan, a laju pencarian seketika, T lama waktu inang terpapar pada

parasitoid, dan Th lama waktu penanganan inang.

Nilai penduga parameter (a dan Th) dari kedua model tersebut di atas

diperoleh melalui regresi non linear menggunakan prosedur PROC NLIN dari

SAS (SAS Institute 1990). Selanjutnya koefisien determinasi (R2 = 1 – (jumlah

kuadrat sisaan/jumlah kuadrat total terkoreksi) digunakan untuk memeriksa

kesesuaian model.

51

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kerapatan inang berpengaruh

sangat nyata (F = 110.09; db = 8, 81; P = < 0.0001) terhadap rataan banyaknya

inang yang diparasit (Tabel 5.1). Semakin meningkat kerapatan inang semakin

banyak inang yang diparasit, namun demikian proporsi inang yang diparasit

menurun. Pada kerapatan inang rendah (1 dan 2 butir) seluruh inang diparasit

(100%), kemudian proporsi inang yang diparasit menurun pada kerapatan inang

berikutnya. Pada kerapatan inang 12 dan 14 butir, rataan banyaknya telur yang

diparasit sekitar 9 butir atau proporsi yang terparasit 64-75%.

Tabel 5.1 Rataan inang yang diparasit (x ± SD) A. dasyni pada berbagai kerapatan inang

Kerapatan inang (butir)

Rataan inang yang diparasit *)

1

1.00 ± 0.00 a

2 2.00 ± 0.00 b

3 2.80 ± 0.42 c

4 3.70 ± 0.67 d

6 5.50 ± 0.71 e

8 7.00 ± 0.82 f

10 7.70 ± 1.34 f

12 9.00 ± 1.33 g

14 9.00 ± 1.49 g *)

Analisis regresi logistik dengan menggunakan persamaan kubik

menghasilkan nilai parameter kubik yang tidak nyata, begitu pula dengan model

kuadratik. Oleh karena itu, parameter P

Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji beda nyata terkecil, α = 0.05) setelah ditransformasi ke √x + 0.5

3 dan P2 dikeluarkan dari persamaan dan

kemudian dilakukan pengujian ulang terhadap parameter sisanya. Hasil analisis

dengan menggunakan model tereduksi disajikan pada Tabel 5.2. Koefisien linear

(P1) yang bernilai negatif dan secara nyata < 0 menunjukkan bahwa proporsi

inang terparasit menurun dengan meningkatnya kerapatan inang seperti

ditunjukkan pada Gambar 5.1. Hal ini menunjukkan bahwa tanggap fungsional

52

parasitoid A dasyni terhadap telur kepik lada tergolong tipe II seperti terlihat pada

Gambar 5.2. Tabel 5.2 Hasil analisis regresi logistik proporsi telur kepik D. piperis yang

terparasit oleh A. dasyni

Parameter

Nilai penduga

Galat baku

χ

P 2

Titik potong (P0

3.5581 )

0.3994

79.36

< 0.0001

Linear (P1 -0.2112 ) 0.0346 37.21 < 0.0001

0.64

0.66

0.68

0.70

0.72

0.74

0.76

0.78

0.80

0.82

0.84

0.86

0.88

0.90

0.92

0.94

0.96

0.98

1.00

Banyaknya inang yang tersedia

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Gambar 5.1 Rataan nilai pengamatan proporsi inang yang diparasit (tanda bulat),

dan penduga (garis) berdasarkan hasil analisis regresi logistik

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Banyaknya inang yang tersedia

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Gambar 5.2 Kurva tanggap fungsional parasitoid A. dasyni terhadap peningkatan

kerapatan inang

Banyaknya inang yang tersedia

Banyaknya inang yang tersedia

53

Tanggap fungsional tipe II umum terdapat pada percobaan di laboratorium

atau kurungan di lapangan, dengan satu spesies inang atau mangsa yang

disediakan (Schenk & Baker 2002; Pervez & Omkar 2005). Hal ini terkait dengan

kemudahan parasitoid menemukan inangnya, karena parasitoid dan inangnya

berada dalam ruangan yang terbatas. Jika parasitoid berada pada area yang lebih

luas, maka parasitoid dapat memperlihatkan kurva tanggap fungsional tipe III

(sigmoid). Contoh kasus ini terdapat pada parasitoid Aphelinus thomsoni Graham

(Hymenoptera: Aphelinidae) yang memperlihatkan tanggap fungsional tipe II jika

dikurung bersama inangnya, dan memperlihatkan tanggap fungsional tipe III jika

parasitoid diberi kesempatan berpindah area percobaan (Collins et al. 1981).

Seperti disebutkan terdahulu, dalam penelitian ini tanggap fungsional tipe

II didekati dengan persamaan cakram dan persamaan acak. Berdasarkan kriteria

R2

Model tipe II

pada Tabel 5.3 tampak bahwa persamaan cakram maupun persamaan acak

memperlihatkan kesesuaian yang sama untuk digunakan memeriksa hubungan

antara kerapatan telur kepik lada dengan rataan banyaknya telur yang terparasit

oleh A. dasyni. Walaupun demikian, kedua persamaan ini menghasilkan penduga

a dan Th yang berbeda. Persamaan acak menghasilkan nilai penduga parameter

tanggap fungsional yang lebih tinggi daripada persamaan cakram.

Tabel 5.3 Nilai penduga parameter laju pencarian seketika (a) dan masa penanganan inang (Th) berdasarkan model tanggap fungsional tipe II

a (jam-1 Th (jam) ) R2

Persamaan cakram 0.049 ± 0.003 1.087 ± 0.135 0.91

Persamaan acak 0.194 ± 0.042 2.011 ± 0.182 0.91

Laju pencarian seketika (a) untuk parasitoid A. dasyni yang memarasit

telur kepik lada D. piperis menurut persamaan cakram adalah 0.049 ± 0.003 jam-1,

sedangkan menurut persamaan acak 0.194 ± 0.042 jam-1. Laju pencarian seketika

(a) menunjukkan proporsi dari total area yang dijelajahi parasitoid per unit waktu

jelajah, dalam hal ini adalah jam. Laju pencarian seketika ini menentukan

seberapa cepat kurva tanggap fungsional mencapai plato atas, dan merupakan

fungsi dari (1) jarak terjauh parasitoid mampu mendeteksi inang, (2) kecepatan

54

pergerakan dari parasitoid dan inang, dan (3) proporsi serangan yang berhasil

(Holling 1965).

Masa penanganan inang (Th) adalah lamanya waktu parasitoid mengenali,

mengejar, dan memarasit inang serta kegiatan lain yang terkait dengan parasitisasi

seperti membersihkan alat mulut dan beristirahat sebelum bergerak mencari inang

yang lain (Holling 1965). Nilai penduga Th pada persamaan cakram adalah 1.087

± 0.135 jam dan pada persamaan acak 2.011 ± 0.182 jam. Berdasarkan nilai Th

ini, dalam sehari parasitoid A. dasyni maksimum dapat memarasit sekitar 22 butir

telur menurut persamaan cakram dan 12 butir menurut persamaan acak.

Kemampuan parasitisasi ini perlu diketahui dalam rangka mengevaluasi potensi

suatu spesies parasitoid sebagai agens pengendalian hayati. Namun demikian,

hasil yang diperoleh di laboratorium tidak secara langsung dapat diterapkan pada

kondisi lapangan. Di lapangan banyak faktor yang mempengaruhi tanggap

fungsional (Parella & Horsburgh 1983; Messina & Hanks 1998) seperti fase

pertumbuhan tanaman, cuaca, inang alternatif, dan kompetisi dengan serangga

lain.

Menurut Rogers (1972), persamaan cakram dan persamaan acak dapat

digunakan untuk memerikan seperangkat data yang sama, tapi akan menghasilkan

nilai penduga a dan Th yang berbeda seperti terlihat di atas. Perbedaan ini

disebabkan oleh perbedaan asumsi dari kedua persamaan tersebut. Persamaan

cakram mengasumsikan banyaknya inang selalu tetap, dan pola pencarian inang

dilakukan secara sistematik yaitu inang yang sudah diparasit tidak akan

dikunjungi lagi oleh parasitoid. Persamaan acak mengasumsikan jumlah inang

berkurang sejalan dengan waktu karena sebagian telah terparasit, serta pola

pencarian inang dilakukan secara acak. Sebagai akibatnya, nilai penduga a dan

Th yang dihitung dengan persamaan acak lebih tinggi daripada yang dihitung

dengan persamaan cakram.

Persamaan cakram lebih tepat diterapkan untuk parasitoid yang mampu

membedakan status inang yaitu apakah inang telah terparasit atau belum,

sedangkan persamaan acak untuk parasitoid yang tidak memiliki kemampuan

membedakan status inang (Wang & Ferro 1998). Dalam penelitian selama ini

belum pernah dijumpai adanya fenomena superparasitisme pada parasitoid

55

A. dasyni. Hal ini diduga berkaitan dengan kemampuan parasitoid A. dasyni

untuk mengenali telur inang yang telah terparasit. Bila demikian halnya, maka

persamaan cakram mungkin lebih tepat digunakan untuk memerikan tanggap

fungsional parasitoid A. dasyni terhadap telur kepik lada.

Pengaturan populasi hama di alam dapat terjadi karena adanya mekanisme

terpaut kerapatan yang bersumber dari tanggap fungsional dan tanggap numerik.

Tanggap fungsional tipe III bersifat terpaut kerapatan pada selang kerapatan inang

tertentu, sehingga diperkirakan mampu memelihara kesetimbangan populasi.

Sementara tanggap fungsional tipe II bersifat terpaut kerapatan berkebalikan

(inverse density-dependent), yaitu proporsi inang yang terparasit menurun dengan

meningkatnya kerapatan inang. Keadaan ini dapat menciptakan ketidakstabilan

populasi. Hasil penelitian mendapatkan bahwa parasitoid A. dasyni

memperlihatkan tanggap fungsional tipe II, sehingga diperkirakan tidak mampu

mengatur populasi inangnya (Hassell 2000). Oleh karena itu, agar terjadi

kestabilan populasi, tanggap fungsional ini perlu dilengkapi dengan tanggap

numerik melalui pelepasan inundasi parasitoid.

Kesimpulan

Parasitoid A. dasyni memperlihatkan tanggap fungsional tipe II terhadap

peningkatan kerapatan inang. Berdasarkan nilai koefisien determinasi, persamaan

cakram dan persamaan acak sama sesuainya untuk memerikan tanggap fungsional

parasitoid. Jumlah maksimum telur inang yang dapat diparasit menurut

persamaan cakram dan persamaan acak berturut-turut 22 dan 12 butir per hari.

Karena parasitoid diduga mampu membedakan telur yang sudah diparasit dengan

yang belum, persamaan cakram mungkin lebih tepat untuk digunakan.

Daftar Pustaka

Collins MD, Ward SA, Dixon AFG. 1981. Handling time and the functional response of Aphelinus thomsoni, a predator and parasite of the aphid Drepanosiphum platanoidis. J Anim Ecol 50:479-487.

Deciyanto S, Trisawa IM, Muchyadi. 1993. Parasitism fluctuation of egg-parasitoids of pepper bug (Dasynus piperis China) in Bangka. J Spice Medic Crops 1(2):33-36.

56

Hassell MP. 2000. Host-parasitoid population dynamics. J Anim Ecol 69:543-566.

Holling CS. 1959. Some characteristics of simple types of predations and parasitism. Canad Entomol 91:385-398.

Holling CS. 1965. Functional response of predators to prey density and its role in mimicry and population regulation. Mem Entomol Soc Can 45(1):1-60.

Houck MA, Strauss RE. 1985. The comparative study of functional responses: experimental design and statistical interpretation. Can Entomol 115: 617-629.

Juliano SA. 1993. Non-linear curve fitting: predation and functional response curves. Di dalam: Scheiner SM, Gurevitch J, editor. Design and analysis of ecological experiments. New York: Chapman & Hall. hlm 158-183.

Laba IW, Kilin D, Trisawa IM. 2004. Tingkat kerusakan dan serangan hama buah lada, Dasynus piperis China pada pertanaman lada di Bangka. J Entomol Indonesia 1(1):34-40.

Messina FJ, Hanks JB. 1998. Host plant alters the shape of the functional response of an aphid predator (Coleoptera: Coccinellidae). Environ Entomol 27:1196-1202.

Parella MP, Horsburgh RL. 1983. Functional responses of the black hunter thrips, Leptothrips mali (Thysanoptera: Phlaeothripidae), to density of Panonuchus ulmi (Acari: Tetranychidae). Environ Entomol 12:429-433.

Pervez A, Omkar. 2005. Functional responses of coccinellid predators: an illustration of a logistic approach. J Insect Sci 5(5):1-6.

Rogers DJ. 1972. Random search and insect population models. J Anim Ecol 41: 569-583.

SAS Institute. 1990. SAS User’s guide. Ver 6 Ed 4 vol II. Cary (North Carolina): SAS Institute Inc.

Schenk D, Baker S. 2002. Functional response of a generalist insect predator to one of its prey species in the field. J Anim Ecol 71:524-531.

Solomon ME. 1949. The natural control of animal populations. J Anim Ecol 18: 1-35.

Suprapto, Thomas. 1989. Aspek biologi pengisap buah lada pada berbagai tingkat umur buah. Pembr Littri 14(4):119-125.

Trisawa IM, Rauf A, Kartosuwondo U. 2007. Biologi parasitoid Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) pada telur Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae). Hayati 14(3):81-86.

57

Wang B, Ferro DX. 1998. Functional responses of Trichogramma ostriniae

(Hymenoptera: Trichogrammatidae) to Ostrinia nubilalis (Lepidoptera: Pyralidae) under laboratory and field condition, Environ Entomol 27(3): 752-758.