2 tinjauan pustaka 2.1 bagan - repository.ipb.ac.id · 2.1 bagan bagan merupakan suatu alat tangkap...

6
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya berkuran 9 × 9 (m), dengan ukuran mata jaring (mesh size) 0,5-1 cm. Bahan jaring yang digunakan terbuat dari PE (polyethylene). Bagan dioperasikan dengan cara mengangkat dan menurunkan jaring secara vertikal. Sebagai alat bantu digunakan cahaya untuk pengumpul ikan (Subani dan Barus 1989). 2.1.1 Pengelompokan bagan Von Brandt (1984) mengklasifikasikan bagan ke dalam kelompok alat tangkap yang dalam pengoperasiannya menggunakan cahaya sebagai alat bantu untuk memikat ikan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan adalah jenis-jenis ikan yang bersifat fototaksis positif. Bagan, menurut Subani dan Barus (1989), dikelompokkan atas bagan tancap, bagan rakit atau bagan apung dan bagan perahu. Bagan tancap berbentuk bangunan bujur sangkar yang terbuat dari bambu betung yang ditanam ke dasar perairan. Lokasi pengoperasian bagan tancap tidak dapat dipindah-pindahkan. Bagan rakit memiliki rakit bambu sebagai landasan rumah bagan sekaligus alat apungnya. Bagan rakit sama halnya dengan bagan apung, dapat dipindah- pindahkan dengan bantuan perahu penarik. Adapun bagan perahu menggunakan dua perahu sebagai penopang. Jarak antara kedua perahu digunakan sebagai tempat pengoperasian alat tangkap. 2.1.2 Bagan apung Bagan apung adalah jaring angkat yang keberadaannya dapat dipindah- pindahkan. Pada bagian bawah kanan-kiri bagan terdapat alat apung berupa drum dan rakit sebagai pondasi rumah bagan. Bagan apung tidak dilengkapi dengan alat bantu perpindahan tempat pengoperasian. Untuk proses pemindahan lokasi bagan apung dilakukan dengan bantuan perahu penarik (Subani dan Barus 1989).

Upload: duongdiep

Post on 12-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bagan

Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok

jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan

lampu. Jaring bagan umumnya berkuran 9 × 9 (m), dengan ukuran mata jaring

(mesh size) 0,5-1 cm. Bahan jaring yang digunakan terbuat dari PE (polyethylene).

Bagan dioperasikan dengan cara mengangkat dan menurunkan jaring secara

vertikal. Sebagai alat bantu digunakan cahaya untuk pengumpul ikan (Subani dan

Barus 1989).

2.1.1 Pengelompokan bagan

Von Brandt (1984) mengklasifikasikan bagan ke dalam kelompok alat

tangkap yang dalam pengoperasiannya menggunakan cahaya sebagai alat bantu

untuk memikat ikan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan adalah jenis-jenis

ikan yang bersifat fototaksis positif.

Bagan, menurut Subani dan Barus (1989), dikelompokkan atas bagan

tancap, bagan rakit atau bagan apung dan bagan perahu. Bagan tancap berbentuk

bangunan bujur sangkar yang terbuat dari bambu betung yang ditanam ke dasar

perairan. Lokasi pengoperasian bagan tancap tidak dapat dipindah-pindahkan.

Bagan rakit memiliki rakit bambu sebagai landasan rumah bagan sekaligus alat

apungnya. Bagan rakit sama halnya dengan bagan apung, dapat dipindah-

pindahkan dengan bantuan perahu penarik. Adapun bagan perahu menggunakan

dua perahu sebagai penopang. Jarak antara kedua perahu digunakan sebagai

tempat pengoperasian alat tangkap.

2.1.2 Bagan apung

Bagan apung adalah jaring angkat yang keberadaannya dapat dipindah-

pindahkan. Pada bagian bawah kanan-kiri bagan terdapat alat apung berupa drum

dan rakit sebagai pondasi rumah bagan. Bagan apung tidak dilengkapi dengan alat

bantu perpindahan tempat pengoperasian. Untuk proses pemindahan lokasi bagan

apung dilakukan dengan bantuan perahu penarik (Subani dan Barus 1989).

2.2 Cahaya

Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang apabila dipancarkan atau

diserap akan memperlihatkan sifat-sifat partikel. Cahaya dapat merambat pada

medium hampa udara dengan kecepatan 3 × 108 m/detik. Adapun laju cahaya

merupakan konstanta fisika fundamental (Young and Freedman 2004).

Bila cahaya ditransmisikan dari satu medium ke medium yang lain, maka

frekuensinya tidak akan berubah. Hal ini terjadi karena setiap siklus

gelombangnya tidak mengalami perubahan. Perubahan hanya terjadi pada panjang

gelombang dan laju gelombang. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang

secara umum akan berbeda pada material yang berbeda (Young and Freedman

2004).

Cahaya yang melewati dua medium berbeda akan mengalami refraksi.

Refraksi adalah perubahan kecepatan cahaya akibat perbedaan medium yang

menyebabkan perubahan lintasan cahaya. Refraksi juga dikenal dengan

pembiasan. Indeks refraksi dari sebuah material optik merupakan rasio antara laju

cahaya c dalam ruang hampa terhadap laju cahaya v dalam material itu. Hal ini

dapat dilihat melalui persamaan berikut:

n = c / v

Keterangan : n : Indeks refraksi atau indeks bias; c : Laju cahaya dalam ruang hampa (m/detik); dan v : Laju cahaya dalam material tertentu (m/detik).

Cahaya yang melewati dua medium dengan indeks refraksi yang berbeda

akan mengalami penyerapan, pemantulan atau pembiasan (Puspito 2008). Saat

cahaya dari medium udara melalui medium air akan terjadi pembiasan cahaya.

Hukum Snellius mengatakan bahwa rasio dari sinus sudut θa dan θb sama dengan

rasio antara indeks refraksi medium a dan b. Sudut θa dan θb diukur dari garis

normal terhadap permukaan. Rumusnya dapat dituliskan sebagai berikut:

푆푖푛휃푎푆푖푛휃푏 =

푛푏푛푎

atau

na sin θa = nb sin θb

Keterangan : n : Indeks refraksi medium a (udara); n : Indeks refraksi medium b (air); θ : Sudut sinar datang terhadap garis normal; θ : Sudut sinar yang direfraksikan terhadap garis normal; dan N : Garis normal.

Pembiasan dan pemantulan cahaya disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pembiasan dan pemantulan cahaya (Young and Freedman 2004)

Sinar yang bergerak dari medium satu ke medium lainnya dengan indeks

refraksi yang lebih besar akan mengalami pembelokan mendekati garis normal.

Sinar yang datang dari udara ke dalam air (nb(air) > na(udara)) akan mengalami

penurunan laju gelombang (Young and Freedman 2004).

Menurut Cayless dan Marsden (1983), kekuatan atau intensitas cahaya

ditentukan berdasarkan iluminasinya. Iluminasi adalah kekuatan cahaya yang

dipancarkan oleh sumber cahaya dan mengenai suatu permukaaan benda. Besar

intensitas cahaya dapat diukur dengan satuan candela. Iluminasi cahaya akan

semakin menurun seiring dengan bertambahnya jarak terhadap sumber cahaya.

Pengukuran iluminasi cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

berikut :

E = I / r2

N

θθ

θ

Udar

Air

Udara

N

Keterangan : E : Iluminasi cahaya (lux); I : Intesitas cahaya (candela); dan R : Jarak dari sumber cahaya (m).

Gelombang cahaya tersebar dari ultraviolet hingga infrared. Cahaya

ultraviolet memiliki panjang gelombang kurang dari 390 µm dan infrared

memiliki panjang gelombang lebih dari 770 µm. Gelombang yang terdapat antara

cahaya ultraviolet dan cahaya infrared adalah gelombang cahaya tampak yang

terdiri dari violet (390 – 455 µm), biru (455 – 492 µm), hijau (492 – 577 µm),

kuning (577 – 497 µm), orange (597 – 622 µm), dan merah (622 – 770 µm).

Namun, hanya cahaya yang berasal dari gelombang 400 - 750 µm termasuk ke

dalam gelombang cahaya tampak (Ben Yami 1988). Gambar 2 menunjukkan

penyebaran gelombang cahaya tampak (Ben Yami 1987).

Gambar 2 Penyebaran cahaya tampak (Ben Yami 1987)

2.3 Lampu

Lampu berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia adalah alat untuk

menerangi atau pelita (KBBI 2011). Terdapat empat jenis lampu listrik yaitu

lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp), lampu LED (light emitting diode),

lampu halogen, dan lampu pijar. (Hindarto 2011). Salah satu jenis lampu listrik

yang banyak digunakan adalah lampu tabung. Pada lampu tabung terdapat

elektron yang dipancarkan dari dalam tabung dan menyebabkan atom-atom media

gas di dalam tabung berpendar atau melepaskan energi cahaya. Pendar cahaya

inilah yang kemudian biasa dilihat dalam bentuk cahaya berwarna putih. Lampu

tabung lebih hemat energi dibanding lampu pijar, karena tidak terjadi hubungan

langsung antara kutub positif dan negatif untuk membuat filamen berpijar dan

menghasilkan cahaya seperti pada cara lampu pijar. Cahaya yang dihasilkan oleh

lampu tabung juga lebih terang dibandingkan dengan cahaya lampu pijar (Pratiwi

2011).

2.4 Fisiologi ikan

Iluminasi cahaya pada umumnya menurun seiring dengan meningkatnya

jarak dari sumber cahaya. Hal ini terjadi karena beragam sebab. Untuk alasan

geometris, iluminasi akan memberikan efek secara proporsional terhadap objek

dan permukaan air di sekitarnya. Selain itu, hal mendasar yang memberikan

pengaruh besar adalah transparansi. Cahaya yang melalui air yang bening akan

tiba dengan lebih baik dibandingkan dengan air yang keruh.

Pada saat cahaya bulan kuat, seperti saat terjadi purnama, cahaya di

permukaan air menjadi lebih terang. Hal ini berakibat pada tingkah laku ikan yang

memiliki ketertarikan pada cahaya tidak begitu terlihat (Ben Yami 1988).

Mata adalah reseptor penglihatan yang sempurna untuk sebagian besar

ikan. Cahaya memasuki mata melalui kornea, selaput bening pada bagian depan

mata. Selanjutnya cahaya membentuk fokus bayangan untuk dianalisis oleh retina.

Pada ikan, peran kornea dalam memfokuskan cahaya sangat kecil karena

perbedaan indeks bias antara kornea dan air sangat kecil. Hal ini membuat lensa

mata menjadi lebih bulat dan dilakukan pergerakan lensa untuk meningkatkan

pemfokusan. Pada siang hari, distribusi pigmen yang terdapat pada kornea akan

berfungsi sebagai penyaring cahaya. Sensitivitas dan ketajaman mata tergantung

pada terangnya bayangan yang mencapai retina. Penerimaan cahaya pada retina

mata ikan secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi pergerakan

dan tingkah laku ikan (Fujaya 2004).

Tingkah laku ikan terhadap cahaya, menurut Gunarso (1988) dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu fototaksis positif dan fototaksis negatif. Tingkah

laku ikan yang tertarik untuk mendekati sumber cahaya disebut dengan fototaksis

positif. Adapun tingkah laku menjauhi sumber cahaya disebut fototaksis negatif.

Ikan yang menjadi hasil tangkapan bagan terdiri dari ikan yang bersifat

fototaksis positif dan fototaksis negatif. Ikan yang bersifat fototaksis positif

diantaranya cumi-cumi, rebon dan teri. Adapun contoh ikan yang fototaksis

negatif, biasanya merupakan termasuk dalam jenis ikan predator contohnya adalah

layur dan tongkol (Subani dan Barus 1989).