188835297 laporan pemeriksaan minyak atsiri secara kromatografi (prakt nosi m. atsiri)

Upload: nur-aini-iktikhafsari

Post on 09-Oct-2015

427 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA PEMERIKSAAN MINYAK ATSIRI SECARA KROMATOGRAFI"

    DISUSUN OLEH :

    KELOMPOK 1

    M. SAIFUL AMIN 1111102000056

    EVI NURUL HIDAYATI 1111102000131

    LAILA NOVILIA MAKMUN 1111102000050

    ARINI EKA PRATIWI 1111102000051

    ANNISA NURUL AZ-ZAHRA 1111102000029

    ATI MARYANTI 1111102000037

    KARIMAH YULIANTI 1111102000033

    SYAIMA 1111102000056

    FARMASI IIIB

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2012

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Dunia farmasi adalah dunia yang tak lepas dari penelitian dan penelitian.

    Penelitian ini sangat penting guna adanya inovasi obat yang ada. Inti dari bahan obat ini

    sebenarnya adalah dari bahan alam. Dari bahan alam inilah kemudian dikembangkan

    obat-obat sintesis.

    Dalam hal penelitian dan formulasi, bahan alam memegang peran penting. Hal ini

    dikarenakan bahan sintetis pada mulanya terinsirasi dari bahan alam. Banyak sekali

    bahan alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan, khususnya dunia farmasi.

    Pembahasan minyak menjadi menarik karena banyak sekali tanaman yang

    mengandung minyak, terutama minyak atsiri. Banyak peluang bisnis yang bisa

    dimanfaatkan dengan adanya ekstraksi minyak atsiri ini. Salah satu manfaat minyak atsiri,

    misalnya minyak atsiri cengkeh adalah sebagai obat sakit gigi, obat luka berdarah, dan

    lain-lain.

    Minyak atsiri adalah zat lipofil yang dapat didestilasi(disuling) dengan uap air,

    aroma kuat, dapat membiaskan cahaya, bersifat cair dan umumnya berasal dari alam

    nabati. Zat organik pada minyak atsiri disusun dari unsure C, H, dan O, berupa senyawa

    alifatis atau aromatis meliputi kelompok hidrokarbon, ester, eter, aldehid, dan lain

    sebagainya.

    Minyak atsiri memiliki kandungan yang beragam tergantung dari tanaman

    asalnya, ada yang mengandung eugenol, mentol, anetol, dan lain-lain. Untuk memeriksa

    dan mengetahui kandungan yang terdapat dalam suatu minyak atsiri, maka dilakukanlah

    suatu pemeriksaan dengan cara kromatografi yaitu Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

    1.2. Tujuan

    Adapun tujuan pemeriksaan minyak atsiri secara kromatografi adalah sebagai berikut:

    Sesudah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat memisahkan campuran

    senyawa yang terdapat minyak atsiri dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 3

    1.3. Manfaat

    Adapun manfaat dari praktikum kali ini adalah:

    1. Mahasiswa mampu memisahkan campuran senyawa yang terdapat dalam minyak

    atsiri dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

    2. Mahasiswa mampu mengetahui kandungan yang ada pada minyak atsiri.

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 4

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin layer Chromatography (TLC) adalah metode

    pemisahan fisikokimia dimana komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara 2 fase

    yaitu fase diam (Stationer Phase) dan fase gerak (Mobile Phase). Metode ini adalah salah

    satu teknik kromatografi yang paling awal, tersedia sangat banyak uji berbasis KLT dan

    monografi farmakope yang mencerminkan sejauh mana teknik ini telah dikembangkan

    sebagai teknik pengendalian mutu dasar untuk pengotor minor. Alasan keunggulannya dalam

    hal ini dikarenakan fleksibilitasnya untuk dapat mendeteksi hampir semua senyawa, bahkan

    beberapa senyawa anorganik.

    Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase gerak, komponen-komponen suatu

    campuran dapat dipisahkan. Komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih

    kuat terserap atau terabsorbsi pada fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang

    lebih larut atau kurang terserap atau terabsorbsi pada fase diam akan bergerak lebih cepat.

    Fase Diam KLT ( Stationer Phase )

    Lapisan fase diam dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan untuk KLT

    yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Panjang lapisan 200 mm dengan lebar 200 atau

    100 mm. Untuk analisis totalnya 0,1-0,3 mm, biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan

    disimpan dalam lingkungan yang baik, lembab, dan bebas dari uap laboratorium.

    Penjerap yang umum digunakan ialah silica gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa

    dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Silica gel adalah yang paling banyak digunakan.

    Partikel silika gel mengandung gugus hidroksin pada permukaannya yang akan membentuk

    ikatan hidrogen dengan molekul polar air fase diam, pada KLT sering kali juga mengandung

    substansi yang dapat berpendarflour dalam sinar untuk fase gerak yang merupakan pelarut

    atau campuran pelarut yang sesuai.

    Baik silika maupun alumiisa merupakan suatu adsomen yang bersifat polar, dengan

    demikian cuplikan akan ditahan berdasarkan perbedaan kepolaraanya. Oleh karena itu dapat

    digunakan untuk memisahkan senyawa atau ion yang sifatnya polar. Silica gel ini

    menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya

    sehingga silica gel G Merck, menurut spesifikasi Stahl, yang diperkenalkan tahun 1958, telah

    diterima sebagai bahan standar. Selain itu harus diingat bahwa penjerap seperti aluminium

    oksida dan silica gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya

    pemisahnya.

    Fase Gerak KLT (Mobile Phase)

    Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-

    coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah

    campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur

    sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa

    petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 5

    1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan

    teknik yang sensitif.

    2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara

    0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

    3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas

    fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan

    nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam

    pelarut non polar seperti metal benzene akan meningkatkan harga Rf secara

    signifikan.

    4. Untuk solute-solut ionic dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut

    sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan

    tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan

    meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan asam.

    Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).

    Untuk menotolkan pada dasarnya digunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah pelat atau

    lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok

    (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya,

    senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi).

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ini mirip dengan kromatograafi kertas, hanya bedanya

    kertas digantikan dengan lembaran kaca tau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis

    adsorben seperti alumina, silike gel, selulosa atau materi lainnya.

    Dasar pemisahan pada KLT adalah perbedaan kecepatan migrasi di antara fasa diam

    yang berupa padatan dan fasa gerak yang merupakan campuran solven (eluen) yang juga

    dikenal dengan istilah pelarut pengembang campur. Jenis eluen yang digunakan tergantung

    jenis sampel yang akan dipisahkan. Eluen yang menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan

    pada pelat naik sampai batas atas pelat tanpa mengalami pemisahan, dikatakan terlalu polar.

    Sebaliknya, apabila noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak, berarti eluen tersebut

    kurang polar. Sampel yang biasanya berupa campuran senyawa organik diteteskan di dekat

    salah satu sisi lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil, biasanya beberapa

    mikroliter berisi sejumlah mikrogram senyawa.

    Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan

    tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya

    sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak

    diharapkan. KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fasa diam berupa padatan

    dan fasa geraknya dapat berupa cairan atau gas. Zat terlarut diadsorpsi oleh permukaan

    partikel padat. Pelarut akan bergerak lambat dalam lempeng / plat, komponen-komponen

    yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan

    tampak perbedaan warna berbentu bercak-bercak.

    Seringkali pengukuran diperoleh dari lempengan / plat untuk memudahkan identifikasi

    senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh

    pelarut dan jarak yang ditempuh oleh bercak warna masing masing komponen. Ketika

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 6

    pelarut telah mencapai batas atas maka lempeng / plat dipindahkan dan dapat di amati di

    bawah sinar UV dan ditentukan harga faktor retensi (Rf).

    Analisis dengan KLT yaitu :

    1. Persiapan pelat

    `Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pelat diberi tanda titik dengan pensil untuk

    tempat menotolkan noda dan tiap titik memiliki jarak yang sama panjangnya satu sama

    lain. Dan untuk penentuan Rf, pelat diberi tanda garis sebagai dengan pensil yang berjarak

    1 cm dari bagian bawah dan 0,5 cm dari bagian atas. Pada pemberian tanda dan garis ini

    tidak menggunakan tinta melainkan menggunkan pensil karena jika menggunakan tinta

    nanti tintanya bisa ikut berpendar atau memancarkan warna sebab tinta terdiri dari

    berbagai macam warna. Selain itu dalam pemberian tanda juga harus hati-hati, jangan

    sampai silica yang ada pada pelat ikut terbawa oleh pensil tersebut.

    2. Pemilihan pelarut pengembang (eluen)

    Pemilihan eluen tergantung pada jenis analit yang akan dipisahkan. Eluen yang

    menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada pelat naik sampai batas atas pelat

    (solvent front) tanpa mengalami pemisahan berarti eluen terlalu polar. Sebaliknya jika

    noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak berarti eluen kurang polar.

    3. Persiapan Chamber

    Chamber yang digunakan dapat berupa bejana, gelas, atau botol dari kaca dengan

    dasar rata. Kemudian eluen yang digunakan dimasukkan kedalam chamber sebanyak 5 mL

    untuk menjenuhi kertas saring dengan uap eluen tersebut. Selama proses penjenuhan

    chamber harus ditutup dengan pelat kaca sampai kertas saring basah seluruhnya. Kertas

    saring tidak boleh melebihi tinggi gelas karena uapnya dapat keluar melalui kertas saring

    yang berada di luar gelas sehingga chamber tidak jenuh lagi dan noda tidak naik.

    Jika kertas saring terlalu kecil maka chamber tidak akan jenuh semuanya sehingga

    noda sulit naik atau berkembang. Bila digunakan campuran pelarut pengembang,

    persyaratan kemurnian campuran ini harus sesuai dengan Farmakope Jerman kecuali

    etanol yang tercemar oleh eter minyak bumi. Campuran pelarut pengembang hanya boleh

    digunakan untuk sekali pengembangan karena berubah selama proses pengembangan.

    Bejana ditutup selama 30 menit pada suhu kamar; selanjutnya lempeng yang telah

    siap untuk digunakan ditempatkan vertikal dalam bejana yang sudah jenuh itu dan segera

    ditutup kembali. Penutup jangan berlemak. Selama pengembangan, bejana tidak boleh

    dibuka; bejana diletakkan di tempat yang bebas angin dan terlindung dari panas serta sinar

    matahari. Perubahan suhu sedikit tidaklah mempengaruhi hasil pemisahan. Bila pelarut

    pengembang telah merambat setinggi 15 cm dari titik awal penotolan, lempeng

    dikeluarkan dan kemudian bejana dikeringkan di udara dalam lemari asam.

    4. Tahap penotolan dan tahap pengembangan

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 7

    Larutan contoh yang akan diaplikasikan (larutan cuplikan) hendaknya berisi antara

    0,1 dan 10 mg kation per cm3 dan dapat bersifat netral dan asam encer sekitar 1 l larutan

    ditotolkan dengan sebuah apuit mikro (micro syringe) atau mikropipet didekat salah satu

    ujung lempeng kromatografi (chromatoplate) (sekitar 1,5-2,0 cm dari pinggir lempeng)

    dan kemudian dibiarkan kering diudara. Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pada

    sebuah pelat ditotolkan beberapa noda sampel yang sama kemudian setiap noda ditotolkan

    eluen yang berbeda.

    Sedangkan untuk penentuan Rf, pada sebuah pelat ditotolkan beberapa noda yang

    sama di batas bawah pelat. Kemudian pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah

    dijenuhkan. Penempatan pelat dilakukan dengan hati-hati sehingga lapisan tipis fasa diam

    pelat tidak bersentuhan dengan kertas saring di dalam chamber dan noda yang ditotolkan

    tidak terkena pelarut. Setelah pelat diletakkan dengan benar, chamber ditutup dan

    dibiarkan eluen merambat naik secara kapiler. Setelah eluen mencapai batas atas pelat,

    maka pelat segera diangkat dan noda yang terbentuk ditandai dengan pensil, kemudian

    diukur Rf-nya.

    Jika tidak ada noda yang terlihat maka pelat disemprot dengan pereaksi penimbul

    warna seperti ditizon, ninhidrin, kalium kromat, amonium sulfida, dan sebagainya. Atau

    dengan cara menyinari pelat dengan lampu ultra violet atau menjenuhkan pelat dengan uap

    iodium.

    5. Larutan Pembanding (campuran uji atau baku)

    Disamping larutan cuplikan, selalu ada suatu suatu cairan pembanding yang

    dikromatografi pada waktu yang bersamaan. Campuran ini terdiri atas 1-5 senyawa yang

    diketahui, dengan konsentrasi yang telah diketahui pula. Bila mungkin, senyawa

    pembanding ini sama denga senyawa yang terdapat di dalam larutan cuplikan. Tetapi,

    boleh juga senyawa lain yang berbeda, yang mempunya sifat rambat serupa dengan

    senyawa cuplikan.

    6. Deteksi Bercak

    Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna.

    Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia

    yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui

    cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk

    menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar

    ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat

    berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat

    berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan

    demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan

    berfluoresensi.

    7. Penilaian kromatogram

    Angka pada Rf pada KLT

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 8

    Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka

    Rf atau hRf.

    Rf = Jarak titk pusat bercak dari titik awal

    Jarak garis depan dari titik awal

    Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.

    hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai

    100.

    Penilaian visual

    Pada penilaian visual suatu kromatogram, hal berikut harus diamati.

    1. Jarak pengembangan komponen larutan cuplikan dibandingkan dengan jarak

    pengembangan larutan pembanding.

    2. Beberapa sifat dan terutama warna hasil reaksi warna. Informasi mengenai

    identitas sering kali dapat juga diperoleh dengan membandingkan perubahan

    warna pada pemanasan, dan selanjutnya pada penyimpanan pelet.

    3. Perbandingan luas bercak memberi informasi mengenai angka banding

    kuantitatif. Ukuran bercak juga tergantung pada kepekaan reaksi deteksi. Pada

    deteksi yang tidak peka, ukuran bercak kecil dan seluruh batasnya tampak

    tajam, sedangkan pada deteksi fluorosensi yang sangat peka, bercak sering kali

    terlalu besar dan menyatu.

    Minyak atsiri adalah campuran alamiah lipofilik yang komponennya terdiri atas

    turunan isoprena. Sebagian besar dari komponen itu merupakan hidrokarbon hemi-,

    mono-, dan seskuiterpen serta turunannya. Di samping itu, turunan fenilpropana dan

    ftalida termasuk minyak atsiri juga. Semua senyawa ini, yang dapat diisolasi dengan

    penyulingan uap air, berbeda strukturnya (rantai terbuka, mono dan bisiklik, dan

    sebagainya), jumlah dan letak ikatan rangkapnya, dan sifat gugus fungsinya. Sifat fisika

    minyak atsiri pun berbeda-beda, tergantung pada komposisinya.

    KLT diperlukan untuk menunjukkan kekhasan minyak atsiri. Metode yang

    diuraikan di sini telah dibuat sedemikian rupa sehingga praktis hanya kandungan utama

    terdeteksi. Jika kandungan sekunder harus terdeteksi, maka harus digunakan larutan

    dengan konsentrasi 5-10 % dan ditotolkan sebanyak 10 l dalam bentuk pita.

    Kromatografi lapis tipis minyak atsiri obat

    I. Metode standar: ya; pengembangan ganda, kelembaban nisbi 50 %, suhu 200 C

    II. Lapisan fase diam: silika ge GF 254

    III. Pengembang (fase gerak) : penjenuhan bejana kromatografi; heksana-etilasetat

    (96:4), dua kali setinggi 10 cm, pengeringan-antara dua pengembangan 5 menit pada

    suhu kamar.

    IV. Deteksi: (1) UV 254 perhatikan pemadaman fluoresensi; (2) anis-aldehida-asam sulfat,

    5 menit, 1000-110

    0C.

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 9

    V. Larutan cuplikan : setiap minyak atsiri dilarutkan dalam toluena dengankonsentrasi

    1%. Cuplikan ditotolkan 3 l, kecuali minyak Juniperus dan minyak terpentin yang

    ditotolkan 6 l.

    VI. Larutan pembanding : 10 l anetol, linalil asetat, 1,8-sineol, karvon, eugenol, dan 10

    mg mentol masing-masing dilarutkan dalam 0,1 ml toluena dan tiap larutan

    ditotolkan 5 l.

    Hasil kromatografi lapis tipis

    Komponen hRf Warna dengan

    IV / 2 VI /1

    Anetol

    Linalil asetat

    Eukaliptol

    Karvon

    Sitral

    Eugenol

    Sinamilaldehid

    mentol

    55-65

    35-45

    30-40

    15-25

    10-15

    10-15

    10-15

    5-10

    coklat- ungu

    biru muda

    biru tua

    coklat

    hijau-biru

    hijau-biru

    hijau biru

    biru tua

    gelap

    -

    -

    gelap

    gelap

    gelap

    gelap

    -

    Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf

    ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100. Jika

    dipilih 10 cm sebagai jarak pengembangan, maka jarak rambat suatu senyawa (titik awal-

    pusat bercak dalam cm) x 10 menghasilkan angka hRf. Tetapi karena angka Rf merupakan

    fungsi sejumlah faktor, angka ini harus dianggap sebagai petunjuk saja. Inilah yang menjadi

    alasan mengapa angka hRf-lah, misalnya hRf 60-70, yang dicantumkan untuk menunjukkan

    letak suatu senyawa pada kromatogram.

    Jika keadaan luar, misalnya kelembaban atmosfer yang tidak cukup atau penjerap yang

    sifatnya agak menyimpang, menghasilkan kromatogram yang secara umum menunjukkan

    angka Rf dari berbagai komponen lebih rendah atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus

    diganti dengan yang lebih sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi daripada hRf yang dinyatakan,

    kepolaran pelarut harus dikurangi; jika angka hRf lebih rendah, komponen polar pelarut harus

    dinaikkan. Ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, misalnya pada pengaturan sistem

    benzena-kloroform atau kloroform-metanol.

    Hasil kromatografi lapis tipis beberapa minyak atsiri

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 10

    a. Minyak cengkeh (Oleum Caryophylli)

    adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan air atau penyulingan uap

    kuncup yang telah dikeringkan dari :

    o Tanaman asal : Eugenia caryophyllusBullock et Herrison

    o Familia : Myrtaceae

    o Pemerian : Minyak cair, baru didestilasi tidak berwarna

    atau kuning pucat, jika disimpan atau kena udara makin tua

    dan makin kental.

    o Tempat Tumbuh : Indonesia (terutama Maluku)

    o Isi : - eugenol 85-90%

    - asetil eugenol

    - kariofilen

    - vanilin, furfurol

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 11

    - metil-amil keton

    o Pemakaian : obat sakit gigi, obat mulas dan kadang bisa

    digunakan sebagai obat batuk

    Tanaman cengkeh (Eugenia caryophillata) dapat digunakan untuk menghasilkan

    minyak cengkeh, minyak tangkai cengkeh dan minyak daun cengkeh. Minyak cengkeh

    merupakan minyak atsiri hasil penyulingan serbuk bunga cengkeh kering. Minyak

    tangkai cengkeh adalah minyak atsiri hasil penyulingan dari tangkai kuntum cengkeh.

    Minyak daun cengkeh adalah minyak atsiri hasil penyulingan daun cengkeh kering dari

    ketiga jenis minyak cengkeh tersebut yang paling sering digunakan adalah ekstrak dari

    bagian daun. Minyak daun cengkeh yang dipasaran berupa cairan berwarna cokelat gelap

    dan baunya sangat tajam,

    Kandungan minyak cengkeh yang paling utama adalah eugenol (90%). Eugenol

    inilah yang memberikan aroma khas yang banyak dibutuhkan oleh berbagai industry,

    antara lain industry kosmetik, farmasi, dan pestisida nabati.

    Eugenol

    Kandungan lain dari cengkeh dapat berupa eugenil acetate, methyl n-hepthyl

    alcohol, benzyl alcohol, methyl salicilate, methyl n-amyl carbinol dan terpene caryo-

    phyllene. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar minyak pada cengkih naik sejalan

    dengan naiknya ketinggian tempat, tetapi menurun diatas 800m dpl.

    b. Minyak kayu putih (Oleum cajuputi)

    Adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan destilasi air dan destilasi uap daun dan

    ranting segar dari:

    o Tanaman asal : Melaleuca leucadendra L dan Melaleuca minor Sm

    o Familia : Myrtaceae

    o Tempat tumbuh : Indonesia

    o Pemerian : cairan tidak berwarna, warna kuning hijau,

    khas aromatik, rasa pahit

    o Isi : - Cineol ( kayuputol)

    - Terpineol bbs

    - Ester terpineol dengan as.asetat

    - As.valerat

    o Pemakaian : -Obat gosok pada sakit encok

    -Obat batuk

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 12

    Daun segar-0,4-1,2% minyak kayu putih. Bahan kimianya bervariasi mengikut

    jenis bahan pokok dan keadaan ekologi. Minyak kayu putih lebih bervariasi karena

    campuran tumbuhan dan bahan kimia lain. Minyak kayu putih yang tulen dalam pasaran

    biasanya disuling daripada pokok yang mengandungi lebih cineol. Kandungan cineol

    dalam minyak daun kayu putih ialah 3-60%. Minyak kayu putih juga mengadung

    aldehid, alfa humulen, alfa selinen, alfa terpineol, beta kariofilen, beta selinen, globulol,

    karjuputol, kariogilen oksida, limonene, 1-pinen, spatilenol, terpinol, viridifloren, dan

    viridiflorol.

    c. Minyak Permen, Peppermint Oil (Oleum Menthae Piperitae)

    adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan (destilasi) air pucuk

    berbunga dari:

    o Tanaman Asal : Mentha piperita L

    o Famili : Labiatae

    o Pemerian : cairan tidak berwarna, kuning pucat

    atau kuning kehijauan, bau aromatic, rasa pedas kemudian

    dingin

    o Tempat Tumbuh : Eropa dan Indonesia

    o Pemalsuan : diencerkan dengan alkohol, minyak terpentin,

    minyak kopaiba, m. Eukaliptus dan dengan minyak atsiri lain.

    o Isi :- menthol 51 %

    - Ester mentil asetat

    - mentil iso valerianat , alfa pinen

    - limonen

    - kadinen

    - sineol, menton

    - asetaldehid, isovaleraldehid

    - asam Cuka, asam Valerianat & amil alkohol

    o Pemakaian : karminativa, stimulansia, obat mulas dan obat batuk

    Unsur utama dari daun Mentha piperita L. adalah minyak atsiri (0,5-4%), yang

    mengandung mentol (30-55%) dan menthone (14-32%). Mentol terjadi kebanyakan dalam

    bentuk bebas alkohol, dengan jumlah kecil sebagai (% 3-5) asetat dan Valerat ester.

    Menthol

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 13

    Monoterpen lain yang hadir termasuk isomenthone (2-10%), 1,8-cineole (6-14%),

    a-pinene (1,0-1,5%), b-pinene (1-2%), limonene (1 5%), neomenthol (2.5-3.5%) dan

    menthofuran (1-9%).

    d. Minyak Anisi (Oleum Anisi)

    adalah buah masak dari :

    o Tanaman Asal : Pimpinella anisum L

    o Familia : Umbelliferae

    o Pemerian : bau khas aromatik, rasa manis

    o Tempat Tumbuh : Spanyol, Rusia Selatan, Bulgaria, Asia Kecil, Mesir dan

    Yunani, Indonesia

    o Isi : - minyak atsiri 6% mengandung: * anetol 80-90%

    * metil kavikol

    * anis keton

    * asetaldehid

    - minyak lemak 10%

    - protein

    o Pemakaian : karminativa dan obat mulas

    Dalam bahasa latin, adas dikenal dengan nama Pimpinella Anisum. Secara

    kimiawi, Adas mengandung minyak asiri (Oleum Anisi) 1 6%, mengandung 50 60%

    anetol, lebih kurang 20% fenkon, pinen, limonen, dipenten, felandren, metilchavikol,

    anisaldehid, asam anisat, dan 12% minyak lemak. Kandungan anetol yang menyebabkan

    adas mengeluarkan aroma yang khas dan berkhasiat karminatif. Akar mengandung

    bergapten. Akar dan biji mengandung stigmasterin (serposterin).

    Anetol

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 14

    BAB III

    METODOLOGI PRAKTIKUM

    3.1. WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM

    Hari, Tanggal : Rabu, 31 Oktober 2012

    Waktu : 09.20-12.00

    Tempat : Laboratorium PNA

    3.2. ALAT DAN BAHAN

    Bahan Uji

    Oleum Menthae piperitae

    Oleum Caryophily

    Oleum Anisi

    Oleum Cayuputi

    Bahan dan Alat

    Fase diam : Silica Gel GF 254

    Fase gerak : Heksana : Etil asetat (96:4)

    Bejana kromatografi

    Pipa kapiler

    Alat semprot untuk deteksi

    Lampu UV 254

    Kertas saring

    3.3. CARA KERJA

    1. Buat fase gerak dalam bejana kromatografi sebanyak 38,4 ml heksana dan 1,6 ml etil

    asetat. Pengerjaan harus dilakukan di lemari asam. Kemudian dibagi ke masing-

    masing kelompok sebanyak 10 ml.

    2. Jenuhkan bejana kromatografi dengan larutan fase gerak yang akan digunakan dengan

    menggunakan sehelai kertas saring. Jangan membuka bejana kromatografi sselam

    penjenuhan berlangsung.

    3. Beri batas atas dan batas bawah pada silica gel 254 masing-masing 1cm. tandai batas

    bawah dengan 4 titik, masing-masing titik diberi jarak 1 cm (titik A: oleum Mentha

    piperitae, titik B: oleum caryophily, titik C: Oleum Anisi, titik D: Oleum Cayuputi)

    4. Buatlah larutan minyak atsiri 1 % dalam toluene

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 15

    5. Totolkan larutan percobaan pada fase diam silica gel dengan menggunakan pipa

    kapiler. Buatlah totolan sekecil mungkin dengan jalan menotolkan larutan sedikit

    demi sedikit. Jarak antara totolan yang satu dengan yang lain 1 cm.

    6. Masukkan fase diam silica gel pada bejana kromatografi yang berisi larutan

    percobaan yang telah dijenuhkan dengan fase gerak hingga mencapai jarak yang telah

    ditentukan.

    7. Angkat fase diam dari bejana kromatografi , keringkan dengan pemanasan pada suhu

    1050 Cselama 5 menit. Amati bercak yang terjadi di bawah lampu UV, catat warna

    masing-masing bercak.

    8. Semprot bercak pada fase diam dengan pereaksi penampak bercak vanillin-asam

    sulfat atau anisaldehida asam sulfat. Keringkan dengan pemanasan pada suhu 1050 C

    selama 5 menit. Amati warna bercak yang terjadi di bawah lampu UV.

    9. Gambar kromatogram yang telah didapat pada kertas gambar. Hitung Rf masing-

    masing bercak, tentukan kemungkinan komponen untuk masing-masing minyak atsiri

    yang diperiksa berdasarkan harga Rf yang diperoleh.

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 16

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. HASIL

    1. Oleum Menthae piperitae

    Jarak yang ditempuh noda : 0,5cm dan 1,2cm

    Panjang plat KLT : 8 cm

    Rf = jarak yang ditempuh noda / panjang plat

    KLT

    Rf = 0,5 cm / 8 cm = 0,0625

    Rf = 1,2 cm / 8 cm = 0,15

    2. Oleum Caryophylli

    Jarak yang ditempuh noda : 0,9 cm

    Panjang plat KLT : 8 cm

    Rf = jarak yang ditempuh noda / panjang plat

    KLT

    Rf = 0,9 cm / 8 cm = 0,1125

    3. Oleum Anisi

    Jarak yang ditempuh noda : 0,7cm dan 5,2cm

    Panjang plat KLT : 8cm

    Rf = jarak yang ditempuh / panjang plat KLT

    Rf = 0,7 cm / 8 cm = 0,0875

    Rf = 5,2 cm / 8 cm = 0,65

    4. Oleum Cajuputi

    Jarak yang ditempuh noda : 2,2cm dan 0,3cm

    Panjang plat KLT : 8cm

    Rf = jarak yang ditempuh / panjang plat KLT

    Rf = 2,2 cm / 8 cm = 0,275

    Rf = 0,3 cm / 8 cm = 0,0375

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 17

    4.2. PEMBAHASAN

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa

    menjadi senyawa murninya dan dapat mengetahui kuantitasnya. Kromatografi

    juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun

    cuplikannya.

    KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis

    fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan

    isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan

    dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah

    senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksipereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.

    Pada praktikum kali ini kita melakukan pemeriksaan minyak atsiri secara

    kromatografi lapis tipis. Pelat kromatografi yang digunakan berupa silica gel sebagai fase

    diam dan heksana : etil asetat (96:4) sebagai fase gerak. Pelarut yang digunakan adalah

    hexan-etilasetat karena kepolarannya sama dengan senyawa yang di uji. Hexan-etilasetat

    bersifat non polar.

    Langkah pertama yang kita lakukan yaitu menjenuhkan bejana kromatografi dengan

    larutan fase gerak yang akan digunakan dengan menggunakan sehelai kertas saring.

    Penjenuhan ini dilakukan agar proses elusi berjalan dengan baik dan juga dimaksudkan untuk

    memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan bercak (noda) yang lebih baik. Jangan

    membuka bejana kromatografi selama penjenuhan berlangsung. Karena apabila bejana

    kromatografi terbuka larutan yang di dalamnya akan menguap karena sifatnya mudah

    menguap bila terkena udara. Cara kita mengetahui apakah larutan telah jenuh yaitu dengan

    melihat naiknya larutan pada kertas saring, apabila sudah naik sempurna berarti larutan sudah

    jenuh.

    Setelah itu membuat larutan minyak atsiri 1% dalam toluene dan larutan pembanding

    timol 0,1% dalam toluene. Pada percobaan kemarin larutan pembanding tidak dibuat karena

    ketidaktersediaan timol, dan hasilnya hanya dicari menurut referensi. Larutan pembanding

    adalah larutan yang dikromatografi pada waktu bersamaan.

    Kemudian totolkan larutan percobaan masing-masing sebanyak 5 l pada fase diam

    silica gel GF254 dengan menggunakan pipa kapiler. Buatlah totolan sekecil mungkin dengan

    jalan menotolkan larutan sedikit demi sedikit. Jarak antara totolan yang satu dengan yang lain

    minimal 1cm, agar hasil tidak bertabrakan sehingga kita bisa melihat bagaimana jarak elusi

    yang terbentuk. Pada saat penotolan jangan terlalu banyak karena jika cairan yang ditotolkan

    terlalu banyak dan menjadi melebar akan mempersempit ruang gerak senyawa untuk berelusi

    sehingga terjadi tabrakan satu dengan yang lain.

    Masukkan fase diam silica gel yang sudah ditotoli ke dalam bejana kromatografi yang

    telah dijenuhkan dengan fase gerak, tunggu sampai fase gerak mencapai jarak yang sudah

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 18

    ditentukan. Dalam mengambil dan meletakkan plat kromatografi harus hati-hati karena silica

    gel mudah terkelupas sehingga apabila ada bagian yang terkelupas membuat naiknya cairan

    tidak merata. Lalu angkat fase diam dari bejana kromatografi, keringkan dengan pemanasan

    dalam oven pada suhu 1050C selama 5 menit. Lalu dilakukan penyemprotan bercak pada fase

    diam dengan pereaksi penampak bercak vanillin-asam sulfat atau anisaldehid asam sulfat.

    Penyemprotan ini dilakukan untuk menghasilkan warna atau memperjelas warna yang

    dilakukan dilemari asam. Ini di karenakan pereaksi yang merusak. Setelah itu keringkan

    dengan pemanasan pada suhu 1050C selama 5 menit. Pembentukkan warna yang optimum

    sering kali memerlukan peningkatan suhu dan waktu tertentu.

    Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.

    hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 100.

    Pada praktikum ini didapat hasil Rf dari masing-masing minyak atsiri adalah :

    Oleum Anisi, kandungannya adalah : 1,5-3% minyak atsiri termasuk 80-90% anetol (I), metil

    eter kavikol (II) (estragol), anisaldehid (III), dan dianetol (turunan dimetil dari stilbestrol).

    Endosperm mengandung 30% minyak lemak dan protein.

    Pada oleum anisi didapatkan Rf 0,0825 dan 0, 65. Harga hRf nya adalah hRf1 8 dan

    hRf2 65. Ini menunjukan bahwa pada hRf2 oleum anisi mengandung anetol .

    Oleum Menthae Piperitae, kandungannya adalah 1-2% minyak (1,2 % v/b), 50 % mentol,

    10-30% menton, piperiton dan sejenisnya 5-15%, mentilester, 5-10 % metofuran,

    mengandung 5-10% tannin dan flavonoid.

    Pada oleum menthae piperitae didapatkan Rf1 dan Rf2 . Harga hRf nya

    adalah hRf1 6,25 dan hRf2 15. Ini menunjukan bahwa pada hRf1 oleum mentha

    mengandung mentol.

    Oleum Caryophylli, kandungannya adalah 16-21% minyak atsiri (minimum 15%).

    Kandungan utama eugenol 70-96%, 2-17% asetilegenol dan sesquiterpen, misalnya beta-

    kariyofilena.

    Pada oleum caryophylli didapatkan Rf 0,1125, dan harga hRf 11. Ini menunjukan

    bahwa oleum caryophylli mengandung eugenol.

    Oleum Cajuputi, kandungannya adalah sineol, terpineol, asam valerat.

    Pada oleum cayuputih didapatkan Rf1 dan Rf2 , dan harga hRf1 27,5 dan hRf2

    3,75.

    Pada plat KTL noda yang terbentuk pada praktikum tidak lurus. Noda yang terbentuk

    akan mempengaruhi harga Rf yang didapat. Hal ini bisa terjadi karena beberapa factor,

    diantaranya, fase diam (kualitas, keberadaan pengotor, ketidakseragaman ketebalan, aktivasi

    pelat), fase gerak (kemurnian pelarut), bejana pengembang (ukuran bejana, kuantitas pelarut,

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 19

    kejenuhan), suhu (pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap), jarak

    pengembangan, dan kuantitas sampel.

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 20

    BAB V

    KESIMPULAN

    Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin layer Chromatography (TLC) adalah

    metode pemisahan fisikokimia dimana komponen yang dipisahkan didistribusikan

    diantara 2 fase yaitu fase diam (Stationer Phase) dan fase gerak (Mobile Phase).

    Fase diam yang digunakan pada uji minyak atsiri dengan KLT ini adalah silica gel

    dan fase geraknya adalah hexan-etilasetat dengan konsentrasi 96 : 4.

    Alasan menggunakan hexan-etilasetat sebagai fase geraknya karena kepolarannya

    sama dengan senyawa yang di uji, yaitu bersifat non polar.

    Alasan penjenuhan fase diam dalam bejana dengan menggunakan kertas saring dan

    kemudian ditutup adalah agar proses elusi berjalan dengan baik dan juga

    dimaksudkan untuk memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan bercak (noda)

    yang lebih baik.

    Penotolan minyak atsiri pada silica gel harus sekecil mungkin dan jarak antara totolan

    yang satu dengan yang lain minimal 1 cm, agar tidak bertabrakan sehingga kita bisa

    melihat bagaimana jarak elusi yang terbentuk. Jika totolan terlalu besar/banyak maka

    totolan akan melebar dan mempersempit ruang gerak senyawa untuk berelusi

    sehingga terjadi tabrakan satu dengan yang lain.

    Dalam mengambil dan meletakkan plat kromatografi harus hati-hati karena silica gel

    mudah terkelupas sehingga apabila ada bagian yang terkelupas membuat naiknya

    cairan tidak merata.

    Penyemprotan bercak pada fase diam dengan pereaksi vanillin-asam sulfat atau

    anisaldehid asam sulfat bertujuan untuk menghasilkan warna atau memperjelas warna.

    Penyemprotan dilakukan dilemari asam, dikarenakan pereaksi yang bersifat merusak.

    Pembentukkan warna yang optimum pada saat pemanasan sering kali memerlukan

    peningkatan suhu dan waktu tertentu.

    Pada praktikum ini didapat hasil Rf dari masing-masing minyak atsiri adalah :

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 21

    Pada oleum anisi didapatkan Rf 0,0825 dan 0,65. Harga hRf nya adalah hRf1

    8 dan hRf2 65. Ini menunjukan bahwa pada hRf2 oleum anisi mengandung

    anetol.

    Pada oleum menthae piperitae didapatkan Rf1 dan Rf2 . Harga

    hRf nya adalah hRf1 6,25 dan hRf2 15. Ini menunjukan bahwa pada hRf1

    oleum mentha mengandung mentol.

    Pada oleum caryophylli didapatkan Rf 0,1125, dan harga hRf 11. Ini

    menunjukan bahwa oleum caryophylli mengandung eugenol.

    Pada oleum cayuputih didapatkan Rf1 dan Rf2 , dan harga hRf1

    27,5 dan hRf2 3,75.

    Pada plat KTL noda yang terbentuk pada praktikum tidak lurus. Noda yang terbentuk

    akan mempengaruhi harga Rf yang didapat. Hal ini bisa terjadi karena beberapa

    factor, diantaranya, fase diam (kualitas, keberadaan pengotor, ketidakseragaman

    ketebalan, aktivasi pelat), fase gerak (kemurnian pelarut), bejana pengembang (ukuran

    bejana, kuantitas pelarut, kejenuhan), suhu (pemisahan-pemisahan sebaiknya

    dikerjakan pada suhu tetap), jarak pengembangan, dan kuantitas sampel.

  • Pemeriksaan Minyak Atsiri Secara Kromatografi 22

    Daftar Pustaka

    G.Watson, David. 2009. Analisis Farmasi. Jakarta: EGC.

    Kardinan, agus. 2010. Tanaman penghasil minyak atsiri. Jakarta : Apu Agro Media Pustaka.

    Koensoemardiyah. A to Z Minyak Atsiri. Jakarta: Andi Publisher.

    Ong, Hean Chooi. 2004. Tumbuhan liar : khasiat ubatan dan kegunaan lain. Kuala lumpur :

    Utusan publications dan distributor.

    Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : Penerbit

    ITB.