15. bab 2. tinjauan pustaka.docx
DESCRIPTION
PGMS (photoperiod sensituve genik Male sterility)TRANSCRIPT
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Padi
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae
atau Glumiflorae). Tanaman semusim, berakar serabut; batang sangat pendek,
struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling
menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna
hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang
pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga
disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula; buah
tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya,
bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh
palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan
adalah endospermium yang dimakan orang.
Asal-usul padi budidaya diperkirakan berasal dari daerah lembah Sungai
Gangga dan Sungai Brahmaputra dan dari lembah Sungai Yangtse. Di Afrika,
padi Oryza glaberrima ditanam di daerah Afrika barat tropika.
Padi pada saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir
semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi
menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan
hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar
pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah
tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian
tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang
berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar.
Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik
(stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya
siap reproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadang-kadang keluar
dari palea dan lemma jika telah masak.
5
6
Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri,
karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama.
Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar yang telah dibuahi segera
membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi
endospermia. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi mengadung
pati di bagian endospermia. Bagi tanaman muda, pati berfungsi sebagai cadangan
makanan. Bagi manusia, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi.
Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia: Oryza sativa yang
berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan
Tibet/Tiongkok) dan O. glaberrima yang berasal dari Afrika Barat (hulu Sungai
Niger).
Pada awal mulanya O. sativa dianggap terdiri dari dua subspesies, indica
dan japonica (sinonim sinica). Padi japonica umumnya berumur panjang, postur
tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya
cenderung panjang. Padi japonica biasanya agak lengket nasinya. Padi indica,
sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak ber-"bulu"
atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval. Walaupun kedua anggota
subspesies ini dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi.
Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan
hasil seleksi dari persilangan japonica (kultivar 'Deegeowoogen' dari Formosa
dengan indica (kultivar 'Peta' dari Indonesia). Selain kedua varietas ini, dikenal
pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat
antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di
Pulau Jawa. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan
berbagai macam jenis padi akibat seleksi dan pemuliaan yang dilakukan orang.
Dalam klasifikasi padi (Oryza sativa L.) ada tiga subspesies yang
digunakan untuk sintesis vairetas hybrid diantaranya:
a. Japonica adalah golongan subpsesies padi yang berasal dari daerah
subtropis dan telah banyak dikembangkan di daerah Asia Timur seperti
Jepang, Korea, Cina dll. Dari berbagai macam golongan padi, golongan
japonica ini dicirikan dengan bulir bulat atau tidak lonjong, warna daun
7
lebih hijau, sudut bendera besar, kadar amilosa rata-rata 15% yang
tergolong sangat pulen (Ilhami 2010).
b. Indica adalah padi golongan subspesies yang berasal dari Asia tropis
seperti Asia Tenggara, Asia Selatan. Golongan Indica atau cere yang
paling dominan dikembangkan dan dibudidayakan di Indonesia. Ciri
tanaman ini adalah gabah lonjong daun tegak (Ilhami, 2010).
c. Javanica adalah golongan padi yang hampir digolongkan padi liar yang
berasal dari Indonesia. Tanaman ini biasa disebut padi local dan berbulu.
Tanaman ini biasanya juga disebut japonica tropis. Padi ini banyak dikenal
teruma khas aroma, seperti Pandan-wangi, Ciganjur, Menthik wangi,
Sintanur, Rojolele, dll. (Ilhami, 2010).
Kajian dengan bantuan teknik biologi molekular sekarang menunjukkan,
bahwa selain dua subspesies O. sativa yang utama, indica dan japonica, terdapat
pula subspesies minor tetapi bersifat adaptif tempatan, seperti aus (padi gogo dari
Bangladesh), royada (padi pasang-surut/rawa dari Bangladesh), ashina (padi
pasang-surut dari India), dan aromatic (padi wangi dari Asia Selatan dan Iran,
termasuk padi basmati yang terkenal). Pengelompokan ini dilakukan
menggunakan penanda RFLP dibantu dengan isozim. Kajian menggunakan
penanda genetik SSR di inti sel dan dua lokus di kloroplas menunjukkan bahwa
pengelompokan indica dan japonica adalah mantap, tetapi japonica ternyata
terbagi menjadi tiga subspesies besar: temperate japonica (dari Cina, Korea, dan
Jepang), tropical japonica (dari Nusantara), dan aromatic. Subspesies aus
merupakan kelompok yang terpisah.
Berdasarkan bukti-bukti evolusi molekular diperkirakan kelompok besar
indica dan japonica terpisah sejak ~440.000 tahun yang lalu dari suatu populasi
spesies moyang O. rufipogon. Domestikasi padi terjadi di titik tempat yang
berbeda terhadap dua kelompok yang sudah terpisah ini. Berdasarkan bukti
arkeologi padi mulai dibudidayakan (didomestikasi) 10.000 hingga 5.000 tahun
sebelum masehi (Wikipedia.org., 2013).
8
2.2 Padi Hibrida
Varietas hibrida merupakan F1, suatu persilangan sepasang atau lebih tetua
(galur murni), yang mempunyai karakter unggul. Dengan demikian, benih varietas
ini selalu harus disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman benih
vaietas hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya ) akan
mengahasilkan tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya
segregasi tanaman F2.
Cina adalah pelopor padi hibrida, peneliti mereka berjasa menemukan
sumber sterilitas polen pada padi liar sekitar tahun 1960-an kemudian gen tersebut
ditransfer untuk membuat galur mandul jantan (GMJ). IRRI memulai penelitian
padi hibrida pada tahun 1979 sedangkan Indonesia baru memulainya pada tahun
1984. Kini luas areal pertanaman padi hibrida di Cina kurang lebih 15 juta ha atau
sekitar 50% dari luas total areal pertanaman padi yang menyumbang 60% dari
total produksi padi nasionalnya (Syukur dkk., 2012).
Kaeunggulan hibrida dikaitkan dengan peristiwa heterosis. Heterosis adalah
keunngulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai kisaran kedua
tetuanya. Karakter unggul ini digunakan untuk memperoleh keuntungan komersial
dari tanaman yang diusahakan. Gejala ini telah lama dikenal, bahkan jauh
sebelumn mendel, dan merupakan hal menarik sehingga banyak penelitian yang
dilakukan baikyang mempelajari besarannya maupun cara memperolehnya.
Pada tahun 1908, shull dan Blast secara terpisah mengusulkan hipotesis
tentang heterosis. Menurut mereka, terjadinya heterosis ini disebabkan oleh
adanya rangsangan fisiologis terhadap pertumbuhan , yang semakin meningkat
dengan besarnya perbedaan gamet yang menyatu. Oleh karena itu, mereka
mengusulkan istilah rangsangan heterozigot (stimulus of heterozygosis) dan
istilah heterosis. Penggunaan istilah ini bersaing selama betahun-tahun dengan
teori dominansi dan dikenal dengan hipoesis overdominan dari heterosis. Pda saat
ini istilah heterosis berlangsung.
Pada saat ini istilah heterosis disamakan dengan keungulan hibrida (hybrid
Vigor). Namun pada mulanya diusulkan oleh Whaley 1994 bahwa heterosis dan
keunggulan hibrida berbeda artinya. Heterosis berarti rangsangan perkembangan
9
yang disebabkan oleh bersatunya gamet yang berbeda, sedangkan keunggulan
hibrida merupakan manifestasi dari heterosis.
Sampai saat ini terus dilakukan penelitian untuk mendapatkan jawaban yang
lebih jelas tetntang penyebab gejala heterosis. Terdapat tiga teoriyang
menerangkan terjadinya heterosis atas dasar genetic sebagai berikut.
Menurut teori ini gen pendukung pertumbuhan dan keunggulan dalam
kedaan dominan, sedangkan gen yang merugikan dalam keadaan resesif. Dua
inbred yang akan digunakan untuk hibrida mengkin mempunyai dua set gen
dominan yang berbeda. Setelah dilakukan persilangan, kesemua gen dominan dari
tetua tesebut terkumpuldalam hibrida tersebut sehingga F1 mempunyai gen
dominan yang lebih banyak dari kedua tetuanya. Dengan demikian banyak gen
pendukung yang dominan menurut teor ini makin meningkatkan keunggulan.
2.2.1 Padi Tipe Baru
PTB (F1) padi tipe baru adalah salah satu breakthrough atau terobosan baru
dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Padi ini merupakan hasil
persilangan antara golongan Japonica tropical (javanica) dengan Indica (padi
unggul). Padi tipe ini dicirikan oleh jumlah anakan yang sedikit (8-10 anakan)
namun semua produktif malai lebat (gabah bernas >200/malai), daun tegak tebal,
hijau tua, batang kuat perakaran dalam, tinggi tanaman 80-100 cm, umur 100-130
hari,dan tahan terhadap penyakit seperti wereng coklat. Dengan morfologi
demikian, potensi padi PTB diharapkan 30-50% lebih tinggi dari varietas yang
telah dilepas.
Padi tipe baru yang dirancang peneliti IRRI pada tahun 1988 merupakan
gabungan sifat Indica dan Javanica. IRRI mengeksploitasi gen pool plasma nutfah
padi tipe javanica yang merupakan subspecies padi golongan subtropical.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman cukup tinggi
sangat potensial untuk mendapatkan karakterPTB. Pemanfaatan plasma nutfah
padi dari kelompok javanica, japonica tropical (padi bulu) dan japonica atau
temperate japonica serta beberapa padi liar (wild rice) diharapkan akan
10
menghasilkan genotype rekombinan turunan yang memiliki postur yang
diinginkan (Syukur et al., 2012)
Teknologi PTB telah secara komersial diterapkan dibeberapa Negara benua
Asia. PTB yang telah dirilis di Provinsi Yunan, Cina yaitu varietas Dianchio (DS1
dan DS3) telah ditanam seluas 5000 ha. Varietas keiga yaitu DS2 juga sangat
diminati oleh petani Yuanan karena umur pendek, tahan hama dan penyakit, serta
rasa nasi yang enak. Varietas Tkanari dan Milyang 23 merupakan PTB hasil
persilangan padi Indica dan Javanica yang mampu memproduksi 10ton/ha di
Jepang.
2.3 Male Sterility
Secara umum kemandulan dapat diartikan sebagai ketidak mampuan
tanaman membentuk biji karena kegagalan polen membuahi sel telur secara
normal. Dengan demikian ketidak normalan perkembangbiakan dapat
menyebabkan kemandulan. Misalnya benag sari atau tangkai putik cacat, atau
polen mungkin rusak, atau sel telur gagal atau abortus. Jadi yang dimaksud
mandul jantan adalah tidak adanya atau tidak berfungsinya polen.
Kemandulan pada tumbuhan terjadi karena ketidak-seimbangan nukeus atau
sitoplasma akibat persilangan antar-spesies yang berbeda. Kesetimbangan akan
pulih pada generasi berikutnya melalui mutasi dalam nucleus yang menghasilkan
alel pemulih. Melalui pemuliaan tanaman telah berhasil dipindahkan sterilitas
antar spesies melalui persilangan interspesifik. Alel pemulih mengkin dapat
dipindahkan atau mungkin dapat tidak dipindahkan dari spesies donor dalam
persilangan antar-spesies tersebut. Berikut beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya mandul jantan.
a. Benang sari tidak ada atau tidak tumbuh.
b. Kegagalan memproduksi polen disebabkan oleh terganggunya beberapa
fase pertumbuhan.
c. Polen terbentuk namun gagal dalam proses pematangan karena adanya
penyimpangan susunan kepala sari.
11
2.3.1 Tipe Tipe Male Steril
Sistem mandul jantan dibedakan menjadi 3 yaitu: mandul jantan genik,
mandul sitoplasmik, dan mandul jantan sitoplasmik-genik. Mandul jantan yang
karakter mandulnya dikendalikan oleh interaksi sitoplasma (sebagai penyebab
mandul) dan gen pemulih dalam nucleus (sebagai penyebab fertilitas/memulihkan
fertilitas) disebut mandul jantan sitoplasmik-genik. Kemandulan tipe ini terjadi
jika sitoplasma steril, sedangkan alel pada lokus gen pemulih tidak ada.
Saat ini kemandulan sitoplasmik masih diperdebatkan apakah bukan
kemandulan sitoplasmik-genik yang gen pemulihnya belum diidentifikasi.
Demikian juga kemandulan genik, apakah bukan kemandulan sitoplasmik-genik
yang sitoplasma fertilnya belum diidentifikasi.
2.3.1(a) Genic Male Sterility (Mandul Jantan Genik)
Mandul jantan genik (MJG) terjadi pada banyak spesies tanaman, baik
tanaman menyerbuk sendiri maupun tanaman menyerbuk silang. MJG umumnya
dikendalikan oleh lokus tunggal dengan sepasang alel (Ms, ms). Genotipe ms/ms
umumnya mandul sedangkan Ms/ms dan Ms/ms adalah fertile(Virmani,2003).
MJG dapat muncul secara spontan atau diinduksi secara buatan dengan mutagen
fisik atau kimia.
Pemeliharaan gen MJG dalam sebuah populasi dapat menjadi masalah.
Sebuah populasi tanaman MJG tidak dapat dihasilkan tetapi gen-gen MJG dapat
dibawa dalam frekuensi yang cukup tinggi pada tanaman menyerbuk sendiri jika
benih dari tanaman MJG digunakan untuk menanam generasi selanjutnya (Syukur
dkk. 2012).
Mandul jantan dengan metode PGMS (Photoperiod Genik Male Sterility)
telah dikonfirmasi gen yang mengatur mandul jantan pada padi varietas Nongken
58 (subspecies japonica) adalah msph msphrf phrf ph sedangkan yang fertile
Ms ph Msphrf phrf ph dan sebagai restorer atau gen pemulih sterilitas adalah
msph msph Rf ph Rf ph (Virmani et al.,2003). Dengan pengertian jika sepasang gen
Ms dominan walaupaun rf resesif maka akan menjadi tanaman fertile komplit
tetapi jika Rf dominan tetapi ms resesif maka tanaman partial fertile dan jika ada
12
yang salah satu dominan heterozigot dalam 2 locus maka tanaman partial fertile
serta jika tanaman steril berarti kedua alel resesif semua ms ms rf rf.
2.3.1(b) Cytoplasmic Male Sterility (Mandul Jantan Sitoplasmik)
Mandul jantan sitoplasmik dikendalikan oleh adanya sitoplasma steril dan
hampir sepenuhnya dikendalikan oleh kegiatan sitoplasma. Mandul jantan
sitoplasmik sama sekali tidak menyangkut factor genetic, keculai bila sesuatu gen
mempunyai pengaruh pada perubahan sitoplasma tertentu akan dapat
menyebabkan sterilitas bila disilangkan dengan tanaman lain yang normal.
Keturunan hasil persilangan tersebut semuanya steril karena memiliki sitoplasma
dari tetua betinanya. Kebanyakan mandul jantan sitoplasmik disebabkan oleh
hibridisasi antara spesies yang berbeda, antara subspecies yang berbeda, antara
varietas berbeda tetapi spesies sama.
Mandul jantan sitoplasmik dikendalikan oleh sitoplasma maternal seehingga
sterilitas ini ditemukan hanya pada keturunan dari tanaman tanaman yang mandul
jantan saja. Sistem mandul jantan ini cukup stabil. Kasus yang saat ini yang
digolongkan sebagai kasus mandul jantan sitoplasmik adalah kubis (Brassica
oleracea) dan sampai saat ini belum ditemukan gen pemulih kemandulan pada
kubis.
Dalam pemuliaan tanaman, mandul jantan sitoplasmik banyak digunakan
untuk memproduksi benih tanaman hias atau tanaman yang bagian vegetatifnya
memiliki nilai ekonomi namun pada tanaman yang bijinya bernilai ekonomi,
mandul jantan tidak dapat dimanfaatkan karena keturunan yang dihasilkan akan
mandul jantan.
2.3.1(c) Cytoplasmic Genic Male Sterility (Mandul Jantan Sitoplasmik-genik)
Kebanyakan sterilitas di alam adalah mandul jantan sitoplasmik-genik.
Mandul jantan sitoplasmik-genik dikendalikan oleh interaksi antara sitoplasma
dan gen dalam inti. Berdasarkan penemuan terkini, beberapa kasus yang semula
diduga sebagai mandul jantan sitoplasmik kemudian dilaporan sebagai mandul
jantan sitoplasmik-genik, contohnya adalah tanaman jagung, gula bit, dan petunia.
13
Pada kasus mandul jantan sitoplasmik-genik terdapat dua tipe sitoplasma
yaitu: fertile normal (N), dan jantan steril (S), dan inti yang terdapat gen Ms yang
dominan terhadap ms yang artinya gen Ms dominan mengontrol fertilitas
sedangkan gen ms resesif mengontrol sterilitas. Sitoplasma diwariskan keturunan
hanya dari tetua betina.
Mandul jantan sitoplasmik-genik pada bawang merah dikendalikan oleh dua
gen yang bersifat komplementer yaitu ms1 ms1 dan ms2 ms2. Pada worel
dikendalikan dua gen duplikat yang bersifat komplementer (Kallo, 1998 dalam
Syukur et al. 2012). Sistem mandul jantan sitoplasmik-genik pertama kali
dgunakan untuk memproduksi benih pada bawang bombay. Pada galur bawang
(Italian Red) ditemukan satu tanaman mandul kemudia tanaman tersebu
diperbanyak menggunkan umbi lapisnnya . Semula dianggap sebagai mandul
jantan sitoplasmik namun kemudan diketahui diketahui sebagai mandul jantan
sitoplasmik-genik. Tanaman bawang steril tersebut disilangkan dengan tanaman
fertile keturunan yang diperoleh semua steril, semua fertile, dan partial fertil serta
partial steril.
Pada tanaman jagung paling sedikitnya terdapat tiga sitoplasma steril yang
telah diidentifikasi. Dua diantaranya yaiu sitoplasma T dan C yang merupakan
system mandul jantan sitoplasmik-genik sporofit. Sitoplasma T dapat dipulihkan
menjad fertile oleh dua gen dominan dari dua lokus berbeda Rf1 dan Rf2. Aksi
kedua gen tersebut bersifat komplementer arinya agar sterilitas sitoplasma dapat
dipulihkan kedua gen tersebut harus dalam kondisi dominan.
2.3.2 Aplikasi Mandul Jantan pada Pemuliaan Tanaman
Sterilitas tepung sari sering digunakan untuk mengasilkan tanaman hibrida
bagi spesies tanaman yangsulit disilangkan secara besar besaran. Dengan sterilitas
tersebut akan dapat dipertanggung-jawabkan secara ekonomis karena tidak
banyak menggunakan waktu, tenaga,dan biaya. Disamping itu mandul jantan juga
dimanfaatkan untuk sterilitas genetic dan penghasil sterilitas plasma sel.
14
2.3.2(a) Sebagai Pengasil Sterilitas Genetik.
Sebagaiman telah diutarakan sebelumnya, gen pengendalisterilitas dalam
keadaan homozigot resesif. Untuk memperoleh susunan gen demkian pelu dicari
melalui silang balik sebagai berikut.
Dengan demikian heterozigot Msms digunakan untuk mempertahankan
polen steril agar potensi tanaman sebagai hibrida tidakberubah maka tanaman
heterozigot tersebut harus dari genotype yang sama.
2.3.2(b) Sebagai Pengasil Sterilitas Sitoplasma
Sterilitas sitoplasma lebih luas digunakan untuk tujuan komersial karena
jauh lebih mudah mempertahankan persediaan sterilitas polen, terutama untuk
tanaman menyerbuk sendiri. Sterillitas ini mempunyai arti penting karena
memungkinkan terjadi persilangan secara massal untuk memperoleh biji hibrida.
Galur fertile dapat dipertahankan dengan menyerbuk sendiri atau melalui
perkembangbiakan vegettif. Dari hasil persilangan diatas dihasilkan keturunan
yang sama yaitu memiliki polen steril. Pada tanaman jagung penggunaan polen
steril amat efektif untuk mengahsilkan biji hibrida karena tanpa dilakukan
pemotongan bunga jantan lebih dulu. Masalah utama adalah bagaimana untuk
memperbaiki sterilitas polen yang telah diketahui sejak tahun 1950 di Amerika,
yaitu dari persilangan sorgum jenis milo sebagai tetua betina dan sorgum jenis
katir sebagai jantan. Ternyata polen steril dihasilkan karena bertemunya
kromosom sorgum jenis katir dengan plasma jenis milo. Pada tanaman padi
penggunaan varietas hibrida amat tergantung dari tanaman dengan polen steril
agar persilangan dapat dilakukan secara massal.
2.3.2.(c) Meningkatkan Penyerbukan Silang Alami dan Penghasil Benih Hibrida
Mandul jantan juga dapat meningkatkan penyerbukan silang alami pada
tanaman menyerbuk sendiri. Gen mandul jantan memberikan mekanisme untuk
memberikan penyerbukan silang alami. Dengan penyerbukan manual atau dengan
tangan seorang pemulia memiliki keterbatasan dalam jumlah penyerbukan silang
yang dapat dibuatnya pada satu musim. Dengan menggunkan gen mandul jantan
15
kemampuan untuk mendapatkan kombinasi persilangan akan sangat meningkat.
Terutama untuk penyerbukan silang diantara generasi-generasi yang bersegregasi.
Pada persilangan untuk mengasilkan benih hibrida juga dapat meningkatkan
penyerbukan silang alami pada tanaman menyerbuk sendiri. Pada persilangan
untuk menghasilkan benih hibrida, tanaman A mempunyai polen steril sehingga
polen sepenuhnya berasal dari tanaman B. Kedua tanaman ini dipilih sebagai tetua
yang dapat menimbulkan heterosis pada F1. Pada pemuliaan tanaman mandul
jantan dapat digunakan untuk menghindari pekerja emaskulasi sebelum
hibridisasi. Emaskulasi pada program pemuliaan hibridisasi tanaman menyerbuk
sendiri membutuhkan tenaga kerja dan waktu. Selain itu hal tersebut pentin
artinya untuk menghasilkan benih hibrida terutama untuk tanaman yang sekali
persilangan hanya menghasilkan satu atau sedikit biji.
2.4 Metode Sistem Mandul Jantan
Secara garis besar metode system mandul jantan yang dikembangkan
untuk produksi benih padi hybrid (F1) adalah
a. Cytoplasmic Genetic Male sterility (CMS)
b. Environment-sensitive Genik Male Sterility (EGMS)
c. Chemical Induced Male Sterility (CHA)
2.4.1.Cytoplasmic Genetic Male Sterility
Seperti penjelasan pada teori diatas sebelumnya bahwa mandul janan pada
CMS ini dikontrol oleh interaksi antara factor sterilitas sitoplasma inti gen (s).
telah diketahui bahwa sterilitas sitoplasma berada pada DNA mitokondria. Secara
umum CMS ini dibagi menjadi 3 galur yaitu galur A sebagai galur steril, galur B
sebagai galur perawat (maintance of sterility line), dan galur R sebagai galur
pemulih sterilitas. Galur A akan steril jika sitoplasma yang mengontrol sterilitas
mandul jantan ini steril (S) dan gen pemulih sterilitas yang ada pada inti sel juga
resesif (rf). Galur perawat atau pelestari atau biasa disebut galur B adalah
sitoplasma bersifat normal atau fertile (N) dan gen pemulih sterilitas dalam
kondisi resesif (rf) sehingga galur B ini disilangkan dengan galur A untuk
16
melestarikan galur A. Galur R adalah galur pemulih fertilitas yang mempunyai
sitoplasma N dan gen pemulih sterilitas yang dominan homozigot atau heterozigot
(Rf). Yang nantinya persilangan antara galur A dengan galur R mengasilkan
varietas Hybrid (F1).
2.4.2 Environment-sensitive Genic Male Sterility
Sistem,mandul jantan ini di kontrol oleh ekspresi inti gen yang
dipengaruhi oleh factor lingkungan seperti temperature, panjang hari
(fotoperioditas), maupun interaksi keduanya. Sistem mandul jantan ini pertama
kali diteliti pada tanaman papper oleh Martin dan Crawford pada tahun 1951
kemudian dikembangkan di tanaman yang berbeda. Bagaimanapun system ini
kemudian dieksplorasi dan dikomersialkan pada tanaman padi oleh peneliti
Pioneer yang ada di China.
Fenomena EGMS ini awalnya belum digunakan untuk komersialisasi
produksi benih hybrid. Tahun berikutnya Prof. Min Song Shi dari provinsi Hubei
Cina menemukan mutasi spontan dengan photoperiod-sensitive genik male
sterility (PGMS) terhadap padi. Penemuan ini sebagai alternatif lain karena
sebelumnya mengunakan CMS untuk produksi benih hybrid (Siddiq, 1999) Sejak
penemuan ini konsekuen dan kemudian didemonstrasikan bahwa penemuan ini
berpotensi untuk produksi benih hybrid secara komersial. Perlahan tapi pasti
penemuan ini mendapat tanggapan di seluruh dunia dan banyak peneliti peneliti
lain yang mengembangkan seperti penemuan temperature male sterility (TGMS),
interaksi photoperiod dan temperature (PTGMS) seperti di China, Jepang, India,
IRRI, dan Filiphina (Siddiq, 1999).
2.4.2(a) Photoperiod-sensitive Genik Male Sterility (PGMS)
Pembuatan male steril dengan perlakuan lama penyinaran diatas CSP
(Critical Sterility Point) yaitu lebih dari 12 jam pada 15-25 hari sebelum
pembungaan (heading). Ditemukannya EGMS pertama kali adalah photoperiod –
sensitive genik male sterility (PGMS) yang diterapkan pada padi golongan
japonica varietas Nongken 58 pada tahun 1973. Lalu pada tahun 1999 telah
17
ditemukan juga pada padi golongan japonica varietas Zhenong 1 S. Varietas itu
juga telah dikonfirmasi mandul jantan dengan perlakuan lama penyinaran 13.75
jam dan akan kembli fertile pada kondisi dibawah lama penyinaran 13.75. Pada
PGMS titik kritis waktu penyinaran adalah 13,75-14 jam dengan intensitas
penyinaran diatas 50 Lux, sedangkan pada TGMS titik kritis suhu udara adalah
23-29oC. Setiap galur/varietas biasanya memiliki titik kritis yang berbeda-beda,
baik suhu dan waktu penyinaran. Biasanya tiap-tiap galur akan diuji coba untuk
melihat galur mana yang sesuai dengan kondisi di daerah setempat. Untuk
mendapatkan galur-galur PGMS dan TGMS mereka mengeksplorasi plasma
nutfah yang dimiliki dan juga melakukan mutasi dengan radiasi sinar gamma.
Gen-gen yang mengatur PGMS dan TGMS juga telah diidentifikasi ternyata
dikendalikan oleh gen inti, sehingga upaya transfer gen baik dengan persilangan
atau rekayasa genetik bisa dilakukan. Pewarisan PGMS ini diberada pada satu
lokus dikontrol oleh gen Ps yang termsuk dalam gen minor. Sensivitas lama
penyinaran tergantung dari genotype setiap tanaman. Dari studi studi
sebelumnyajuga dijelaskan CSP (critical sterility point) pada setiap tanaman
berbeda beda. Tanaman aka mandul jantan apabila gen ps ini dalam keadaan
resesif homozigot dengan perlakuan sensivitas lama penyinaran diatas CSP maka
tanaman tersebut akan mandul jantan.
Ada juga tanaman mandul jantan yang sterilitasnya dipengaruhi oleh short
day artinya durasi terang kurang dari 12 jam CSP. Tipe itu disebut rPGMS
( reverse Photoperiod-sensitive Male Sterility). Artinya, berkebalikan dengan
yang sebenarnya. Anti PGMS akan steril pada saat ditanam di daerah dengan
waktu penyinaran pendek, dan fertil pada daerah dengan waktu penyinaran
panjang. Dengan sifat seperti itu produksi benih F1 hibrid bisa dilakukan di mana
saja dengan kondisi cuaca apa saja. Hal ini akan memberikan peluang produksi
benih padi F1 hibrid sebanyak-banyaknya. Sebagai contoh adalah padi golongan
japonica CSA. Padi CSA ini adalah contoh padi anti-PGMS dimana tanaman ini
akan steril pada kondisi lama penyinaran kurang dari 12 jam dan akan fertil jika
lama penyinaran lebih dari 12 jam (Zhang et al., 2012). Padi ini adalah padi
mutasi pada CSA (carbon starved anther) akibat radiasi yang mempengaruhi
18
transportasi dari sumber fotosintesis (source) menuju ke sink (anther) sehingga
mempengaruhi terhadap kematangan pollen. CSA sendiri adalah suatu protein
kinase yang bertugas untuk mentransportasikan hasil fotosintat ke sink (anther).
Jadi gen yang mengekspresikan CSA ini akan sensitive atau aktif bila dalam
keadaan terang atau diatas CSP dengan lama penyinaran lebih atau sama dengan
12 jam dan akan tidak aktif bila dalam keadaan gelap atau lama penyinaran
kurang dai 12 jam. Gen ini dapat diwariskan sehingga dimungkinkan untuk dibuat
galur anti-PGMS pada golongan atau galur padi lain dengan cara menyilangkan
atau transfer gen. Cara ini telah dibuktikan dan telah dilaporkan pada padi
Zhensan csa (indica) yang merupakan hasil persilangan antara Zhensan (indica)
dengan CSA Japonica (Zhang et al., 2012).
Dinegara 4 musim PGMS line dibuat pada pada musim panas untuk induksi
mandul jantan dan pemulihan fertilitas dilakukan pada musim gugur pada kondisi
temperature yang normal. Di China produksi benih hybrid dilakukan pada musim
panas dan penggandaannya sangat mudah dilakukan pada musim gugur. Tetapi
jika kondisi temperature rendah pada long day dan temperature tinggi pada short
day dapat menginduksi partial fertile (setengah fertile) disetiap galur (Virmani,
2003).
Teknologi ini merupakan terobosan teknologi untuk mengembangkan sayap
perusahaan benih Cina di daerah tropis, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan
lain-lain. Produksi galur A (galur steril) bisa dilakukan secara besar-besaran di
Cina pada saat musim dingin atau di tempat yang memang selalu mengalami
musim dingin (Cina bagina utara), sedangkan produksi benih hibridnya dilakukan
setiap saat di daerah tropis yang suhu lingkungannya jauh melebihi ambang batas
tanaman EGMS. Dengan teknik ini produksi benih tetap bisa dilakukan setiap
tahun. Keberadaan galur CMS tetap aman karena hanya bisa diproduksi di Cina
saja.
Super hybrid rice mengacu pada pengertian produksi padi yang dihasilkan
dari benih padi hibrida adalah sangat tinggi melebihi yang sudah ada. Di
Indonesia, padi inbreed yang sudah dilepas saat ini rata-rata produksinya sekitar
7-8 ton/ha GKG. Pada hibrida saat itu memiliki kemampuan (potensi hasil) 8-10
19
ton/ga GKG, bahkan ada yang mengklaim bisa menghasilkan 12-15 ton/ha GKG.
Namun pada kenyataan produksi yang dihasilkan tidak sebesar itu.
Perakitan padi hibrida super lainnya adalah dengan cara meningkatkan
heterositas dengan menyilangkan varietas yang berjarak genetik jauh. Upaya ini
sebetulnya sudah dilakukan pada saat periode I dan II, namun tentu saja pada
program padi hibrida super ini dikombinasikan dengan bioteknologi. Berbagai
gen-gen dari padi varietas liar dimasukkan ke dalam tetua padi hibrida untuk
mendongkrak produksi. Gen-gen C4 (dari tanaman Echinochloa crusgalli) untuk
meningkatkan efisiensi fotosintesis juga dimasukkan melalui teknologi rekayasa
genetika. Gen lain seperti Bt, cpc juga digunakan dalam program ini. MAS/MAB
juga tak luput digunakan dalam program ini. Pada tahun 2001 penanaman secara
luas padi hibrida super telah dilakukan dengan rata-rata hasil sekitar 13,5 ton/ha.
Tahun-tahun berikutnya diharapkan akan lebih besar(Prasetiyono, 2012).
2.7 Kerangka Berpikir
Benih padi hybrid diperoleh dari persilangan antara tetua galur murni yang
saling memiliki sifat unggul yang mempunyai keragaman berbeda. Padi
merupakan tanaman dioceous yaitu bunga jantan dan betina terletak pada satu
tanaman dan dalam satu bunga. Agar tidak terjadi selfing ketika sintesis benih
hybrid tentunya system mandul jantan mutlak diperlukan untuk meyilangkan
kedua tetua galur murni tersebut dan agar benih yang disilangkan benar benar
murni.
Ada beberapa metode untuk membuat galur mandul jantan (male sterility
line) diantaranya CMS (Cytoplsmic Genetic Male Sterility), EGMS (Environment-
sensitive Genic Male Sterility) , dan CHA (Chemical Induced Male Sterility).
CMS atau biasa disebut tree line hybrid rice adalah metode mandul jantan yang
menggunkan 3 galur dimana galur A adalah galur mandul jantan dan galur B
adalah galur pewaris yang digunakan untuk memperbanyak galur A sedangkan
galur R adalah galur pemulih sterilitas mandul jantan yang nantinya galur R
disilangkan dengan galur A yang akan menghasilkan benih hybrid (F1). EMGS
atau biasa disebut two line hybrid rice adalah metode dengan menggunkan
20
sensitivitas gen yang diakibatkan oleh factor lingkungan seperti temperature, lama
penyinaran, maupun interaksi keduanya sehingga tanaman akan bersifat mandul
jantan galur ini dibagi menjadi dua galur saja dimana galur A (EGMS line) atau
galur mandul jantan dan galur R adalah galur pemulih sterilitas. Sedangkan CHA
adalah induksi mandul jantan dengan bahan kimia sehingga nantinya didapatkan
tanaman mandul jantan.
Dari ketiga metode system mandul jantan tersebut metode EGMS dibagi
menjadi TGMS, PGMS dan PTGMS. Dari ketiga metode PGMS yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan tanaman mandul jantan yang nantinya didapatkan
galur mandul jantan atau (PGMS line). PGMS adalah metode sintesis mandul
jantan yang disebabkan oleh gen yang bermutasi secara resesif (male steril)
terhadap sensitive lama penyinaran diatas 13 jam CSP (Critical Sterility Point)
pada saat 15-25 hari sebelum pembungaan.
Metode ini sukses dilakukan pada padi golongan Japonica dan pada
golongan Indica metode TGMS ini lebih dominan. Padi tipe baru merupakan padi
persilangan antara kedua golongan tersebut. Dari beberapa golongan padi
manakah yang dapat menghasilkan tanaman mandul jantan. Pengaplikasian lama
penyinaran diatas 13 jam CSP untuk mendapatkan tanaman mandul jantan pada
saat 15-25 hari sebelum pembungaan (heading). Dari pengaplikasin tersebut
apakah mempengaruhi terhadap sterilitas bunga jantan.
21
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditarik suatu hipotesis sebagai barikut:
H 0: Tidak terdapat varietas atau tanaman yang didapatkan tanaman steril
dengan lama penyinaran 14 jam.
H 1: Terdapat arietas atau tanaman yang didapatkan tanaman steril dengan
lama penyinaran 14 jam.
H 0: Tidak terdapat pengaruh pada stadia umur berapakah sebelum
pembungaan sehingga didapatkan tanaman male sterile.
H 1: Terdapat pengaruh pada stadia umur berapakah sebelum pembungaan
sehingga didapatkan tanaman male sterile
H 0: Tidak ada pengaruh dari interaksi terhadap sterilitas bunga jantan.
H 1: Terdapat pengaruh interaksi terhadap sterilitas bunga jantan.