114025581 laporan pendahuluan otk korosi
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
LABORATORIUM UNIT PROSES
KOROSI
Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. M. Ismansyah Putra 03111003009
2. Liliana Comeriorensi 03111003061
3. Yolanda Febrina 03111003072
4. Andre Tiofami 03111003073
5. Anissa Nurul Badriyah 03111003075
6. Uwu Holifah Ana Fatlullah 03111003103
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi merupakan proses dimana berubahnya keadaan logam dari bersih
(licin) menjadi berkarat karena adanya proses oksidasi dan reduksi. Terjadinya
korosi disebabkan karena beberapa faktor, terutama karena faktor lingkungan
yang bersifat asam maupun basa.
Pada Industri Kimia masalah korosi dan pengendaliannya adalah spesifik,
bahkan kadang-kadang unik. Sifat permasalahannya memerlukan pendekatan
secara multi disiplin. Satu hal yang menonjol ialah masalah korosi dan
pengendaliannya terkait erat dengan proses dan operasi pabrik. Penerapan suatu
metode proteksi memerlukan sekaligus penguasaan dan pemahaman yang
mendalam baik aspek proses dan operasi pabrik maupun aspek proteksi itu
sendiri. Oleh sebab itu pengendalian korosi dalam Industri Kimia, disamping
memerlukan corrosion engineer yang juga chemical engineer yang memahami
konsep dasar proses korosi., proses dan operasi pabrik serta keterampilan aplikasi
pengendalian korosi, mebutuhkan koordinasi yang baik. Tanpa koordinasi,
efisiensi akan rendah dan ini justru memperbesar corrosion cost.
Korosi adalah proses alamiah yang berlangsung sendiri. Oleh karena itu
tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Apa yang bisa diusahakan
hanyalah mengendalikan atau memperlambat proses pengrusakan tersebut
sehingga alat (peralatan pabrik) yang terserang dapat berfungsi lebih lama.
Pengendalian korosi yang tepat dapat memperpanjang usia pakai peralatan yang
bersangkutan. Terdapat 3 sasaran yang diambil dalam keputusan melaksanakan
pengendalian korosi, yaitu:
1) Keselamatan, keselamatan peralatan pabrik secara keseluruhan dan
keselamatan manusia yang terlibat dalam operasinya.
2) Memperkecil kerugian ekonomi.
3) Mencegah kerusakan lingkungan, baik dalam waktu dekat maupun dalam
jangka panjang.
1.2. Permasalahan
1) Bagaimana laju korosi pada logam besi, aluminium dan tembaga yang telah
mengalami perlakuan, yaitu digores, dipukul, atau tidak mengalami perlakuan,
bila dimasukkan dalam media asam, basa, ataupun netral.
2) Bagaimana pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3) Bagaimana cara menghitung laju atau laju korosi.
1.3. Tujuan
1) Mengetahui laju korosi pada logam besi, aluminium dan tembaga yang telah
mengalami perlakuan, yaitu digores, dipukul, atau tidak mengalami perlakuan,
bila dimasukkan dalam media asam, basa, ataupun netral.
2) Mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3) Mengetahui cara menghitung laju atau laju korosi.
1.4. Manfaat
1) Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi laju korosi.
2) Dapat mengetahui hubungan antara laju korosi dengan luas permukaan.
3) Dapat mengetahui hubungan antara waktu dan media terjadinya korosi.
4) Dapat melakukan pengendalian korosi terhadap material logam yang diuji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korosi
Korosi secara umum didefinisikan sebagai kerusakan logam yang terjadi
melalui suatu reaksi kimia maupun reaksi elektrokimia saat dikontakkan dengan
medium air (H2O) atau gas (udara). Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi
laju korosi adalah :
1) Stagnasi medium, saat medium diperbaharui terdapat suplai elemen yang
kontinyu yang menyebabkan korosi.
2) Agitasi (kondisi statis medium), agitasi membubarkan produk korosi sehingga
tidak ada proteksi fisik pada logam karena lekatnya produk-produk ini. Kondisi
statis selain itu menyokong formasi endapan-endapan protektif.
3) Heterogenasi logam, heterogenasi logam disini termasuk kondisi permukaan
dan komposisi kimia permukaan jiga mediumnya yaitu pengaruh Ph, tingkat
oksigen yag terlarut dan sebagainya.
4) Temperatur, temperatur yang tinggi dapat mempercepat laju korosi. Laju
korosi dapat dievaluasi dengan cara berikut ini: berat logam yang hilang per
unit waktu dan luas permukaan, penetrasi pitting corrosion (mm/waktu), teknik
elektrokimia.
Perkaratan besi memerlukan oksigen dengan air. Besi yang terbenam dalam
minyak tidak akan berkarat karena tidak ada oksigen dan air. Besi yang disimpan
dalam ruangan sering lebih lambat berkarat daripada ruangan yang lembab. Faktor
faktor lain yang dapat mempercepat perkaratan ialah pH larutan adanya suatu
garam, kontak dengan logam lain yang memiliki potensial elektroda lebih besar,
dan keadaan logam itu sendiri. Proses perkaratan besi merupakan suatu sel
elektroda kimia. Bagian tertentu pada permukaan besi itu berlaku sebagai anoda,
dimana terjadi rekasi oksidasi:
Fe(s) Fe2+(aq) + 2e Eo = 0,44 volt …(1)
Elektron yang dihasilkan dialirkan pada bagian dari besi itu yang berlaku
sebagia katoda. Pada bagian itu oksigen mengalami reduksi:
O2 (g) + 2H2O 4OH- (aq) …(2)
atau
O2(g) + 4H+(aq) + 4e 2H2O(l) Eo = 1,23 volt …(3)
2.2. Klasifikasi Korosi
Korosi dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Salah satu metode dalam
pembagian korosi adalah korosi oksidasi dan korosi elektro kimia. Pembagian lain
dari klasifikasi korosi adalah korosi temperatur rendah dan korosi temperatur
tingi. Adapun pembagian yang sering digunakan adalah wet corosion and dry
corrosion.
2.2.1.Korosi Oksidasi dan Korosi Elektrokimia
Pada umumnya proses pengkaratan terdiri dari proses elektrokimia, yang
mekanismenya sama dengan yang terjadi di dalam baterai lampu senter. Baterai
terdiri dari elektroda yang terbuat dari mangkuk yang terbuat dari seng dan
elektroda karbon. Kedua elektroda tersebut dipisahkan oleh elektrolit yang terdiri
dari larutan amonium klorida (NH4Cl). Kalau elektroda karbon dihubungkan
dengan elektroda mangkuk seng melalui sebuah bola lampu, maka bola lampu
tersebut akan menyala karena terjadinya arus listrik yang mengalir dari katoda ke
anoda melalui elektrolit NH4Cl Pada mangkuk seng terjadi reaksi oksidasi.
Zn Zn+ + + 2e (reaksi anoda) …(4)
2H+ + 2e H2 gas (reaksi katoda) …(5)
Akibat oksidasi tersebut, metal Zn diubah menjadi ion Zn yang terhidrasi
Zn2+ nH2O. Semakin besar arus yang terjadi, semakin banyak metal Zn yang
menjadi ion sehinga metal seng kehilangan masa atau dengan kata lain berkarat.
Berat metal yang bereaksi, sesuai dengan hukum Faraday, dinyatakan dalam
persaman di bawah ini.
Berat metal yang bereaksi = kIt …(6)
Dimana:
I = arus dalam ampere
K= konstanta = 3.39 x 10-4 g/C
t = waktu dalam detik
Karena serangan karat tersebut, mangkuk seng akan berlubang
(perforated) hanya dalam beberapa jam saja, namun apabila kabel penghubung
dilepas, arus listrik terputus, umur mangkuk seng dapat bertahun-tahun. Karena
dengan kondisi tidak tersambung (open circuit) tersebut, proses pengkaratan seng
menjadi sangat lambat, yang umumnya disebabkan oleh kotor, seperti besi yang
tertanam di dalam permukan seng. Kotoran tersebut bekerja sebagai katoda
terhadap seng yang bersifat anodik, sehinga terjadi aliran elektron dari anoda ke
katoda dan menyebabkan karat di daerah anoda. Bentuk karat elektro kimiawi
yang paling sering ditemukan adalah proses elektrokimia dari oksida metal.
Oksidasi adalah terlepasnya elektron dari suatu atom, misal terlepasnya elektron
dari atom seng.
Zn Zn2+ + 2e …(7)
Suatu potensial tertentu yang dikandung setiap metal yang bertendensi
untuk berkarat atau teroksidasi disebut potensial elektroda. Potensial ini
bergantung pada kondisi metal dan kondisi larutan penghantar. Potensial elektroda
didapatkan dengan mengukur selisih tegangan listrik antara metal yang diukur
dengan elektroda hidrogen standar apabila keduanya dimasukan ke dalam larutan
penghantar. Zat hidrogen masuk ke dalam larutan penghantar melalui reaksi
sebagai berikut:
H2 2H+ + 2e …(8)
Apabila elektroda seng dihubungkan dengan potensiometer, tercatat bahwa
potensial elektroda hidrogen lebih tingi 0.76 volt dibanding potensial elektroda
seng.
2.2.2.Korosi Suhu Rendah dan Suhu Tingi
Pada umumnya logam-logam pada suhu tingi sangat mudah rusak, karena
adanya reaksi yang yang cepat dengan oksigen dari udara. Kecuali logam mulia
yang mempunyai daya affiniteit yang sangat rendah terhadap oksigen, sehinga
terbentuk lapisan oksida yang sangat tipis. Apabila dipanaskan maka oksida
tersebut akan terurai kembali. Sebagai contoh perak, di atas 1800C tidak akan
terbentuk oksida lagi, juga paladium pada 4500C terjadi hal yang sama. Wolfram
yang dipanaskan di udara maka tidak menunjukan perubahan warna yang nyata,
hanya beratnya bisa berkurang karena terjadinya penguapan dari oksida yang
terjadi.
Pada logam-logam ringan kecuali alumunium, oksidanya tidak membentuk
lapisan yang cukup kedap (tidak dapat embus air), hinga pada suhu tingi akan
lebih mudah teroksidasi, sambil memancarkan cahaya (magnesium). Pada besi
sebenarnya terjadi lapisan oksida yang merata dan kedap, tapi sering retak karena
molekul oksida besi lebih besar dari besinya dan timbul dorongan sesamanya, dan
oksigen dapat berdifusi lagi ke dalamnya, sehinga proses oksidasi dapat
berlangsung lagi. Faktor penentuan terjadinya proses ini adalah suhu dan waktu,
maka semakin tingi suhu maka kecepatan oksidasi juga meningkat dengan cepat.
Meskipun oksidasi umumnya mengacu pada reaksi menghasilkan elektron, istilah
ini juga digunakan untuk menunjukan reaksi yang terjadi antara logam dan udara
(oksigen) di dalam lingkungan air atau fase berair. Scaling, tarnishing, dry
corosion kadang-kadang digunakan untuk mengambarkan fenomena ini. Karena
hampir setiap logam dan paduan logam akan bereaksi dengan udara pada suhu
tingi, maka ketahanan oksidasi harus diperhatikan dalam aplikasi metalurgi
teknik. Karena peningkatan suhu ini, oksidasi logam juga meningkat. Seperti
dalam aplikasi untuk turbin gas, mesin roket dan suhu tingi system petrokimia.
Korosi di kilang Petrokimia dapat diklasifikasikan menjadi korosi suhu
rendah, diangap terjadi di bawah suhu 2600C (5000F). Korosi suhu rendah ini
mengharuskan adanya air sebagai elektrolitnya. Sedangkan korosi suhu tingi
terjadi berkisar diatas 2600C (5000F). Air tidak diperlukan dalam korosi ni karena
korosi terjadi oleh reaksi langsung antara logam dengan lingkunganya. Karat suhu
tingi yang terjadi pada sudu-sudu pertama dari turbin gas bekerja di bawah suhu
antara 6500C atau di bawah 7000C. Sudu-sudu tersebut mengalami serangan
oksidasi yang sangat cepat (acelerated oxiadation).
2.2.3.Wet Corosion dan Dry Corosion
Korosi adalah reaksi kimia antara logam dan lingkunganya yang berakibat
mengalirnya arus listrik. Lingkungan yang dimaksud adalah lingungan yang
berair, tetapi ini tidak berarti bahwa korosi tidak terjadi bila air tidak ada. Banyak
reaksi korosi dapat berlangsung di lingkungan yang dikatakan kering. Selain itu
ingat bahwa korosi dapat erjadi di udara karena kandungan uap air, serta bahan-
bahan ionik cukup untuk menyebabkan korosi seperti bila logam direndam dalam
air. Keberadan air dan bahan ionik saling menunjang: arus hanya dapat diangkut
melalui air oleh ion-ion bebas, sementara air menyebabkan terurainya padatan
ionik menjadi on-ion bebas yang dibutuhkan. Sebagai contoh untuk menunjukan
bahwa arus listrik mengalir dalam larutan hanya bila larutan itu mengandung ion-
ion, misalnya larutan natrium klorida berpelarut air, seandainya ion-ion tidak ada,
seperti pada spiritus putih, atau hanya sedikit sekali pada air murni, aliran arus
tidak ada dan karena itu aliran listrik tidak terbentuk.
Wet corosion terjadi ketika ada fasa cair yang terlibat dalam proses korosi.
Korosi ini biasanya melibatkan larutan berair atau elektrolit. Contoh yang sering
dijumpai adalah korosi besi karena berada dilngkungan berair. Dry corosion
terjadi karena tidak adanya fasa cair atau fasa diatas tik embun dari lingkungan.
Penyebab dari korosi ni adalah uap air dan gas- gas yang ada di lingkungan
sekitarnya. Korosi ini paling sering dikaitkan dengan suhu yang tinggi. Sebagai
contoh serangan korosi pada baja akibat dimasukan di dalam tungku pembakaran.
2.3. Morfologi Korosi
2.3.1.Korosi Permukaan Yang Merata atau Menyeluruh (Uniform/ General
Corrosion)
Korosi jenis ini ditandai oleh proses elektrokimia yang berlangsung secara
merata di seluruh permukaan bahan. Logam yang mengalami kerusakan lambat
laun menjadi tipis dan akhirnya tidak dapat berfungsi sebagai konstruksi alat
(peralatan proses).
2.2.2. Korosi Permukaan Yang Terlokalisir/ Setempat (Localized Corrosion)
1. Pitting Corrosion
Pitting corrosion adalah bentuk perusakan lokal yang terjadi karena pada
posisi tertentu dipermukaan bahan, laju pelarutan jauh melebihi daerah lain
disekitarnya. Pitting dimulai oleh absoprsi anion, pada tempat kedudukan dimana
terdapat cacat. Cacat ini dapat berupa guratan, dislokasi, cacat struktur atau
perbedaan komposisi bahan. Ion Klorida mampu memeprcepat perlarutan atom-
atom bahan logam yang kemungkinan terbentuk pit.
2. Stray Current Corrosion
Stray current corrosion adalah suatu bentuk korosi yang disebabkan oleh
sumber arus yang berada di laur sistem. Korosi ini dapat menyebabkan sebagian
konstruksi logam yang terbenam di dalam tanah berair habis tanpa diketahui.
3. Korosi Galvanik (Bimetal Corrosion)
Korosi galvanik atau bimental corrosion adalah suatu bentuk korosi yang
terjadi bila 2 (dua) logam yang tidak sama berhubungan secara elektrik dan berada
dalam lingkungan yang korosif. Pada keadaan demikian terbentuk beda potensial
yang menyebabkan mengalirnya elektron atau timbul arus listrik, sehingga logam
mudah terkorosi menjadi anodik dan logam yang lebih tahan korosi menjadi
katodik.
4. Crevice Corrosion
Crevice corrosion adalah bentuk khusus dari pitting corrosion. Beberapa
tahun yang lalu masih dianggap bahwa bentuk ini disebabkan karena perbedaan
konsentrasi ion logam dan konsentrasi antara celah dan daerah sekitarnya.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa memang ada perbedaan konsentrasi
saat berlangsungnya korosi, namun hal ini bukan penyebab utama. Faktor lain
yang dominan adalah migrasi ion-ion tertentu (terutama klorida), ke dalam celah
untuk keseimbangan muatan. Hal ini disebabkan oleh kelebihan muatan positif
karena pelarutan logam di dalam celah.
5. Korosi Selektif (Selective Corrosion)
Korosi selektif adalah korosi dalam bentuk pemisahan selektif dari satu atau
lebih komponen dari paduan logam. Sebagai hasilnya akan tertinggal logam yang
lebih mulia berupa kerangka struktur semula yang berongga. Contoh
dezincification pada paduan kuningan (alloy tembaga), dimana seng terkorosi
dengan meninggalkan rongga berpori yang terdiri dari tembaga dan unsur
paduannya.
6. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Korosi erosi adalah gejala percapatan laju korosi oleh erosi atau gerakan
relatif antara lingkungan korosif dan permukaan logam. Gerakan ini biasanya
sangat cepat dan dapat menyebabkan terjadinya keausan atau abrasi.
7. Kavitasi (Cavitation Demage)
Cavitation demage adalah suatu bentuk khusus dari korosi erosi yang
disebabkan oleh terbentuk dan pecahnya gelembung-gelembung uap dalam cairan
dan dipermukaan logam. Kerusakan seperti ini sering terjadi pada turbin, impeller
pompa dan pada permukaan dimana terdapat laju alir yang tinggi dan perubahan
tekanan.
8. Fretting Corrosion
Fretting corrosion adalah gejala korosi yang terjadi pada permukaan
bahan yang berkontak kerana vibrasi atau slip. Bantuk ini disebut juga sebagai
friction oxidation, chating, wear oxidation atau falsibrinelling. Korosi ini tampak
sebagai pit atau alur di permukaan logam yang dikelilingi oleh produk korosi.
Korosi jenis ini adalah bentuk khusus dari korosi erosi yang terjadi di atmosfer.
9. Korosi Antar Butir (Intergranular Corrosion)
Korosi antar butir sering terjadi baja tahan karat sebagai akibat dari proses
heat treatment atau pengelasan. Dalam keadaan tertentu bidang antarmuka butiran
menjadi reaktif sehingga terjadi korosi lokal disekitar batas butir. Reaktifitas yang
tinggi pada batas butir dapat disebabkan oleh sebagai berikut: adanya unusr-unsur
pengotor, pengkayaan (enrichment) salah satu unsur pemadu, pengurangan unsur-
unsur tersebut pada daerah batas butir.
10. Cracking
Bahan konstruksi logam yang mengalami kerusakan dalam bentuk retak
atau patah, umumnya dapat dilihat dengan jelas secara visual. Tetapi untuk
mengetahui tipe kerusakan ini secara lebih mendetil diperlukan pengkajian
mikrokopis.
1) Kelebihan Beban (Overload), cracking dapat terjadi karena beban menanggung
beban yang melebihi tensile strength. Kerusakan dapat berupa patah ulet atau
patah getas tergantung kekerasan bahan dan temperature operasi.
2) Korosi Lelah (Fatigue Corrosion), korosi lelah didefinisikan sebagai
berkurangnya daya tahan logam terhadap kelelahan dalam media korosif.
Korosi lelah sering dijumpai pada keadaan dimana terjadi pitting. Pit yang
terbentuk merupakan stress raisers dan titik awal dimana retakan dimulai.
3) Hydrogen Damage, kerusakan karena hidrogen adalah istilah umum yang
menyatakan kerusakan mekanis suatu logam yang disebabkan oleh hidrogen.
Kerusakan karena hidrogen dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tipe,
yaitu: Hydrogen Blistering, Hydrosgen Embrittlement, Decarbonization,
Hydrogen Attack
4) Stress Corrosion Cracking, didefinisikan sebagai kegagalan spontan suatu
logam karena retak dan patah karena pengaruh gabungan antara tegangan tarik
dan korosi.
2.4. Corrosion Cost
Berdasarkan kerugian yang ditimbulkan oleh korosi (corrosion cost) dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Kerugian Langsung (Direct Cost)
Kerugian langsung akibat korosi ini adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penggantian peralatan yang rusak karena korosi, sehingga tidak dapat digunakan
lagi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerugian akibat krosi diberbagai
negara adalah kira-kira 5 % dari GNP.
2. Kerugian Tidak Langsung (Indirect Cost)
Kerugian tidak langsung adalah biaya yang timbul karena adanya
gangguan operasi yang disebabkannya, anatara lain yaitu:
1) Terhentinya operasi pabrik.
2) Kontaminasi produk.
3) Ancaman terhadap keselamatan.
4) Biaya perawatan ekstra.
5) Biaya operasional ekstra.
2.5. Kinetika dan Termodinamika
Untuk menjelaskan peristiwa korosi terutama korosi dalam larutan
elektrolit, maka kita harus mengetahui terori elektrokimia sebagai dasarnya.
Besarnya perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut:
G = - n F E …(4)
Dimana:
G = Perubahan energi bebas
n = Jumlah elektron yang terlihat dalam reaksi
F = Konstanta Faraday
E = Potensial sel
Untuk menghitung harga E dari suatu reaksi eletrokimia digunakan persamaan
Nernst, yaitu:
E = …(5)
Persamaan ini diturunkan dari penggabungan persamaan G = Go + R T ln Kc
dan hubungan Go = - n F Eo dan G = - n F E.
Dimana:
Go = Perubahan energi bebas pada keadaan standar
Eo = Potensial sel standar
R = Konstanta gas ideal
T = Temperature
Jadi perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia (korosi) dapat
dihitung dari potensial sel reaksi. Harga absolut potensial ini tidak dapat diukur.
Potensial itu dibandingkan terhadap suatu sistem lain sebagai reference. Didalam
parktek yang digunakan sebagai pembanding tersebut adalah sistem H+/ H2 yang
pada kondisi standar Eo H+/ H2 adalah 0 eV.
2.6. Satuan Laju Korosi
Laju korosi biasanya dinyatakan dengan 2 (dua) cara, yaitu: berdasarkan ke
dalaman penetrasi dan berdasarkan jumlah berat yang hilang. Bebarapa besaran
laju korosi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1) IPY = Penetrasi dalam satuan in. per year
2) MPY = Penetrasi dalam satuan mil per year
3) IPM = Penetrasi dalam satuan in. per mounth
4) MMPY = Pnentrasi dalam satuan milimeter per year
5) GMD = Gram per meter squere per day
6) MDD = Miligram per desimeter squere per day
Satuan ini menyatakan besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam
tanpa mengikuti sertakan produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau
yang sudah terlarut.
2.7. Teknik Pengendalian Korosi
Proses korosi dapat dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi
(anoda) atau reaksi reduksi (katoda) atau dengan mencegah kontak langsung
antara lingkungan dengan bahan konstruksi logam yang bersangkutan. Pada
dasarnya kalau di dalam sistem tidak terjadi perpindahan elektron, proses
elektrokimia tidak akan berlangsung.
Bertolak dari kenyataan itu, teknik-teknik pengendalian korosi yang dikenal
dikelompokkan secara sederhana menjadi 5 (lima) kelompok, sebagai berikut:
1. Proteksi Katodik
Pada diagram sistem korosi terlihat bahwa laju korosi mendekati nol apabila
poetnsial sistem bergeser ke arah negatif mendekati Eo logam M. untuk mencapai
keadaan itu kepada struktur konstruksi yang akan dilindungi harus disuplai arus
tandingan sebesar Iapp dari suatu sumber arus searah. Teknik ini dikenal dengan
teknik arus tandingan atau impressed current. Pada teknik arus tandingan
digunakan rectifier yang merubah arus bolak-balik menjadi searah, sebagai
sumber arus searah.
2. Proteksi Anodik
Proteksi anodik adalah kebalikan dari protensi katodik. Teknik ini hnaya
bisa diterapkan pada bahan konstruksi yang mempunyai sifat pasif.
3. Inhibisi
Laju reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh adanya senyawa lain, meskipun
senyawa itu hanya terdapat dalamjumlah yang kecil. Karena proses korosi adalah
reaksi kimia, maka hal ini berlaku untuk sistem konstruksi logam dan
lingkungannya. Senyawa-senyawa kimia tertentu secara spesifik dapat teradsopsi
di permukaan struktur logam, dimana proses korosi berlangsung dan
berinterferensi baik dengan reaksi anodik maupun reaksi katodik. Interferensi
tersebut menyebabkan reaksi anodik dan katodik terhambat, sehingga secara
keseluruhan proses korosi juga terhambat. Senyawa yang mempunyai kemampuan
seperti ini disebut inhibitor korosi, yang digunakan sebagai pengedali korosi.
Teknik pengendalian seperti ini dikenal sebagai teknik inhibisi.
4. Pengendalian Lingkungan
Proses korosi dapat dipandang sebagai serangan komponen-komponen
senyawa kimia yang terkandung di dalam lingkungan terhadap konstruksi logam
yang bersangkutan. Oleh sebab itu agresifitas lingkungan berhubungan dengan
jumlah dan jenis komponen yang terkandung didalamnya. Semakin banyak
komponen agresif, maka semakin tinggi laju korosi atau sebaliknya. Dengan
gambaran seperti itu proses korosi dapat dikenalikan dengan jalan mengurangi
jumlah komponen agresif di dalam lingkungan. Beberapa cara yang dilakukan,
antara lain:
1) Mengeluarkan oksigen dari sistem.
2) Menambahkan bahan yang dapat mengikat komponen agresif ke dalam sistem.
3) Mengedalikan pH agar berada dalam selang harga yang aman.
5. Pelapisan Permukaan
Pada permukaan konstruksi dilapisi dengan bahan lain yang mempunyai
sifat kedap terhadap penetrasi senyawa kimia dan mempunyai daya hantar listrik
sangat rendah. Bahan yang dapat digunakan sebagai lapisan pelindung eksternal
beraneka ragam. Namu secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi beberapa
macam, yaitu:
1) Lapisan Lindung Logam
2) Polimer atau Plastik
3) Elastomer
4) Lapisan Lindung Organik
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1.Alat
1) aqua gelas bekas ( 9 cangkir )
2) logam : paku besi (9 buah) dan seng 4 X 4 cm (3 buah)
3) amplas kasar dan halus
4) baterai ukuran AA (3 buah)
5) kabel biasa satu meter
6) palu
3.1.2. Bahan
1) Larutan NaOH 1 N
2) Larutan HCl 1 N
3) Air ledeng
3.2. Prosedur Percobaan
1) Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian
celup kedalam HCl.
2) Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.
3) Rangkai logam yang telah dibersihkan.
4) Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, NaOH 1 N, air
ledeng) dengan volume yang memadai untukk pengujian.
5) Masukkan logam yang telah dirangkai dengan baterei kedalam cawan yang
telah berisi larutan.
6) Masukkan logam pembanding (paku besidan gabungan paku besi dan seng)
dalam cawan yang berbeda dengan larutan yang sama. Perlu dingat bahwa
logam pembanding ini sama dengan logam yang dirangkai dan dicelup pada
waktu bersamaan.
7) Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan fenomena yang terjadi
pada logam (3 x 24 jam).
8) Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang telah ditentukan.
9) Bersihkan logam dari produk kororsi (oksida) dengan cara diamplas dan dicuci
dengan air ledeng, kemudian keringkan.
10) Timbang lagi berat benda setelah dibersihkan.