didanel.files.wordpress.com file · web viewskeptisisme berasal dari bahasa yunani “skeptesthai

25
MAKALAH LOGIKA SAINTIFIK SKEPTISISME Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi 2J1 Yang di pimpin oleh : Drs. Masduqi Affandi, M. Pd. I Disusun oleh : Ni’matul Qulub (B0210070) FAKULTAS DAKWAH PRODI PSIKOLOGI

Upload: hoangcong

Post on 01-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

MAKALAH LOGIKA SAINTIFIK

SKEPTISISME

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Psikologi 2J1

Yang di pimpin oleh :

Drs. Masduqi Affandi, M. Pd. I

Disusun oleh :

Ni’matul Qulub (B0210070)

FAKULTAS DAKWAH

PRODI PSIKOLOGI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA TAHUN 2011- 2012

Page 2: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Syukur dan puji yang tidak terhingga kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

dengan kemurahan – Nya jua, dapatlah kami menyerahkan makalah ini.

Maksud saya yang terutama dalam menyerahkan makalah ini ialah untuk bahan

pegangan atau tambahan literatur bagi para mahasiswa dan masyarakat. Pada masa sekarang

ini amatlah terasa banyak sumber – sumber yang bisa menjadi pelajaran. Akan tetapi banyak

yang salah mempergunakannya.

Terima kasih yang sebanyak – banyaknya dan mudah – mudahan Allah SWT tetap

memberikan taufiq dan hidayah kepada kita sekalian, Amin....

Wassalam,

Penulis

Page 3: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................

Daftar Isi..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................

a) Pengertian Skeptisisme.............................................................................

b) Munculnya skeptisisme..............................................................................

c) Jenis-jenis skeptisisme...............................................................................

d) Teori-teori skeptisisme...............................................................................

e) Hubungan skeptisisme dengan ilmu...........................................................

BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP......................................................................

Daftar Pustaka.........................................................................................................

Page 4: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Kelekatan tanpa syarat antara pikiran dan kenyataan, dan hal itu tentu saja perlu

ditekankan. Adanya pengetahuan merupakan suatu hal yang pokok dan tak dapat

direduksikan. Pikiran ada, dan adanya pikiran merupakan kesaksian bagi dirinya sendiri

mengenai keterbukaannya terhadap ada. Tidak ada keraguan atau penyangkalan terhadap

keterbukaan ini yang dapat dipertahankan.

Menurut seorang skeptik absolut, pikiran manusia tidak dapat mencapai kebenaran

objektif. Sebab justru usahanya untuk menyatakan keyakinannya sendiri melibatkan

penyangkalan terhadap keyakinannya itu.

2. Rumusan masalah

a. Apa pengertian skeptisisme ?

b. Bagaimana munculnya skeptisisme ?

c. Apa jenis-jenis skeptisisme ?

d. Apa teari-teori skeptisisme ?

e. Apa hubungannya skeptisisme dengan ilmu ?

3. Tujuan

Dalam pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan segala sesuatu yang

berhubungan dengan skeptisisme.

Page 5: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Skeptisisme

Skeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai” yang berarti menguji,

menyelidiki, mempertimbangkan. Ia merupakan pandangan filosofis yang mengatakan

bahwa mustahil bagi manusia untuk mengetahui segala sesuatu secara absolut. Kaum

skeptis selalu meragukan setiap klaim pengetahuan, karena memiliki sikap tidak puas dan

masih mencari kebenaran. Sikap tersebut didorong oleh menyebarnya rasa

ketidaksepakatan yang tiada akhir terhadap sebuah isu fundamental. Jadi skeptisisme

sangat erat kaitannya dengan sikap keragu-raguan terhadap segala sesuatu.[1]

Istilah “skeptisisme” berasal dari kata yunani yaitu skeptomai yang secara harfiah

pertama-tama berarti “saya meragukan.” Para filsuf Yunani Kuno di buat bertanya-tanya

oleh adanya beberapa gejalah pengalaman keindraan, seperti ilusi, mimpi, halusinasi yang

kadang sulit dibedakan dari persepsi keindraan kita yang “normal” terhadap benda-benda

fisik.[2]

Sejak zaman klasik hingga sekarang, para skeptis telah mengembangkan argumen

untuk meruntuhkan pendapat para filosuf dogmatis, scientist, dan para teolog. Di zaman

klasik misalnya, kaum skeptis menentang klaim pengetahuan Platonisme,

Aristotelianisme, dan Stoikisme. Di era renaissance, mereka menentang Scholasticism dan

Calvinism. Setelah zaman Descartes, skeptisisme menyerang Cartesianism. Pada era

berikutnya, serangan skeptisisme ditujukan pada Kantianisme dan Hegelianisme. Pada

abad pencerahan, skeptisisme diartikan menjadi sebuah sikap ketidakpercayaan –

khususnya dalam masalah agama–, yang pada gilirannya, kaum skeptis disamakan dengan

ateis.[3]

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skeptisisme merupakan

penalaran pikiran yang tidak bisa nyata dalam imajinasi kita hanya bisa di lihat dari

mimpi, halusinasi kesadaran kita, dll.

2. Munculnya skeptisisme

Dalam sejarah, Skeptisisme mengambil banyak bentuk dan warna. Mereka berbeda-

beda, baik dalam tema, lingkup maupun bobot keraguannya. Mengenai tema, pada zaman

1

Page 6: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

Yunani Kuno sudah di kenal kelompok akademisi dan kelompok Pyrrhonian. Kelompok

yang pertama, dengan tokohnya seperti Arcesilaus ( 315-241 ) dan Carneades ( 214-129 ),

mengajarkan bahwa tidak ada pernyataan yang pasti mengenai apa yang sedang terjadi

selain apa yang secara langsung dialami. Ke,lompok yang kedua yang dipelopori oleh

Poleh Pyrrho dari Elis ( 360-270 ) dan kemudian diteruskan pada zaman Romawi oleh

Sextus Empiricus ( sekitar tahun 250 Masehi ) tidak menyangkal bahwa pengetahuan

mengenai apa yang tidak secara langsung dialami, dan mengenai apa yang tidak langsung

jelas dengan sendirinya, itu mungkin. Yang mereka ajarkan adalah perlunya

menangguhkan penilaian dan putusan kita terhadap ajaran tentang hakikat kenyataan.

Menurut mereka kita lebih baik hidup menurut apa yang tampak saja dan berusaha

memelihara ketenangan pikiran.[4]

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skeptisisme dalam

sejarahnya merupakan imajinasi seorang ilmuan yang merupakan ide-ide yang logis dalam

pemikirannya itu sendiri.

3. Jenis-jenis skeptisisme

Sekeptisisme hanya dibedakan berdasarkan tema keraguannya, tetapi juga

berdasarkan lingkup bidang yang diragugannya. Biasa dibedakan antara skeptisisme

mutlak/skeptisisme universal dan skeptisisme nisbi/skeptisisme partikular. Skeptisisme

mutlak atau universal secara mutlak mengingkari kemungkinan manusia untuk tahu dan

untuk memberi dasar pembenaran baginya.

Jenis skeptisisme yang mengingkari sama sekali kemampuan manusia untuk tahu dan

meragukan semua jenis pengetahuan macam-macam ini dalam praktek jarang diikuti

orang,sebab dalam kenyataan mustahil untuk dihayati. Bahkan, kaum skeptik di zaman

Yunani Kuno di atas yang kadang disebut sebagai penganut skeptisisme mutlak, rupanya

masih mengecualikan proposisi mengenai apa yang tampak atau langsung dialami dari

lingkup hal yang diragukan.

Skeptisisme mutlak dalam praktek jarang diikuti orang karena memang merupakan

suatu posisi yang sulit dipertahankan. Posisi ini secara eksistensial bersifat kontradiktif

dan berlawanan dengan fakta yang eviden ( langsung tampak jelas dengan sendirinya ).

Pmengapa secara eksistensial bersifat kontradiktif ? karena, seperti yang sudah

ditunjukkan oleh Sokrates dalam wawancara polemisnya dengan kaum sofis, seorang

skeptik secara implisit ( dalam praktek ) menegaskan kebenaran dari apa yang secara

eksplisit ( dalam teori ) diingkarinya.

Page 7: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

Skeptisisme nisbi atau skeptisisme partikular tidak meragukan segalanya secara

menyeluru. Skeptisisme semacam ini hanya meragukan kemampuan manusia untuk tahu

dengan pasti dan memberi dasar pembenaran yang tidak diragukan lagi untuk pengetahuan

dalam bidang-bidang tertentu saja. Paham skeptisisme semacam ini, walaupun tidak

bersifat menggugurkan diri sendiri ( self-defeating )bagaimana skeptisisme mutlak, namun

biasanya dianut karena salah paham tentang cici-ciri hakiki pengetahuan manusia dan

kebenarannya.[5]

4. Teori-teori skeptisisme

Sebagai sebuah sikap filosofis, skeptisisme memiliki beberapa ajaran yang selalu

mengalami perkembangan. Yang pertama adalah doktrin untuk meragukan kebenaran dari

setiap pengetahuan seperti yang dikemukakan oleh Heraclites dan muridnya Cratylus.

Keduanya berpendapat bahwa, “world was in such a state of flux”. Ia sama sekali tidak

permanen, sehingga kebenaran tetap tentang segala sesuatu yang ada di dalamnya tidak

bisa ditemukan. Sikap yang kurang lebih sama juga dikembangkan oleh Socrates (470-399

SM). Ia berkata, “.... all that i really know is that i know nothing.” Ungkapan ini

mencerminkan sikap keraguan terhadap kebenaran suatu pengetahuan.

Teori skeptisisme yang kedua adalah tesis bahwa tidak ada sesuatu yang pasti. Tesis

ini dikembangkan oleh kaum skeptis akademik. Menurut mereka, informasi terbaik yang

bisa diambil hanyalah sebuah kemungkinan, dan harus dihukumi berdasarkan

kemungkinan juga. Doktrin skeptisisme seperti ini juga diperkuat oleh David Hume

(1711-1776 M). Ia melihat bahwa, asumsi yang pasti, seperti hubungan antara sebab dan

akibat, hukum-hukum alam, eksistensi Tuhan dan jiwa, semuanya berada jauh dari

kepastian. Hal itu disebabkan karena pengetahuan manusia tentang hal-hal di atas, yang

kelihatannya mengandung unsur kepastian, ternyata berdasarkan pada pengamatan dan

kebiasaan belaka, yang pada hakekatnya berlawanan dengan logika. Keterbatasan

pengamatan dan kebiasaan manusia itulah yang menjadi penghalang untuk mencapai

sebuah kepastian.

Ajaran skeptisisme yang ketiga adalah, keharusan untuk menjadikan manusia sebagai

ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things). Dengan menjadikan manusia

sebagai pusat ukuran dalam menjustifikasi segala sesuatu, maka tidak ada lagi

pengetahuan yang disepakati secara bersama. Semuanya hanya pandangan

seseorang/individu saja. Bahkan menurut Gorgias (485-380 SM), “….nothing exists; and

if something did exist, it could not be known; and if it could be known, it could not be

Page 8: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

communicated.” Karena yang menilai segala sesuatu adalah manusia, maka sebenarnya

pengetahuan itu tidak ada. Jikapun ada maka ia tidak bisa dipaksakan kepada orang lain.

Teori skeptisisme yang keempat adalah keharusan untuk selalu menghindarkan diri

dari kegiatan penilaian terhadap sesuatu yang terjadi. Ajaran ini bisa dilacak dari sekolah

Pyrrho (360-272 SM). Ia dan muridnya Timon (315-225 SM) dianggap sebagai bapak

skeptisisme Yunani. Menurutnya, memberikan penilaian terhadap sesuatu hanya akan

menyebabkan kesedihan dan gangguan mental. Kaum Pyrrhonis menganggap bahwa

filosuf dogmatis dan akademis dua-duanya tidak benar. Kelompok yang pertama

mengatakan bahwa sesuatu (pengetahuan) itu bisa diketahui, sedangkan kelompok yang

lain berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang bisa diketahui. Sebagai alternatif,

Pyrrhonis mengajukan sebuah sikap lain yaitu menafikan penilaian terhadap keduanya,

terkait dengan pertanyaan apakah sesuatu (pengetahuan) itu bisa diketahui atau tidak.

Sikap skeptis seperti ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Sextus Empiricus untuk

menjatuhkan argumen-argumen yang disusun oleh kaum skeptis akademis semisal

Arcesilas, Carneades, dan Aenesidemus. Sikap seperti itu, menurut Sextus, ditujukan

untuk membimbing manusia pada keadaan ataraxia; sebuah keadaan dimana manusia

mencapai ketenangan yang hakiki. Pada tahap ini, para Pyrrhonis hidup tanpa sebuah

dogma.

Ajaran skeptisisme yang kelima adalah, untuk membangun sebuah pengetahuan,

diperlukan sikap ragu yang kuat terhadap segala sesuatu. Teori ini dikemukakan oleh

filosuf Prancis Rene Descartes (1596-1650 M). Ia berpendapat bahwa jika manusia selalu

meragukan (kebenaran) sesuatu, maka di saat bersamaan, ia akan menemukan sesuatu

yang tidak diragukan. Sikap seperti ini juga digunakan untuk meragukan kebenaran semua

keyakinan, yang dengannya akan ditemukan sebuah kebenaran yang pasti. Metode inilah

yang terkenal dengan sebutan cogito ergo sum (saya berfikir, maka saya ada).

Ajaran skeptisisme yang keenam adalah “pengetahuan obyektif itu tidak pernah ada.”

Pandangan ini dikembangkan oleh filosuf Jerman, Friedrich Nietzsche (1844-1900 M)

yang diamini tokoh-tokoh postmodernisme lainnya semisal Martin Heideger, Michel

Foucault, Jacques Derrida, Jean-Francois Lyotard, dan Richard Rorty. Mereka melihat

bahwa ilmu pengetahuan, sebagai aktivitas manusia, harus dijustifikasi berdasarkan pada

peranannya untuk kehidupan dan bukan pada standar “benar” atau “salah”, karena

menurut mereka, standar untuk menilai sebuah ilmu pengetahuan itu tidak ada. Pandangan

seperti ini juga diikuti oleh seorang filosuf Prancis Jean-Paul Sartre (1905-1980 M), dan

filosuf Amerika George Santayana (1863-1952 M). Menurutnya, semua keyakinan –

Page 9: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

sebagai manifestasi dari pengetahuan obyektif– bersifat irrasional. Dari sini terlihat bahwa

obyektivitas sebuah pengetahuan itu telah mati.[6]

5. Hubungan skeptisisme dengan ilmu

Upaya dan usaha semua manusia dan khususnya para ilmuan dalam menyingkap

hakikat-hakikat segala sesuatu merupakan ciri dan pertanda bahwa manusia yang berakal

sehat (bukan para sofis dan skeptis) mempercayai dan meyakini bahwa terdapat sesuatu

yang diketahui dan terdapat pula sesuatu bisa diketahui. Dan apa-apa yang mungkin untuk

diketahui kemudian dijadikan subjek dan ranah pembahasan dan pengkajian. Domain

penyingkapan hakikat dan sejauh mana serta pada wilayah mana saja manusia dapat

menggapai pengetahuandan keyakinan. Begitu pula dalam wilayah mana manusia tidak

memiliki kemungkinan untuk dapat memahami dan mengetahui, seperti kemustahilan dan

ketidakmampuan manusia menyingkap dan mengungkap hakikat zat Sang Pencipta.

Baik dalam filsafat Barat maupun dalam filsafat Islam akan diperhadapkan dengan

beberapa keraguan dan kritikan dimana salah satu yang terpenting adalah keraguan

terhadap probabilitas dan kemungkinan pencapaian ilmu dan pengetahuan. Yang pasti

dalam filsafat Barat keraguan semacam itu sangatlah kental dan bahkan telah melahirkan

beberapa aliran yang secara terang-terangan mendukung pemikiran semacam itu. Realitas

ini sedikit berbeda dalam filsafat Islam dimana hal tersebut hanyalah sebatas sebuah

kritikan dimana para filosof Muslim telah mencarikan solusi yang tepat dan jawaban yang

proporsional. Kritikan ini dapat dilihat dalam perjalanan pemikiran Al-Gazali dimana

awalnya mengalami semacam keraguan dan melontarkan berbagai kritikan pada unsur-

unsur pemikiran filsafat Islam, namun pada akhirnya dia mencapai suatu keyakinan baru

dan berhasil keluar dari kemelut pemikiran.

Berikut ini kita berusaha akan membeberkan segala keraguan dan kritikan yang ada

dan kemudian mencarikan jawaban dan solusinya. Keraguan yang dilontarkan oleh kaum

sofis dalam ranah makrifat dan keyakinan memiliki dua bentuk;

1. Kemampuan akal dalam menggapai hakikat sesuatu.

2. Berkaitan dengan sebagian pengenalan-pengenalan manusia.

Keraguan dalam bentuk pertama dapat dijabarkan secara universal sebagai berikut;

A. Alat dan sumber pengetahuan, keyakinan, ilmu, dan makrifat manusia adalah indra dan

Page 10: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

akal.

B. Indra dan akal manusia rentan dengan kesalahan, karena kesalahan penglihatan,

pendengaran, dan rasa itu tidak dapat dipungkiri dan juga tidak tertutup bagi seseorang

mengenai kontradiksi-kontradiksi akal serta beberapa kekeliruannya. Dalam banyak kasus di

sepanjang sejarah, kita menyaksikan dalil-dalil rasional dan argumentasi-argumentasi akal

telah dibangun, namun seiring berlalunya waktu secara bertahap dalil dan argumentasi

tersebut satu persatu menjadi batal.

C. Kesalahan dan kekeliruan kedua sumber pengetahuan dan makrifat tersebut dalam

beberapa hal tidaklah nampak, akan tetapi tetap saja tidak dapat dijadikan landasan dan

tertolak.

Dengan demikian, berdasarkan ketiga pendahuluan di atas yakni pengetahuan dan makrifat

manusia yang dihasilkan lewat jalur indra dan akal adalah tidak dapat dijadikan pijakan dan

karena manusia hanya mempunyai dua jalur dan sumber pengetahuan ini maka sangatlah

logis apabila manusia meragukan apa-apa yang dipahami dan diyakininya tersebut serta

sekaligus mengetahui bahwa mereka mustahil mencapai suatu keyakian dan pengetahuan

yang hakiki. Atau keraguan itu bisa dipaparkan dalam bentuk ini bahwa senantiasa terdapat

jarak antara manusia dan realitas atau gambaran-gambaran pikiran dan persepsi-persepsinya

itu, dan pikiran manusia, sebagaimana kaca mata, merupakan hijab yang membatasinya

dengan realitas eksternal, dengan demikian, tidak akan pernah manusia menyaksikan dan

mengetahui realitas dan kenyataan eksternal itu sebagaimana adanya.

Kesimpulannya, kita tidak bisa benar-benar yakin bahwa realitas dan objek eksternal itu

diketahui dan dipahami sebagaimana mestinya, karena mungkin saja pikiran kita telah ikut

campur dalam mewarnai pemahaman dan pengetahuan tersebut dimana hal ini sebagaimana

kaca mata yang berwarna telah ikut berpengaruh dalam penampakan objek-objek yang kita

saksikan. Oleh karena itu, mustahil menggapai suatu keyakinan dan pengetahuan yang

sebagaimana hakikatnya.

Keraguan bentuk kedua berhubungan dengan keraguan dalam aksioma-aksioma dan

dasar-dasar pengetahuan. Dalam hal ini para filosof berupaya mengajukan berbagai solusi

dan jawaban.

Keraguan-keraguan yang terlontarkan dalam filsafat Islam adalah sebagai berikut:

Page 11: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

1. Indra melakukan kesalahan dan kekeliruan, sedangkan segala sesuatu yang salah dan

keliru tidak dapat dijadikan pijakan, sementara mayoritas pengetahuan dan makrifat

manusia bersumber dari indra dan empirisitas.

2. Dalam banyak permasalahan manusia berargumentasi dan berdalil dengan akal dan

rasionya, akan tetapi setelah berlalunya waktu nampaklah berbagai kesalahan-

kesalahan argumentasi rasional itu. Oleh karena itu, kita tidak dapat bersandar pada

argumentasi dan burhan akal, pada saat yang sama kita menyaksikan bahwa begitu

banyak pengetahuan dan makrifat manusia bersumber dari akal.

3. Keberadaan perkara-perkara yang saling kontradiksi dan bertolak belakang satu sama

lain dalam pemikiran-pemikiran manusia telah menyebabkan hadirnya sejenis

keraguan dan ketidakpercayaan pada salah sumber pengetahuan dan makrifat yakni

akal dan rasio.

4. Perbedaan yang nyata di antara para filosofdan pemikir dalam wilayah pemikiran dan

keilmuan telah menunjukkan bahwa upaya pencapaian suatu pengetahuan dan

makrifat hakiki adalah hal yang sangat sulit atau hampir-hampir mustahil.

5. Keberadaan argumen-argumen yang sempurna dan dapat diterima pada dua persoalan

yang saling kontradiksi dan berbenturan satu sama lain telah menampakkan kepada

kita bahwa segala argumentasi akal tidaklah nyata dan hakiki.

6. Apabila cukup dengan keyakinan akal bahwa sesuatu itu ialah aksioma, maka hal ini

bisa diajukan suatu kritikan bahwa akal meyakini suatu perkara yang secara potensial

mengandung kesalahan, oleh karena itu, tidak mesti mempercayai perkara itu karena

sama sekali tidak berpijak pada tolok ukur. Dengan demikian, keyakinan akal dalam

aksioma-aksioma tidak valid.

7. Manusia dalam keadaan tidur menyaksikan seluruh perkara itu nampak secara nyata

dan hakiki, akan tetapi setelah terbangun dia kemudian memahami bahwa semua yang

disaksikan tersebut hanyalah suatu hayalan dan mimpi. Maka dari itu, bagaimana kita

bisa meyakini bahwa kita sekarang ini tidak dalam keadan tidur dan berhayal serta

apa-apa yang kita saksikan tersebut bukanlah suatu mimpi belaka.

8. Manusia-manusia yang berpenyakit dan gila menyangka bahwa perkara-perkara yang

tidak riil itu adalah perkara-perkara yang nyata dan hakiki. Dengan demikian,

bagaimana kita dapat mempercayai bahwa kita tidak sementara terjangkit suatu

penyakit tertentu atau sedang mengalami suatu kesalahan dalam sistem pemikiran dan

kontemplasi.

Page 12: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

9. Akal mampu menampakkan kesalahan dan kekeliruan indra, namun apakah kita yakin

bahwa tidak terdapat sesuatu atau perkara lain yang dapat menunjukkan secara jelas

kesalahan dan kekeliruan akal itu.

10. Jumlah aksioma-aksioma itu sangatlah terbatas dan semuanya berpijak pada satu

proposisi yakni "kemustahilan bergabungnya dua perkara yang saling berlawanan".

Proposisi ini bersandar pada konsepsi tentang ketiadaan dan kemustahilan yang

terdapat dalam proposisi itu (kemustahilan bergabungnya …) dimana akal tidak

mampu memahaminya, karena kemustahilan itu sendiri tidak mempunyai individu-

individu dan objek-objek eksternal.

11. Keragaman dan perbedaan dalam karakteristik dan potensi setiap individu, lingkungan

dan ekosistemnya, dan budaya-budayanya telah menyebabkan munculnya berbagai

persepsi-persepsi dan pandangan-pandangan yang juga beragam.

12. Menyingkap sesuatu yang tidak diketahui adalah hal yang mustahil, mengungkap

suatu hakikat merupakan hal yang tak mungkin, karena hakikat itu tak diketahui.

13. Pengetahuan hudhuri dipandang sebagai pengetahuan yang paling tinggi dan

sempurna. Pengetahuan kepada diri sendiri adalah bersifat hudhuri, sementara semua

orang tidak bisa mengetahui "hakikat diri sendiri" dan tidak mampu menyelami esensi

"pengetahuan kepada diri sendiri" itu. Dengan demikian, kita pun tidak mungkin

mengetahui segala sesuatu selain "diri kita sendiri".

14. Pencapaian konsepsi-konsepsi di luar dari batas iradah dan kehendak kita, karena hal

ini menyebabkan kita mengetahui sesuatu yang telah kita ketahui sebelumnya atau

mengetahui sesuatu yang mutlak tidak diketahui, kedua konsekuensi ini adalah batil.

Dengan demikian, pembenaran sesuatu yang aksioma adalah mustahil, oleh karena

itu, tertutup jalan untuk meraih keyakinan.

15. Semakin kita menyelami realitas dan hakikat sesuatu maka yang dihasilkan tidak lain

hanyalah persepsi itu sendiri. Oleh karena itu, yang bisa ditegaskan hanyalah "diri

kita" dan "persepsi kita", inilah makna dari suatu pernyataan bahwa "satu-satunya

realitas eksternal yang kita miliki" tidak lain adalah persepsi itu sendiri.

16. Apabila pengetahuan dan makrifat manusia bersifat penyingkapan dan pencerminan

terhadap objek-objek eksternal, maka tidak mungkin terdapat kesalahan.

17. Manusia di awal kelahirannya sama sekali tidak memiliki pengetahuan dan jahil

terhadap aksioma-aksioma. Oleh karena itu, aksioma-aksioma tersebut dihasilkan oleh

manusia setelah berinteraksi secara luas dengan alam dan lingkungannya, aksioma

bukanlah merupakan fitrah dan pembawaan alami manusia.

Page 13: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

Sementara keraguan-keraguan yang muncul dalam tradisi filsafat Barat antara lain:

1. Indra dan akal melakukan kesalahan dan kekeliruan, oleh karena itu tidak dapat dijadikan

landansan.

2. Terdapat kontradiksi-kontradiksi antara akal itu sendiri dan manusia yang berakal dalam

wacana filsafat.

3. Menegaskan setiap sesuatu niscaya membutuhkan serangkaian dasar-dasar, dan

membuktikan dasar-dasar itu mesti memerlukan pendahuluan-pendahuluan, demikianlah

seterusnya hingga tak terbatas. Konklusinya, perolehan makrifat dan pengetahuan ialah hal

yang tak mungkin.

4. Metode induksi tidak menghasilkan suatu keyakinan.

5. Adanya perbedaan riil pada indra-indra manusia serta perbedaan persepsi di antara indra-

indra itu, perbedaan di antara manusia-manusia dari dimensi tubuh dan jiwa, pertentangan

indra-indra, perbedaan syarat-syarat yang menyebabkan pula lahirnya perbedaan pada

persepsi-persepsi indrawi, perbedaan benda-benda dari dimensi jarak dan tempat,

perbedaan benda-benda dari aspek horizontal yakni benda satu di atas dan benda yang lain

di bawah, dan perbedaan hukum-hukum adab dan etika. Kesemua perbedaan tersebut

berkonsekuensi bahwa tak satupun ilmu dan makrifat dapat dihasilkan.

6. Fenomena-fenomena akibat (ma'lul) dan tanda-tanda sebab ('illah) tidaklah tersembunyi,

karena semua manusia menyaksikan bahwa fenomena-fenomena itu adalah sama, akan

tetapi, terdapat perbedaan dan keragaman dalam penentuan sebab-sebabnya.

7. Apakah kita benar-benar yakin bahwa tidak dalam keadaan tidur dan bermimpi.

8. Adanya kemungkinan kita ditipu oleh setan.

9. Proposisi yang berbunyi, "A ada", yakni "Saya mengetahui keberadaan A itu", dengan

demikian, selain "saya" dan persepsi-persepsi "saya" adalah sesuatu yang tidak dapat

dibuktikan keberadaanya.

10. Tidak terdapat perbedaan antara "kualitas pertama" dan "kualitas kedua", sebagaimana

"kualitas pertama" seperti warna dan bau adalah tidak hakiki, begitu pula "kualitas kedua"

seperti panjang dan bentuk adalah juga tidak hakiki.

11. Prinsip kausalitas itu merupakan buatan pikiran semata, karena konsepsi-konsepsinya

bersumber dari pikiran yang tidak diperoleh lewat indra-indra yang lima itu.

12. Pikiran manusia sama seperti kaca mata, atau fungsinya menimal sama dengan kaca mata.

Oleh karena itu, tak satupun dari persepsi-persepsi yang dapat dipercaya.

Page 14: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

13. Mungkin pikiran kita sama saja dengan suatu wadah yang menerima dan menyimpan apa

saja yang diberikan padanya, maka dari itu, kesalahan persepsi-persepsi tidak semua dapat

ditegaskan dan dibuktikan secara nyata.[7] 

FOOTNOTE

[1] Donald M. Borchert, Editor in chief, Encyclopedia of Philosophy, Second Edition,

Volume 9, (MacMillan Reference USA, 2006), hlm. 47.

[2] http://www.iep.utm.edu/skepanci/,

[3] J. Sudarminta, Epistimologi Dasar, ( Yogyakarta : Kanisiur Cempaka, Cetakan ke 9,

2005 ), hlm 47

[4] Ibid, hlm. 48-49

[5] http://www.philosophyonline.co.uk/tok/scepticism8.htm

[6] Dr. P. Hardono Hadi, Epistimologi Filsafat Pengetahuan, ( Yogyakarta : Kanisiur

Cempaka, Cetakan ke 7, 2005 ), hlm 19

[7] Ibid, hlm. 25

BAB III

Page 15: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

KESIMPULAN

Skeptisisme merupakan penalaran pikiran yang tidak bisa nyata dalam imajinasi kita

hanya bisa di lihat dari mimpi, halusinasi kesadaran kita, dll. Skeptisisme dalam

sejarahnya merupakan imajinasi seorang ilmuan yang merupakan ide-ide yang logis dalam

pemikirannya itu sendiri.

Skeptisisme hanya dibedakan berdasarkan tema keraguannya, tetapi juga berdasarkan

lingkup bidang yang diragugannya. Biasa dibedakan antara skeptisisme

mutlak/skeptisisme universal dan skeptisisme nisbi/skeptisisme partikular. Skeptisisme

mutlak atau universal secara mutlak mengingkari kemungkinan manusia untuk tahu dan

untuk memberi dasar pembenaran baginya.

Skeptisisme nisbi atau skeptisisme partikular tidak meragukan segalanya secara

menyeluru. Skeptisisme semacam ini hanya meragukan kemampuan manusia untuk tahu

dengan pasti dan memberi dasar pembenaran yang tidak diragukan lagi untuk pengetahuan

dalam bidang-bidang tertentu saja. Paham skeptisisme semacam ini, walaupun tidak

bersifat menggugurkan diri sendiri ( self-defeating )bagaimana skeptisisme mutlak, namun

biasanya dianut karena salah paham tentang cici-ciri hakiki pengetahuan manusia dan

kebenarannya.

Teori skeptisisme. Yang pertama adalah doktrin untuk meragukan kebenaran dari

setiap pengetahuan seperti yang dikemukakan oleh Heraclites dan muridnya Cratylus.

skeptisisme yang kedua adalah tesis bahwa tidak ada sesuatu yang pasti. Tesis ini

dikembangkan oleh kaum skeptis akademik. Ajaran skeptisisme yang ketiga adalah,

keharusan untuk menjadikan manusia sebagai ukuran segala sesuatu (man is the measure

of all things). Teori skeptisisme yang keempat adalah keharusan untuk selalu

menghindarkan diri dari kegiatan penilaian terhadap sesuatu yang terjadi. Ajaran ini bisa

dilacak dari sekolah Pyrrho (360-272 SM). Ia dan muridnya Timon (315-225 SM)

dianggap sebagai bapak skeptisisme Yunani. Ajaran skeptisisme yang kelima adalah,

untuk membangun sebuah pengetahuan, diperlukan sikap ragu yang kuat terhadap segala

sesuatu. Teori ini dikemukakan oleh filosuf Prancis Rene Descartes (1596-1650 M).

Ajaran skeptisisme yang keenam adalah “pengetahuan obyektif itu tidak pernah ada.”

Pandangan ini dikembangkan oleh filosuf Jerman, Friedrich Nietzsche (1844-1900 M).

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: didanel.files.wordpress.com file · Web viewSkeptisisme berasal dari bahasa Yunani “skeptesthai

Donald M. Borchert, Editor in chief, Encyclopedia of Philosophy, Second Edition, Volume 9,

(MacMillan Reference USA, 2006)

http://www.iep.utm.edu/skepanci/,

J. Sudarminta, Epistimologi Dasar, ( Yogyakarta : Kanisiur Cempaka, Cetakan ke 9, 2005 )

http://www.philosophyonline.co.uk/tok/scepticism8.htm

Dr. P. Hardono Hadi, Epistimologi Filsafat Pengetahuan, ( Yogyakarta : Kanisiur Cempaka,

Cetakan ke 7, 2005 )