zonasi kawasan terdampak akibat sebaran …digilib.its.ac.id/public/its-paper-19543-paperpdf.pdf ·...

8
1 ZONASI KAWASAN TERDAMPAK AKIBAT SEBARAN BUBBLE DI LUAR BATAS TANGGUL LUMPUR LAPINDO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Dwi Wahyuningsih 1) , Muhammad Taufik 1) , Chatarina Nurjati S. 1) 1) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia email: [email protected] Abstrak Peristiwa semburan panas lumpur Lapindo yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo telah memasuki usia 5 tahun. Beragam peristiwa secara fisik terjadi seperti rusaknya infrastruktur, fasilitas dan sarana umum (fasum), maupun bencana geologi. Berbagai upaya telah ditempuh untuk menanggulangi penyebarannya. Pembendungan yang dilakukan di daerah luapan lumpur lapindo telah menimbulkan gerakan tanah secara dinamis dan memunculkan semburan baru yang mengeluarkan gas mudah terbakar yang beriisi air maupun lumpur yang tertahan di bawah lapisan sedimen tersebut. Pemanfaatan teknologi Global Positioning System (GPS) yaitu untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap posisi deteksi arah sebaran bubble maupun luas daerah yang terdampak. Maka dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan dengan didukung data spasial topografi Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo beserta data non-spasial yang meliputi informasi rekahan dan persebaran bubble yang telah dilakukan pengamatan sebelumnya. Dari data-data tersebut, maka dilakukan pengolahan data sehingga untuk menunjang pembuatan zoning wilayah terdampak yang diakibatkan oleh adanya sebaran bubble di luar batas tanggul lumpur Lapindo. Hasil dari Peta Zoning terdapat 7 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang menjadi daerah kawasan rawan bencana lumpur Lapindo. Dengan jarak radius 0-500 m dari batas terluar tanggul, sebaran bubble aktif sebanyak 30,94 % dan sebaran non-aktif sebanyak 45,30 %. Untuk radius 500-1000 m sebaran bubble aktif 2,21 % dan bubble non-aktif 17,13 %. Sedangkan radius 1000-2000 m sebaran bubble aktif 0 % dan non-aktif 4,42 %. Daerah zonasi yang paling terdekat dari batas terluar tanggul lumpur Lapindo tidak selalu keberadaan sebaran bubble yang aktif selalu tinggi dan penggunaan Peta Zoning ini mempermudahkan dalam mengevaluasi pemantauan secara berkala. Kata Kunci: Bubble, SIG, Zonasi PENDAHULUAN Latar Belakang Peristiwa munculnya bubble (titik semburan baru yang mengeluarkan gas ataupun lumpur) sejak Agustus 2007 terus berkembang, baik sebaran maupun intensitasnya sehingga ada wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah tidak layak huni, namun menjelang akhir tahun 2008 perkembangan bubble mulai ada indikasi mereda (BPLS 2010). Semakin lamanya semburan liar yang muncul, maka tidak hanya di daerah dekat dengan pusat semburan yang mengeluarkan gelembung- gelembung gas, tetapi juga di tempat yang jaraknya dua hingga tiga kilometer dari pusat semburan. Pemantauan bubble dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan pengamatan Global Positioning System (GPS) yang diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap untuk mengamati dan memprediksi dari perkembangan genangan lumpur pada area terdampak semburan gas khususnya pada munculnya bubble. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah “bagaimana cara mengidentifikasi sebaran bubble di wilayah terdampak yang ada di luar tanggul lumpur Lapindo dengan menggunakan SIG dan sebagai media untuk penanganan kelangsunggan dari lumpur Lapindo”. Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: a. Penelitian ini terletak pada radius 5-6 km dari luar tanggul lumpur Lapindo.

Upload: nguyenmien

Post on 23-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

ZONASI KAWASAN TERDAMPAK AKIBAT SEBARAN BUBBLE DI LUAR BATAS TANGGUL LUMPUR LAPINDO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Dwi Wahyuningsih1), Muhammad Taufik1), Chatarina Nurjati S.1) 1)Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia email: [email protected]

Abstrak

Peristiwa semburan panas lumpur Lapindo yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo telah memasuki usia 5 tahun. Beragam peristiwa secara fisik terjadi seperti rusaknya infrastruktur, fasilitas dan sarana umum (fasum), maupun bencana geologi. Berbagai upaya telah ditempuh untuk menanggulangi penyebarannya. Pembendungan yang dilakukan di daerah luapan lumpur lapindo telah menimbulkan gerakan tanah secara dinamis dan memunculkan semburan baru yang mengeluarkan gas mudah terbakar yang beriisi air maupun lumpur yang tertahan di bawah lapisan sedimen tersebut. Pemanfaatan teknologi Global Positioning System (GPS) yaitu untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap posisi deteksi arah sebaran bubble maupun luas daerah yang terdampak. Maka dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dan dengan didukung data spasial topografi Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo beserta data non-spasial yang meliputi informasi rekahan dan persebaran bubble yang telah dilakukan pengamatan sebelumnya. Dari data-data tersebut, maka dilakukan pengolahan data sehingga untuk menunjang pembuatan zoning wilayah terdampak yang diakibatkan oleh adanya sebaran bubble di luar batas tanggul lumpur Lapindo. Hasil dari Peta Zoning terdapat 7 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang menjadi daerah kawasan rawan bencana lumpur Lapindo. Dengan jarak radius 0-500 m dari batas terluar tanggul, sebaran bubble aktif sebanyak 30,94 % dan sebaran non-aktif sebanyak 45,30 %. Untuk radius 500-1000 m sebaran bubble aktif 2,21 % dan bubble non-aktif 17,13 %. Sedangkan radius 1000-2000 m sebaran bubble aktif 0 % dan non-aktif 4,42 %. Daerah zonasi yang paling terdekat dari batas terluar tanggul lumpur Lapindo tidak selalu keberadaan sebaran bubble yang aktif selalu tinggi dan penggunaan Peta Zoning ini mempermudahkan dalam mengevaluasi pemantauan secara berkala. Kata Kunci: Bubble, SIG, Zonasi PENDAHULUAN Latar Belakang

Peristiwa munculnya bubble (titik semburan baru yang mengeluarkan gas ataupun lumpur) sejak Agustus 2007 terus berkembang, baik sebaran maupun intensitasnya sehingga ada wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah tidak layak huni, namun menjelang akhir tahun 2008 perkembangan bubble mulai ada indikasi mereda (BPLS 2010).

Semakin lamanya semburan liar yang muncul, maka tidak hanya di daerah dekat dengan pusat semburan yang mengeluarkan gelembung-gelembung gas, tetapi juga di tempat yang jaraknya dua hingga tiga kilometer dari pusat semburan.

Pemantauan bubble dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan pengamatan Global

Positioning System (GPS) yang diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap untuk mengamati dan memprediksi dari perkembangan genangan lumpur pada area terdampak semburan gas khususnya pada munculnya bubble.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah “bagaimana cara mengidentifikasi sebaran bubble di wilayah terdampak yang ada di luar tanggul lumpur Lapindo dengan menggunakan SIG dan sebagai media untuk penanganan kelangsunggan dari lumpur Lapindo”. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

a. Penelitian ini terletak pada radius 5-6 km dari luar tanggul lumpur Lapindo.

2

b. Data yang digunakan adalah peta dijital daerah Porong Sidoarjo skala 1:25.000.

c. Penelusuran titik-titik bubble dengan pengamatan data GPS.

Tujuan Tugas Akhir Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

membuat peta zoning bahaya pada wilayah terdampak akan adanya bubble dengan metode SIG.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu informasi mengenai area kawasan zoning terdampak adanya bubble di luar tanggul lumpur Lapindo, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi dalam melakukan penanggulangan lebih dini terhadap persebaran bubble. Selain itu diharapkan juga sebagai informasi bagi peneliti yang lain.

METODOLOGI Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini terletak 5-6 km di luar tanggul lumpur Lapindo. Kabupaten Sidoarjo secara geografis terletak pada 112° 30’ BT - 112°54’ BT dan 7° 18’ LS – 7° 30‘ LS. Kabupaten Sidoarjo merupakan dataran delta dengan ketinggian antara 0-25 m dari permukaan laut.

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian di Sekitar Tanggul Lumpur Lapindo

(Sumber: MapSource versi 1.8)

Secara administratif, Kabupaten Sidoarjo dibatasi oleh:

1. Bagian Utara berbatasan dengan Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik,

2. Bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan,

3. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto, dan

4. Bagian Timur berbatasan dengan Selat Madura.

Pada penelitian ini hanya 6 kecamatan dari 18 Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang dijadikan daerah penelitian, yang terdiri dari Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Porong, Kecamatan Gedangan, Kecamatan Jabon, Kecamatan Candi, dan Kecamatan Krembung. Data dan Peralatan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:

a. Peta dijital Kabupaten Sidoarjo lembar 1608-412, dan Peta RBI Porong lembar 1608-134 dengan skala 1:25.000

b. Peta zonasi persebaran bubble c. Koordinat sebaran bubble di sekitar luar

tanggul lumpur lapindo. Di dapatkan dari survei GPS navigasi di wilayah penelitian.

d. Koordinat Titik GPS sebanyak 18 titik. e. Foto Objek/Dokumentasi.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Perangkat Keras (Hardware) Notebook, flashdisk, kamera dijital, printer, dan GPS Navigasi.

b. Perangkat Lunak (Software) - Map Source versi 1.8 - Autodesk Land Desktop 2004 untuk

dijitasi - Arc GIS 9.3 untuk perancangan,

pemodelan data, dan pembuatan SIG. - Microsoft Office 2007 untuk

penulisan laporan dan pengolahan data tabular.

- Visual Basic 6.0 dan Map Object 2.2 untuk membuat Sistem Informasi Geografis.

3

Diagram Alir Penelitian

Gambar 2. Skema Tahapan Penelitian

Berikut adalah penjelasan diagram alir

penelitian: a. Identifikasi Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menyusun SIG untuk zonasi kawasan terdampak akibat sebaran bubble di luar tanggul lumpur Lapindo. Radius kawasannya terletak pada 5-6 km.

b. Tahap Persiapan Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: - Studi Literatur

Bertujuan untuk mempelajari dan mengumpulkan buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis dan sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Sehingga mendapatkan teori-teori dasar mengenai hal-hal yang akan diteliti.

- Pengumpulan data dan pengadaaan alat maksudnya adalah menyiapkan hardware dan mengumpulkan data diantaranya adalah Peta RBI Kabupaten Sidoarjo lembar 1608-412 dan Peta RBI Porong lembar 1608-134 dengan skala 1:25.000, data tabular persebaran bubble tahun 2009 dan 2010, dan Peta Zonasi Daerah Bencana Lumpur Lapindo Kabupaten Sidoarjo 2009.

c. Tahap Pengolahan Data dan Analisa Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan data-data yang telah dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan pembuatan SIG

dan dilakukan tahap analisis mengenai hasil yang diperoleh.

d. Penyusunan Laporan Pada tahap akhir ini pekerjaan yang dilakukan adalah pembuatan laporan Tugas Akhir yang berisi tahapan pengolahan data, hasil pembahasan beserta dokumentasi dari setiap proses pelaksanaan Tugas Akhiri.

Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Data Penjelasan dari diagram alir pengolahan

data adalah: a. Pembuatan basis data tabular

berfungsi untuk mempermudah akses untuk menyimpan, mencari, maupun sebagai koneksi untuk

Pengumpulan Data

Analisa Data

Penyusunan Laporan

Tahap Persiapan

Tahap Pengolahan Data dan

Analisa Data

Tahap Akhir

Studi Literatur

Pengolahan Data

Identifikasi Masalah

4

menghubungkan ke aplikasi sistem informasinya. Data yang digunakan dalam pembuatan basis data ini antara lain data non-spasial dari persebaran bubble tahun 2009-2010, penelusuran posisi titik-titik bubble dengan pengamatan GPS di lapangan, data retakan, dan ground truth batas-batas tanggul lumpur Lapindo.

b. Peta hasil scan di rubbersheet di Autodesk Land Desktop 2004, kemudian dilakukan dijitasi.

c. Setelah itu dilakukan proses drawing clean-up untuk membersihkan kesalahan pada saat dijitasi. Kemudian proses topologi dilakukan sebagai langkah awal untuk meng-export data *.dwg ke *.shp. Pengkonversian dilakukan tiap layer untuk mempermudah dalam input ke program sistem informasinya.

d. Hasil dijitasi peta beserta basis data dikriteriakan sesuai dengan zoning wilayah terdampak dari persebaran bubble, dari penelitian terdahulu dan pengamatan di lapangan.

e. Pembuatan interface pada tahapan ini dilakukan menggunakan Map Object 2.2 dan Visual Basic 6.0. Pembuatan aplikasi ini dibuat 3 interface, yaitu interface pembuka, interface utama dan interface detail. Interface pembuka berisi mengenai apa saja yang akan ditampilkan dan merupakan akses menuju interface detail. Untuk interface detail berisi tentang informasi zoning area di wilayah tanggul lumpur Lapindo.

f. Pemrograman pada tahapan berikutnya adalah implementasi hasil rancangan ke dalam komputer dengan menggunakan program Microsoft Visual Basic 6.0. Data yang diperlukannya adalah data atribut, data spasial, dan data grafis.

g. Setelah mendapatkan hasil interface secara keseluruhan, maka zonasi wilayah terdampak bisa di analisa

yang sudah terintegrasi dalam sebuah SIG.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan Data

Pembuatan data tabular untuk mempermudahkan akses penyimpanan data, pencarian, maupun sebagai koneksi untuk menghubungkan ke aplikasi sistem informasinya. Data-data yang mendukung telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Perancangan Sistem

Dalam pembuatan aplikasi Sistem Informasi Geografis, dilakukan tahap pengolahan data yang terdiri dari proses:

a. Dijitasi Peta Raster b. Editing

Yaitu untuk mendapatkan layer batas wilayah penelitian (.dwg)

c. Export .dwg ke .shp d. Projection Modifying

Yaitu untuk menyamakan sistem proyeksi koordinat dalam format shapefile.

e. Pembentukan Data Atribut ke Dalam Basis Data. Yaitu menyimpan data atribut dalam satu tabel sesuai dengan informasi yang akan disampaikan.

f. Adding Point Yaitu untuk memasukkan sebaran titik-titik koordinat GPS dan sebaran bubble.

g. Symbolizing Yaitu untuk membedakan layer-layer yang dibangun suatu organisasi kenampakan (feature) yang berelasi.

Hasil perancangan sistem informasi dengan

menggunakan Arc GIS 9.3 setelah di importkan semua layer yang telah di bentuk, maka pada gambar 4 berikut ini merupakan tampilan dari SIG tersebut.

Pada tabel 1 data tabular sebaran bubble sampai dengan tanggal 14 April 2010, diperoleh distribusi sebaran paling banyak terletak di Desa Siring Barat dengan prosentase 26,5193% dari keseluruhan distribusi sebaran bubble. dan distribusi sebaran bubble paling rendah terletak di Desa Besuki sebanyak 0,5525% dari keseluruhan sebaran bubble.

5

Tabel 1. Data Persebaran Bubble yang Aktif dan Non-aktif (Last Update 14 April 2010)

Desa % Distribusi Persebaran

Bubble

% Bubble Aktif

% Bubble Non-aktif

Besuki 0,55% 0,00% 0,83% Jatirejo 12,71% 11,67% 13,22%

Ketapang Keres 13,26% 18,33% 10,74% Mindi 5,52% 0,00% 8,26%

Pamotan 26,52% 21,67% 28,93% Pejarakan 2,76% 1,67% 3,31%

Siring Barat 26,52% 43,33% 18,18% Siring Timur 6,63% 3,33% 8,26%

Wunut 5,52% 0,00% 8,26%

Gambar 4. Tampilan SIG pada Arc GIS 9.3 Dari perolehan data persebaran bubble yang

masih aktif maupun non-aktif, dilakukan tahapan penyeleksian berdasarkan letak radius dari batas tanggul terluar. Sehingga dapat dijadikan wilayah zonasi sebaran bubble.

Hasil grafik persebaran bubble yang masih aktif maupun non-aktif dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Grafik Distribusi Persebaran Bubble yang Aktif dan Non-aktif

(Last Update 14 April 2010)

Pemantauan bencana lumpur secara berkala sangat diperlukan, agar dapat memonitoring mengenai semburan-semburan baru. Sehingga masyarakat lebih waspada dan siaga dalam penanganan bencana lumpur Lapindo. Karena tidak menutup kemungkinan juga, terjadi semburan-semburan baru di Desa Besuki, Mindi, dan Wunut yang kemunculan bubblenya hanya sebatas semburan yang tidak membahayakan Perancangan User Interface Tampilan Utama Peta Tampilan utama pada SIG berbasis desktop dengan menggunakan Visual Basic 6.0 berisi tentang navigasi peta (Zoom In, Zoom Out, Full Extent, Pan, Identufy, Measure,dan Polygon), legenda dan skala, posisi lintang/bujur, arah mata angin, dan timer. Kemudian terdapat pula informasi untuk mengaktifkan dan menonaktifkan layer. Gambar 6 dibawah ini merupakan tampilan utamanya.

Gambar 6. Tampilan Peta pada Visual Basic 6.0

Menentukan Kriteria Distribusi persebaran bubble yang telah diketahui banyak berada di sebelah barat dari batas tanggul terluar lumpur Lapindo. Sehingga perlu dilakukan pembagian daerah yang masuk dalam zonasi wilayah terdampak akibat sebaran bubble. Dari hasil pembuatan SIG pada ArcGIS 9.3, beberapa wilayah masuk dalam kategori daerah rawan bencana lumpur Lapindo dengan jarak radius 5-6 km dari batas tanggul terluar.

Persebaran bubble yang masih aktif terletak pada radius 500 meter dari batas tanggul terluar karena jarak sebaran bubble dari pusat semburan lumpur Lapindo sangatlah dekat dan dengan adanya pergerakan tanah, baik karena penurunan maupun pergeseran yang menembus kantong gas di bawah permukaan tanah, mendorong tubuh air

6

yang ada di atasnya dan keluar sebagai bubble (bualan).

Di sisi barat dan selatan dari pusat semburan (desa Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi) muncul banyak bubble yang umumnya disertai air dengan tekanan rendah. Kandungan gas yang ke luar dominan berupa gas methane yang memiliki sifat mudah terbakar, di samping itu juga gas aromatik yang berbahaya terhadap kesehatan. Kondisi ini menyebabkan wilayah permukiman tersebut dinilai sebagai tidak layak. Analisa Penggambaran Lokasi dan Informasi

Menurut Widodo (2008), berdasarkan aktivitas semburan lumpur yang berpotensi menimbulkan bahaya/bencana, maka dapat dikelompokkan menjadi beberapa parameter pembagian kawasan yang tertera pada tabel 2.

Tabel 2. Parameter Pengelompokan Daerah

Bencana

No Para meter

Zona A (Sangat Beresiko Tinggi)

Zona B (Beresiko Tinggi)

Zona C (Beresi

ko)

1. Keting gian

< 4 m = 4 m > 4 m

2. Amble

san

Berpotensi amblesan dengan cepat

Berpotensi amblesan namun lambat

Tidak berpoten

si

3. Adanya Bubble

Ditemukan dan

sebagian aktif

Ditemukan tapi

sebagian besar pasif

Tidak ditemuk

an

4.

Kepadatan

Bangu nan

Kepadatan bangunan

tinggi (<50 bangunan/H

a)

Kepadatan bangunan

sedang (30-50

bangunan/Ha)

Kepadatan

bangunan tinggi

(>50 bangunan/Ha)

5. Pence maran

Air, tanah, udara

disertai, dengan gas methan dan adanya gas

beracun

Air, tanah, udara

disertai dengan gas

methan

Pencemaran

sumur, tanah dan

sungai

Sumber : Widodo, 2008.

Parameter amblesan dianggap menjadi pengaruh yang dominan karena pada daerah penelitian masih ditemukan amblesan yang mengakibatkan bangunan menjadi rusak secara fisik. Sehingga dapat disimpulkan daerah bekas semburan dan daeerah amblesan akan menjadi

daerah tidak layak huni. Tabel 2 di bawah ini adalah pengelompokan zona berdasarkan penelitian oleh Bapak Amien Widodo sebagai ahli geologi dan pakar manejemen bencana ITS.

Dari data-data yang telah diperoleh dan studi literatur, maka dapat dihasilkan peta zonasi persebaran bubble dengan kriteria sebagai berikut:

1. Zona A (sangat beresiko): bubble aktif dengan disertai munculnya gas beracun. Jarak 0-200m dari pusat semburan utama.

2. Zona B (beresiko sedang): sebagian pasif dengan jumlah yang banyak. Jarak 200-500 m dari pusat semburan.

3. Zona C (beresiko rendah): sebagian pasif dengan jumlah yang sedang. Jarak 0-500 m dari batas tanggul terluar lumpur Lapindo

4. Zona D (beresiko kecil): jarang ditemukan dan bersifat pasif. Jarak dari batas tanggul terluar 500-1000 m.

5. Zona E (beresiko sangat kecil): hampir tidak ditemukan adanya bubble. Jarak antara 1000m s/d yang ditentukan.

Gambar 7 di bawah ini adalah hasil zonasi

wilayah terdampak akibat sebaran bubble.

Gambar 7. Tampilan Buffering Wilayah Zonasi

Gambar 8. Keterangan Warna dalam Pembagian Wilayah dari Batas Tanggul Terluar

7

Untuk mendapatkan hasil peta zonasi, maka dilakukan pembagian wilayah berdasarkan radius persebaran bubble. Gambar 9 menunjukkan prosentase radius persebarannya.

Gambar 9. Grafik Sebaran Bubble Sesuai Radius Persebarannya

Analisa Ketelitian Uji Lapangan Perhitungan nilai SoF adalah sebagai berikut: Jumlah titik = 8 Jumlah baseline = 13 N ukuran = baseline x 2 = 26 N parameter = jumlah titik x 2 = 16 U = N ukuran–N Parameter

= 26 – 16 = 10

Besarnya SoF = (trace((AT.A)-1)) / U = 0,2675

Hasil perhitungan nilai RMSe sebesar 8,680 m,

dengan membandingkan Peta RBI skala 1:25.000. Nilai RMSe tersebut memiliki ketelitian yang kecil dikarenakan beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:

- Jumlah satelit yang digunakan, - Aktifitas ionosfer, - Kekuatan dari satelit geometri, - Aktifitas pada lokasi titik dan sekitarnya

(lalulintas, lalu lalang manusia, dan hewan),

- Aksesibilitas titik, dan - Lama pergerakan antar titik.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil perhitungan SoF peta RBI Porong Sidoarjo skala 1:25.000 dengan metode perataan adalah 0,2675. Besar nilai SoF

yang dihasilkan mendekati nol,, sehingga desain kekuatan jaring tersebut dianggap kuat.

2. Penelitian ini menghasilkan Peta Zoning Sebaran Bubble Skala 1:50.000.

3. Dari identifikasi data persebaran bubble, maka didapatkan: - Dari wilayah penelitian Tugas Akhir

ini, sebanyak 6 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang menjadi kawasan rawan bencana lumpur Lapindo.

- Pada radius 0-500 m pada batas terluar tanggul, persebaran bubble yang masih aktif sebanyak 30,94% dan non-aktif sebanyak 45,30% dari keseluruhan sebaran bubble.

- Sedangkan untuk radius 500-1000 m banyaknya persebaran bubble yang masih aktif sebanyak 2,21% dan yang non-aktif sebanyak 17,13% dari keseluruhan sebaran bubble.

- Dan pada radius 1000-2000 m, sebaran bubble yang non-aktif sebanyak 4,42% dan yang masih aktif 0% dari keseluruhan bubble.

4. Distribusi persebaran bubble paling banyak terletak di wilayah sebelah barat dari batas tanggul lumpur Lapindo.

5. Aplikasi Sistem Informasi Geografis berbasis user friendly mempermudahkan penggunaan dalam mengevaluasi pemantauan secara berkala untuk instansi yang terkait.

Saran Adapun saran yang diberikan dari hasil penelitian ini kedepannya adalah:

1. Penggambaran dari peta topografi lebih dioptimalkan, sehingga kesalahan dalam proses editing tidak terlalu banyak,

2. Pembuatan program aplikasi SIG ini dapat dilakukan updating data yang lebih baru,

3. Dilakukan pemantauan terhadap area terdampak, baik pada zona berat, sedang, dan ringan untuk mengetahui tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh semburan lumpur Lapindo, dan

4. Dengan adanya informasi mengenai zonasi wilayah terdampak. Memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai bencana lumpur.

8

DAFTAR PUSTAKA Abidin,H.Z., Jones, A., Kahar, J. 1995. Survey

dengan GPS. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Aronoff, Stanley. 1989. Geographic Information Systems: A Management Perspective. Canada: WDL Publications.

Augustia, M. S. 2010. Pemanfaatan Data Citra Multitemporal Untuk Prediksi Arah Sebaran Lumpur Lapindo Di Kabupaten Sidoarjo. Surabaya: Teknik Geomatika-ITS.

Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Wilayah Perkotaan. Jakarta: Dept. PU.

Endriyo, Riko. 2010. SIG Untuk Pemantauan Area Terdampak Lumpur Lapindo Dengan Citra Satelit Multitemporal 2006-2010. Surabaya : Teknik Geomatika-ITS, 2010.

Gumelar, D. 2007. Data Spasial. <URL: http://ilmukomputer.org/2007/06/28/data-spasial/>. Dikunjungi pada tanggal 15 Agustus 2011, jam 11.09.

Khomsin. 2004. Buku Ajar Pemetaan Digital. Surabaya : Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-ITS.

Konecny, Gottfried. 2003. Geoinformation Remote Sensing, Photogrammetry and Geographic Information Systems. New York: Taylor and Francis Inc.

Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : Informatika, 2002.

Widodo, Amien. 2008. Usulan Pemetaan Kawasan Beresiko di Sekitar Tanggul Lumpur.<URL:http://www.scribd.com/doc/2533785/>. Dikunjungi pada tanggal 31 Maret 2011, jam 09.31.