yang mati di tanah gusuran kampung akuarium filesetidaknya tiga warga korban gusuran dari kampung...

11
1 Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium https://tirto.id/yang-mati-di-tanah-gusuran-kampung-akuarium-co3R Wuriani (42) bersama anak keduanya di area penggusuran Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara. tirto.id/Arimacs Wilander Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Hendra Friana 19 Mei, 2017 Setidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama beberapa pekan terakhir Pada masa kampanye, Anies Baswedan menjanjikan kembali membangun permukiman Kampung Akuarium Kondisi kebersihan dan sanitasi yang buruk membuat kesehatan menjadi perkara mahal warga gusuran di Kampung Akuarium. tirto.id - Eka Juwanti, 22 tahun, seorang warga Kampung Akuarium, meninggal karena kondisi sanitasi yang buruk di daerah penggusuran. Eka salah satu dari 90 kepala keluarga yang digusur huniannya oleh pemerintahan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama . Selama tiga pekan terakhir, sedikitnya tiga warga meninggal, termasuk Eka, di Kampung Akuarium yang menolak digusur dan bertahan dalam kondisi hunian yang buruk sejak 13 bulan terakhir. Mereka berjuang mempertahankan hak-hak dasar, keadilan, dan pengakuan. Kampung Akuarium adalah salah satu dari 193 kasus penggusuran paksa yang dilakukan

Upload: ngoquynh

Post on 08-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

1

Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium

https://tirto.id/yang-mati-di-tanah-gusuran-kampung-akuarium-co3R

Wuriani (42) bersama anak keduanya di area penggusuran Kampung Akuarium,

Penjaringan, Jakarta Utara. tirto.id/Arimacs Wilander

Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Hendra Friana

19 Mei, 2017

Setidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama

beberapa pekan terakhir

Pada masa kampanye, Anies Baswedan menjanjikan kembali membangun permukiman

Kampung Akuarium

Kondisi kebersihan dan sanitasi yang buruk membuat kesehatan menjadi perkara mahal

warga gusuran di Kampung Akuarium.

tirto.id - Eka Juwanti, 22 tahun, seorang warga Kampung Akuarium, meninggal karena

kondisi sanitasi yang buruk di daerah penggusuran. Eka salah satu dari 90 kepala

keluarga yang digusur huniannya oleh pemerintahan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama.

Selama tiga pekan terakhir, sedikitnya tiga warga meninggal, termasuk Eka, di Kampung

Akuarium yang menolak digusur dan bertahan dalam kondisi hunian yang buruk sejak 13

bulan terakhir. Mereka berjuang mempertahankan hak-hak dasar, keadilan, dan

pengakuan.

Kampung Akuarium adalah salah satu dari 193 kasus penggusuran paksa yang dilakukan

Page 2: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

2

pemerintahan Ahok sepanjang 2016, yang berdampak terhadap 5.726 keluarga dan

5.379 unit usaha, menurut penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Baca: Hikayat Si Raja Gusur

Penggusuran di Kampung Akuarium terjadi pada 11 April 2016. Ia melibatkan sekitar

empat ribu personel Satpol PP DKI Jakarta atas perintah Ahok. Penggusuran tersebut,

kata Ahok, diperuntukkan untuk "kepentingan revitalisasi kawasan Kota Tua."

Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal di sebuah perahu milih

ayahnya. Keluarganya menolak untuk tinggal di Rusunawa yang telah disiapkan oleh

Pemprov DKI.

Lebih lengkap mengenai kondisi warga gusuran yang tinggal di Rusunawa, baca: Balada Korban

Penggusuran yang Tinggal di Rusun

Eka mengalami sakit sejak tinggal di perahu, beberapa waktu berselang. Dokter yang

mendiagnosisnya menyimpulkan bahwa Eka menderita kekurangan kalium. Ia mesti

dirawat di Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara, selama delapan hari.

"Pokoknya, waktu itu setelah penggusuran dia sakit. Saya lupa tanggalnya," kata

Sukarti, 41 tahun, ibu Eka, kepada reporter Tirto di kawasan gusuran Kampung Akuarium,

17 Mei lalu.

Selama pengobatan, menurut Sukarti, tak ada sama sekali bantuan dari pihak Pemprov

DKI Jakarta. Padahal, menurutnya, ia bersama warga korban gusuran lain sudah

mengajukan ke Pemprov untuk diberi fasilitas kesehatan.

Hal itu dibenarkan oleh Topaz, seorang warga korban gusuran lain. Ia mengatakan surat

pengajuan fasilitas kesehatan telah dilayangkan ke Pemprov DKI melalui lurah

Penjaringan sejak sekitar setahun lalu. Tetapi surat tersebut belum kunjung direspons

hingga kini.

"Tapi, kami masih menunggu," kata Topaz.

"Kami kalau berobat ke Puskesmas Penjaringan atau klinik saja. Bayar sendiri,"

ujar Topaz di kawasan gusuran Kampung Akuarium.

Saat dikonfirmasi ke Kelurahan Penjaringan, Lurah Penjaringan Agus Sugiharto tidak

Page 3: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

3

ada di tempat. Menurut salah satu staf kelurahan, yang enggan menyebutkan namanya,

Lurah Agus sedang pergi untuk "urusan kelurahan dan tidak bisa dipastikan kapan

kembali ke kantor." Padahal, saat itu, baru pukul 1 siang atau belum jam usai kerja.

Staf kelurahan itu menolak memberikan nomor kontak pribadi Lurah Agus.

Selama masa pengobatan di RS Koja, menurut Sukarti, putrinya menggunakan asuransi

kesehatan nasional. "Anaknya memang sudah punya BPJS," katanya.

Setelah tiga minggu dirawat, Eka dibawa pulang dan menjalani rawat jalan di Puskesmas

Penjaringan, sekitar dua kilometer dari Kampung Akuarium.

Memang ada rumah sakit lain di sekitar situ, yakni RS Atma Jaya, sebuah rumah sakit

elite, terletak di sebelah kantor Kelurahan Penjaringan atau sekira 1,5 kilometer dari

Kampung Akuarium. Sukarti berkata "tak banyak berharap" pada rumah sakit tersebut

karena tentu saja ia tak kuat membayar pengobatan di sana.

"Saya pernah punya uang hanya 50 ribu rupiah untuk hidup. Gimana? Yang kerja hanya

suami saya. Kalau dulu, saya punya rumah kontrakan sebelum digusur," katanya.

Selama merawat putrinya, keluarga Sukarti tinggal di atas perahu.

Seorang anak berjalan di depan spanduk kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017 di Kampung Akuarium,

Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (11/4). Tirto/Arimacs Wilander

Keluarga-keluarga Kampung Akuarium yang menolak digusur ini kembali menempati

hunian lagi, dengan mendirikan tenda semipermanen, sesudah

Anies Baswedan-Sandiaga Uno memenangkan Pilkada DKI Jakarta, 19 April lalu.

Menurutnya, Anies Baswedan pada 11 April sempat menjenguk Eka. Saat itu

Page 4: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

4

Anies berkata "prihatin" kepada Eka yang juga pernah ditolak oleh RS Atma Jaya karena

perkara biaya dan disebut tidak mempunyai penyakit yang serius untuk mendapat

perawatan di tempat tersebut.

"Pak Anies sempat jenguk. Ya, Pak Anies khawatir dan prihatin. Tapi, tidak memberikan

santunan," kata Sukarti.

Saat dijenguk oleh Anies itu, kata Sukarti, keadaan Eka tidak terlalu buruk. Ia tidak

menyangka bila penyakit anaknya akan berujung pada komplikasi sampai merenggut

nyawa.

Pada 2 Mei, Eka mengembuskan napas terakhir.

Menurut diagnosis dokter, Eka menderita kekurangan kalium, kekurangan gizi, dan

penyakit paru-paru. Kematiannya menambah serentetan kematian korban gusuran

Kampung Akuarium.

Topaz menyebut ada dua warga lain yang meninggal. Mereka adalah Supinah, 41 tahun,

dan Anton, 45 tahun. Menurut Topaz, Supinah meninggal karena menderita kanker

payudara. Sedangkan Anton meninggal beberapa hari lalu tanpa ada sakit yang jelas.

"Kalau Bu Supinah meninggalnya di kontrakan. Sudah enggak tinggal di sini. Pak Anton

habis dikerokin malamnya, paginya meninggal. Dadakan," kata Topaz.

Berbeda dengan Eka, Supinah sudah tidak lagi tinggal di Kampung Akuarium saat

menderita sakit kanker payudara. Ia meninggal di sebuah rumah kontrakan yang masih di

kawasan Penjaringan.

Seperti halnya Eka, Supinah menggunakan biaya pribadi selama dirawat. Tidak ada

bantuan dari pemerintah provinsi. Padahal, penyakit Supinah tergolong berat dan

berlangsung dalam waktu lama.

Sementara Anton meninggal pada 14 Mei lalu.

Menurut Topaz, bantuan kesehatan selama ini hanya dari lembaga-lembaga

nonpemerintah dan sukarelawan dari individu atau kelompok yang peduli korban gusuran

Kampung Akuarium.

"Kadang memang ada bantuan kesehatan dari LSM atau tenaga kesehatan yang datang ke

Page 5: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

5

sini," katanya.

Topaz berharap pemerintah DKI Jakarta memperhatikan korban gusuran yang menolak

dipindah.

"Sudah kena gusur, sakit juga. Kami, kan, juga masih manusia," katanya.

Apa jawaban Pemrov DKI Jakarta soal kematian warga di Kampung Akuarium?

Sekretaris Daerah Pemrov DKI Jakarta Saefullah dengan enteng menjawab: "Meninggal,

kan, bukan urusan Pemda. Meninggalkan bagian dari qodo dan qodar. Takdir. Penyebabnya

bisa sakit, bisa apa saja."

Soal keluhan fasilitas kesehatan yang disuarakan masyarakat tergusur di kampung

Akuarium, Saefullah menjawab itu adalah "kesalahan mereka sendiri." Sudah disiapkan

rusun, katanya, kenapa malah tetap memilih tinggal di tanah gusuran?

"Pertama, mereka itu, kan, sudah dapat bantuan rusun. Merka yang sudah tinggal di rusun

rata-rata komentarnya puas. Bukan hanya di Akuarium. Bukit Duri juga rata-rata puas.

Silakan aja kamu ke sana. Kalau masukannya positif buat kita. Kalau negatif buat kita

juga. Sebagai bahan evaluasi," katanya, kemarin (18/5).

"Soal pertanyaan layanan kesehatan. Puskesmas kita itu, kan, standby 24 jam. Kalau

mereka sakit, kan, bisa lari ke Puskesmas. Bisa lari juga ke RSUD tingkat kecamatan.

Tidak mungkin ditolong di situ. Jadi layanan kesehatan kita ini sudah full. Tidak perlu

kemana-mana. Jadi mereka tinggal datang saja ke tempat terdekat. Karena para dokter

kita, kan, dibayar sama APBD," ujarnya.

(tirto.id - wam/wam)

Balada Korban Penggusuran Yang Tinggal Di Rusun

Page 6: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

6

Reporter: Dieqy Hasbi Widhana & Reja Hidayat

28 Desember, 2016

Warga korban gusuran yang tinggal di rusun rentan tersingkir lagi dari rusun yang

ditempatinya.

Praktik penggusuran meningkatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta.

Kendati mendapat kesempatan menghuni rumah susun, tapi korban gusuran di

Jakarta harus menghadapi rentetan persoalan baru yang pelik.

tirto.id - “Kalau di sana bisa nabung sehari Rp20 ribu, di sini seribu saja susah,” kata

Masruroh Noviani ketika ditemui reporter Tirto.id di Rusun Rawa Bebek, Jakarta Timur.

Dia tengah memetik cabai hijau di halaman belakang rusun. “Dapat 1 kilo kurang 1 ons nih,”

katanya, menunjukkan kantong plastik berisi cabai.

Sesudahnya, dia melanjutkan memasak di warung, yang diberikan pihak pengelola rusun,

seukuran 2x4 meter persegi. Di rusun tempatnya menjalani kehidupan baru itu, setiap

penghuni dibolehkan memanen cabai asalkan turut menyiram dan memfotonya terlebih

dulu.

Sambil menggoreng kerupuk, Noviani menuturkan aktivitas barunya di rusun, seraya

membandingkan kehidupan lamanya di Pasar Ikan, Penjaringan, yang digusur pada 30

Maret dan 1 April lalu. Dia salah satu dari 652 orang yang dipindahkan ke Rusun Rawa

Bebek, berjarak sekitar 27 kilometer atau 2,5 jam dengan transportasi publik. Sebagian

warga Pasar Ikan lain ditempatkan paksa ke Rusun Marunda.

Suaminya, Maman, menjalani profesi sebagai sopir truk pengiriman barang lintas provinsi

selama 26 tahun. Kantornya di Pasar Ikan. Dalam 30 hari, bila tidak mengambil libur,

biaya transportasi suaminya berangkat dan pulang dari rusun dan tempat kerja bisa

menghabiskan uang sekira Rp1.080.000.

Noviani berkisah, saban pagi sekira jam 4 pagi, suaminya rutin belanja sayuran, yang

paling banter menghabiskan waktu pergi-pulang selama 1,5 jam. Setelah itu Noviani

membuka lapak sayuran di halaman belakang rusun. Sementara, suaminya lanjut membuka

penutup terpal kios makanan ringan di lantai dasar. Sekitar jam 8 pagi, Noviani menutup

lapak lalu menjaga kios.

Selagi Noviani menjaga warung, Maman menumpang ojek motor untuk berangkat ke

Page 7: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

7

Stasiun Cakung, dengan ongkos rata-rata Rp10 ribu. Kemudian dia naik kereta menuju

Stasiun Jakarta Kota dengan biaya Rp3 ribu. Lantas dia naik bus Kopami Jaya 02 menuju

Mitra Bahari, sedikitnya menghabiskan ongkos Rp5 ribu. Biaya ongkos harian ini

dijalaninya kembali ketika pulang ke rusun.

“Suami saya tadinya dari sini berangkat naik motor, nyampe sana kurang lebih satu jam

kalau cepat. Cuma sering kecelakaan, mungkin dia ngantuk atau kecapean. Makanya

akhirnya naik kereta. Pernah tulang tangannya patah pas pergelangan. Parah,” kata

Noviani.

Untuk biaya sewa rusun, listrik, dan air dalam sebulan, keluarganya harus membayar

sekitar Rp540 ribu. Selain biaya makan sehari-hari, dia juga harus membayar ongkos

pulang-pergi kedua anaknya ke SDN Pulo Gebang 13, yang menelan biaya sebulan Rp300

ribu.

“Kasihan, kan. Ini masuknya jam 10. Pulangnya jam 3 sore. Bus sekolahnya, yang jadi

fasilitas rusun cuma bawa anak SMP. Jemput juga anak SMP. Jam 5:30, anak-anak harus

berangkat. Masak dia masuk jam 10 tapi jam setengah 6 pagi harus berangkat?” ujarnya.

Tak jauh dari Noviani, Andi (44) tampak termenung di bibir kolam yang baru dibuat

sebulan lalu. Sesekali Andi melempar makanan ikan ke kolam. Dia lahir dan hidup di

daerah Pasar Ikan. Beda dengan huniannya dulu, kini tak ada lagi hamparan air yang luas,

selain kubangan kolam ikan buatan di rusun.

Andi bekerja sebagai kuli periklanan, sementara setiap hari istrinya bekerja buruh

pembersih jeroan ikan. Untuk bekerja, hingga kini keduanya harus tetap bolak-balik ke

Pasar Ikan. Keluarganya kewalahan membayar biaya sewa rusun, listrik, dan air.

Ditambah harus menanggung biaya hidup dua anak yang duduk di bangku SD dan SMP.

“Nunggak 2 bulan. Baru-baru kemarin kita bayar tapi nyicil. Untuk menempuh tempat

kerja jauh,” kata Andi kepada Tirto.

Menunggak Biaya Sewa, Tidur di Gerobak

Menjelang petang, enam petugas kebersihan menggotong bak sampah seukuran 1x0,5

meter di halaman belakang rusun Rawa Bebek. “Semua sampah di rusun ini ditampung di

situ,” kata Andi, sambil menunjuk para petugas kebersihan yang menuangkan isi bak

sampah kecil ke dalam bak lebih besar.

Page 8: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

8

Seorang perempuan tua berkulit gelap tiba-tiba mendekat. Tidak mempedulikan bau bak

sampah menyengat, dia meminta satu kantong plastik besar bewarna hitam.

“Buat nyari plastik bekas. Saya pemulung tapi warga sini,” kata perempuan itu saat

reporter Tirto.id bertanya apakah dia warga rusun atau orang luar. Perempuan itu

berjalan mendekati kolam ikan tempat Andi tengah tercenung. Saat ditanya apakah dia

bersedia diwawancara, dia menolak. “Saya sibuk kerja, enggak bisa diajak ngobrol,”

katanya. Dia juga enggan memberitahu namanya.

Saat dikonfirmasi soal pemulung itu, Darnawati Sembiring, Kepala Unit pengelola

Rusun Rawa Bebek, membenarkan bahwa perempuan itu semula warga Pasar Ikan. Setiap

sore dia sering memulung barang bekas di sekitar rusun.

Pernah suatu kali perempuan itu, yang terdaftar sebagai penghuni rusun, menunggak

biaya sewa. Darnawati mendatangi unitnya yang gelap karena nunggak biaya listrik.

“Sempat dia bilang, 'Saya balik lagi deh, tinggal di gerobak.' Saya tidak lepaskan.

Pemerintah harus bertanggungjawab orang-orang seperti itu. Jadi saya tidak lepas,”

kata Darnawati kepada Tirto.

Selain dihuni warga gusuran dari Pasar Ikan, Bukit Duri, dan Kali Krukut, Rusun Rawa

Bebek diperuntukkan bagi warga miskin yang belum menikah.

Dari hunian lama mereka di Pasar Ikan dan Bukit Duri, sekitar 2.110 warga dibawa paksa

ke rusun di Jakarta Timur itu, wilayah dengan pendapatan rumah tangga terendah di

seluruh Jakarta, yakni 27,45 persen (upah minum layak Jakarta tahun 2016 adalah Rp3,1

juta).

Gaji pokok suami Noviani sekira Rp 1,5 juta. Di sisi lain dalam sebulan, usaha dagangan

keluarga itu rata-rata laku Rp200 ribu. Pendapatan ini jauh jika dibandingkan dengan

biaya kebutuhan hidup minimum atau layak menurut hitungan BPS DKI Jakarta (2015),

yakni Rp2,5 juta.

Rentan Diusir

Page 9: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

9

Setiap kepala keluarga dari lokasi gusuran ini, ketika diproses sebagai penghuni rusun,

wajib menandatangani surat perjanjian dengan pihak kepala unit rusun. Sementara

penempatan blok atau lantai dipilih dari hasil undian. Jangka waktu mereka menyewa,

sesuai Peraturan Gubernur nomor 111 tahun 2014, selama 2 tahun. Sesudahnya mereka

akan dievaluasi, yang lebih menekankan pada ketaatan penghuni membayar sewa bulanan.

Setelah prosedur tuntas, setiap unit rusun diberikan kartu rusun. Kartu ini adalah kerja

sama pemerintah provinsi Jakarta dengan Bank DKI dan PT Transportasi Jakarta. Ia

dipakai sebagai satu pintu: membayar biaya sewa dan air serta sebagai kartu gratis

menggunakan bus TransJakarta. Untuk yang terakhir, sebagai penekanan, kartu itu

hanya berlaku untuk satu kepala keluarga,

bukan satu orang.

Sementara, berdasarkan surat perjanjian

penghuni rusun yang mengacu pada Peraturan

Gubernur tentang mekanisme penghunian

rusun, bila terjadi keadaan kahar (bencana,

kebakaran) dan perubahan peruntukan lahan

rusun, maka para penghuni rusun “harus

mengosongkan … tanpa menuntut ganti rugi

berapa pun dan dengan alasan apapun.”

Terkait biaya sewa, warga cukup menabung

di rekening di Bank DKI dengan deposito

minimal harga sewa plus Rp50 ribu. Setiap

bulan Bank DKI melakukan debet otomatis,

dengan menyisakan uang minimal di rekening

sebesar Rp50 ribu itu.

Jika warga hunian rusun menunggak, mereka

dikenakan denda otomatis sebesar 2 persen

setiap bulan.

Biaya sewa di tiap rusun berbeda. Di Rusun Marunda, untuk setiap unit tipe 30, lantai I

seharga Rp159 ribu/bulan. Semakin ke atas, biaya sewanya semakin murah: Rp151 ribu

(lantai 2), Rp144 ribu (lt. 3), Rp136 ribu (lt. 4), dan Rp128 ribu (lt. 5). Sedangkan biaya

sewa Rusun Jatinegara Barat dibikin rata untuk semua lantai (ada 16 lantai), sebesar

Rp300 ribu/bulan.

Page 10: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

10

“Saya dibantu anak kalau bayar.” kata Karyanti, warga gusuran dari Kalijodo yang

dipindahkan ke Rusun Marunda. “Anak kerja di laundry Pluit. Ini sudah 3 bulan belum

bayar. Sakit. Sakit,” ujar perempuan berusia 48 tahun itu.

“Digusur tanpa bantuan apa-apa. Tanpa ganti rugi. Ahok, mah, gubernur paling kejam,”

keluh Karyanti.

“Saya pengin di sini ada koperasi simpan pinjam,” tambahnya. “Makanya saya jual soto,

tapi berhenti lagi.” Kini, saban hari, Karyanti bersama suami berkeliling rusun menjajakan

gorengan.

Darnawati, Kepala Unit rusun Rawa Bebek, menjelaskan bahwa penghuni rusun di

tempatnya dari gusuran Bukit Duri kini menempati 377 unit, Pasar Ikan 164 unit, dan

Krukut 23 unit. Di rusun yang sama, warga dari Bukit Duri dikenakan biaya sewa beragam,

semakin tinggi lantai semakin murah—sama dengan rusun Marunda. Paling mahal Rp300

ribu di lantai 1 hingga paling murah di lantai 5 Rp200 ribu.

Tetapi ini tidak berlaku untuk warga gusuran dari Pasar Ikan, seluruh lantai diterapkan

sama biaya sewa, Rp300 ribu. Alasannya, mereka ditempatkan di blok rusun yang

diperuntukkan bagi masyarakat umum-miskin. Blok rusun bagi warga Pasar Ikan yang

seharusnya mereka tempati masih dalam proses pembangunan.

Bagaimana tunggakan sewa di Rusun Rawa Bebek? Jumlahnya variatif, tetapi ada yang

tenggang hingga tiga bulan.

“Saat ini kalau jumlah tunggakan lebih kurang Rp120 juta untuk semuanya,” kata

Darnawati.

Menambah Jumlah Penduduk Miskin

Warga gusuran menambah jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data

Sensus BPS DKI Jakarta (Maret 2015), ada 487.388 orang miskin. Ia bertambah

menjadi 503.038 orang (September 2015) dan naik lagi menjadi 510.359 jiwa (Maret

2016).

Mereka yang digusur paksa juga menambah persentase warga yang menghuni rumah sewa.

Rilis BPS DKI Jakarta tentang persentase rumah tangga menurut provinsi dan status

kepemilikan rumah kontrak atau sewa, pada 2014 sebanyak 33,71 persen, sedangkan

Page 11: Yang Mati di Tanah Gusuran Kampung Akuarium fileSetidaknya tiga warga korban gusuran dari Kampung Akuarium meninggal selama ... Eka bersama orangtuanya dan seorang adik memilih tinggal

11

tahun 2015 sebanyak 34,13 persen.

Bila mengacu UU nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, negara

wajib menyediakan kebutuhan rumah bagi masyarakat. DKI Jakarta menanggung rencana

pembangunan sekitar 70.000 rumah setiap tahun. Keterbatasan lahan di wilayah Jakarta

bikin pemerintah (maupun pihak swasta) membangun hunian secara vertikal (ke atas).

Arifin dari Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta menjelaskan bahwa

pemerintah provinsi masih terus melakukan pembangunan rusun khusus program

penggusuran. Sejauh ini, pemerintah mengelola 23 rusunawa bagi warga korban

penggusuran paksa.

“Yang jelas, saya kalau jadi bangun rusun untuk tahun besok (2017) itu 11 ribuan unit. Ada

di beberapa lokasi. Intinya ada di 22 lokasi,” kata Arifin kepada Tirto.id.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN JAKARTA atau tulisan menarik lainnya Dieqy

Hasbi Widhana

(tirto.id - dqy/fhr)