sarafambarawa.files.wordpress.com€¦  · web viewidentitas pasien. nama: ny. s. no. rm:...

61
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S No. RM : 178******* Usia : 71 tahun Jenis kelamin : Perempuan Status marital : Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SD Agama : Islam Alamat : Sumowono Ruang rawat : Asoka Tanggal masuk : 11 Oktober 2019 Tanggal keluar : 19 Oktober 2019 II. ANAMNESA II.1 Keluhan Utama Penurunan kesadaran II.2 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa tanggal 11 Oktober 2019 dengan keluhan penurunan kesadaran mendadak sejak 2 jam sebelum masuk RS. Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien ditemukan oleh anaknya terjatuh dalam posisi duduk di kamar mandi. Pasien ditemukan dalam keadaan kesadarannya telah menurun dan anggota gerak kanannya lemah. Sebelum ditemukan terjatuh, diakui oleh anak, 1

Upload: others

Post on 24-Dec-2019

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

No. RM : 178*******

Usia : 71 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status marital : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Alamat : Sumowono

Ruang rawat : Asoka

Tanggal masuk : 11 Oktober 2019

Tanggal keluar : 19 Oktober 2019

II. ANAMNESA

II.1 Keluhan Utama

Penurunan kesadaran

II.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa tanggal 11 Oktober 2019 dengan

keluhan penurunan kesadaran mendadak sejak 2 jam sebelum masuk RS.

Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien ditemukan oleh

anaknya terjatuh dalam posisi duduk di kamar mandi. Pasien ditemukan dalam

keadaan kesadarannya telah menurun dan anggota gerak kanannya lemah.

Sebelum ditemukan terjatuh, diakui oleh anak, penderita tidak mengeluh

kesemutan, mual, kejang, sesak, nyeri kepala, dan pusing. Pasien sebelumnya

masih beraktivitas seperti biasa.

Setelah jatuh, pasien mengeluh nyeri kepala, namun tidak sesak, mual,

kejang dan penglihatan kabur. Anggota gerak kanan terasa berat untuk

digerakkan. Bicara pasien menjadi kurang jelas. Tidak disertai dengan keluhan

kejang, pilek, batuk, demam, gangguan pendengaran, kesemutan, pandangan

ganda dan riwayat kepala terbentur sebelum kejadian.

1

Menurut anaknya, penderita tidak pernah mengeluh sakit kepala

sebelumnya dan tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.

Disangkal adanya riwayat darah tinggi sebelumnya. Disangkal adanya riwayat

tumor. Tidak ada gangguan BAK dan BAB.

II.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat stroke sebelumnya : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat nyeri kepala kronis : disangkal

Riwayat vertigo : disangkal

Riwayat diabetes melitus : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat muntah proyektil : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

II.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Riwayat stroke : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

II.5 Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Pribadi

Riwayat merokok disangkal

Riwayat minum minuman alkohol disangkal

Pasien melakukan aktivitas berat dalam kesehariannya yaitu mencari kayu

bakar

II.6 Anamnesa Sistem

Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak tubuh bagian kanan

Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan

Sistem respirasi : tidak ada keluhan

2

Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan

Sistem integumen : tidak ada keluhan

Sistem urogenital : tidak ada keluhan

II.7 Resume Anamnesa

keluhan penurunan kesadaran mendadak sejak 2 jam sebelum masuk RS.

Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien ditemukan oleh

anaknya terjatuh dalam posisi duduk di kamar mandi. Pasien ditemukan dalam

keadaan kesadarannya telah menurun dan anggota gerak kanannya lemah.

Sebelum ditemukan terjatuh, diakui oleh anak, penderita tidak mengeluh

kesemutan, mual, kejang, sesak, nyeri kepala, dan pusing. Pasien sebelumnya

masih beraktivitas seperti biasa.

Setelah jatuh, pasien mengeluh nyeri kepala, namun tidak sesak, mual,

kejang dan penglihatan kabur. Anggota gerak kanan terasa berat untuk

digerakkan. Bicara pasien menjadi kurang jelas. Tidak disertai dengan keluhan

kejang, pilek, batuk, demam, gangguan pendengaran, kesemutan, pandangan

ganda dan riwayat kepala terbentur sebelum kejadian.

III. DISKUSI I

Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala berupa

kelemahan anggota gerak kanan, yang sifatnya mendadak setelah

sadarkan diri disertai bicara pelo dan tidak jelas, penurunan kesadaran

dengan onset akut. Pada penderita tidak didapatkan defisit neurologis

yang terjadi secara progresif, berupa kelemahan motorik yang terjadi

akibat suatu proses destruksi lesi otak (Greenberg, 2001). Gejala-

gejala abses serebri berupa nyeri kepala yang cenderung memberat,

demam, defisit neurologi fokal dan kejang juga tidak terdapat pada

penderita ini (Adam et al, 2001; De angelis, 2001).

Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor

pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya

3

mengarah ke suatu lesi vaskuler karena onsetnya yang mendadak,

sehingga pada penderita mengarah pada diagnosis stroke. Menurut

WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat

akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan

kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.

Stroke juga didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan

fungsi otak akut akibat gangguan suplai darah di otak, atau perdarahan

yang terjadi mendadak, berlangsung dalam atau lebih dari 24 jam yang

menyebabkan cacat atau kematian.

Pasien berumur 70 tahun merupakan factor predisposisi terjadinya

stroke. Penelitian Denise Nasissi, 2010 menunjukkan dari 251

penderita stroke, rata-rata umur penderita adalah 69 tahun (78%

berumur lebih dari 60 tahun). Umur merupakan faktor risiko yang

paling kuat untuk stroke. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk

setiap 10 tahun di atas 55 tahun. (Sotirios, 2000).

IV. STROKE

1. Definisi

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi

otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian

atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain

kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya

terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak

(perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak dimasukkan

dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak

disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

2. Epidemiologi

Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan

stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat

4

tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik

terjadi kematian akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia

55-64 tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat

sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun.

Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi

terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%),

Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.

Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara

(berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan

gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000

(2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir

85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke

bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan

kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan

meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker

kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030

(Yastroki, 2012)

3. Faktor Risiko

Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan

sebagai berikut (Sjahrir, 2003) :

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Keturunan / genetic

2. Modifiable risk factors

a. Behavioral risk factors

i. Merokok

ii. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam

urat, kolesterol, low fruit diet

iii. Alkoholik

5

iv. Obat-obatan : narkoba (kokain),

antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi

hormonal

b. Physiological risk factors

i. Penyakit hipertensi

ii. Penyakit jantung

iii. Diabetes mellitus

iv. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus

v. Gangguan ginjal

vi. Kegemukan (obesitas)

vii. Polisitemia, viskositas darah meninggi &

penyakit perdarahan

viii. Kelainan anatomi pembuluh darah, dll

4. Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis

stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang

berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke Iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah

1. Sistem karotis

6

2. Sistem vertebrobasilar

Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :

1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)

3. Lacunar Infark (LACI)

4. Posterior Circulation Infark (POCI)

5. Patofisiologi

Patofisiologi Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh

darah otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap (Sjahrir, 2003).

1. Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energy

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

2. Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

3. Tahap 3 : Inflamasi

4. Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan

melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan

energi, hilangnya homeostasis ion sel,asidosis, peningkatan kalsium

ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh

radikal bebas (Sherki dkk, 2002).

Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang

paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi

serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda

7

trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak

umum. Beberapa pasien mengalami

pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum

lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba,

dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada

setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa

jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan

intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan

berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika

interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi

oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada

percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombus juga

dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh

darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah

sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan

basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat

terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga

permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan

melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme

koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk

emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria

itu akan tersumbat dengan sempurna.

Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan

perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang

lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10%

adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan,

2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini

8

paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-

400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding

pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta

timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien,

peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya

penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah

kecil membuat efek

penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya

membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume

perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di

dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala

neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah

disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke

ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan

oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous

malformation (AVM).

6. Manifestasi Klinis

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan

menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed

stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa

jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati

(stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak

selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang

mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke

yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.

Beberapa gejala stroke berikut :

9

• Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)

• Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari

tidur, membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba

• Muntah

• Pandangan ganda

• Kesulitan berbicara atau memahami orang lain

• Kesulitan menelan

• Kesulitan menulis atau membaca

• Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti

kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau

penurunan keterampilan motorik

• Kelemahan pada anggota gerak

7. Diagnosis

Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis

hemoragik atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor

stroke, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,

dan riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek

kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran

dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang

ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan,

agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk

mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau

kiri. Pada kinan (cekat tangan kanan), 90% pusat bahasa berada di

hemisfer kiri sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri dapat

mengakibatkan gangguan bicara atau afasia. Sedangkan pada kidal

(cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri dan 40% berada di

10

kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol karena masih

terkompensasi.

Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke

dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk

ke dalam penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang

menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau

mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama,

yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang

menandakan kasus tersebut.

Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90%

anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan

stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan

tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan

ganda, dan penurunan kesadaran.

Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang

mencakup gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada

anggota gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa

kesemutan dan mati rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik.

Untuk mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan tentang

alvi, uri, dan hidrosis. Adanya inkontinensia menandakan lesi UMN

dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo dan mulut mencong

berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika makan atau

minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel

berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan

ketika anamnesis pasien.

Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari

itu perlu ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien

lakukan sebelum terjadi serangan. Stroke iskemik dapat disebabkan

oleh trombus atau embolus. Pada pasien stroke iskemik dengan

penyebab trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang

beristirahat atau saat aktivitas ringan yang tidak meningkatkan kerja

11

jantung. Kelemahan anggota gerak yang terjadi bersifat progresif,

semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke

iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien

sedang beraktivitas berat yang meningkatkan kerja jantung, seperti

olahraga, menaiki dan menuruni tangga, atau emosi yang meningkat.

Kelemahan anggota gerak yang tidak bersifat progresif.

Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :

• Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala

pertama, sampai gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara

berurutan

• Waktu dan lamanya keluhan berlangsung

• Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda

lateralisasi, peningkatan TTIK)

• Sifat dan beratnya serangan

• Lokasi dan penyebarannya

• Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)

• Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah

melakukan aktivitas apa saja)

• Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat

melirik ke satu sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah

mencong, mengompol, baal)

• Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali

• Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-

faktor yang memperberat atau meringankan serangan

• Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang

menderita keluhan yang sama

• Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi

komplikasi atau gejala sisa

• Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-

jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik

lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita

12

ALGORITMA STROKE GADJAH MADA

Siriraj Stroke Score :

(2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x

tekanan darah diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12.

Keterangan :

13

1. SSS > 1 : stroke hemoragik

2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala

3. SSS < -1 : stroke iskemik

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan

untuk mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi

dan pernapasan berhubungan dengan saraf otonom. Suhu

diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.

Status Generalis

Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.

Status Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi

anamnesis yang telah ditanyakan. Komponen status neurologis

yang dinilai :

o GCS

o Pupil

o Tanda rangsang meningeal

o Nervus cranialis

o Fungsi motoric

o Fungsi sensorik

o Fungsi otonom

o Gait dan koordinasi

Pemeriksaan Penunjang

Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk

diagnosis, preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk

menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri

dari pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi

terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan

kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang

14

dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke

hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau

tidaknya hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor

resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi

karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan

anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk

menyingkirkan faktor resiko stroke. Perbandingan hasil CT-scan

kepala pada stroke hemoragik dan iskemik.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu

Hb, profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula

darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap

(aPTT, INR, D- dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari

pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count.

Semakin tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin buruk

karena semakin banyak sel neuron otak yang rusak. Hiperglikemia

karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu

keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan

bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada

keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu sebelum

dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat

menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat

hiperglikemia (Habib, dkk, 2001; Martin, dkk, 1987) :

a. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa

akan mengalami metabolisme anaerob menjadi asam

laktat dan hasil akhirnya akan menyebabkan asiosis

intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan

terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan

vascular. Pada keadaan tersebut mungkin produksi

asam laktat pada daerah iskemik akan dibantu oleh

perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah

15

otak atau pada membrane sel neuron dan sel glia yang

memungkinkan masuknya glukosa ke dalam sel.

b. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan

kadar neurotransmitter glutamate dan aspartat, yang

keduanya mempunyai sifat eksitasi dan neurotoksik,

pada keadaan normal pelepasan glutamate akan

merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan

depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan

hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang

akan merangsang neuron makin meningkat, karena

pelepasan yang berlebihan bersama kegagalan reuptake

yang biasanya terjadi pada detoksikasi glutamate dan

aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan

hiperstimulasi neuron pasca sinaptik yang kemudian

akan menyebabkan kematian neuron.

c. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan

hiperstimulasi neuron akan terjadi peningkatan kalsium

intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya

kerusakan neural.

Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya

leukositosis relatif. Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif.

Sitokin yang dilepaskan oleh sel yang iskemik akan memanggil

leukosit yang berada di marginal pool dan leukosit matur di sumsum

tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri dapat

mengakibatkan kerusakan yang lebih luas pada daerah yang

mengalami kerusakan tersebut karena menyumbat mikrovaskularisasi,

vasokontriksi, dan infiltrasi ke sel neuron dan mengeluarkan enzim

hidrolitik, pelepasan lipid, dan radikal bebas. Peningkatan leukosit

pada keadaan ini disebut leukositosis reaktif, yakni terdapat

peningkatan kadar leukosit di dalam darah tanpa disertai dengan

16

adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to right) maupun ke

kiri (shift to left).

8. Diagnosis Neurologis

Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :

Diagnosis klinis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang

ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah

dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom.

o Gejala Peningkatan TIK

Nyeri Kepala

Penurunan Kesadaran

Muntah Menyemprot

Pandangan Ganda

o Gejala Lateralisasi

Kelemahan anggota gerak sesisi

Baal sesisi

Otonom (BAB, BAK, keringat)

Diagnosis topis

Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada

stroke iskemik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal

dari korteks atau subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks,

kelemahan pada satu sisi anggota gerak berbeda nilainya. Pada

bagian yang dipersarafi oleh daerah yang mengalami

kerusakan, nilai motorik lebih berat dibanding bagian yang

lain. Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu sisi

anggota gerak sama. Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan

yang ditemukan dapat berasal dari intraserebral atau

subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat diketahui dari

anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis, pasien

mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan

subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda

17

rangsang meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan

intraserebral tidak ditemukan kelainan tersebut.

Diagnosis etiologis

Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada

stroke iskemik, dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.

Penyebab tersebut dapat diketahui dari anamnesis yang telah

dilakukan. Untuk membedakannya dilihat dari kelemahan

anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan pasien sebelum

serangan. Pada stroke hemoragik, penyebabnya yaitu pecah/

ruptur pembuluh darah.

Diagnosis patologis

Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis

yang terjadi, yaitu iskemik atau hemoragik.

9. Penatalaksanaan

Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang

menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang

menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan

yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan

mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk

memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi

neuron dengan memotong kaskade iskemik.

Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1. Pengelolaan umum :

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

b. Stabilisasi hemodinamik

c. Mencegah peningkatan tekanan intracranial

d. Mengendalikan kejang

e. Mengendalikan suhu tubuh

2. Pengelolaan spesifik :

a. Manajemen cairan dan elektrolit

b. Manajemen peningkatan tekanan intracranial

18

c. Manajemen tekanan darah

d. Manajemen glukosa darah

e. Manajemen kejang

f. Terapi trombolitik

g. Neurosurgical intervention

Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut :

• Antiagregasi trombosit

• Statin

• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)

• Neuroprotektor

Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut :

• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)

• Neuroprotektor

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :

1. Stroke iskemik

a. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke

merupakan upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang

sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue

plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB

maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus

kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan

dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian

haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang

masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat

penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan

inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat

ini.

Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan

memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang

19

yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan

deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15

mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi

adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah

melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10

hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.

b. Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat

dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan

anti agregasi trombosit.

Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang

mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien

dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,

thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru &

katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah

heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam

kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3

diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah

(LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari

ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin

dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III

penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.

Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang

berrisiko terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru

untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan

atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.

Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan

antara lain aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme

kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,

dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +

dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat

jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali

20

adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja

menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2

x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat

dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan

menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.

c. Proteksi neuronal/sitoproteksi

Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada

kelompok ini karena diharapkan dapat dengan memotong

kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih

lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :

i. CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki

membran sel dengan cara menambah sintesa

phospatidylcholine, menghambat terbentuknya

radikal bebas dan juga menaikkan sintesis

asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi

kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview

Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien

stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000

mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan

angka kematian dan kecacatan yang bermakna.

Therapeutic Windows 2 – 14 hari.

ii. Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,

diperkirakan memperbaiki integritas sel,

memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan

fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4

x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima

dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke

empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12

diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows

7 – 12 jam.

iii. Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan

khasiat anti calpain, penghambat caspase dan

21

sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari

menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang

bermakna.

iv. Statin

Statin di klinik digunakan untuk anti lipid,

mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak

dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan

“downstream dan upstream”. Efek downstream

adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga

mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari

arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah

memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric

Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,

vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS

(inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya

berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti

oksidan.

2. Stroke Hemoragik

a. Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36

gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah

lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue

plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian

protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100

mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang

mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.

Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling

hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat

neuropriteksi.

b. Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid

22

i. Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana

yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan

morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan

untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien

sadar.

ii. Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat

diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis

60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 –

30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan

per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk

mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya

terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut

sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi

vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1

– 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 –

20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg,

bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan

tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg

menggunakan dopamin.

c. Pengelolaan operatif

Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan

darah, penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan

mikro pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan

selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah

keadaan/kondisi pasien itu sendiri.

Faktor faktor yang mempengaruhi :

i. Usia

1. Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi

2. 60 – 70 th pertimbangan operasi lebih

ketat

3. Kurang 60 th operasi dapat dilakukan

lebih aman

23

ii. Tingkat kesadaran

iii. Koma/spoor tak dioperasi

iv. Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran

atau keadaan neurologiknya menurun

v. Perdarahan serebelum : operasi kadang

hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya koma

d. Topis lesi

i. Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)

1. Bila TIK tak meninggi tak dioperasi

2. Bila TIK meninggi disertai tanda tanda

herniasi (klinis menurun) operasi

ii. Perdarahan putamen

1. Bila hematoma kecil atau sedang tak

dioperasi

2. Bila hematoma lebih dari 3 cm tak

dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit

neurologiknya memburuk

iii. Perdarahan thalamus

1. Pada umumnya tak dioperasi, hanya

ditujukan pada hidrocepalusnya akibat

perdarahan dengan VP shunt bila

memungkinkan.

e. Perdarahan serebelum

i. Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu

pertama maka operasi

ii. Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara

medisinal dengan pengawasan

iii. Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda

penekanan batang otak operasi

f. Penampang volume hematoma

i. Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume

lebih dari 50 cc → operasi

24

ii. Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun

dan keadaan neurologiknya menurun ada tanda

tanda penekanan batang otak maka → operasi

5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan

sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya

ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.

V. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinis : penurunan kesadaran dengan lateralisasi dextra,

kelemahan anggota gerak kanan

Diagnosis topis : Hemisphere sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik dd stroke infark

VI. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan saat di IGD:

GCS : E3M4V3

Tanda-Tanda Vital :

- Tekanan darah: 200/100 mmHg

- Frekuensi nadi: 85x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat

- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular

- Suhu tubuh : 36.6°C

VI.1 Pemeriksaan Umum (15 Oktober 2019)

o GCS : E2M42

o Tanda-Tanda Vital:

- Tekanan darah: 120/80 mmHg

- Frekuensi nadi: 65x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat

- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular

- Suhu tubuh : 36,5°C

25

IV.2 Status generalis

Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam,

terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.

Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

pada leher. Kaku kuduk (-), burdzinski I (-)

Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan

facies.

Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar

merata, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat

isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya (+ /+), refleks kornea (+/+)

Telinga : AD/AS: Bentuk telinga normal, serumen (+),

membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)

Hidung : Bentuk hidung normal. Deviasi (-) Sekret (-)

Napas cuping hidung (-)

Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-),

perdarahan gusi (-), sianosis (-).

Thoraks

Pulmo :

• Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi -

• Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama

• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

• Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-)

Cor :

• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea

midclavikularis sinistra

• Perkusi :

Batas kiri bawah: ICS IV linea axillaris anterior

sinistra

Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis

dekstra

26

Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis

dekstra

• Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (-) sistolik, gallop-

Abdomen:

• Inspeksi : Datar, supel.

• Auskultasi: Bising usus (+) normal

• Perkusi : Timpani di semua regio abdomen

• Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien ttb,

nyeri tekan (-)

Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis (-), akral hangat (+)

IV.2 Status Psikiatri

Tingkah Laku : normal

Orientasi : buruk

Kecerdasan : tidak dapat dinilai

Daya Ingat : sulit dinilai

IV.3 Status Neurologis

1. Sikap : Asimetris

2. Gerakan abnormal : Tidak ada gerakan abnormal

3. Cara berjalan : Tidak dilakukan

Item TesNilai

MaksimalNilai

1.

ORIENTASI

Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 0

2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah

sakit), (lantai/kamar)

5 0

3.

REGISTRASI

Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap

benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda

tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi

sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat

jumlah pengulangan.

ATENSI DAN KALKULASI

3 0

27

4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.

Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik

kata “WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum

kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)

5 0

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 0

BAHASA

6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan

(pensil, arloji)

2 0

7. Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan

atau tetapi ”

3 0

8. Pasien diminta melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan

tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.

1 0

9. Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah

tangan kanan anda”

1 0

10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 0

11. Pasien diminta meniru gambar di bawah ini 1 0

Skor Total 30 0

Pedoman Skor kognitif global (secara umum): Nilai 24 -30: normalNilai 17-23 : probable gangguan kognitif Nilai 0-16:definite gangguan kognitif

4. Kognitif : definite gangguan kognitif (skor NMSE : 0)

5. Rangsang Meningeal : Kaku kuduk : (-)

Kernig sign : >1350 | >1350

Brudzinsky I : (-) Brudzinsky II : (-) Brudzinsky III : (-) Brudzinsky IV : (-)

6. Saraf kranial :

N II : Pupil bulat isokor 3 mm. RCL +/+, RCTL +/+

N III dan N VI : doll’s eye manouvre +/+

28

N V-1 : Refleks kornea tidak diperiksa

N IX dan N X : Tidak dilakukan pemeriksaan

N XII : Deviasi lidah sulit dinilai

7. Badan dan anggota gerak

a. Motorik :

Kesan lateralisasi ke kanan

Tn

N N

Tr

Eu Eu

N N Eu Eu

b. Sensorik : Sulit dinilai

8. Koordinasi, gait, dan keseimbangan

a. Cara berjalan : Tidak dilakukan

b. Tes Romberg : Tidak dilakukan

c. Tes Romberg dipertajam : Tidak dilakukan

9. Sistem otonom

a. Miksi : Dalam Batas Normal

b. Defekasi : Dalam Batas Normal

29

10. Refleks

Fisiologis

Biseps

Triseps

Patella

Achilles

(+)

(+)

(+)

(+)

Patologis

Hoffman Tromer

Babinski

Chaddock

Openheim

Gordon

Schaeffer

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

11. Fungsi koordinasi dan keseimbangan

Pemeriksaan Kanan Kiri

Jari tangan – jari tangan

Jari tangan – hidung

Pronasi – supinasi

Romberg test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah lengkap

Hb 14.7 13.2 – 17.3 gr/dl

Ht 46.6 40 - 52 %

Eritrosit 5.24 H 4.4 – 5.9 juta/µL

MCV 88.9 82 – 98 fL

MCH 28.0 27 – 32 pg

MCHC 31.5 L 32 – 37 gr/dL

Trombosit 333000 150.000 – 400.000/µL

30

Leukosit 8.99 3.800 –10.600/µL

Hitung Jenis

Eosinofil 0.016 L 0.04-0.8 %

Basofil 0.108 0-0.2%

Neutrofil 6.42 1.8-7.5 %

Limfosit 1.87 1.0 – 4.5 ribu

Monosit 0.578 0.2-1 %

RDW 12.3 10-18%

Kimia Klinik

SGOT 25 0-50 U / L

SGPT 7 0-50 IU/L

Ureum 30 10-50 mg/dL

Kreatinin 0.85 H 0.62-1.1 mg/dL

HDL direct 74 37-92

LDL-cholesterol 167.9 H <150

Cholesterol 248 H <200 dianjurkan

200-239 resiko sedang

>= 240 resiko tinggi

Trigliserida 85 70-140

Elektrolit

Natrium 136 136-146 mmol/L

Kalium 4.1 3.5-5.1 mmol/L

Chlorida 105 98-106 mmol/L

CT-Scan

31

Tampak lesi hiperdens dengan CT number 65-75 HU pada

thalamus kiri, korona radiata kiri (volume 3 cm3) disertai

dengan edema perifokal

Suici corticalis dan fissure sylvii normal

Diferensiasi white-grey matter jelas

Tidak tampak midline shifting

Sistema perimesensefalic normal

Batang otak dan serebellum normal

32

Tak tampak kesuraman/penebalan mukosa sinus paranasalis

dan mastoid air cells

Kesan : Perdarahan pada thalamus kiri dan korona radiata kiri

VIII. DISKUSI II

Pada penderita ini didapatkan adanya hemiparese dextra, tidak disertai

dengan nyeri kepala, namun refleks patologis yaitu babinski positif.

Berdasarkan aloanamnesa, pasien didapatkan jumlah skor siriraj >1

mengacu pada diagnosis stroke hemoragik. Pada kriteria ASGM

terdapat dua dari tiga gejala yakni, penurunan kesadaran dan babinski

positif yang mengarah diagnosis pada stroke perdarahan intraserebral

(Lamsudin,1998). Juga didapatkan adanya hipertensi, dimana

hipertensi merupakan prediktor kuat 70% untuk terjadinya stroke

perdarahan. ( bronner, 2000).

VARIABEL PIS PSA

Usia 40-60 Tidak tentu

OnsetAkut

(dtk/mnt)

Akut

(mnt/jam)

Saat Aktiitas Aktivitas

Sakit kepala ++ ++++

Muntah ++ ++++

Prodromal – –

Kesadaran/

Herniasi Otak

Cepat

koma

Variasi

dapat

koma/nor

mal

Kaku Kuduk ++ jarang ++++

33

selalu

Kelumpuhan

Cepat

hemiplegi

(mnt/jam)

Variasi

Arterial Sindrom – Kadang

Kejang/RigiditasSering++

+Kadang++

Reflek Patologis Segera Variasi

Head CT-Scan

Hiperdens

pada

intraserebr

al

Hiperdens

pada

lapisan

subarkhnoi

d

Hipertensi Selalu + Variasi

JantungHipertrofi

LVVariasi

Riwayat Hipertensi –

LP/LCSN/darah+

+

Darah+++

+

Pada kasus, pasien usia 70 tahun, onset akut dalam beberapa detik

hingga menit, serangan terjadi saat aktifitas di sawah, terdapat nyeri

kepala, tidak terjadi muntah proyektil, terjadi penurunan kesadaran,

kaku kuduk (–), terjadi kelumpuhan cepat hemipharese dekstra, tidak

terjadi kejang, terdapat reflex patologis positif, terdapat riwayat

hipertensi. Hasil Head CT-scan tampak perdarahan pada thalamus dan

34

korona radiata kiri. Berdasarkan gejala dan hasil CT-scan

menunjukkan pasien ini mengalami perdarahan intraserebral.

Hipertensi yang lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis

fibrinoid yang memperlemahh dinding pembuluh darah yang

kemudian menyebabkan rupture intima dan menimbulkan aneurisma.

Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema.

Hipertesnsi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil

(diameter 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah,

aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard (Toole

JF,1990).

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat rupture

arteri lentikulostriata, arteri thalamoperforating dan kelompok basilar-

paramedian (Feldmann, 1998).

Dimana penyebab perdarahan intrakranial ( perdarahan intraserebral,

subarakhnoid, ventrikuler, dan perdarahan subdural) menurut Adams

tahun 2002 adalah :

primer ( hipertensive ) ICH

ruptur dari saccular aneurisma

ruptur AVM

amyloid angiopathy

infark hemoragik

trauma

gangguan perdarahan : warfarin antikoagulan, leukemia,

aplastik anemia, purpura trombositopenia, penyakit hati,

komplikasi akibat pembelian trombolitik, hiperfibrinolisis,

christmast disease, dll.

hemoragik sekunder akibat tumor otak

emboli septik, mycotic aneurism

penyakit inflamasi pada arteri dan vena

akibat dari beberapa kejadian yang jarang terjadi, diantaranya :

setelah pemberian obat vasopresor, selama arteriografi,

35

komplikasi dari fistula carotis-cavernosa AV, pseudomonas

meningitis, dan karena gigitan ular berbisa.

perdarahan akibat penyebab yang belum diketahui (tekanan

darah normal, tidak ada koagulopati, AVM, maupun aneurisma

Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian

berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam

menentukan prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan

intraserebral.

IX. DIAGNOSA AKHIR

Diagnosis klinis : penurunan kesadaran dengan lateralisasi dextra,

kelemahan anggota gerak kanan

Diagnosis topis : Hemisphere sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik

X. TATALAKSANA

Rawat Inap

Infus RL 20 tpm

Urin Cateter

Citicolin 2 x 500 mg

Piracetam 3x 3 gr

Ranitidin 2×1

Metilcobalamin 1×1

Manitol 4|3|2|2|1 x 125 mg

Rawat Jalan

Citicolin 2×1 tab (500mg)

Mecobalamin 2 x 1 tab (500mg)

Ranitidine 2×1 tab (150mg)

Edukasi

o Mengatur pola makan yang sehat (kurangi garam)

o Melakukan olah raga yang teratur

o Hindari konsumsi rokok

36

o Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

o Memelihara berat badan yang layak

o Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

o Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat pada nasihat

dokter dalam hal diet dan obat

XI. DISKUSI III

Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan

aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi

dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis

dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam

rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria

(James, 2004). Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi

khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus

cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan

post traumatik / concussion sindrom.

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan

sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak

melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan

kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline

diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan

luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah ke otak.

Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik

yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan

citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien

yang mengalami gegar otak.

Sohobion merupakan vitamin B complex yang yang terdiri dari vitamin B1

100 mg, vitamin B6 100 mg, vitamin B12 5000 mcg. Indikasi pemberian

sohobion untuk terapi defisiensi vitamin B 1, B6 dan B12 misalnya beri-

beri, neuritis perifer dan neuralgia.

37

Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai

koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi

ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf.

Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya

terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM)

dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini

menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi

stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat

dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia

dan status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).

Pada gangguan Neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis

Diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu

hiperosmotik ggent yang digunakan dengan segera meningkat volume

plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen.

Ini merupakan salah satu alasan Manitol sampai saat ini masih digunakan

untuk mengobati pasien menurunkan peningkatan tenanan intra cranial.

Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus

dengan Hernisiasi. Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan

untuk terapi meningkatkan osmolalitas serum .(Ellen Barker. 2002).

Dengan alasan fisiologis ini, cara kerja Diuretic Osmotik (Manitol) ialah

meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik cairan normal dari dalam

sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi,

untuk menurunkan edema otak.

Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping

dan interaksi dari obat lain.

XII. PROGNOSIS

Death : dubia ad bonam

38

Disease : dubia ad bonam

Disability : dubia ad malam

Discomfort : dubia ad bonam

Dissatisfaction : dubia ad malam

Distitution : dubia ad malam

XIII. FOLLOW UP

12/09/2019 13/09/2019 14/09/2019 15/09/2019

S Anggota gerak kanan

lemah (+), bicara pelo (+)

nyeri kepala (+)

Anggota gerak kanan

lemah (+), bicara pelo (+),

nyeri kepala (-),

Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran

O KU : lemah

GCS E4M5V5

S:36.5oC, N: 80x/mnt

RR: 20x/mnt

TD : 160/90 mmHg

KU : lemah

GCS E4M5V5

S:36,5oC,N: 68x/mnt

RR: 20x/mnt

TD : 110/60 mmHg

KU : lemah

GCS E2M4V3

S:36,5oC, N:67 x/mnt

RR: 20x/mnt

TD : 130/80 mmHg

KU : lemah

GCS E2M4V2

S:36,5oC,N:67 x/mnt

RR: 20x/mnt

TD : 120/80 mmHg

A Stroke dd infark II Stroke dd infark III Stroke dd infark IV Stroke Hemoragik V

P IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x 1

amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj Mannitol 4x125 TA

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30

IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x 1

amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj Mannitol 4x125 TA

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30

IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x

1 amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj Mannitol 4x125 TA

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30

IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x

1 amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj Mannitol 4x125 TA

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30

16/09/2019 17/09/2019 18/09/2019 19/09/2019

39

S Penurunan kesadaran Kelemahan anggota gerak kanan, pusing (-)

Kelemahan anggota gerak kanan, pusing (-)

Kelemahan anggota gerak kanan, pusing (-)

O GCS E3M4V4

TD : 150/90

RR : 20

HR : 72

S : 36.3oC

GCS E4M5V5

TD : 140/80

RR : 20

HR : 66

S : 36.5oC

GCS E4M5V5

TD : 150/90

RR : 20

HR : 66

S : 36.5oC

GCS E4M5V5

TD : 130/80

RR : 20

HR : 65

S : 36.5oC

A Stroke hemoragik VI Stroke hemoragik VII Stroke hemoragik VIII Stroke hemoragik IX

P IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x

1 amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj MP 2 x 62.5mg

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30

Simvastatin 1x1

IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x 1

amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj MP 2 x 62.5mg

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30Simvastatin 1x1

IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x 1

amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj MP 2 x 62.5mg

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30

Simvastatin 1x1

IVFD asering 20 tpm

Inj. Citicoline 2 x 500 mg

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj. Methylcobalamin 1 x 1

amp

Inj. Piracetam 3 x 3 gr

Inj MP 2 x 62.5mg

Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30Simvastatin 1x1

BLPL

40