webandikamongilala.files.wordpress.com€¦ · web viewbab 1. pendahuluan. 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas (LUBER) yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal asas LUBER sudah ada sejak zaman Orde Baru
berdasarkan UUD 1945. Kemudian di era reformasi di ganti dengan asas (JURDIL) yang
merupakan singkatan dari Jujur dan Adil sesuai amandemen sesuai amandemen UUD 1945..
Peningkatan Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia begitu berkembang pesat dan juga
telah banyak dimanfaatkan oleh para kandidat atau Partai Politik (PARPOL) sebagai kontestan
PEMILU dalam melaksanakan Pemilihan Legislatif (PILCALEG), Pemilihan Presiden
(PILPRES), dan termasuk Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) untuk merebut posisi Gubernur
dalam Pemilihan Gubernur (PILGUB) dan merebutkan posisi Walikota dalam Pemilihan
Walikota (PILWAKO) atau merebutkan posisi Bupati dalam pemilihan Bupati (PILBUP). Dalam
setiap pesta demokrasi di Indonesia, terjadi persaingan yang tajam yang dipertontonkan oleh
para kandidat bahkan tidak kurang yang tidak siap menerima kekalahan. Sadar atau tidak sadar
negara kita sedang menuju pada proses demokrasi yang terbuka dan banyak peraturan yang
diadopsi dari negara-negara maju di Eropa dan Amerika, puncaknya disaat kepemimpinan
Amien Rais di MPR RI, penetapan peraturan-mengenai pemilihan kepala negara secara
Langsung, dan sampai saat ini juga masih banyak aturan-aturan yang ditetapkan yang
mengarah ke sistem demokrasi langsung, dan membebaskan pembentukan Partai Politik di
Indonesia, sehingga Partai begitu banyak. Berikut ini merupakan bias dari adopsi aturan
Sistem Multi Partai politik di Indonesia yaitu:
Pemilih kini lebih bebas menentukan pilihannya, dan termasuk cukup banyak pemilih
sebagai GOLPUT (golongan putih) yang menolak ikut memilih. Artinya syarat penerapan
1
strategi political marketing akan terpenuhi untuk berkompetisi secara sehat dan terbuka tanpa
paksaan. Partai politik (PARPOL) kini secara lebih bebas untuk menentukan nama, platform,
misi, visi, ideologi, simbol, slogan dan hingga mengusung identitas masing-masing dari
organisasinya. Paling tidak dari sekian banyak partai politik yang muncul sebagai kontestan
PEMILU sejak 1999 dan hingga tahun 2009, maka secara umum dapat dikelompokan, yaitu
berasaskan nilai-nilai; agamis, sosialis, demokratis, dan nasionalis atau kebangsaan. Sistem
multi partai yang memungkinkan siapa saja diperbolehkan mendirikan partai politik, dan
konsekuensinya akan timbulnya persaingan tajam antar kandiat dan multi-PARPOL, baik dari
pemain lama (incumbent) maupun pemain yang masih baru. Pada PEMILU tahun 1999 tercatat
sedikitnya 48 PARPOL, dan pada Pemilu 2004 tercatat 24 PARPOL yang maju, kemudian
tahun 2009 berkembang menjadi 34 PARPOL secara resmi sebagai kontestan yang bertarung
dalam PEMILU putaran tahun 2009. Penyelenggaraan PEMILU atau disebut pesta demokrasi
tersebut merupakan momentum sejarah yang penting dalam perjalanan bangsa dan negara
selanjutnya, termasuk pihak-pihak yang berkentingan, khususnya elite politik, kandidat politik
dan PARPOL yang berusaha keras ambil bagian dalam perebutan kekuasaan-politik.
Mahkamah Konsitusi, sejak 23/XII/08, yang memutuskan untuk membatalkan lima syarat Pasal
214, UU No.10/2008 yang sebelumnya menetapkan Calon Legislatif (CALEG) berdasarkan
nomor urut dari pihak PARPOLnya, dan selanjutnya diberlakukan berdasarkan suara terbanyak
dari hasil PEMILU. Artinya, para CALEG kini harus memiliki kemampuannya masing-masing
untuk ‘adu popularitas’ untuk menjaring suara terbanyak di mata pemilihnya atau rakyat, karena
sekarang yang menentukan dari istilah Latinnya, adalah Suara Rakyat adalah Suara Tuhan
(Vox Populi, Vox Dei).
Konsekuensi dari sistem seperti ini, maka Pemerintah Indonesia melalui Komisi Pemilihan
Umum (KPU) atau Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), memperbolehkan keterlibatannya
secara langsung dari kegiatan lembaga pengawasan pemungutan suara seperti Badan
Pengawas PEMILU, lembaga-lembaga analisis dan riset pemasaran politik (analysis and
2
political marketing research) yang dilakukan oleh kalangan lembaga-lembaga Penelitian dan
Pengembangan (LITBANG) di beberapa media massa yang berlomba-lomba melalui
kuesioner, angket atau jajak pendapat, TV-Polling, SMS-Polling dan On-line melalui dunia maya
yang melibatkan partisipasi aktif para respondennya. Perkembangan pesat aktivitas
berbagai pusat lembaga survei dan penelitian opini publik yang menghasilkan quick count
(penghitungan cepat) setelah pasca pemungutan suara (exit poll) dengan menampilkan
gambaran sementara hasil-hasil dari pemungutan suara secara cepat, tepat atau akurat
mengenai siapa-siapa urutan kandidat yang bakal terpilih atau tidak terpilih oleh para
pemilihnya (konstituen),
Fenomena di jadikan suatu Lahan Bisnis bagi konsultan politik, diantaranya oleh Denny J. A
(Pimpinan Lingkaran Survei Indonesia) , Syaiful Mujani (Pimpinan Lembaga Survei Indonesia)
dan Muhammad Qodari (pimpinan Indo Barometer), dan makin banyak lembaga–lembaga
survei dibentuk demi mencari keuntungan karena pasca penetapan berbagai aturan itu. Para
kandidat yang mempunyai Finansial yang cukup banyak dan umumnya para konsultan politik
modern menggangap figur masa lalu dari Kandidat (brand personality) tidak terlalu
berpengaruh signifikan terhadap pilihan masyarakat, karena segala tindakan sales promotion
saat kampanye, merupakan hal terpenting dalam Political Marketing, segalanya hanya dinilai
berdasarkan kemampuan finansial dari kandidat dan cara strategi sales Promotion kandidat
saat (PEMILU). Menurut (Firmanzah, 2007), fenomena diatas dinamakan masa kampanye
berjangka waktu pendek dan biasanya dilakukan masa menjalang (PEMILU). brand personality
hanyalah sebagian kecil masalah yang dapat diselesaikan dengan adanya pendekatan strategi
sales promotion yang baik.
Di sisi lain, para politikus senior dan sebagian peneliti menggangap bahwa ketokohan dan
citra diri merupakan suatu hal utama dari kandidat. Zeithaml and Bitner (1996) dalam
Suhartanto (2001). Menurut T. Ferry Bustamam (2003), untuk menjadi raja, syaratnya adalah
anak dari Raja. Ataupun berdarah biru, begitulah pemikiran orang-orang dahulu. Proses
3
pengkaderan sudah lahir sejak orde baru, diantaranya partai golongan karya yang terkenal
dalam perekrutan kader dengan mengikuti berbagai sistematis ikut serta dalam berbagai
organisasi kader atau sayap GOLKAR, hal-hal tersebut dianggap tahapan para kadernya dalam
penciptaan brand personality dari calon kadernya nanti disamping tambahan keaktifan dalam
organisasi agama dan sosial kemasyarakatan lainnya, agar nantinya seorang kader tidak
dianggap kader mentah atau seperti yang selalu diungkapkan kepada kader-kader PDI di saat
zaman itu.
Kedua pemikiran yang berbeda ini yang menjadi alasan utama saya untuk mencari tahu,
dimana brand personalitykah yang mempengaruhi penilaian pemilih terhadap nilai dari kandidat
ataukan tindakan sales promotion yang lebih berpengaruh. Dalam penilaian keterkaitan antara
variable brand personality dan sales promotion bisa di sandingkan dengan brand equity seperti
hanya yang dilakukan oleh “Pierre Valette-Florence, dkk (2009) The impact of brand
personality and sales promotions on brand equity, dimana ingin mencari tahu tentang dampak
positif Brand Personality dan dampak negatif sales promotion terhadap Brand Equity.
Pelaksanaan PILKADA khususnya PILGUB 2010 Propinsi Sulawesi Utara. merupakan salah
satu Pemilihan Kepala daerah terpanas dan akhirnya saya menjatuhkan pilihan sebagi objek
penelitian saya. Oleh karena begitu panasnya PILKADA ini maka, berbagai strategi-strategi
pamungkas mulai di tunjungkan oleh beberapa kandidat lewat konsultan politik mereka. analisa
saya, Ilmu Marketing adalah salah satu cabang Ilmu yang sangat baik dalam proses
pengenalan, proses ketersukaan dan sampai pada proses dipilihnya seorang kandidat di tempat
pemungutan suara (TPS) nanti, pendekatan ilmu marketing politik adalah salah satu
pendekatan ilmu yang paling tepat dalam analisa politik pemenangan, Para kandidat yang
sudah di ditetapkan sebagai calon Gubenur dan Wakil Gubernur oleh KPUD SULUT adalah :
1. Ramoy markus Luntungan dan Hamdi Paputungan
2. Stevanus Vreeke Runtu dan Marlina Moha Siahaan
3. Elly Engelbert Lasut dan Hendriata Wulur
4
4. Sinyo Harry Sarundajang dan Djouhari Kansil
Persaingan dari para calon sangat jelas memperlihatkan kelebihannya masing-masing
sehingga masyarakat semakin sulit dalam pilihannya kedepan, kandidat yang mengandalkan
yang mempunyai profil yang baik dan ada juga kandidat dengan metode kampanye yang hebat
yang dapat mempengaruhi masyarakat pada saat pemilihan nanti, dari latar belakang pekerjaan
terdapat perbedaan yaitu birokrat, politisi dan ada juga mempunyai latar belakang yang sama-
sama dimiliki oleh beberapa kandidat lainnya. Analisa dari ketiga varibel ini menurut saya dapat
menjawab ketersukaan masyarakat dari persepsi mahasiswa yang menjadi sampel dalam
penelitian ini, karena mahasiswa dalam pergerakannya sangat mempengaruhi perilaku
masyarakat dalam memilih, karena mahasiswa dikenal sebagai kaum idealisme dan kaum
intelektual yang selalu cerdas dalam pilihannya.
Berdasarkan uraian diatas, menjadi dasar saya dalam meneliti dan mencoba menjawab
permasalahan persepsi antara analisa modern dari para konsultan politik dan kandidat
berfinansial lebih ataukah analisa zaman orde baru dari para politikus senior, penelitian ini
berbicara seputar pengaruh signifikan brand personality kandidat dan sales promotion terhadap
brand equity. Dengan alasan ini, maka judul yang saya tetapkan dalam pelaksanaan penelitian
ini adalah :
“PENGARUH BRAND PERSONALITY DAN SALES PROMOTION TERHADAP BRAND
EQUITY KANDIDAT GUBERNUR SULUT 2010” (Studi Kasus menurut Persepsi
Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNSRAT)
5
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini,
adalah:
1. Apakah brand personality berpengaruh signifikan terhadap brand equity kandidat
gubernur SULUT
2. Apakah sales promotion berpengaruh signifikan terhadap brand equity kandidat
gubernur SULUT
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh brand personality terhadap brand equity kandidat gubernur
SULUT
2. Untuk mengetahui pengaruh sales promotion terhadap brand equity kandidat gubernur
SULUT
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademisi
Penelitian ini dalam rangka referensi tambahan penelitian politik di bidang marketing,
serta referensi dalam pengembangan penelitian dalam bidang marketing, khususnya
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
6
2. Bagi Praktisi
Menambah wawasan terhadap praktisi atau konsultan politik dalam menentukan
strateginya kedepan, serta secepatnya dapat diaplikasikan dan diterapkan dalam
berbagai dunia praktis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil- hasil Penelitian terdahulu
Penelitian ini tentunya didasari dari beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan.
Dalam hal ini, yang memiliki kesamaan materi dengan penelitian yang akan datang diantaranya
variabel bebas, metodologi penelitian, maupun jenis subjek penelitiannya. Adapun berikut ini
penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan sumber referensi pada penelitian ini, yang
disajikan untuk mempermudah membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini.
Seperti
1. Widji Astuti, (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Pemasaran Politik
Kandidat Dalam Meyakinkan Pemilih Pada PILKADA Kota Malang ”Dalam penelitiannya
yang berusaha mengidentifikasi bauran pemasaran politik kandidat pada PILKADA kota
Malang serta menganalisis peranan pemasaran politik kandidat PILKADA kota Malang
dalam meyakinkan pemilih. Penelitian tersebut menggunakan kuesioner yang bersifat
tertutup. Sedangkan data kuesioner yang diambil mencakup beberapa faktor, yaitu: Citra
kandidat (X1), Kemampuan orasi/debat (X2), Program yang ditawarkan (X3), untuk
faktor promosi : Iklan kandidat (X4), Publisitas kandidat (X5), untuk faktor distribusi :
kesediaan menemui dan bersama masyarakat (X6), kesediaan mendatangi tokoh
masyarakat (X7), Dukungan partai politik (X8), dan faktor harga : kelayakan kandidat
untuk memimpin (X9), percaya akan keberhasilan kandidat (X10), dan keyakinan pemilih
akan pilihannya (Y). Koefisien determinasi sebesar 0,543 menunjukkan bahwa proporsi
8
bauran pemasaran dalam menjelaskan keyakinan pemilih adalah sebesar 54,3%. Uji
model dilakukan dengan membandingkan nilai F hiting (66,198) dan F tabel (2,245),
yang membuktikan bahwa model terbukti mampu menjelaskan keyakinan pemilih.
Secara keseluruhan, semua variabel mempengaruhi keyakinan pemilih, artinya semua
item dapat dilakukan kandidat untuk mempengaruhi calon pemilih, namun karena
berdasarkan uji signifikansi masing-masing variabel menunjukkan bahwa atribut yang
nyata diterima untuk meyakinkan pemilih adalah Citra kandidat (X1), Program yang
ditawarkan kandidat mengatasi persoalan masyarakat (X3), Iklan yang dilakukan (X4),
kesediaan menemui konstituen (X7) dan Percaya kandidat akan berhasil (X10), maka
variabel lain yang diamati dalam penelitian ini tidak berpengaruh menumbuhkan
keyakinan pemilih. Namun setelah dikaji satu demi satu dari atribut tersebut ternyata
cenderung dalam pemilihan PILKADA Kota Malang ini hanya 5 atribut saja. Hal ini
terjadi karena adanya pasangan incumbent dalam PILKADA ini yang membuat
pertimbangan lain menjadi tertutup oleh karena ada kandidat yang sudah dikenal,
program dan keberhasilan yang jelas dan lebih pasti.
Analisa Persamaan dengan penelitian saya yaitu terdapat beberapa variabel yang
menunjukkan bahwa penelitian ini sama-sama mengukur seberapa signifikan variable-
varibel yang berkaitan erat dengan strategi Pemasaran politik terhadap pilihan nanti atau
dalam penelitian saya mengenai sales promotion kandidat atau kampanye jangka waktu
pendek.
Analisa uji beda terdapat pada banyaknya variabel yang diteliti dan tujuan penelitian,
pada peneltian ini banyak berbicara tentang bagimana strategi marketing politik dalam
proses meyakinkan pemilih,berbeda dengan penelitian saya yaitu lebih banyak
berbicara khusus profil kandidat masa lalu.
9
2. Analisis Brand Equity Calon Gubernur dan Wakil Gubernur provinsi Lampung pada
PILGUB Langsung tahun 2008 dari perspektif marketing Politik (studi dikalangan
perempuan pemilih dikeluruhan kampung baru kedaton bandar lampung), analisis yang
digunakan kualitatif dengan penarikan sample menggunakan purposive sampling
sebanyak 35 responden perempuan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah brand
awarness tertinggi ditempati oleh pasangan zulkifli anwar dan akmadi sumaryanto
dengan pasar sebesar 51, 40 %, untuk perceived quality tertinggi di tempati pasangan
puhajir utomo dan andi arief, untuk brand association, pasangan sofyan jacoeb dan
bambang W.U diasosiakan sebagai pasangan bercitra bagus, untuk kejujuran di tempati
pasangan zulkufli anwar. Brand loyalty tertinggi ditempati oleh pasangan UJ dengan
pemilih sebesar 31,43 %
Analisa persamaan dengan penelitian saya yaitu sama-sama meneliti variabel brand
equity dibidang politik
Analisa uji beda terdapat pada jenis penelitian analisis faktor, kualitatif, sampel para
perempuan saja untuk penelitian ini dan analisis pengaruh, analisis kuantitatif, dan
sampel untuk mahasiswa umum untuk penelitian saya.
3. Penelitian oleh “Pierre Valette-Florence, Haythem Guizani, Dwight Merunka (2009) The
impact of brand personality and sales promotions on brand equity, hasil penelitian :
dampak positif dari kepribadian merek dan dampak negative promosi penjualan
intensitas pada ekuitas merek pada tingkat agregat. Mela, Ataman, dan Van Heerde
(2006) menemukan bahwa di antara lima dipilih variabel-variabel bauran pemasaran,
promosi moneter ulang berdampak negatif ekuitas merek.
Analisa persamaan terdapat pada varibel-variabel yang akan diteliti, serta tujuan
penelitian pada umumnya.
10
Analisa uji beda terdapat pada tujuan masing-masing yaitu peneltian ini banyak
berbicara tentang produk marketing pure business namun pada penelitian saya lebih
spesifik pada penelitian politik dibidang marketing.
Tabel 2.1
Hasil Penelitian terdahulu serta penelitian ini
NO. JUDUL PENELITIAN
NAMA PENELITI
VARIABEL HASIL PENELTIAN
1. Peranan Pemasaran Politik Kandidat Dalam Meyakinkan Pemilih Pada PILKADA Kota Malang
Widji Astuti, (2008)
Citra kandidat, Kemampuan orasi/debat , Program yang ditawarkan, Iklan kandidat, Publisitas kandidat, kesediaan menemui dan bersama masyarakat, kesediaan mendatangi tokoh masyarakat, Dukungan partai politik, kelayakan kandidat untuk memimpin, percaya akan keberhasilan kandidat keyakinan, pemilih akan pilihannya
Secara keseluruhan, semua variabel mempengaruhi keyakinan pemilih, artinya semua item dapat dilakukan kandidat untuk mempengaruhi calon pemilih, namun karena berdasarkan uji signifikansi masing-masing variabel menunjukkan bahwa atribut yang nyata diterima untuk meyakinkan pemilih
2. Analisis Brand Equity Calon Gubernur dan Wakil Gubernur provinsi Lampung pada PILGUB Langsung tahun 2008 dari perspektif marketing Politik (studi dikalangan perempuan pemilih dikeluruhan kampung baru kedaton egati lampung)
Kattrina Sabo (2008)
Analsisis Faktor Brand Equity yaitu brand awareness, perceived quality, Brand loyalty
brand egative tertinggi ditempati oleh pasangan zulkifli anwar dan akmadi sumaryanto dengan pasar sebesar 51, 40 %, untuk perceived quality tertinggi di tempati pasangan puhajir utomo dan andi arief, untuk brand association, pasangan sofyan jacoeb dan bambang W.U diasosiakan sebagai pasangan bercitra bagus, untuk kejujuran di tempati pasangan zulkufli anwar. Brand loyalty tertinggi ditempati oleh pasangan UJ
11
dengan pemilih sebesar 31,43 %
3. The impact of brand personality and sales promotions on brand equity
Pierre Valette-Florence dkk (2009)
Brand Personality, Sales Promotion, Brand Equity
dampak positif dari kepribadian merek dan dampak negative promosi penjualan intensitas pada ekuitas merek pada tingkat agregat. Mela, Ataman, dan Van Heerde (2006) menemukan bahwa di antara limadipilih variabel-variabel bauran pemasaran, promosi moneter ulangberdampak negative ekuitas merek.
4. Pengaruh Brand Personality dan Sales Promotion terhadap Brand Equity Kandidat Gubernur SULUT 2010 ( Studi kasus menurut persepsi mahasiswa Fakultas Ekonomi UNSRAT)
Andika Mongilala
Brand Personality, Sales Promotion, Brand Equity
Variabel Brand personality dan sales promotion menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap brand equity pada pilkada Gubernur 2010, variabel brand personality dianggap variabel yang sangat dominan dalam penelitian ini.
Sumber : Olahan peneliti
12
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Manajemen Pemasaran (Marketing Management)
A. Pengertian Pemasaran
Ada beberapa definisi mengenai pemasaran diantaranya adalah :
1. Menurut Kotler pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
2. Menurut Kotler & Amstrong, Pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan
managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai
dengan orang lain.
3. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang
yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan
perusahaan.
4. Menurut Stanton, pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang
ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun
pembeli potensial.
B. Konsep Pemasaran
Konsep-konsep inti pemasaran meluputi: kebutuhan, keinginan, permintaan,
produksi, utilitas, nilai dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan hubungan pasar,
pemasaran dan pasar. Kita dapat membedakan antara kebutuhan, keinginan dan
permintaan. Kebutuhan adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan kepuasan
dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik
13
terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam. Sedangkan Permintaan adalah
keinginan akan produk yang spesifik yang didukung dengan kemampuan dan
kesediaan untuk membelinya.
C. Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran berasal dari dua kata yaitu manajemen dan pemasaran.
Menurut Kotler dan Armstrong pemasaran adalah analisis, perencanaan,
implementasi, dan pengendalian dari program-program yang dirancang untuk
menciptakan, membangun, dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan
pembeli sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.Sedangakan manajemen adalah
proses perencanaan (Planning), pengorganisasian (organizing) penggerakan
(Actuating) dan pengawasan. Jadi dapat diartikan bahwa Manajemen Pemasaran
adalah sebagai analisis, perencanaan, penerapan, dan pengendalian program yang
dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang
menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan –
tujuan organisasi.
MACAM-MACAM KONSEP PEMASARAN
I. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta
memberikan kepuasaan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan
para pesaing.
Konsep pemasaran yang telah diungkapkan dengan berbagai cara:
1. Temukan keinginan pasar dan penuhilah.
2. Buatlah apa yang dapat dijual dan jangan berusaha menjual apa yang dapat dibuat.
14
3. Cintailah pelanggan, bukan produk anda.
4. Lakukanlah menurut cara anda (Burger king)
5. Andalah yang menentukan (United Airlines)
6. Melakukan segalanya dalam batas kemampuan untuk menghargai uang pelanggan
yang sarat dengan nilai, mutu dan kepuasan (JC. Penney).
Dalam pemasaran terdapat enam konsep yang merupakan dasar pelaksanaan
kegiatan pemasaran suatu organisasi yaitu : konsep produksi, konsep produk, konsep
penjualan, konsep pemasaran, konsep pemasaran sosial, dan konsep pemasaran
global.
1. Konsep produksi
Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia
dimana-mana dan harganya murah. Konsep ini berorientasi pada produksi dengan
mengerahkan segenap upaya untuk mencapai efesiensi produk tinggi dan distribusi
yang luas. Disini tugas manajemen adalah memproduksi barang sebanyak mungkin,
karena konsumen dianggap akan menerima produk yang tersedia secara luas dengan
daya beli mereka.
2. Konsep produk
Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik. Tugas manajemen disini
adalah membuat produk berkualitas, karena konsumen dianggap menyukai produk
berkualitas tinggi dalam penampilan dengan ciri – ciri terbaik
3. Konsep penjualan
Konsep penjualan berpendapat bahwa konsumen, dengan dibiarkan begitu saja,
organisasi harus melaksanakan upaya penjualan dan promosi yang agresif.
4. Konsep pemasaran
15
Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunsi untuk mencapai tujuan organisasi terdiri
dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan
yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
5. Konsep pemasaran sosial
Konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas organisasi adalah menentukan
kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan
yang diharapkan dengan cara yang lebih efektif dan efisien daripasda para pesaing
dengan tetap melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat.
6. Konsep Pemasaran Global
Pada konsep pemasaran global ini, manajer eksekutif berupaya memahami semua
faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi pemasaran melalui manajemen strategis
yang mantap. tujuan akhirnya adalah berupaya untuk memenuhi keinginan semua
pihak yang terlibat dalam perusahaan.
2.2.2 Konsep Pemasaran Politik (Political Marketing)
Marketing politik menyediakan perangkat teknik dan metode marketing dalam dunia
politik (Firmanzah, 2007)
Menurut Firmanzah (2008:203), dalam proses Political Marketing, digunakan
penerapan 4Ps bauran marketing, yaitu:
1. Produk (product) berarti partai, kandidat dan gagasan-gagasan partai yang akan
disampaikan konstituen.produk ini berisi konsep, identitas ideologi. Baik dimasa
lalumaupun sekarang yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah produk politik.
16
2. Promosi (promotion) adalah upaya periklanan, kehumasan dan promosi untuk sebuah
partai yang di mix sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal
ini, pemilihan media perlu dipertimbangkan.
3. Harga (price), mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis, sampai citra nasional.
Harga ekonomi mencakup semua biaya yang dikeluarkan partai selama periode
kampanye. Harga psikologis mengacu pada harga persepsi psikologis misalnya,
pemilih merasa nyaman, dengan latar belakang etnis, agama, pendidikan dan lain-
lain . Sedangkan harga citra nasional berkaitan dengan apakah pemilih merasa
kandidat tersebut dapat memberikan citra positif dan dapat menjadi kebanggaan
negara.
4. Penempatan (place), berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah partai
dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih. Ini berati sebuah
partai harus dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu geografis
maupun demografis.
Menggunakan 4Ps marketing dalam dunia politik menjadikan marketing politik tidak
hanya sebatas masalah iklan, tetapi lebih komprehensif. Marketing politik menyangkut
cara sebuah institusi politik atau PARPOL ketika menformulasikan produk politik,
menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik, strategi segmentasi
untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat sampai ke perhitungan harga sebuah
produk politik (Firmanzah, 2008: 211).
Jadi, inti dari political marketing adalah mengemas pencitraan, publik figur dan
kepribadian (brand personality) seorang kandidat yang berkompetisi dalam konteks
Pemilihan Umum (PEMILU) kepada masyarakat luas yang akan memilihnya (Ibham:
2008). Dalam hal ini tujuan marketing dalam politik adalah bagaimana membantu
PARPOL untuk lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau menjadi
target dan kemudian mengembangkan isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka.
17
Konsep pemasaran atau marketing yang selama ini dikenal dengan bauran
pemasaran konvensional Jerome McCarthyn (1957), yaitu terdiri komponen ‘4-Ps’
(product, price, place and promotion), kini telah berkembang menjadi dan sekaligus
mempopulerkan salah satu pelaksanaan kegiatan bidang pemasaran politik atau yang
disebut dengan political marketing. Pengembangan selanjutnya mengenai konsep
pemasaran tersebut ke bidang lainnya secara lebih aplikatif, kreatif dan inovatif oleh
pakar pemasaran moderen, Kotler pada tahun 1980-an yang merambah ke bidang
selain program pemasaran yang bertujuan komersial, maupun non komersial yakni
pemasaran bidang sosial atau kesejahteraan sosial, lalu berkembang lagi menjadi
konsep komunikasi pemasaran terpadu dan hingga ke aktivitas pemasaran bidang
politik. Didukung berkembangnya sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis
seperti sekarang ini, maka fungsi dan peranan saluran media massa baik cetak
maupun media elektronik, radio, internet dan ditambah dengan banyaknya saluran
stasiun televisi yang bermunculan baik secara nasional atau TV lokal daerah ikut
menggiatkan atau menyebarluaskan pesan-pesan, pemberitaan atau informasi melalui
berbagai bentuk komunikasi pemasaran, dan pemasaran politik, program kampanye
politik melalui saluran media publikasi, public relations, promosi, kontak personal dan
kreativitas periklanan politik (political advertising) yang terpapar secara luas tanpa
sekat atau bahkan melampaui batas-batas negeri atau borderless country kepada
seluruh para pemirsanya tanpa terkecuali. Dikaitkan dengan pembahasan
penyebarluaskan arus informasi dalam era globalisasi tersebut terdapat mitos yang
mampu menciptakan ketiadaan ruang, jarak dan waktu sebagai akibat kebebasan
masyarakat memperoleh informasi secara bebas, langsung tanpa tekanan, tidak ada
lagi batasan teritorial, tidak ada lagi sesuatu peristiwa atau kejadian tanpa kecuali yang
dapat ditutup-ditutupi oleh setiap negara, lembaga lainnya dan termasuk upaya
perorangan ingin menyembunyikan sesuatu informasi demi kepentingan sepihak.
18
Pendekatan kampanye politik atau political campaign approach untuk mendukung
penggiatan pemasaran politik atau political marketing activity tersebut sebagai upaya
selain bertujuan untuk :
1. Membentuk preferensi bagi pihak setiap pemilih dalam menentukan suaranya, tujuan
lainnya adalah;
2. Ingin merangkul simpati pihak kelompok-kelompok atau the third influencer of person
and groups seperti tokoh masyarakat, agama, adat, eksekutif dan artis atau selebritis
terkenal lainnya.
3. Memiliki daya tarik bagi kalangan media massa baik cetak maupun elektronik,
termasuk memanfaatkan penggunaan atribut kampanye, poster, spanduk, iklan politik
di media-massa, termasuk melalui situs atau blog internet untuk mempengaruhi
pembentukan opini publik dan citra secara positif demi kepentingan membangun
populeritas tinggi atau menebar pesona sang kandidat dan aktivitas parpol yang
bersangkutan sebagai kontestan yang siap berlaga dalam setiap siklus pelaksanaan
Pemilihan Umum
Menurut Kotler and Neil (1999:3), bahwa konsep political marketing, atau pengertian
Political Marketing adalah:
“Suatu penggiatan pemasaran untuk menyukseskan kandidat atau partai politik dengan segala aktivitas politiknya melalui kampanye program pembangunan perekonomian atau kepedulian sosial, tema, isu-isu, gagasan, ideologi, dan pesan-pesan bertujuan program politik yang ditawarkan memiliki daya tarik tinggi dan sekaligus mampu mempengaruhi bagi setiap warga negara dan lembaga/organisasi secara efektif.”
Khususnya pelaksanaan konsep political marketing tersebut yang pernah
dimanfaatkan oleh salah satu pemimpin dunia yaitu, pasangan Bill Clinton dan Al Gore
tahun 1990-1992 dalam persaingan antar kontestan menjadi kandidat atau calon
Presiden dan Capres Amerika Serikat. Sebagai kampiun demokrasi dan sekaligus
menjadi menjadi tonggak penting sejarah dalam penerapan konsep -konsep
19
pemasaran politik secara efektif untuk berkompetisi dalam Pemilu secara bebas dan
langsung meraih suara terbanyak, tahapan selanjutnya berhasil memenangkan
pertarungan dan terpilih menjadi Prisiden AS ke-45, periode 1993 - 2001.
Menurut Baines (terjemahan dari Nursal 2004:8) bahwa :
“Perkembangan political marketing yaitu pelaksanaannya dimulai dari negara-negara
maju dengan sistem demokrasi seperti pemerintah Amerika Serikat, Uni Eropa,
Jepang, Korea Selatan dan hingga negara berkembang seperti Indonesia”.
Tidak terlepas peranan Charles Baker telah menciptakan suatu konsep iklan politik
sebagai alat media promosi pemasaran politik, dan definisi pemasaran politik kini telah
banyak mengalami perubahan-perubahan dari konsep dan tujuannya,
yaitu :
1. Menurut konsep Shama (1975) & Kotler (1982) yang memberikan penekanan pada
proses terjadinya transaksi antara pemilih dan kandidat.
2. Lock & Harris (1996) yang mengusulkan agar pihak political marketing memperhatikan
positioning and segmentation para kandidat atau parpol.
3. O’Leary & Iradela (1976), yaitu perhatiannya dalam penggunaan marketing-mix untuk
mempromosikan partai-partai politik kepada khalayak sasarannya.
4. Wring (1997) lebih memperhatikan penggunaan survei atau riset opini publik dan
termasuk analisis lingkungan.
Menurut Lees-Marshment (2005: 5–6), produk partai politik terdiri atas delapan
komponen.
1. kepemimpinan (leadership) yang mencakup kekuasaan, citra, karakter, dukungan,
pendekatan,hubungan dengan anggota partai, dan hubungan dengan media.
20
2. anggota parlemen (members of parliament) yang terdiri atas sifat kandidat, hubungan
dengan konstituen.
3. keanggotaan (membership) dengan komponen-komponen kekuasaan, rekrutmen, sifat
(karakter ideologi, kegiatan, loyalitas, tingkah laku, dan hubungan dengan pemimpin.
4. staf (staff), termasuk di dalamnya peneliti, para profesional, dan penasihat.
5. simbol (symbol) yang mencakup nama, logo, lagu/ himne.
6. konstitusi (constitution) berupa aturan resmi dan konvensi.
7. kegiatan (activities), di antaranya konferensi, rapat partai.
8. kebijakan (policies) berupa manifesto dan aturan yang berlaku dalam partai. Jika kita
cermati dengan saksama, kedelapan produk tersebut tidak lain tidak bukan adalah ”isi
perut” partai politik.
Seandainya kedelapan produk itu yang dipasarkan kepada konstituen, dengan
sendirinya akan berlangsung proses pendidikan politik. Konstituen menjadi mengerti
apa yang menjadi gagasan, karsa, dan karya serta orang-orang sebuah parpol.
Bilamana semua parpol melakukan hal yang sama tentu khalayak dapat
membandingkan isi perut antarparpol; partai mana yang lebih menjanjikan perubahan
dan partai mana yang hanya membual saja. Dampak pemasaran politik bersifat
resiprokal artinya politik mempengaruhi pemasaran yang pada akhirnya fungsi
pemasaran akan mempengaruhi opini untuk membangun dukungan politik (Candif &
Hilger 1982)
Dalam pemasaran politik dikenal salah satunya adalah publisitas politik. Publisitas
merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang bertarung.
Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam khazanah komunikasi politik yaitu :
21
a. Dikenal sebagai pure publicity yakni mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat
dengan setting sosial yang natural atau apa adanya. Misalnya saja, bulan Ramadhan
dan Idul Fitri merupakan siklus aktivitas tahunan sehingga menjadi realitas yang apa
adanya. Kandidat bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memasarkan
dirinya. Misalnya dengan mengucapkan “Selamat Menjalani Bulan Ramadhan” atau
“Selamat Tahun Baru Imlek” dengan embel-embel nama atau photo kandidat. Semakin
banyak jenis bentuk pure publicity yang digarap, maka akan semakin populer kandidat.
b. Free ride publicity yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau
menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri. Misalnya saja dengan tampil
menjadi pembicara di sebuah forum yang diselenggarakan pihak lain, menjadi sponsor
gerakan anti narkoba, turut berpartisipasi dalam pertandingan olahraga di sebuah
daerah kantung pemilih dan lain-lain.
c. Tie-in publicity yakni dengan memanfaatkan extra ordinary news (kejadian sangat luar
biasa). Misalnya saja peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang. Kandidat
dapat mencitrakan diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang
tinggi sehingga imbasnya memperoleh simpati khalayak. Sebuah peristiwa luar biasa,
dengan sendirinya memikat media untuk meliput. Sehingga partisipasi dalam peristiwa
semacam itu, sangat menguntungkan kandidat.
d. Paid publicity sebagai cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di
media massa. Misalnya, pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau
pun juga blocking time program di media massa. Secara sederhananya dengan
menyediakan anggaran khusus untuk belanja media.
Sejak era reformasi dan kemudian disusul sistem pemilihan presiden dan kepala
daerah secara langsung, terdapat fenomena yang tidak pernah ada pada masa orde
baru yaitu marketing politik. Marketing politik merupakan akibat logis dari dibukanya
22
sistem politik yang demokratis, dimana pemilih bebas menentukan pilihan. Politik yang
demokratis kini analog dengan kompetisi dalam dunia bisnis, dimana kandidat harus
memperebutkan calon pemilih (konsumen) sebagai khalayak sasaran. Salah satu alat
yang lazim digunakan dalam marketing politik adalah iklan, disamping berbagai tools
komunikasi lainnya.
Menurut Yulianti (2004), iklan politik televisi muncul pertama kali tahun 1952 dan selalu
sarat dengan kontroversi. Contoh, iklan politik Lyndon B Johnson tahun 1964, yang
kondang disebut iklan “Bunga Daisy”. Dalam spot iklan ditayangkan seorang gadis cilik
tengah memetik bunga aster (daisy) saat sebuah bom atom meledak dengan jamur api
maha dahsyat membumbung tinggi. Iklan politik itu dimaksudkan untuk menyebarkan
ketakutan rakyat mengenai kecenderungan Barry Goldwater, lawan politik Johnson,
untuk memulai sebuah perang nuklir dengan Uni Soviet. Iklan politik itu hanya
ditayangkan sekali pada 7 September 1964 di televisi CBS sebab Goldwater
mengancam menggugat Johnson dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik.
Meski dicabut, iklan itu berulang-ulang ditayangkan dalam pemberitaan setelah
kontroversi menjadi perdebatan publik. “Bunga Daisy” merupakan satu dari ratusan
iklan politik sepanjang lebih dari 50 tahun sejarah perkembangannya. Iklan politik
selalu menarik perhatian publik AS selama 13 kali pemilihan presiden, meski
diperlukan uang luar biasa besar. Pada kampanye Pemilu 1988, tiap calon presiden
mengeluarkan dana rata-rata 228 juta dollar AS untuk belanja iklan politik. Jumlah ini
sekitar 8,4 persen dari biaya kampanye keseluruhan.
Di Indonesia iklan politik semakin penting digunakan para politisi dalam pemilihan
kepala daerah maupun pemilihan presiden, tetapi juga tak lepas dari kontroversi. Pakar
politik Arbi Sanit misalnya menilai langkah sejumlah tokoh politik yang mengiklankan
dirinya di media massa saat ini untuk menghadapi pemilu 2009 merupakan bentuk
23
kecurangan kepada masyarakat. Sebab menurutnya lewat iklan itu masyarakat tak
dapat menilai kapasitas seseorang. Lebih jauh Arbi, seperti dikutip Kompas
mengatakan: “Lewat iklan itu, masyarakat hanya diajak untuk memilih orang yang
populer. Ini menjebak rakyat karena pemimpin tidak cukup bermodalkan popularitas
tetapi harus memiliki pengalaman dan terbukti teruji. Di Indonesia iklan membuat orang
dapat berubah citra dalam waktu singkat. Seharusnya, orang itu juga harus
membuktikan kemampuannya, misalnya membuat partainya memenangi pemilu. Iklan
oleh aktivis parpol terbukti efektif mempengaruhi rakyat. Ini terlihat pada Pemilu 2004.
Momen itu (Pemilu 2004) yang memancing adanya kesalahan jalan politik kita,
terutama lewat iklan.”
Berbeda dengan Arbi Sanit, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir
yang juga gencar melakukan iklan politik mengatakan, PAN dan kader yang dimilikinya
memang harus mempromosikan diri. Apalagi, sistem pemilihan presiden langsung
mengharuskan seseorang harus dikenal luas masyarakat sebelum rakyat menentukan
pilihan. Sementara calon presiden lain Wiranto, menyangkal jika iklan tentang
kemiskinan yang dibuatnya belakangan ini bertujuan politis (Kompas, 22 Mei 2008).
Membahas iklan politik memang menarik, apalagi di Indonesia bidang ini belum
banyak dikaji. Selain kontroversi yang meliputinya, isu lain adalah seberapa efektif
sebenarnya iklan politik untuk menjaring massa pemilih. Tanpa kajian yang jelas tentu
para kandidat hanya menghabiskan dana milyaran rupiah dengan percuma untuk
memproduksi dan menayangkan iklan. Pembahasan berikut akan melihat sampai
dimana potensi iklan sebagai alat marketing politik.
24
Potensi Iklan Politik
Menurut Linda Lee Kaid dalam Putra (2007) :
“iklan politik adalah proses komunikasi dimana seorang sumber (biasanya kandidat dan atau partai politik) membeli atau memanfaatkan kesempatan melalui media massa guna meng-exposure pesan-pesan politik dengan sengaja untuk mempengaruhi sikap, kepercayaan dan perilaku politik khalayak.”
Iklan sendiri dapat dimaknai sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas
informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak secara
serempak agar memperoleh sambutan baik. Iklan berusaha untuk memberikan informasi,
membujuk dan meyakinkan (Sudiana, 1986:1).
Seperti halnya dengan iklan komersial, tujuan iklan politik tak lain adalah mempersuasi
dan memotivasi pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut
iklan politik tampil impresif dengan senantiasa mengedepankan informasi tentang siapa
kandidat (menonjolkan nama dan wajah kandidat), apa yang telah kandidat lakukan
(pengalaman dan track record kandidat, bagaimana posisinya terhadap isu-isu tertentu
(issues posisition) dan kandidat mewakili siapa (group ties). Isi (content) Iklan politik
senantiasa berisi pesan-pesan singkat tentang isu-isu yang diangkat (policy position),
kualitas kepemimpinan (character), kinerja (track record-nya) dan pengalamannya. Iklan
politik, sebagaimana dengan iklan produk komersial yang tak hanya memainkan kata-kata
(word), tetapi juga, gambar, suara dan musik.
Secara umum, ada sembilan tahapan proses terkait dengan pembuatan dan penyiaran
iklan, baik iklan media cetak maupun media elektronik (Johnson, 2001 dalam Nursal 2004:
254), yakni:
25
1. Riset tentang unsur-unsur mana dari bagian produk politik yang akan disampaikan
untuk mendukung positioning kontestan, disampaikan dengan cara apa, melalui media
mana, dan berapa durasi atau luas halaman dan frekuensi pemasangan iklan tersebut.
Riset ini dapat dilakukan dengan focus group analysis, benchmark survey, dan
targeting analysis.
2. Keputusan pembelian, yakni membuat komitmen pembelian ruang atau waktu
terhadap media-media yang dipilih. Hal penting yang harus diperhatikan dalam
pembelian ruang atau waktu media ini adalah masalah optimalisasi penggunaan uang.
Isu penting dalam hal ini adalah bagaimana menggunakan waktu tayang atau ruang
media secara efisien melalui kesepakatan bisnis yang saling menguntungkan antara
kon-testan dengan pihak media.
3. Mengembangkan konsep kreatif iklan yang meliputi desain pesan, penggunaan talent,
visual kunci, suara kunci, dan berbagai aspek kreatif lainnya. Konsep ini didiskusikan
secara mendalam sampai dirasa sempurna.
4. Memproduksi iklan dengan beberapa varian
5. Menguji respon para pembaca atau pemirsa terhadap iklan yang telah diproduksi
tersebut melalui suatu riset. Tahap ini untuk mengetahui responden mana yang paling
mernberikan respon yang diharapkan, dan mendapat masukan mengenai perbaikan
konsep kreatif dan eksekusi iklan.
6. Produksi final iklan adalah menyempurnakan hasil produksi sesuai dengan masukan
dari hasil uji respon responden
7. Peluncuran iklan dengan sebuah konferensi pers untuk mendapat gaung komunikasi
yang luas
8. Menyiarkan iklan
9. Menganalisis dampak iklan yang ditayangkan. Hasil analisis ini memungkinkan untuk
meneruskan, mengubah. atau menghentikan konsep iklan.
26
Iklan politik khususnya iklan audiovisual, memainkan peranan strategis dalam political
marketing. Nursal (2004: 256) mengutip Riset Falkowski & Cwalian (1999) dan Kaid (1999)
menunjukkan, iklan politik berguna untuk beberapa hal berikut:
a. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandidat
b. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak-pastian pilihan karena mempunyai
kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.
c. Alat untuk melakukan rekonfigurasi citra kontestan.
d. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu
e. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu nasional
f. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih terhadap kandidat
dan even-even politik
Untuk mencapai sasaran obyektifnya iklan politik, harus menjawab lima pertanyaan dasar
yang diajukan oleh Beaudry dan Schaerier (1986). Pertama, apa pesan tunggal yang paling
penting untuk disampaikan kepada para pemilih. Kedua, siapa para pemilih yang dapat
dipersuasi untuk memilih anda. Ketiga, metode apa yang paling efektif digunakan agar
pesan anda sampai kepada pendukung potensial. Keempat, kapan saat terbaik untuk
menyampaikan pesan anda kepada audiens yang dibidik. Kelima, sumberdaya apa yang
tersedia untuk menyampaikan pesan kepada audiens yang diinginkan (Nursal, 2004:230)
Gaya iklan yang efektif di Amerika dan Asia berbeda karena adanya perbedaan kultur.
Menurut Yukio Nakayama (Cakram, Januari 2002), ada delapan kata kunci agar sebuah
iklan dapat menyentuh perhatian khalayak :
27
1. Emosi. Iklan yang mampu menggugah emosi pemirsanya biasanya akan diterima
secara lebih utuh oleh khalayak sasaran. Mereka akan lebih mudah menjadi bagian
dari iklan yang disajikan.
2. Empati. Dengan upaya membangun empati dalam iklan, pemirsa akan digerakkan
untuk berpihak pada pesan yang akan disampaikan. Hal ini bukan suatu hal yang
mudah, diperlukan cara penyampaian pesan yang relevan dan dapat dipercaya.
3. Obsesi. Perlihatkan dalam iklan bahwa obsession, dan semangat untuk meraih
sesuatu. Konsumen (para pemilih) akan tergerak untuk meraih hal-hal yang positif dan
mengalahkan suatu tantangan.
4. Mimpi. Ini merupakan harapan yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Mimpi
seringkali menjadi pendorong semangat untuk mencapai sesuatu. Kita selalu
mempunyai harapan dan mimpi yang membuat kita selalu menjadi lebih baik dari
waktu ke waktu.
5. Kecerdasan. Konsumen (para pemilih) menghargai kecerdasan yang muncul dari iklan-
iklan yang disaksikannya. Pemirsa bukanlah orang-orang yang bodoh, mereka
menghargai iklan-iklan yang tampil cerdas dan mampu membuat mereka berseru: aha!
6. Moral. Sisi moral merupakan bagian penting dari kehidupan anak manusia. Kejelian
mengolah hal ini membuat sebuah ikian akan terus dikenang.
7. Realitas. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, yang tak dapat kita tolak, membuat
iklan betul-betul scbagai realitas. Suatu hal yang nyata dan terjadi di sekitar kita.
8. Tenderness. Sikap kasih dan pengertian merupakan hal penting yang mampu
membuat konsumen ikut bersama pesan yang disampaikan.
Lebih jauh iklan politik juga berfungsi membentuk image kandidat. Iklan sebagai
bagian dari marketing politik adalah serangkaian aktivitas untuk menanamkan image
politik di benak masyarakat dan meyakinkan publik mengenainya. Menurut Peteraf dan
28
Shanley (1997) image bukan sekadar masalah persepsi atau identifikasi saja, tetapi
juga memerlukan pelekatan (attachment) suatu individu terhadap kelompok atau
group. Pelekatan ini dapat dilakukan secara rasional maupun emosional. Image politik,
menurut Herrop (1990), dapat mencerminkan tingkat kepercayaan dan kompetensi
tertentu partai politik. Di sini, image politik didefinisikan sebagai konstruksi atas
representasi dan persepsi masyarakat (publik) akan suatu partai politik atau individu
mengenai semua hal yang terkait dengan aktivitas politik.
Image politik seperti terlihat dalam produk iklan tidak selalu mencerminkan realitas
obyektif. Suatu image politik juga dapat mencerminkan hal yang tidak real atau
imajinasi yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan fisik. Image politik dapat
diciptakan, dibangun dan diperkuat. Image politik dapat melemah, luntur dan hilang
dalam sistem kognitif masyarakat. Image politik memiliki kekuatan untuk memotivasi
aktor atau individu agar melakukan suatu hal. Di samping itu, image politik dapat
memengaruhi pula opini publik sekaligus menyebarkan makna-makna tertentu.
Misalnya, katakanlah suatu partai politik memiliki image sebagai partai yang
tiradisional, di mana nilai-nilai tradional lokal menjadi tujuan perjuangan. Image
tersebut dapat memotivasi aktor-aktor politik dalam partai tersebut untuk selalu
mengacu pada hal-hal yang bersifat tradisional. Selain itu, masyarakat awam pun
niscaya memposisikan partai tersebut sebagai institusi yang memperjuangkan nilai-
nilai tradisional. Perlu dicatat di sini bahwa ciri tradisional sering dibedakan dengan
modern. Ketika suatu partai politik dicap sebagai tradisionalis, otomatis partai tersebut
memiliki sistem nilai yang bertolak belakang dengan ide-ide modern.
Linda Kaid (dalam Putra, 2007) lebih lanjut menjelaskan, ada tiga pengaruh iklan
televisi terhadap para pemilih, yakni pengetahuan pemilih, persepsi terhadap
kontestan, dan preferensi pilihan. Pengaruh pertama ditunjukkan oleh identifikasi nama
29
kontestan atau kandidat yang disebut sebagai brand name recognition. Untuk
identifikasi nama, iklan lebih efektif dibandingkan komunikasi melalui pemberitaan,
khususnya untuk kandidat atau kontestan baru. Para pemilih juga lebih mudah
mengetahui isu-isu spesifik dan posisi kandidat terhadap isu tertentu melalui iklan
dibandingkan dengan pemberitaan. Pemilih yang tingkat keterlibatannya sedikit dalam
kampanye lebih terpengaruh oleh iklan politik.
Pengaruh kedua adalah efek pada evaluasi kandidat atau kontestan. Iklan televisi
memberi dampak signifikan terhadap tingkat kesukaan terhadap kontestan atau
kandidat, khususnya terhadap policy serta kualitas kandidat yang meliputi kualitas
instrumental, dimensi simbolis. dan feno-tipe optis (karakter verbal dan nonverbal).
Dampak tersebut bisa negatif dan bisa pula positif. Tingkat pengaruh tersebut
tergantung pada konsep kreatif, eksekusi produksi, dan penempatan iklan tersebut.
Pengaruh ketiga adalah preferensi pilihan. Berbagai stu-di eksperimental
menunjukkan, iklan politik mempunyai pengaruh terhadap preferensi pilihan,
khususnya bagi pe-milih yang menetapkan pilihan pada saat-saat terakhir. Variabel
penting yang mempengaruhi preferensi tersebut adalah formasi citra dan tingkat
awareness para pemilih terhadap kontestan. Pemilih yang keteriibatannya dalam dunia
politik rendah lebih mudah dipengaruhi oleh iklan politik dibandingkan pemilih yang
keteriibatannya lebih tinggi.
Dari sisi sifat pesan, iklan dapat juga digolongkan menjadi iklan positif dan iklan
negatif. Iklan positif adalah iklan yang memuat keunggulan dari sebuah kontestan yang
dipasarkan Sedangkan iklan negatif adalah iklan tentang kelemahan pesaing. Iklan
negatif lebih cepat menarik per-hatian pemilih ketimbang iklan positif. Namun demikian,
30
iklan negatif tidak selalu memberi citra positif kepada pi-hak yang menggunakan.
Karena itu, penggunaan iklan negatif harus memperhitungkan risikonya.
Nursal (2004: 234) mengadaptasi Kotler (1995) dan Peter dan Olson (1993), ada
beberapa tahap respon pemilih terhadap stimulasi tersebut:
1. Awareness, yakni bila seseorang dapat mengingat atau menyadari bahwa sebuah
pihak tertentu merupakan sebuah kontestan Pemilu. Dengan jumlah kontestan Pemi-lu
yang banyak, membangun awareness cukup sulit dila-kukan, khususnya bagi partai-
partai bam. Seperti sudah menjadi hukum besi political marketing, secara umum para
pemilih tidak akan menghabiskan waktu dan ener-ginya untuk menghafal nama-nama
kontestan tersebut. Yang terang, seorang pemilih tidak akan memilih kontestan yang
tidak memiliki Brand awareness.
2. Knowledge, yakni ketika seorang pemilih mengetahui beberapa unsur penting
mengenai produk kontestan tersebut, baik substansi maupun presentasi. Unsur-unsur
itu akan diinterpretasikan sehingga membentuk makna politis tertentu dalam pikiran
pemilih. Dalam pemasaran produk komersial, tahap ini disebut juga sebagai tahap
pembentuk brand association dan perceived quality.
3. Liking, yakni tahap di mana seorang pemilin menyukai kontestan tertentu karena satu
atau lebih makna politis yang terbentuk di pikirannya sesuai dengan aspirasinya.
4. Preference, tahap di mana pemilih menganggap bahwa satu atau beberapa makna
politis yang terbentuk sebagai interpretasi terhadap produk politik sebuah kontestan
tidak dapat dihasilkan secara lebih memuaskan olch kontestan lainnya. Dengan
demikian, peniilih tersebut memiliki kecenderungan unluk memilih kontestan tersebut.
5. Conviction, pemilih tersebut sampai pada keyakinan untuk memilih kontestan tertentu.
Sedangkan tipe-tipe pemilih dapat dibedakan sebagai berikut (Firmanzah, 2007):
31
Pemilih Rasional
Pemilih memiliki orientasi tinggi pada “policy-problem-solving” dan berorientasi rendah
untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai
politik atau calon kontestan dalam program kerjanya.
Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan
partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa
maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis.
Pemilih Tradisional
Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu
melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting
dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan
sosial-budaya, nilai, asal usul, faham dan agama sebagai ukuran untuk memilih
sebuah partai politik. Untuk Indonesia, pemilih jenis ini masih merupakan mayoritas.
Pemilih Skeptis
Pemilih keempat adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi
dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan
sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik
pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah
sekali. Mereka juga kurang memedulikan “platform” dan kebijakan sebuah partai politik.
32
Kritik terhadap Iklan Politik
Al Ries dan Laura Ries (2002) melalui karyanya yang menyentak kalangan periklanan,
The Fall of Advertising and the Rise of PR, menyebut era periklanan tengah berakhir.
Iklan gagal menyajikan kredibilitas di hadapan pemirsa dan meningkatkan penjualan
produk. Ries dan Ries sendiri bukan antiperiklanan; keduanya meletakkan periklanan
sebagai kelanjutan public relations (PR). PR-lah yang membentuk merek (citra), yang
selanjutnya diperteguh iklan. Jadi, memercayai iklan untuk meyakinkan pemirsa akan
kredibilitas isi tayangannya menjadi pekerjaan sia-sia.
Iklan adalah murni wilayah komersial, siapa pun bisa beriklan asal mampu membayar.
Logis jika partai besar dengan sumber dana berlimpah lebih mampu beriklan
ketimbang parpol gurem. Ketika beriklan, parpol menjual program dan gagasan, sama
dengan perusahaan yang ingin menjual produk. Namun, banyaknya iklan tidak
menjamin produk kian laku. Juga dalam kampanye pemilu, membeli iklan di media
bukan otomatis membeli suara pemilih. Meningkatnya dukungan suara tidak
sepenuhnya disebabkan keberhasilan teknik beriklan, terlebih lagi untuk iklan politik.
Preferensi pemirsa tidak secara linier berubah dengan adanya iklan-iklan yang
menggunakan teknik atau kreativitas tinggi. Oleh karena itu, logis bila mayoritas
pemirsa-pemilih (ada yang menyebut angka 70 persen) sudah menentukan akan
memilih siapa dalam pemilu presiden. Fenomena keterisolasian iklan dari preferensi
pemilih berlaku tidak hanya di negara yang ikatan primodial dan paternalismenya kuat,
tetapi juga ditemui di negara- negara yang memiliki tradisi kuat berdemokrasi.
Iklan dibuat sebagai alat memengaruhi dukungan publik. Namun, karena realitas
keterisolasian iklan dengan preferensi pemilih, tujuan ini tidak efektif untuk memperluas
dukungan suara. Kecuali, memperteguh pendapat pemilih yang telah mengikatkan
33
emosinya. Jadi, iklan bukan pada posisi untuk memengaruhi, melainkan menguatkan
pendirian-pendirian pemilih yang memiliki ikatan tradisional tertentu dengan capres
(Putra, 2007).
Maulana (2004) melihat ada modal utama yang bisa disajikan oleh iklan politik yaitu
kredibilitas. Karena tidak memiliki kredibilitas, iklan-iklan politik rapuh untuk gagal.
Seolah dengan iklan, kredibilitas dapat diraih. Inilah faktor utama yang menyebabkan
iklan-iklan politik di televisi tidak mendapatkan hasil efektif. Menurutnya bila
dihubungkan dengan keterbukaan informasi, iklan politik kita juga menjadi kurang
relevan karena disitu rakyat masih dipersepsikan bodoh. Lambat atau cepat,
keterbukaan informasi akan memengaruhi transformasi pola memilih. Rakyat kritis
menghilangkan eksistensi iklan sebagai pendulang suara. Alih-alih dipercayai, iklan
dipandang sebagai alat manipulasi; motif iklan tersingkap, yakni sebagai penopeng
kandidat. Klaim-klaim positif yang disajikan melalui iklan bukannya meneguhkan pilihan
rakyat, tetapi membalikkan persepsi yang dikehendaki kandidat. Citra yang dibangun di
media pada akhirnya mampu ditangkap sebagai representasi fakta yang bertujuan
untuk menguntungkan kandidat. Di sini berlaku penegasian; apa yang disajikan positif
dipersepsi dan disimpulkan negatif.
Stanley (2004) misalnya mencontohkan meskipun iklan yang sering ditampilkan pada
pemilu 2004 adalah si moncong putih ternyata PDI-P gagal memimpin perolehan suara
pada pemilu lalu. Ini menunjukkan walaupun sukses menampilkan iklan hal itu belum
tentu berdampak signifikan pada perolehan suara. Orang-orang partai masih dituntut
bekerja keras di lapangan untuk memenangkan partai. Iklan politik yang ada saat ini
sama sekali tidak ada yang positif. Sama sekali tidak mendidik. Tidak banyak yang
menjelaskan komitmen partai terhadap berbagai persoalan yang masih dialami bangsa
ini. Iklan-iklan itu hanya mengajak pemilih mencoblos tanda gambar. Tidak memilih
34
nama orang. Wajar kalau orang awam tidak tahu jika ada yang baru dalam pemilu lalu.
Lebih jauh Stanley mengkritik kualitas iklan politik kita:
”Iklan politik itu seharusnya lebih banyak berbicara tentang bagaimana audience harus
memilih. Visi dan misinya bagaimana dan seperti apa. Iklan politik yang ditampilkan
saat ini belum membahas masalah segmentasi. Siapa segmen pemilih dan
sebagainya. Ini sebagai akibat iklan politik tidak dapat dimengerti oleh partai politik dan
tim kreatif. Teman-teman partai tidak punya gambaran tentang segmen pendukung
mereka siapa dan apa yang mau mereka capai dalam kampanye melalui media itu.
Semuanya jadi tidak jelas. Mereka bisa saya katakan miskin ide komprehensif. Mereka
tidak punya kemampuan membahasakan ide yang seharusnya brillian. Jadi, yang
keluar ya yang enteng-enteng saja. Parahnya, teman-teman di tim kreatif–yang
sebenarnya memiliki kemampuan menciptakan produk iklan yang baik–tidak
mengetahui apa keinginan partai. Yang ada akhirnya sekadar saling percaya.
Pokoknya percaya bahwa tim kreatif mampu membuat iklan PDI-P yang pas.
Akibatnya, ya muncullah iklan si moncong putih.”
Belakangan ini pakar politik menemukan kenyataan bahwa opini publik dibentuk oleh
mood, emosi dan perasaan individu. Berangkat dari kenyataan maka iklan-iklan politik
belakangan ini umumnya lebih mengeksploirasi faktor emosi ketimbang menjual isu-isu
atau kebijakan-kebijakan kandidat. Fenomena iklan dalam kampanye Pilkada
seharusnya memberikan ruang terbuka bagi pemilih untuk belajar menjadi pemilih
yang cerdas. Namun sayang sekali iklan politik belum mengajak warga untuk berpikir
cerdas (Putra, 2007).
Sedangkan dengan sinis Hikmat Budiman (Koran Tempo, 27 Maret 2004) mengatakan
Iklan komersial memang tidak pernah dirancang untuk memaparkan kebenaran seperti
35
para pendidik, melainkan justru melakukan surogat, mengelabui massanya dengan
memutarbalikkan realitas seperti yang biasa dilakukan para ideolog tempo dulu. Iklan
pencuci rambut, misalnya, menciptakan kenyataan palsu tentang begitu
memalukannya kalau ada kelemumur pada rambut. Tapi sejauh ini tidak pernah ada
somasi dengan tuduhan, misalnya, “tidak memberi pendidikan kultural” kepada publik.
Mengukur Kekuatan
Dengan melihat pembahasan diatas kita melihat bahwa iklan politik memiliki kekuatan
dan kelemahan. Terutama mengenai efektivitasnya dalam menjangkau pemilih.
Sampai saat ini para ahli masih berbeda pendapat mengenai efektivitas iklan politik
guna memenangkan pemilu dan meraih suara sebanyak mungkin. Roderick Hart,
profesor ilmu politik Universitas Texas mengatakan, tidak ada kajian dan penelitian
cukup yang bisa memastikan apakah iklan politik bisa menggalang suara bagi para
calon presiden. Ditambahkan, ada semacam kepercayaan di masyarakat, betapa pun
kuatnya pengaruh iklan di televisi, efektivitas iklan politik belum terjamin seperti halnya
iklan sabun atau produk lainnya. Banyak kajian menunjukkan swing voters, pemilih
berpindah dukungan karena dipengaruhi iklan politik, kampanye, penampilan kandidat,
atau program partai, persentasenya sangat kecil. Di Amerika Serikat, jumlah swing
voters hanya 15 persen dari total pemilih. Mereka inilah yang sebetulnya jadi sasaran
utama iklan politik karena sebetulnya sebagian besar pemilih sudah memiliki party
identification. Pemilih tipe ini loyal pada partainya serta tidak akan terpengaruh oleh
kampanye atau iklan politik.
Kenneth Goldstein, ahli ilmu politik Universitas Wiscounsin mengatakan, iklan politik
bisa mempengaruhi, terutama dalam pemilihan antara dua calon presiden yang
memiliki kualitas dan kemampuan hampir sama. Di negara maju, partai politik yang
36
bersaing dalam pemilu memiliki massa fanatik sendiri yang disebut true believers
sehingga suara swing voters yang kecil akan sangat menentukan kemenangan
(Yulianti, 2004).
Dengan demikian jelas bahwa iklan politik memang seharusnya tidak dijadikan sebagai
alat utama dalam kampanye kandidat, namun hanya sebagai alat penunjang. Kita tahu
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih akan ditentukan paling tidak oleh
kondisi awal pemilih (lihat tipologi pemilih hal. 9), media masa (iklan dan berita) serta
partai politik atau kontestan. Bisa jadi faktor keluarga dimana individu hidup
didalamnya akan lebih kuat sehingga sangat menentukan pilihan-pilihan politik. Atau
kualitas pendidikan dalam masyarakat sangat tinggi, sehingga mereka tidak begitu saja
percaya dengan pemberitaan atau iklan.
Dalam konteks komunikasi pemasaran, supaya efektif iklan politik juga harus
diletakkan dalam konteks integrated communication. Artinya harus juga didukung oleh
alat komunikasi lainnya dan yang lebih penting adalah kredibilitas kandidat atau partai
politik itu sendiri.
2.2.3 Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di Indonesia
Praktik penyelenggaraan pemerintahan lokal di Indonesia telah mengalami
kemajuan sejak masa reformasi, ini dapat dilihat dari diberlakukannya undang-undang
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan diberlakukannya undang -
undang ini, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih desentralistis,
dalam arti sebagian besar wewenang dibidang pemerintahan diserahkan kepada
daerah. Secara umum undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
37
Daerah ini telah banyak membawa kemajuan bagi daerah dan juga bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Namun demikian disisi lain, undang-undang ini dalam
pelaksanaannya juga telah menimbulkan dampak negatif, antara lain tampilnya kepala
daerah sebagai raja-raja kecil didaerah karena luasnya wewenang yang dimiliki, tidak
jelasnya hubungan hierarkis dengan pemerintahan diatasnya, tumbuhnya peluang
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di daerah-daerah akibat wewenang yang luas
dalam pengelolaan kekayaan dan keuangan daerah serta “money politic” yang terjadi
dalam pemilihan kepala daerah (Abdullah, 2005: 3).
Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut maka diberlakukanlah undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyrakat, serta mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dilaksanakan secara efektif,
efisien dan bertanggung jawab.
Perubahan yang sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di daerah,
sesuai dengan tuntutan reformasi adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah secara langsung. Pemilihan kepala daerah secara langsung ini merupakan
konsekuensi perubahan tatanan kenegaraan kita akibat Amandemen Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945. Undang-undang baru ini pada dasarnya mengatur mengenai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan
desentralisasi. Hal tersebut dapat dilihat melalui penjabaran dari amanat konstitusi
pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota
38
masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Propinsi, Kabupaten dan Kota dipilih
secara demokratis”.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung diatur dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 56 Pasal
119 dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah. Secara eksplisit ketentuan tentang PILKADA langsung tercermin dalam
penyelengaraan PILKADA. Dalam Pasal 56 ayat (1) disebutkan:
“Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Pilihan terhadap sistem pemilihan langsung menunjukkan koreksi atas Pilkada terdahulu yang menggunakan sistem perwakilan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.151 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Digunakannya sistem pemilihan langsung ini menunjukkan perkembangan penataan format demokrasi daerah yang berkembang dalam liberalisasi politik (Prihatmoko, 2005: 2).
Pelaksanaan PILKADA Langsung merupakan sebuah peningkatan demokrasi
ditingkat lokal, dengan adanya demokrasi dalam sebuah negara, berarti dalam Negara
tersebut menjalankan demokrasi yang menjunjung tinggi aspirasi, kepentingan dan
suara rakyatnya.
menurut Winarno (2002: 11) mengatakan bahwa: “sistem pemilihan secara
langsung merupakan alternatif yang paling realistis guna mendekatkan aspirasi
demokrasi rakyat dengan kekuasaan pemerintah dan pada saat yang sama
memberikan basis legitimasi politik kepada pejabat eksekutif yang terpilih”.
Sementara menurut Bambang Purwoko (2005: 10) menjelaskan bahwa: “Dalam Pilkada Langsung, demokrasi yang ada berarti terbukanya peluang bagi setiap warga masyrakat untuk menduduki jabatan publik, juga berati adanya kesempatan bagi rakyat
39
untuk menggunakan hak-hak politiknya secara langsung dan kesempatan untuk menentukan pilihan dan ikut serta mengendalikan jalannya pemerintahan”.
Dengan demikian adanya Pilkada secara langsung ini, proses demokratisasi
ditingkat lokal sudah dapat diwujudkan sehingga dapat diperoleh pemimpin yang
sesuai dengan pilihan yang dapat diterima dan dikehendaki oleh rakyat didaerahnya
sehingga pemimpin rakyat tersebut dapat merealisasikan kepentingan dan kehendak
rakyatnya secara bertanggung jawab sesuai potensi yang ada untuk mensejahterakan
masyarakat daerahnya. Dilaksanakannya pilkada secara langsung pastilah memiliki
suatu tujuan, dimana untuk menjalankan amanat atau berdasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945 yakni untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
menurut Agung Djokosukarto, ada 5 dimensi dan tujuan dalam pemilihan kepala
daerah secara langsung, yaitu:
1. Mengapresiasikan HAM dalam bidang politik
2. mewujudkan prinsip demokrasi partisipatif (asas partisipasi universal)
3. mewujudkan tatanan keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif daerah.
4. Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat madani yang egalite
5. mewujudkan tata kelola pemerintahan derah sesuai dengan prinsip good governance,
serta memperkuat kemandirian daerah dan berotonomi
Menurut Fitriyah (2005:1) :
“Pentingnya PILKADA secara langsung membuat semua daerah harus mempersiapkan diri mereka sebaik-baiknya dan berusaha bagaimana dapat berlangsung demokratis dan berkualitas sehingga benar-benar mendapatkan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dapat membawa kemajuan bagi daerah sekaligus memberdayakan masyarakat daerahnya. Selain itu, salah satu tujuan diselenggarakannya pilkada secara langsung ini juga dapat memberikan pendidikan
40
politik bagi masyarakat didaerah, dimana nantinya mereka menjadi lebih pengalaman dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik. “
PILKADA langsung sebagai pembelajaran politik yang mencakup tiga aspek yaitu:
Meningkatkan kesadaran politik masyarakat lokal; Mengorganisir masyarakat kedalam
suatu aktivitas politik yang memberikan peluang lebih besar pada setiap orang untuk
berpartisipasi; dan Memperluas akses masyarakat lokal untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. Selain itu, hal yang
terpenting dari pilkada ini adalah sebuah sarana demokratisasi di tingkat lokal yang
dapat menegakkan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan calon yang terpilih akan kuat legitimasinya karena dipilih langsung oleh rakyat
sehingga tercipta stabilitas politik dalam pemerintahan daerah. menurut Fitriyah (2005)
2.2.4 Perilaku Pemilih (Voting Behavior) di Indonesia
Pada tahun 2009, negara Indonesia telah melangsungkan pemilihan umum.
Budiarjo (2008) menyatakan bahwa pemilihan umum dianggap sebagai lambang, dan
juga sekaligus tolak ukur dari sistem demokrasi. Indonesia pertama kali melaksanakan
pemilu pada tahun 1955, dan hingga tahun 2009, Indonesia telah melaksanakan
sembilan pemilu. Tercatat Indonesia melaksanakan pemilu pada tahun 1955, 1971,
1977, 1982, 1987, 1982, 1992, 1999, dan yang terakhir pada tahun 2004. Pada pemilu
yang terakhir, yaitu pemilu tahun 2004, Indonesia membuat sejarah, karena untuk
pertama kalinya diadakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Bila pada tahun-tahun sebelumnya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), pada tahun 2004, untuk pertama kalinya, rakyat
Indonesia memilih secara langsung Presiden dan Wakil Presidennya.
41
Sebenarnya, pada tahun 2004, tidak hanya Presiden dan Wakil Presiden yang
dipilih langsung, tetapi untuk pertama kalinya juga, rakyat Indonesia memilih langsung
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Pada pemilu-pemilu sebelum tahun 2004, untuk menentukan anggota
DPR, pemilih hanya memilih PARPOL saja. Lalu, PARPOL yang akan menentukan
siapa-siapa saja yang akan menjabat sebagai anggota DPR. Namun, pada tahun
2004, pemilih tidak hanya bisa memilih parpol, tetapi juga bisa langsung memilih orang
per orang. Adanya perubahan sistem pada pemilu tahun 2004 mempunyai
konsekuensi terhadap perubahan perilaku pemilih juga. Jika sebelumnya, para pemilih
hanya memperhatikan parpol saja, dengan adanya perubahan sistem ini, para pemilih
juga bisa memperhatikan orang-orang yang dicalonkan oleh parpol tersebut.
Penelitian mengenai perilaku memilih (voting behavior) pertama kali dilakukan oleh
para peneliti dari Universitas Columbia, yang lalu dikenal dengan sebutan mazhab
Columbia atau Columbia School. Menurut model Columbia ini, perilaku memilih
ditentukan oleh status sosial ekonomi (SSE), agama dan daerah tempat tinggal. Jadi,
jika seseorang berada di SSE tertentu, berarti ia memilih parpol tertentu. Jika ia
beragama tertentu, ia akan memilih parpol tertentu. Dan, jika ia tinggal di daerah
tertentu, ia maka akan memilih parpol tertentu. Mazhab ini juga dikenal dengan nama
pendekatan sosiologis atau sosial struktural (Lawrence, 2003; Redlawsk, 1997; & Roth,
2008).
Setelah pendekatan sosiologis, kemudian muncul pendekatan sosial psikologis
yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Michigan. Berbeda dengan
pendekatan sebelumnya yang lebih menekankan pada faktor kelompok sosial dimana
individu berada (sosiologis), pada pendekatan sosial psikologis penekanan lebih pada
individu itu sendiri. Menurut pendekatan sosial psikologis, ada tiga faktor yang
42
berpengaruh terhadap perilaku memilih. Tiga faktor tersebut adalah identifikasi partai,
orientasi isu atau tema dan orientasi kandidat. Identifikasi partai yang dimaksud disini
adalah bukan sekedar partai apa yang dipilih tetapi juga tingkat identifikasi individu
terhadap partai tersebut misalnya, lemah hingga kuat. Lalu, yang dimaksud dengan
orientasi isu atau tema adalah tema atau isu-isu apa saja yang diangkat oleh parpol
tersebut. Sedangkan, yang dimaksud orientasi kandidat adalah siapa yang mewakili
parpol tersebut. Menurut pendekatan sosial psikologis, tiga faktor itulah (identifikasi
partai, orientasi tema dan orientasi kandidat) yang akan menentukan perilaku memilih
(Lawrence, 2003; Redlawsk, 1997; & Roth, 2008). Lalu, setelah pendekatan sosial
psikologis, muncul pendekatan baru yang dinamakan dengan pendekatan ekonomis.
Pendekatan ekonomis biasa juga disebut dengan pendekatan rational-choice.
Berdasarkan pendekatan ini, manusia diasumsikan adalah seorang pemilih yang
rasional. Individu mengantisipasi setiap konsekuensi yang mungkin muncul dari
pilihan-pilihan yang ada. Lalu, dari pilihan-pilihan tersebut, individu akan memilih
pilihan yang memberi keuntungan paling besar bagi dirinya (Lawrence, 2003;
Redlawsk, 1997; & Roth, 2008). Berhubungan dengan pemilu, melalui pendekatan ini,
pemilih diasumsikan mempertimbangkan segala pilihan yang ada, misalnya tiap-tiap
parpol yang ada, tiap-tiap kandidat yang ada dan tiap-tiap kebijakan yang ada. Lalu,
dilihat untung atau ruginya bagi individu. Pada akhirnya individu akan memilih yang
memberi keuntungan paling besar dan kerugian paling kecil bagi dirinya. Namun pada
kenyataannya, ketika mengambil keputusan, individu jarang sekali melakukan hal-hal
yang diasumsikan oleh pendekatan ekonomis. Berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan menyebutkan bahwa, biasanya individu tidak mengetahui setiap
alternatif yang ada dan juga tidak mempertimbangkan setiap hasil yang mungkin
muncul dari setiap alternatif. Oleh karena itu, setelah pendekatan ekonomis, muncul
43
lagi pendekatan baru dalam melihat perilaku memilih. Pendekatan tersebut adalah
pendekatan behavioral decision theory (BDT) Lau ( 2003) & Redlawsk (2006).
Pendekatan behavioral decision theory (BDT) mengasumsikan bahwa individu
sebagai limited information processors, Pendekatan ini menganggap bahwa jumlah
informasi yang dapat diolah oleh individu, sangat terbatas. Keterbatasan individu
dalam memproses jumlah informasi, biasa juga disebut bounded rationality. Menurut
pendekatan ini, sebagai mahkluk rasional kognisi individu masih memiliki beberapa
keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut diantaranya adalah keterbatasan
dalam menyimpan jumlah informasi, keterbatasan dalam mengolah informasi dan
keterbatasan dalam memanggil kembali informasi yang telah diolah (Lau, 2003; Lau &
Redlawsk, 2006).
Meskipun sebenarnya individu tidak bisa melakukan pengambilan keputusan yang
benar-benar rasional, seperti yang diasumsikan oleh pendekatan ekonomis, di tengah-
tengah keterbatasannya tiap-tiap individu masih bisa membuat keputusan yang baik.
Hal tersebut dimungkinkan karena individu mengembangkan sejumlah mekanisme
kognitif untuk mengatasi keterbatasannya itu. Terkait dengan pemilu, ada tiga
mekanisme kognitif yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu decomposition,
editing dan heuristics Lau (2003) & Redlawsk (2006). Decomposition berarti individu
memecah keputusannya menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Mekanisme ini
biasanya lebih dilakukan oleh para kandidat atau parpol yang sedang bertarung di
pemilu. Misalnya, para kandidat membagi strategi kampanyenya menjadi beberapa
bagian. Ada yang khusus iklan di televisi, ada yang khusus di radio, ada yang khusus
penampilan, dan seterusnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan editing berarti,
ketika individu menyederhanakan pengambilan keputusannya dengan menghilangkan
atau menghiraukan aspek-aspek relevan yang berhubungan dengan keputusannya
44
tersebut. Misalnya dengan hanya memperhatikan satu kandidat saja dan
menghiraukan kandidat yang lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan heuristics
adalah jalan pintas kognitif (cognitive shortcuts) yang dilakukan oleh individu untuk
membuat keputusan atau penilaian tertentu, yang biasanya didasarkan pada rules of
thumb. Baron, Branscombe dan Byrne (2008) menjelaskan bahwa heuristics adalah
cara mudah untuk mencapai keputusan yang kompleks atau membuat kesimpulan,
dalam waktu yang singkat dan efisien. Bless, Fiedler, dan Strack (2004) juga
menyebutkan bahwa untuk mengatasi kompleksitas, individu mengembangkan stategi
tambahan yang mengijinkan mereka untuk mempermudah pengambilan-keputusan
dengan berpegang pada rules of thumb, dan proses itu disebut heuristics.
Hamilton (2005) menyebutkan bahwa heuristics biasa digunakan dalam membuat
keputusan dan dapat meringankan beban yang dialami oleh kognisi individu, tidak
hanya membantu individu dalam kehidupan sehari-hari, heuristics juga dapat
digunakan individu dalam kehidupan politik. Ottati (1990) menemukan bahwa heuristics
bisa juga digunakan saat membuat keputusan politik. Hal ini juga disebutkan oleh
Mondak (1994) bahwa dengan menggunakan heuristics dapat membantu individu
untuk mengatasi hambatan-hambatan yang diakibatkan terbatasnya pengetahuan
tentang politik.
Ada lima jenis heuristics yang bisa digunakan individu untuk membantu dirinya
dalam mengambil keputusan dalam politik, khususnya pada saat pemilu (perilaku
memilih). Menurut Lau (2003) & Redlawsk, (2006), lima jenis heuristics tersebut akan
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Affect referral: individu akan memilih kandidat yang paling menarik secara emosional
atau yang lebih disukainya (emosional).
45
2. Endorsement: individu akan memilih kandidat berdasarkan hasil rekomendasi dari
kerabat dekat, elit politik yang terpercaya, ataupun kelompok-kelompok sosial yang
dimiliki oleh individu. Dengan kata lain, individu membiarkan orang lain diluar dirinya
yang memutuskan pilihannya.
3. Familiarity: individu memilih kandidat yang telah dikenal atau yang telah diketahui
sebelumnya.
4. Habit: individu memilih kandidat berdasarkan pilihan pada pemilu sebelumnya dan
tetap pada pilihannya itu.
5. Viability: individu memilih kandidat yang mempunyai peluang menang lebih besar.
Jadi, termasuk pemilih jenis manakah anda?
Pemilih sosiologis? Pemilih ekonomis? Pemilih rasional? Atau pemilih jenis yang lain?
Apapun jenisnya, mudah-mudahan pilihan anda, mengutip perkataan Bung Anies
Baswedan, dapat mewujudkan dan melunasi janji-janji kemerdekaan seperti yang
tertulis di Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
2.2.5 Peran Mahasiswa Dalam Pembangunan Daerah
Menurut Cahya (2009) : Mahasiswa adalah bagian pemuda yang selalu ditunggu
perannya dalam pembangunan
Kita telah memaklumi bersama bahwasannya mahasiswa termasuk kalangan elit.
Hanya segelintir saja dari jutaan orang pemuda di Indonesia, yang berkesempatan
mengenyam pendidikan tinggi. Tak semua memiliki kesempatan masuk ke dalam kelas
ini. Terlebih realita yang ada saat ini manakala biaya kuliah semakin mahal. Makin
46
sedikit pula yang dapat merasakan hidup di dunia perguruan tinggi. Dan yang sedikit
itulah, yang memiliki potensi strategis sebagai iron stock para leader di negeri kita ini.
Mahasiswa adalah kalangan yang memiliki potensi besar melakukan mobilitas.
Bahkan, hal itu sudah dilakukan semenjak mereka resmi memiliki status sebagai
mahasiswa, karena status itu termasuk kelas menengah. Ke depan, selepas
menyelesaikan proses pembelajaran dan pencarian jati diri mereka di kampus, pintu
melakukan mobilitas itu semakin terbuka. Mobilitas secara vertikal maupun horizontal,
menuju ke posisi strategis di berbagai sektor yang akan mereka geluti, baik public
sector, private sector atau third sector.
Besarnya potensi mereka itu –logis, karena hampir tidak mungkin negeri ini akan
dipimpin oleh para lulusan SMP apalagi SD– tak luput dari besarnya harapan yang
disematkan ke pundak mereka. Mereka diharapkan oleh masyarakat untuk nantinya
kembali dan membangun masyarakat khususnya di daerah dari mana mereka berasal.
Mahasiswa yang merantau, seolah-olah menjadi perwakilan daerah untuk menyerap
ilmu sebanyak mungkin kemudian diterapkan dalam pembangunan daerahnya suatu
saat nanti. Dan ini memang menjadi salah satu peran yang harapannya bisa dijalankan
oleh para mahasiswa, terlepas dari realita mahasiswa zaman sekarang yang tak sedikit
menghabiskan masa studinya dengan hura-hura dan bersenang-senang.
Sebenarnya apa saja peran mahasiswa yang bisa dimainkannya dalam
pembangunan daerah? Hal ini perlu dipahami bersama, karena ketidakjelasan peran
akan menimbulkan kegamangan. Dan kegamangan akan mengakibatkan
ketidakproduktifan. Maka tentang peran mahasiswa dalam pembangunan daerah ini
perlu kita ulas lebih jauh. Namun, kita perlu terlebih dahulu melihat seberapa jauh
potensi yang dimiiki oleh mahasiswa. Sehingga apa saja peran yang dapat dimainkan
nanti, bisa kita lihat dari potensi yang ada dalam diri mereka.
47
Pertama, kita dapat melihat potensi mahasiswa dari aspek karakternya. Kita pahami
bersama, bahwa mahasiswa memiliki karakter idealis. Semua hal dilihat dan ingin
dibentuk dalam tataran ideal. Baik dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri,
keorganisasian, berbagai sistem dan kebijakan dalam masyarakat maupun dalam
kehidupan negara. Mahasiswa biasanya menjadi orang yang paling resah dengan
ketidakberesan, benci dengan ketidakadilan, menginginkan tegaknya aturan dan
norma kebaikan. Dengan begitu tepatlah manakala mahasiswa disebut sebagai social
control, mengkritisi setiap ketidakberesan berjalannya sistem di masyarakat maupun
Negara.
Pemuda memiliki tipe pemikiran yang kritis dan kreatif. Mahasiswa sebagai bagian
dari pemuda tak lepas dari sifat ini. Sejarah mengatakan, bahwa perubahan-perubahan
besar berawal dari para pemuda. Kita dapat melihat bagaimana peristiwa kebangkitan
nasional, sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan Indonesia serta reformasi
berawal. Semua tidak luput dari peran para pemuda. Pun begitu dengan berbagai
peristiwa perubahan, revolusi dan pembaruan di beberapa belahan dunia.
Kaum muda memiliki frame berfikir yang khas. Berawal dari idealismenya dia kritis
terhadap persoalan-persoalan, dan dengan kreativitasnya memberikan solusi-solusi
dari persoalan yang ada. Tak jarang solusi yang mereka hasilkan merupakan hal-hal
yang tak terpikirkan sebelumnya oleh generasi yang lebih tua. Banyak terobosan baru
yang mereka lahirkan, karena mereka punya paradigma berpikir yang berbeda. Karena
berbeda paradigma, maka biasanya antara generasi tua dan generasi muda terjadi
konflik pemikiran, antara paradigma lama dan paradigma baru. Kita dapat ambil contoh
pada salah satu persitiwa besar, proklamasi kemerdekaan. Terjadi perbedaan
pendapat antara golongan tua dan golongan muda tentang kapan proklamasi harus
dilakukan.
48
Beberapa kelebihan yang bersifat alami di atas, yakni idealis, kritis dan kreatif
membuat arus perubahan dapat diciptakan, menuju yang lebih baik sebagaimana
idealita yang ada dalam benak mereka. Dipadu dengan sifat semangat, dan didukung
oleh kekuatan fisik yang masih prima, maka arus perubahan semakin besar. Mereka
tak akan kenal lelah dalam bekerja dan menggerakkan perubahan itu, sehingga dalam
waktu yang tak terlampau lama apa yang mereka inginkan akan segera dicapai.
Kedua, potensi mereka dilihat dari aspek intelektualitas, kecerdasan dan
penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki selain akan
memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis
dalam pemecahan masalah. Seorang mahasiswa akan dapat dengan mudah
menyelesaikan masalah yang ada yang pada masa dahulu pernah ditemui manusia
dan dirumuskan dalam berbagai teori pemecahannya. Atau, jika hal yang ada belum
pernah ditemui sebelumnya, maka mereka sudah memiliki bekal yang metodologis dan
sistematis tentang bagaimana cara menemukan pemecahan problem-problem yang
ada. Tiada lain dengan riset, baik riset di bidang eksak maupun noneksak.
Potensi dari dua aspek yang ada itulah yang akan membuat mahasiswa dapat
melakukan perannya. Syaratnya, kedua potensi itu benar-benar dikembangkan secara
optimal oleh mereka baik secara personal maupun komunal sehingga dapat menjadi
senjata yang siap digunakan untuk memberikan kemanfaatan terbesar bagi
masyarakat. Potensi dari aspek karakter dikembangkan dengan berbagai aktivitas
yang mengasah softskill, baik melalui kegiatan organisasi, pelatihan-pelatihan maupun
aktivitas keseharian mahasiswa di luar kegiatan akademik. Sedangkan potensi
intelektualitas dibangun melalui semua kegiatan yang mengasah hardskill, yakni
kegiatan belajar mengajar, pengkajian, penelitian dan juga pelatihan. Dengan begitu
mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi menuju profil mahasiswa ideal, yakni
49
mahasiswa yang memiliki integritas moral, kredibilitas sosial dan profesionalitas
keilmuan.
Pada era sekarang ini, rasanya sudah tidak relevan lagi manakala implementasi
peran mahasiswa hanya sekadar seperti apa yang dilakukan pada masa-masa lalu.
Sebagian besar yang telah dilakukan mahasiswa untuk menjalankan peran sebagai
agent of change dan social control dilakukan melalui aksi-aksi turun ke jalan. Aksi
untuk menuntut perubahan kebijakan, penyebaran wacana dan opini ke publik, namun
belum bisa memberikan solusi konkrit. Sudah saatnya hal itu diubah, sudah tiba
waktunya bagi mahasiswa untuk memaksimalkan peran sebagai aktor intelektual yang
dapat memberikan jawaban-jawaban dan solusi yang konkrit, membumi, aplikatif dan
bermutu. Bukan sekadar wacana yang mengawang, atau alternatif solusi dari hasil
analisis yang serampangan. Namun semuanya berbasis penguasaan keilmuan pada
bidang masing-masing, melalui proses pengkajian yang mendalam dan komprehensif,
dilihat dari berbagai sudut pandang secara interdisipliner sehingga menghasilkan
solusi yang solutif.
Peran yang bisa dimainkan mahasiswa di daerah tentu tak terkungkung pada
daerahnya masing-masing, namun bisa berperan di daerah lain. Juga tidak melulu
yang bersifat konseptual, namun juga yang bersifat praktikal dengan terjun langsung di
masyarakat. Yang jelas semuanya didasari oleh kerangka berpikir ilmiah. Mahasiswa
dapat memulai aksinya berpijak dari masalah-masalah yang ada pada suatu daerah,
maupun potensi besar yang belum terkembangkan atau teroptimalkan yang dapat
menjadi senjata bagi daerah tersebut. Baik dalam bidang pangan, pendidikan,
kesehatan, iptek, pertanian, sosial, budaya, pemerintahan dan lain sebagainya.
Di bidang pangan misalnya, suatu daerah memiliki keunggulan komparatif sebagai
penghasil salak. Di setiap musim panen, produksi salak melimpah dan dapat
mensuplai produk ke beberapa daerah lain yang membutuhkan. Permasalahannya
50
adalah seringkali jumlah produksi salak melebihi permintaan yang ada, sehingga ada
sisa yang setiap periode terbuang percuma, karena sifat produk pertanian yang cepat
rusak. Berdasarkan permasalahan itu, seorang mahasiswa yang baik akan dapat
mengubah permasalahan seperti itu menjadi potensi besar. Dia akan melakukan riset
untuk menciptakan produk olahan dari salak, sehingga salak yang tidak termanfaatkan
dalam bentuk mentah setelah menjadi produk olahan lain akan memiliki nilai jual lebih
tinggi, disamping dapat meningkatkan daya tahan produk itu sendiri. Implikasi positif
lain dari hal ini adalah membuka peluang usaha baru yang nantinya dapat menyerap
tenaga kerja, dengan begitu pengangguran dapat dikurangi. Kripik salak dan selai
salak merupakan contoh produk sebagai wujud nyata dari usaha semacam ini. Contoh
lainnya, manakala pada suatu daerah memiliki permasalahan pada banyaknya sampah
padat yang tidak tertangani dan akhirnya menumpuk di beberapa tempat. Selain dari
segi estetika tidak sedap bagi pemandangan, menimbulkan bau tidak sedap, dari
aspek kesehatan dapat menjadi sumber beberapa penyakit, selain memberikan
potensi ancaman banjir apabila menyumbat beberapa saluran air. Mahasiswa atau
kelompok mahasiswa dapat memberikan solusi dengan program pemberdayaan
masyarakat pengolahan sampah organik. Dampaknya pada pengurangan jumlah
sampah yang ada secara signifikan, dihasilkannya produk olahan sampah organik
misalnya menjadi pupuk organik yang memiliki kegunaan dan bernilai jual, serta
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sampah.
Mahasiswa tidak harus terjun sendiri ke masyarakat secara swadaya, karena hal itu
akan sangat berat. Alangkah sangat baiknya mahasiswa dapat merangkul berbagai
pihak yang dapat diajak kerja sama dalam membuat proyek-proyek yang lebih besar
untuk memberikan pencerdasan pada masyarakat dan memberdayakan mereka.
Pemerintah daerah, pihak kampus (universitas) dan pihak swasta adalah pihak-pihak
yang sangat bertanggung jawab dalam kemajuan masyarakat. Pemerintah daerah
51
tentu saja pelaku utama yang bertanggung jawab penuh terhadap kemajuan
masyarakat di daerahnya. Universitas memiliki kewajiban dalam pendidikan dan
pemberdayaan masyarakat sebagaimana tertuang dalam salah satu poin Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Pihak swasta memiliki kewajiban untuk melaksanakan program-
program CSR (Corporate Social Responsibility). Peran ketiga elemen besar itu harus
dapat dioptimalkan, dan disinergikan. Dan hal ini dapat diinisiasi oleh mahasiswa.
Pihak pemerintah berperan dalam pendanaan sebagaimana telah dianggarkan, juga
SDM pakar dengan adanya para petugas penyuluh lapangan dari departemen-
departemen tertentu. Pihak universitas memberikan sumbangan dari sisi keilmuan,
program (misalnya dengan priogram KKN) dan SDM pelaksana, yakni mahasiswa itu
sendiri. Aspek dana juga didukung oleh pihak swasta, selain perannya dalam
memenuhi kebutuhan akan instrumen berupa peralatan maupun perlengkapan.
Sinergitas yang saling melengkapi dari ketiga pihak ini akan memberikan signifikansi
sangat tinggi dalam upaya melaksanakan pembangunan daerah. Karena dengan
sinerginya beberapa pihak tersebut, masing-masing tidak bekerja sendiri melalui
program yang bisa jadi overlap satu sama lain sehingga tidak efektif dan efisien,
bahkan kontraproduktif. Ke depan, kesadaran akan pentingnya sinergitas antara
beberapa pihak perlu semakin ditingkatkan, dan ini harus dimulai semenjak sekarang.
Tak ketinggalan, penyiapan diri mahasiswa, yang ke depan juga akan menempati
ruang-ruang strategis di pemerintah, swasta maupun kampus harus dilakukan
semenjak dini, dengan cara:
1. Pengembangan potensi diri dari aspek hardskill maupun softskill sebagai upaya
memaksimalkan potensinya sebagai iron stock,
2. Melakukan kontrol kebijakan pemerintah terhadap penentuan arah dan
karakteristik pembangunan daerah,
52
3. Berupaya untuk senantiasa memenuhi kebutuhan akan perbaikan dari
kehidupan masyarakat dan berbagai permasalahan yang terjadi di sana melalui
penerapan dan implementasi ilmu yang telah diperoleh di bangku perguruan
tinggi,
4. Mengembangkan jaringan (networking) dengan berbagai pihak, khususnya
yang memiliki peran dan potensi dalam pembangunan daerah.
Semua itu tak dapat terwujud manakala tidak diawali oleh kepedulian serta sikap
kritis terhadap peristiwa sosial yang melahirkan niat dan kemauan untuk turut berperan
serta memperbaiki masyarakat. Sehingga nantinya cita-cita untuk mewujudkan
Indonesia sebagai bangsa yang berkedaulatan, berkeadilan, maju dan mandiri dapat
diraih.
2.2.6 Peran Mahasiswa Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Peranan Mahasiswa Dalam Pilkada
Berbicara tentang peranan mahasiswa dalam proses perubahan masyarakat
menuju tatanan demokratis, maka benak kita akan melayang pada peristiwa di tahun
1966, 1978, dan 1998, dimana pada waktu itu peranan mahasiswa sebagai sebuah
gerakan moral, menunjukkan eksistensinya. Aktifitas dan gerakan mahasiswa kala itu
memiliki kesamaan isu dan musuh, yaitu rezim yang otoriter dan eksploitatif. Kondisi
tersebut menjadikan mahasiswa sebagai sebuah gerakan, mampu muncul menjadi
kekuatan besar, sehingga mengutip Arief Budiman, bahwa cuma ada satu kata untuk
menyebut gerakan mahasiswa waktu itu (1998), yaitu fantastis!
Pertanyaannya kemudian, bagaimana peranan mahasiswa dalam agenda suksesi,
baik di tingkat daerah maupun nasional? Dalam konteks peranan mahasiswa, jika
53
dibandingkan dengan gerakan-gerakan yang bersifat spektakuler, adalah tetap sama,
yakni menjaga/mengawal proses demokratisasi, hanya saja mungkin caranya yang
berbeda. Kondisi ini disebabkan agenda suksesi kepemimpinan pemerintah
Peranan Mahasiswa Dalam Pilkada
Berbicara tentang peranan mahasiswa dalam proses perubahan masyarakat
menuju tatanan demokratis, maka benak kita akan melayang pada peristiwa di tahun
1966, 1978, dan 1998, dimana pada waktu itu peranan mahasiswa sebagai sebuah
gerakan moral, menunjukkan eksistensinya. Aktifitas dan gerakan mahasiswa kala itu
memiliki kesamaan isu dan musuh, yaitu rezim yang otoriter dan eksploitatif. Kondisi
tersebut menjadikan mahasiswa sebagai sebuah gerakan, mampu muncul menjadi
kekuatan besar, sehingga mengutip Arief Budiman, bahwa cuma ada satu kata untuk
menyebut gerakan mahasiswa waktu itu (1998), yaitu fantastis!
Pertanyaannya kemudian, bagaimana peranan mahasiswa dalam agenda suksesi,
baik di tingkat daerah maupun nasional? Dalam konteks peranan mahasiswa, jika
dibandingkan dengan gerakan-gerakan yang bersifat spektakuler, adalah tetap sama,
yakni menjaga/mengawal proses demokratisasi, hanya saja mungkin caranya yang
berbeda. Kondisi ini disebabkan agenda suksesi kepemimpinan pemerintah seperti
Pemilu, Pilpres dan Pilkada, mahasiswa tidak berhadapan dengan rezim yang otoriter
atau yang kesewenangan-wenang. Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi ini, relatif
tidak memiliki “musuh” bersama. Oleh karena itu mahasiswa memiliki peran tersendiri
yang berbeda ketika mahasiswa berhadapan dengan penguasa.
Ada beberapa peran yang dapat dijalankan oleh mahasiswa dalam proses Pilkada
langsung di Sumbar, baik itu sebagai individu maupun organisasi. Peran tersebut
adalah:
54
1. Mengawal Proses Pelaksanaan Pilkada Langsung
Mahasiswa mempunyai peran strategis dalam pengawalan proses pelaksanaan
Pilkada bersama aktivis-aktivis masyarakat sipil lainnya, seperti: LSM, Akademisi,
Pers, dan Ormas/ OKP. Peran ini diambil, karena mahasiswa merupakan kekuatan
masyarakat sipil yang bersifat independen, objektif, dan berlandaskan pada aspek
moralitas. Oleh karena itu, pengawalan terhadap proses Pilkada langsung merupakan
peran yang strategis untuk dijalankan oleh mahasiswa.
Peran pengawalan terhadap proses pilkada dapat dimainkan oleh mahasiswa sebagai
individu maupun oelh lembaga-lembaga mahasiswa, seperti: lembaga intern kampus,
lembaga ekstern kampus, dan organisasi mahasiswa kedaerahan. Adapun jalan yang
bisa sekiranya ditempuh oleh mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan dalam
melakukan peranannya dalam mengawal proses pilkada, antara lain: diskusi, seminar,
opini publik, artikel/tulisan di media massa, penyataan sikap, dan demonstrasi.
2. Pendidikan Politik Kepada Masyarakat
Pendidikan politik pada masyarakat dilakukan sebagai wujud tanggung jawab
mahasiswa kepada masyarakat. Adapun wujud dari peran ini adalah adanya agenda
mahasiswa seperti: bedah visi dan misi calon kepala daerah, melakukan kajian
terhadap kapasitas dan integritas calon kepala daerah, membuat kriteria calon kepala
daerah versi mahasiswa atau membuat nota kesepakatan dalam bentuk kontrak politik
kepada calon kepala daerah.
Target dari agenda-agenda ini adalah, masyarakat dapat menentukan pilihannya
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, bukan berdasarkan
kharismatik semata. Dalam pelaksanaan peran ini, etika yang harus dibangun oleh
setiap organisasi mahasiswa adalah sikap objektifitas dan akuntabilitas. Objektifitas
yang dimaksud ialah pembedahan visi/misi, pembuatan kriteria calon kepala daerah,
55
dilakukan dengan tanpa disusupi oleh kepentingan politik praktis. Hal ini penting,
sebab mahasiswa sebagai sebuah gerakan moral, mesti bersikap netral dan berpihak
kepada masyarakat luas.
Sedangkan akuntabilitas, adalah penilaian yang diberikan oleh sebuah organisasi
mahasiswa, yang harus bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya, artinya, bila
mahasiswa menilai seorang kepala daerah yang terindikasi melakukan tindak
penyelewengan kekuasaan maka data dan fakta yang disampaikan harus dapat
dibuktikan, bukan sekedar isu belaka, sehingga kepercayaan masyarakat tetap besar
terhadap gerakan mahasiswa.
3. Masuk sebagai Tim Pemenangan Calon Kepala Daerah
Keterlibatan mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah, bukanlah
sebuah hal yang baru dalam dinamika kemahasiswaan. Contoh yang paling dekat
adalah Pada Pemilu dan Pilpres 2004, dimana banyak ditemui aktivis mahasiswa yang
menjadi tim sukses dari calon anggota DPR/DPRD, DPD maupun calon presiden. Ada
beberapa pertimbangan dasar ketika mahasiswa mengambil peran ini :
a) Mahasiswa, sebagai individu masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam
setiap proses politik, baik saat pencoblosan maupun dalam menentukan sikap untuk
mendukung pasangan calon kepala daerah tertentu.
b) Ikut dalam tim pemenangan calon kepala daerah merupakan political process bagi
mahasiswa itu sendiri. Political proses ini adalah bentuk pengaktualisasian
kemampuan diri dari mahasiswa itu sendiri sekaligus wadah pembelajaran dalam
ruang lingkup politik praktis.
Munculnya mahasiswa dalam arena tim pemenangan calon kepala daerah
menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak bahkan dari kalangan mahasiswa itu
sendiri. Kekhawatiran tersebut adalah, antara lain:
56
Pertama, mahasiswa akan mudah diperalat dan ditunggangi oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Kedua, saling dukung mendukung calon kepala daerah akan
memperlemah gerakan mahasiswa. Karena, kemungkinan akan terjadi suatu keadaan
di mana sekelompok mahasiswa menyatakan dukungannya kepada calon si A,
sementara kelompok mahasiswa yang lain menyatakan mendukung si B, si C dan
seterusnya. Hal ini tentu akan berakibat memperlemah persatuan di kalangan
mahasiswa itu sendiri, mahasiswa akan terkotak-kotak dan dengan sendirinya
mahasiswa akan mudah untuk diadu domba dan dipecah belah.
Beberapa point kekhawatiran diatas, besar peluangnya untuk terjadi. Namun
keikutsertaan mahasiswa dalam tim pemenangan calon kepala daerah, tetap memiliki
aspek positif bagi mahasiswa tersebut. Oleh karena itu perlu dirumuskan etika
bersama sebagai panduan normatif, menyikapi adanya ambivalensi tersebut, yaitu:
1. Hendaknya kapasitas mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan itu, adalah
sebagai individu, bukan mengatasnamakan organisasi kemahasiswaan
tertentu.
2. Individu mahasiswa yang ikut dalam tim pemenangan, hendaknya bukanlah
mahasiswa yang dalam struktur organisasinya berperan sebagai decision
maker, seperti: ketua umum, ketua bidang/divisi/departemen. Hal ini untuk
menjaga netralitas organisasi mahasiswa tersebut.
3. Individu-individu mahasiswa yang tergabung dalam tim pemenangan calon
kepala daerah hendaknya tidak terjebak kedalam praktek-praktek politik yang
tidak bermoral, seperti: money politic, politik dagang sapi.
57
2.2.7. Brand Personality
Para ahli sudah lama mencatat adanya kepribadian merek atau Brand
Personality. Agar memiliki kepribadian, merek, merek harus memiliki pribadi atau
menjadi seseorang dahulu. Kotler,(2001), sebagai seseorang, apabila dengan
mengingat suatu merek, orang yang mucul dalam imajinasi? Maksud “orang seperti
apa” seperti pengertian Kotler, diperjelas oleh Aaker sebagai karakterisik manusia
yang di asosiasikan merek. Merek memiliki umur, kelas sosial, kehangatan,
kepribadian, dan sentimentalis (Aaker 1996:141). Aaker mendefinisikan kepribadian
merek merupakan karakteristik manusia yang diasosiasikan dengan suatu merek.
Kepribadian merek harus bersifat berbeda (distinctive) dan tertanam jangka panjang
di benak konsumen.
Konsep kepribadian merek punya validitas nominal yang cukup besar (peneliti
dan para ahli strategi merek nyaman dengan konsep ini). Responden-responden
dalam studi-studi kualitatif dan kuantitatif secara rutin diminta memprofilkan
kepribadian merek. Respon.jawaban merek datang dan mudah dan umumnya
ditafsirkan dan konsisten disegenap orang-orang. Perbedaan antara kelompok-
kelompok (seperti misalnya pengguna dan non pengguna) seringkali masuk akal dan
memberikan wawasan yang lebih berguna. Lebih lanjut pelanggan-pelanggan
seringkali berinteraksi dengan merek-merek, seolah-olah merek itu adalah orang.
Khususnya ketika merek-merek itu terikat pada produk-produk penuh arti/berarti.
Kepribadian merek tetap berada pada koridor asosiasi, sebagaiman dicatat pada
oleh Smith. Sebagi seorang (human being), merek dapat dipanggil (dinamai) atau
dapat dipanggil saudara (perluasan lini atau variannya. Memiliki pakaian (melalui
penampilannya), berbicara (nelalu lebel kemasan dan iklan), dibicarakan melalui
(dalam editorial yang dibuat melalui kegiata-kegiatan kehumasannya), melakukan
sesuatu (dalam perilakunya) dan memiliki karakter (dalam reputasi dan kepribadian).
58
Namun tidak semua merek mempunyai personifikasi,karena konsumen tidak
mampu menyusun asosiasi tentang merek, hal ini disebabkan karena merek belum
dikenal, klaim promosi tidak konsisten, tidak percaya atau membingungkan. Ketiga ,
sudah ada merek yang lain menempati asosiasi kepribadian tertentu yang ingin
dimasuki merek yang bersangkutan. Padahal kepribadian merek aharus bersifat
berbeda (distinctive) dan tertanam jangka panjang dibenak konsumen.
Kepribadian merek diperlukan sebab melalui hal itu konsumen dapat
mengekspresikan diri. Kedua, penempatan merek sebagai dsar dari hubungan
konsumen dengan merek. Ketiga, melalui kepribadian merek, sebenarnya secara
tidak langsung juga tercermin manfaat fungsional.
GAMBAR 2.1
Sumber : Journal of Marketing Research, 8/97, pp 347-356)
2.2.7.1 The Five Core Dimensions And Their Facets
These are:
1. Sincerity (down-to-earth, honest, wholesome, cheerful)
59
Menggambarkan tentang citra ketulusan dari sebuah merek untuk memberikan
yang terbaik kepada konsumen terdapat empat perspektif dari dimensi ini,
yaitu :
a. Down to earth
Bahwa semua merek harus rasional menurut penilaian konsumen.
Rasional ini bahwa merek bisa mencerminkan sesuatu yang dapat
dinikmati oleh konsumen melalui produk yang ditawarkan.
b. Honest
Berarti sebuah kejujuran, dalam arti mereka bisa memberikan
informasi yang sesuai dengan realitas yang dirasakan konsumen.
c. Wholesome
Merek menggambarkan sesuatu yang mengandung nilai atau
bermanfaat bagi konsumen
d. Cheerfull
Cheerfull mengambarkan tentang citra yang prospektif pada
konsumen. Merek harus mampu memberikan citra yang membuat
bersemangat dan terkesan lincah.
2. Excitement
Deskriptif dari dimensi ini menggambarkan tentang kesan positif dari sebuah
merek, terdiri dari empat perspektif, yaitu :
a. Daring
Merek menggambarkan tentang keberanian untuk memastikan
kinerja sbuah merek, seperti halnya obat sakit kepala yang harus
mempunyai keberanian mengatakan kalau memang produk ini
mampu memberikan kesembuhan.
60
b. Sprited
Merek sebuah produk harus menciptakan semangat tinggi.
Semangat ini bisa teridentifikasi dari slogan merek bersangkutan.
c. Imaginative
Merek harus mampu menciptakan citra yang imaginative bagi
konsumen. Merek mengekspresikan tentang sesuatu yang bersifat
baru sehingga konsumen cenderung untuk mencobanya.
d. Up to date
Merek selalu bisa melakukan penyesuaian-penyesuain terhadap
perkembangan terbaru dari perilaku atau tuntutan konsumen. Merek
selalu bisa menjawab semua kebutuhan dan keinginan konsumen.
3. Competency
Menggambarkan tentang keunggulan merek bersangkutan dibandingkan
dengan merek lain. Deskripsi dari dimensi ini adalah sebagai berikut :
a. Reliable
Merek harus bisa dipercaya untuk menjalankan fungsinya.
Konsumen akan mengidentifikasi antara janji merek dengan realitas
yang dirasakan ketika mengonsumsi sebuah produk.
b. Intelligent
Bahwa merek sebuah produk harus bisa menggambarkan
kepandaian atau kecerdasan. Hal ini teridintifikasi dari inovasi-inovasi
kegunaan dari produk dengan merek tersebut.
c. Successful
Bahwa sebuah merek harus menciptakan kesan keberhasilan,
dimana citra ini bisa terwujud ketika sebuah produk mampu
menjalankan fungsinya.
61
4. Sophisticated
Bahwa sebuah merek harus menggmbarkan tentang kesempurnaan, tidak
ada kelemahan dari merek lain. Deskrptif dari dimensi ini adalah sebagai
berikut.
a. Upperclass
Bahwa sebuah merek harus menciptakan kesan lebih tinggi
dibandingkan dengan merek lainnya. Kesan lebih unggul bisa
memberikan diferensiasi yang lebih tinggi bagi merek produk
bersangkutan.
b. Charming
Merek harus mampu tampil mempesona, kesan keindahan baik lebih
dari nama maupun dari penggambaran logo merek harus mampu
menciptakan sebuh kesan mempesona.
5. Rudgeness
Menggambarkan kesan keperkasaan dari sebuah merek
Terdapat dua perspektif dari dimensi ini yaitu :
a. Outdoorsy
Merek mampu memberikan kesan kekuatan yang tinggi. Merek harus
memberika informasi mengenai kemampuan untuk mengatasi
berbagai macam permasalahan sesuai dengan spesifikasi dari merek
bersangkutan,
b. Tough
Mencerminkan tentang kesan ketabahan dari sebuah merek, dalam
arti merek harus benar-benar mampu bertahan pada fungsinya
dalam ukuran rentang waktu tertentu. Jika sebuah produk
mempunyai jangka waktu pemakaian yang relatif lebih panjang
berarti tough dari perspektif merek semakin tinggi.
62
Berbagai perbedaan-perbedaan mengenai arti brand personality, maka dari
penjelasan beberapa kumpulan tokoh ayau praktisi dapat saya simpukan dari
fenomena yang terjadi yaitu :
Brand Personality Kandidat
Brand personality kandidat merupakan kondisi di mana para pemilih
menghubungkan berbagai sifat atau karakteristik dari seorang kandidat.
Kepribadian Produk dan Gender
Sejumlah penelitian menunjukkan, dii beberapa tempat/wilayah atau agama, gender
atau jenis kelamin sering dikaitkan dengan pilihan dari pemilih tertentu. Di muslim
misalnya, Pria yang paling tepat menjadi pemimpin suatu umat atau kaum.
Kepribadian dan SARA
Riset juga menunjukkan, pemilih sering mengaitkan kandidat dengan SARA
Sehingga pemasar ketika mengiklankan sebuah kandidat cenderung memperlihatkan
difrensisasi masalah SARA, yaitu dengan gambar-gambar rumah ibadah, gambar
logo atau RAS dari asala seseorang dan masih banyak lagi.
Kepribadian dan Jenis Pekerjaan atau pengalaman dan pendidikan
Sejumlah penelitian menunjukkan persaingan antara Birokrat, Politisi dan Pengusaha
menjadi strategi dari Konsultan politik, apalagi juga dikait-kaitkan dengan
pengalaman kerja serta pendidikan terkahir, seakan mewarnai isu dalam periklanan.
Mengusung konsep komunikasi “brand building”, figur SBY langsung diangkat
sebagaibrand name, rational selling point, sekaligus emotional selling point dengan
mempertajam Brand personality dari seorang kandidat yaitu Postur tubuh SBY yang
63
tinggi besar, wajahnya yang ganteng, gesture tubuhnya yang santun dan
mengayomi, tutur kata yang sistematis dan ilmiah, tingkat intelektualitasnya yang
tinggi (meraih doktor dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Teknologi Bogor),
berpengalaman dalam birokrasi (mantan Menteri Pertambangan dan Energi serta
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan), dan tidak boleh dilupakan sebagai
mantan militer berpangkat Jenderal ia dianggap publik mampu memberikan jaminan
stabilitas politik dan keamanan nasional yang sangat labil pada masa reformasi
dewasa ini
2.2.8 Sales Promotion
2.2.8.1 Pengertian Sales Promotion
Menurut Tjiptono (2001 : 219)
“Promosi pada hakekatnya adalah suatu komunikasi pemasaran, artinya aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan,”.
Sementara menurut Sistaningrum (2002 : 98)
“Promosi adalah suatu upaya atau kegiatan perusahaan dalam mempengaruhi
(konsumen aktual maupun ”konsumen potensial” agar mereka mau melakukan
pembelian terhadap produk yang ditawarkan.”
Saat ini atau dimasa yang akan datang. Konsumen aktual adalah konsumen
yang langsung membeli produk yang ditawarkan pada saat atau sesaat setelah
promosi produk tersebut dilancarkan perusahaan. Dan konsumen potensial adalah
konsumen yang berminat melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan
perusahaan dimasa yang akan datang.
64
Adapun tujuan dari pada perusahaan melakukan promosi menurut Tjiptono (2001
: 221) adalah menginformasikan (informing), mempengaruhi dan membujuk
(persuading) serta mengingatkan (reminding) pelangggan tentang perusahaan dan
bauran pemasarannya.
Menurut Sistaningrum (2002 : 98) :
Menjelaskan tujuan promosi adalah “empat hal, yaitu memperkenalkan diri,
membujuk, modifikasi dan membentuk tingkah laku serta mengingatkan kembali
tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan. Pada prinsipnya antara
keduanya adalah sama, yaitu sama-sama menjelaskan bila produk masih baru maka
perlu memperkenalkan atau menginformasikan kepada konsumen bahwa saat ini
ada produk baru yang tidak kalah dengan produk yang lama. Setelah konsumen
mengetahui produk yang baru, diharapkan konsumen akan terpengaruh dan terbujuk
sehingga beralih ke produk tersebut. Dan pada akhirnya, perusahaan hanya sekedar
mengingatkan bahwa produk tersebut tetap bagus untuk dikonsumsi. Hal ini
dilakukan karena banyaknya serangan yang datang dari para pesaing. Dalam
melakukan promosi agar dapat efektif perlu adanya bauran promosi, yaitu kombinasi
yang optimal bagi berbagai jenis kegiatan atau pemilihan jenis kegiatan promosi
yang paling efektif dalam meningkatkan penjualan. Ada lima jenis kegiatan promosi
atau promotion mix, antara lain : Kotler (2001:98-100)
1. Periklanan (Advertising), yaitu bentuk promosi non personal dengan
menggunakan berbagai media yang ditujukan untuk merangsang
pembelian.
65
2. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling), yaitu bentuk promosi secara
personal dengan presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon
pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
3. Publisitas (Publisity), yaitu suatu bentuk promosi non personal mengenai,
pelayanan atau kesatuan usaha tertentu dengan jalan mengulas
informasi/berita tentangnya (pada umumnya bersifat ilmiah),
4. Promosi Penjualan (Sales promotion), yaitu suatu bentuk promosi diluar
ketiga bentuk diatas yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
5. Pemasaran Langsung (Direct marketing), yaitu suatu bentuk penjualan
perorangan secara langsung ditujukan untuk mempengaruhi pembelian
konsumen
Kotler (2006) menyatakan bahwa dalam rangka menghadapi perubahan-
perubahan yang ada, perusahaan berkomunikasi/berpromosi dengan atau kepada
calon pelanggannya mengembangkan suatu proses Integrated Marketing
Communication yang didefinisikan sebagai suatu proses berkomunikasi dengan
memberikan nilai tambah atau citra perusahaan secara lengkap. Pendapat ini
didukung oleh George Michael (1999) bahwa dalam rangka melakukan strategi
komunikasi data diakukan dengan berbagai cara seperti; periklanan, pemasaran
langsung, promosi penjualan dan dan kehumasan dan atau kombinasi dari cara-cara
tersebut secara konsisten sehingga menimbulkan nama baik perusahaan dan
mengharapkan adanya umpan balik yang maksimum yaitu adanya pembelian.
Dengan demikian membentuk komunikasi pemasaran dengan melakukan promosi
secara terpadu akan memberikan kepercayaan kepada konsumen tentang gambaran
produk atau jasa yang dihasilkan, sehingga membentuk citra perusahaan kedalam
benak konsumen.
Promosi penjualan yang dilakukan oleh penjual dapat dikelompokkan berdasar
tujuan yang ingin dicapai. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut
66
1. Customer promotion, yaitu promosi yang bertujuan untuk mendorong atau
merangsang pelanggan untuk membeli.
2. Trade promotion, yaitu promosi penjualan yang bertujuan untuk merangsang
atau mendorong pedagang grosir, pengecer, eksportir dan importir untuk
memperdagangkan barang / jasa dari sponsor.
3. Sales-force promotion, yaitu promosi penjualan yang bertujuan untuk
memotivasi armada penjualan.
4. Business promotion, yaitu promosi penjualan yang bertujuan untuk
memperoleh pelanggan baru, mempertahankan kontrak hubungan dengan
pelanggan, memperkenalkan produk baru, menjual lebih banyak kepada
pelanggan lama dan mendidik pelanggan. Namun yang jelas apapun jenis
kebutuhan yang akan diprogramkan untuk dipengaruhi, tetap pada
perencanaan bagaimana agar perusahaan tetap eksis dan berkembang.
Apalagi jika perusahaan tersebut mempunyai lini produk lebih dari satu
macam.
Sedangkan menurut Basu Swastha DH (1993:10).
”Sales promotion adalah kegiatan-kegiatan pemasaran selain personal selling, periklanan dan publitas yang mendorong efektivitas pembelian konsumen dan perdangang dengan menggunakan alat-alat seperti peragaan, pameran demontrasi dan sebagainya.”
Menurut Shultz and Barnes (1999:241),
”Trade sales Promotion refers to the range activities and incentives offered to
retailer, whosalers,, distributors, and others channel member to encourage them
to stock manufacturer in assist in promotion that brand to the end user.”
Strategi Sales Promotion diantaranya
1. Pull Strategi ( Strategi Tarik ) Strategi ini dirancang untuk langsung menarik
pelanggan atau wisatawan yang akan meminta produk dari pengecer,
67
sebaliknya pangecer akan meminta produk dari grosir (Business, Ricky W.
Griffin and Ronald J. Ebert). Strategi ini mengeluarkan banyak uang untuk
periklanan dan promosi ke pelanggan untuk membangun atau meningkatkan
permintaan pelanggan. Jika promosi ini berhasil, pelanggan akan meminta
produk tersebut dari pengecer, sedang pengecer meminta produk kepada
pemasok besar kemudian pemasok ini meminta produk itu langsung ke
produsen. (Kotler. Second Edition, Principles of Marketing).
2. Push Strategy (Strategi Dorong) Yaitu strategi di mana suatu produk
dipasarkan secara agresif kepada grosir dan pengecer kemudian akan
membujuk pelanggan untuk membelinya (Griffin & Ebert ). Strategi ini
digunakan oleh sumber penjualan dan para pelaku promosi untuk mendorong
produk mereka kepada para penyalurnya. Para produsen menawarkan
produk secara terus menerus kepada pemasok besar, pemasok besar
kepada pengecer dan pengecer menawarkan kepada kepada konsumen
secara terus menerus. (Kotler. Second Edition, Principles of Marketing).
Sebagian besar buku marketing politik membahas bagaimana cara sebuah institusi
politik melakukukan promosi. Wring (1996) & Elebash (1984)
Dari fenomena yang terjadi dan dari berbagai ungkapan para praktisi bidang politik
maka saya dapat menyimpukan bahwa :
Definisi Sales Promotion Politik:
Sales Promotion: Merupakan strategi suatu bujukan langsung dari kandidat atau
partai politik atau konsep konsultan politik yang menawarkan insentif atau nilai lebih
untuk kedepan pada Pemilih, tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama atau tim
Pemenang dan relawan dengan tujuan utama yaitu menciptakan tujuan dari suatu
kandidat atau partai politikyang segera.
68
Definisi Sales Promotion menurut institute of sales promotion in England: Sales
Promotion politik terdiri dari serangkaian teknik yang digunakaan untuk mencapai
sasaran-sasaran marketing politik dengan menggunakan biaya yang efektif, dengan
memberikan nilai tambah pada produk dari suatu kandidat baik kepada para
perantara maupun masyarakat sebagai pemilih, biasanya tidak dibatasi dalam jangka
waktu tertentu.
Inti dari kegiatan Sales Promotion politik adalah manfaat, atau alasan mengapa
calon pemilih harus memilih kandidat atau partai politik yang kita tawarkan yang kita
tawarkan. Manfaat yang dimiliki setiap kandidat atau partai politik dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
1. Fungsi. Apa yang dapat dilakukan oleh kandidat atau partai politik tersebut.
2. Citra. Gaya, prestise dan nilai emosional dari produk atau jasa tersebut
3. Manfaat extra. Manfaat lain yang bukan bagian utama dari kandidat atau
partai politik
2.2.9 Brand Equity
2.2.9.1 Pengertian Brand Equity
”Brand Equity is aset of assets (and liabilities) linken to a brand’s name and symbol that adds to (or subtrack from) the value provided by a product or service to a firm and thalfirm’s customers. The major assets categories are; brand awareness, perceived quality; brand associations; and brand loyally”. Aaker (1997:22),
Namun perlu diketahui bahwa dimensi loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas
merek dan keempat dimensi ekuitas merek lainnya bisa berperan menguatkan
loyalitas merek karena terdapat interelasi diantara dimensi-dimensi ekuitas merek
tersebut. Pengertian contoh interaksi tersebut adalah kesan kualitas bisa dipengaruhi
oleh kesadaran merek, loyalitas dapat dipengaruhi oleh kesadaran merek, loyalitas
69
dapat dipengaruhi kesan kualitas dan seterusnya saling terkait satu dengan lainnya
diantara dimensi-dimensi ekuitas merek lain.
Pandangan kedua dari brand equity adalah korelasi antara brand dan brand
extension (Pitta and Katsanis, 1995; Rangkuti 2004) mengatakan bahwa brand
equity diukur berdasarkan kemampuan merek tersebut mendukung perluasan merek
yang dilakukan. Pandangan ketiga berkaitan dengan perspektif konsumen
tentang brand equity Pokorny, (1995) & Rangkuti, (2004) dengan melihat perilaku
pengambilan keputusan pembelian, manajer pemasaran dapat menentukan
seberapa jauh persepsi brand equity yang dimiliki oleh pelanggan terhadap suatu
merek.
Menurut Durianto (2004) defenisi merek adalah “nama, istilah, tanda, symbol
desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk/jasa yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan.”
Gambar 2.2 Strategi Pengembangan Merek
70
Product Category
Existing New
Berikut penjelasan tabel tentang strategi pengembangan merek:
1. Line Extension / Perluasan Lini Produk
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah
dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi seperti rasa
baru, warna, ukuran kemasan, dsb pada suatu kategori produk dengan
menggunakan nama merek yang sama.
2. Brand Extension / Perluasan Merek
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang sudah
dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk baru atau produk
modifikasi pada kategori produk yang baru.
3. Multibrand / Banyak Merek
Strategi pengembangan merek ini meluncurkan banyak merek pada satu
macam kategori produk yang sama
4. New Brand / Merek Baru
Strategi pengembangan merek ini menggunakan merek yang benar – benar
baru untuk peluncuran produk baru perusahaan.
2.2.9.2. Pendekatan Pengukuran Ekuitas Merek
71
Brand Name
Existing
New
Line Extension
Brand Extension
Multibrands New Brands
Sumber : Kotler P & Amstrong G., 2004
Sedikitnya ada lima pendekatan lain (Aaker, 1996) untuk mengukur nilai ekuitas
suatu merek, yaitu :
A. Pengukuran dengan harga optimum
Pendekatan ini juga dikenal dengan dollarmatric, di dapat dari pengamatan
tingkat harga suatu merek di pasar, sangat dipengaruhi oleh selisih harga
yang dikeluarkan oleh kompetitornya, tingkat depresiasi dalam setahun,
elastisitas harga yang direspon oleh konsumen. Adanya kenyataan bahwa
harga optimum aset tahun bisa diperoleh dari rata-rata setahun dikalikan
volume unit penjualan setahun, dengan mengabaikan arca kas jangka waktu
yang sama.
B. Pengukuran dengan merek dan preferensi konsumen
Untuk kelas produk dan jasa tertentu pengukuran harga optimum tidak bisa
menjadi cara yang jitu, sehingga perlu digunakan pendekatan lain yang lebih
objektif, salah satunya dengan menghitung dampak merek terhadap evaluasi
konsumen atas merek yang diukur dari referensi konsumen, menyangkut
sikap, tujuan membeli dan menggunakan suatu merek.
C. Pengukuran dengan penggantian biaya
Perspektif yang digunakan adalah berapa jumlah biaya yang sudah
dikeluarkan untuk suatu produk atau merek dengan tingkat kemungkinan
sukses ditentukan lebih dahulu, biaya yang sudah dikeluarkan dan mencapai
kemungkinan sukses tersebut sebagai nilai dari ekuitas merek.
D. Pengukuran pada nilai harga saham
72
Penggunaan harga saham sebagai dasar untuk mengevaluasi nilai ekuitas
merek, asumsinya pasar modal akan menyesuaikan harga perusahaan untuk
proyeksi prospek masa depan atas merek tersebut. Pendekatan dimulai
dengan nilai pasar sebuah perusahaan yang merupakan fungsi dari harga
saham dan jumlah saham yang beredar dan model ini beroperasi pada
perusahaan publik dengan merek dominan.
E. Pengukuran perolehan laba bersih masa depan
Pendekatan ini menggunakan estimasi laba bersih lancar (current earnings)
dan menerapkan, multiplier laba bersih (earning multiplier) keduanya
kemudian diestimasikan pada penilaian laba bersih masa depan, dengan
mencari nilai multiplier actual dalam suatu periode tertentu dan dibandingkan,
industri dikelasnya, dengan mengabaikan hutang hutang yang sangat besar.
2.2.9.3. Pengelolaan Ekuitas Merek
Beberapa faktor (Aaker, 1996) yang dapat dilihat indikator kurangnya perhatian
serius dari para manajer dalam upaya membangun dan mengelola ekuitas merek
perusahaan, indikator tersebut adalah
a. Ketidak mampuan manajer untuk mengidentifikasi asosiasi merek dengan
kekuatan asosiasi perusahaan itu sendiri dengan tepat
b. Rendahnya tingkat pengetahuan mengenai kesadaran merek dari
sebagian besar karyawannya.
c. Tidak adanya ukuran yang sistematis, handal, peka dan valid mengenai
kepuasan serta loyalitas customer.
d. Tidak adanya kesungguhan dalam upaya melindungi ekuitas merek itu
sendiri.
73
e. Tidak adanya mekanisme yang dapat mengukur serta mengevaluasi
elemen program pemasaran merek.
f. Belum adanya strategi jangka panjang dalam upaya pengembangan
manajemen merek.
g. Belum adanya strategi jangka panjang dalam upaya pengembangan
manajemen merek.
Sedangkan menurut Kotler (1997:444) :
”Brand Equity is highly related to how many of a brand’s cutomer are satisfied and would incure cost by changing brand, values the brand and sees it as a friend or devoted to the brand. It also related to the degree of brand name, recognition, perceived brand quality, strong mental and emotional associations and other assets such as patents, trade mark and channel relationship.
Philip Kotler (2000) sebagai analis melihat umur merek melebihi produk, karena
merek selalu dilihat sebagai aktiva perusahaan yang paling bertahan lama dan
semua merek yang kuat mewakili sekelompok pelanggan yang setia, oleh karenanya
aktiva dasar yang menjadi fondasi utama ekuitas merek adalah ekuitas
pelanggan (customer equity), hal ini menunjukkan bahwa fokus dari perencanaan
pemasaran yang tepat adalah memperpanjang nilai seumur hidup pelanggan setia
(loyal customer lifetime value), dengan pengelolaan merek berperan sebagai alat
pemasar utama.
Selanjutnya penjelasan mengenai skema konsep ekuitas merek menurut Aaker
(1996) terdapat lima elemen dimensi kategori yang membentuknya, ekuitas merek
mempunyai hubungan kausal komparatif terhadap dimensinya dan dirumuskan
sebagai sebuah variabel yang bersifat multidimensional yang telah ada dulu sebagai
dasar menentukan arah kausalitasnya (Kuncoro, 2003). Variabel ekuitas merek tidak
bisa diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui pengukuran dimensinya.
Ekuitas merek yang tinggi (Kotler 2000) memberikan sejumlah keuntungan
kompetitif diantaranya adalah :
74
a. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena
kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.
b. Posisi perusahaan menjadi lebih kuat dalam negosiasi dengan mitra bisnis.
c. Perusahaan dapat menetapkan premium price, daripada pesaingnya karena
merek tersebut memiliki kualitas yang diyakini lebih tinggi oleh pelanggan.
d. Perusahaan lebih mudah untuk melancarkan perluasan merek karena merek
yang mempunyai kredibilitas tinggi.
e. Merek yang kuat dapat melindungi perusahaan dari persaingan harga yang
tidak sehat atau stabil.
2.2.9.4. Dimensi Ekuitas Merek
Gambar 2.9
Dimensi Ekuitas Merek
75
Sumber : http://www.tesismars.co.cc/2008/12/brand-equity-rumah-sakit.html
A. Kesadaran Merek
Masyarakat cenderung bertransaksi dengan produk atau merek yang dikenal
karena di bawah sadar merek yang tidak terkenal mempunyai sedikit peluang
untuk diingat konsumen, sesuai pendapat Aaker yaitu Aaker (1996) brand
awareness : “The ability of a potential buyer to recognize or recall that a brand is
number of a certain product category"
Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tempat kaitan (jangkar) asosiasi-asosiasi lain
Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi
melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi
sangat tinggi dibenak konsumen.
b. Familiar/rasa suka
76
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab
dengan merek kita, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi
terhadap merek yang kita pasarkan.
1. Sebagai tanda substansi.
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti
yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan
merek tinggi, kehadiran mereka akan selalu dapat kita rasakan.
Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain;
(1) diiklankan secara luas,
(2) eksistensi yang sudah teruji oleh waktu,
(3) jangkauan distribusi yang sangat luas,
(4) merek tersebut dikelola dengan baik. Oleh karena itu jika kualitas
merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan
pembelian.
2. Mempertimbangkan merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi
merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan
dan diputuskan merek mana akan dibeli. Merek dengan top mind yang
tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi, jika suatu merek
tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan
dipertimbangkan, dalam benak konsumen.
Kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran
konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya
mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah
suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi
persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau
77
kunci pembuka untuk masuk keadaan lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah
maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
Menurut Aaker (diterjemahkan oleh Dudanto, 2004) piramida kesadaran mereka
dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut :
1. Unaware of brand atau tidak menyadari merek adalah tingkat paling rendah
dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari suatu
merek.
2. Brand recognition atau pengenalan merek adalah tingkat minimal kesadaran
merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan
pengingatan kembali lewat bantuan atau aided recall.
3. Brand recall atau pengingatan kembali terhadap merek adalah pengingatan
kembali terhadap merek tanpa bantuan atau unaided recall.
4. Top of mind atau puncak pikiran adalah merek yang disebutkan pertama kali
oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen.
Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai
merek yang ada dalam benak konsumen.
B. Brand association atau asosiasi merek
Pencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis,
harga, pesaing, selebritis dan lain-lain. Kotler (1993).
C. Brand Perceived Quality atau Kesan Kualitas Merek
Cleland dan Brono (diterjemahkan oleh Simamora, 1996) memberikan pengertian
tiga prinsip tentang perceived quality yaitu:
78
1) Pertimbangan konsumen atas suatu produk berdasarkan multi-attribut
mencakup tiga aspek utama yaitu sensivitas terhadap tingkat harga,
ukuran produk standar, dan kelengkapan fungsi, desain, garansi, reputasi
dan layanan.
2) Quality exists only is perceived by customers atau kualitas itu ada jika ada
dalam persepsi konsumen, sehingga jika persepsi konsumen rendah atas
suatu produk, maka kualitas produk menjadi rendah apapun realitanya.
3) Perceived quality diukur secara relative terhadap pesaingnya, artinya
apabila produk A bentuknya sederhana, namun ternyata kompetitornya
jauh lebih sederhana maka A dianggap mempunyai kualaitas relative lebih
baik.
Aaker (1997) mengungkapkan umumnya merek yang mempunyai perceived
quality yang tinggi memiliki return of investment yang tinggi pula.
Untuk penerapan strategi jangka panjang, faktor tunggal yang paling penting
dalam mempengaruhi kinerja suatu unit bisnis adalah kesan kualitas dari produk dan
jasa, terhadap kinerja dari pesaing Buzzell & Gale, (1987).
Dijelaskan bahwa kualitas merek dapat menciptakan profitabilitas, karena dapat
mempengaruhi pasar, harga mempunyai dampak langsung pada profitabilitas, tidak
memberikan pengaruh negatif pada biaya.
Terdapat perbedaan kesan kualitas dan kepuasan, dimana kesan kualitas lebih
kepada persepsi customer dibandingkan dengan keseluruhan kualitas atau
keunggulan produk,
perceived quality is “The customer's perceptionof the overall quality or superioty
of a product or services with respect or its intended purpose, relative to altematives",
79
(Zeithamal :1998) berarti perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif,
karena menyangkut penilaian atas persepsi yang dianggap penting oleh pelanggan
dan sifatnya sangat relatif terhadap suatu keinginan.
D. Loyalitas Merek atau Brand Loyalty
Pengertian loyalitas merek Rangkuti (2004) adalah ukuran dari kesetiaan
konsumen terhadap suatu merek, karena loyalitas adalah inti dari brand equity dan
selalu menjadi gagasan sentral dalam pemasaran. Peningkatan loyalitas akan
mengurangi kerentanan pelanggan dari serangan kompetitor, sehingga dapat dipakai
sebagai indikator tingkat perolehan laba mendatang, karena loyalitas merek dapat
diartikan penjualan di mesa depan.
Dalam Tjipto (2005) menurut pandangan aliran stokastik atau perspektif
behaviorial loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang suatu merek secara
konsisten oleh pelanggan. Aaker (1997) perasaan suka terhadap merek dan
komitmen dapat digunakan untuk mengukur loyalitas merek, untuk perasaan suka
tersebut diukur dari liking, respect, friendship dan trust, Loyalitas erat kaitannya
pengalaman dari pengguna merek dan tidak bisa terjadi tanpa adanya pengalaman
sebelumnya, penekanan loyalitas merek hanya tertuju pada merek tertentu dan sulit
dialihkan perhatiannya pada simbol lain tanpa adanya pengorbanan dalam nilai yang
besar.
E. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)
Dari fenomena yang terjadi, saya dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat dari
praktisi bahwa :
Brand Equity politik adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan
dengan suatu Kandidat atau partai politik atau, nama dan simbolnya, yang
80
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu kandidat atau partai
politik kepada Pemilih atau masyarakat.
Artinya Brand Equity Politik adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui
dari respon pemilih terhadap kandidat atau partai politik. Jadi brand equity politik
adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari
brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon pemilih atau masyarakat terhadap
Progam dan profil dari kandidat atau partai politik. Menurut beberapa pengamat
marketing politik , kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur
berdasarkan 5 indikator, yaitu:
1. Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar
2. Stability: kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pemilih.
3. Market: kekuatan merek untuk meningkatkan relawan.
4. Trend: kandidat atau partai politik menjadi semakin penting dalam pilihan
masyarakat.
5. Support: besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan
program dari kandidat atau partai politik
2.3. Hubungan antara variabel
2.3.1 Sales Promotion dan Brand equity
Sales Promotion adalah aktivitas pemasaran dan alat yang dirancang untuk
merangsang pembelian sehingga lebih cepat dan lebih besar untuk jangka waktu
terbatas (Kotler, 1988). Banyak penelitian yang meneliti mengenai tanggapan
konsumen terhadap promosi penjualan meneliti efek langsung pada pembelian
konsumen Gupta, (1988); Inman et al., (1990); Nijs et al.,( 2001). Namun, ada juga
penelitian mengenai efek jangka panjang dari promosi mengungkapkan beberapa
81
efek yang merugikan ekuitas merek, termasuk switching penguatan perilaku (Papatla
dan Krishnamurthi, (1996), kenaikan harga dan menangani kepekaan Mela et al.,
(1997), serta kehilangan ekuitas merek Yoo et al., (2000).
Aaker (1996) menetapkan bahwa promosi ulang menjadikan penurunan ekuitas
merek terhadap waktu, sedangkan Mela, Ataman, dan Van Heerde (2006)
menemukan bahwa di antara lima dipilih variabel-variabel bauran pemasaran,
promosi moneter ulang berdampak negatif ekuitas merek. Sebaliknya, Delvecchio,
Henard, dan Freling (2006) menunjukkan bahwa promosi penjualan dapat
meningkatkan atau menurunkan preferensi merek, dan Ailawadi, Neslin, dan
Lehmann (2003) memberikan bukti empiris positif jangka panjang dampak harga
pembelian promosi pada penguatan dan kinerja merek.
Penelitian aliran lain meneliti konsumen 'kesepakatan rawan’, Studi menunjukkan
bahwa konsumen berbeda dalam menanggapi penjualan promosi, yang menyiratkan
adanya kesepakatan konsumen profil Grover dan Srinivasan, (1992); Lichtenstein et
al., (1997). Keduanya perilaku penelitian empiris Ailawadi et al.,( 2001) dan survei
penelitian Garretson dan Burton, (2003) menunjukkan bahwa kelompok
konsumen bereaksi secara berbeda terhadap promosi penjualan secara umum atau
bentuk-bentuk tertentu.
2.3.2. Brand Personality dan Brand Equity
Konsumen menggunakan dimensi kepribadian merek sebagai penentu relevan
dari nilai tambah merek. Kepribadian merek menjamin kestabilan citra merek dari
waktu ke waktu (Aaker 1996) dan memungkinkan konsumen untuk mengekspresikan
kepribadian mereka sendiri (Aaker, 1997). Kepribadian merek asosiasi, ketika
sangat diaktifkan dalam memori konsumen, juga mempengaruhi perilaku konsumen
dan sikap terhadap merek Wysong (2000). Meskipun tidak ada bukti yang berkaitan
dengan dimensi kepribadian merek langsung ke ekuitas merek, berbagai kajian
82
menjelajahi pengaruh merek kepribadian pada unsur-unsur yang mencerminkan
komponen atau konsekuensi dari ekuitas merek. Sebagai contoh, kepribadian merek
mempengaruhi preferensi merek (\Kim, (2000), merek lampiran Sung et al., (2005),
kepercayaan merek (Hess et al., 2007), dan loyalitas merek (Brakus et al., 2009).
Sebuah merek yang memiliki kepribadian atau kepribadian merek (brand
personality) yang hidup bisa membantu produksi (atau layanan, atau perusahaan)
untuk membangun yang khusus dalam pikiran konsumen, dan menetapkan kekuatan
ekuitas merek Keller, (1993). Johnson et al., (2000). Phau dan Lau, (2000). Oleh
karena itu, pada 1993, Biel menunjukkan kepribadian merek dianggap faktor utama
kesuksesan merek. Bahkan, pembentukan kepribadian merek yang sukses bisa
membuat konsumen menghasilkan sentimen yang kuat untuk
merek, dan menghasilkan lebih kuat kepercayaan dan faithfulnesses (Siguaw et al.,
1999. Johnson et al, 2000). Dan juga menawarkan beberapa fondasi yang stabil
untuk perbedaan merek Aaker dan Fournier, (1995). Halliday, (1996). Haigood,
(1999), dan itu sangat sulit untuk dicopy (Aaker, 1996)
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESA
3.1 Kerangka Berpikir
83
Gambar 3.1
Kerangka berpikir penelitian
Sumber : Jurnal Penelitian oleh “Pierre Valette-Florence, Haythem Guizani,
Dwight Merunka (2009)
Pada penelitian ini penulis coba melihat hubungan antara Brand Personality
terhadap Brand equity dengan melihat 5 dimensi Brand Personality dan pada tahap
kedua, Peneliti coba mencari pengaruh antara sales promotion terhadap Brand
Equity dengan dilihat dari Kegiatan-kegiatan Sales Promotion
3.2. Hipotesa
Berdasarkan kerangka proses berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesa sebagai
berikut :
1. Diduga Brand Personality berpengaruh signifikan terhadap Brand Equity
2. Diduga Sales Promotion berpengaruh signifikan terhadap Brand Equity
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
84
Jenis penelitian yang dilihat dari :
A. Menurut fungsi : Penelitian ini digolongkan sebagai peneltian akademik yaitu
penelitian ini terjadi karena dalam rangka penyelesain studi di magister
management.
B. Munurut kegunaan, Penelitian ini merupakan penelitian terapan karena
penelitian ini adalah gabungan antara ilmu murni pemasaran yang diterapkan
di ilmu politik
C. Menurut tingkat Eksplanasi, Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif
yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
atau pengaruh antara variabel brand personality dengan brand equity dan
sales promotion dengan brand equity. Penelitian asosiatif merupakan
penelitian dengan tingkatan tertinggi dibanding penelitian deskriptif dan
komparatif. Dengan penelitian asosiatif dapat dibangun suatu teori yang
berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu
gejala/fenomena.
D. Menurut tujuan, Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian Pengembangan
Bertujuan untuk mengembangkan suatu ilmu marketing politik yang dianggap
ilmu yang baru dan dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan
sehingga diperoleh hasil yang lebih produktif, efektif dan efisien.
E. Menurut tempat, penelitian ini digolongkan sebagai penelitian Lapangan
(research field)
F. Menurut kehadiran variabel , penelitian ini digolongkan sebagai penelitian
deskriptif, yaitu variabel-variabelnya sudah ada tanpa proses manipulasi
G. Menurut metode, Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian survei karena
dalam aktivitas penelitian yang dilakukan menggunakan kuisioner sebagai
bahan data olahan lewat mekanisme survei.
85
H. Menurut Pendekatan, Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
(Quantitative Research Methods), yaitu dengan data kuisioner yang diukur
dalam pendekatan angka-angka atau statistika.
4.2. Waktu, Lokasi atau Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada disekitar bulan Mei - Agustus 2010 yaitu disaat
momentum persiapan PILKADA Gubernur Sulawesi Utara tahun 2010, Lokasi
penelitian oleh peneliti yaitu di Sulawesi Utara lebih khususnya di Fakultas Ekonomi
UNSRAT Manado dengan berbagai pendapat dan persepsi tentang PILKADA
Gubernur Sulawesi Utara 2010.
a. Mengapa PILKADA GUBERNUR 2010 :
Peneliti mengangap bahwa hal ini sesuai dengan momentum yang pas dan baik
untuk penelitian, dimana Sulawesi Utara akan sementara menghadapi proses
dan masalah diatas.
b. Mengapa yang diambil adalah persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNSRAT :
1) Jumlah Mahasiswa yang banyak, dan dianggap begitu plural dalam
pengambilan sampel oleh peneliti.
2) Mahasiswa Fakultas Ekonomi dianggap Populasi yang paling baik dalam
meneliti masalah diatas, karena anggapan peneliti, mereka mengerti terhadap
konsep marketing dan mengerti kerangka berpikir peneliti.
3) Dianggap berinteraksi langsung dengan berbagai persoalan-persoalan
mengenai Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara, baik sebagai pemilih dan juga
bukan pemilih tetapi peka terhadap informasi diatas.
4) Kemudahan peneliti memperoleh akses informasi dan data yang dibutuhkan
bagi penelitian ini.
86
5) Mudah dalam melaksanakan penelitian mengingat bahwa sebaran lokasi
tidak terlalu luas, sehingga tidak banyak kendala jika ditinjau dari
pengorganisasian tenaga peneliti.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi atau Population didefinisikan sebagai keseluruhan objek yang akan
diteliti (Boedijoewono, 2001). Pendapat serupa dinyatakan oleh Nazir (1999), dimana
populasi merupakan kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah
ditetapkan dalam sebuah penelitian.
Menurut Koncoro (2003:103)
”Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap yang biasanya berupa objek,
orang, transaksi atau kejadian dimana peneliti tertarik untuk mempelajarinya atau
menjadi objek penelitian.”
Populasi dari penelitian ini adalah Seluruh Mahasiswa yang tercatat aktif di
Fakultas Ekonomi UNSRAT Manado baik merupakan Pemilih ataupun bukan pemilih
dalam PILKADA Gubernur Sulawesi Utara tahun 2010,dan menurut Data
Kemahasiswaan UNSRAT, Jumlah Mahasiswa Aktif Fakultas Ekonomi UNSRAT
berjumlah 2340 dan ditetapkan sebagai Besaran Populasi
4.3.2. Sampel dan metode Pengambilan Sampel
Sampel Merupakan bagian dari populasi. Umar (2002;128), sampel dianggap
yang dianggap mampu untuk mewakili keseluruhan populasi.
87
sedangkan menurut bungin (201: 103) :
” Sampel penelitian adalah perwakilan dari keseluruhan populasi yang dijadikan objel
penelitian.”
Besarnya sampel yang ditentukan oleh jumlah populasi dalam penelitian ini,
ditentukan besarnya jumlah populasi, penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus
berdasarkan Sugiono dalam judulnya "metode penelitian pendidikan".
tabel ini di tulis dengan rumus seperti di bawah ini :
dengan :
λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10 %
N = Jumlah Populasi
P = Q = 0,5
d = 0,05
Berdasarkan rumus diatas dihitung jumlah sampel dari populasi mulai dari 10 sampai
dengan 1.000.000. hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Sesuai data jumlah populasi pada lampiran 1 maka jumlah responden diambil
bedasarkan jumlah populasi 2340 maka jumlah dengan memakai analisa sugiono
untuk 10 % yaitu dengan jumlah sampel 301 responden.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Probabiltas dengan metode
Simpel random sampling atau sampel acak sederhana yaitu pengambilan sampel
seperti gambar ini
Gambar 4.1
88
Simple Random Sampling
.
Sumber : Buku Umar (2002;128
Jelas dalam tabel ini bahwa dalam pengambilan sampel harus berdasarkan tabel
ini, karena bila design pengambilan sampel yang tidak tepat digunakan, ukuran
sampel yang besar tidak akan memungkinkan temuan untuk digeneralisasi pada
populasi. Demikian pula, kecuali ukuran sampel memadai untuk tingkat ketelitian dan
keyakinan yang dinginkan, tidak ada desain pembailan sampel, betapapun
lengkapnya yang akan berguna bagi peneliti untuk memenuhi tujuan studi. Karena
keputusan pengambilan sampel harus mempertimbangkan desain pengambilan
sampel dan ukuran sampel. Tetapi ukuran sampel yang terlalu besar (katakanlah,
lebih dari 500) juga dapat menjadi masalah karena kita akan rentan terhadap
kesalahan tipe II, yaitu akan menerima temuan penelitian, ketika secara fakta
seharusnya kita menolaknya. Dengan kata lain, dengan ukuran sampel ayng terlalu
besar, bahkan hubungan yang lemah (katakanlah korelasi 0,10 antara dua variable)
dapat mencapai tingkat signifikan, dan kita akan cenderung percaya bahwa
hubungan signifikan yang ditemukan dalam sampel yang benar –benar berlaku
dalam populasi, padahal ada kenyataannya tidak demikian. Jadi ukuran sampel yang
terlalu besar atau terlalu kecil tidak akan membantu proyek penelitian.
Hal lain yang perlu dingat, bahkan dengan pengukuran sampel yang tepat, adalah
apakah signifikan statistik lebih relevan daripada signifikansi praktikal. Misalnya
suatu korelasi 0,25 mungkin signifikan secara statistik, tapi karena hal tersebut
89
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
hanya menjelaskan sekitar 6 % (0,25²), seberapakah berartikah hal tersebut dalam
penggunaan praktis ?
Roscoe (1975) mengusulkan aturan berikut untuk menentukan ukuran sampel,
Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan
penelitian.
4.4. Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
Terdapat dua sumber data dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dalam hal ini, data
melalui Komisi Pemilihan Umum Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik dan
data yang diperoleh dari jawaban responden Mahasiswa Fakultas Ekonomi
berdasarkan pertanyaan yang diajukan secara tertulis disaat penyebaran
kuisioner.
2. Data Sekunder
Data yang diambil oleh peneliti yang prosesnya melewati satu atau lebih
pihak yang bukan peneliti sendiri. Data ini diperoleh lewat studi literatur, studi
pustaka dan internet yang berhubungan dengan penelitian ini.
4.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini adalah
menggunakan metode :
Penelitian Lapangan (Field Reasearch Method)
90
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti mengadakan penelitian
langsung pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado
yang menjadi populasi penelitian ini, dengan cara ;.
1. Kuesioner, yaitu dengan kuisioner yang diberikan secara pribadi dengan
mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Sam Ratulangi Manado.
2. Wawancara, yaitu dilakukan dengan wawancara face to face baik dengan
sampel/responden dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar sebelum
dilakukan pegambilan kuisioner maupun juga dengan Pihak KPU dan Pihak
Politisi yang berkompeten untuk mengambil data-data primer dalam
penelitian.
3. Kepustakaan yaitu penulis mengumpulkan bacaan baik di Internet maupun
literatur-literatur tambahan yang berhubungan dengan penelitian sehingga
mampu memberikan informasi yang relevan sesuai dengdan maksud dan
tujuan penelitian serta demi melengkapi landasan teori pada bab II.
4.5. Skala Instrumen Penelitian
Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan
dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan
dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang
menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya
Dalam melaksanakan penelitian pengukuran variable menggunakan skala likert
yaitu yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert berhubungan dengan
91
pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju, tidak
setuju, atau senang tidak senang (Sugiyono, 2004:86).
Skala likert (Likert Scale) menggunakan ukuran ordinal yaitu angka yang di
berikan dimana angka tersebut mengandung pengertian tingkatan. Responden
diminta mengisi pernyataan dalam skala ordinal dalam jumlah kategori tertentu.
Ukuran ini tidak memberikan nilai yang absolut terhadap objek penelitian diberi bobot
1 (satu) untuk objek terkecil dan seterusnya dan berakhir pada skala 5, misalnya:
a. Jawaban Sangat setuju diberi bobot 5
b. Jawaban Setuju diberi bobot 4
c. Jawaban Ragu-ragu diberi bobot 3
d. Jawaban Tidak setuju diberi bobot 2
e. Jawaban Sangat tidak setuju diberi bobot 1
Skala likert telah banyak digunakan dalam penelitian moral, sikap dan lain-lain.
Skala likert dianggap lebih baik dibandingkan dengan pengukuran skala yang lain, itu
di sebabkan oleh:
1. Dalam menyusun skala likert, item-item tidak jelas menunjukan hubungan
dengan sikap yang sedang diteliti masih dapat digunakan dalam skala.
2. Skala likert lebih mudah membuatnya, atau sangat sederhana.
3. Skala likert mempunyai reliabilitas yang relatif tinggi. Skala likert dapat
memperlihatkan item yang dinyatakan dalam beberapa responden alternative
(Sangat setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak setuju, dan Tidak sangat setuju)
tentang senang tidak senang terhadap suatu item.
92
4. Karena angka responden yang lebih besar membuat skala likert dapat
memberikan keterangan yang lebih nyata dan jelas tentang pendapat atau sikap
responden tentang isu yang dipertanyakan.
Validitas dari skala likert merupakan pertanyaan yang masih memerlukan
penelitian empiris. Masalah, apakah kombinasi yang berbeda dari responden masih
mempunyai arti karena diberikan pada skor yang sama, masih menghendaki
penelitian empiris (Nazir 1999:396-398).
4.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Sebelum melakukan analisis data, penulis terlebih dahulu melakukan pengujian
kualitas data yang diperoleh. Uji kualitas data dilakukan untuk meyakinkan kualitas
data yang akan diolah yang terdiri dari pengujian validitas dan pengujian reliabilitas.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid.
”Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel (Sugiyono, 2004:109).”
”Validitas menunjukkan tingkat/derajat untuk mana bukti mendukung kesimpulan
yang ditarik dari skor yang diturunkan dari ukuran atau tingkat mana skala mengukur
apa yang seharusnya diukur (Supranto, 2001: 70). Pengujian validitas dilakukan
dengan cara mengkorelasikan antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan
skor total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Bila korelasi
tersebut signifikan, maka alat ukur yang digunakan mempunyai validitas. Menurut
Masrun biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r =
93
0.3. Jadi kalau korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0.3 maka butir
dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid (Sugiyono 2004: 124).”
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah jawaban yang
diberikan responden dapat dipercaya atau dapat diandalkan dengan menggunakan
analisis reliabilitas melalui metode Cronbach Alpha, di mana suatu instrumen
dikatakan reliabel bila memiliki koefisien keandalan atau Alpha sebesar 0.6 atau
lebih.
Rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach adalah (Sugiyono, 2004: 282):
Keterangan:
k = mean kuadrat antara subyek
∑ si2
= mean kuadrat kesalahan
st2
= varians total
Rumus untuk varians total dan varians item :
94
ri=k
(k−1 ) {1−∑ si2
st2
}
st2=∑ X
t2
n −(∑ X t)n2
2
si2= JKin
− JKsn2
Keterangan:
Jki = jumlah kuadrat seluruh skor item
Jks = jumlah kuadrat subyek
Ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasi seperti pada tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0.00 s/d 0.20 Kurang Reliabel
> 0.20 s/d 0.40 Agak Reliabel
> 0.40 s/d 0.60 Cukup Reliabel
> 0.60 s/d 0.80 Reliabel
> 0.80 s/d 1 Sangat Reliabel
Sumber : Triton P.B, 2006
Manfaat Skala dengan Keandakan Tinggi
Ada dua manfaat dalam memiliki skala dengan keandalan tinggi (high reliability)
yaitu :
1) Dapat membedakan antara berbagai tingkatan kepuasan lebih baik daripada
skala dengan keandalan rendah
95
2) Besar kemungkinan bahwa kita akan menemukan hubungan yang signifikan
(sangat berarti) antara variabel yang sebenarnya memang terkait satu sama lain
(berkorelasi) (Supranto, 2001 : 62).
4.7. Metode Analisis
Data yang diperoleh melalui kuesioner selanjutnya diolah dengan metode analisa
yang sesuai untuk menghitung besarnya pengaruh variabel X terhadap Y, maka
dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode analisis Regresi Linier
Berganda. Dalam penelitian, metode tersebut digunakan untuk mengetahui apakah
Faktor Brand Personality (X1) dan Sales promotion (X2) berpengaruh terhadap
Brand Equity (Y)
Untuk proses pengolahan dan analisa data hasil penelitian menggunakan
komputer dengan software program SPSS version 17.0
.
4.7.1. Analisis Regresi Linier Berganda/ Multiple Linear Regresion
Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi
kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai “ilmu tentang
negara (state)”. Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi “ilmu
mengenai pengumpulan dan klasifikasi data”. Sir John Sinclair memperkenalkan
nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara
prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif
dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus
yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah
setiap saat. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak
menggunakan bidang-bidang dalam matematika, terutama probabilitas. Cabang
statistika yang pada saat ini sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah,
96
statistika inferensi, dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-
20.
Regresi diperkenalkan oleh Francis Galton dalam makalah Family in Stature ,
Processing of Royal Society, London, vol.40, 1886, yang mengemukakan bahwa
meskipun ada kecenderungan bagi orang tua yang tinggi mempunyai anak-anak
yang tinggi dan bagi orang tua yang pendek untuk mempunyai anak-anak yang
pendek, distribusi tinggi suatu populasi tidak berubah secara mencolok (besar) dari
generasi ke generasi dan akhirnya di teruskan oleh Ronald Fisher (peletak dasar
statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset
(meneliti problem sampel berukuran kecil).
Menurut Sugiono (2004 : 219) formula yang digunakan untuk mengukur metode
analisa regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
Dengan formula Y = a + b1X1 + b2X2 + ei
Dimana Y = Brand Equity
a = Konstanta
X1 = Brand Personality
X2 = Sales Promotion
B1-2 = Nilai koefisien Regresi
ei = error atau sisa (Residual)
Langkah-langkah análisis regresi linear berganda sebagai berikut :
1. data dari hasil Survei dilapangan dimasukkan dalam program SPSS
2. data kemudian diproses dengan menggunakan analyze Regression dan
memasukkan variabel-variable data pada kolom-kolom yang tersedia (variabel
terikat pada kolom variable dependent dan variabel bebas pada kolom variable
Independent).
3. Setelah semua data sudah dimasukkan dan diproses oleh SPSS maka akan
muncul output (tampilan) berupa tabel-tabel Descriptives Statistics, Corelation,
97
Variables Entered/Removed, Model Summary, Anova dan Coefficients yang
kemudian dianalisa lebih lanjut oleh peneliti.
4.7.2. Koefisien Korelasi Berganda (R)
Menurut salkind (2007) :
“Themultiple correlation coefficient generalizes the standard coefficient of correlation. It is used in multiple regression analysis to assess the quality of the prediction of the dependent variable. It corresponds to the squared correlation between the predicted and the actual values of the dependent variable. It can also be interpreted as the proportion of the variance of the dependent variable explained by the independent variables. When the independent variables (used for predicting the dependent variable) are pairwise orthogonal, themultiple correlation coefficient is equal to the sum of the squared coefficients of correlation between each independent variable and the dependent variable. This relation does not hold when the independent variables are not orthogonal. The significance of a multiple coefficient of correlation can be assessed with an F ratio”
Untuk mengukur kuatnya hubungan antara variabel bebas secara bersama-sama
terhadap variabel tidak bebas.
Kriteria penilaian :
< 0,20 dapat diabaikan
0,20 – 0,40 Korelasi rendah
0,40 – 0,70 Korelasi substansial
0,70 – 1,00 Derajat asosiasi tinggi
4.7.3 Koefisien Determinasi Berganda (R2)
Menurut Allison (1998) bahwa :
“In statistics, regression analysis is a method for explanation of phenomena and prediction of future events. In the regression analysis, acoefficient of correlation r between random variables X and Y is a quantitative index of association between these two variables. In its squared form, as a coefficient of determination r 2, indicates the amount of variance in the criterion variable Y that
98
is accounted for by the variation in the predictor variable X. In the multiple regression analysis, the set of predictor variables X1, X2, ... is used to explain variability of the criterion variable Y. A multivariate counterpart of the coefficient of determination r 2 is the coefficient of multiple determination, R 2. The square root of the coefficient of multiple determination is the coefficient of multiple correlation, R”.
An intuitive approach to the multiple regression analysis is to sum the squared
correlations between the predictor variables and the criterion variable to obtain an
index of the over-all relationship between the predictor variables and the criterion
variable. However, such a sum is often greater than one, suggesting that simple
summation of the squared coefficients of correlations is not a correct procedure to
employ. In fact, a simple summation of squared coefficients of correlations between
the predictor variables and the criterion variable is the correct procedure, but only in
the special case when the predictor variables are not correlated. If the predictors are
related, their inter-correlations must be removed so that only the unique contributions
of each predictor toward explanation of the criterion.
Koefisien Determinasi Berganda berfungsi untuk mengukur besarnya proporsi
sumbangan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan formulasi sebagai
berikut :
R = b1∑X1Y – b2∑X2Y
∑Y
Dimana :
R2 = Berada antara 0 – 1 atau 0≤ R2 ≤ 1 R2
R2 = 1 berarti persentasi sumbangan X1 – X2 terhadap naik turunnya
Brand Equity (Y) sebesar 100% dan tidak ada faktor
lain yang mempengaruhi Brand Equity.
R2 = 0 berarti regresi yang tidak dapat digunakan untuk membuat
99
ramalan terhadap Brand Equity (Y).
4.7.4. Pengujian Hipotesis Koefisien Regresi
1. Pengujian Hipotesis secara Simultan (Uji F)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama
berpengaruh secara signifikan / tidak terhadap variabel terikat.
Apabila Fhitung < Ftabel (n-k-1) maka Ho diterima dan Ha ditolak
Apabila Fhitung > Ftabel (n-k-1) maka Ho ditolak dan Ha diterima
Berarti bersama-sama variabel X1, X2 berpengaruh terhadap variabel Y.
Hipotesa :
A. Ho = b1 = b2 = 0 (Aspek Brand Personality, Sales Promotion tidak berpengaruh
terhadap Brand Equity)
B. Ha = b1 = b2 ≠ 0 (Aspek Brand Personality, Sales Promotion berpengaruh
terhadap Brand Equity)
2. Pengujian Hipotesis secara Parsial (Uji t)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
Hipotesa :
Ho : β1 = 0 (Aspek Brand Personality tidak berpengaruh terhadap Brand Equity)
Ha : β1 ≠ 0 (Aspek Brand Personality berpengaruh terhadap Brand Equity)
Ho¹ : β2= 0 (Aspek Sales Promotion berpengaruh terhadap Brand Equity)
Ha¹: β2 ≠ 0 (Aspek Sales Promotion terhadap keputusan pembelian)
100
Jika probabilitas thitung dan ttabel lebih kecil pada alpha 0,05 maka hipotesis null (Ho)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima
Jika probabilitas thitung dan ttabel lebih kecil pada alpha 0,05 maka hipotesis null ¹ (Ho¹)
ditolak dan hipotesis alternatif¹ (Ha¹) diterima.
4.8 Definisi Operasional Variabel
a. Brand Personality (X1)
Definisi operasional kepribadian merek merupakan karakteristik manusia
yang diasosiasikan dengan suatu merek. Kepribadian merek harus bersifat
berbeda (distinctive) dan tertanam jangka panjang di benak konsumen. Aaker
(1997), dari Fenomena dan penjelasan dari Praktisi dibidang Politisi Brand
Personality kandidat merupakan kondisi di mana para pemilih
menghubungkan berbagai sifat atau karakteristik dari seorang kandidat
b. Sales Promotion (X2)
Definisi Operasional sales promotion adalah suatu cara mempengaruhi
konsumen langsung agar suka membeli Produk dengan merek tertentu.”
Nitisemito (1994:142). Dalam politik, Definisi Sales Promotion menurut
institute of sales promotion in England: Sales Promotion politik terdiri dari
serangkaian teknik yang digunakaan untuk mencapai sasaran-sasaran
marketing politik dengan menggunakan biaya yang efektif, dengan
memberikan nilai tambah pada produk dari suatu kandidat baik kepada para
perantara maupun masyarakat sebagai pemilih, biasanya tidak dibatasi dalam
jangka waktu tertentu.
c. Brand Equity (Y)
seperangkat aset dan keterpercayaan merek yang terkait dengan merek
tertentu, nama dan atau simbol, yang mampu menambah atau mengurangi
nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik bagi
pemasar/perusahaan maupun pelanggan. (Aaker (1997;22). dari Fenomena
dan penjelasan dari Praktisi dibidang Politisi, bisa saya simpulkan bahwa
101
brand equity politik adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau
mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon
pemilih atau masyarakat terhadap Progam dan profil dari kandidat atau partai
politik.
Berikut ini adalah Tabel 4.2 yaitu kisi-kisi instrumen penelitian yang terdiri dari variabel, indikator, dan item pernyataan.
Tabel 4.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Variabel Indikator Item-item petanyaanBrand Personality (X1)
Sincerity 1. harus rasional dan memberikan informasi yang jujur
2. menggambarkan suatu manfaat dan mampu memberikan citra semangat
Excitement 3. menggambarkan keberanian
4. harus mencitrakan yang imaginatif
5. harus menjawab semua kebutuhan masyarakat
Competency
6. harus bisa dipercaya7. harus terkesan pandai
Sophisticated
8. harus terkesan lebih tinggi9. harus tampil mempesona
Rudgeness 10.mempunyai kesan ketabahan
Sales Promotion (X2) Customer promotion
1. Strategi Merangsang pemilih sebelum memilih
2. Strategi menjanjikan pemilih sesudah memilih
Trade promotion
3. Strategi Merangsang pemilih untuk ikut mengkampanyekan program.
4. Strategi pemilih untuk mencari pemilih baru
102
Sales-force promotion
5. Strategi bertujuan untuk memotivasi pemilih yang menajdi tim kampanye.
Bussiness promotion
6. Strategi untuk memperoleh pemilih baru
7. Strategi mempertahankan hubungan dengan pemilih militan
8. Strategi memperkenalkan program baru
9. Strategi membuat hubungan yang khusus dengan pemilih militan
10. Strategi mendidik pemilih Brand Equity (X3) Brand
awareness1. Kandidat yang
kesadarannya tinggi akan dirinya akan membantu pendekatan kepada pemilih yang sevisi dan semisi dengannya
2. Jika kesadaran kasadaran kita sangat tinggi, lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap kandidat
3. jika kesadaran akan kandidat tinggi, kehadiran kandidat akan selalu dapat kita rasakan
4. kandidat dengan top mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi
Brand association
5. Pencerminan pencitraan suatu kandidat terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan gaya hidup, manfaat merupakan gambaran dari citra Kandidat terhadap suatu kesan pemilih
Brand Perceived Quality
6. Dengan adanya asal usul, gaya hidup, manfaat, popularitas kandidat dari kandidat serta diketahui para pesaing-pesaingnya akan membawa kemudahan terhadap masyarakat untuk lebih
103
mengenal kandidat7. Kualitas kandidat akan di
perhitungkan pemilih jika ada dalam persepsi pemilih Perceived quality diukur secara relative terhadap pesaingnya
Brand Loyalty
8. Kesan kualitas kandidat, diukur secara relative oleh pemilih terhadap kandidat yang lainnya.
9. Rasa simpati, Rasa suka, menentukan kesetiaan masyarakat terhadap kandidat
10. Rasa pertemanan dan Rasa percaya menentukan kesetiaan masyarakat terhadap kandidat.
“item diatas merupakan butir-butir pernyataan atau pertanyaan dalam kuesionerSumber : Data Penulis
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
5.1.1 Sejarah Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Utara dibentuk tanggal 13 April 1964. Sebelumnya Sulawesi
Utara tergabung dengan Sulawesi Tengah tergabung dalam satu provinsi, yaitu
Provinsi Sulawesi Utara-Tengah yang terbentuk tahun 1960. sejak awal
kemerdekaan sampai tahun 1960, Pulau Sulawesi merupakan satu provinsi, yaitu
provinsi Sulawesi. Ketika itu, Sulawesi Utara merupakan daerah keresidenan dalam
provinsi Sulawesi tersebut.
104
Sulawesi Utara diprediksi telah memiliki penghuni sejak zaman prasejarah. Ciri-
ciri penduduk asli Sulawesi Utara berasal dari percampuran antara bangsa Wedoid
dan Negroid. Pada tahun 3000 SM, datang dan menetap banga Proto-Melayu.
Tahun 300 SM, datang pula bangsa Deutro-Melayu. Sebelum bangsa Eropa datang
dan menjajah wilayah Sulawesi Utara, di wilayah ini terdapat beberapa kerajaan,
yaitu, Manado, Tabukan, Siau, Kolongan, Tahuna, Kendahe, dan Manganitu.
Persentuhan denga bangsa Eropa terjadi tahun 1523. Ketika itu, para pelaut Portugis
yang dipimpin Simao d'Abreu singgah di Pelabuhan Manado dalam perjalanan dari
Ternate ke Malaka. Sejak saat itu Portugis mulai menjalin hubungan dagang dengan
kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara, bahkan mereka mulai menyebarkan agama
Kristen.
Pada akhir abad ke 16, Portugis harus meninggalkan Sulawesi Utara karena
pergolakan yang ketika itu terjadi di Ternate berimbas ke wilayah ini. Waktu itu,
Sulawesi Utara berada di bawah pengaruh Ternate, jadi ketika ada pergolakan di
Ternate tentu saja berimbas pada Sulawesi Utara. Pada bulan Agustus 1606,
Spanyol mulai mengadakan hubungan dagang dengan Manado. Selain mengadakan
hubungan dagang, Spanyol menyebarkan agama Katolik.
Pada tahu 1654, beberapa Kepala Suku Minahasa mengirim utusan kepada VOC
di Ternate untuk menjalin persahabatan. Tawaran tersebut direspons Belanda
dengan membangun benteng VOC di Manado tahun 1657. Momen itu merupakan
titik awal menuju periode kolonialisme Belanda di Sulawesi Utara. sejak saat itu
Belanda terus berupaya memperbesar kekuasaannya. Mereka mengikat kerajaan-
kerajaan di Sulawesi Utara seperti Sangir Talaud, Bolaang Mongondow, dan
Gorontalo dengan perjanjian-perjanjian. Keadaan ini berlangsung hingga akhir abad
ke 18.
Pada tahun 1859, pemerintah Hindia Belanda membentuk Keresidenan Manado.
Tahun 1885, Pemerintah Belanda mulai menghapus kekuasaan raja-raja. Upaya
105
penghapuan kekuasaan raja-raja ini selesai tanggal 17 April 1889, yakni dengan
diterbitkannya besluitGubernur Jenderal Belanda.
Awal abad ke 20 merupakan awal dari perjuangan kebangsaan, menentang
kolonialisme. Berbagai organisasi politik yang lahir di Jawa, membuka cabang di
Sulawesi Utara. Organisasi yang pertama kali membuka cabangnya di wilayah ini
adalah Syarikat Islam (SI). Kemudian disusul oleh Partai Nasionali Indonesia (PNI),
Muhammadiyah, dan PSII. Organisasi-organisasi tersebut menjadikan rakyat
Sulawei Utara terbuka pada ide-ide memperjuangkan kemerdekaan. Keterbukaan ini
membuat iklim yang baik bagi lahirnya organisasi-organisasi perjuangan lain.
Gerakan Merah Putih, misalnya, yang dipimpin oleh Nani Wartabone mendapat
dukungan luas di masyarakat.
Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendarat dan menguasai Manado.
Kedatangan Jepang mulanya disambut baik oleh rakyat, karena Jepang mengumbar
janji-janji manis. Jepang mengku sebagai "Saudara Tua" yang akan memberikan
harapan baru bagi rakyat. Namun janji manis tersebut tidak menjadi kenyataan. Pada
saat Jepang sudah memerintah, mereka memberlakukan pemerintahan yang kejam,
kehidupan sehari-hari rakyat di awasi dan dikekang. Segala kegiatan rakyat hanya
dipusatkan untuk mendukung peperangan yang ketika itu sedang dilancarkan
Jepang melawan tentara Sekutu.
Akhirnya Jepang menyerah terhadap Sekutu. Untuk wilayah Sulawesi Utara,
Jepang secara resmi menyerah tanggal 8 Oktober 1945, di Kota Tondano. Belanda
yang membonceng tentara sekutu berusaha untuk kembali menguasai Sulawesi
Utara. Tentu saja tindakan Belanda ini menimbulkan perlawanan rakyat yang tidak
ingin kemerdekaan yang baru saja diraih hilang kembali. Perlawanan rakyat terhadap
Belanda mencapai puncaknya tanggal 11 Maret 1946. Ketika itu terjadi perlawanan
rakyat yang dikenal dengan peristiwa aksi Kapten J. Kaseger.
Dalam rangka memcah belah kekuatan Bangsa Indoneia, Belanda mendirikan
berbagai negara boneka yang pada akhirnya menjadi bagian dari Republik Indonesia
106
Serikat. Ketika itu, Sulawesi Utara dimasukkan ke dalam wilayah Negara Indonesia
Timur (NIT). Karena tidak sesuai dengan kehendak rakyat, NIT akhirnya dibubarkan
dan kemudian melebur ke dalam Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus
1950, RIS resmi bubar dan kemudian dibentuk kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sejak saat itu, Provinsi Sulawesi kembali terbentuk, dan Sulawesi Utara menjadi
salah satu bagian dari provisi tersebut. Seperti uraian di atas, provinsi ini berakhir
tahun 1960 ketika dilakukan pemekaran wilayah menjadi dua provinsi, yaitu, Provisi
Sulawesi Selatan Tenggara dan Sulawesi Utara-Tengah. Tahun 1964, lahir povinsi
Sulawesi Utara.
5.1.2 Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Utara
Sulawesi Utara adalah salah satu Propensi di Indonesia yang terletak di bagian
utara Indonesia timur dengan garis horisontal dari barat ke timur jazirah, dan terletak
di garis teritorial utara letaknya di Kepulauan Sangihe dan Talaud dimana letaknya
berbatasan dengan Philipina yang membuat Sulawesi Utara terletak di posisi
strategis dalam era globalisasi dan itu terlihat dari sisi letak geografisnya.
Sulawesi Utara mempunyai 9 wilayah pemerintahan yaitu Kab. Minahasa, Kab.
Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan, Kab. Bolaang Mongondow, Kab. Sangihe,
Kab. Talaud, Kota Manado, Kota Bitung dan Kota Tomohon yang mempunyai
sumber daya alam yang membuat masyarakatnya sejahtera. Sumber daya alam
yang berpotensi seperti perikanan dan kelautan, pertanian, peternakan, dan sumber
pariwisata alam
Tabel 5. 1 Daftar nama kabupaten/kota dan ibu kota di Sulawesi Utara
No.
Kabupaten/Kota Ibu kota
107
1 Kabupaten Bolaang Mongondow Kotamobagu
2 Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Bolaang Uki
3 Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Tutuyan
4 Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Boroko
5 Kabupaten Kepulauan Sangihe Tahuna
6 Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro
Ondong Siau
7 Kabupaten Kepulauan Talaud Melonguane
8 Kabupaten Minahasa Tondano
9 Kabupaten Minahasa Selatan Amurang
10 Kabupaten Minahasa Tenggara Ratahan
11 Kabupaten Minahasa Utara Airmadidi
12 Kota Bitung Bitung
13 Kota Kotamobagu Kotamobagu
14 Kota Manado Manado
15 Kota Tomohon Tomohon
Sumber : BPS Sulawesi Utara
108
Gambar 5.1
Perbandingan jumlah kecamatan pada kabupaten kota di Sulawesi Utara
109
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
12
19
15
19
17
10
6
10
6
5 5
9
8
5
4
Bolaang Mongondow Minahasa Kepulauan SagiheKepulauan talaud Minahasa Selatan Minahasa utaraBolaang Mongondow Utara Kepulauan Sitaro Minahasa TenggaraBolaang mongondow Selatan Bolaang Mongondow Timur ManadoBitung Tomohon Kotamobagu
Sumber : BPS Sulawesi Utara
Gambar 5.2
Perbandingan jumlah desa/kelurahan pada kabupaten kota di Sulawesi Utara
110
0
50
100
150
200
250
152
237
167
153 156
125
9184
76
6051
87
69
4032
Bolaang Mongondow Minahasa Kepulauan SagiheKepulauan talaud Minahasa Selatan Minahasa utaraBolaang Mongondow Utara Kepulauan Sitaro Minahasa TenggaraBolaang mongondow Selatan Bolaang Mongondow Timur ManadoBitung Tomohon Kotamobagu
Sumber : BPS Sulawesi Utara
Selain sumber daya alam yang telah digambarkan tadi, Sulawesi Utara juga di
dukung oleh infrastruktur yang ada seperti Pelabuhan Bitung, Bandara Internasional
Sam Ratulangi di Manado, Listrik, Telekomunikasi dll. Dimana sumber daya alam
tersebut dapat menarik perhatian investor.
111
Untuk mengatur dan mengembangkan sumber daya alam ini sangat diharapkan
bahwa akan membawa para investor dari negara tersebut untuk menanam modal
dan menyediakan tenaga kerja yang dapat mengembangkan sumber daya alam di
Sulawesi Utara. Dimana akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
Sulawesi Utara.
1. Sejarah Pemerintahan
Sulawesi Utara mempunyai latar belakang yang panjang. Sebelum Kepulauan
Utara menjadi daerah tingkat I , pada permulaan kemerdekaan Indonesia status
daerah ini adalah bagian dari Propinsi Sulawesi yang di atur dalam PP No.5 tahun
1960, Sulawesi dibagi menjadi 2 bagian Yaitu Sulawesi Selatan – Tenggara dan
Sulawesi Utara – Tengah. Sulawesi Utara – Tengah terdiri dari Kotapraja Manado,
Kotapraja Gorontalo dan 8 daerah tingkat 2 yang terdiri dari Bolaang Mongondow,
Sangihe talaud, Minahasa, Buol, Toli – Toli, Donggala, Poso dan Luwuk Banggai.
Pada tanggal 23 September 1964 pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
UU No. 13 tahun 1964 yaitu merubah status dari Daerah tingkat I Sulawesi menjadi
daerah otonom tingkat I Sulawesi Utara di Manado sebagai ibukotanya. Sejak saat
itu, Sulawesi utara berkembang dari Utara ke barat selatan , dari ujung utara
Miangas di Pulau Sangihe sampai ke Molosipat bagian barat Kab. Gorontalo.
Selanjutnya, lewat nuansa reformasi dan perkembangan daerah dilakukanlah
pemekaran wilayah dengan terbentuknya Propinsi Gorontalo sebagai hasil
pemekaran dari Propinsi Sulawesi Utara. Dan pada tahun 2002 dan 2003 Propinsi
Sulawesi Utara berkembang dengan terbentuknya Kab. Talaud sebagai hasil
pemekaran dari Kab. Sangihe dan Talaud, dan Kab. Minahasa Selatan, Kota
Tomohon dan Kab. Minahasa Utara sebagai hasil pemekaran dari Kab. Minahasa.
Semenjak di realisasikannya demokrasi di Indonesia Pemilian Pemimpin di
Indonesia dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia juga dilaksanakan di
112
Sulawesi Utara. Dengan pelaksanaan pemilian Gubernur dan Wakil Gubernur yang
dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2005 dan terpilihlah Drs. S.H. Sarundajang
sebagai gubernur Sulawesi Utara dan Bpk. Freddy. H. Sualang sebagai wakil
Gubernur Sulawesi Utara periode 2005 – 2010.
Visi
Visi dan Misi Daerah dengan demikian juga merupakan Visi dan Misi Gubernur
dan Wakil Gubernur yang dapat menghantar masyarakat Sulawesi Utara menuju
masa depan yang lebuh baik adalah :
MMEWUJUDKANEWUJUDKAN S SULAWESIULAWESI U UTARATARA Y YANGANG B BERBUDAYAERBUDAYA, B, BERDAYAERDAYA S SAINGAING, ,
DDANAN S SEJAHTERAEJAHTERA..
SSASARANASARAN P POKOKOKOK : :
A. BERBUDAYA ; Terwujudnya masyarakat Sulawesi Utara yang
mempunyai budaya moderen dan agamais serta berkepribadian/jatidiri
yang dinamis, kreatif, inovatif, disiplin, berdaya tahan dan mampu ikut
mewarnai proses globalisasi.
B. BERDAYA SAING ; Terwujudnya masyarakat Sulawesi Utara yang sehat
dan cerdas dengan kemampuan untuk menjadi unggul di segala bidang.
C. SEJAHTERA; Terwujudnya masyarakat Sulawesi Utara yang bebas dari
segala macam gangguan agar dapat menjalani kehidupan yang aman,
sentosa dan makmur.
MMISIISI
Yang adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi adalah
113
a. Mengembangkan suasana kondusif dalam mempraktekkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari hari.
b. Menerapkan clean government dan good governance yang bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
c. Mewujudkan kondisi aman, damai, nyaman, tertib, dan disiplin.
d. Menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi dan kepastian hukum,
dan hak azasi manusia.
e. Memberdayakan dan meningkatkan peran perempuan dan perlindungan
anak.
f. Mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berdaya saing tinggi.
g. Mewujudkan masyarakat yang sehat dengan harapan hidup yang
panjang.
h. Mengelola secara optimal sumberdaya alam Sulawesi Utara secara
berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup.
i. Memberdayakan ekonomi lokal dan regional berbasis kerakyatan.
j. Meningkatkan peran pelaku bisnis dalam kegiatan ekonomi lokal, regional
dan global.
k. Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, dan
menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab.
l. Meningkatkan pembangunan di kawasan perbatasan.
m. Menurunkan pengangguran, kemiskinan, dan mengurangi masalah-
masalah sosial.
2. GEOPOSISI
Secara universal paradigma pembangunan ekonomi telah berubah seiring
dengan tuntutan ekonomi global yang dewasa ini mengharapkan suatu aktifitas
114
ekonomi menjadi lebih efesien dengan flexibilitas yang tinggi. Batas-batas negara
/wilayah administrasi pemerintahan (Propinsi, daerah) yang awalnya menjadi
preferensi untuk pengembangan/pembangunan ekonomi wilayah telah berubah,
sehingga paradigma baru pengembangan kawasan ekonomi saat ini semakin
borderless. Artinya batas-batas negara/ pemerintahan menjadi semakin tidak jelas
untuk pengembangan ekonomi wilayah/ kawasan. Di Eropah sekalipun yang
merupakan negara-negara ekonomi maju telah menyatukan mata uang mereka
(euro) untuk efisiensi perdagangan ekonomi wilayah.
Gambar 5.3
Peta Dunia
Sumber : SULUT dalam angka 2009, BPS SULUT Dalam perpektif Nasional, Otonomi daerah yang digulirkan oleh pemerintah
sebagai jawaban atas tuntutan demokrasi/ masyarakat membawa implikasi terhadap
perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat
Globalisasi. Saat ini daerah cenderung lebih leluasa dalam mengelola gagasan dan
konsep serta merumuskan kebijakan pembangunan daerah. Terbukanya peluang
115
bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi daerahnya. Dalam konteks ini
otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah
untuk menawarkan fasilitas investasi dan membangun berbagai infrastruktur yang
menunjang pertumbuhan ekonomi daerahnya. Pada masa lalu top down planning
begitu kuat dan pada saat ini cenderung ke arah bottom up planning. Otonomi
daerah diharapkan akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi.
Gambar 5.4
Peta Indonesia
Sumber : SULUT dalam angka 2009, BPS SULUT
Provinsi Sulawesi Utara dengan ibukota Manado, secara geografis terletak di
antara 0,300 – 4,300 lintang utara dan 123,00 – 127,00 bujur timur, dengan luas
wilayah 15.272,44 km2. Sebagian besar wilayahnya merupakan perbukitan rendah
dengan ketinggian 0-2000 meter di atas permukaan laut. Propinsi Sulawesi Utara
dengan jumlah penduduk 1.980.543 orang dan kepadatan penduduknya 129,68
116
orang per km2 tergolong masyarakat agraris, di mana mata pencarian penduduk
Propinsi Sulawesi Utara hampir separuh di sektor pertanian.
Gambar 5.5
Peta Sulawesi Utara
Sumber : SULUT dalam angka 2009, BPS SULUT
Dalam perpektif regional maupun internasional Provinsi Sulawesi Utara berada
pada posisi strategis karena terletak di bibir pasifik (pacific reem) yang secara
langsung berhadapan dengan negara-negara asia timur dan negara-negara pasifik.
Posisi demikian menguntungkan Sulawesi Utara, karena secara geografis akan
menjadi pintu gerbang perdagangan di kawasan timur Indonesia di wilayah Asia
Pasifik.
Predikat sebagai pintu gerbang tersebut ditopang dengan adanya Pelabuhan
Samudra Bitung yang mampu menampung jenis kapal laut dalam ukuran besar,
serta Bandara Internasional Sam Ratulangi. Untuk pelabuhan samudra Bitung sudah
117
diperluas dengan dibangunnya fasilitas pelabuhan kontainer yang mampu bongkar
muat komoditi ekspor dan impor bagi kapal-kapal yang menggunakan fasilitas
pelabuhan tersebut. Selanjutnya dalam rencana makro Nasional di Sulawesi Utara
(Bitung) akan dibangun International Hub Port (IHP).
Dalam era globalisasi perdagangan, semua pihak (stakeholders) harus
mengantisipasi pekembangan dan manfaat positif di era perdagangan bebas (free
trade zone) seperti AFTA (Asean Free Trade Area), NAFTA, APEC serta
pertumbuhan ekonomi global yang memanfaatkan fasilitas perdagangan yang ada di
Sulawesi utara.
Keunggulan komparatif yang ada dengan didukung sejumlah fasilitas penunjang
yang ada harus dikelola secara optimal agar dapat memberikan kontribusi dalam
memacu akselerasi pembangunan propinsi Sulawesi Utara. Keunggulan posisi
strategis tersebut perlu dioptimalkan sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi, perdagangan, pariwisata, jasa, industri manufaktur, dan bidang lain di
Sulawesi Utara khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Kondisi ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Pada tahun 2002, nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga
konstan 1993 adalah sebesar Rp 3.490,69 Milyar, meningkat menjadi Rp 3.671,88
Milyar pada tahun 2003, kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 3.880,67
Milyar, dan pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi Rp 4.061,23 Milyar. Dengan
demikian, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2003 adalah sebesar 5,19 persen,
meningkat sebesar 5,69 persen pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2005
pertumbuhannya makin melambat menjadi sebesar 4,65 persen. Hal ini disebabkan
antara lain adanya pengaruh dari kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2005.
Sumber data : BPS Sulawesi Utara, 2006.
118
Kalau dilihat menurut sektor, ternyata hanya sektor pertanian (A) laju
pertumbuhannya meningkat yakni dari 3,82 persen pada tahun 2004 meningkat
menjadi 4,33 persen pada tahun 2005. Sedangkan dua sektor lainnya yakni sektor
manufaktur (M) dan sektor Jasa-Jasa (S) laju pertumbuhannya mengalami
penurunan.
PDRB/Kapita
Pada tahun 2001, nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita
menurut harga berlaku adalah sebesar Rp 5,79 Juta, meningkat menjadi Rp 6,21
Juta pada tahun 2002, pada tahun 2003 meningkat pula menjadi Rp 6,65 Juta,
kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 7,34 Juta, kemudian tahun 2005
meningkat menjadi Rp 8,16 Juta.
Struktur Perekonomian
Selanjutnya, dilihat dari segi kontribusi masing-masing sektor, jelas terlihat
bahwa kontribusi sektor Jasa-Jasa (S) adalah yang terbesar, kemudian diikuti sektor
pertanian (A) dan yang terkecil kontribusinya adalah sektor manufaktur (M). Selain
itu, dari distribusi PDRB tersebut dapat pula dilihat bahwa selama periode 2002-2005
kontribusi sektor pertanian (A) trennya menurun dan bergeser ke sektor Jasa-Jasa
(S) dan sektor manufaktur (M).
Perbankan
Relatif stabilnya makro ekonomi Sulawesi Utara tahun 2005, turut didukung pula
oleh beberapa indikator ekonomi yang tumbuh dan berkembang secara positif. Dana
pihak ketiga atau dana masyarakat yang dihimpun perbankan sampai dengan posisi
119
akhir tahun 2004 berjumlah Rp. 4,60 trilyun dan meningkat menjadi Rp. 5,24 trilyun
pada tahun 2005 atau mengalami peningkatan sebesar 13,91 persen.
Penyaluran kredit juga meningkat yakni dari Rp. 3,41 trilyun pada tahun 2004,
meningkat menjadi Rp. 4,12 trilyun pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 20,82
persen. Angka-angka ini mengindikasikan bahwa dana masyarakat yang dihimpun
pihak perbankan disalurkan kembali untuk pemberdayaan pembangunan di Sulawesi
Utara baik melalui kredit program maupun kredit komersial yang berperan sebagai
penggerak perekonomian Provinsi Sulawesi Utara.
Ekspor Dan Impor
Secara umum, nilai transaksi perdagangan luar negeri Sulawesi Utara dari tahun
ke tahun dalam kondisi surplus perdagangan (nilai ekspor lebih besar daripada nilai
impor). Pada tahun 2002 neraca perdagangan Sulawesi Utara mengalami surplus
sebasar 83,59 Juta US$, meningkat menjadi 115,57 Juta US$ pada tahun 2003,
pada tahun 2004 menurun cukup tajam yakni menjadi 25,16 Juta US $, kemudian
pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 377,23 Juta US $. Adapun
perkembangan nilai ekspor dan impor selama periode 2002-2005 dapat diikuti pada
gambar berikut ini. Negara-negara tujuan utama ekspor Sulawesi Utara adalah
Belanda, Amerika Serikat, China, Jepang, Philipina, India, Jerman, Malasia,
Singapore, dan Australia.
Distribusi Pendapatan
Jika dilihat dari distribusi pendapatan masyarakat antara masyarakat yang
berpenghasilan tinggi dengan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah,
maka Sulawesi Utara tidak terjadi kesenjangan (gap) yang mencolok. Hal ini
ditunjukan oleh angka Gini Ratio Sulawesi Utara pada tahun 2004 sebesar 0,26 dan
tahun 2005 relatif mencapai angka yang sama dan angka nasional mencapai 0,31
(angka Gini ratio semakin mendakati ”0”, hal ini berarti tingkat pemerataan
120
pendapatan semakin baik). Hal ini mencerminkan tingkat pendapatan masyarakat
Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan dan perbaikan yang sangat berarti
dalam rangka memperkuat daya beli masyarakat serta didukung pula dengan
semakin terkendalinya tingkat inflasi dari tahun ke tahun.
Inflasi
Stabilitas ekonomi dan keamanan di Provinsi Sulawesi Utara secara umum
masih relatif terkendali. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum terlihat adanya
dampak negatif secara sosial ekonomi maupun gangguan yang mengancam
keamanan dan ketertiban masyarakat, walaupun angka inflasi untuk beberapa tahun
terakhir ini sudah menembus angka psikologis di atas dua digit. Perkembangan laju
inflasi Sulawesi Utara yang tercermin dari perkembangan inflasi Kota Manado
menunjukan bahwa pada tahun 2001 inflasi yang terjadi sudah di atas dua digit yaitu
sebesar 13,30 terus mengalami peningkatan hingga tahun 2002 sebesar 15,22%,
walaupun sempat menurun pada tahun 2003 dan 2004 di bawah 5% namun dengan
kebijakan pemerintah nasional/pusat yang menghapus subsidi BBM memicu inflasi
Kota Manado menjadi 18,73% di tahun 2005.
Dampak dari kondisi tersebut, diperkirakan tidak akan berlangsung lama, karena
dengan adanya kebijakan pengendalian harga yang ditempuh oleh pemerintah pusat
dan ditopang oleh pemerintah daerah maka diperkirakan laju inflasi Sulawesi Utara
akan turun dan berada pada level di bawah dua digit.
Industri Dan Investasi
Dalam memacu kinerja sektor industri dan perdagangan di Provinsi Sulawesi
Utara, maka telah dilakukan beberapa kegiatan seperti pemberian petunjuk teknis
kepada pengusaha Industri Logam Mesin Elektronik dan Aneka (ILMEA) melalui
121
program kegiatan pengadaan mesin peralatan (alsintan) dan Temu Usaha Bengkel,
pemberdayaan industri Kima Agro dan Hasil Hutan yang berbasis pertanian,
perkebunan, perikanan, tanaman pangan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Program ini dijabarkan melalui pembimbingan, penyuluhan dan pelatihan
untuk meningkatkan mutu melalui GMP, HACCP, memasyarakatkan teknologi teruji
kerjasama dengan Baristand, Perguruan Tinggi, dan membudayakan industri akrab
lingkungan dan kegiatan lainnya. Berdasarkan upaya tersebut, telah mampu
meningkatkan kinerja Industri Kima Agro dan Hasil Hutan terutama sumbangan yang
berarti pada peningkatan PDRB Sulawesi Utara.
Pertanian Tanaman Pangan Dan Peternakan
Pembangunan sub sektor tanaman pangan periode tahun 2000-2005, telah
dilaksanakan melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan dan Program
Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan. Kegiatan-kegiatan pokok yang telah
dilaksanakan meliputi pengembangan kawasan sentra produksi tanaman pangan
dengan pendekatan Rancang Bangun yaitu pengembangan pusat pertumbuhan,
pengembangan usaha dan pengembangan kemitraan dibagi 4 (empat) strategi yaitu
1. Peningkatan produktivitas
2. Perluasan areal tanam
3. Pengamanan produksi dan
4. Pengolahan hasil & pemasaran
Dari aspek sarana/prasarana pertanian sebagai salah satu faktor pembatas
keberhasilan pertanian telah dilakukan upaya-upaya melalui fasilitas dan pembinaan
pemanfaatan alat dan mesin pertanian, fasilitasi dan pembinaan pemanfaatan air,
pembinaan pemanfaatan pupuk/pestisida dan pembinaan pemanfaatan sarana
usaha yang tersedia. Sebagai gambaran berikut disajikan tabel luas lahan dan jenis
penggunaannya di Sulawesi Utara :
122
Nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam setahun oleh
para pelaku ekonomi di Sulawesi Utara yang tercermin dari PDRB untuk tahun 2004
mencapai Rp 14,13 triliun (HB) dan Rp 3,88 triliun (HK). Nilai tersebut telah
mengalami perkembangan hampir enam setengah kali untuk harga berlaku dan
untuk harga konstan mengalami perkembangan lebih dari satu setengah kali dari
tahun 1993. Meningkatnya angka PDRB Sulawesi Utara khusus untuk harga berlaku
disebabkan terjadi lonjakan harga di tahun 1998 yang langsung meningkat tajam
lebih dari tiga kali dibanding tahun 1993.
Dilihat darai sisi penawaran, lokomotif pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara
terutama disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 26,45 persen, kemudian
diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi sebesar 17,14 persen, sektor jasa-jasa
13,98 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,39 persen, sektor
bangunan 10,62 persen. Selanjutnya untuk sektor industri pengolahan,
pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air serta sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan semuanya hanya berperan di bawah 10 persen. Selanjutnya,
meskipun telah terjadi perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
perkapita Sulawesi Utara yang saat ini mencapai Rp 7,54 juta rupiah, namun angka
tersebut masih jauh berada di bawah rata rata nasional. Kondisi ini mengindikasikan
Sulawesi Utara masih harus bekerja keras untuk tidak semakin tertinggal dari daerah
lain yang terus melaju pesat.
Dilihat dari sisi permintaan, kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB
Sulawesi Utara masih di dominasi oleh konsumsi rumah tangga dengan share 59,04
persen. Nilai share ini meningkat dibandingkan sebelumnya yang tercatat 57,99
persen. Kegiatan lain yang peranannya meningkat adalah konsumsi lembaga swasta
non profit dengan kontribusi sebesar 0,15 persen (meningkat 0,06 persen dari
sebelumnya). Demikian pula dengan ekspor, juga memperlihatkan kinerja yang
membaik, tercermin dari peningkatan kontribusi kegiatan tersebut dari 3,41 persen
123
menjadi 7,75 persen. Peningkatan laju konsumsi tersebut antara lain didorong oleh
meningkatnya kredit konsumsi sebesar 25,80 persen.
Perkembangan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan II 2005 cukup
menggembirakan. Tercermin dari laju pertumbuhan tahunan yang mencapai angka
4,51 persen atau secara triwulanan 8,11 persen. Dari sisi produksi sektor dominan
pembentuk PDRB masih didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi (share)
sebesar 27,65 persen, diikuti oleh sektor pengangkutan 16,94 persen dan sektor
jasa-jasa 13,99 persen. Seluruh sektor pembentuk PDRB pada triwulan laporan
mengalami pertumbuhan positif. Perkembangan indikator perbankan Sulawesi Utara
sampai dengan triwulan III tahun 2005 cukup baik. Hal ini antara lain tercermin dari
meningkatnya dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun yakni sebesar Rp 4,84
Triliun. Demikian pula jumlah kredit yang telah disalurkan sampai dengan triwulan III
sebesar Rp 3,9 Triliun atau meningkat 25,35 persen dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya. Dengan demikian, fungsi intermediasi perbankan yang tercermin
pada Rasio Pinjaman dan Tabungan Masyarakat (Loan Deposit Ratio) sebesar
75,01 persen.
Kunjungan wisatawan mancanegara ke Sulawesi Utara sampai akhir bulan Juni
2005 mencapai 6.091 orang. Jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 7.228 orang atau turun 15,73
persen. Namun demikian, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kunjungan
wisatawan mancanegara cukup menggembirakan yaitu mencapai 3.650 orang atau
meningkat 49,53 persen. Sebagian besar kedatangan wisatawan mancanegara
tersebut melalui Bandara Sam Ratulangi Manado sedangkan hanya sebagian kecil
melalui Pelabuhan Bitung. Sementara itu, rata-rata tingkat hunian hotel berbintang di
Sulawesi Utara sepanjang tahun 2005 (sampai akhir Juni 2005) mencapai 52,79
persen. Angka tersebut cukup menggembirakan karena merupakan yang tertinggi
sejak kurun waktu tahun 1996.
124
3. Kinerja Investasi
Perkembangan kegiatan investasi di Sulawesi Utara pada triwulan II 2005 cukup
menggembirakan tercermin dari meningkatnya nilai tambah Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) secara tahunan yang tumbuh 0,98 persen, melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,28 persen. Perkembangan kegiatan
investasi tersebut ternyata seiiring pula dengan peningkatan penyaluran kredit
investasi dan modal kerja. Sampai akhir bulan Mei 2005, jumlah kredit investasi dan
modal kerja yang berhasil disalurkan mencapai Rp. 1.494 miliar atau naik 11,58
persen dibandingkan triwulan II tahun 2004. Guna menggairahkan iklim investasi,
pemerintah di daerah juga perlu segera membenahi sarana dan prasarana seperti
SDM, listrik, air bersih, jalan, serta membuat kebijakan-kebijakan untuk mendukung
terciptanya iklim yang kondusif untuk berinvestasi. Apabila hal-hal tersebut tidak
segera dibenahi, maka tingkat efisiensi investasi di tahun-tahun mendatang
diperkirakan tidak akan mengalami banyak perubahan. Sementara itu, hasil forum
diskusi yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Manado dengan melibatkan
Pemda, Perbankan, Akademisi dan pelaku usaha, disimpulkan pula bahwa untuk
meningkatkan daya saing Sulawesi Utara dalam menjaring investor diperlukan kajian
ulang terhadap berbagai Perda yang menghambat masuknya investasi.
Nilai tambah kegiatan ekspor Sulawesi Utara baik antar Propinsi dan antar
negara secara tahunan pada triwulan II 2005 tumbuh 18,57 persen, naik
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,88 persen. Laju pertumbuhan ini
memberikan kontribusi sebesar 7,75 persen terhadap laju pertumbuhan Sulawesi
Utara secara keseluruhan. Namun demikian, pertumbuhan ekspor tersebut masih
dibarengi oleh tingginya impor barang yang berasal dari propinsi/daerah lain
sehingga secara keseluruhan kegiatan perdagangan masih berada kondisi defisit
perdagangan (net impor). Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan masyarakat
125
Sulawesi Utara banyak yang masih harus didatangkan dari luar daerah, serta
sedikitnya perusahaan-perusahaan yang bertindak sebagai produsen di wilayah ini.
Sementara itu, berdasarkan nilai perdagangannya antar negara, nilai realisasi
ekspor Sulawesi Utara ke luar negeri dari tahun ke tahun terus menunjukkan
peningkatan sejak tahun 2001. Sampai dengan Mei 2005, nilai realisasi ekspor luar
negeri tercatat sebesar USD 181,80 juta. Angka ini diharapkan akan terus meningkat
sampai akhir tahun 2005 sehingga akan melebihi angka realisasi ekspor tahun 2004
sebesar USD 248,15 juta. Meningkatnya nilai ekspor, ternyata seiring dengan terus
menurunnya tingkat ketergantungan Sulawesi Utara terhadap barang atau jasa dari
luar negeri. Hal ini tercermin dari nilai impor yang terus memperlihatkan
kecenderungan penurunan dimana sampai Mei 2005, nilai impor tercatat sebesar
USD 4,31 juta. Kecenderungan meningkatnya perdagangan antar negara tercermin
pula pada volume perdagangannya. Sampai Mei 2005, volume ekspor tercatat
sebesar 293,88 ribu ton dengan volume import sebesar 2,42 ribu ton. Dengan
demikian, sampai Mei 2005, Sulawesi Utara mencatat surplus perdagangan luar
negeri.
4. Dukungan inrastruktur
1. Bandar Udara
Propinsi Sulawesi Utara memiliki 3 bandar udara yaitu; Bandar Udara Sam
Ratulangi (Manado), Bandar Udara Naha dan Melanguane (Sangihe Talaud). Bandar
Udara Sam Ratulangi merupakan Bandar Udara utama di Sulawesi Utara yang
sudah melayani penerbangan internasional.
Saat ini setelah dikembangkannya fasilitas bandara baik runway yang telah dapat
didarati oleh pesawat sejenis Air Bus A.300 dan DC-10, serta pembangunan terminal
126
utama yang representatif, maka Bandara Sam Ratulangi telah menjadi salah satu
Bandara Internasional di Indonesia.
Gambar 5.6
Peta Penerbangan melewati jalur Manado
Sumber : Data Sulut Dalam Angka 2009
Saat ini jalur penerbangan internasional langsung yang dapat melalui
Bandara Sam Ratulangi adalah jalur Manado - Singapura, Manado - Davao, dan
Manado - Taipeh, dan Manado – Kuala Lumpur. Disamping Bandar Udara Sam
Ratulangi tersebut, Sulawesi Utara juga memiliki Bandar Udara khusus
penerbangan local, seperti Pelabuhan Udara Naha dan Melangguane di
Kabupaten Sangihe dan Talaud yang melayani penerbangan lokal.
127
2. Pelabuhan Laut
Hubungan transportasi laut dilakukan melalui Pelabuhan Lokal, Nusantara
dan Pelabuhan Samudra/ Internasional. Pelabuhan Utama yang melayani
perhubungan laut di Sulawesi Utara dan wilayah Indonesia Timur bahkan luar
negeri adalah Pelabuhan Bitung. Saat ini fasilitas pelabuhan Bitung tengah
dikembangkan terutama fasilitas bongkar muat peti kemas.
Tabel 5.2
Nama-nama Pelabuhan di Sulawesi Utara
No. Nama Pelabuhan/ Port Lokasi/Location
1. Pelabuhan Samudra Bitung Bitung2. Pelabuhan Manado Manado3. Pelabuhan Labuang Uki Lolak Bolmong4. Pelabuhan Torosik Bolmong5. Tahuna Sangihe6. Ulu Siau Sangihe7. Melonguane Talaud8. Lirung Talaud9. Beo Talaud
Sumber : BKPMKR SULUT 2005
Diharapkan pelabuhan Bitung ke depan akan berfungsi sebagai cargo
consolidation centre di kawasan Asia Pasifik. Disamping itu saat ini sementara
dibangun pelabuhan perikanan Bitung yang nantinya akan menjadi pintu keluar
masuk perdagangan ikan di Sulawesi Utara. Pelabuhan Bitung dapat digunakan
sepanjang tahun karena merupakan Pelabuhan Alam, dan dapat menampung
jenis kapal sampai dengan 60.000 ton. Disamping Pelabuhan Bitung, di Propinsi
Sulawesi Utara terdapat pula pelabuhan lainnya (lokal) yaitu; Pelabuhan Manado,
Tahuna, Labuang Uki, Torosik, Ulu Siau, Lirung, Melonguane dan Beo.
128
Gambar 5.7
Alur Pelayaran Dari Bitung Ke Berbagai Negara
Sumber : BPS SULUT
3. Transportasi Darat
Disamping keberadaan dukungan infrastruktur bandara dan pelabuhan laut
yang ada transportasi darat relative sudah menjangkau daerah-daerah di Sulut.
Eksistensi jalan trans Sulawesi sebagai jalur transportasi darat, yang
menghubungkan Propinsi Sulawesi Utara dengan Propinsi lainnya di wilayah
Sulawesi. Jalur Trans Sulawesi ini merupakan salah satu jalur perdagangan dan
distribusi di wilayah Sulawesi. Keberadaan jalur trans Sulawesi, terutama untuk
memperlancar mobilitas masyarakat, barang dan jasa se Sulawesi, baik dalam
hubungan perdagangan, jasa dan lain-lain.
NAMA-NAMA GUBERNUR SULAWESI UTARA
129
Sejak ditetapkannya Propinsi Administratif Sulawesi Utara , Berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 yaitu :
Tabel 5.3
Nama-nama GUBERNUR Sulawesi Utara
No. Nama Masa Jabatan
1 Baramuli, SH. 23 Maret 1960 s/d 15 Juli 1962
2 F. J. Tumbelaka 15 Juli 1962 s/d 19 Maret 1965
3 Soenandar Prijosoedarmo 19 Maret 1965 s/d 27 April 1966
4 Abdullah Amu 27 April 1966 s/d 2 Maret 1967
5 H. V. Worang 2 Maret 1967 s/d 21 Juni 1978
6 Willy Lasut G. A 21 Juni 1978 s/d 20 Oktober 1979
7 Erman Hari Rustaman 20 Oktober 1979 s/d 3 Maret 1980
8 G. H. Mantik 3 Maret 1980 s/d 3 Maret 1985
9 C. J. Rantung 3 Maret 1985 s/d 1 Maret 1995
10 E. E. Mangindaan 1 Maret 1995 s/d 31 Maret 2000
11 Drs. A. J. Sondakh 1 April 2000 s/d 2005
12 S. H. Sarundajang 2005 sampai sekarang
Sumber : BPS SULUT
ARTI DAN LAMBANG
PROPINSI SULAWESI UTARA
1. BENTUK DASAR
Lambang Daerah Tingkat I Sulawesi Utara berbentuk segi lima sama sisi
menggambarkan
“Pancasila” sebagai dasar dan falsafah hidup Bangsa dan Negara Indonesia.
2. BENTUK WARNA DAN BAGIAN-BAGIAN LAMBANG
130
a. Warna dasar adalah biru langit, sisi luar berwarna kuning emas
b. Sebelah kanan terdapat buah pala terbuka, berjumlah 8 (delapan) buah,
kulitnya berwarna
c. kuning, biji pala berwarna merah, dirangkaikan dengan buah cengkeh 17
(tujuh belas) buah yang warnanya merupakan perpaduan warna hijau
kemuning dan warna hijau muda kecoklat-coklatan.
d. Angka-angka pada cengkeh 17 (tujuh belas) buah, pala 8 (delapan) buah dan
padi 45 (empat puluh lima) butir, adalah simbol yang menunjukkan “Hari
Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia” yaitu 17-8-1945.
e. Ditengah-tengah lingkaran buah padi, cengkeh dan pala terdapat 23 (dua
puluh tiga) untaian biji jagung yang berbentuk bulatan terdapat 1 (satu) pohon
kelapa berdaun 9 (sembilan) mempunyai akar 6 (enam) dan dibawah pohon
kelapa terdapat 4 (empat) buah bibit kelapa.
f. Angka-angka yang dilambangkan oleh untaian biji jagung, daun kelapa,
batang kelapa, buah, akar dan bibit kelapa yang terdapat di tengah-tengah
lingkaran buah padi, cengkeh dan pala mengartikan berdirinya Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara tanggal 23 September 1964.
g. Pohon kelapa, padi, pala, jagung dan cengkeh menggambarkan keseluruhan
kekayaan utama yang menjadi sumber hidup rakyat di daerah ini.
h. Di bagian bawah dari pohon kelapa terdapat pita putih berbaris merah
dengan warna hitam (warna bayangan) bertuliskan “SULAWESI UTARA”
dengan warna merah.
ARTI WARNA
Warna lambang Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mempunyai makna tertentu
yang diartikan sebagai berikut :
a. Warna Emas/Orange berarti : Kekayaan, keagungan
b. Warna Biru berarti : Kemakmuran, kesuburan
131
c. Warna Hijau berarti : Kemakmuran, kesuburan
d. Warna Kuning berarti : Kesejahteraan, kebesaran dan keluhuran
e. Warna Merah berarti : Keberanian, semangat yang menyala-nyala dan kecintaan
kepada Negara dan Agama
f. Warna Putih berarti : Kesucian, kedamaian
g. Warna Cokelat berarti : Kecintaan kepada tanah air
h. Warna Hitam berarti : Kokoh, kuat, teguh dan kekal
i. Warna Ungu berarti : Kebanggaan
KONDISI GEOGRAFI
LETAK GEOGRAFIS
Berdasarkan peta yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional, Provinsi Sulawesi Utara terletak di semenanjung Utara Pulau Sulawesi
antara 0 20’ – 5045’ Lintang Utara dan 123000’ – 127030’ Bujur Timur. Di sisi Utara
Provinsi Sulawesi Utara berbatasan dengan Negara Republik Filipina, sisi Timur
dengan Provinsi Maluku Utara, sisi Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, dan
sisi Barat dibatasi oleh Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo. Dilihat dari letak
geografis ini, Sulawesi Utara merupakan wilayah yang strategis karena terletak
dalam jalur lintas perdagangan dan pariwisata. Selain itu, letak Sulawesi Utara relatif
dekat dengan kawasan Pasifik yang sedang dan akan makin pesat perkembangan
perekonomiannya di masa mendatang. Potensi ini juga ditunjang oleh tersedianya
fasilitas prasarana pelabuhan Bitung yang dapat dikembangkan menuju pelabuhan
utama internasional, dan Bandara Internasional Sam Ratulangi yang sudah memiliki
akses cukup luas, baik untuk transportasi domestik maupun internasional. Letak
geoposisi Sulawesi Utara yang strategis ini menjadikannya potensial sebagai Pintu
132
Gerbang Indonesia di Bagian Timur “Road To East” dan sekaligus juga menjadi
“Pusat Pertumbuhan”.
Tabel 5.4
Jumlah penduduk di Sulawesi Utara berdasarkan pembagian perkabupaten/kota
Sumber : BPS SULUT
5.1.3 Sejarah Perkembangan Partai Politik Di Sulawesi Utara
Sebagaimana halnya warna politik umumnya di provinsi-provinsi Sulawesi,
Provinsi Sulawesi Utara juga menjadi basis kekuatan Golkar dalam setiap ajang
pemilu. Namun, dalam Pemilu 2009 dominasi beringin mulai terusik. Fakta
menunjukkan, penguasaan Golkar sedemikian mengakar di wilayah yang kini
berpenduduk sekitar 2 juta jiwa ini. Semenjak pemilu pertama pada era Orde Baru
133
hingga pemilu terakhir, peta politik Sulut seakan tak berubah. Sebelum wilayah barat
provinsi ini dimekarkan menjadi Provinsi Gorontalo ataupun setelah pemekaran
tersebut, wilayah ini tetap menjadi kantong suara Golkar. Memang Sulut layak
disebut sebagai basis Golkar. Saat Pemilu 1971 digelar Golkar telah mengukuhkan
dirinya sebagai pemenang mayoritas dengan meraup sekitar dua pertiga bagian
suara (69 persen). Berbagai ajang kontestasi politik selanjutnya pun kerap bertutur
semakin mengakarnya beringin di wilayah ini. Bahkan, pada pemilu terakhir pada era
Orde Baru, Pemilu 1997, suara yang terdulang tergolong fantastis: 96 persen,
Sedemikian kokohnya benteng nasionalis Golkar yang terbangun pada kurun waktu
tersebut seakan juga menutup lembaran politik masa lampau yang menggambarkan
begitu dinamisnya persaingan antar kekuatan ideologi politik di Bumi Kawanua.
Perkembangan politik di daerah sulawesi utara, pada dasarnya adalah sejalan
dengna perkembangan ketatanegaraaan dan sistem pemerintahan yang berlaku
sejak kemerdekaan negara kita sampai sekarang.
Menurut lengkong (99-115 :1973) :
Sejak proklamasi kemerdeakan pada tangga 17 agsutus 1945 sampai 1950,
daerah proponsi sulawesi utara saat itu masih merupakan wilayah NIT, namun
demikian, sebagian besar pemimpin pemimpin rakyat saat itu telah bertekad bulat
untuk menegakkan negara kesatuan republik indonesia dan menentang negara
federal NIT pada waktu itu.
Kebulatan tekad ini didukung dengan adanya gerakan-geraan pada waktu itu
yang kesemuanya menentang adanya Negara bagian NIT, yaitu sebagai berikut :
1. Terbentukkanya BPPNI pada tahun 1945 di manado
2. Terbentuknya BNI di manado, minahasa, Gorontalo dan Sangir tgl 23 Januari
1946 di Gorontalo serta meletusnya peristiwa Merah Putih di manado yang
terkenal dengan perjuangan 14 februari 1946
134
3. Lahirnya G.I.M di manado /minahasa pada tahun 1947
4. Lahirnya G.P.I pada tahun 1949
5. Terjadinya peristiwa perebutan senjata di manado antara golongan federalis
pada tanggal 3 mei 1950.
Gambar. 5.8
Batalion HV Worang saat mendarat di Manado
Sumber : Buku Sejarah SULUT 1972
Pada tanggal 10 mei 1950 mendaratlah tentara nasional indonesia (TNI) yang
pertama di manado yaitu batalion “WORANG” mempunyai effect psycologis politis di
daerah sulawesi utara dan juga selalu dapat menstabilisir situasi dan kondisi politik
pada waktu itu, sebagai akibat dari maklumat pemerintahan No X, maka mulai timbul
pula partai-partai poltik di daerah sulawesi utara yaitu seperti PSII, MASJUMI, PNI,
PARKINDO, dan lain-lain.
PKI mulai masuk pada tahun 1948 di daerah MINAHASA yang di bawah oleh
Karel Supit CS, karena daerah ini daerah surplus, mempunyai areal yang luas dan
manpower yang masih sedikit serta pula penduduknya tergolong mempunyai agama,
maka PKI sangat sulit untuk memepngaruhi secara langsung kepada penduduk di
135
sini. Sehingga target dari Karel Supit CS ialah dengan mempengarugi dari
lingkungan keluarga dan famili secara lokal (TOMPASO, KAWANGKOAN dan
Sekitarnya) dan selanjutnya menyusup melalui pendidikan/sosial/budaya dengan
dibentuknya Yayasan Bhakti (SD,SMP,dan lain-lain)
Dalam periode 1950-1955 seteah terbentuknya negar kesatuan RI terjadilah
perbahan dalam ketatanegaraan dan sistem pemerintahan di negara kita yang
samapai menggantikan UUD 1945 dengan UUDS 1950.
UUDS 1950 ini mengandung demokrasi yang dilandsai dengan paham libralisme
dan sistem kabinet parlimenter. Sampai tahun 1954, dalam konstelasi politik seperti
ini di daerah sulawesi utara suhu politik meningkat sedemikian rupa sebagai akibat
perebutan pengaruh partai –partai politik menghadapi pemiihan umum 1955.
Gambar 5.9
Pemilihan Umum 1955
136
Sumber : Buku Sejarah SULUT 1972
Pada waktu pemilu 1955, anggota –anggota konstituante/DPR Pusat untuk
SULUTTENG adalah
1. 3 orang dari partai PSII
2. 2 Orang dari partai MASJUMI
3. 2 Orang dari partai PNI
4. 2 orang dari partai PARKINDO
5. 1 orang dari Partai PKI
Pada tahun 1957 -1959 terjadi pergolakan di daerah sulawesi utara dan dengan
PEPERPU/KASAD No. 33/1958 partai-partai Politik MASJUMI, PSII, PARKINDO dan
IP-KI dibekukan. Pada waktu itu ialah pada tahun 195, PKI mendapatkan peluang
untuk perkembanganya dengan menyusup melalui beberapa kesatuan partisan anti
PERMESTA seperti FDR,GAP,BRAP. Sementara itu suhu kehidupan politik
berdasarkan pola demokrasi liberal telah sedemikian meningkatnya pengendalian
137
terhadap jalanya demokrasi yang sehat mulai terlihat, terasa kompilikasinya dan
politik tidak stabil.
Perebutan antara partai-partai politik terjadi demikian hebatnya masing-masing
untuk memperebutkan pengaruh dan kedudukan dalam lembaga-lembaga
pemerintahan, sehingga dengan demikian tidak ada stabilitasi politik dan juga tidak
stabilisasi pemerintahan.
Dalam situasi seperti ini, dikeluarkan DEKRIT Presiden tanggal 5 juli 1959 yang
berkedudukan kembali kepada UUD 1945 dan pembubaran Konstituante.
Pada waktu keluarnya DEKRIT presiden tersebut, partai-partai politik yang ada di
sulawesi utara, PNI, PSII, PARKINDO, IP-KI, KATHOLIK, MURBA, NU, PKI.
Kekuatan sosial politik sosial hasil pemilu 1955 pada waktu itu adalah sebagai
berikut :
1. PNI
2. PSII
3. PKI
4. MASYUMI
5. PSI
6. KATHOLIK
7. PARKINDO
8. PRN
9. PARTAI BURUH
10. GPP
11. BPP-RI
12. PKR
13. BAPERKI
14. MURBA
15. PRI
16. PERS – PEG. POL
17. PIR-H
18. PIR-W
19. Gerakan Banteng
20. P.W LAPIAN
21. NU
22. KPI
23. GERAKAN ANGKATAN MUDA
24. RENGKU, S
25. MOGOT
138
Gambar 5.10
Kampanye Damai Tahun 1955
Sumber : Buku Sejarah SULUT 1972
139
Tetapi ternyata bahwa maksud dari DEKRIT preseiden tanggal 5 juli 1959 tidak
terlaksana dan malahan terjadi penjajahan dan pemusatana kekuasaan serta
penyimpangan-penyimpangan yang prinsipil dari pancasila dan UUD 1945.
Keadaan ini berlangsung terus menerus sampai tahun 1965 dan yang
memuncak pada pengkhianatan G30 S/PKI yang sebelunya telah memperoleh
peluang untuk menyusun kekuatan dalam situasi yang berlaku apada waktu itu.
Dalam periode 1959-1965 segala-gaanya dipolitisir menuntur ideologi politik dari
masing-masing partai politik untuk kepentingan golongan sendiri . masyarakat dan
aparat pemerintah telah dikotak-kotakkan menurut ideologi paratai politik sehingga
dalam hal poltik memegang komando. Kepetingan masyarakat imm dan
pembangunan telah diabaikan.
Pada tahun 1960, dengan penetapan presiden No. 5 /1960 terbentuklah propinsi
administrasi Sulwesi utara dan Gubernur pertama adalah Mr. Arnold Baramuli.
Propinsi adminsitrasi ini tidak lama kemudian dibentuk menjadi propinsi otonom
SULUTTENG yaitu dengan Undang-undang No. 47 Prp, tahun 1960. Anggota DPRD
SULUTENG berjumlah 40 orang, sementara itu dalam tahun 1962, terbentuk lagi
partai politik di manado.
Partai-partai politik yang menonjol saat itu
1. PSII
2. PNI
3. PARKINDO
Pada tahun 1964 dengan undang-undang no 13 tahun 1964, propinsi
SULUTTENG dibagi menjadi 2 Propinsi Otonom yaitu Propinsi Sulawesi tengah dan
Sulawesi utara. Anggota DPR-GR Propinsi Sulawesi utara berjumlah 50 orang,
140
didasarkan pada angka-angka hasil PEMILU 1955 dan lain-lain kebijaksanaan yang
terpaksa di tempuh untuk menjamin ketenangan politik.
Pada tahun itu juga terbentuk Front Nasional (FRONAS) di daerah sulaweis
utara berdasarkan keputusan President No. 71/1964. Situasi politik masikn menjadi
panas karena PKI mulai mengajukan konspsi dan tuntutan-tuntutan untuk
Nasakominsasi DPRD, FRPNAS, BPH dan semua lembaga-lembaga pemerintah
sampai dtingkat desa. Demikian pula merekan mendakan tuntutan retooling terhadap
gubernur kepada daerah propinsi sulawesi utara dan terhadap bupati kepada darah
sagihe talaud dan minahasa pada waktu itu.
Kekuaran sosial politik saat itu dimenangkan oleh :
1. PSII
2. PARKINDO
3. PNI
Pada tahun 1965 situasi politik telah sedemikian meningkat nya dan keadaan ini
memuncak dengan pengkhiantan G30 S/PKI.
Perkembangan selanjutnya yaitu lahirnya pemerintahan orde baru pada tahun
1966 setelah menghacurkan G30 2/PKI dan meruntuhkan rezim orde lama dan
inipun terasa di daerah ini. Pemerintahan orde baru dibawa pimpinan Jenderal
Soeharto, mengadakan pemurnian kembali cita-cita kemerdekaan dan meluruskan
kembali sejarah indonesia. Selain dari pada itu pemerintah orde baru mengadakan
koreksi total terhadap segala penyimpangan dan penyelewangan yang terjadi
selama pemerintahana orde lama baik dibidang ideologi, poltik dan ketatanegaraan
maupun didalam sikap mental dan cara bekerja.
Dengan lahirnya pemerintahan orde baru, maka PKI dan Ormas-ormasnya
dinyatakan sebagai partai yang terlarang di indonesia dan penumpasan terhadap
141
sisa-sisa unsur G30 S/PKI terus menerus dilakukan. Di daerah Sulawesi Utara
terbentuk aksi-aksi massa seperti KAMI, KAPPI, KABI, dan KAGI yang mendakan
aksi-aksi dalam arankan penghacuran PKI dan antek-antok orde lama. Terhadap
kader-kdaer dan anggota simpatisan PKI diadakan penankapan dan penahanan.
Partai polltik MURBA dan PARMUSI diaktifkan kembali dan pengaruh partai
poltik PNI merosot karena pimpinan –pimpinan tidak tegas terhadap orde lama serta
kepemimipnan mantan prsedent SOEKARNO, akibatnya juga di rasakan di darah
sulawesi utara. Ajang perebutan suara Pemilu 1955 menjadi saksi. Saat itu, Sulut
terbagi menjadi dua wilayah yang menjadi basis kekuatan politik berbeda
berdasarkan karakter keagamaan yang melekat pada penduduk setempat. Di satu
sisi, wilayah barat Sulut, khususnya Bolaang Mongondow, dengan mayoritas
penduduk beragama Islam, partai-partai bercorak keislaman, seperti Masyumi,
mampu berkuasa menjadi pemenang perebutan suara. Sebaliknya, sebelah timur
Sulut, baik Minahasa, Manado, dan kawasan Kepulauan Sangihe dan Talaud yang
berpenduduk mayoritas Kristen, menjadi lahan tersubur bagi Partai Kristen Indonesia
(PARKINDO). Di antara tarik-menarik kekuatan politik antardua partai bercorak
keagamaan yang berbeda, kekuatan politik nasionalis PNI menjadi penyeimbang di
kedua kawasan. Kondisi semacam ini cukup menguntungkan bagi PNI. Di tengah
kuatnya persaingan antarkekuatan politik berbasis keagamaan, partai ini mampu
menjadi pemenang kedua perolehan suara keseluruhan Sulut setelah Parkindo.
Awal kerapuhan Masa ORDE BARU
Menurut Anung Wendyartaka (2009) :
Saat Golkar berkuasa, persaingan dua kekuataan bercorak keagamaan berakhir.
Kendati partai-partai Islam yang berfusi ke PPP masih menduduki posisi kedua
setelah Golkar di Bolaang Mongondow dan partai-partai Kristen yang berfusi dengan
partai-partai nasionalis ke dalam PDI menduduki posisi kedua di wilayah Minahasa
142
serta Sangihe dan Talaud, terpaut selisih suara yang sangat besar dengan Golkar .
Betapapun kuatnya benteng yang terbangun, celah kerapuhan mulai tampak.
Memang, fakta masih menunjukkan dominasi penguasaan beringin di Sulut. Namun,
fakta yang sama juga menunjukkan mulai menyusutnya perolehan suara Golkar dari
waktu ke waktu. Memasuki era reformasi, misalnya, tatkala pemilu multipartai 1999
digelar, menjadi titik awal pudarnya pengaruh. Perolehan suara Golkar turun drastis
di Sulut hingga tinggal 44 persen. Beruntung bagi Golkar, pada saat perolehan suara
nasional Golkar amat terpuruk, Sulut masih tergolong loyal dan menempatkan partai
ini tetap sebagai pemenang di wilayahnya.
Parahnya, pemilu selanjutnya pada saat Golkar kembali menguasai panggung
politik nasional, justru grafik penurunan persentase perolehan suara partai ini di Sulut
berlanjut. Pemilu 2004, perolehan suara Golkar tinggal sekitar 32 persen. Memang,
penurunan dalam proporsi tidak berarti kekalahan total partai ini. Dari sembilan
kabupaten dan kota, Golkar masih mampu menguasai tujuh wilayah. Penurunan ini
pun sangat mungkin dipengaruhi pemisahan Kabupaten Gorontalo, basis Golkar dari
Sulut, menjadi Provinsi Gorontalo. Namun, fenomena kemunculan partai-partai baru
pada Pemilu 2004 turut menjadi penyebab tergerusnya pengaruh Golkar. Partai
Damai Sejahtera (PDS) dan Partai Demokrat, misalnya, dua partai baru yang
langsung menyodok di urutan ketiga dan keempat perolehan suara di Sulut, masing-
masing sekitar 15 persen dan 14 persen. Di Kota Manado, Demokrat bahkan mampu
menjadi pemenang.
Menyusutnya pengaruh Golkar dengan sendirinya mulai mengubah konfigurasi
penguasaan suara. Menariknya, kondisi demikian seakan mengingatkan kembali
lembaran politik masa lampau. Pudarnya pengaruh Golkar lebih kentara di wilayah
timur Sulut, seperti sebagian Minahasa, Manado, Tomohon, dan Bitung, yang
notabene merupakan wilayah mayoritas Kristen. Di wilayah ini pula partai bercorak
kekristenan, seperti PDS, meraih suara cukup signifikan. Namun, kondisi yang sama
tidak terjadi di wilayah Bolaang Mongondow, di mana Golkar masih terlampau kuat.
143
Sekalipun mayoritas Islam, partai-partai bercorak keislaman belum mampu
menandingi pengaruh Golkar di kawasan ini.
Menuju Pemilu 2009 Susutnya perolehan suara tidak juga otomatis
mencerminkan bakal terpuruknya Golkar dalam ajang Pemilu 2009 ini. Dengan
menggabungkan antara hasil kontestasi Pemilu 2004 dan kontestasi lokal pilkada
menunjukkan, dari 13 kabupaten dan kota, tercatat lima kabupaten yang masih
tergolong solid dalam penguasaan partai ini.
Pengamat politik Sulawesi Utara, Donald Rumokoy, juga memaparkan masih
kuatnya penguasaan Partai Golkar di Sulut. Namun, ia memperkirakan, perolehan
suaranya tidak setinggi masa-masa lampau. Rumokoy yang Rektor Universitas Sam
Ratulangi Manado ini memandang berbagai ancaman tengah dihadapi partai ini.
Tak hanya dari PDI-P, Partai Demokrat, ataupun PDS, tapi juga dari partai baru,
seperti Hati Nurani Rakyat, Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Barisan
Nasional (Barnas). Kuncinya dengan menampilkan sosok yang lebih dikenal secara
positif oleh masyarakat. ”Partai-partai lain dengan figur-figur yang tidak asing di
masyarakat akan mengganggu partai yang sudah mapan,” papar Rumokoy.
Penerapan sistem suara terbanyak dalam menentukan caleg terpilih diakui membuat
hasil Pemilu Legislatif 2009 di Sulut menjadi sulit diprediksi. Masing-masing partai
berlomba-lomba mencalonkan figur-figur yang diperkirakan mampu menarik suara
masyarakat. Apalagi, kultur paternalistik masyarakat masih kuat mengakar di
sebagian wilayah Sulut, semakin menguatkan besarnya peran sosok.
Ajang kontestasi lokal pilkada sedikitnya menyingkap fenomena demikian. Bukan
sesuatu yang mengherankan apabila pasangan kepala daerah incumbent yang
notabene merupakan kader Golkar menang dalam pilkada di wilayah-wilayah
tersebut. ”Di daerah dengan tradisi dan sifat paternalistiknya masih kuat, seperti di
Bolaang Mongondow serta Sangihe dan Talaud, figur leader formal, seperti bupati
maupun wali kota dan penguasaan jajaran birokrasi, masih faktor penentu untuk
mendulang suara,” kata Rumokoy.
144
Namun, berbeda di mana karakter masyarakatnya cenderung egaliter. Dinamika
politik di daerah semacam ini relatif dinamis. Di beberapa wilayah, seperti Kabupaten
Minahasa Utara, Kota Tomohon, dan Kota Bitung, misalnya, pemenang pilkadanya
justru diusung oleh partai-partai yang tergolong kecil dan mempunyai latar belakang
sebagai pengusaha, bukan birokrasi. Konfigurasi politik semacam inilah yang
mewarnai perjalanan politik Sulut saat ini. Tidak tertutup kemungkinan, geliat politik
yang semakin dinamis akan mengubah peta politik selama ini.
Gambar 5.11
Peta Sulawesi Utara berdasarkan Sebaran Pemenang Pemilu 2004
Sumber : KPU SULUT
145
Gambar 5.12
Peta Sulawesi Utara berdasarkan Sebaran Pemenang Pemilu 1999
Sumber : KPU SULUT
146
Gambar 5.13
Peta Sulawesi Utara berdasarkan Sebaran Pemenang Pemilu 1955
Sumber : KPU SULUT
147
Gambar 5.14
Peta Sulawesi Utara berdasarkan Sebaran Pemenang PILKADA 2004
Sumber : KPU SULUT
148
Gambar 5.15
Peta Sulawesi Utara berdasarkan Pemekaran Wilayah
Sumber : KPU SULUT
149
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Deskripsi Umum Responden
Penelitian dilakukan di Fakultas Ekonomi UNSRAT Manado, tepatnya kepada
Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNSRAT program Strata 1, dengan sampel sebanyak
301 responden dari Jumlah mahasiswa yang terdaftar aktif atau dijadikan populasi
penelitian yaitu 2340 Mahasiswa. Berdasarkan data yang diperoleh, maka berikut ini
diuraikan gambaran umum responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Berikut ini adalah tabel dan Gambar presentase jumlah sampel yang diambil dari
populasi penelitian saya :
Tabel 5. 5
Presentase jumlah responden Pria dan wanita
Pria Wanita Total
44,52% 55,48% 100,00%
Sumber : Data Olahan SPSS
150
Gambar 5. 16
Presentase jumlah responden Pria dan wanita berdasarkan
Sumber : Data Olahan SPSS
Berdasarakan tabel dan gambar diatas bahwa jumlah responden pria adalah 44, 52 % atau 134 Responden, dan Wanita berjumlah 55,48 % atau 167 Responden
Berikut ini adalah tabel dan gambar dari pembagian berdasarkan jurusan di populasi yang di teliti :
Tabel 5.6Presentase jumlah responden di bedakan dari jurusan
Jurusan
Ilmu Ekonomi Manajemen Akuntansi IBA Total
10,30% 32,89% 34,55% 22,26%
100,00%
Sumber : Data Olahan SPSS
151
Gambar 5.17
Sumber : Data Olahan SPSS
Sumber : Data Olahan SPSS
Berdasarkan tabel dan gambar diatas, maka jumlah Responden yang dibedahkan
dari Jurusan yang ada di fakultas ekonomi UNSRAT – Manado yaitu Jurusan Ilmu
Ekonomi 10,31% atau 31 Responden, Manajemen 32,89 % atau 99 responden,
Akuntansi 34,55% atau 104 responden dan IBA 22,26 % atau 67 Responden.
152
5.2.2 ALUR TAHAPAN PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL
GUBERNUR PROVINSI SULAWESI UTARA
Gambar 5.18ALUR TAHAPAN PILKADA SULUT
Catatan : Alur putaran untuk tahap pertama
Sumber : KPU SULUT
153
Tahapan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
(pemilukada) untuk memilih gubernur dan wakil gubernur provinsi sulawesi utara
periode 2010 – 2015
Meliputi :
1. Penetapan Daftar Pemilih : Warga Negara Republik Indonesia yang pada hari
pemungutan suara Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur genap berumur 17
(tujuh belas) tahun atau lebih dan/atau sudah/pernah kawin mempunyai hak
memilih, Warga Negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.
2. Pendaftaran dan Penetapan Calon Gubernur/Wakil Gubernur Peserta
PEMILU Gubernur dan Wakil Gubernur adalah :
a. Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik, dan
b. Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
c. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dapat mendaftarakan pasangan calon apabila memenuhi
persyaratan perolehan sekurang‐kurangnya 15% (lima belas persen) dari
jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah
yang bersangkutan.
d. Pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai
pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Utara
apabila memenuhi syarat dukungan 5% (lima persen) dari jumlah
penduduk Sulawesi Utara.
3. Kampanye
Kampanye PEMILU Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Utara dapat
dilaksanakan dalam bentuk :
a. Pertemuan Terbatas
154
b. Tatap Muka dan Dialog
c. Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik
d. Penyiaran melalui Radio dan/atau Televisi
e. Penyebaran bahan kampanye kepada umum
f. Pemasangan alat peraga di tempat umum
g. Rapat umum
h. Debat publik/debat terbuka antar calon dan/atau ;
i. Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang‐undangan,
antara lain kegiatan deklarasi atau konvensi pasangan calon oleh partai
politik atau gabungan partai politik, acara ulang tahun/milad, kegiatan
sosial dan budaya, perlombaan olah raga, istighosah, jalan santai, tabligh
akbar, kesenian dan bazaar serta rapat umum.
4. Pemungutan Suara
Pelaksanaan pemungutan suara dimulai pukul 07.00 dan berakhir 13.00
waktu setempat. Pemberian suara untuk PEMILU gubernur dan Wakil
Gubernur dilakukan dengan mencoblos pada salah satu calon dalam surat
suara yang berisi nomor, foto, dan nama pasangan calon. Surat suara yang
dinyatakan sah ditentukan sabagai berikut :
a. Surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. Tanda Coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kolom yang memuat satu
pasangan calon, atau;
c. Tanda Coblos terdapat dalam salah satu kolom yang memuat nomor,
foto, dan nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau
d. Tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kolom yang
memuatnomor, foto dan nama pasangan calon; atau
e. Tanda coblos terdapat pada salah satu kolom yang memuat nomor, foto,
dan nama pasangan calon.
155
5. Perhitungan Suara
a. Perhitungan suara dilakukan di TPS pada pukul 13.00 waktu setempat
hingga selesai di hari pemungutan suara. Penghitungan suara
sebagaimana dimaksud, dilakukan oleh KPPS dan dapat dihadiri oleh
Saksi Pasangan Calon, Pengawas Pemilu Lapangan, Pemantau, dan
Warga Masyarakat.
b. KPPS memberikan salinan Berita Acara, Catatan Hasil Penghitungan
Suara dan Sertifikat Hasil Penghitungan Suara kepada saksi masing –
masing pasangan calon yang hadir, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
PPK melalui PPS masing – masing sebanyak 1(satu) rangkap Lampiran
Model C‐1 KWK di tempat umum.
c. PPS Setelah menerima sertifikat hasil penghitungan suara di TPS dari
KPPS langsung menempelkan hasil perhitungan suara tersebut dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya di sarana pengumuman desa/kelurahan
atau sebutan lain. Kotak suara yang masih dikunci dan disegel yang berisi
berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS diserahkan
ke PPK melalui PPS.
d. Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan dalam rapat pleno PPK
dihadiri saksi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan
Panwaslu Kecamatan. PPK membuat Berita Acara Rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan Sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur di PPK. Hal yang sama pula dilakukan di tingkat KPU Kab/Kota
dan KPU Provinsi.
156
6. Penetapan Pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur Terpilih, Pengesahan
dan Pelantikan
Penetapan pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur terpilih dilakukan lewat
Rapat Pleno KPU Provinsi Sulawesi Utara dengan didasari pada hal – hal
sebagai berikut :
a. Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih
dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai
pasangan calon terpilih.
b. Apabila ketentuan 50% jumlah suara sah tidak terpenuhi pasangan calon
Gubernur/Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan
suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
c. Dalam Hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar lebih dari 30%
(tiga puluh persen) dari jumlah suara sah terdapat lebih dari satu
pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan
calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih
luas
d. Apabila tidak ada yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
suara sah dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang
pertama dan pemenang kedua.
e. Apabila pemenang pertama sebagaimana yang tidak mencapai 30% dari
jumlah suara sah diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon
berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.
f. Apabila pemenang pertama yang tidak mencapai 30% dari jumlah suara
sah diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat
pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang
lebih luas.
157
g. Apabila pemenang kedua yang tidak mencapai 30% dari jumlah suara sah
diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan
berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
5.2.3 Hasil pembahasan terkait variabel dengan penelitian
Berdasarkan pengertian variabel-variabel yang terkait dalam penelitian saya ini,
maka prinsip arti dari ketiga variable ini dapat di terapkan dalam bidang politik
dengan memakai prinsip-prinsip marketing atau lebih dikenal dalam Political
Marketing
Brand Equity
Seperangkat aset dan keterpercayaan merek yang terkait dengan merek tertentu,
nama dan atau simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik bagi pemasar/perusahaan
maupun pelanggan. (Aaker (1997;22). dari Fenomena dan penjelasan dari Praktisi
dibidang Politisi, bisa saya simpulkan bahwa brand equity politik adalah kekuatan
suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri
yang dapat diketahui dari respon pemilih atau masyarakat terhadap Progam dan
profil dari kandidat atau partai politik. diantaranya masyarakat dapat memberikan
persepsi tentang :
1. Diferensiasi visi dan misi dari suatu kandidat, yang dapat memudahkan
pendekatan kandidat dengan para pemilihnya melalui masyarakat umum.
visi dan misi serta Tujuan dari kandidat akan benar-benar membantu
persepsi masyarakat, serta menciptakan hubungan kedekatan antara
kandidat dengan masyarakat. Masyarakat lebih banyak mengetahui arah
158
dan kebijakan dari suatu kandidat diantaranya titik berat program
kandidat di pariwisata, perikanan, pertanian, pertambangan dan lain-lain.
2. Ketersukaan terhadap kandidat diawali dengan masyarakat sadar dan
mengerti apa tujuan dan maksud kandidat serta adanya pengenalan
lebih dalam tentang profil dari kandidat. Profil kandidat begitu diperlukan
dalam pemasaran politik karena dari profil, masyarakat akan banyak tahu
tentang keadaan kandidat dari latar belakang kepribadian kandidat.
3. Kandidat di tuntut harus dekat dengan masyarakat karena jika prinsip ini
di jalankan maka masyarakat selalu tetap terasa dekat dengan kandidat.
Proses ini tidak disaat pemilihan namun proses ini berkembang sejak
lama, yaitu proses keaktifan dalam lingkungan masyarakat.
4. Kandidat yang bercitra baik dalam masyarakat akan menjadi
pertimbangan yang baik dalam pilihan masyarakat, proses pembentukan
pencitraan juga berhubungan erat dalam perilaku dari kandidat.
5. terlibat aktif dalam komunitas agamanya, ukuran ini dengan keaktifan
kandidat dalam berbagai organisasi keagamaan, apalagi punya predikat
tokoh agama akan membantu perspesi positif dari masyarakat.
6. terlibat aktif dengan komunitas lingkungan masyarakat sekitar, kandidat
dituntut untuk memberi diri dalam kegiatan kemasyarakatan contohnya
rajin terlibat dalam bersih-bersih kampung, banyak memberikan bantuan
baik moril dan moral terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat.
7. terlibat aktif dengan komunitas organisasi, kandidat aktif dalam kegiatan
organisasi-organsasi yan punya nilai positif dalam pertumbuhan kader
dewasa ini.
8. cara berpakaian dari kandidat, konstum yang rapi atau tidak rapi akan
menjadi persepsi masyarakat dalam menilai seseorang.
9. cara berkomunikasi kandidat, komunikasi hal yang baik akan banyak
membantu penilaian masyarakat kepada kandidat.
159
10. segmentasi pergaualan kandidat, cara bergaul dapat membantu
penilaian masyarakat terhadap kepribadian kandidat.
11. pola pemikiran kandidat, dalam konteks ini seringkali sulit di temui namun
hal ini menjadi hal terpenting penilaian masyarakat terhadap kandidat.
12. Asal usul dari kandidat, dalam konteks ini sangat membantu pembedaan
kandidat-dengan kandidat yang lain, contohnya suku, agama, dan ras. Di
tambahkan juga bagaimana citra kelaurga dari kandidat menjadi hal
terpenting dalam penilaian masyarakat.
13. Popularitas dari kandidat, dalam popularitas berhubungan erat dengan
gaya bergaul dari seorang kandidat, tidak terlepas juga di sertai dengan
keberhasilan-keberhasilan kandidat yang dapat membuat nama kandidat
popoler di masyarakat, dan membantu masyarakat untuk mengadakan
persepsi yang baik terhadap kandidat.
14. Konsep Visi dan Misi Kandidat berpengaruh dalam pembentukan brand
personality kandidat
15. Pidato dalam kampanye harus bertujuan baik untuk masyarakat, pidato
harus membuat masyarakat mengerti dengan jelas maksud dan tujuan
serta arah pidato serta memberikan kesan dan pesan yang tidak mudah
dilupakan oleh masyarakat, akan membantu memerikan nilai positif
dalam persepsi masyarakat.
16. saat kandidat berpidato respon masyarakat sangat merasa simpatik dan
berkali-kali melakukan tepuk tangan, akan menaikkan loyalitas terhadap
kandidat.
17. saat kandidat hadir dalam suatu acara, para masyarakat sangat senang
dan memberikan perilaku yang agak spesial terhadap kandidat
contohnya diberikan kesempatan untuk duduk didepan, memberikan
sambutan dan lain-lain, dan ini akan membantu memberikan persepsi
yang baik dari masyarakat.
160
18. disaat melakukan kampanye, kandidat mudah mengumpulkan
masyarakat dan akan dirasakan kandidat memang punya massa dan
sangat didukung masyarakat.
19. kandidat yang menjalin hubungan pertemanan dengan masyarakat dan
ini dinilai akan berpengaruh baik terhadap penilaian masyarakat.
20. Kandidat yang dipercaya oleh masyarakat akan berpengaruh baik
terhadap perspepsi masyarakat.
Brand Personality
Definisi operasional kepribadian merek merupakan karakteristik manusia yang
diasosiasikan dengan suatu merek. Kepribadian merek harus bersifat berbeda
(distinctive) dan tertanam jangka panjang di benak konsumen. Aaker (1997), dalam
penerapannya di bidang politik Brand Personality kandidat merupakan kondisi di
mana para pemilih atau masyarakat menghubungkan berbagai sifat atau
karakteristik dari seorang kandidat. Pembentukan Brand personality dituntut untuk
adanya hubungan kedekatan antara kandidat dengan masyarakat, dan proses ini
dibutuhkan waktu yang lama untuk dapat nilai secara difrensiasi pola dan perilaku
kandidat dengan yang lain, oleh karena itu kedekatan dan pergaulan dengan
masyarakat akan memudahkan penilaian persepsi dari masyarakat, proses
pembentukan brand personality diantaranya aktif dalam organisasi-organisasi sosial
kemasyarakatan, ikut berpartsisipasi dalam tindakan sosial di lingkungan sekitar,
aktif dalam pelayanan kerohanian di jemaatnya. Karena jika tidak ada hubungan
emosional atau informasi yang jelas dari lingkungan masyarakat sekitar maka
persepsi tentang brand personality sulit di nilai. Kedekatan dan keaktifan dengan
masyarakat merupakan pola ukuran yang menjadi pembedaan kandidat dengan
yang lain, dapat dilihat dari poin-poin dibawah ini :
161
1. Pemikiran kandidat harus rasional dimata masyarakat dan merupakan
pemikiran yang bertujuan baik untuk masyarakat, dengan adanya
pergaulan yang baik dengan masyarakat maka persepsi tentang
rasional berpikir dan tidak rasional dapat diketahui jelas oleh
masyarakat dari ciri-ciri kandidat serta punya tujuan yang baik dalam
pemikiran rasional untuk masyakarat.
2. Kandidat dalam perilakunya harus dikenal jujur dalam kepribadiannya.
Dalam kehidupannya sehari-hari, kandidat di kenal punya kepribadian
yang dapat dipercaya oleh masyarakat, dengan citra yang jujur oleh
masyarakat akan berpengaruh baik dalam pembentukan brand
personality yang positif.
3. Kandidat harus terkesan punya motivasi dan semangat yang tinggi dan
terkesan menarik dan lincah oleh masyarakat. Poin ini juga termasuk
yang berpengaruh di masyarakat karena jika pemimpin yang akan
dipilih sudah tidak punya semangat dan motivasi akan jadi apa bangsa
ini, oleh karena itu dari cara berkomunikasi, berpakaian dan
mengeluarkan pendapat sangat di pertimbangkan dalam poin ini.
4. Kandidat dituntut untuk punya prinsip keberanian dan berprilaku kokoh.
Berani dalam arti adanya kekokohan dalam memperjuangkan
prinsipnya, tidak dikenal mudah menyerah pada keadaan tapi punya
sifat selalu berjuang untuk pemikiran kearah yang baik.
5. Kandidat dikenal punya imajinasi yang tinggi serta mudah menyesuikan
dengan perkembangan. Kandidat dituntut cepat menyesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi pada saat ini, dewasa ini kehadiran
teknologi dan sistem komputerisasi sudah menjadi bagian pola
kehidupan zaman ini, para kandidat di tuntut untuk dapat
mengoperasikan dan jangan sampai ada kandidat yang gagap
162
teknologi, masalah teknologi hanya salah satu bagian yang terpenting
dalam hal perkembangan zaman.
6. Kandidat berkepribadian selalu menepati janji-janjinya. Dalam
kehidupan bermasyarakat kandidat di kenal dalam setiap melakukan
janji-janjinya akan selalu menepatinya, tidak terkesan obral janji saja.
7. Kandidat dikenal cerdas dan pandai, seringkali ukuran yang nilai dari
kandidat beradasarkan gelar yang dimiliki oleh kandidat, tapi
dewasanya ini dengan gelar ternyata belum cukup, gelar harus di sertai
dengan keaktifan dalam memberikan pemikiran-pemikiran dalam
diskusi-diskusi bersama dengan masyarakat, dan banyak diberikan
kesempatan dalam acara-acara untuk mewakili masyarakat dalam
sambutan-sambutanya. Konteks dalam poin ini bergantung pada gelar
dan gaya berkomunikasi dalam masyarakat.
8. Kandidat dinilai punya kesan untuk berhasil kedepan, ini jelas dapat
diasumsikan dengan citra keberhasilan dalam ruang lingkup
pekerjaannya, keadaan ekonomi dimana kandidat saat itu dikenal
berhasil dalam bidang pekerjaannya dan juga nilai dari penghargaan-
penghargaan kepada kandidat itu sendiri.
9. Kandidat punya kesan lebih baik dari yang lain oleh masyarakat.
Penilaian ini bergantung pada citra diri dari kandidat, kandidat dijadikan
icon masyarakat atau representasi atau perwakilan masyarakat dan ini
lebih dikenal dengan tokoh masyarakat. Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh kandidat dinilai lebih baik dari masyarakat lainnya, oleh
karena itu berhak menjadi pemimpin dalam suatu masyarkat.
10. Kandidat dikenal dapat menjawab kebutuhan masyarakat, ini berkaitan
dengan kepribadian dari kandidat, figur kandidat dikenal dalam
kehidupan bermasyarakat selalu dapat membantu masyarakat,
163
tindakan-tindakan sosial dalam masyarakat sangat berpengaruh untuk
pembentukan poin ini.
11. Kandidat dikenal berkepribadian yang tabah. Pada poin ini kandidat
dinilai dalam penyelesaian masalah selalu ada prinsip bijaksana dalam
pengambilan keputusan dan tabah menghadapi dinamika
dimasyarakat.
Sales promotion
Definisi Operasional sales promotion adalah suatu cara mempengaruhi konsumen
langsung agar suka membeli Produk dengan merek tertentu.” Nitisemito (1994:142).
Dalam politik, Definisi Sales Promotion menurut institute of sales promotion in
England: Sales Promotion politik terdiri dari serangkaian teknik yang digunakaan
untuk mencapai sasaran-sasaran marketing politik dengan menggunakan biaya
yang efektif, dengan memberikan nilai tambah pada produk dari suatu kandidat baik
kepada para perantara maupun masyarakat sebagai pemilih, biasanya tidak dibatasi
dalam jangka waktu tertentu atau kondisi dimana disaat kampanye. Tindakan sales
promotion berupa
1. Bantuan-bantuan dari kandidat sebelum pelaksanaan pemilihan yaitu
Bantuan dari kandidat berupa bahan-bahan pokok kepada masyarakat,
Bantuan dari kandidat kepada masyarakat berupa uang gratis, bantuan dari
kandidat kepada masyarakat berupa KTP gratis dan fasilitas-fasilitas gratis,
bantuan terhadap lembaga-lembaga sosial dan agama.
2. Janji-janji dari kandidat untuk membantu masyarakat dengan pembayaran
KTP, Biaya Listrik, Biaya Air, Biaya Kesehatan dan Uang, dan tindakan ini
masih berupa janji yang nantinya akan dijanjinya akan ditepati saat terpilih
nanti.
164
3. memberikan bantuan operasional kepada tim atau masyarakat untuk dapat
menjadi relawan yang dapat mengkampanyekan Program dari kandidat.
4. memberikan bantuan kepada pemilih yang belum terdaftar dalam daftar
pemilih tetap, agar secepatnya dapat terdaftar sebagi pemilih.
5. memberikan bantuan operasional kepada tim atau masyarakat untuk dapat
menjadi relawan yang dapat memilih kandidat.
6. Memberikan bantuan kepada Masyarakat yang dapat membantu kandidat
mencari pemilih yang belum tersentuh ataupun pemilih yang sudah akan
memilih kandidat lain.
7. Menawarkan program-program yang baru sesuai perkembangan zaman yang
seringkali dilupakan oleh semua kandidat.
8. Rajin menemui dan berkumpul dengan para pemilih militan dari kandidat
tersebut,
9. Melakukan sosialisasi cara memilih kepada masyarakat, yaitu dengan
memberikan penegetahuan kepada masyarakat untuk cara mencoblos atau
mencentang dalam pemilihan nanti.
5.2.4 Profil Kandidat Gubernur Sulawesi Utara
Gambar 5.19Calon Gubernur dari PDIP
165
Sumber : KPU SULUT
Profil Kandidat
NAMA LENGKAP : Drs. RAMOY MARKUS LUNTUNGAN
TTL : Sagerat,19 November 1952
ALAMAT :
- Pondang, Amurang,Minahasa Selatan.
- Puncak Lembah Sari Winangun,Manado.
- Sagerat,Kota Bitung.
- Tompaso,Minahasa.
- Kadoodan, Kota Bitung.
- Watudambo, Kec.Kauditan.
AGAMA : Kristen Protestan
PANGKAT : Pembina Utama(IVe)
PEKERJAAN : BUPATI MINAHASA SELATAN
PENDIDIKAN :
166
- SR
- SMP
- SLTA
- UNSRAT
- APDN Manado (1975)
- Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta (1980)
- Program Studi Jakarta Internasional Management School (JIMS) (2000)
- Program Pasca Sarjana UGM / Bidang Ketahanan Nasional (TANNAS)
KELUARGA :
Nama Istri : Hetty Mawuntu,S.Pd
Anak-anak :
1. Santy Gerald Luntungan,ST (Ketua DPRD Kota Bitung)
2. Ingrit Lambey,SS (Menantu)
3. Felda Mawuntu Luntungan,SE (Wiraswasta)
4. IIP Luntungan,M.App.Fin (City Bank Jakarta)
5. Herlina Suryanata (Menantu)
Cucu :
- Queen Saray Ruby Luntungan
- Princes Micah Sapphire Luntungan
VISI :
TERWUJUDNYA MASYARAKAT SULUT YANG SALUT (SEJAHTERA, AMAN,
LESTARI, UNGGUL, TENTRAM) KARENA SULIT UNTUK DISULUT
167
MISI :
1. Memantapkan upaya peningkatan kesejahteraan melalui pembanguna
ekonomi,kesehatan,pendidikan, sosial,sarana prasarana kepada seluruh
masyarakat.
2. mengembangkan struktur perekonomian yang berbasis pada keunggulan
kompetitif
(pertanian,perdagangan,perindustrian,pariwisata,kelautan/kemaritiman)
3. mewujudkan pemerintahan yang baik,bersih,dan kuat (good,clean and strong
Government) serta bebas KKN.
4. mengembangkan keunggulan dan kearifan local serta kemandirian
masyarakat Sulawesi Utara.
5. melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang selaras dan seimbang.
6. melestarikan lingkungan dan keserasian tata ruang.
7. mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang bersumberdaya dan berdaya
saing/handal dalam SDM serta berwawasan Global.
8. memelihara kondisi social politik,pertahan keamanan,ketentraman, dan
ketertiban masyarakat yang kondusif.
9. meningkatakan kehidupan yang rukun,harmonis,saling menghargai,dan
menghormati dalam masyarakat yang multi etnis,multi budaya,dan multi
agama.
PENGALAMAN PEKERJAAN :
1. Staf Kantor Camat Kauditan/Kasie Pemerintahan (1975-1976)
2. Kasubag penyelenggaraan PPS (Pemilu) Kec. Kauditan (1977)
3. Staf Sekwilda Tkt.II Minahasa (1977-1980)
4. Tugas Belajar di IIP Jakarta (1978-190)
168
5. Staf Sekwilda Tkt.II Minahasa (1980-1981)
6. Camat Kauditan (1981-1983)
7. Camat Bitung Tenga,Kotif Bitung (1983-1989)
8. Sekretaris Kotif Bitung/Pj.sekwilda Kodya Bitung (1989-1980)
9. Assisten Adm.Umun dan Kesra Sekwilda Minahasa (1990-1993)
10. Pembantu Bupati Wilayah Tonsea (1993-1996) ,Beberapa kali merangkap
jabatan camat (Dimembe: mei-agustus 1993,Airmadidi:agustus-
november1993,Wori:mei-agustus 1994)
11. Kepala Biro Organisasi Dan Tata laksana Propinsi Sulawesi Utara(1997-
1998)
12. Sekretaris Daerah Kabupaten Minahasa (1998-2003)
13. Pj.Bupati Minahasa Selatan (2003-2005)
14. Bupati Minahasa Selatan (2005-2010)
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Pelatih Karate APDN Manado (1972-1975)
2. Dan Yon X Menwa APDN Manado (1973-1975)
3. Tim Persatuan Sepakbola Kantor Gubernur/APDN
4. Ketua Pengcab Pertina Bitung (1987-1992)
5. Ketua Pengcab IPSI Bitung (1988-1992)
6. Pengurus ORARI cabang Bitung (YD 8 TRL)
7. Tim Kerja Pembentukan Kota Bitung (1990)
8. Ketua Kontingen Kejurnas FORKI Junior SuLUT( Surabaya 1990)
9. Sekretaris SATLAK PB Gunung Lokon (1991)
10. Ketua Panitia HUT Minahasa (1992)
11. Ketua Pengcab PASI Minahasa(1994-1998)
12. Ketua Panitia Pra PON XV Zona V Karate
169
13. Sekretaris MIPI Propinsi Sulawesi Utara
14. Ketua Harian PERSMIN (2000-2003)
15. Ketua Harian Pengda PORDASI SULUT
16. Sertifikat Joki dan Pelatih Nasional PORDASI
17. Majelis Sabuk Hitam FORKI Sulut (Dan 1)
18. Pengurus Daerah POR MAESA SULUT
19. Penatua PKB GMIM “Bukit Moria” Sasaran Tondano (2000-2004)
20. IKAL KRA XXXV LEMHANAS RI,JAKARTA
21. Ketua Umum HKTI Kabupaten MInahasa Selatan (2006-2010)
22. Ketua Dewan Rempah Indonesia Kabupaten Minahasa Selatan (2007-2010)
23. Ketua IKATAN ALUMNI MENWA Sam Ratulangi-Sulawesi Utara (2009-2014)
24. Anggota Dewan Pembina Alumni IIP Jakarta (2009-2014)
25. Dewan Pembina Forum Komunikasi Purna Praja
KURSUS / PENATARAN / PRESTASI
1. SEPACAD ABRI Bandung PUSDIKIF/PPI Bandung (1976)
2. TAR P4 Tipe A (120 Jam) : Tingkat Instansi Pusat Depdagri,Jakarta
3. TAR P4 Kabupaten MInahasa (6 Angkatan)
4. TAR 1 Atap TRIPIKA(1981,1982,1983) tingkat Sulut Di manado.
5. TAR Camat Se-Indonesia,Jakarta (1982)
6. Juara 1 Lomba Kecamatan Tingkat Sulut (1982)
7. Camat Teladan Sulut 1982
8. Juara 1 TAR Camat Se-SULUT (1982)
9. TAR PKMD (Pembangunan Kesehatan MAsyarakat Desa) tingkat
Kabupaten
10. Seminar Metode Tumou Tou(T2/ST4) BP7 Tingkat 1 Sulut
11. TAR 1 Atap TRIPIKA Tiap Tahun di Manado (1984-1988)
12. TAR Top KIE BKKBN SULUT Di Manado
170
13. TAR Bangdes/UKDP tingkat 1 Sulut
14. TAR Waskat Tingkat 1 Sulut
15. TAR Masalah Perkotaan
16. TAR PKMD/Posyandu
17. Tar Operasional Pemerintahn Desa Tingkat 1 SULUT
18. TAR AGRARIA/PPAT
19. SUSPIM Pemdagri Secapa TNI AD Hegarmana Bandung,
20. TAR PTUN Tingkat 1 SULUT di MANADO DAN UP Pada peresmian
Kodya Bitung Ol;eh Mendagri (1990)
21. SEPADYA X DEPDAGRI Ujung Pandang (1991)
22. TERPADNAS XXV Jakarta (1992)
23. Seminar Mapatda Komputerisasi Jakarta (1992)
24. Seminar Forum Komunikasi PAN Jakarta,Palu,Surabaya.
25. Seminar Penyusunan Renstra/Telstra Bakornas Penaggulangan Bencana
di Kantor Menko Kesra Jakarta.
26. Seminar Anjab,Etos Kerja dan Waskat BM-LP3M Jakarta (1992)
27. Pelatihan COPLANER DEPDIKBUD,Cisarua Bogor (1991,1992,1993)
28. SESPANAS Diklat SPAMEN LAN RI JAKARTA (1995-1996)
29. Komandan Upacara pada even-even Propinsi Dan Nasional.
30. TAR P4 (TOT) Tingkat Prop.Sulut di MBH (1996)
31. Kunjungan Kerja Ke luar Negeri : Singapura, Malaysia, Taiwan,
Hongkong, China, Macau, Jepang, Belanda, Belgia, Perancis, Jerman,
Filipina, (Davao,GS,Manila) , Bangkok, Australia
32. Penceramah/Narasumber dalam berbagai seminar sosial,
Ekonomi,Politik,Pertanian,dilingkungan,Akademisi,
pemerintahan,organisasi politik,LSM,dan Sosial kemasyarakatanpada
even daerah maupun Nasional.
33. KRA XXXV LEMHANAS RI Jakarta.
171
34. Studi Strategi dalam Negeri dan dalam Negeri SSDN/SSW
PENGHARGAAN
1. Satya Lencana Karya Satya XX Tahun 2002 Oleh Presiden RI
2. Satya Lencana Pembangunan Tahun 2004 oleh Presiden RI
3. Satya Lencana Kepramukaan tahun 2004
4. Komandan Upacara Pada Pengukuhan Pamong Praja Muda STPDN
Angkatan XII tahun 2004 (IRUP Presiden RI Megawati Soekarno
Putri)
5. Penghargaan Lencana Adhitya Karya Mahatva Yudha Utama Karang
Taruna (2004)
6. Penghargaan dari KPU Atas sekses Pelaksanaan Pemilu (2004)
7. Penghargaan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
atas Penyampaian LAKIP tahun 2005 tepat waktu (2006)
8. Penghargaan Manggala Karya Kencana dari Presiden RI bidang KB
(2007).
9. Lencana Melati dari Presiden RI bidang kepramukaan (2007)
10. Bintang Legiun veteran Republik Indonesia dari Pengurus Pusat LVRI
(2007)
11. Penghargaan widya Krama dari Prseiden RI bidang pendidikan (2007)
12. Satya Lencana Wira Karya bidang Pertanian (2007)
13. Penghargaan Ketahanan pangan dari Presiden RI tahun 2007
14. Penghargaan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negra atas
Penyampaian LAKIP tahun 2007 tepat waktu(2008)
15. Penghargaan Pamong Award dari Menteri Dalam Negeri RI (2008)
16. Satya Lencana Pendidikan (2008)
17. Penghargaan Ketahanan Pangan Ke-2 Dari Presiden RI (2008)
172
18. Penghargaan dari Deputi Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Bidang akuntabilitas Aparatur atas penyampaian LAKIP tahun
2008 (2009)
19. Penghargaan Akutila dari Kejaksaan Agung RI (2009)
20. Penghargaan Presiden dalam Bidang peningkatan Produksi Beras
Nasional (P2BN) tahun 2009
21. Penghargaan PK3 oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(2009).
Gambar 5.20Calon Gubernur dari GOLKAR
Sumber : KPU SULUT
Profil Pribadi
Nama Lengkap : Drs. Stefafanus Vreeke Runtu
Tempat Tanggal Lahir : Tondano, 22 Desember 1958
Pendidikan terakhir : Sarjana (S1)
173
Alamat Lengkap : Desa Tonsea Lama Kecaman Tondano Utara
Statur perkawinan : kawin
Profil Keluarga
Nama Istri : Norma Zeny Luntas
Tempat tanggal lahir : Tondano, 6 September 1960
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama anak : Careig naichel Runtu
Okstesi Prisilia Karoline Runtu
Karir dan Jabatan
1. Anggota DPRD Tingkat II kabupaten Minahasa 1987-1992
2. Anggota DPRD Tingkat II Kabupaten Minahasa 1992-1997
3. Anggota DPRD Tingkat II Kabupaten Minahasa 1997-1999
4. Wakil Ketua DPRD Tingkat II Kabupaten Minahasa 1999-2002
5. BUpati Minahasa 2003 – sekarang
Organisasi Non Pemerintah
1. Anggota Pemuda Panca Marga (PPM) LVRI Kab Minahasa 1982 - Sekarang
2. Anggota ORARI Kabupaten Minahasa 1983 - Sekarang
3. Ketua Senat Mahasiswa STISIPOL Merdeka Manado 1984-1986
4. Wakil Ketua DPD II AMPI Kabupaten Minahasa 1985-1990
5. Wakil Ketua DPD I KNPI Kabupaten Minahasa 1986-1989
6. Ketua DPD II Generasi Muda (GM) KOSGORO Kabupaten Minahasa 1986-1991
7. Wakil Ketua DPD I Generasi Muda (GM) KOSGORO SULUT 1986-1991
8. Wakil Ketua DPD II AMPI Minahasa1989-1993
9.Wakil Ketua DPD Pengurus daerah kolektif KOSGORO 1991-1996
174
10.Ketua bidang Koperasi , Pengurus daerah (PDK) KOSGORO SULUT 1993-1998
11. Ketua Dewan Paripurna Pemuda Panca Marga Kabupaten Minahasa 1994-1998
Gambar 5.21Calon Gubernur dari Partai Gabungan
Sumber : KPU SULUT
Profil Kandidat
Nama lengkap : dr. Elly Engelbert Lasut, ME
Tempat, Tanggal Lahir : Manado, 28 Oktober 1969
Pekerjaan : Bupati Kabupaten Kep. Talaud
Alamat : Melonguane - Talaud
Profil Keluarga
Nama Isteri : Telly Tjanggaulung
Pekerjaan : Bupati Kabupatan Minahasa Tenggara
Anak : Hillary Brigita Lasut
175
Riwayat Pendidikan
SD Katolik Siti Fatimah Gorontalo
SMP Frater Ujung Pandang
SMA Negeri 2 Manado
S1 - Fak. Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
S2 - Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi ( Magister Ekonomi Pembangunan )
S3 - Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Bandung (Pogram Administrasi Publik)
Pangalaman Organisasi
Tahun 1992 - 1995 Ketua Umum Senat Mahasiswa FK Unsrat
Tahun 1996 - 1999 Fungsionaris KNPI Prov. Sulut
Tahun 1999 - 2000 Ketua HIPMI Manado
Tahun 2000 - 2002 Ketua HIPMI Sulut
Tahun 2000 - 2009 Ketua DPD Partai Golkar Kab. Talaud
Riwayat Pekerjaan
Tahun 1996 - 1999 Kepala Puskesmas Kec. Rainis
Tahun 2000 - 2003 Program Beasiswa Pendidikan Spesialis Penyakit Dalam RSUP
Malalayang
Tahun 2003 - 2004 Ketua DPRD Kab. Talaud
Tahun 2004 - 2009 Bupati Kabupaten Talaud
Tahun 2009 - 2014 Bupati Kabupaten Talaud Periode ke II
Pengalaman Dalam & Luar Negeri
Tahun 2006 Head Of Indonesia Delegation at Local Government Forum BIMP -
EAGA ( Bato Philippines)
176
Tahun 2008 Pembicara dalam pertemuan Internasional Lulusan Universitas
Germany ( Germany Alumni )
Tahun 2008 Pembicara mewakili Pemerintah Indonesia dalam Pertemuan
Pemerintah Malaysia - Indonesia di Jakarta yang diselenggarakan oleh Kementrian
PDT ( Jakarta )
Tahun 2008 Pimpinan Delegasi Negosiasi Kerjasama Pendidikan dengan
Pemerintah Australia, IDP, AUSAID, dan Perwakilan Perguruan Tinggi ( Australia )
Strategi yang dilakukan oleh kandidat ini yaitu bantuan beasiswa pendidikan anak-
anak dan bantuan lanjut usia, kegiatan ini menjadi strategi jitu dari kandidat ini,
dalam sekali mengumpulkan massa bisa puluhan ribu. Pola pendekatan dengan
memberikan bantuan namun dengan punya tujuan yang mulia memberi warna dan
strategi yang menakutkan kepada kandidat-kandidat yang lain.
Sebagai seorang kader Golongan karya yang maju dari partai gabungan menjadikan
kandidat ini berpotensi akan memecah kosentrasi dari pemilih tradisional golongan
karya, kekuatan dari kandidat juga karena kandidat ini berasal dari minahasa, dan
punya kekuatan di daerah talaud dan minahasa tenggara, karena kedua kabupaten
terakhir yang disebutkan adalah wilayah kepemimpinan dari kandidat dengan istri
dari kandidat.
Dalam melakukan strategi pemenangan,
Gambar 5.22Calon Gubernur dari DEMOKRAT
177
Sumber : KPU SULUT
B I O D A T A
I. DATA PRIBADI
N a m a Drs. Sinyo Harry Sarundajang
Tempat,Tanggal Lahir Kawangkoan, 16 Januari 1945
A g a m a Kristen Protestan
J a b a t a n Gubernur Sulawesi Utara
A l a m a t Jl. 17 Agustus, Kompleks Bumi Beringin
Kelurahan Bumi Beringin Kecamatan
Wenang Kota Manado
II. DATA KELUARGA
Nama Isteri Ny. Deetje Adelin Sarundajang Laoh
Tambuwun
Tempat,Tanggal Lahir Manado, 6 Nopember 1948
Anak 1. Steven J. Sarundajang
2. Vanda D. Sarundajang
178
3. Fabian R Sarundajang
4. Eva C. Sarundajang
5. Shinta Sarundajang
Cucu 7 (tujuh) Orang
III. RIWAYAT PENDIDIKAN
A. PENDIDIKAN FORMAL
1. S.R KOTAMOBAGU 1957
2. S.R FRATER TOMOHON 1959
3. SMP KRISTEN KAWANGKOAN 1960
4. SMA NEGERI KAWANGKOAN 1964
5. Sarjana Muda Universitas Sam Ratulangi Manado Fakultas
Sosial dan Politik Jurusan Administrasi Negara 1968
6. Sarjana Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Jurusan Fakultas
Ketatanegaraan dan Ketataniagaan 1970
7. Ahli Administrasi Teritorial pada Institut Internasional
Administration Publique Francaise (tugas belajar Depdagri)
1975-1976
8. Doktor pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
B. DIKLAT PENJENJANGAN
1. Struktural
a. SESPANAS Angkatan V Tahun 1986
b. LEMHANAS KSA VIII Tahun 2000 (predikat sangat memuaskan)
2. Non Formal
Kursus Dalam Negeri
1) Kursus Land Reform dan Tataguna Tanah Tahun 1972,Jakarta
179
2) Kursus Dasar Intel Depdagri atas Kerjasama dengan Bakin Tahun 1972,
Jakarta.
3) Penataran P-4 Tingkat I Propinsi Tipe A Angkatan I Tahun 1979, Manado.
4) Study Pembangunan Indonesia Tahun 1979.Pembawa Makalah pada
seminar Tanah Perkotaan Dan Tata Ruang tahun 1986, Jakarta.
Tarpadnas Tahun 1989, Jakarta.
5) Lokakarya Tanah dan Perkotaan/Kapet Manado 1998.
6) Kursus Luar Negeri
7) Certificate Asseduite Cours de Perfectionement du Francais Universite de
Nice ,Tahun 1976, Perancis
8) Sertifikat Development Administration. Group School of Public Birmingham
University, Inggris, Mei-Juni 1994
9) Sertifikat Institute for Housing and Urban Development Studies, Juli-
Agustus 1994, Rotterdam Nederland
10) Sertifikat Executive Management Program di Universitas of Pittsburg,
Amerika Serikat, Mei-Juni 1995
11) Sertifikat Executive Program in Health Financing and Managed Care The
University of California, UCLA, Amerika Serikat, Mei-Juni 1996.
12) Seminar / Simposium Di Dalam Negeri Menandatangani Memorandum of
Understanding (MoU) Sister City Bitung and Davao City bersama Mayor of
Davao City disaksikan oleh Presiden Ramos 24 September 1993 di
Manado
13) Mengikuti Kongres IULA-ASPAC tentang Peranan Pemerintahan Daerah
Dalam Pelaksanaan Deklarasi ASPAC 25 s/d 28 September di Jakarta.
14) Seminar yang diselenggarakan oleh IULA (International Union of Local
Authorities) Seksi Asia-Pasific, membawakan makalah tentang Otonomi
Daerah Dalam Prospek Internasional, bulan Juli 1999 di Jakarta.
180
15) Seminar / Simposium Di Luar Negeri Mengikuti Kongres International
Union of Local Authorities (IULA) ke 28 Tahun 1978 di Italy, Roma dan
membawakan Makalah yang berjudul Strengthening of Local Government
in Indonesia mewakili kota-kota di Indonesia.
16) Mengikuti kongres International Union of Local Authorities (IULA) ke 29
Tahun 1989 di Australia, Perth.
17) Mengikuti Komisi dagang Propinsi Sulawesi Utara, Tahun 1989, Davao
Philipina.
18) Mengikuti Forum International (IULA) se dunia Tahun 1989 di Belgia.
19) Mengikuti Negosiasi Paket P3PK Tahun 1990 di Amerika Serikat,
Washington DC.
20) Ditugaskan mengikuti sidang (ESCAP) tahun 1992, di RRC Beijing sebagai
Wakil Walikota se Indonesia
21) Mengikuti Investment Tour Tahun 1992, Taiwan Hongkong, Jepang dan
Korea Tahun 1992.
22) Mengikuti Marine Pollution Exercise (MARPOL) antara Indonesia-Philipina
Tahun 1992 di Davao City.
23) Mengikuti Kongres ke 31 International Union of Local Authorities (IULA) se
dunia pada tanggal 12 s/d 17 Juni 1993, Toronto Canada dan
membawakan makalah yang berjudul Human Resources development in
Local Government in Indonesia.
24) Mengikuti Business Conference di Davao City, 7 s/d 11 Oktober 1993
sebagai penjabaran gagasan BIMP-EAGA.
25) Mewakili Walikota se Indonesia, mengikuti Kongres Dunia IULA ke 32 di
Denhaag Nederland 3 s/d 7 September 1995
26) Mengikuti Marine Pollution Exercise (MARPOLEX) antara Indonesia,
Jepang, dan Philipina di Cebu City Tahun 1995.
27) Mengikuti Executive Training WHO di USA 1996.
181
28) Mengikuti 12th Annual International Incubators di Monterey California, USA
25 s/d 28 Juni 1997.
29) Sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam Perundingan Pembahasan
Lintas Batas Malaysia – Indonesia di Kuala Lumpur Tahun 2000.
30) Sebagai Ketua Delegasi Indonesia dalam Perundingan Pembahasan
Lintas Batas Papua New Guinea–Indonesia di Jayapura Tahun 2001.
31) Mengikuti Conference on Asia Pacific Group on Money Laundering di
Kuala Lumpur Tahun 2001. di Brisbane Tahun 2002 dan di Macao Tahun
2003.
32) Sebagai Member of Indonesian anti Money Laundering 2001. Mengikuti
Conference on Financing For Terrorism di Hongkong Tahun 2002.
33) Sebagai Speaker pada The Inaugural Asia Pacific Homeland Security
Summit and Exposition di Honolulu Hawaii, USA, 2003.
34) Mengikuti International Consortium on Government Financial
Management/World Bank Institute di Washington DC, USA, 2003
IV.KARYA TULIS / PUBLIKASI
1. Menulis suatu hasil karya dalam bentuk buku yang berjudul Pemerintahan
Daerah di Berbagai Negara diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan Jakarta
1997.
2. Menulis suatu hasil karya dalam bentuk buku yang berjudul Arus Balik
Kekuasaan Pusat ke Daerah diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan Jakarta
1999.
3. Menulis suatu hasil karya dalam bentuk buku yang berjudul Birokrasi Dalam
Otonomi Daerah Upaya Mengatasi Kegagalannya diterbitkan oleh Pustaka
Sinar Harapan Jakarta 2003.
182
4. Menulis suatu hasil karya dalam bentuk buku yang berjudul PILKADA
Langsung diterbitkan Tahun 2003.
5. Menulis suatu hasil karya dalam bentuk buku yang berjudul Sistem
Pemerintahan Daerah diterbitkan Tahun 2005.
V. RIWAYAT PANGKAT
TMT Pangkat /Gol Ruang
01-12-1971 Penata Muda Tata Praja, III/a
01-04-1974 Penata Muda Tata Praja Tingkat I, III/b
01-01-1976 Penata Tata Praja, III/c
01-04-1979 Penata Tata Praja Tingkat I, III/d
01-04-1983 Pembina, IV/a
01-10-1987 Pembina Tingkat I, IV/b
01-10-1991 Pembina Utama Muda, IV/c
01-10-1995 Pembina Utama Madya, IV/d
01-10-1999 Pembina Utama, IV/e
VI.RIWAYAT PEKERJAAN
TMT Jabatan
1. 23-03-1971 Dosen Luar Biasa Fakultas Sospol Universitas Sam Ratulangi
Manado Mata Kuliah Ilmu Politik
2. 12-02-1973 Sekretaris Tim Screening Propinsi Dati I Sulawesi Utara
3. 31-03-1974 Dosen Luar Biasa Akademi Pemerintahan Dalam Negeri Manado
Mata Kuliah Administrasi Negara
4. 19-04-1974 Kepala Sub Direktorat Kampol Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
5. 19-09-1974 Panitia Pengawas Pelaksana Lintas Batas RI dan Philipina
Propinsi Sulawesi Utara sebagai Sekretaris II
183
6. 01-06-1977 Diangkat sebagai Kepala Biro Pemerintahan pada Kantor
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
7. 01-09-1977 Wakil Koordinator Tim Pelaksana Operasi Tertib (OPSTIB)
Propinsi Tingkat I Sulawesi Utara
8. 02-02-1978 Pj. Sekwilda Tingkat II Minahasa
9. 30-04-1981 Kepala Biro Penyelenggara pada Sekretaris Pemilihan Dati I Sulut
10. 17-07-1981 Sekretaris Panitia Dati I Sulut untuk Keanggotaan DPRD I Dalam
Pemilu 1982
11. 29-09-1981 PJ. Karo Bina Pemerintahan Daerah Kantor Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara disamping Jabatannya sebagai Kepala Biro
Penyelenggara PPD Tingkat I Sulut
12. 17-02-1983 Sekretaris Panitia Pemeriksa Keanggotaan DPRD Tingkat I
Sulawesi Utara
13. 17-03-1983 Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II Minahasa (untuk kedua Kali)
14. 17-01-1986 Walikota Bitung (Kota Administratif Bitung)
15. 10-10-1990 Pj. Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bitung
16. 07-12-1991 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bitung (Definitif, Masa
Jabatan Pertama)
17. 07-12-1996 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bitung (untuk kedua kali
sampai dengan tahun 2000)
18. 07-05-1999 Ketua Harian Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET) Manado Bitung (Keputusan Presiden RI Nomor 129/M
Tahun 1999 sampai Tahun 2000)
19. 03-03-2000 Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Bidang
Strategis
20. 14-02-2001 Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri (sampai Tahun
2005)
21. 23-03-2002 PJ. Gubernur Maluku Utara 2002
184
22. 27-11-2002 PJ. Gubernur Maluku 2003
23. 2005 Gubernur Sulawesi Utara
VII. Tanda Jasa/Penghargaan
Tahun Tanda Jasa/Penghargaan
1. 1987 Dari Menteri Dalam Negeri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum
2. 1988 Dari Menteri Dalam Negeri sebagai Peserta Tarpadnas
3. 1990 Penghargaan dari Dewan Harian Nasional Angkatan 45
4. 1992 Penghargaan Dari Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
KAMABICAK Kotamadya Dati II Bitung
5. 1993 Dari Pimpinan Pusat Bintang Legiun Veteran RI
6. 1995 Dari Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN Tanda
7. Penghargaan Manggala Karya Lencana
8. 1995 Dari Presiden Republik Indonesia Penghargaan Satya Lencana
Wirakarya
9. Dari WHO Award For Health Education, Dana Sehat/ Asuransi Kesehatan
10. 1995 Dari Menteri Koperasi dan PKK, Piagam Bakti Koperasi dan Pengusaha
Kecil
11. 1995 Dari Menteri Negara Perumahan Rakyat, Penghargaan Persemian
Massal Pembangunan Perumahan Pemukiman dalam rangka 50 Tahun
Kemerdekaan R.I
12. Dari Presiden Republik Indonesia, Tanda Penghargaan Anugerah Aksara
13. 1996 Dari Presiden Republik Indonesia, Tanda Satya Pembangunan Bidang
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.
14. 1997 Dari Presiden Republik Indonesia, Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun
15. 1997 Dari Menteri Sosial Republik Indonesia, Penghargaan atas Pembinaan
dan Pengembangan Karang Taruna didaerahnya
185
16. 1999 Dari Departemen Luar Negeri Republik Philipina, atas Perjanjian
Hubungan Kerjasama Indonesia-Philipina (BIMPEAGA)
17. tanggal 18 September 1999 Dari Presiden Republik Indonesia Satya Lencana
Karya Satya 30 Tahun
18. 2002 Dari 21st Century Award For an Achievement of International
Biographical Center of Cambridge England, in Recognition of Outstanding
Achievement in Field of Governance
19. 2003 Dari WHO'S WHO in The World Twentieth Edition 2003, sebagai Out
Standing Government Official in Indonesia
20. 2004 Dari American Biographical Institute (ABI) ; The Governor's Award
Penghargaan semasa menjadi Pejabat Gubernur Maluku dan Gubernur Maluku
Utara
21. 2004 Dari Presiden Republik Indonesia Tanda Kehormatan Bintang Jasa
Utama tanggal 14 Agustus 2004
22. 2006 Dari Presiden Republik Indonesia, Penghargaan Penyampaian Lakip
Tahun 2005 tepat waktu
23. Dari Yayasan Penghargaan Indonesia, sebagai Figure Governance Of
Indonesia Achievement 2006-2007 tanggal 30 Juni 2007
24. Dari Pimpinan Pusat Kolektif Kosgoro 1957 2008 Dari Presiden Republik
Indonesia, Tanda Penghargaan Provinsi Yang Memiliki Perda tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tanggal 17 Juli 2008 di
Istana Negara
25. 2008 Dari Menteri Pendidikan Nasional RI, Tanda Penghargaan Percepatan
Pemberantasan Buta Aksara Tahun 2006-2008, tanggal 08 September
26. 2008 Dari Presiden RI, Tanda Penghargaan Citra Pelayanan Prima
27. Tahun 2008 tanggal 31 Oktober 2008 Dari Menteri Dalam Negeri RI, Tanda
Penghargaan Gubernur Berprestasi Awards Tahun 2008
186
28. Dari Presiden Republik Indonesia, Tanda Penghargaan Ketahanan Pangan
Tingkat Nasional Tahun 2008 tanggal 18 Desember 2008
29. 2009 Dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Tanda Penghargaan
Pelopor Serikat Anti Pengangguran tanggal 06 Februari 2009
30. 2009 Dari Presiden Philipina, Presidential Citation tanggal 03 April 2009
31. Dari Menteri Keuangan RI, The Best Management Keuangan Pemprop Se-
Indonesia tanggal 04 Mei 2009
32. Dari Presiden RI, Dalam Keberhasilan Meningkatkan Produksi Padi Sebesar
5,10% Dari Tahun 2007 Sampai Dengan Tahun 2008, tanggal 8 Juni 2009
Calon Gubernur Sulawesi Utara dari partai Demokrat itu, mempunyai pengalaman
yang luar biasa dalam karirnya, selain pengalaman yang menjadi kekuatan dalam
analisis SWOT, karir sebagai Gubernur SULUT 2005-2010 menjadi kekuatan
tambahan atau dikenal sebagai incumbent, sebagai seorang birokrat murni figur
Sinyo Harry Sarundajang dikenal pernah memegang jabatan eksekutif baik Walikota
Bitung, Pjs Gubenur Maluku utara.
Keberhasilan pelaksanaan World Ocean Confference dan City Summit 2010 di
Sulawesi Utara menambah lengkap profil kandidat ini. Keberhasilan ini yang menjadi
Icon dalam suksesi Gubernur SULUT 2010, ditambah lagi SHS dikenal sebagai
bapak anti Korupsi” dengan keberhasilan mendapatkan penilaian Wajar tanpa
pengecualian oleh BPK RI terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara.
Partai Demokrat mengambil sikap untuk menjadi partai pendukung dalam
memenangkan kandidat ini, yang juga lebih dikenal partainya Pak SBY. Konsultan
politik sekelas VOX Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia bergabung untuk
memenangkan SHS-BERHASIL atau Sinyo Harry Sarundajang bersama Djouhari
Kansil melengkapi kekuatan dari pasangan ini, dengan membawa membawa slogan
“Membangun tanpa korupsi”, slogan ini sengaja dipasang ketika makin banyak para
187
pejabat ditangkap karena keterlibatan dalam kasus-kasus korupsi di Sulawesi Utara,
dan slogan ini dinilai tepat oleh konsultan politik dalam memenagkan pasangan ini.
Beberapa kader partai lain rela siap dipecat demi mendukung kandidat ini,
diantaranya benny ramdani dkk, menjadi tambahan kekuatan kandidat ini. Apalagi
sebagian wilayah dipimpin oleh para bupati dan walikota yang dinilai loyal terhadap
kandidat ini. Konsep arah tujuan kampanye berbicara banyak tentang pembangunan
dibidang pemerintahan dan pariwisata, konsep ini kelebihannya dengan kandidat
yang lain, bahwa kandidat ini nilai berhasil dari penghargaan-pernghargaan yang
diterima. Strategi promosi lewat media massa Sulawesi utara dinilai sangat baik
dalam melakukan pencitraan, dari promosi kegiatan internasional beserta kejadian-
kejadian yang terjadi di Sulawesi utara makin menghiasi sinergitas pola
kepemimpinan kandidat ini.
Klarifikasi tentang berita–berita miring sangat cepat dilakukan, publikasi yang
besar-besaran lewat media secara cepat dan tepat mengemas berita-berita tentang
kandidat ini. Strategi konsolidasi yang baik dilakukan kandidat dengan para
organisasi-organisasi kemasyarakatan dan LSM sehingga makin kecil kemungkinan
untuk pencederaan nama terhadap kandidat.
Pola dan strategi yang sangat imajinatif dan bersinergi dilakukan oleh konsultan
politik kandidat ini sehingga persepsi yang sangat baik dari masyarakat tercipta,
sehingga secara popularitas dan elektabilitas pasangan ini mengungguli para
kandidat lain. Pada slogan-slogan kandidat ini, penerapan ilmu marketing politik jelas
terlihat, diantaranya demi memudahkan nama kandidat di singkat SHS BERHASIL,
ada juga Semua Harus Sekolah, Semua Harus Sejahtera, Sulut harus Sarundakang,
dan masih banyak lagi pola penerapan strategi yang dipakai.
188
5.2.5 Pembahasan keterkaitan variabel dengan kandidat Gubenur SULUT 2010
A. Ramoy markus Luntungan
menurut pengamatan penulis dari metode survei yang dilakukan bahwa kandidat ini
dalam memenangkan pilihan kandidat Gubernur SULUT 2010. Dilihat dari variabel
Brand Personality,
Pada nilai kejujuran dan kepercayaan masyarakat, sampel yang memilih kandidat ini
umumnya dinilai sangat setuju dengan kandidat harus jujur dimata masyarakat,
dengan kata lain bahwa kandidat ini dianggap sangat jujur dalam informasi yang
dikatakan kepada masyarakat.
Pada nilai punya keberanian dan kekokohan dalam memperjuangkan prinsipnya,
sampel yang memilih kandidat ini umumnya dinilai sangat setuju dengan nilai ini,
dengan kata lain bahwa kandidat ini dinilai punya keberanian untuk bertarung
dengan para kandidat yang lain, yang selama ini pernah menjadi gurunya dan
pimpinan eksekutifnya.
Pada nilai punya imajinasi yang tinggi serta dapat menyesuaikan dengan zaman,
sampel yang memilih kandidat ini umumnya bervariatif, dengan kata lain bahwa
pendukung kandidat ini menilai bahwa kandidat ini sebagian merasa bahwa punya
imajinasi yang tinggi dan ada juga yang menilai kurang mempunyai imajinasi yang
tinggi
Pada nilai tergolong tokoh masyarakat atau tokoh agama, serta menjadi icon dari
masyarakat, sampel yang memilih kandidat ini umumnya setuju, dengan kata lain
bahwa yang memilih kandidat ini merasa bahwa kandidat ini adalah tokoh
masyarakat atau tokoh birokrat yang punya segmentasi yang sama dengan kandidat
yang lain.
Pada konsep pemebrian bantuan sebelum pemilihan, sampel yang memilih kandidat
ini umumnya jawaban bervariatif, dapat diartikan bahwa para pendukung kandidat ini
189
mempunyai jawaban yang berbeda-beda dalam bentuk dukungan kepada kandidat
ini, atau ada yang suka dan ada yang tidak suka dengan bantuan.
Pada konsep sales promotion lainnya jawaban dari sampel yang memilih kandidat ini
beragam-ragam yang dapat disimpulkan bahwa umumnya tidak memerlukan strategi
promotion namun peranan tim atau massa yang akan bekerja aktif atau pemilih aktif
sangat memerlukan topangan bantuan demi untuk memenangkan kandidat ini.
Pada brand equity umumnya jawaban dari sampel yang memilih kandidat setuju dan
sangat setuju dengan cara ini, dapat diartikan bahwa kandidat harus benar-benar
melaksanakan pola dan strategi ini untuk meningkatkan pembentukan brand equity
dari kandidat.
B. Stevanus Vreeke Runtu
menurut pengamatan penulis dari metode survei yang dilakukan bahwa kandidat ini
dalam memenangkan pilihan kandidat Gubernur SULUT 2010. Dilihat dari variabel
Brand Personality,
pada brand personality, pilihan sampel yang sangat setuju ada para keberanian dan
kekokohan, kandidat harus tergolong tokoh agama, serta kandidat dinggap tabah
dan bijaksana, asumsi dari pendapat para pendukung kandidat ini, bahwa pilihan
untuk keberanian, tokoh agama serta bijaksana sangat lekat dengan kandidat ini,
maka segmentasi pada bidang ini akan dimanfaatkan oleh kandidat ini, namun pada
nilai lainnya pilihan sampel terlihat bervariatif
namun pada sales promotion, umumnya sampel yang mendukung pilihan ini
menggagap sangat setuju dan setuju untuk strategi ini, maka asumsi saya bahwa
pemilih dari kandidat ini terkesan sangat suka mendapatkan bantuan atau janji-janji.
Pada brand equity umumnya jawaban dari sampel sangat bervariatif atau dengan
kata lain bahwa pilihan mereka dalam segemntasi ini masih sulit dibaca dan terkesan
pemilih mengambang.
190
Dari hasil penggambaran variabel dan hasil survei dari persepsi mahasiswa, bahwa
kandidat ini kurang begitu punya segmentasi pasar yang jelas mengakibatkan tingkat
popularitas yang baik tidak dapat didukung dengan tingkat elektabilitas yang kurang
baik. Namun kekuatan pemilih tradisional golongan karya akan lebih menguatkan
kandidat ini, makanya jawaban untuk khusus personality kandidat sulit terbaca dan
kemingkinan pilihan itu ada pada pemilih tradisional yang tidak melihat kandidat tapi
melihat partai pendukungnya.
C. Elly Engelbert Lasutmenurut pengamatan penulis dari metode survei yang dilakukan bahwa kandidat ini
dalam memenangkan pilihan kandidat Gubernur SULUT 2010. Dilihat dari variabel
Brand Personality,
pada nilai brand personality umumnya jawaban ada pada setuju dan ragu-ragu,
dengan kata lain bahwa mengigat kandidat ini masih terlampun muda maka pilihan
mereka lebih banyak terletak kepada rasionalisasi berpikir dan keberanian untuk
bertarung dengan kandidat lain, ini terbukti bahwa umumr yang muda bukan jadi
jaminan untuk tidak bisa berpolitik.
Pada nilai keberhasilan atas pekerjaannya sehari-hari jawaban sangat bervariatif
dalam artian bahwa belum bisa jadi tolak ukur untuk kandidat ini menjadi kandidat
Gubernur yang berhasil
Pada sales promotion umumnya jawaban ada pada sangat setuju, dari pemebrian
bantuan dan strategi pendeketan financial kepada tim, asumsi saya bahwa militansi
dari pendukung kandidat ini dikarenakan bantuan-bantuan yang membuat
popularitas dan elektabilitas kandidat ini sangat diperhitungkan oleh kandidat lain
karena strategi sales promotion sangat dianggap baik oleh para sampel yang
memilihnya.
Pada nilai brand equity kandidat ini memperlihatkan variasi yang berbeda-beda atas
pilihan ini, oleh karena itu asumsi saya kekuatan sales promotion bisa berpengaruh
191
dan juga tidak bisa berpengaruh terhadap keputusan dalam memilih. Strategi yang
dilakukan kandidat ini dinilai sangat high cost karena kosentrasi pada sales
promotion, namun jika financial yang baik akan membuat kandidat ini menang
karena masyarakat banyak yang menyukai dengan cara ini.
D. Sinyo Harry Sarundajang
menurut pengamatan penulis dari metode survei yang dilakukan bahwa kandidat ini
dalam memenangkan pilihan kandidat Gubernur SULUT 2010. Dilihat dari variabel
Brand Personality,
pada rasionalisasi pemikiran dan program, sampel yang memilih kandidat ini
umumnya sangat setuju dengan program kandidat secara rasional dapat di capai,
saya sebagai penulis berpendapat bahwa umumnya masyarakat percaya dengan
program-program kandidat ini dapat dicapai dalam periode kepemimpinan
berikutnya.
Pada nilai kejujuran dan kepercayaan masyarakat, sampel yang memilih kandidat ini
umumnya dinilai setuju dengan kandidat harus jujur dimata masyarakat, dengan kata
lain bahwa kandidat ini dianggap jujur dalam informasi yang dikatakan kepada
masyarakat.
Pada nilai imajinasi yang tinggi dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan,
sampel yang memilih kandidat ini menunjukkan keberpihakan yang dominan untuk
sangat setuju, dalam artian bahwa sampel yang memilih kandidat ini menilai kandidat
ini sangat berimajinasi tinggi dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan
Pada nilai ketokohan dalam masyarakat sampel yang memilih kandidat ini
menunjukkan keberpihakan yang dominan untuk sangat setuju,dalam artian bawah
sampel yang memilih kandidat ini menilai kandidat ini merupakan tokoh dalam
masyarakat.
192
Pada nilai keberhasilan kandidat dalam kehidupan sehari-hari, sampel yang memilih
kandidat ini menunjukkan keberpihakan yang dominan untuk setuju,dalam artian
bawah sampel yang memilih kandidat ini menilai kandidat ini berhasil dalam
pekerjaannya sehari-hari atau pekerjaan sebagi Gubernur incumbent.
Pada nilai Kandidat awalnya harus menjadi icon dalam masyarakat, sampel yang
memilih kandidat ini menunjukkan keberpihakan yang dominan untuk sangat
setuju,dalam artian bawah sampel yang memilih kandidat ini menilai kandidat ini
menjadi Icon dari masyarakat Minahasa, dari Pekerja Birokrat dan Penganut Agama
Kristen.
Dilihat dari varibel sales promotion yaitu
Pada nilai pemberian bantuan langsung kepada masyarakat atau money politik, saat
sebelum pemilihan sampel yang memilih kandidat ini menujukkan pada
keberagaman penilaian dari yang setuju dan tidak setuju terhadap konsep ini, dalam
artian bahwa strategi yang dilakukan kandidat ini tidak semuanya dilakukan dengan
bantuan langsung, karena terdapat sebagian yang tidak setuju dengan konsep ini,
atau bisa disebutkan dalam arti pemilih rasional
Pada nilai janji untuk diberikan bantuan kepada masyarakat, saat sesudah pemilihan,
sampel yang memilih kandidat ini menujukkan penilaian dari yang setuju atas konsep
ini, dalam artian pemillih menyukai bantuan dari kandidat setelah selesai memilih
atau konsep menghargai atau pernghargaan atas pilihan mereka terhadap kandidat
ini.
Pada nilai pemberian bantuan operasional dan lain-pain pada sales promotion,
jawaban dari sampel yang memilih kandidat ini bervariasi, dalam artian ada yang
menyukai dan ada yang tidak suka dengan konsep money politik atau sebagainya.
Dalam artian kandidat ini harus mengetahui jelas dengan mengadakan Segmentasi
dan targeting terhadap pola strategi ini.
Pada penilaian tentang konsep program-program baru serta rajin mengumpullkan
para pemilih militant dari kandidat ini dan sosialisasi tentang pemilihan, jawaban dari
193
sampel yang memilih kandidat ini dominan memilih untuk sangat setuju, dalam artian
konsep program yang baru dan pertemuan-pertemuan dengan massa militant sangat
diperlukan oleh pendukung kandidat ini, apalagi dengan ditambahkan metode
sosialisasi cara pencoblosan atau pencetangan sebelum pemilihan.
Pada variabel brand equity dapat dilihat yaitu
Pada variabel ini pilihan dari kandidat yang memilih kandidat ini bervariasi diantara
sangat setuju dan setuju terhadap semua pernyataan dalam kuisioner ini kecuali
pada penilaian kumpul-kumpul massa dinilai sangat bervariasi, dalam artian bahwa
transparansi dan kejujuran baik kepribadian figur dari kandidat dengan strategi
kampanye yang dilakukan harus benar-benar diketahui oleh masyarakat, dan
masyarakat akan memilih kandidat yang punya infromasi yang cepat dan tepat
terdistribusi ke masyarakat di nilai dekat dengan masyarakat, kecuali kumpul-kumpul
massa, masyarakat berasumsi beragama-ragam untuk pernyataan ini.
Dengan beberapa pola dan strategi dilihat dari ketiga variabel ini dan juga dengan
hasil servei bahwa kandidat ini dianggap akan memenangkan pemilihan Gubernur
SULUT 2010 pada tahap pertama atau dengan kata lain satu kali lari. kemungkinan
untuk kalah sangat kecil dikarenakan dari hasil survei yang dilakukan dari persepsi
mahasiswa tingkat elektabilitas pasangan ini terlampau sendirian dipuncak
meninggalkan para pesaing-pesaingnya. Kekalahan yang hanya terjadi jika ada
persepsi buruk seketika atau black campaigne terhadap citra diri dilihat dari masalah
korupsi, namun ini sangat sulit terjadi karena berbagai penghargaan untuk masalah
pemberantasan korupsi telah di raihnya.
5.2.6 Uji Kualitas Data
a. Pengujian Validitas
194
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab IV mengenai
pengujian validitas, maka hasil uji validitas dengan taraf signifikan sebesar
5% dan jumlah responden sebanyak 60 orang sebagai responden awal,
angka kritis dari r tabel (tabel r product moment) pada lampiran 4 yang
diperoleh adalah sebesar 0,254. Selanjutnya dengan menggunakan bantuan
Software SPSS Version 17.0 maka hasil print out olahan data seperti yang
ada pada lampiran 4 (Correlations) memperlihatkan bahwa koefisien korelasi
Pearson (Pearson Correlations) yang diperoleh secara keseluruhan semua
angka korelasi yang dihasilkan lebih besar dari r tabel yaitu sebesar 0,254
maka dapat dikatakan bahwa keseluruhan pertanyaan yang ada dalam
kuesioner dinyatakan valid.
Berdasarkan hasil pengujian validitas ini, maka dapat dikatakan
bahwa alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kuesioner dapat diandalkan dan mampu mengukur serta menjawab secara
keseluruhan apa yang menjadi masalah dalam penelitian ini. Hal ini
dibuktikan dengan hasil pengujian validitas di atas yang menyatakan bahwa
secara keseluruhan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner
dinyatakan valid dan bisa dipakai untuk memecahkan rumusan permasalahan
yang ada mengingat hasil koefisien korelasi yang diperoleh lebih besar dari r
tabel.
b. Pengujian Reliabilitas
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam Bab IV bahwa
metode pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan analisis Reliability
melalui metode Cronbach Alpha yang diukur berdasarkan skala alpha 0
sampai dengan 1. Ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasi seperti
pada Tabel 4.1 di Bab IV. Setelah data diolah dengan menggunakan bantuan
195
Software SPSS Version 17.0 untuk menguji tingkat reliabilitas, maka output
yang dihasilkan dapat dilihat pada lampiran 4.
Dari pengujian tingkat reliabilitas seperti yang disajikan pada lampiran
4, maka pada bagian Relliability Statistics terlihat nilai Cronbach’s Alpha
untuk variabel X1 = 0,771 ; Cronbach’s Alpha untuk variabel X2 = 0,792 ;
Cronbach’s Alpha untuk variabel Y = 0,833 dengan N of Items atau butir
pertanyaan untuk masing-masing variabel sebanyak 10 pertanyaan. Jadi,
oleh karena nilai cronbach’s alpha hasil output untuk variabel keseluruhannya
berdasarkan tabel (Tabel 4.2.) maka tingkat reliabilitasnya adalah reliabel dan
sangat reliabel.
Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas ini, maka dapat dikatakan
bahwa secara keseluruhan jawaban yang diberikan responden melalui
kuesioner dapat dipercaya dan dapat diandalkan untuk dilakukan analisis
data, dimana tingkat reliabilitasnya adalah realibel dan sangat reliabel. artinya
jawaban yang diberikan responden melalui kuesioner dapat dipercaya dan
dapat diandalkan karena sudah sangat sesuai (reliabel) dengan keadaan dan
kenyataan yang terjadi di lapangan serta sudah sangat sesuai dengan apa
yang diharapkan akan terjadi.
5.2.7 Hubungan pengaruh signifikan antara variabel X1 Brand Personality terhadap variabel Y Brand Equity
Berdasarkan perhitungan SPSS 17.0 pada lampiran 5, besarnya pengaruh
Brand Personality terhadap pembentukan Brand Equity adalah sebesar 23, 7 % dan
sisanya sebesar 76,3% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain (є1) atau dalam artian
Brand personality berpengaruh signifikan terhadap pembentukan Brand Equity
Berdasarkan pengolahan data secara regresi linear berganda dengan
menggunakan program SPSS 17,0 diperoleh persamaaan Diperoleh persamaaan
196
Y = a + bX adalah Y = 14.6 + 0.584X1. Konstanta 14.6 menyatakan bahwa jika tidak
ada Brand Personality, maka Brand equity bernilai 14,6. Dari persamaan di atas
dapat diketahui bahwa perubahan brand equitys untuk setiap pertambahan satu unit
brand Personality adalah sebesar 0,584.
5.2.8 Hubungan pengaruh signifikan dan Analisa Regresi Linear berganda antara Variabel X2 Sales Promotion, terhadap variabel Y Brand Equity
Berdasarkan perhitungan SPSS 17.0 pada lampiran 5, besarnya pengaruh Sales
Promotion terhadap pembentukan Brand Equity adalah sebesar 24, 5 % dan
sisanya sebesar 75,5% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain (є1).
Berdasarkan pengolahan data secara regresi linear berganda dengan
menggunakan program SPSS 17,0 diperoleh persamaaan Y = a + bX adalah Y =
15.452 + 0.622 X2. Konstanta 15,452 menyatakan bahwa jika tidak ada Sales
Promotion, maka Brand Equity bernilai 15,452. Dari persamaan di atas dapat
diketahui bahwa perubahan brand equity untuk setiap pertambahan satu unit sales
promotion adalah sebesar 0,622.
5.2.9 Mengukur Koefisien Korelasi (R)
Berdasarkan perhitungan SPSS 17.0 pada lampiran 5, jelas terlihat bahwa
Pengaruh Brand Personality terhadap brand Equity yaitu 0,487 atau 48,7 % dan
Sales Promotion terhadap brand Equity yaitu 0,495 atau 49,5 %
Dapat diartikan bahwa :
a. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.487 yang artinya menunjukkan
hubungan korelasi subtansial dengan antara Brand Personality terhadap
Brand Equity (Y). Sementara
197
b. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.495 yang artinya menunjukkan
hubungan korelasi subtansial dengan antara Brand Personality dengan Brand
Equity (Y)
5.2.10 Mengukur Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan perhitungan SPSS 17.0 pada lampiran 5, terlihat jelas bahwa
pengaruh variabel Brand Personality dan Sales Promotion terhadap Brand Equity
adalah sebesar 36.1% sedangkan sisanya 63.9% dipengaruhi oleh variabel lain.
5.2.11 Analisa Regresi Linear berganda Pengujian Hipotesis secara Simultan (Uji F)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama
berpengaruh secara signifikan / tidak terhadap variabel terikat.
Apabila Fhitung < Ftabel (n-k-1) maka Ho diterima dan Ha ditolak
Apabila Fhitung > Ftabel (n-k-1) maka Ho ditolak dan Ha diterima
Berarti bersama-sama variabel X1, X2 berpengaruh terhadap variabel Y.
Hipotesa :
C. Ho = b1 = b2 = 0 (Aspek Brand Personality, Sales Promotion tidak berpengaruh
terhadap Brand Equity)
D. Ha = b1 = b2 ≠ 0 (Aspek Brand Personality, Sales Promotion berpengaruh
terhadap Brand Equity)
Hasil :
Fhitung = 0.00
Ftabel = 301-2-1 diperoleh 300
198
Nilai signifikansi dari uji F diperoleh nilai signifikansi < 300 (0.00<300), maka Ho
ditolak yang artinya Ha diterima dimana Aspek Brand Personality dan Sales
Promotion berpengaruh terhadap Brand Equity.
5.2.12 Analisa Regresi Linear berganda Pengujian Hipotesis secara parsial (Uji t)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
Hipotesa :
Ho : β1 = 0 (Aspek Brand Personality tidak berpengaruh terhadap Brand Equity
Ha : β1 ≠ 0 (Aspek Brand Personality berpengaruh terhadap Brand Equity)
Ho¹ : β2= 0 (Aspek Sales Promotion berpengaruh terhadap Brand Equity)
Ha¹: β2 ≠ 0 (Aspek Sales Promotion terhadap keputusan pembelian)
Jika probabilitas thitung dan ttabel lebih kecil pada alpha 0,05 maka hipotesis null (Ho)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima
Jika probabilitas thitung dan ttabel lebih kecil pada alpha 0,05 maka hipotesis null ¹ (Ho¹)
ditolak dan hipotesis alternatif¹ (Ha¹) diterima.
HASIL :
1. Pengujian Koefisien Variabel “Brand Personality” (β1)
T hitung diperoleh 7.347 dan signifikansi 0.00
T table diperoleh pada signifikansi 0.05/2 = 0.025 dengan derajat kebebasan
df = n-k-1 = 301-2-1 atau 298. Hasil diperoleh 1.960
Karena thitung =7.347 > ttabel =1.960, maka Ho ditolak, artinya Ha diterima
199
Nilai Signifikansi X1 = 0.00 < α = 0.05 (0.00<0.05), berarti Ho ditolak dan Ha
diterima dimana Brand Personality berpengaruh terhadap Brand Equity
2. Pengujian Koefisien Variabel “Sales Promotion” (β2)
T hitung diperoleh 7.610 dan signifikansi 0.00
T table diperoleh pada signifikansi 0.05/2 = 0.025 dengan derajat kebebasan
df = n-k-1 = 301-2-1 atau 298. Hasil diperoleh 1.960
Karena thitung =7.610 > ttabel =1.960, maka Ho ditolak, artinya Ha1 diterima
Nilai Signifikansi X1 = 0.00 < α = 0.05 (0.00<0.05), berarti Ho ditolak dan Ha1
diterima dimana Sales Promotion berpengaruh terhadap Brand Equity
5.2.13 Hasil Survei Pilihan Gubenur dari responden
Tabel 5.7
Presentase pilihan Gubenur SULUT secara keseluruhan
Pilihan Calon Gubernur SULUT
RML SVR E2L SHSBelum
Menentukan Pilihan
Total
16,61%
7,31%
29,90%
38,87% 7,31% 100,00
%
Sumber : Hasil Olahan Data SPSS 17,0 (2010)
200
Gambar 5.23
Sumber : Hasil Olahan Data SPSS 17,0 (2010)
Tabel 5.8Presentase pilihan Gubernur dilihat dari pilihan Pria dan Wanita
Pilihan Untuk Calon Gubernur
Total RML SVR E2L SHSBelum
Menentukan Pilihan
Jenis Kelamin
Pria 6,64% 3,32%
14,29%
16,28% 3,99% 44,52%
Wanita 9,97% 3,99
%15,61
%22,59
% 3,32% 55,48%
Total 16,61%
7,31%
29,90%
38,87% 7,31% 100,00
%
Sumber : Hasil Olahan Data SPSS 17,0 (2010)
201
Gambar 5.24Presentase pilihan Gubernur dilihat dari pilihan Pria dan Wanita
RML SVR E2L SHS Blmhan.M.Pilihan
0.00%5.00%
10.00%15.00%20.00%25.00%
PriaWanita
6.64%3.32%
14.29% 16.28%
3.99%
9.97%
3.99%
15.61%
22.59%
3.32%
Sumber : Hasil Olahan Data SPSS 17,0 (2010)
Tabel 5.9Presentase Pilihan Gubenur dilihat dari pilihan perjurusan
Pilihan Untuk Calon Gubernur
TotalRML SVR E2L SHS
Belum Menentuka
n Pilihan
Jurusan Responde
n di FEKON
Ilmu Ekonomi 1,99% 1,66
% 3,65% 2,99% 0,00% 10,30%
Manajemen 5,65% 1,33
% 9,97% 12,29% 3,65% 32,89%
Akuntansi 4,65% 2,33%
10,96%
14,29% 2,33% 34,55%
IBA 4,32% 1,99% 5,32% 9,30% 1,33% 22,26%
Total 16,61%
7,31%
29,90%
38,87% 7,31% 100,00
%
Sumber : Hasil Olahan Data SPSS 17,0 (2010)
202
Gambar 5.25Presentase pilihan Gubernur dilihat dari pilihan Pria dan Wanita perJurusan
RMLSVR
E2LSHS
Blm. Mnntkn Plhn
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
1.99%
1.66%
3.65%
2.99%
5.65%
1.33%
9.97%
12.29%
3.65%
4.65%
2.33%
10.96%
14.29%
2.33%
4.32%
1.99%
5.32%
9.30%
1.33%
Ilmu Ekonomi
Manajemen
Akuntansi
IBA
Sumber : Hasil Olahan Data SPSS 17,0 (2010)
203
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. a. Brand personality kandidat merupakan kondisi di mana para pemilih
menghubungkan berbagai sifat atau karakteristik dari seorang kandidat
meliputi gambaran tentang profil kandidat dilihat dari tiingkat kejujuran,
semangat, manfaat, keberanian, kreatifitas, kreatifitas, menjawab kebutuhan
masyarakat, memberikan kepercayaan kepada masyarakat, harus terkesan
pandai, mempunyai kelebihan lebih banyak dibandingkan kandidat lain,
mempesona, tabah dan sabar dalam menghadapi masalah
b. Sales promotion politik yaitu serangkaian teknik yang digunakaan untuk
mencapai sasaran-sasaran marketing politik dengan menggunakan biaya
yang efektif, dengan memberikan nilai tambah pada produk dari suatu
kandidat baik kepada para perantara maupun msayarakat sebagai pemilih,
biasanya tidak dibatasi dalam jangka waktu tertentu, diantaranya tindakan
dari kandidat/tim kampanye diantaranya pemberian bantuan ke Masyarakat
sebelum dan janji setelah PILKADA, merangsang team sukses agar
program dapat terdistribusi baik ke pemilih, merangsang relawan untuk ikut
mengkampanyekan segala program, memotivasi para tim
sukses/relawan/pemilih militan untuk bekerja memenangkan suatu kandidat,
pemilih yang belum tersentuh, mendekati pemilih yang sudah pasti,
pelatihan saksi, dan sosialisasi cara memilih kepada pemilih
c. Brand equity Politik adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat
diketahui dari respon pemilih terhadap kandidat atau partai politik. Jadi
brand equity politik adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah
atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon
pemilih atau masyarakat terhadap Progam dan profil dari kandidat atau
204
partai politik meliputi Kandidat yang mengerti dengan dirinya dan
programnya akan memudahkan pendekatan kepada pemilih yang sevisi dan
semisi dengannya, Jika pemilih semakin sadar dan lebih mengenal
kandidat, lama-kelamaan pemilih akan timbul rasa suka terhadap kandidat,
Jika pemilih dekat dan mengenal kandidat, maka kehadiran kandidat akan
selalu dirasakan, Kualitas kandidat akan di perhitungkan pemilih jika ada
dalam persepsi pemilih, Rasa simpati, Rasa suka, menentukan kesetiaan
masyarakat terhadap kandidat.
2. Bahwa hasil pembahasan Hipotesis 1 yaitu Brand Personality di duga
berpengaruh signifikan terhadap Brand Equity, Jawabannya Benar berpengaruh,
disebabkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.487 yang artinya menunjukkan
hubungan korelasi subtansial dengan antara Brand Personality dengan Brand
Equity (Y). Sementara besarnya pengaruh Brand Personality terhadap
pembentukan brand Equity adalah 23, 7 % dan sisanya sebesar 76,3%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain (є1). Berdasarkan pengolahan data secara
regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS 17,0 diperoleh
persamaaan Y = a + bX adalah Y = 14.6 + 0.584X1, yaitu Konstanta 14,6
menyatakan bahwa jika tidak ada Brand Personality, maka brand equity bernilai
14,6. Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa perubahan brand equity
untuk setiap pertambahan satu unit brand Personality adalah sebesar 0,584.
3. Bahwa hasil pembahasan Hipotesis 2 yaitu sales promotion di duga berpengaruh
signifikan terhadap brand equity, Jawabannya Benar berpengaruh, disebabkan
Berdasarkan tabel tersebut, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.495 yang
artinya menunjukkan hubungan korelasi subtansial dengan antara Brand
Personality dengan Brand Equity (Y). Sementara besarnya pengaruh Brand
Personality terhadap pembentukan brand equity adalah 24, 5 % dan sisanya
sebesar 75,5 % dipengaruhi oleh variabel-variabel lain (є1). Berdasarkan
205
pengolahan data secara regresi linear berganda dengan menggunakan program
SPSS 17,0 diperoleh persamaaan Y = a + bX adalah Y = 15.452 + 0.622 X2,
Konstanta 15,452 menyatakan bahwa jika tidak ada sales promotion, maka
Brand Equity bernilai 15,452. Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa
perubahan brand equity untuk setiap pertambahan satu unit sales promotion
adalah sebesar 0,622.
4. Dalam pengujian Hipotesis Koefisien Regresi, dengan hasil yaitu Pengaruh
variabel Brand Personality dan Sales Promotion terhadap brand equity adalah
sebesar 36.1% sedangkan sisanya 63.9% dipengaruhi oleh variabel lain
1) Nilai signifikansi dari uji F diperoleh nilai signifikansi < 3.00 (0.00<3.00), maka
Ho ditolak yang artinya Ha diterima dimana Aspek Brand Personality dan Sales
Promotion berpengaruh terhadap Brand Equity.
2) Nilai Signifikasi Uji T
i. Pengujian Koefisien Variabel “Brand Personality” (β1) yaitu Nilai
Signifikansi X1 = 0.00 < α = 0.05 (0.00<0.05), berarti Ho ditolak dan Ha
diterima dimana Brand Personality berpengaruh terhadap Brand Equity
ii. Pengujian Koefisien Variabel “Sales Promotion” (β2) yaitu Nilai Signifikansi
X1 = 0.00 < α = 0.05 (0.00<0.05), berarti Ho ditolak dan Ha1 diterima
dimana Sales Promotion berpengaruh terhadap Brand Equity.
5. Hasil Survei yang saya lakukan lewat kuisioner penelitian saya pada Sekitar
Bulan Juli 2010 untuk pilihan Gubernur Sulawesi Utara dari Mahasiswa Fakultas
Ekonomi – Manado yaitu Ramoy Markus Luntungan 16,61 %, Stevanus Vreeke
Runtu 7,31 %, Elly Engelbert Lasut 29,90 % dan Sinyo Harry Sarundajang 38,87
%, sementara yang tidak menentukkan pilihan 7,31 %, dan bisa di simpulkan
Perilaku Sebagian besar Mahasiswa akan memilih Sinyo Harry Sarunjang Pada
Pemillihan Gubernur Sulawesi Utara dan Tingkat keikutsertaan memilih sangat
tinggi Mencapai 92,69 % sedangkan yang akan tergolong dalam golongan putih
ataupun belum ada pilihan sekitar 7,31 %.
206
6.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, adapun saran yang diajukan
penulis, antara lain :
1. Kemenangan seringkali sulit didapatkan berbagai kandidat karena tidak
memperhatikan faktor-faktor diatas diantaranya Pengaruh brand personality
dan sales promotion. Perencanaan yang tepat dan komunikasi politik yang
berjalan lancar akan memudahkan marketing politik dari suatu kandidat. Dari
hasil penelitian ini, sebagai peneliti saya melihat pengaruh masing-masing
brand personality dan sales promotion begitu signifikan dalam membangun
brand equity seorang kandidat, bahkan sangat berpengaruh dan harus di
pikirikan oleh seorang konsultan marketing politik kepada kandidat disaat
pencalonan sebagai Gubernur Sulawesi Utara, dengan brand equity yang
tinggi dengan memperhatikan faktor-faktor brand personality dan sales
promotion dari kandidat, akan mengakibatkan kandidat berpeluang besar
untuk dipilih, Harus diakui dengan adanya brand equity yang tinggi bagi
kandidat akan mengeluarkan cost saat kampanye yang lebih kecil,
komunikasi politik antara kandidat, Tim sukses dan Pemilih akan lebih mudah
terjalin baik, Pemilih lebih mudah loyal kepada kandidat yang memakai
Strategi menaikkan Brand Equity dan juga akan melidungi kandidat dari
berbagai black campaigne tentang dirinya.
2. Hasil penelitian diatas juga membuktikan bahwa pengaruh signifikan dari
kandidat terletak pada brand personality kandidat, dengan kata lain bahwa,
rekaman jati diri kandidat masa lampau tetap berpengaruh terhadap
pembangunan brand equity seorang kandidat, dan berbagai tindakan sales
promotion kandidat disaat pra kampanye dan kampanye akan menaikkan
popularitas dan elektabilitas kandidat.
207
3. Pembangunan Brand Equity ternyata lebih signifikan disaat pengaruh sales
promotion di perkuat dibandingkan dengan brand personality walaupun angka
signifikan hanya berbeda sangat kecil, yaitu dengan kata lain tindakan
konsultan politik disaat mengadakan program-program yang menyentuh
kepada rakyat akan lebih berpeluang dengan mengubah persepsi pemilih
tingkatan ilmu menengah ke atas (Mahasiswa) atau para kaum intelektual,
diantaranya juga kegiatan money politik dan pelatihan para tim Sukses
secara professional, punya lembaga survei dan konsultan politik yang baik .
4. Pilihan populasi mengenai pilkada Gubernur SULUT 2010 dari penelitian
saya, lebih dipengaruhi pada Rekaman jati diri dari kandidat ketimbang
strategi sales promotion, ternyata populasi lebih melihat pada aktivitas
kandidat masa lampau atau profil dari kandidat. Walaupun angka signifikansi
tidak berbeda jauh. Oleh kerena itu saran saya, pendekatan money politik
akan sedikit dikalahkan dengan pendekatan ketokohan atau penjualan profil
kandidat kepada pemilih, karena diakui sisi ketokohan masih berlaku dan
lekat di Sulawesi Utara.
5. Pada pemilih tingkatan rasional atau kaum berintelektual akan cenderung
hadir dan mengikuti pemilihan Gubernur 2010, dan pilihan masyarakat
cenderung memilih Incumbent, walaupun presentase jumlah Piilihan lebih
mengarah pada Sinyo Harry Sarundajang dan Elly Engelbert Lasut. Pilihan ini
berdasarkan Populasi pada sampel saya yaitu Mahasiswa yang umumnya
tinggal di Kota Manado. Hasil dari penelitian ini juga membuktikan bahwa
pilihan dari penelitian ini bahwa setiap pasangan calon mendapatkan suara
signifikan disebabkan karena Brand Personality dari masing-masing calon
yang dikenal adalah Kepala Daerah atau bisa dikatakan punya rekaman jati
diri yang baik, sehingga menaikkan Brand Equity dari pasangan calon.
6. Saran yang bisa saya sampaikan kepada
208
a. Ramoy Markus Luntungan dan Hamdi Paputungan yaitu peningkatan
dibidang sales promotion harus lebih dimaksimalkan karena pilihan dari
sampel saya tergolong rendah. Popularitas yang baik tidak akan
mendongkrak pilihan ketersukaan dari pemilih jika metode-metode
kampanye yang kurang up to date atau tidak modern.
b. Stevanus Vreeke Runtu dan Marlina Moha Sihaan yaitu pada pasangan
ini menurut hasil survei saya berbanding sama dengan pilihan pemilih
mengambang dan bisa dikatakan sangat kecil dan terkecil dari semua
pasangan calon, analisa saya berbagai media dan strategi marketing
sudah baik, namun pilihan ini terbagi dengan kehadiran Elly Engelbert
Lasut yang sama-sama adalah kader Golongan Karya, dan nilai
ketersukaan atau pilihan dari pemilih lebih khusus kaum intelektuan di
Kota Manado tidak akan berbeda jauh dengan hasil perhitungan nanti
kedepan.
c. Elly Engelbert Lasut dan Henny Wullur, menurut saya adalah pasangan
Fenomenal yang begitu mudah menaikkan popularitas dan elektabilitas
dari pasangan ini, posisi runner up dari hasil pilihan sampel saya
menandakan bahwa sales promotion yang dilakukan dari konsultan politik
mereka begitu baik, namun ini akan berpengaruh terhadap cost politik
yang begitu tinggi, dengan kata lain kekuatan finansial akan berpengaruh
besar dari kemenangan dari pasangan calon ini walaupun kekuatan
Brand personality ikut juga berpengaruh, rekaman jati diri harus sesuai
dengan strategi kampanya dari calon ini, agar suara kedepan akan
signifikan.
d. Sinyo Harry Sarundajang dan Djouhari Kansil yaitu pasangan yang sudah
diduga akan menang, karena reputasi yang baik dari seorang Gubernur
dan ditambahkan sosok low profile dari calon wakilnya, menurut saya
stretagi dari pasangan ini hanya tetap mempertahankan ritme dan agak
209
meningkatkan pada sales promotion atau pada peningkatan cost
kampanye karena tindakan sales promotion erat kaitannya dengan cost ,
karena menurut survei dari lembaga-lembaga independent lainnya mulai
mengarah pada penurunan elektabilitas.
.
210