undesensus testis

45
BAB I LAPORAN KASUS I.1 Identifikasi Nama : Selamet Umur : 10 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Bangsa : Indonesia Alamat : Palembang Pekerjaan : Pelajar MRS : 01 Mei 2010 I.2 Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) Keluhan Utama: Pada kantong kemaluan hanya ada satu buah zakar. Riwayat Perjalanan Penyakit: Sejak lahir penderita hanya memiliki satu buah zakar di sebelah kanan. ± 3 tahun yang lalu SMRS ibu penderita baru menyadari timbul benjolan pada lipat paha kiri, nyeri(-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : Tidak ada 1

Upload: ryandy

Post on 15-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Undesensus Testis

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identifikasi

Nama : Selamet

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Alamat : Palembang

Pekerjaan : Pelajar

MRS : 01 Mei 2010

I.2 Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)

Keluhan Utama:

Pada kantong kemaluan hanya ada satu buah zakar.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak lahir penderita hanya memiliki satu buah zakar di sebelah kanan. ± 3 tahun

yang lalu SMRS ibu penderita baru menyadari timbul benjolan pada lipat paha

kiri, nyeri(-).

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga :

Tidak ada

I.3 Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Kesadaran : compos mentis

RR : 22 x/ menit

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 78 x/ menit

1

Page 2: Undesensus Testis

Suhu : 36,6 oC

Keadaan gizi : cukup

Kepala : Tidak ada kelainan

Kulit : Tidak ada kelainan

KGB : Tidak ada pembesaran

Leher : Tidak ada kelainan

Thorax : Tidak ada kelainan

Abdomen : Lihat status lokalis

Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan

Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan

Status lokalis

Regio Inguinal Sinistra

Inspeksi : Tampak benjolan, warna sama dengan sekitar

palpasi : Teraba massa kenyal, ukuran ± sebesar kelereng, mobile,

nyeri(-).

Regio Scrotum Sinistra

Inspeksi : tidak terlihat testis

Palpasi : testis tidak teraba

I.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 7 Mei 2010)

Hemoglobin : 13,6 gr/dl

Hematokrit : 39 vol %

Leukosit : 9600 / mm3

Trombosit : 365.000/mm3

Waktu perdarahan : 9’ menit

Waktu pembekuan : 2’ menit

Na : 4,0 mmol/l

K : 135 mmol/l

BSS : 116 mg/dl

2

Page 3: Undesensus Testis

I.5 Diffential Diagnosis

- Testis retraktil

- Tidak ada testis

I.6 Diagnosis

Undesensus Testis Sinistra

I.7 Penatalaksanaan

- orchidopexy

I.8 Prognosis

Qua ad vitam : bonam

Qua ad functionam : dubia ad malam

3

Page 4: Undesensus Testis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pendahuluan

Istilah kriptorkismus berasal dari kata Yunani cryptos yang berarti

tersembunyi, dan orchis yang dalam nahasa Latin sebagai testis. Pada

kriptorkismus, testis terletak pada salah satu tempat sepanjang jalur

desensus yang normal, tetapi tidak mencapai tempat kedudukannya yang

normal di dalam skrotum. Sering atau bahkan pada umumnya

kriptorkismus dipakai sebagai sinonim bagi undescended/maldescended

testis atau UDT. Namun, pada UDT sebenarnya masih perlu didiagnosis

banding apakah itu kriptorkismus yang murni ataukah keadaan lain seperti

testis ektopik, testis retraktil (pseudokriptorkismus) dan gliding/ascending

testis.

Dengan testis ektopik dimaksud testis yang berlokasi diluar jalur

desensus normal. Testis ektopik telah menyelesaikan penurunannya secara

sempurna melalui kanalis inguinalis tetapi berakhir dalam lokasi subkutan

bukannya skrotum, tempat yang paling banyak disebelah lateral cincin

inguinalis eksterna, dibawah fascia subkutan. Kasus ini jarang ditemukan

(hanya 5% dari keseluruhan kasus UDT) dan dikenal 6 tipe anatomik,

yaitu : (1) interstisial (inguinal superfisial), (2) femorak (krural), (3)

perineal, (4) transversum, (5) pubopenil, (6) pelvik. Testis ektopik biasnya

tidk disertai hernia inguinalis.

Yang lebih sering adalah testis retraktil, yaitu testis yang tidak

terletak dalam skrotum, tetapi dapat dengan mudah didorong masuk ke

dalam skrotum, tetapi bila dilepaskan menaik lagi karena kontraksi otot

kremaster. Testis retraktil sebenarnya suatu varian fisiologik yang normal,

yaitu saat lahir testis belum menurun normal atau sebenarnya telah

mengalami desensus sempurna ke dalam kantung skrotum namun

sementara menempati lokasi yang lebih tinggi akibat refleks kremaster,

sehingga testis didorong dari skrotum ke daerah inguinal superfisial.Testis

4

Page 5: Undesensus Testis

retraktil tidak perlu pengobatan karena pada waktu pubertas mengalami

desensus spontan dan selanjutnya berfungsi normal. (1) Gliding/ascending

testis kadang dimasukkan sebagai kelompok intermediet antara

testiskriptorkid dan retraktil.

Secara klinis, diagnosis kriptorkismus sulit ditegakkan dengan

pasti sebelum usia 1 tahun, karena banyak testis turun spontan dalam

beberapa bulan pertama. Dan untuk membedakan testis ektopik atau testis

yang tidak turun sejati (UDT) hanya dengan eksplorasi bedah.

II.2 Embriologi

Traktus genitalis pria berasal dari birai urogenital. Bagian medial

birai urogenital berproliferasi membentuk birai genital yang sejajar dengan

birai urinarius mesonefrik. Pada minggu keempat sampai kelima

kehidupan embrio, gonad primitif mulai timbul dari birai genital pada sisi

medial coelom, berdekatan dengan mesonefros. Kemudian pada minggu

keenam mulai terjadi diferensiasi. Persistensi kelim luar (korteks) akan

mengakibatkan pembentukan ovarium, sedangkan perkembangan bagian

tengah (medulla) akan membentuk testis. Arah perkembangan menuju ke

testis ditentukan oleh kromosom Y atau interaksi X-Y. Satu X ialah

eukromatik, sedangkan X lainnya atau Y ialah heterokromatik. Informasi

struktur gen untuk diferensiasi testis terdapat pada kromosom X,

sedangkan kontrol pengaturan dilaksanakan oleh kromosom Y. Karena

ujung kaudal birai genital berproliferasi lebih keras, maka pada akhir

minggu ketujuh pada pria telah dapat dikenal adanya testis yang terletak

intracoelomic. Pada kira-kira bulan ketiga perkembangan fetus, testis ini

terletak tepat diatas pelvis, suatu proses yang disebut sebagai desensus

internal. Perjalanan testis selanjutnya ke tempatnya yang definitif di dalam

skrotum terjadi pada bulan kedelapan sampai kesembilan perkembangan

fetus dan disebut desensus eksternal.

Struktur internal testis berkembang pada bulan ketiga kehamilan.

Epitel germinal eksternal berdiferensiasi menjadi selaput tunika testis.

5

Page 6: Undesensus Testis

Massa epithelial dalam atau sel totipotensial yang termasuk akan

membentuk struktur tubular testis.

Sistem duktus ekskretorius testis, yaitu epididimis, vas deferens

dan vesikula seminalis berasal dari duktus mesonefrik (duktus Wolff),

yang pada hakekatnya duktus pronefrik yang persisten. Tubulus

mesonefrik yang paling atas berkembang menjadi duktulus eferen yang

bersambungan dengan rete testis, melengkapi sistem duktus ekskretorius.

Duktus-duktus yang khusus tidak terbentuk bersamaan dengan

perkembangan testis. Namun, sewaktu stadium awal perkembangan

seksual yang belum berdiferensiasi, juga terbentuk duktus Muller pada

wanita, yang pada pria hampir seluruhnya mengalami regresi, kecuali

ujung paling sefalad yang menetap sebagai apendiks testis dan ujung

paling kaudal yang membentuk dua struktur rudimenter pada pria dewasa,

yaitu kolikulus seminalis dan utrikulus prosatatik.

Gambar (A) duktus genitalia pada 4 bulan. (B) duktus genitalia setelah desensus testis. Horse-shoe

testis cord, rete testis, duktus eferens memasuki duktus deferens. Paradidimis terbentuk dari

tubulus paragenital mesonefrik. Duktus paramesonefrik berdegenerasi kecuali appendiks testis.

6

Page 7: Undesensus Testis

Genitalia eksterna mulai timbul pada kira-kira minggu keenam

kehidupan embrio, dikenal sebagai tuberkulum genital (genital tubercles)

yang berupa tonjolan berbentuk kerucut pada garis tengah tubuh, lebih

kurang dipertengahan antara tali pusat dan ekor. Dalam perkembangan

selanjutnya di sebelah ventral terbentuk suatu alur dangkal dengan birai-

birai lateral, yang kemudian berpadu membentuk saluran uretra. Dari

tuberkulum ini kemudian akan terbentuk penis pada pria atau klitoris pada

wanita. Lipatan genital (genital folds) akan membentuk median raphe

menutup orifisium uretra pada penis atau labium minor, sedangkan

pembengkakan genital (genital swellings) membentuk kantung skrotum

atau labium mayor.

Gambar (A) usia pada 4 minggu, (B) usia pada 6 minggu

7

Page 8: Undesensus Testis

Gambar (A) perkembangan genitalia pria pada minggu ke 10, (B) potongan transversal saat

pembentukan penile urethrae, (C) perkembangan glandula penile urethrae, (D) bayi lahir.

II.2.1 Desensus Testis

Mekanisme yang berperan dalam desensus testis belum seluruhnya

dapat dimengerti. Terdapat cukup bukti bahwa untuk berpindahnya testis

normal ke dalam skrotum memerlukan aksi androgen, dan agar hal ini

dapat berlangsung,diperlukan aksis hipotalamus-hipofisis testis yang

normal. Mekanisme aksi androgen untuk merangsang desensus testis tidak

diketahui. Organ sasaran androgen kemungkinan gubernakulum, suatu pita

fibromuskular yang terkait pada testis-epididimis dan pada bagian bawah

dinding skrotum, yang pada minggu-minggu terakhir kehamilan

berkontraksi dan menarik testis ke dalam lokasinya yang normal dalam

skrotum.

Seluruh proses desensus testis meliputi tiga fase :

1) Pada permulaan, gonad primitive terbentuk tinggi dalam rongga coelom.

Kemudian testis intraabdominal ini terdesak ke kaudal karena metanefros

bermigrasi ke cranial dan selanjutnya mengalami regresi. Fase ini selesai

dalam 7 minggu.

2) Testis bergerak transabdominal dari dinding abdominal posterior ke daerah

inguinal. Proses ini selesai dalam 12 minggu.

8

Page 9: Undesensus Testis

3) Desensus testis melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum. Proses ini

terjadi antara bulan ketujuh dan kelahiran.

Kebanyakan kausa kriptorkismus terjadi akibat gangguan pada fase

terakhir. Berbagai hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan

perjalanan testis transinguinal ini :

1) Hipotesis traksi :

Gubernakulum testis dan otot kremaster berperan pada desensus testis

dengan cara menarik testis ke dalam skrotum

2) Hipotesis dorongan epididimis :

Epididimis mempunyai aksi mendorong pada testis yang sedang

berkembang

3) Hipotesis perbedaan pertumbuhan :

Perbedaan pertumnuhan testis dan gubernakulum pada satu sisi dan

dinding tubuh pada sisi lainnya, menyebabkan kanalis inguinalis tumbuh

ke atas, yang akhirnya mengelilingi testis yang relatif tidak mobil.

4) Hipotesis tekanan intraabdominal :

Desensus testis terjadi karena tekanan intraabdominal meninggi akibat

pertumbuhan alat-alat dalam.

5) Hipotesis endokrin :

Terdapat berbagai hipotesis, yang semuanya berdasarkan bukti bahwa

faktor-faktor endokrin mempunyai peranan penting dalam hal mengatur

desensus testis normal.

II.2.2 Perkembangan Testis Normal dari Lahir sampai Pubertas

Pada beberapa bulan pertama sejak lahir, tubulus seminiferus

hanya sedikit berkeluk-keluk, diameternya rata-rata 80 mikron dan tetap

tersusun sebagai tali (cords) tanpa lumen. Tubulus dikelilingi mebran

basal yang tipis dan di sebelah luarnya terdapat anyaman serabut retikulin

yang halus. Dalam tubulus terutama terdapat sel Sertoli yang imatur dan

juga beberapa spermatogonium, berupa spermatogonium fetal dan

spermatogonium A. Di dalam interstisium terdapat sel Leydig fetal baik

9

Page 10: Undesensus Testis

berupa sel-sel tunggal atau dalam kelompok kecil-kecil. Kemudian sel

Leydig fetal menghilang, yang berlangsung sejak usia 3 bulan sampai 9

tahun.

Fase Istirahat

Selama empat tahun pertama sejak lahir, tubulus seminiferus

menunjukkan membran basal yang sama, tetapi sedikit lebih tebal

dibandingkan dengan yang terdapat pada neonatus. Diameter tubulus rata-

rata berkurang dari 80 menjadi 60 mikron. Dengan bertambahnya usia,

maka spermatogonium fetal berkurang dan spermatogonium A bertambah.

Sel Leydig fetal telah menghilang dan hanya tersisa sel yang berdegenerasi

dan perintis sel Leydig dewasa.

Fase Pertumbuhan aktif

Antara usia 4 dan 9 tahun, tubulus seminiferus dan interstisium

menunjukkan periode pertumbuhan dan perkembangan aktif. Tubulus

bertambah panjang, demikian pula diameternya bertambah, hingga pada

usia 8 tahun rata-rata berukuran 75 mikron. Juga terbentuk lumen pada

tubulus. Selain spermatogonium A, lambat laun juga berkembang

spermatogonium B, kadang juga ditemukan spermatosit.

Fase Imaturasi

Perubahan testis yang paling mencolok sejak lahir terjadi selama

pubertas, suatu periode yang dapat bervariasi dari usia 9-15 tahun,

meliputi transformasi testis infantil yang non fungsional menjadi organ

fertil yang dewasa. Tubulus mengalami perubahan bermakna menuju ke

spermatogenesis aktif. Diameternya bertambah hingga maksimum ±150

mikron dan membrane basal juga menebal. Sel Sertoli imatur di bawah

pengaruh rangsang hipofisis mengalami transformasi bertahap menjadi sel

Sertoli matur. Jaringan intersitisial sebagai respon terhadap sekersi LH

(luteinizing hormone) oleh hipofisis yang sangat bertambah, menunjukkan

transformasi bertahap perintis sel Leydig menjadi sel Leydig matur.

Spermatogenesis meliputi spermatogonium yang berdiferensiasi menjadi

spermatosit primer lalu mengalami pembelahan meiotik menjadi

10

Page 11: Undesensus Testis

spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder mengalami pembelahan

meiotik kedua menjadi spermatid. Spermatid tetap berhubungan dengan

ujung luminal sel Sertoli. Pada maturasi dan pelepasan spermatid menjadi

spermatozoa.

II.3 FISIOLOGI

Epididimis harus mempunyai perlekatan yang normal ke testis agar

proses penurunan terjadi. Gubernakulum yang melekat pada kauda

epididimis merupakan target androgen yang penting. Perannya dalam

penurunan testis adalah melalui pelebaran pasif kanalis inguinalis sehingga

testis bisa melaluinya untuk menuju skrotum.

Apabila hormon androgen dan gonadotropin berperan pada

penurunan testis maka interaksi antara aksis hormonal hipotalamus-

hipofisis-testis dengan gubernakulum dan epididimis mempunyai kaitan

yang sangat erat. Hipotalamus memproduksi luteinizing hormonereleasing

hormone (LH-RH), yang merangsang kelenjar hipofise memproduksi

gonadotropinsluteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone

(FSH). LH merangsang sel Leydig dalam testis untuk menghasilkan

testosteron dan FSH meningkatkan reseptor LH pada membran sel Leydig.

Bila terdapat gangguan pada tingkat hipotalamus pada sintesis

gonadotropin releasing hormone seperti pada sindrom Kallmann, sindrom

Prader Willi, anencephali atau gangguan pada tingkat pituitari dalam

pembentukkan gonadotropin (LH, FSH) seperti apaplasia pituitary atau

gangguan pada tingkat-tingkat selanjutnya, maka akan terjadi hambatan

parsial atau total terhadap penurunan testis. Walaupun testosterone mampu

menginduksi turunnya testis, secara percobaan penurunan testis terutama

diatur oleh dihidrotestosteron (DHT).

Diferensiasi sel Leydig selama minggu ke-7 kehamilan. Sebagai

respon terhadap hCG ibu, pembentukan testosterone dari pregnenolon dan

progesterone yang diproduksi oleh plasenta dimulai pada minggu ke 8.

Pada minggu ke 11 dan 16, kadar testosterone serum fetus meningkat

11

Page 12: Undesensus Testis

hingga 230 ng/dl atau lebih, yang sedikit lebih rendah dibanding kadar

pada lelaki dewasa.

Selama trimester pertama kehamilan, pembentukan testosterone

diatur oleh hCG plasenta. Sedangkan kelenjar hipofise fetus dianggap

berperan dalam trimester kedua dan ketiga. Selama waktu itu, testosterone

serum fetus turun hingga 75-100 ng/dl, yang sedikit lebih tinggi

dibandingkan kadar pre pubertas.

Mullerian Inhibiting Substance (MIS) selain berperan dalam

menyebabkan regresi duktus Muller agaknya terlibat dalam mengawali

fase turunnya testis. Dugaan ini didukung observasi pada sindrom duktus

Muller persisten dimana gagalnya regresi duktus Muller selalu disertai

dengan kriptorkismus. Sebagai tambahan, ovarium yang tidak

memproduksi MIS tidak pernah turun ke labia.

Bagan. Diferensiasi jenis kelamin pada pria

Ovum (X) + sperma (Y)

Embrio dengan kromosom seks XY

Region penetu jenis kelamin di kromosom Y (SRY) merangsang pembentukan antigen H-Y di

membrane plasma gonad yang belum berdiferensiasi

Antigen H-Y mengarahkan diferensiasi gonad menjadi testis

Testis mengeluarkan testosterone dan Mullerian-inhubiting factor

↓ ↓

Testosteron Mullerian-inhibiting factor

↓ ↓

Dihidrotestosteron (DHT) Degenerasi duktus Mulleri

12

Mendorongperkembangan

genitalia eksternayang belum

berdiferensiasimengikuti jalur pria

Mengubah duktus Wolfiimenjadi saluranreproduksi pria (misalepididimis,duktus deferens,duktusejakulatorius,vesikula)

Page 13: Undesensus Testis

II.4 DEFINISI

Kriptorkismus didefinisikan sebagai terhentinya proses penurunan satu

atau kedua testis di suatu tempat antara rongga abdomen dengan skrotum.

Kriptorkismus secara harfiah berarti ‘testis yang tersembunyi’. Sedangkan yang

dimaksud adalah testis yang tidak berada ditempat yang semestinya yaitu di dalam

skrotum. Istilah lainnya adalah undescended testis yang berarti testis yang tidak

turun; dan maldescended testis yaitu testis salah jalur dalalm proses

penurunannya. Ada juga yang mengatakan retention testis.

II.5 Epidemiologi

Besar insidensi UDT berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir

(3 – 6%), satu bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 – 0,8%). Bayi

lahir cukup bulan 3% diantaranya kriptorkismus, sedang lahir kurang

bulan sekitar 33% . Pada berat badan bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram

insidensi UDT 7,7% BBL 2000-2500 (2,5%), dan BBL diatas 2500

(1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih tinggi dibanding

kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1%

vs kanan 47,9%). Di Inggris, insidensinya meningkat lebih dari 50% pada

kurun waktu 1965 – 1985. di FKUI – RSUPCM kurun waktu 1987 – 1993

terdapat 82 anak kriptorkismus, sedang di FKUSU – RSUP. Adam Malik

Medan kurun waktu 1994 – 1999 terdapat 15 kasus.

II.6 Etiologi

Lebih dari dua abad yang lalu, John Hunter seorang ahli anatomi

dan ahli bedah Skotlandia, pada tahun 1786 telah menulis suatu monograf

mengenai desensus testis ke dalam skrotum. Dilemma yang dihadapinya

adalah menetapkan apakah testisnya yang abnormal ataukah berbagai

13

Page 14: Undesensus Testis

kelainan yang ditemukan pada testis akibat desensus inkomplit. Masalah

ini belum sepenuhnya dapat diterangkan. Pendapat bahwa kegagalan

desensus mencerminkan kelainan testis intrinsik, ditunjang oleh fakta

ditemukannya kelainan fungsional pada testis kontralateral yang telah

mengalami desensus normal. Namun pendapat ini dibantah oleh fakta lain

bahwa lebih dari sepertiga penderita kriptorkismus bilateral menjadi fertile

setelah diobati.

Pendapat lain menyatakan bahwa maldesensus ialah kausa dan

bukan akibat fungsi testis yang buruk. Suhu di dalam rongga abdomen ±

1OC lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga testis

abdomen selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis

normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis

yang telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3

sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin

progresif dan akhirnya testis mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai

penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak

mengalami gangguan. Kausa kriptorkismus ialah multiple dan mungkin

berbeda pada kasus yang satu dengan lainnya. Beberapa hal yng dianggap

menentukan adalah :

1. Disgenesis gonadal :

Meliputi berbagai kelainan interseks. Menurut teori ini desensus tidak

terjadi oleh karena testisnya abnormal

2. Mekanis/kelainan anatomis lokal :

Hipotesis ini mengaitkan kriptorkismus dengan berbagai faktor

mekanis/kelaianan anatomis yang mengganggu desensus. Misalnya,

funikulus spermatikus yang pendek, arteri spermatika yang tipis dan

pendek, tidak memungkinkan penurunan testis yang lebih jauh dari cincin

inguinal eksterna. Contoh lain adalah duktus deferens yang pendek, insersi

gubernakulum testis yang abnormal dan kekurangan ekstensi intraskrotal,

tidak ada cincin inguinal eksterna, tidak ada kanalis inguinalis, tertutupnya

processus vaginalis dengan rongga vaginal yang kosong.

14

Page 15: Undesensus Testis

3. Endokrin/hormonal :

Meliputi kelainan axis hipotalamus-hipofisis-testis. Diketahui bahwa

desensus testis tidak terjadi pada mamalia yang hipofisisnya telah

diangkat. Pemberian hormon gonadotropin pada pengobatan kriptorkismus

ternyata efektif, maka itu dikemukakan anggapan bahwa kriptorkismus

disebabkan oleh defisiensi sekresi gonadotropin.

4. Genetik/herediter :

Kriptorkismus termasuk diantara gejala-gejala barbagai sindrom

malformasi berhubungan dengan atau tanpa kelainan kromosom yang

diketahui bersifat herediter. Terdapat berbagai laporan kriptorkismus yang

familial, yang mendukung sifat herediter penyakit ini.

Penelitian terakhir mendapatkan adanya perdarahan selama proses

kehamilan akan meningkatkan faktor resiko bayi terkena kriptorkismus.

Perdarahan vagina dapat mengindikasikan adanya malfungsi dari plasenta

yang akan mempengaruhi efek dari produksi hCG dan stimulasi

pembentukan hormone pada testis. Faktor resiko lain adalah bayi yang

premature, BBLR, pemakaian obat clomiphene dan ibu yang merokok

dapat mempengaruhi perkembangan reproduktif pada pria.

II.7 Faktor  Resiko

Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya

dapat mendeteksi faktor resikonya. Antara lain :

1. BBLR (kurang 2500 mg)

2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama

3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)

4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)

5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.

6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

II.8 Klasifikasi

Klasifikasi kriptorkismus berdasarkan etiopatogenesis :

15

Page 16: Undesensus Testis

1. Mekanis/anatomis (perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis)

2. Endokrin/hormonal (kelainan multiple axis hipotalamus-hipofisis-testis)

3. Disgenetik (kelainan interseks multiple)

4. Herediter/genetic

Klasifikasi kriptorkismus berdasarkan lokasi :

1. Skrotal tinggi (supraskrotal) : 40%

2. Intrakanalikular (inguinal) : 20%

3. Intraabdominal (abdominal) : 10%

4. Terobstruksi : 30%

Klasifikasi kriptorkismus berdasarkan gambaran histopatologik :

1. Tipe 1 : kelainan minimal

2. Tipe 2 : hipoplasia germinal berat dan hipoplasia tubular ringan sampai

berat, sel Sertoli normal

3. Tipe 3 : hipoplasia germinal dan tubular berat, hipoplasia sel Sertoli

4. Tipe 4 : hipoplasia germinal dan tubular, hiperplasia sel Sertoli

Gambaran histopatologis testis pada kriptorkismus tergantung kepada saatnya

testis diperiksa, yaitu apakah prapubertal, pubertal, pasaca pubertal/dewasa. Testis

kriptorkid prapubertal Testis kriptorkid dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis

lesi histologik yang ditemukan. Namun berbagai lesi tidak difus karena kadang

ditemukan pola mosaicyaitu daerah yang terganggu berselang-seling dengan

daerah normal.

- Tipe I (testis dengan kelainan ringan/hampir normal) : 26%

- Tipe II (testis dengan hipoplasia germinal berat) : 24%

- Tipe III (testis dengan hipoplasia tubular difus) : 33%

- Tipe IV (testis dengan hyperplasia sel Sertoli difus) : 17%

Testis kriptorkid pubertal

- Perlambatan mencolok pada maturasi epitel seminiferus : 42%

- Hanya terdapat sel Sertoli tanpa sel benih/germinal : 25%

- Hanya terdapat permulaan spermatogenesis atau maturasi terhambat pada tingkat

spermatogonium : 33%

16

Page 17: Undesensus Testis

Testis kriptorkid pasca pubertal

- Hanya sel Sertoli dewasa dan beberapa spermatogonium (kebanyakan berlokasi

di kanalis inguinalis) : 29%

- Sel Sertoli imatur dengan/tanpa beberapa spermatogonium (kebanyakan

berlokasi dalam abdomen dan yang lain dalam funikulus): 21%

- Hambatan pematangan sel benih (maturation arrest) (biasanya pada testis yang

terobstruksi) : 12,5%

- Hipoplasia sel benih/germinal (dapat berupa testis terobstruksi, scrotal, atau

dalam

kanalis inguinalis) : 37,5%

II.9 Patogenesis

Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu

dipertahankan sekitat 1 derajat Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin

dibanding core body temperature. Sel spermatogenesis sangat sensitif terhadap

temperatur badan. Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari

ultrastruktur kriptorkismus dan mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun

kehidupan. Pada umur 4 tahun didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan

mereka adalah testis harus di skrotum pada umur 1 tahun.

Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang

mengagetkan dimana epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal

untuk 2 tahun pertama kehidupan. Sementara umur 4 tahun terdapat penurunan

spermatogonia sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertile.

Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus

seminiferus mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis

di antara tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis

berukuran normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik

sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh

suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus.

Sehingga impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus 

Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus

17

Page 18: Undesensus Testis

menunjukkan tidak terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi

maligna tidak dapat disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami

UDT

II.10 Diagnosis

Anamnesis

Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter

pemeriksa pertama. Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter

dengan keluhan skrotum anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia

inguinalis akan dijumpai pembengkakan atau nyeri berulang pada

skrotum. Anamnesis ditanyakan :

Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum. Ada

tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,

prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain. Ada tidaknya riwayat

UDT dalam keluarga. Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau

dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri testis karena

trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada dewasa

keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas

Pemeriksaan Fisik

1. Penentuan lokasi testis

Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting .

Pemeriksaan testis harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi

duduk dengan tungkai dilipat atau keadaan relaks pada posisi tidur.

Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah skrotum dengan cara milking.

Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan tangan yang lain

memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior  menyusuri

inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena

pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan

testis bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian.

Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi

karena berhubungan dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu

18

Page 19: Undesensus Testis

terapi. Testis yang retraktil sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan

tidak ditemukan di dalam skrotum kecuali anak relaks.

2. Penentuan apakah testis palpabel

Testis teraba

Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain : (1) testis

retraktil  (2) UDT  (3) Testis ektopik  (4). Ascending Testis Syndroma.

Ascending Testis Syndroma ialah testis dalam skrotum /retraktil, tetapi

menjadi lebih tinggi karena pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya

baru diketahui pada usia 8 -10 tahun. Bila testis teraba maka tentukan

posisi, ukuran, dan konsistensi. Bandingkan dengan testis kontralateralnya.

Bila impalpable testis

Kemungkinannya ialah : (1) intrakanalikuler, (2) intraabdominal, 

(3) Atrofi testis, (4) Agenesis. Kadang di dalam skrotum terasa massa

seperti testis atrofi. Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis

dan vas deferens yang bisa bersamaan dengan testis intraabdominal. 

Impalpable testis biasanya disertai hernia inguinal. Pada bilateral

impalpable testis sering berkaitan dengan anomali lain seperti interseksual,

prone belly syndrome

Berikut bagan kemungkinan  abnormalitas testis :

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa

modalitas penunjang diperlukan.

Ultrasonografi (USG)

Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus

Alasan  :

a.  Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga

aksesibilitas USG cukup baik

b.         Non invasif

c.         Mudah didapat

d.         Praktis/mudah dijadwalkan

e.         Murah

19

Page 20: Undesensus Testis

Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas

derajat ringan sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat

sedang. USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke

superfisial, dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal. Di luar

negeri keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya

5,9%. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman operator.

CT Scan

Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat

mendeteksi testis intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan

USG pada testis letak inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT

Scan lebih unggul ( CT Scan 96% vs USG 91%). False positif / negatif

biasanya akibat pembesaran limfonodi. Dapat dibedakan dengan testis

karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.

MRI

Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus.

Kelemahannya loop usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus

Angiografi

Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium

dengan MRI lebih akurat dibanding MRI tunggal

II.11 Penatalaksanaan

Tujuan dari penanganan UDT adalah :

- Meningkatkan vertilitas

- Mencegah torsio testis

- Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum

pubik

- Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia

- Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis

- Membentuk body image

Terapi  non Bedah

Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral

palpabel inguinal. Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau

20

Page 21: Undesensus Testis

intraabdomen. Efek terapi berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran

testis, vas deferens, memperbaiki suplay darah, dan diduga meningkatkan

ukuran dan panjang vasa funikulus spermatikus, serta menimbulkan efek

kontraksi otot polos gubernakulum untuk membantu turunnya testis.

Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun , sebaiknya bulan 10 – 24. Di FKUI

terapi setelah usia 9 bulan karena hampir tidak dapat lagi terjadi penurunan

spontan.

Hormon yang diberikan :

a. HCG

Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron.

Dosis : Menurut Mosier (1984) : 1000 – 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3

minggu. Garagorri (1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari.

Ahli lain memberikan 3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan

500 IU  20 kali dengan  3 kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan

tiap hari untuk mencegah desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan

menyebabkan steroidogenic refractoriness.

Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap

HCG, udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar

testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang

6 bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah  UDT dengan hernia, pasca

operasi hernia, orchydopexy, dan testis ektopik.  Miller (16) memberikan

HCG pada pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis

retraktil. Hasilnya 20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58%

retraktil testis dapat normal.

b.  LHRH

Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis

secara komplet sebesar 30 – 64 %.

c. HCG kombinasi LHRH

Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG

intramuskuler 5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug,  3

-5 tahun : 5 x 500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug.

21

Page 22: Undesensus Testis

Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian

keberhasilannya bertahan 70,6%.

Evaluasi terapi.

Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12

bulan. Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang

respon inkomplet bila testis posisi inguinal rendah  Efek samping bersifat

reversibel. Ujud kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis,

ereksi, meningkatnya rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis

hiperpigmentasi dan gangguan emosi

Terapi Bedah

Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa

spermatika , fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan  yang

menyertainya seperti hernia.

Indikasi pembedahan  :

Terapi hormonal gagal

Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi

Dicurigai torsio testis

Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.

Testis ektopik

Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau

pendek.

Tekinik operasi pada UDT  :

Orchydopexy Standar

Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap

1. Funikulolisis

Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan

memungkinkan dapat memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan

sejauh mungkin ke retroperitoneal dan dimobilisasi lebih ke medial yang akan

meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi

vasa diatas vasa iliaca komunis

22

Page 23: Undesensus Testis

Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara lain

Ombredonne, Bevas, Torek, Cobot – Nesbit, Longord, Gersung, Denis Browne.

George Major menolak metode Mauclain (menurunkan testis ke kontralateral),

juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu tahap oleh karena

ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum

Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan

dengan bantuan tarikan tali (benang) transcrotal ke paha  Bila pasien UDT disertai

hernia inguinalis, kantung hernia kanan dibebaskan dari ligasi seproximal

mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis dipertahankan,

karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi spermatogenesis.

Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa

tersebut sangat pendek dan diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas

defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan alasan maturasi normal

memerlukan suplay vaskuler yang optimal.

Teknik operasi orchydopexy standar

Akses : Menurut Ombredonne lebih menguntungkan dengan insisi inguinal tinggi

yang memungkinkan mobilisasi vaskuler retroperitoneal dan menempatkan testis

pada skrotum.

Funikulolisis  :

-         setelah diseksi aponeurosis m. obliqus abdominis eksternus dan

membebaskan anulus inguinal eksternus dengan hati-hati untuk menghindari

udema testis

-         pisahkan (split) dinding  kanalis sesuai arah seratnya sampai dengan anulus

inguinalis eksternus

-         bebaskan funikulus spermatikus dan testis beserta tunikanya dari fascia dan

muskulus kremaster

-         Pada kasus UDT dengan hernia, pemisahan tunika vaginalis funikulus

spermatikus secara hati-hati dengan menghindari cedera vasa dan ductus deferens,

dimana hal ini akan memperpanjang rentang funikulus

-         sisihkan m. Oliqus Abdominis Internus dan m. Transversus Abdominis

dengan retraktor ke kraniomedial

23

Page 24: Undesensus Testis

-         diseksi funikulus spermatikus ke kranial sampai dengan lateral dari vasa

epigastrika inferior

-       bila belum cukup  panjang untuk memungkinkan testis ke skrotum tanpa

tegang, vasa epigastrika inferior dipotong, sehingga funikulus spermatikus dapat

digeser lebih ke medial.  Bila hal ini belum dapat panjang berarti funikulus

spermatikusnya memang pendek

-       sering kantong hernia kongenital atau prosesus vaginalis persisten

menghambat mobilisasi funikulus, maka lepaskan kantong secara hati-hati dan

ligasi tinggi. Bila peritoneum terbuka jahit secara atraumatik

-       pembebasan diatas akan lebih mudah bila gubernakulum dipotong lebih dulu

kemudian dilanjut dengan pembebasan testis

-       mobilisasi lanjut ke arah retroperitoneal dilakukan dengan memotong m.

obliqus abdominis internus dan m. transversus abdominis ke arah kranio lateral

atau melepaskan ligamentum inguinalis

-       kemudian vasa spermatika interna dapat dibebaskan secara retroperitoneal ke

kranial sampai melewati vasa iliaka

-       setinggi promontorium vasa akan menyilang ureter. Hati-hati dalam

membebaskannya

2. Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi)

Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan menjadi lebih kecil

dibanding ukuran normal. Regangkan dinding skrotum dengan diseksi jari-jari

sehingga menciptakan suatu ruangan. Traksi ditempatkan pada gubernakulum

Testis yang telah bebas dan funikulus spermatikusnya cukup panjang,

ditempatkan pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.

3. fiksasi testis dalam skrotum

Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena tarikan dan testis

tetap berada di habitat barunya, sehingga menjadi kurang tepat bila keberadaan

testis di skrotum itu karena tarikan dan fiksasi testis.

Fiksasi testis tetap diperlukan.

24

Page 25: Undesensus Testis

- Untuk mengikatnya tembuskan benang pada stumb ligamentum hunteri pada

pole bawah testis dengan benang nonabsorpable dan meninggalkan ujung benang

yang panjang

-   perlebar skrotum dengan 2 jari, dengan bantuan jarum reverdin yang

ditembuskan dari kulit skrotum sisi luar dan mengambil ujung benang panjang

tadi dan  keluarkan lagi jarum .

-   Fiksasi kedua ujung benang pada sisi medial paha

-   Teknik lain yang sering di pakai adalah tehnik ombredanne yang menempatkan

testis pada skrotum kontralateral dan mengikatnya pada septum scroti.

Stephen Flower Orchidopexy

Merupakan modifikasi orchidopexy standar. Ketika arteri

testikulariss tak cukup panjang mencapai skrotum, arteri testikularis

diligasi. Jadi testis hanya mengandalkan arteri vas deferens.

Orchydopexy bertahap

Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke

pubis pada tahap I.  Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi

dan memasukkan testis ke skrotum

Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis  dengan laparoskopi

dikerjakan  pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan

dikerjakan Stephen Flower Orchydopexy.

Autotransplantasi

Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika

inferior dengan teknik mikrovaskuler.

Protesis Testis

Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.

Komplikasi

Praoperasi

Hernia Inguinalis

Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis

ipsilateral yang disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. .

25

Page 26: Undesensus Testis

Hernia repair dikerjakan saat orchydopexy . Hernia inguinal  yang menyertai UDT

segera dioperasi untuk mencegah komplikasi

2. Torsio Testis

Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi

testis yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas

jaringan penyangga testis sehingga testis lebih mobil

Trauma testis T

Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma

4. Keganasan

Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 :

2550. Testis yang mengalami UDT pada dekade 3-4 menpunyai kemungkinan

keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali lebih besar terjadi

keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis neoplasma pada umumnya ialah

seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum usia 10 tahun. Karena alasan ini maka

ada pendapat yang mengatakan UDT usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan

orchydectomy dibandingkan orchydopexy(4). Menurut Gilbert & Hamilton sekitar

0,2 – 0,4 % testis ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik angka

keganasannya 8-15%. Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11%

untuk dystopik testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal

1,2%.

Infertilitas

Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral

90%, sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya

spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35

tahun UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada 

UDT unilateral

Psikologis

Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang

muncul. Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua

biasanya mencemaskan akan fertilitas anaknya.

26

Page 27: Undesensus Testis

Pasca Operasi

1. Infeksi

Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth

dan gentle akan  meminimalkan terjadinya hematom

2. Atropi Testis

Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau

torsio funikulus spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum

II.12 Prognosis

Menurut Docimo kesuksesan operasi UDT letak distal anulus

inguinalis internus sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik

mikrovaskuler (84%), orchidopexy abdominal standar (81%) staged

Fowler-Stephens orchidopexy (77%), Fowler-Stephens orchidopexy  

standar (67%)

UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama

kehidupan. Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis

normal. Fertilitas pada UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT

unilateral 80%.

27

Page 28: Undesensus Testis

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun masuk rumah sakit dengan

keluhan pada kantong kemaluan hanya ada satu buah zakar. Pada anamnesis lebih

lanjut diketahui bahwa sejak lahir penderita hanya memiliki satu buah zakar di

sebelah kanan. ± 3 tahun yang lalu SMRS ibu penderita baru menyadari timbul

benjolan pada lipat paha kiri, nyeri(-).

Penderita menyangkal adanya riwayat penyakit yang sama dalam

keluarganya.

Dari pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi,

tekanan darah dan suhu berada dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik

status lokalis Regio Inguinal Sinistra terlihat tampak benjolan, warna sama dengan

sekitar. Pada palpasi, teraba massa kenyal, ukuran ± sebesar kelereng, mobile,

nyeri(-). Pada Regio Scrotum Sinistra tidak terlihat testis dan ketika di palpasi

testis tidak teraba.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai Hemoglobin, Hematokrit,

Leukosit, Trombosit,Waktu perdarahan, Waktu pembekuan, Natrium , Kalium,

dan BSS berada dalam batas normal.

Berdasarkan tinjauan teoritis yang telah dijelaskan pada bab II diagnosis

undesensus testis sinistra sudah dapat ditegakkan.

Penatalaksanaan terhadap penderita ini dengan tindakan operatif yaitu

orchidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi

pada kantung sub dartos.

Tujuan operasi adalah untuk mobilisasi testis dan spermatic vessel yang adekuat,

operasi hernia yang menyertai dan fiksasi testis adekuat ke dalam skrotum. Tujuan

lain operasi pada kriptorkismus adalah (1) mempertahankan fertilitas, (2)

mencegah timbulnya degenarasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya

28

Page 29: Undesensus Testis

torsio testis,dan (4) secara psikologis mencegah terjadinya rasa rendah diri karena

tidak mempunyai testis

Prognosis penderita quo ad vitam adalah bonam dan quo ad functionam

adalah dubia ad malam.

29

Page 30: Undesensus Testis

DAFTAR PUSTAKA

1. Rukman, Yusuf, dkk. Tatalaksana Optimal Kriptorkismus. Jakarta :

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1994

2. Behrman, kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15,

Volume 3. Jakarta: EGC. 2000. Hal 1887-88

3. Sadler, T. W. Langman’s Medical Embryology 8th edition. Montana :

Twin Bridges. 2005

4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001

5. Berkowitz GS, Lapinski RH, Dolgin SE, Gazella JG, Bodian CA,

Holzman IR. Prevalence and natural history of cryptorchidism. Available

at http://www. pubmedcentral.nih.gov. Accessed on January 17th, 2010.

6. Basuki, BP. Dasar-dasar Urologi Edisi kedua. Malang: CV Sagung Seto.

2009. Hal 137-140

7. Ida N. Damgaard, Tina K. Jensen,dkk. Risk Factors for Congenital

Cryptorchidism in a Prospective Birth Cohort Study. Available at

http://www.pubmedcentral.nih.gov. Accessed on January 17th, 2010.

8. Goldenring, John M. Care for Your Newborn Boy's Genitals. Available at

http://www.children.webmed.com. Accessed on January 17th, 2010.

9. Testicular Ultrasound. Available at http://men’s health.webmed.com.

Accessed on January 17th, 2010.

10. A J Swerdlow, C D Higgins, M C Pike. Risk of testicular cancer in cohort

of boys with cryptorchidism. Available at http://www.bmj.com. Accessed

on January 17th, 2010.

30