uji pengaruh ekstrak daun mengkudu (morinda citrifolia l.) sebagai antihipertensi pada tikus putih...

Upload: fegama2302

Post on 11-Oct-2015

584 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Hendri Soefyanto Pasya08311053S1 FARMASI

TRANSCRIPT

203

UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

(Hasil Penelitian)Oleh

Hendri Soefyanto Pasya

08311053

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2014

UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

(Hasil Penelitian)Oleh

Hendri Soefyanto Pasya

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm)

Pada

Jurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2014

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatan tradisional yang menggunakan tumbuhan, perkembangannnya sudah semakin maju dan keberadaannya telah diakui dunia sebagai pengobatan yang efektif, efisien, aman dan ekonomis, bahkan telah menjadisalah satu materi pembelajaran dusejumlah lembaga pendidikan didalam dan diluar negeri. Meskipun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kimia organik sintetik di negara industri maju saat ini sudah sangat pesat, namun masih banyak dipergunakan obat-obatan yang berasal dari alam, seperti dari hewan, tumbuhan dan mineral (Yusron, 2000; Wijayakusuma, 2003).Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada disekitar kita, baik itu yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu tumbuhan sudah digunakan sebagai tanaman obat, walaupun penggunaannya secara turun temurun dan dari mulut ke mulut. Mengkudu atau pace merupakan salah satu tanaman obat yang beberapa tahun terakhir banyak peminatnya baik dari kalangan pengusaha agribisnis maupun dari kalangan industri obat tradisional, bahkan dari kalangan ilmuwan di berbagai negara. Hal ini karena baik secara empiris maupun hasil penelitian medis membuktikan bahwa dalam semua tanaman mengkudu terkandung berbagai macam senyawa kimia yang berguna bagi kesehatan manusia. Berdasarkan penelitian Aalbersbeg (1993) menyatakan bahwa kandungan karoten pada daun mengkudu lebih tinggi dibanding dengan yang terkandung dalam sayuran Brassica cinensis dan Colacasia esculanta. Pada daun mengkudu mengandung berbagai macam senyawa seperti asam amino, mineral, vitamin dan alkaloid. Ekstrak buah mengkudu juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri V. Harveyi secara in vitro. Selain itu, perasan buah segar mengkudu (Morinda citrifolia L) memiliki daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli dengan LT 100 dan LC 100 pada 78,580% dan 218,510 menit. Infus daun mengkudu memiliki daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli dengan LT 100 dan LC 100 pada 42,344% dan 966,515 menit. Perasan buah segar mengkudu konsentrasi 100% memiliki daya anthelmintik yang paling efektif (Fanny Gunawan, 2007).1.2 Rumusan MasalahApakah konsentrasi ekstrak daun mengkudu memiliki efek sebagai antiobesitas pada tikus putih jantan.1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun mengkudu sebagai antiobesitas pada tikus putih jantan.

2. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun mengkudu sebagai antiobesitas pada tikus putih jantan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat daun mengkudu sebagai antiobesitas1.5 Hipotesis

1. Daun mengkudu mempunyai efek sebagai antiobesitas pada tikus putih jantan.2. Konsentrasi ekstrak daun mengkudu mempengaruhi efek antiobesitas pada tikus putih jantan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

2.1.1 Klasifikasi

Philum

: AngiospermaeSub. Philum: Dicotylodanae

Divisi

: Lognosae

Famili

: Rubiaceae

Genus

: Morinda

Spesies: Morinda citrifolia L

2.1.2 Daerah Asal

Mengkudu tersebar dari Asia tropis sampai Polynesia, di Indonesia banyak ditemukan di dataran rendah sampai 500 m dpl. Tumbuh liar di pantai, hutan ladang atau di pekarangan sebagai tanaman obat atau tanaman sayur. Penggunaan mengkudu sebagai obat di Indonesia tercatat dalam cerita pewayangan yang ditulis dalam pemerintahan raja-raja dan sunan. Bukti sejarah pemanfaatan mengkudu pada masa itu dapat dilihat dari terdapatnya tanaman mengkudu yang tumbuh di mouseum koleksi tanaman obat di kraton bekas kerajaan dan dimasjid-masjid para sunan. Dikraton Surakarta terdapat pohon mengkudu yang umurnya diperkirakan sudah ratusan tahun (Sudiarto et al., 2003).2.1.3 Morfologi

Perdu atau pohon kecil, tumbuh membengkok, tinggi 3-8 m, berkayu, bulat, kulit kasar, bercabang banyak dengan ranting muda bersegi empat. Daun letak berhadapan bersilang, bertangkai, bentuknya telur lebar, sampai berbentuk elips, panjang 5-17 cm, tebal mengkilap, tepi rata, ujung runcing, pangkal menyempit, tulang daun menyirip, warna hijau tua. Bunga keluar dari ketiak daun 5-8 karangan berbentuk bonggol, dengan mahkota bertangkai, bentuknya bulat lonjong, berupa buah buni mejemuk yang berkumpul menjadi satu bagian buah yang besar, panjang 5-10 cm permukaan tidak rata berbenjol-benjol, warnanya hijau, jika masak berdaging dan berair, warnanya kuning pucat atau kuning kotor, berbau busuk, berisi banyak biji berwarna coklat kehitaman. Perbanyakan dengan biji (Delimartha, 2006).

Gambar 2.1 Daun Mengkudu

2.1.4 Jenis-jenis Mengkudu

Menurut K. Heyne ada beberapa jenis mengkudu antara lain: M. citrifolia, M. braceata, M. speciaosa, M. elliptica, M. tinctoria, M. oleifera. Semua jenis mengkudu ini termasuk genus Morinda, famili Rubiaceae . Menurut Guppy (1990), genus Morinda terdiri dari 80 spesies. Penyebaranya dari India sampai pulau-pulau kecil di Samudera Pasifik. Morinda citrifolia mempunyai nama lain Morinda braceata. Jenis ini merupakan mengkudu yang paling terkenal di masyarakat luas, termasuk masyarakat Indonesia (Tadjoedin dan Iswanto, 2004).2.1.5 Kandungan

Akar mengandung morindin, morindon, aligarin-d-methylether, soranjidiol.Buah mengandung alkaloid, (triterpenoid, proxeronine), polysaccharide (damnacanthal) sterol, coumarin, scopolatien, ursolic acid, linoleic acid, caproic acid, caprilyc acid, alizarin, acubin, iridoid glycoside, L-asperuloside, Vitamin (C,A, karoten).

Daun mengandung protein,asam amino, mineral, vitamin,zat kapur, zat besi, karoten, askorbin, alkaloid, tritepenoid, polysaccharide, dan b-sitesterol. Terdapat pula golongan antraquinones seperti nordamnacanthal, morindone, rubiadin, rubiadin-1-methylether, dan antraquinones glykoside. 2.1.6 Manfaat

Di Indonesia tanaman mengkudu sudah dimanfaatkan sejak zaman dahulu kala, menurut silsilahnya bahwa mengkudu merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di negara-negara Eropa khasiat mengkudu baru diketahui sekitar 1800, yang diawali pendaratan kapten Cook dan para awaknya diHawai pada tahun 1778. Menurut Wijayakusuma (2003) dalam pengobatan tradisional mengkudu digunakan untuk obat batuk, radang amandel, sariawan, tekanan darah tinggi, beri-beri, melancarkan kencing, radang ginjal, radang empedu, radang usus, semblit, limpa, lever, kencing manis, cacar air, sakit pinggang, sakit perut, masuk angin, dan kegemukan. Riset medis tentang khasiat mengkudu dimulai pada tahun 1950, dengan ditemukannya zat anti bakteri terhadap Echerchia coli, M. pyrogenes dan P. Aeruginosa yang ditulis dalam jurnal ilmiah Pacific Science. Waha (2001) mengemukakan bahwa senyawa xeronin dan prekursornya yang dinamakan proxeronin ditemukan dalam jumlah besar pada buah mengkudu oleh seorang ahli biokimia dari Amerika Serikat bernama Heinicke pada tahun 1972. Universitas Hawai melakukan penelitian tentang antitumor dan antikanker mengkudu dan hasilnya dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah Procedeeng West Pharmacology Society Journal tahun 1994. Solomon (1998) melakukan penelitian terhadap 8000 orang pengguna sari buah mengkudu dengan dibantu oleh 40 dokter dan praktisi medis lainnya. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa sari buah mengkudu dapat memulihkan berbagai macam penyakit termasuk penyakit berat seperti jantung, kanker, diabetes, stroke, dan sejumlah penyakit lainnya. 2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, antara lain:1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum merupakan zat kimia murni.3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).

2.3 Proses Pengeringan Simplisia

2.3.1 Cara Pengeringan

Ada dua cara pengeringan simplisia yaitu:1. Pengeringan Alamiah, yaitu dengan:

a. Panas sinar matahari langsung

pemanasan ini dilakukan untuk bahan keras seperti akar, biji, kulit batang dan untuk senyawa aktif yang relatif stabil terhadap pemanasan.

b. Diangin-anginkan atau tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung.

Pemanasan ini dilakukan untuk bunga, daun dan untuk senyawa aktif yang tidak stabil terhadap pemanasan atau mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan yaitu dengan:

a. Suatu alat atau mesin pengering yang suhu, kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur (oven).b. Menempatkan bahan yang akan dikeringkan di atas pita atau ban berjalan dengan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.

2.3.2 Suhu Pengeringan

Ada dua suhu pengeringan simplisia yaitu:

a. Suhu pengeringan yang umum digunakan antara 300C- 600C. b. Untuk simplisia yang mengandung zat aktif tidak tahan panas atau mudah menguap dikeringkan pada suhu 300C-400C (Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).

Agar hasil optimal dapat diperoleh, bahan yang dikeringkan harus memiliki permukaan yang luas, sehingga bahan tersebut harus disebar dalam lapisan-lapisan yang lebih tipis. Dengan demikian, panas yang digunakan secara cepat mengubah lembab menjadi uap dan uap tersebut akan berdifusi dari dalam bahan yang dikeringkan menuju ke permukaan, dan akhirnya dibawa pergi oleh udara. Pengeringan yang salah dapat menyebabkan face hardening yaitu bagian luar kering, tetapi bagian dalam masih basah (Voigh, 1995).2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi persyaratan (Anonim,1995).2.4.1 Maserasi

Maserasi (macerase=mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope Indonesia disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya lansung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya meserasi berbeda-beda, farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk dalam cairan telah tercapai maka proses difusi segara berakhir. Berakhirnya maserasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari simplisia dan pelarut, yang mana warna simplisia menjadi pucat dan warna pelarut semakin terang. Dan rendaman tadi harus diaduk secara berulang-ulang. Melalui upaya ini dapat dijamin keseimbangan konsentrasi bahkan ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan. Setelah maserasi dianggap selesai dilakukan filtrasi atau penyaringan untuk mendapatkan meserat dan ampas diperas kemudian dicuci kembali untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Proses pencucian tersebut dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan aktif dan juga untuk menyeimbangkan kembali kehilangan akibat penguapan yang terjadi pada saat penyaringan dan pengepresan (Voigh, 1994).

2.4.2 Perkolasi

Metode ini dilakukan dengan cara mencampur 10 bagian simplisia kedalam 5 bagian larutan pencuci. Setelah itu dipindahkan kedalam perkolator dan ditutup selama 24 jam. Setelah itu biarkan menetes sedikit demi sedikit kemudian ditambahkn larutan pencuci secara berulang-ulang hingga terdapat selapis cairan pencuci. Perkolat yang telah terbentuk kemudian diuapkan (Voight, 1994).2.4.3 Digesti

Metode ini merupakan bentuk lain dari maserasi yang menggunakan panas seperlunya selama proses ekstraksi, yaitu pada suhu 40-50 oC. Metode digesti hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan (Voight, 1994).

2.4.4 InfusMetode ini dilakukan dengan memanaskan campuran air dan simplisia pada suhu 900C dalam waktu 15 menit, selama proses ini berlangsung campuran terus diaduk dan diberi tambahan air hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (Voight,1994).2.4.5 Dekoksi

Metode dekoksi (decocta) dilakukan dengan memanaskan air dan simplisaia pada suhu 90 oC dalam waktu 30 menit, selama peroses ini berlangsung terus diaduk dan diberi tambahan air hingga diproleh volume decocta yang dikehendaki (Voigth, 1994).

2.5 ObesitasObesitas yaitu suatu keadaan dimana jumlah lemak tubuh lebih besar dari 20 diatas normal. Dahulu gemuk merupakan suatu keadaan dan merupakan kriteria untuk mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya kegemukan atau obsitas selalu berhubungan dengan kesakitan dan peningkatan kematian. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakakn salah satu dari 10 kondisi yang beresiko diseluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang beresko di negara-negara berkembang. Diseluruh dunia lebih dari 1 miliyar orang dewasa adalah overwight dan lebih dari 300 juta adalah obese. Di Indonesia diperkirakan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang overwight diperkirakan mencapai 76,7 juta (17,5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%). Hasil penelitian membuktikan terdapat hubungan obesitas dan faktor resiko penyakit kardiovaskuler seperti diabetes militus tipe II, dislipidemia dan hipertensi. Laporan WHO tahun 2003 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 29,2% dari seluruh kematian didunia atau 16,7 juta jiwa tiap tahun. Dari jumlah kematian tersebut 80, diantranya terdapat dinegara miskin, menengah dan negara berkembang (Wiramihardja, 2004).2.5.1 Penyebab ObesitasModerenisasi dab arus informasi yang menggelobal, selain menimbulkan perubahan sosial dan ekonomi, juga mempengaruh psikologi sosial dan budaya. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan fisikologi saling berintraksi, saling mempengaruhui dan pada gilirannya akan pola kebiasaan dan pola aktivitas individu dan masyarakat yang menjurus pada surplus energi, menambah kompleksnya penyebab overwight dan obesitas. Perubahan asupan dan penggunaan energi selain disebabkan oleh faktor diatas juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik, mental dan keturunan. Obesitas terjadi karena surplus energi akibat asupan energi dari makanan melebihi penggunaannya. Jadi, kelebihan makanan dan inaktivitas yang menjadi pola kebiasaan sehari-hari tetap merupakan faktor utama penyebab obesitas (Wiramihardja, 2004).Upaya menurunkan berat badan dilakukan dengan menciptakan difisit energi yang dilakukan melalui upaya:1. Mengubah pola kebiasaan makan dan pola aktifitas fisik,

2. Mengurangi asupan energi dan makanan dengan mengkonsumsi diet rendah energi, dan

3. Menambah penggunaan energi dengan meningkatkan aktivitas fisik, antara lain de ngan berolahraga setiap hari.2.5.2 Klasifikasi ObesitasTabel 2.5.2 Klasifikasi IMTIMT kg/m2Klasifikasi

< 1616-16,9

17,0-18,5

18,5-24,9

25,0-29,9

30,0-34,9

35,0-39,9

>40,0Kurang energi protein IIIKurang energi protein II

Kurang energi protein I (underweight)

Normal

Kelebihan berat badan (overweight)

Obesitas I

Obesitas II

Obesitas II

Sumber: WHO (2004)Tabel 2.5.2 Klasifikasi IMTIMT (kg/m2)Kategori

< 17,0

17,0-18,4

18,5-20,5

25,1-27,0>27,0Kekurangan berat badan tingkat beratKekurangan berat badan tingkat ringan

Normal

Kelebihan berat badan tingkat ringan

Kelabihan berat badan tingkat beratKurus Normal

Gemuk

Sumber: Depkes RI (1994)Kegemukan dapat dibedakan menjadi dua tife berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh yaitu :

1. Tipe android (tipe buah apel)

Gemuk tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebhan pada tubuh bagian atas seperti dada, pundak, leher, muka dan mempunyai bentuk tubuh seperti apel, atau sering disebut sebagai obesitas sentral, banyak terdapat pada laki-laki sehingga disebut tipe laki-laki atau tipe android (Mursito, 2003; Wiramihardja, 2004).2. Tipe ginoid (tipe buah pir)

Gemuk tipe ini fditandai dengan penimbunan lemak pada bagian tubuh sebelah bawah yaitu sekitar perut, pinggul dan paha. Kegemukan tipe ini banyak terjadi pada wanita sehingga dikenal juga dengan obesitas tipe perempuan atau tipe ginoid (Mursito, 2003).

Menurut Septiyadi (2004) dan Sumosardjuno (1989), kegemukan dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan kondisi sel, yaitu:

1. Tipe hiperplastikMerupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel lemak lebih banyak diabandingkan dengan kondisi normal, tetapi ukuran sel masih sama dengan ukuran yang normal. Terjadi sejak masa anak-anak dan sulit untuk diturunkan keberat badan normal.2. Tipe hipertropik

Merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel lemak yang normal, tetapi ukuran sel lebih besar daripada ukuran normal. Biasanya terjadi pada orang dewasa dan berat badan lebih mdah diturunkandibanding tipe hiperplastik, namun mempunyai resiko lebih mudah terserang penyakit gula darah atau tekanan darah tinggi.

3. Tipe hiperplastik-hipertropik

Merupakan kegemukan yang disebabkan jumlah maupun ukuran sel lemak dalam tubuh seseorang melebihi ukuran normal. Kegemukan dimulai sejak anak-anak dan berlangsung hingga dewasa, sukar menurunkan berat badan, dan mudah terserang penyakit jantung dan ginjal.Tingkat kegemukan berdasarkan persentase kelebihan berat badan (Mursito, 2003).

1. Simple obesity.

Merupakan kegemukan akibat kelebihan berta badan sebanyak 20% dari berat badan ideal, tanpa resiko penyakit.

2. Mild obesity.

Merupakan kegemukan akibat kelebihan berat badan sebanyak 20-30% dari berat badan ideal, yang belum disertai penyakit tertentu tetapi harus diwaspadai.

3. Moderat obesity.

Merupak kegemukan akibat kelebihan berat badan sebanyak 30-60% dari berat badan ideal, dengan resiko tinggi untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan obesitas.

4. Morbid obesity.Merupakan kegemukan akibat kelebihan berat badan 60% dari berat badan ideal, denga resiko sangat tinggi terhadap penyakit pernafasan, gagl jantung dan kematian mendadak.

2.5.3 Mengukur Berat Badan Ideal

Selama ini ada berbagai cara yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui berat badan ideal setiap orang. Menurut pedoman WHO dan NIH Amerika Serikat, IMT normal untuk orang Asia adalah 18,5-22,9, sedangkan bagi yang kekurangan gizi mempunyai IMT kurang dari 18,5 (Anonim, 2003).

IMT= Menurut Mursito (2003), cara sederhana menghitung berat badan ideal dengan menggunakan rumus Poul Broca dan rumus Key. Masing-masing rumus tersebut adalah:Rumus Poul Broca:

BB

= TB (cm) 100

BB ideal= BB (BB x 10%)

Rumus key:

BB ideal= [TB (cm)2 x 22

Cara perhitungan berat badan ideal menurut rumus key: seseorang dengan tinggi 160 cm akan mempunyai berat badan ideal sebesar (1,6)2 x 22 = 56,4 kg. Perhitungan yang lebih rinci dapat dilakukan dengan membedakan faktor pengalinya, yaitu 22,4 pada pria dan 20,9 pada wanita.

Wiramirdja (200) menganjurkan berat badan maksimal untuk orang Indonesia adalah:

- Umur diatas 35 tahun= TB (cm) - 100- Umur 20-35 tahun

= [TB (cm) 100] 10% (TB 100)

- Remaja

= [TB (cm) 110]

2.5.4 Obat-obat ObesitasMenurut WHO dalam Wiramihardja (2004), pemberian obat-obatan bagi penderita obesitas baru dipertimbangkan bila:1. mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi berat badan kuadrat (m2)>30 yang sulit melaksankan diet rendah energi dan olahraga serta sulit pula mengubah pola kebiasaan makan dan pola aktifitas fisik.

2. Mempunyai IMT > 25 dengan disertai penyakit penyerta obesitas dan sulit melaksanakan aturan diet rendah energi dan olahraga serta sulit mengubah pola kebiasaan dalam beraktivitas fisik.

Obat-obatan yang tersedia hanya berfungsi untuk membantu pelaksaan diet dan membantu upaya mengubah perilaku makan dan aktifitas fisik. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:1. Obat penekan nafsu makan

Cukup banyak obat yang digunakan sebagai penakan nafsu makan untuk mengurangi asupan energi dapat lebih mudah dilakukan. Tetapi, dari sekian banyak obat tersebut, banyak yang tidak digunakan lagi karena banyak efek sampingnya. Obat seperti ampetamin, phenmetrazin, dan fenfluramin sudah tidak digunakan lagi. Oleh karna banyak obat dengan banyak efek samping, obat yang dapat dipakai untuk membantu keberhasilan diet harus memenuhi syarat yang diajukan oleh WHO sebagai berikut:

a. Efektif dalam mengurangi berat badan dan mengurangi resiko mengidap penyakit penyerta obesitas,

b. Mempunyai sedikit efek samping dan dapat ditolerir,c. Tidak bersifat adiktif atau menimbulkan ketagihan,

d. Tetap efektif bila dipakai dalam jangka panjang,

e. Tidak menimnulkan masalah besar selama bertahun-tahun setelah pemakaian obat itu,f. Mekanisme kerja obat dikenal, dan

g. Harganya masuk akal.

Saat ini hanya sedikit obat-obatan penekan nafsu makan yang masih digunakan, karena relatif aman dan memenuhi syarat yang ditetapkan WHO. Obat-obatan itu adalah phentermin, diethylpropion (Apisate) dan obat yang relatif baru diIndonesia yaitu (Reductyl).

2. Obat Penghambat Pencernaan Lemak

Tetrahydrolipstatin (Xenical) bukan oabt penekan nafsu makan. Xenical bekerja didalam usus dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap pusat lapar yang ada didalam otak. Cara kerja xenical adalah menghambat bekerjanya enzim lipase, yaitu enzim pencerna lemak yang bekerja didalam usus. Dampaknya adalah 30% asupan lemak makan tidak dicerna, berarti 30% lemak makan itu tidak diserap oleh usus. Dengan tidak diserapnya 30% lemak, berarti asupan energi menjadi berkurang. Dengan demikian xenical sangat membantu pengaturan dan pelaksanaan diet rendah energi.3. Obat-Obatan yang Meningkatkan Penggunaan Energi

Selain sibutramin, terdapat obat-obatan lain yang bekerja meningkatkan penggunaan energi sehingga suka digunakan untuk membantu proses penurunan berat badan. Penelitian Astrup (1992) menunjukan bahwa pemakaian ephedrin yang dikombinasikan dengan cafein berguna untuk mengurangi nafsu makan dan dapat meningkatkan penggunaan energi sehingga dapat digunakan untuk membantu mempertahankan barat badan yang telah diturunkan dengan diet rendah energi.2.6 Hewan PercobaanHewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan percobaan yang umum digunakan adalah tikus. Secara garis besar fungsi dan bentuk organ serta proses biokimia dan biofisika antara tikus dan manusia memiliki banyak kemiripan sehingga dapat diaplikasikan pada manusia (Hedrich, 2006). Keunggulan tikus putih sebagai hewan percobaan karena siklus hidupnya yang relatif pendek dan dapat berkembang biak dengan cepat. Hewan ini berukuran kecil sehingga pemeliharaannya relatif mudah serta relatif sehat sehingga cocok untuk berbagai penelitian. Rattus norvegikus mempunyai 3 galur, yaitu Sprague Dawley, Wistar dan Long Evans. Galur Sprague dawley memiliki tubuh yang ramping, kepala kecil, telinga tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor lebih panjang dari pada badannya. Galur Wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang pendek. Galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang kecil serta bulu pada kepala dan begian tubuh depan berwarna hitam (Malole & Pramono, 1989).Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Hedrich (2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Rodentia

Subordo: Myomorpha

Famili

: Muroidae

Subfamili: Murinae

Genus

: Rattus

Spesies: Rattus norvegicus

Siklus hidup tikus putih jarang lebih dari tiga tahun, berat badan pada umur empat minggu mencapai 35-40 g. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang terbatas maka tikus dapat mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan berlebih tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus sebagai hewan uji adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tempratur ideal untuk kandang yaitu 18-270C atau rata-rata 220C dan kelembaban ralatif 40-70% (Malelo & Pramono, 1989). Tikus putih jantan galur wistar yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 ekor dan diadaptasi selama 1 minggu dan diberipakan secukupnya. Adapun kriteria yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, ketersediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino serta protein dalam jaringan (National Research Council, 1978). Keunggulan tikus putih dibanding dengan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat tinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan ( Smith & Mangkoewidjojo, 1988).BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitan

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Lampung (Unila) dan Laboratorium Farmakologi Fakultas MIPA Farmasi UTB Lampung pada bulan Juni-Juli 2014.3.2 Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, timbangan tikus, kandang tikus, labu ukur 100 ml, jarum oral, erlenmeyer, corong mortir dengan stemper,dan seperangkat rotary evaporator.Bahan-bahan yang digunakan antara lain: daun mengkudu, etanol 70%, makanan hewan, seruk CMC, orlistat dan aquades.

1.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Bahan Uji

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mengkudu (Morinda citrifolia L)yang diambil dari Desa Bumi Sari Kecamatan Natar Lampung Selatan.1.3.2 Determinasi Tumbuhan

Determinasi daun mengkudu telah dilakukan di laboratorium Biologi Universitas Lampung (Unila). Tujuan determinasi adalah untuk memudahkan mengidentifikasi tumbuhan daun mengkudu yang sesuai dengan spesies Morinda citrifolia L. 3.3.3 Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu

Ekstrak daun mengkudu dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mengkudu yang dibuat dengan cara meserasi 1 kg daun mengkudu yang telah dirajang halus dimasukkan kedalam wadah berwarna gelap dan ditambah etanol 70% sampai daun mengkudu terendam sempurna. Setiap hari dilakukan pengadukan dan penggantian pelarut dengan cara penyaringan, ampas yang diperoleh kemudian dilakukan perendaman kembali dengan etanol 70%, sedangkan ekstrak ditampung dalam botol penampung. Kegiatan seperti diatas dilakukan sampai ekstrak tidak mengalami perubahan warna lagi. Ekstrak yang telah diperoleh dilakukan penguapan tekanan dengan destilasi vakum secara bertahap hingga diperoleh ekstrak kentalnya (Anonim 1995, Harbone, 1996).3.3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dibagi 5 (lima) kelompok dengan tiga kali pengulangan, dan masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus putih jantan.3.3.5 Persiapan Hewan Percobaan

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur wistar dengan berat badan 250-300 g sebanyak 15 ekor. Sebelum dilakukan penelitian semua tikus jantan diadaptasikan selama 1 minggu dan diamati kesehatannya. Hewan uji dinyatakan sehat bila tidak ada perubahan berat badan melebihi atau kurang 10% dari berat badan awal, tidak ada perubahan tingkah laku, tidak luka, dan tidak cacat. Selama adaptasi dan pengujian hewan uji diberi makan dan minum dengan jumlah dan jenis yang sama (Apulina, 2008).3.3.6 Perencanaan DosisDosis ekstrak daun mengkudu yang bisa digunakan untuk menusia secara tradisional 30 g. Dibuat tiga variasi dosis dengan kelipatan dua yaitu 0,05mg/kgBB, 0,1 mg/kgBB, dan 0,2 mg/kgBB. Volume pemberian ekstrak daun mengudu terhadap tikus putih jantan dapat dihitung dengan rumus:VAO = 3.3.7 Pembuatan Larutan CMCMenaburkan 1 gram CMC diatas air panas dalam mortir, biarkan sampai mengembang. Setelah itu gerus sampai diproleh massa yang hogen, dan volume dicukupkan dengan aquades sampai 100 ml (Anief, 2000).3.3.8 Pengujian Aktifitas Antiobesitas1. Penimbangan berat badan awal hewan.

2. Hewan yang terseleksi dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok tediri dari 3 ekor tikus.3. Hewan ditempatkan dalam kandang individual.

4. Setiap hari (30 menit sebelum jam pemberian makan) semua hewan diberi perlakuan sebagia berikut:

D0: Hewan percobaan diberi serbuk CMC 1 g sebagi kontrol negatif.

D1: Hewan percobaan diberi Orlistat dengan dosis 2, 16 mg/kgBB sebagi kontrol positif.

D2: Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,05 g/kgBB D3: Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,1 g/kgBB

D4: Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,2 g/kgBB

5. 30 menit setelah pemberian zat uji, semua hewan diberi makan sebanyak 10 gram dan minum tetap diberikan.6. Pemberian makan dilakukan selama lima jam dari jam 10.00-15.00 WIB setiap hari.

7. Setiap hari dilakukan penimbangan jumlah makanan yang dimakan dan berat badan masing-masing hewan pada jam yang sama.

8. Pengujian dilakukan selama 7 hari.

9. Data jumlah makanan yang dimakan dan penurunan berat badan ini dirata-ratakan dan dianalisis.3.3.9 Analisis DataData pengukuran tekanan darah yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANSIRA), untuk mengetahui pengaruh daun mengkudu yang diekstrak terhadap penurunan tekanan darah pada tikus putih jantan (Hanafiah, 2004).

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu

Dari 1 kg simplisia daun mengkudu didapat ekstrak kental sebanyak 91,8 g

4.1.2 Uji Efek Antiobesitas Ekstrak Daun Mengkudu

DAFTAR PUSTAKAAalbersberg WGL, Hussein S, Sotheeswaran S, Parkinson S (1993).

Carotenoids in the leaves of Morinda citrifolia. J. Herbs Spices Med.Anonim., (1993).Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, Kelompok Kerja Ilmiah Yayasan Pangembangan Obat Bahan Alam Phyto Medika, Jakarta.

,(1995). Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Edisi IV, Jakarta.______,(2003),Acta Medika Indonesian a Publication Of the Indonesia Society Of Internal Medicine, Universary of Indonesia, Jakarta.Apulina., S., BR., T., (2010),Uji Efek Anti Hipertensi Ekstrak Daun Seledri (Apium Graveolens L) pada Tikus Putih Jantan. Skripsi S1 UTB, Lampung.

Gunawan, Dkk. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penbar Swadaya. Jakarta.Gunawan, F., (2007),Uji Efektivitas Daya AnthelmintkPerasan Buah Segar dan Infus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Ascaridia galli Secara In Vitro, Universitas Diponogoro, Semarang. Epritn.undiv.ac.id Diakses Selasa 3 Desember 2013 pukul 20.23 WIB.Hanafiah, K, A, (2004),Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi, PT. Raja Grafinda Persada, Jakarta.Harbone, J, B., (1996),Metode Fitokimia Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB, Bandung.Hedrich, J.H.,Baker, R. Lindsey, dan S.H Weisbroth. (2006). The Laboratory Rat. Elsevier Inc., Oxford.

Lingga, P., (2004). Resep-Resep Obat Tradisional, Penebar Swadaya, Jakarta.Malole, M.B dan C.S.V Pramono. (1989). Penggunaan hewan percobaan dilaboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat antara Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.

Mursito, B., (2003). Ramuan Tradisional Untuk Pelansing Tubuh, Penebar Swadaya, Jakarta.Septiyadi, E,. (2004). Terapi Obasitas dengan Diet, Restu Agung, Jakarta.

Smith, J.B dan S. Mangkoewidjojo. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Sumosardjuno, S., (1989). Olahraga Dan Kesehatan, Pustaka Kartini, Jakarta.

Tajoedin, T., H., dan Iswanto, H., (2004). Mengebunkan Mengkudu secara Intensif, Penerbit Agro Media Pustaka, JakartaVoigt, R., (1994),Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjamahkan Soendani Neorono, UGM, Yogyakarta.Waha, L.G. (2001). Sehat dengan mengkudu. MSF Group, Jakarta. Wijayakusuma, H., (2003). Penyembuhan Dengan Mengkudu, Milenia Populer, JakartaWiramihardja, K., (2004). Obesitas Dan Penenggulangannya, Granada, Jakarta.

Yusro, M., (2001). Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam Supardi dkk., Tumbuhan Obat Indonesia, Penggunaan Dan Khasiatnya, Pustaka Populer obor, Jakarta.

SHAPE \* MERGEFORMAT

Lampiran A. Skema pembuatan ekstrak daun mengkudu

Lampiran B. Skema uji Ekstrak daun Mengkudu

Penimbangan berat badan awal

Setelah 30 menit

Setelah 5 jam

7 hariLampiran C. Perhitungan dosis untuk uji obesitas ekstrak daun mengkudu dari manusia ketikus

Diketahui:BB manusia= 70 kg

BB tikus= 0,2 kg

Dosis absolut manusia= 30 g

Faktor konversi manusia ketikus= 0,018

perhitunganDosis absolut tikus :

= Dosis absolut manusia x faktor konversi

= 30 g/kgBB x 0,018

= 0,54 g/kgBB

Ekstrak kental yang didapat dari sample simplisia daun mengkudu sebanyak 1 kg adalah 91,8 gram.

Maka rendemen dari simplisia daun mengkudu ke ekstrak =

=

= 0,0918Variasi dosis percobaan :

1. Kontrol negatif serbuk CMC = 1 g2. Kontrol positif Orlistat

= 2,16 mg/kgBB3. Dosis 1 = 0,0918 x 0,54 g/kgBB = 0,05 g/kgBB4. Dosis 2

= 0,1 g/kgBB5. Dosis 3

= 0,2 g/kgBBLampiran D. Perhitungan volume pemberian ekstrak daun mengkuduDiketahui: Perhitungan dosis 1

Berat badan tikus

: 200 g = 0,2 kg

Dosis yang direncanakan: 0,05 g/kgBB VAO

= Konsentrasi

=

= 0,003 g/ml

Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3 kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml

Zat uji ditimbang : 0,003 g/ml x 10 ml = 0,03 g. Ditimbang dan di ad kan dengan aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.

Perhitungan dosis 2

Berat badan tikus

: 200 g = 0,2 kg

Dosis yang direncanakan: 0,1 g/kgBB

VAO

= Konsentrasi

=

= 0,006 g/ml

Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3 kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml

Zat uji ditimbang : 0,006 g/ml x 10 ml = 0,06 g. Ditimbang dan di ad kan dengan aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.

Perhitungan dosis 3

Berat badan tikus

: 200 g = 0,2 kg

Dosis yang direncanakan: 0,2 g/kgBB

VAO

= Konsentrasi

=

= 0,013 g/ml

Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3 kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml

Zat uji ditimbang : 0,013 g/ml x 10 ml = 0,13 g. Ditimbang dan di ad kan dengan aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.

Lampiran E. Perhitungan volume pemberian dosis OrlistatDiketahui :

Dosis orlistat

= 120 mg x 0,018

= 2,16 mg

Pembuatan larutanI. Konsentrasi (mg/ml)=

=

= 0,144 mg/ml

II. Larutan induk

= = 1,2 mg/ml

III. Pengenceran

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 1,2 mg/ml = 10 ml x 0,144 mg/ml

V1 = = 1,2 ml

Diambil 1,2 ml larutan induk (yang berkonsentrasi 1,2 mg/ml) dimasukkan kedalam labu ukur kemudian di ad kan dengan aquadest sampai 10 ml, sehingga diperoleh larutan yang berkonsentrasi 0,144 mg/ml sebanyak 10 ml. Kebutuhan untuk setiap kelompok terdiri dari 3 tikus, jadi : 3 tikus x 3 ml = 9 ml dibuat 10 ml. Untuk pemberian dosis kontrol positif diambil untuk setiap tikus 3 ml dari konsentrasi 0,144 mg/ml.LAMPIRAN

Daun Mengkudu

Dicuci bersih

Ditiriskan

Dikeringkan

Dirajang

Ditimbang 1 kg

Simplisia

Dimaserasi menggunakan etanol 70%

Disaring

Filtrat

Ampas

Rotary evaporator

Ekstrak kental 91,8 g

Etanol

Tikus putih jantan sebanyak 15 ekor

Kontrol positif (D0)

Kontrol Negatif (D1)

Dosis D3 0,1 g

Dosis D2 0,05 g

Dosis D4 0,2 g

Pemberian makanan yang sudah ditimbang

Penimbangan makanan sisa dan berat badan hewan

Tabulasi