tradisi pembacaan al-qur’an surahe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5024/1/skripsi.pdf · 4....

150
i TRADISI PEMBACAAN AL-QUR’AN SURAH PILIHAN(AL-HADID AYAT 1-6) DI PANTI ASUHAN DARUL HADLANAH NU KOTA SALATIGA (STUDI LIVING QUR’AN) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Oleh: Neny Muthiatul Awwaliyah NIM: 215-14-016 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT) FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA (FUADAH) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 01-Nov-2019

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

TRADISI PEMBACAAN AL-QUR’AN SURAH

PILIHAN(AL-HADID AYAT 1-6) DI PANTI ASUHAN

DARUL HADLANAH NU KOTA SALATIGA

(STUDI LIVING QUR’AN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

Oleh:

Neny Muthiatul Awwaliyah

NIM: 215-14-016

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

(FUADAH)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

ii

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : -

Hal : Naskah Skripsi

Saudara Neny Muthiatul A

Kepada:

Yth.Dekan FUADAH

Di Salatiga

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Neny Muthiatul Awwaliyah

NIM : 215-14-016

Jurusan : Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir

Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora

Judul : Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Al-Hadid Ayat 1-6 di

Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga.

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera

dimunaqosahkan.

Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Salatiga, 20 Maret 2018

Pembimbing

Dra.Djami’atul Islamiyah,M.Ag

NIP. 195708121988022001

iv

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 Website : http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : [email protected]

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul

TRADISI PEMBACAAN AL-QUR’AN SURAH PILIHAN(AL-

HADID AYAT 1-6) DI PANTI ASUHAN DARUL HADLANAH

NU KOTA SALATIGA

(STUDI LIVING QUR’AN)

DISUSUN OLEH

Neny Muthiatul Awwaliyah

NIM: 215-14-016

Telah dipertahankan didepan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu

al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 02 April 2018 dan telah dinyatakan

memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana agama.

Susunan Panitia Penguji:

Ketua Penguji : Dr. Benny Ridwan M.Hum ...........................

Sekretaris Penguji : Dra. Djami‟atul Islamiyah M.Ag ...........................

Penguji I : Dr. Adang Kuswaya ..........................

Penguji II : Tri Wahyu Hidayati M.Ag ............................

Salatiga, 02 April 2018

Dekan FUADAH IAIN Salatiga

Dr. Benny Ridwan, M. Hum.

NIP. 19730520 199903 1 006

v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN

DIPUBLIKASIKAN

بسم هللا الرحمن الرحيم

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Neny Muthiatul Awwaliyah

NIM : 21514016

Jurusan : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

Fakultas : ushuluddin adab dan humaniora

Judul : tradisi pembacaan al-Qur‟an surah pilihan (surah al-Hadid ayat 1-

6) di panti asuhan darul hadlanah NU kota salatiga

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau

temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh

perpustakaan IAIN Salatiga

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 04 April 2018

Penulis

Neny Muthiatul Awwaliyah

NIM: 21514016

vi

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri.

(QS. Ar Ra‟du:11)

Katakan pada diri sendiri tuk “tidak menyerah” untuk selalu

melakukan perbaikan

(Penulis)

vii

PERSEMBAHAN

Atas rahmat dan ridho Allah SWT, kupersembahkan sebuah karya

sederhana ini untuk orang yang penulis sayangi.

1. Abah ku H. Nur Fuad Supandi F.R S.Pd. dan Umikku Hj.Naela

Fauziah Fuad yang selalu memberikan do‟a, kasih sayang, semangat

kepada penulis, hormat dan baktiku kan selalu tertuju untukmu.

2. Adik-adikku, Kholida Zukhriyya Fuad dan M.Wildan Mukholladdun

Fuad terimakasih atas do‟a kalian, rajinlah dalam belajar, senantiasa

menjaga hafalan kalian dan raihlah cita-citamu dengan semangat.

3. Seluruh keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan motivasi

untuk penulis.

4. Bapak Dr.Gufron Makruf dan ibu Muizzatul Azizzah yang selalu

membimbing serta memberikan ilmu dan nasihatnya sehingga mampu

memberikan keteduhan dan kedamaian ketika penulis belajar ngaji dan

hidup mandiri. Semoga Allah memanjangkan usia yang senantiasa

dalam kesehatan dan ketaqwaan.

5. Ibu Dra. Djamiatul Islamiah.M.Ag. selaku dosen pembimbing yang

dengan sabar dan teliti membimbing dan mengarahkan penulis,

terimakasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga ilmu yang ibu berikan selalu bermanfaat.

6. Sahabat sejatiku, bebeh, aila ach, rohma opik, lisa dw, dan amah milha

imrona sami‟un jazuli yang selalu memberikan arti sebuh senyuman,

kehangatan dan kebersamaan.

viii

7. Keluarga besar IAT terkhusus KKI 2014, mb bica, mb fatimah, mb

novita, mb wahyu, mb yusta, mb laila kho, mukhsina nazil, abror, day

sandai, fitza fisa, samsul, latif, pak ihsan, rochim, yusuf, tak lupa dan

masih ingat SayF dan sahabat tercintaku di salatiga Annisa fitri

terimakasih untuk sepenggal cerita, tawa, dan canda di kampus

tercinta.

8. Adik-adik panti asuan dan keluarga besar panti asuhan Darul Hadlanah

NU Blotongan yang telah membantu lancarnya penelitian.

9. Sahabat-sahabat ku keluarga besar PMII, SOBAT MUDA, DEMA,

GUSDURIAN,SWS 2017, BPUN, Formadina, yang telah memberikan

wawasan dan belajar berorganisasi dengan loyalitas.

10. Teman-teman patnerku (pak azam, farhan, bagus, cik ucik,

pangestuhatiku, kak fatin sidqia, danik, dan amira tumbarku yang

berjuang dan belajar bersama di IAIN Salatiga.

11. Dan tak lupa yang selalu dalam hari-hari indahku, mas ridwan, dek

saiful arifin, dek rozaq, mb fitri tercinta, mb nunung, novi okta, nurul

azmi, alfa nur, uswa cha, khayati, my patner ngajar offa maya, hafid

ahmad dan ahmad toyib, terimakasih sudah mewarnai hari-hari ku di

salatiga.

12. Terkhusus keluarga besar IKAMARU dan IKMP tercinta.

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikna skripsi ini yang berjudul

Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Pilihan ( Al-Hadid ayat 1-6 di Panti Asuhan

Darul Hadlanah NU Kota Salatiga. Sholawat dan salam semoga senantiasa

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi dunia dari zaman

jahiliyah menuju zaman terang benderang dengan kesempurnaan agama islam.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Agama (S.A.g) pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Keberhasilan

penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan semua pihak

yang terkait. Pada kesempatan ini, penulis mengucapka terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga. yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian di panti asuhan Darul Hadlanah NU Blotongan.

2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum selaku Dekan Fakultas ushuluddin adab

dan humaniora .

3. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag Selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir IAIN Salatiga.

4. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah. M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, memberikan nasihat, arahan, serta masukan-masukan yang

sangat membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini.

x

5. Terkhusus Dr. Adang Kuswaya yang telah membimbing dengan sepenuh hati

dalam mata kuliah metodologi penelitian tafsir dan seluruh dosen dan petugas

admin Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir di IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.

6. Ibu Muizzatul Azizah pengasuh panti asuhan Darul Hadlanah yang telah

memberikan izin penelitian dan memberikan informasi bagi penulis.

7. Abahku H. Nur Fuad Supandi F.R S.Pd dan umik ku Naela Fauziah Fuad

tercinta yang telah mencurahkan pengorbanan, kasih sayang dan do‟a restu

yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.

8. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi para Pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Salatiga, 20 Maret 2018

Penulis

xi

ABSTRAK

Muthiatul Awwaliyah, Neny. 2018.Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Pilihan

(Surah Al-Hadid Ayat 1-6 di Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota

Salatiga. Skripsi. Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin

Adab dan Humaniora Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:

Dra. Djami‟atul Islamiyah.M.Ag.

Kata kunci: Tradisi, Surah al-Hadid , Living Qur‟an

Tradisi pembacaan surah al-Hadid merupakan kegiatan ibadah amaliyah

yang dilakukan secara berjama‟ah yang bertujuan mengharapkan barakah dari

bacaan tersebut. Untuk mendalami kajian living Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6

yang diterapkan di panti asuhan Darul Hadlanah , peneliti membatasi skripsi ini

pada tiga point pembahasan yaitu: tradisi prosesi, makna tradisi, pendukung dan

penghambat. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana

tradisi dan prosesi pelaksanaan pembacaan Al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 di

panti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga? (2) apa makna tradisi pembacaan

al-Qur‟an Surah al-Hadid ayat 1-6 di panti asuhan Darul Hadlanah NU kota

Salatiga bagi para santri yang mengikuti? (3) apa saja faktor pendukung dan

penghambat adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 di panti

Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga?

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil data dari

masyarakat panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga (Direktur, Asatidzah,

dan Santri) sebagai objek peneliti. Adapun teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Melalui tiga

teknik tersebut peneliti menganalisis data-data yang dibutuhkan.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan tiga point

permasalahan utama yaitu (1) tradisi dan prosesi pembacaan al-Qur‟an surah al-

Hadid di laksanakan pada hari jumat pagi setelah solat subuh dengan diawali

tawashul kemudian membaca surah al-ikhals 3 kali, ak-falaq 3 kali, membaca an-

nas 1 kali, membaca alif lam mim, membaca ayat kursi, membaca bacan dzikir,

doa sesudah sholat, kemudian membaca fatihah, pembacaan surah al-hadid ayat 1-

6, kemudian membaca al-fatihah kembali, dan terakhir berdoa sesuai dengan hajat

masing-masing. (2) makna tradisi pembacaan al-Hadid ayat 1-6 adalah sarana

pendekatan diri kepada allah, bentuk rasa syukur dan keimanan terhadap al-

Qur‟an, pembentuk kepribadian, pengharapan terkabulnya hajat atau datangnya

keberkahan rizki. (3) adapun salah satu pendukungnya adalah adanya keyakinan

yang kuat dari para santri tentang fadhilah pembacaan surah al-hadid ayat 1-6,

salah satu penghambatnya adalah pengkondisian anak-anak yang kurang

maksimal. Dengan adanya penelitian ini diharapkan setiap masyarakat panti

asuhan Darul Hadlanah mampu melestarikan tradisi pembacaan surah al-Hadid

ayat 1-6 .

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini

berpedoman padaSurat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan

0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا

ba‟ b be ب

ta‟ t te ت

ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ث

jim j je ج

)ḥa‟ ḥ ha (dengan titik di bawah ح

kha‟ kh ka dan ha خ

dal d de د

żal ż zet (dengan titik di atas) ذ

ra‟ r er ر

zal z zet ز

sin s es س

xiii

syin sy es dan ye ش

ṣad ṣ es (dengan titik di bawah) ص

ḍad ḍ de (dengan titik di bawah) ض

ṭa‟ ṭ te (dengan titik di bawah) ط

ẓa‟ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ

ain „ koma terbalik (di atas)„ ع

gain g ge غ

fa‟ f ef ف

qaf q qi ق

kaf k ka ك

lam l el ل

mim m em م

nun n en ن

wawu w we و

ha‟ h ha ه

hamzah ` apostrof ء

ya‟ y ye ي

xiv

B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap

Ditulis Muta‟addidah متعددة

Ditulis „iddah عدة

C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h

a. Bila dimatikan ditulis h

Ditulis Ḥikmah حكمة

Ditulis Jizyah جزية

(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam

bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki

lafal aslinya)

b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.

`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء

c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah

ditulis t.

Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة

xv

D. Vokal Pendek

__َ_ Fatḥah Ditulis A

__ِ_ Kasrah Ditulis I

__ُ_ Ḍammah Ditulis U

E. Vokal Panjang

Fatḥah bertemu Alif

جاهليةDitulis

Ā

Jahiliyyah

Fatḥah bertemu Alif Layyinah

Ditulis تنسىĀ

Tansa

Kasrah bertemu ya‟ mati

كرميDitulis

Ī

Karīm

Ḍammah bertemu wawu mati

Ditulis فروضŪ

Furūḍ

F. Vokal Rangkap

Fatḥah bertemu Ya‟ Mati

Ditulis بينكمAi

Bainakum

xvi

Fatḥah bertemu Wawu Mati

Ditulis قولAu

Qaul

G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

Ditulis A`antum أأنتم

Ditulis U‟iddat أعدت

Ditulis La‟in syakartum لئن شكرمت

H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah

ditulis dengan menggunkan “al”

Ditulis Al-Qur`ān القران

Ditulis Al-Qiyās القياس

`Ditulis Al-Samā السماء

Ditulis Al-Syams الشمس

I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau

pengucapannya

Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض

xvii

Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة

xviii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

HALAMAN KEASLIAN TULISAN ......................................................... v

HALAMAN MOTTO ............................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................ vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. ix

ABSTRAK .................................................................................................. xi

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................... xii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xvii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................ 9

C. Tujuan Penelitian ............................................................. 9

D. Manfaat Penelitian ........................................................... 10

E. Tinjauan Pustaka ............................................................ 10

F. Kerangka Teori .............................................................. 13

G. Sistematika Penulisan ..................................................... 17

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Living Qur‟an .................................................................. 19

1. Definisi Living Qur‟an ................................................ 19

2. Living Qur‟an dalam Lintasan Sejarah ....................... 23

xix

3. Arti Penting Kajian Living Qur‟an ........................... 27

a. Living Qur‟an: Sebagai Religious Research ....... 29

b. The Living Qur‟an:

Fenomena Sosial-Budaya Antropologis .............. 35

c. The Living Qur‟an:

Paradigma untuk Mempelajari ............................. 37

B. Surah Al-Hadid ................................................................ 43

1. Ayat 1 ......................................................................... 45

2. Ayat 2 ......................................................................... 48

3. Ayat 3 ....................................................................... 49

4. Ayat 4 ....................................................................... 54

5. Ayat 5-6 .................................................................. 56

BAB III : METODE PENELITIAN

Metode Penelitian............................................................. 60

1. Pendekatan Penelitian ............................................... 60

2. Jenis Penelitian .......................................................... 62

3. Lokasi Penelitian........................................................ 62

4. Kehadiran Peneliti...................................................... 63

5. Sumber Data ............................................................ 63

6. Teknik Pengumpulan Data....................................... 65

7. Teknik Analisis Data ............................................... 67

8. Tahap-tahap Penelitian ............................................ 71

BAB IV : HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Panti Asuhan Darul Hadlanah NU

xx

Kota Salatiga .................................................................... 73

1. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Darul Hadlanah NU

Kota Salatiga .............................................................. 73

2. Dasar Pendirian .......................................................... 75

3. Pengasuh .................................................................. 75

4. Letak Geografis Panti Asuhan

Darul Hadlanah NU ................................................... 75

5. Maksud dan Tujuan Panti Asuhan

Darul Hadlanah NU ................................................... 75

6. Visi dan Misi Panti Asuahan Darul Hadlanah NU .... 76

7. Struktur Pengurus .................................................... 77

8. Sumber Dana ........................................................... 78

9. Data Santri ............................................................... 78

10. Jadwal Santri ............................................................ 81

11. Sarana dan Prasarana ............................................... 82

12. Tata Tertib................................................................ 83

B. Temuan Penelitian Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an

Surah Al-Hadid Ayat 1-6 di Panti Asuhan

Darul Hadlanah NU Kota Salatiga................................... 84

1. Tradisi dan Prosesi ..................................................... 84

2. Makna Tradisi .......................................................... 90

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Tradisi

Pembacaan al-Qur‟an Surah al-Hadid ..................... 102

xxi

BAB V : ANALISIS

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 111

B. Saran ............................................................................. 112

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 114

DESKRIPSI WAWANCARA

CURICULUM VITAE

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengkaji fenomena keagamaan berarti mempelajari perilaku manusia

dalam kehidupan beragama. Sedangkan fenomena keagamaan itu sendiri adalah

perwujudan sikap dan perilaku manusia yang berkaitan dengan hal-hal yang

dipandang suci1. Kemudian bagaimana prinsip-prinsip Islam tentang sosial

keagamaan mampu dikembangkan serta konsep kebudayaan dimasyarakat

sekarang ini terasa jarang diperbincangkan secara detail, baik yang berkenaan

dengan deskripsi kebudayaan Islam, pemahaman bentuk kegiatannya sendiri dan

hal-hal yang bersangkutan dengan kegiatan tersebut. Misalnya kegiatan yang

berkaitan dengan respon umat terhadap al-Qur‟an.

Al-Qur‟an adalah firman Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,

yang mempunyai keutamaan-keutamaan, yang diantaranya adalah bahwa

membaca dan mengamalkan al-Qur‟an merupakan suatu ibadah2. Waktu yang

utama dalam membaca al-Qur‟an adalah pada waktu shalat atau sesudahnya3. Al-

Qur‟an merupakan sebuah kitab suci yang penuh muk‟jizat yang mengandung

semua informasi kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia, sebab didalamnya

1 Taufik abdullah, Metodologi Penelitian Keagamaan (yogykarta:PT. Tiara Wacana,

1991, hal 3. 2Ibrahim Eldeeb, Be A Living Qur‟an: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-Ayat al-Qur‟an

dalam Kehidupan Sehari-hari, alih bahasa Faruk Zaini (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm.43. 3 Al-Sayid Muhammad bin Alawy Al-Maliky Al-Ḥasany. Qowā‟idul Asāsiyah Fi Ulūmil

Qur‟ān, alih bahasa Idhoh Anas, Kaidah-Kaidah Ulūmul Qur‟ān, (Pekalongan: Al-Asri, 2008,),

hlm. 22. Lihat Hadis Tentang Etika Membaca Al-Qur‟an. Imām Nawāwy berpendapat: “Saat-saat

yang terpilih untuk membaca al-Qur‟an; utamanya waktu dalam salat atau setelahnya, lalu pada

malam hari, pertengahan malam yang akhir, waktu antara Maghrib dan Isya kemudian pagi hari

adalah setelah shalat Subuh”.

2

memang terkandung hikmah abadi4, maka tradisi pembacaan surah pilihan dalam

al-Qur‟an harus tetap dilestarikan, karena membaca, menghayati serta

mengamalkan al-Qur‟an merupakan salah satu bagian terpenting dari ajaran Islam

bagi para penganutnya. Umat muslim diseluruh penjuru dunia meyakini

bahwasannya al-Qur‟an merupakan petunjuk kehidupan (Way of life) yang absolut

dan abadi (salih li kulli makan wa zaman). Seorang Muslim diperintahkan untuk

membaca al-Qur‟an dan terlebih mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari agar

memperoleh kebahagiaan didunia dan akhirat kelak. Namun, Ada berbagai model

pembacaan al-Qur‟an, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman

maknanya, sampai yang sekedar pembacaan surah-surah pilihan al-Qur‟an

sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa.

Pada dasarnya keagungan al-Qur‟an tidaklah terletak pada ekspresi tentang

fenomena alam atau beberapa kisah-kisah sejarah. Melainkan kekuatan dan

keagungan al-Qur‟an terletak pada kedudukannya yang sebagai simbol yang

maknanya terus berkembang sepanjang zaman5. Selanjutnya dari makna diatas,

maka manusia dapat menjadikan al-Qur‟an sebagai wacana untuk pedoman dan

pegangan hidup dalam memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.

Sudah menjadi kewajiban seseorang muslim untuk berinteraksi aktif

dengan al-Qur‟an, menjadikan sebagai sumber inspirasi, berfikir dan bertindak.

anjuran membaca secara khusyuk dan bersungguh-sungguh merupakan langkah

fundamental bagi seorang muslim agar dapat mengenal makna dan arti secara

luas. Kemudian diteruskan dengan tadabbur, yaitu dengan merenungkan dan

4 Harun Yahya, Misinterprestasi Terhadap Al-Qur‟an, alih bahasa Samson Rahman,

(Jakarta: Robbani Press, 2003), hlm.16. 5 M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Mudhu‟i atas Pelbagai Persolan Umat,

cet 9, (bandung: Mizan, 1999), h.13.

3

memahami maknanya sesuai dengan petunjuk salaf as-salih, lalu

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dilanjutkan dengan

mengajarkannya6.

Membaca al-Qur‟an, sebagaimana pengklasifikasi interaksi manusia

dengan al-Qur‟an menurut hanafi merupakan tahap permulaan. Bahasa al-Qur‟an

yang sering digunakan mewakili membaca adalah qara‟a. Disamping itu, dalam

al-Qur‟an juga ada istilah tilawah. Kendatipun terjemahan dua kata ini sering

sama diterjemahkan dengan membaca hanya saja kesan penguatan makna disalah

satu kata ini nampak dengan terang usaha membaca satu tulisan tanpa memahami

maknanya sering digunakan kata qira‟ah, akan tetapi jika ada tuntutan untuk

memahami kandungan makna teks dalam al-Qur‟an seringkali memilih kata

tilawah7.

Proses membaca al-Qur‟an pada hakikatnya telah berlangsung semenjak

awal diturunkan wahyu petama kali kepada nabi muhammad SAW. Digua Hira

pada abad ke tujuh masehi. Aktivitas membaca al-Qur‟an merupakan satu bentuk

aktivitas sentral dalam keberagamaan seorang muslim8. Beragama upaya

ditempuh anak-anak muslim untuk mencapai hasil yang maksimal. Pada masa lalu

dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa membaca al-Qur‟an. Belakangan

dijumpai beberapa metode yang mampu mempercepat tingkatan kemampuan

dalam membaca al-Qur‟an. Sebut saja misalnya metode Qira‟ati, iqra, yanbu al-

Qur‟an, al barqi, 10 jam belajar membaca al-Qur‟an dan sejumlah metode lainnya.

6 Muhammad Syauman Ar-Ramli,Keajaiban Membaca Al-Qur‟an, terj. Arif Rahman

Hakim (Solo :Insan Kamil,2007), hal 27. 7 M.Quraish Shihab, tafsir al-Mishbah vol.15 hal 454 lihat juga shihab, Dia Di Mana-

Mana, Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena,( Jakarta: Lentera Hati, Cet.XII, 2011) hal.222-

223. 8 Abdullah Saeed, The Qur‟an, an Introduction, (London and New York: Routledge,

2008) hal.84.

4

Dalam aplikasinya ditengah masyarakat, al-Qur‟an dibaca perorangan dan

juga terkadang dibaca bersama. Dibaca dalam secara reguler ayat demi ayat

bersambug surah demi surah sampai khatam. Disamping pembacaan yang bersifat

reguler ini ada juga individu muslim yang merutinkan membaca satu surah

tertentu pada waktu tertentu. Seperti membaca surah al-kahfi pada malam jum‟at

atau siang jum‟at, pembacaan surat yasin diwaktu ziarahan atau melayat tetangga

yang dapat musibah, yasinan diwaktu ziarahan atau melayat tetangga yang dapat

musibah, yasinan diwaktu khitanan, ada juga yang mengkhatamkan al-Qur‟an9.

Metode yang dapat digunakan untuk meneliti fenomena respon umat Islam

atau bacaan yang senantiasa berulang dalam ranah umat Islam atau bacaan yang

senantiasa berulang dalam ranah komunitas muslim adalah living Qur‟an. Dalam

dunia akademis, metode ini belum banyak disentuh pemerhati dan penelitian al-

Qur‟an. Hal ini dapat disimpulkan dari jumlah referensi yang masih sangat

terbatas. Berbeda halnya dengan penelitian teks al-Qur‟an yang sudah

berkembang lama dan menghasilkan literatur yang sangat bervarian. Dengan kata

lain, kajian ini tidak lagi berangkat dari eksistensi tekstualnya, melainkan pada

fenomena sosial yang berkembang dalam merespon kehadiran al-Qur‟an dalam

wilayah geografi tertentu dan waktu tertentu pula.10

Pemfungsian al-Qur‟an seperti itu muncul karena adanya praktek

pemaknaan al-Qur‟an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan

tekstualnya, tetapi berlandaskan anggapan adanya “Fadilah” dari unit-unit tertentu

teks al-Qur‟an, bagi kepentingan praktis kehidupan ke seharian umat.

9 Ibnu Katsir Memaparkan Fadhilah Membaca Surah-Surah Pilihan hal.1145.

10 Lihat Muhammad Yusuf, “ Pendekatan Sosiolgi Dalam Pendekatan Living Qur‟an “

Dalam Metode Penelitian Living Qur‟an Dan Hadits, (yogyakarta: Teras, 2007) hal 39.

5

Pada era kontemporer sekarang ini, dapat ditemukan beragam tradisi yang

telah melahirkan perilaku-perilaku komunal yang menunjukkan respons sosial

suatu komunitas atau masyarakat tertentu dalam meresepsi kehadiran al-Qur‟an.

Dalam kaitan ini, sebagai contoh adalah yang terus melestarikan beragam

perilaku komunal resepsi terhadap al-Qur‟an dalam kegiatan rutin para santri

Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga, baik putra maupun putri. Salah

satu dari kegiatan tersebut adalah pembacaan al-Qur‟an secara bersama surah

pilihan (surah Al-Hadid) ayat 1-6, yang dilaksanakan di aula masing-masing putra

dan putri Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga. Tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah pilihan ini merupakan kegiatan mingguan dan dilakukan secara

rutin pada setiap hari jum‟at pagi setelah sholat jama‟ah. Adapun surah yang

dibaca dan menjadikegiatan rutin adalah surah al-Hadid ayat 1-611

. Memang

menakjubkan, tampaknya, dalam pelajaran teologi, nama salah satu elemen kimia

dalam jadwal periodik, yaitu besi (Fe = Ferum) boleh menjadi salah satu judul

surah dalam kitab suci agama. Dan hal ini diperdebatkan sebagai salah satu hal

yang dianggap sebagai salah satu kelemahan al-Qur‟an. Tetapi itulah al-Qur‟an,

dan apakah ini akan menjadisalah satu kelemahan, atau malah salah satu pesona

yang tak dapat dibantah dari al-Qur‟an.

Sehingga pertanyaan bagi orang awam tentunya, karakter apa yang

menarik pada surah tersebut. Surat ini turun diantara masa-masa Perang Uhud,

pada awal terbentuknya Negara Islam diMadinah. Surah tersebut mempunyai

keutamaan mendatangkan pahala, manfaat yang bertambah banyak salah satunya

insaallah yang menjadi keinginan kita yang baik-baik akan dikabulkan oleh Allah

11

Al-Hadid, 57: 1-6.

6

SWT, Selamat dari senjata, Demam panas, bengkak-bengkak, Penawar was-was,

pendinding rumah, selain itu manusia diharapakan agar ia bersyukur kepada

Tuhan telah terciptanya bumi tempat kehidupan dan dapat mempelajari tentang

bumi, apa saja yang ada didalam bumi dan diluar bumi itu sendiri. Manusia itu

tetap mendapat petunjuk dari Tuhan untuk memelihara bumi sebagai karuniaNya.

Jika kita memelihara kebencian dan dendam, maka seluruh waktu dan pikiran

yang kita tidak mensyukuri penciptaan bumi. Tidak ada masalah dengan masalah,

yang menjadi masalah adalah cara kita mensyukuri atau tidak karunia Tuhan.

Dalam hati tiada yang lebih indah dari mensyukuri nikmat dari Tuhan.

Setiap muslim percaya bahwa tata kerja alam raya berjalan konsisten

sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Semua proses

penciptaan alam semesta ini berada dalam kendali dan perintah sang maha

pencipta, dengan bentuk yang sempurna. Hukum dan fenomenanya teratur dan

dapat meliputi ruang yang luas sampai pada unsur yang terkecil dialam semesta,

semua itu tunduk kepada satu pola dan susunan yang sama. Sungguh hanya Allah

yang menciptakan alam semesta ini degan berjuta galaksi, bintang dan planet yang

taat pada aturan yang ditetapkan untuk mereka secara sempurna.

Ada beberapa ayat al-Qur‟an yang mengajarkan manusia untuk berfikir,

meneliti dan mengkaji pencipaan alam serta hukum-hukum yang berlaku

didalamnya. Ditegaskan pula kegiatan alam semesta serta hukum-hukum yang

berlaku didalamnya. Ditegaskan pula kegiatan dan kajian terhadap penciptaan

alam beserta hukum-hukunya yang berlaku merupakan usaha pemenuhan

kebutuhan manusia itu sendiri. Sebab manusia akan mendapat banyak manfaat

dari kegiatan tersebut, baik untuk kepentingan kehidupan dunia maupun

7

kepentingan akhirat. Setiap kali penelitian yang dilakukan manusia untuk

mengungkap rahasia-rahasia hukum alam, semakin disadari betapa rapi, teratur

dan menakjubkan penciptaan alam tersebut.12

.

Penciptaan alam semesta merupakan salah satu perkara penting, tidak

hanya termasuk pem pikiran Islam, akan tetapi juga dalam ilmu pengetahuan

kosmologi. Dengan memperlihatkan langit dan bumi, dapatlah manusia meyakini

bahwa alam ini tidak dijadikan Allah dengan main-main, melainkan mengandung

faedah yang mendalam dari segi keimanan.

Al-Qur‟an mengandung berbagai permasalahan, ternyata pembicaraanya

dalam satu permasalahan tidak tersusun secara sistematis seperti yang dikenal

dalam buku-buku ilmiah. Metode pengungkapan al-Qur‟an pada umumnya

bersifat universal, bahkan tidak jarang al-Qur‟an menampilkan suatu masalah

dalam prinsip-prinsip pokok saja. Inilah salah satu perbedaan adalah tujuan yang

hendak dicapai, yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ini tidak berarti al-Qur‟an

menipiskan ilmu pengetahuan kapan dan dimana pun, al-Qur‟an menempatkan

ilmu pengetahuan pada peringkat yang tinggi.

Demikian juga halnya dengan informasi alam semesta dalam al-Qur‟an.

Permasalahan ini diungkapkan dalam berbagai ayat yang terdapat pada beberapa

surat dalam al Qur‟an salah satunya dalam surah al-Hadid yang didalamnya

sedikit disinggung mengenai hal tersebut yang artinya: Dialah yang menciptakan

langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam diatas ´arsy dia

mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya

12

Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1997),

hlm.231-132.

8

dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan dia bersama

kamu dimama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu

kerjakan. Hal itu sekaligus akan menyadarkan santri panti asuhan Darul Hadlanah

NU kota salatiga, betapa Allah maha bijaksana, maha mengetahui dan maha luas

pengetahuannya dan maha besar semua ciptaaNya. Hal tersebut santri panti

asuhan Darul Hadlanah dalam meresepsi kehadiran al-Qur‟an dalam kaitanya

melestarikan beragam perilau komunal resepsi terhadap al-Qur‟an adalah dengan

pembacaan al-Qur‟an secara bersama-sama surah pilihan (al-Hadid ayat1-6).

Menurut pengasuh Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga,

kegiatan tersebut telah ada dan dimulai sejak adanya hajat pembangunan panti

asuhan putra ( Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga) , beliau

memimpin langsung kegiatan tersebut setelah selesai salat fardu berjama‟ah.

Kegiatan ini terus dilestarikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sampai

pada saat ini pembacaan al-Qur‟an surat pilihan (surah al-Hadid ayat 1-6) masih

terlaksana dan diikuti oleh semua santri. Berangkat dari fenomena ini, penulis

tertarik untuk meneliti dan mengkaji model resepsi tersebut lebih mendalam.

Kegiatan ini telah berlangsung dari awal berdirinya Panti Asuhan Darul Hadlanah

NU Kota Salatiga sampai pada saat ini masih dilaksanakan secara rutin dan

diikuti oleh semua santri. Bagi penulis, fenomena ini menarik untuk dikaji dan

diteliti sebagai model alternatif bagi suatu komunitas sosial dan lembaga

pendidikan untuk selalu berinteraksi dan bergaul dengan al-Qur an.

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil pokok-pokok

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tradisi dan prosesi pelaksanaan pembacaan al-Qur‟an surah al-

Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga?

2. Apa makna tradisi pembacaan al-Qur‟an surah Al-Hadid ayat 1-6 dipanti

asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga bagi para santri yang mengikuti?

3. Apa fakor penghambat dan pendukung dengan adanya tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6?

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dan manfaat yang ingin kami capai dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menjelaskan bagaimana prosesi dan tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota

Salatiga.

2. Mengetahui apa makna tradisi pembacaan serta penghambat dan pendukung

dengan adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surah Al-Hadid ayat 1-6 dipanti

asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga bagi para pelaku tradisi yang

mengikuti, yaitu para santri, para pengurus panti asuhan Darul Hadlanah NU

Kota Salatiga.

10

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini secara garis besar, sebagai berikut:

1. Dari aspek akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka

diskursus living Quran, sehingga diharapkan bisa berguna terutama bagi yang

memfokuskan pada kajian sosio-kultural masyarakat Muslim dalam

memperlakukan, memanfaatkan atau menggunakan al-Qur‟an.

2. Secara praktis, penelitian ini juga dimaksudkan untuk membantu meningkatkan

kesadaran masyarakat dalam berinteraksi dengan al-Qur‟an. Khususnya bagi

para santri panti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga agar semakin

menumbuhkan cinta terhadap al-Qur‟an; baca, pahami dan aplikasikan dalam

kehidupan.

E. Tinjauan Pustaka

Secara umum, penelitian maupun karya tulis ilmiah mengenai kajian living

Qur‟an memang masih belum banyak dilakukan. Mayoritas penelitian dan karya

tulis yang telah ada masih berkenaan dengan literatur atau teks-teks al-Qur‟an

dan kajian kepustakaan. Seiring perkembangan dalam studial-Qur‟an, kajian

tersebut tidak hanya berkutat pada teks. Akan tetapi, harus juga melihat realitas

sosial masyarakat dalam mensikapi, merespon kehadiran al-Qur‟an. Sehingga

turut mendorong penulis untuk melakukan penelitian lapangan terkait fenomena

respons suatu komunitas sosial terhadap al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu penting untuk melakukan tinjauan pustaka, dimaksud

sebagai deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah

dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa

kajian atau yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikat

11

dari kajian atau penelitian yang telah ada. Beberapa penelitian yang hadir

seputar kajian atau penelitian adalah sebagai berikut :

Tesis pada UIN Yogyakarta tahun 2009, yang ditulis oleh Khoirul Ulum

dengan judul “Pembacaan al-Qur‟an dilingkungan Jawa Timur (Studi Masyarakat

Grujugan Bondowoso). Dalam tesis tersebut, Khoirul Ulum menjelaskan tentang

tradisi membaca al-Qur‟an masyarakat dilokasi penelitian, yang dapat

dikelompokkan menjadidua, yaitu tradisi yang bersifat rutin, seperti Khatmil

Qur‟an dan Yasinan, dan tradisi yang bersifat insidental sesuai dengan kehendak

sohibul hajat. Adapun tujuan pembacaanya adalah: 1) Untuk ibadah; 2) Sebagai

Obat; dan 3) Sebagai perlindungan dihari akhir.

Skripsi pada UIN Yogyakarta tahun 2013, yang ditulis oleh Didik

Andriawan dengan judul “Penggunaan Ayat al-Qur‟an Sebagai Pengobatan (Studi

living Qur‟an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren

Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk).

Dalam skripsi tersebut, Didik Andriawan menjelaskan bahwa dalam praktek

pengobatan yang dilakukan oleh Dr. KH. Komari Safulloh digunakan surat-surat

atau ayat-ayat tertentu didalam al-Qur‟an, seperti Surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas,

surat al-Falaq, Surat al-Nas, surat al-Baqarah: 225, surat al-Naml: 30, surat al-

Saffat: 79-80, dan beberapa ayat lainnya dalam al-Qur‟an, yang seringkali tidak

ada kaitan antara makna ayat dengan penyakit yang diobatinya. Semua yang

dilakukannya berdasarkan intuisi serta keyakinan terhadap ayat-ayat tersebut.

Beberapa karya yang cukup relevan dengan judul yang penulis angkat

diantaranya adalah “ Pengajian al-Qur‟an surat surat pilhan (living Qur‟an

12

dipondok pesantren man‟baul hikam sidoarjo)” Ahmad Zainal Musthofa, Nim.

11531012 (2015) Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta. Dalam skripsi

tersebut ayat-ayat pilihan antara lain surah al-Waqiah dan surah yasin, Adapun

mengenai asal-usul pengetahuan pengajian al-Qur‟an tersebut adalah dominasi

ajaran Thariqah al-Qadiriyah wa an-Naqsabandiyah dari jalur Kyai Romli

Tamim, Rejoso dan adanya riwayat yang menjelaskan fadilah al-Qur‟an surat-

surat tertentu13

.

Karya yang lain dalam jurnal studi ilmu al-Qur‟an dan hadis vol 15, no 1,

januari 2014 karya Siti Fauziah alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta dengan

judul “Pembacaan al-Qur‟an surah-surah pilihan dipondok pesantren Daar Al-

Furqon Janggalan Kudus” dalam jurnal tersebut disebutkan surah-surah pilihan

antara lain al-Mulk, al-Waqiah, ad-Dukhan, ar-Rahman,dan yasiin, pembacaan

al-Qur‟an tersebut dilaksanakan sebagai wiridan yang bertujuan untuk

memberikan keesadaran tentang arti penting kehidupan dipondok pesantren

dengan memberikan suatu perasaan bahwa setiap individu dari santri tersebut

adalah bagian dari pondok pesantren dengan memastikan bahwa ada pemisah

antara yang sakral dan keadaan yang profan14

.

Karya yang cukup relevan dalam jurnal syahada vol.IV No.2 Oktober

2016 karya Syahrul Rahman alumus Institut Sains Al-Qur‟an Syaikh Ibrahim

Rokan Hulu dengan judul “ Studi kasus pembacaan al-Ma‟tsur dipesantren

Khlid bin Walid Pasir Pengaraian kabupaten Rokan Rahman” dalam jurnal

13

Ahmad Zainal Musthofa, Pengajian al-Qur‟an surat surat pilhan (living quran di

pondok pesantren man‟baul hikam sidoarjo), Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta:

2015. 14

Siti Fauziah alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta, Pembacaan al-Qur‟an surah-

surah pilihan di pondok pesantren Daar Al-Furqon Janggalan Kudus: jurnal studi ilmu al-Qur‟an

dan hadis vol 15, no 1, januari 2014.

13

tersebut disebutkan bahwa pembacaan al-Ma‟tsur antara lain adalah surah al-

Fatihah, surah al-Baqarah ayat 1-5, surah al-Baqoroh ayat 255-257, surah al-

Baqarah ayat 284-286, surah al-Ikhlas, surah al-Falaq, surah an-Nas. Pembacaan

tersebut bertujuan untuk membiasakan santri berdzikir dan berdoa dengan doa

yang berasal dari ayat al-Qur‟an dan hadis dari nabi Muhammad SAW karena

secara bahasa al-Ma‟tsur berarti kalimat atau dalam hal ini do‟a dan dzikir yang

berasal dari nabi Muhammad15

.

Referensi tersebut diatas memberikan sumbangan yang sangat berarti

dalam mengkonstruksikan penelitian ini agar dapat menyajikan analisis yang

tepat. Berdasarkan telah pustaka yang penulis sajikan, ternyata belum ada yang

mengangkat tema ini dan melakukan pembahasan secara komprehensif.

F. Kerangka Teori

Studi al-Qur‟an (tafsir) selalu mengalami perkembangan, dipandang

sebagai ilmu bantu bagi ilmu Ulumul Qur‟an, seperti linguistik, hermenetika,

sosiologi, antropologi dan ilmu komunikasi. Hal ini terkait dengan objek

penelitian dalam kajian al-Qur‟an. Secara garis besar objek penelitian Qur‟an

dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama, penelitian yang menempatkan teks al-

Qur‟an sebagai objek kajian. Dalam hal ini, teks al-Qur‟an diteliti dan dianalisis

dengan metode dan pendekatan tertentu, sehingga peneliti dapat menemukan

sesuatu yang diharapkan dari penelitiannya.

Amin al-Khuli menyebut penelitian yang menjadikan teks al-Qur‟an

sebagai obyek kajian dengan istilah dirasat ma fin-nass. Yang mana konsep

15

Syahrul Rahman alumus Institut Sains Al-Qur‟an Syaikh Ibrahim Rokan Hulu, Studi

kasus pembacaan al-ma‟tsur di pesantren khlid bin walid pasir pengaraian kabupaten Rokan

Rahman: jurnal syahada vol.IV No.2 Oktober 2016.

14

Qur‟ani yang dipahami melalui penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya mengatasi problema kehidupan tertentu

atau bahkan dengan tujuan mendapatkan ridho Allah dan kebahagian baik didunia

maupun akhirat.

Kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal diluar teks al-Qur‟an, namun

berkaitan erat dengan kemunculannya, sebagai obyek kajian. Penelitian ini disebut

al-Khuli dengan dirasat ma hawlal Qur‟an (studi tentang apa yang ada disekitar

teks al-Qur‟an16

). Seperti kajian tentang asbabun nuzul, sejarah penulisan dan

pengkodifikansian teks dan lain-lain.

Ketiga, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur‟an

sebagai objek penelitian. Hasil dari penafsiran ini kemudian dijadikan

pembahasaan. Selain itu, peneliti juga bisa menganalisis faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi penafsiran seseorang.

Keempat, penelitian yang memberikan perhatian pada respon masyarakat

terhadap teks al-Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang. Teks al-Qur‟an yang

hidup dalam masyarakat itulah yang disebut dengan The Living Qur‟an,

sementara pelembagaan hasil penafsiran tertentu dalam masyarakat dapat

dikatakan dengan The Living Tafsir. Penelitian semacam ini merupakan bentuk

16

Amin al-Khuli dan Nasīr Hamid, Metode Tafsir Sastra, alih bahasa Khairon Nahdiyyin

(Yogyakarta: Adab Press, 2004), hlm. 64.

15

penelitian yang menggabungkan antara cabang ilmu al-Qur‟an dengan cabang

ilmu sosial, seperti sosiologi dan antorpologi17

.

Penelitian living Qur‟an sebagai sebuah tawaran paradigma alternatif yang

menghendaki bagaimana feedback dan respon masyarakat dalam kehidupan

sehari-hari (everyday life) dapat dibaca, dimaknai secara fugsional dalam konteks

fenomena sosial. Karena itu, al-Qur‟an yang dipahami masyarakat Islam dalam

pranata sosialnya merupakan cerminan dari fugsional al-Qur‟an itu sendiri.

Sehingga respon mereka terhadap al-Qur‟an mampu membentuk pribadinya,

bukan sebaliknya dunia sosial yang membentuknya, melainkan al-Qur‟an

menentukan dunia sosial. Wajar jika kemudian muncul ragam fenomena dalam

everyday life ketika menyikapi al-Qur‟an oleh masyarakat tertentu dan mungkin

dalam waktu tertentu pula sebagai sebuah pengalaman sosial atau spiritual dari

hasil interaksi terhadap al-Qur‟an.

Bagi umat Islam al-Qur‟an merupakan kitab suci yang menjadi manhaj

al-hayat. Mereka disuruh untuk membaca agar memperoleh kebahagian dunia

akhirat. Dalam realitanya, fenomena membaca al-Qur‟an sebagai sebuah apresiasi

dan respon umat Islam ternyata beragam. Ada berbagai model membaca al-

Qur‟an, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya,

sampai yang sekedar membaca al-Qur‟an sebagai ibadah ritual atau untuk

memperoleh ketenangan jiwa. Apapun model pembacaan, yang jelas kehadiran al-

Qur‟an telah melahirkan berbagai bentuk respon masyarakat dan peradaban yang

sangat kaya. Dalam istilah Nasir Hamid, al-Qur‟an kemudian menjadi muntij as-

17

Sahiron Syamsuddin, (ed.). Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis,

(Yogyakarta: TH-Press TERAS, 2007), hlm. VI-XIV. Kata Pengantar dalam Ranah-ranah

Penelitian Studi al-Qur‟an dan Hadis oleh: Sahiron Syamsuddin.

16

saqafah (produsen peradaban). Mengingat teks al-Qur‟an memiliki peran nyata

dalam terbentuknya peradaban umat Islam-Arab sebagai hadarah an-nass

(peradaban teks)18

. Kajian dalam bidang living Qur‟an memberikan kontribusi

yang signifikan bagi pengembangan wilayah objek kajian al-Qur‟an. Jika selama

ini ada kesan bahwa tafsir dipahami harus berupa teks grafis (kitab atau buku)

yang ditulis. Tafsir bisa berupa respon atau praktik suatu masyarakat yang

diinspirasikan oleh kehadiran al-Qur‟an. Dalam bahasa al-Qur‟an hal ini disebut

dengan tilawah, yakni pembacaanya yang berorientasi kepada pengalaman

(action) yang berbeda dengan qira‟at (pembacaan yang berorientasi pada

pemahaman atau understanding). Disisi lain bahwa kajian living Qur‟an juga

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat,

sehingga mereka lebih maksimal dalam mengapresisikan al-Qur‟an19

.

Menurut Yusuf, pendekatan sosiologi adalah penelitian living Qur‟an,

teori yang digunakan dalam penelitiannya adalah apa yang diutarakan oleh Keith

A. Robert dan dikutip oleh Imam Suprayogo, bahwa penelitian berbasis sosiologi,

termasuk kajian living Qur‟an. Penelitian ini menfokuskan terhadap dua hal,

yaitu: Pertama, pengelompokan lembaga agama, meliputi, pembentukannya,

kegiatan demi keberlangsungan hidupnya, pemeliharaannya dan pembubarannya.

Kedua, prilaku individu dalam kelompok-kelompok yang mempengaruhi status

keagamaannya dalam prilaku ritual20

.

18

Muhammad Faisol Fatawi, Tafsir Sosiolinguistik: memahami huruf Muqātha‟ah dalam

al-Qur‟an (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 14. 19

Sahiron Syamsuddin, (ed.). op. cit., hlm. 65-69. 20

Imam Suprayogo dan Tabroni: Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT.

Remaja Rosadakarya, 2003), hlm, 63-65.

17

Dalam kajian living Qur‟an, paradigma yang diperlukan tidak sama

dengan paradigma yang digunakan untuk mengkaji al-Qur‟an, sebagai sebuah

kitab (teks). Akan tetapi tidak dalam kajian living Qur‟an yang dimaknai secara

metaforis dan merupakan sebuah model, karena teks yang sesungguhnya adalah

gejala sosial itu sendiri, bukan kitab surat atau ayat21

.

G. Sitematika Penulisan

Sebagai upaya untuk mempermudah dalam menyusun dan memahami

penelitian ini secara sistematis, maka penulis menggunakan sistematika penulisan

sebagai berikut:

Bab pertama: Pendahuluan, yang menjelaskan tentang Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka

Teori, Kajian Pustaka, Sistematika Penulisan.

Pada bab kedua, akan memuat tentang kerangaka teori yang didalamnya

memuat tentang definisi living Qur‟an, sejarah living Qur‟an serta arti penting

kajian living Qur‟an. Dan Dalam bab ini menjelaskan tentang surah al-Hadid ayat

1-6, yang meliputi: Isi kandungan surat al-Hadid ayat 1-6 dan keutamaan surat al-

Hadid ayat 1-6 yang meliputi: Keutamaan surat al-Hadid ayat 1-6 dalam kitab

tafsir.

Bab ketiga: Dalam bab ini menjelaskan tetang Metode Penelitian yang

meliputi:pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian,kehadiran

21

Syairon Syamsuddin (ed), Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis

(Yogyakarta : TH-Press, 2007), hlm. 22-31.

18

penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, uji

keabsahan data, tahap-tahap penelitian.

Bab ke empat: Hasil penelitian yaitu memuat gambaran dipanti asuhan

Darul Hadlanah NU kota Salatiga dan Pembacaan Surat al- Hadid. Pada bab ini

berisi dua sub judul, Pertama; dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga,

yang meliputi: Sejarah berdirinya, Riwayat hidup pengasuh, Struktur Organisasi

Panti asuhan, Dewan Pengajar / Ustad dan Ustadzah, Santri, Kegiatan Santri,

Sarana Prasarana Panti Asuhan. Kedua; Pembacaan Surat al-Hadid ayat 1-6, yang

meliputi: Tradisi pembacaan surat al-Hadid ayat1-6, Majlis Ta‟lim pembacaan

surat al-Hadid ayat 1-6, tatacara pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6, tujuan

pengasuh dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga, dasar pemahaman

pengasuh dan para ustad dan ustazah serta santri dipanti asuhan Darul Hadlanah

NU kota Salatiga terhadap keistimewaan surat al-Hadid ayat 1-6.

Bab ke lima: memuat tentang analisis

Bab ke enam : Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan. Kesimpulan

tersebut menjelaskan tentang hasil penelitian, Saran-saran dan rekomendasi akhir

dari penelitian. Daftar Pustaka dan data dari hasil observasi maupun wawancara.

Lampiran-lampiran, Dalam lampiran berisikan bukti surat izin penelitian, surat

keterangan penelitian, foto-foto (dokumentasi) dari lapangan penelitian.

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Living Qur‟an

1. Definisi Living Qur‟an

living Qur‟an ditinjau dari segi bahasa adalah gabungan dari dua kata

yang berbeda, yaitu living, yang berarti hidup dan Qur‟an yaitu kitab suci

umat Islam. Secara sederhana istilah living Qur‟an bisa diartikan dengan

(Teks) al-Qur‟an yang hidup dimasyarakat22

.

Studial-Qur‟an sebagai sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang

terkait langsung atau tidak langsung dengan al-Qur‟an pada dasarnya sudah

dimulai sejak zaman rasul. Hanya saja pada tahap awalnya semua cabang

ulum al-Qur‟an dimulai dari praktek yang dilakukan generasi awal terhadap

dan demi al-Qur‟an, sebagai wujud penghargaan dan ketaatan pengabdian.

Ilmu Qira‟at, Rasm al-Qur‟an, asbab al-nuzul dan sebagainya dimulai dari

praktek generasi pertama al-Qur‟an (Islam). Baru pada era takwin atau

formasi ilmu-ilmu keIslaman pada abad berikutnya, praktek-praktek terkait

dengan al-Qur‟an ini disistematiskan dan dikodifikasikan, kemudian lahirlah

cabang-cabang ilmu al-Qur‟an23

.

Secara umum kajian living Qur‟an artinya mengkaji al-Qur‟an sebagai

teks-teks yang hidup bukan teks-teks yang mati. Pendekatan living Qur‟an

menekankan aspek fungsi al-Qur‟an sebagai petunjuk dan rahmat bagi

22

Sahiron Syamsuddin, Ranah-Ranah Penelitian dalam Studi al-Qur‟an dan Hadis,

dalam Sahiron Syamsuddin (ed), Metode Penelitian Living Qur‟an dan hadis (Yogyakarta: Teras,

2007). 23

Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode

Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007.

20

manusia dan orang-orang yang beriman, tetapi in juga bisa memasukkan

peranan al-Qur‟an dalam berbagai kepentingan dan konteks kehidupan, baik

yang beriman maupun yang tidak beriman, pendekatan ini juga mengkaji

produk penafsiran dan relevansinya bagi persoalan masyarakat kini dan

disini. Al-Qur‟an merupakan firman lisan (spoke word), bersama atau

belakangan lalu menjadi scripture (kitab) dan kemudian menjadi literature

dalam studi agama-agama. Bagi William Graham yang membahas makna

kitab, Qur‟an, kalam, Qira‟ah. Al-Qur‟an adalah firman tertulis yang

dilisankan (a written word that is spoken) karenanya, kajian teks agama

harus melampaui firman lisan dan firman tertulis24

.

Bagi pengkaji berorentasi akademis, kajian living Qur‟an artinya

memahami dan menjelaskan mengapa dan bagaimana al-Qur‟an dipahami

sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang seharusnya menurut kaidah-

kaidah tafsir itu. Ia tidak mengkaji sejauh mana pemahaman dan penerapan

al-Qur‟an itu memenuhi sebagian atau tidak kaedah-kaedah penafsiran yang

dianggap otoritatif25

.

Terkait dengan lahirnya cabang-cabang ilmu al-Qur‟an ini, ada satu hal

yang di catat, yakni bahwa sebagian besar, kalau tidak malah semuanya,

berakar pada problem-problem tekstualitas Qur‟an. cabang-cabang ilmu al-

Qur‟an ada yang terkonsentrasi pada aspek internal teks ada pula yang

memusatkan perhatiannya pada aspek eksternalnya seperti asbab al-nuzul

24

William Graham, “The Qur‟an as Spoken Word: An Islamic Contribution to the

Understanding of Scripture,” Richard Martin, ed., Approaches to Islam in Religious Studies

(Oxford: Oneworld, 2001 hal 23-40. 25

Jurnal of al-Qur‟an dan hadis: Vol. 4, No. 2, (2015): kajian Naskah dan Kajian Living

Qur‟an dan Hadist, Associate Professor, Religious Studies Department, University of California,

Riverside; Dosen Fakultas Ushuluddin, Tafsir Hadisth, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hal 147.

21

dan tarikh al-Qur‟an yang menyangkut penulisan, penghimpunan hingga

penerjemahannya. Sementara praktek-praktek tertentu yang berjudul

penarikan al-Qur‟an ke dalam kepentingan praktis dalam kehidupan umat

diluar aspek tekstualnya nampak tidak menarik perhatian para peminat studi

al-Qur‟an klasik.

Dengan kata lain living Qur‟an yang sebenarnya bermula dari fenomena

Qur‟an in everday life, yakni makna dan fungsi al-Qur‟an yang riil

dipahami dan dialami masyarakat muslim, belum menjadi obyek studi bagi

ilmu-ilmu al-Qur‟an konvensional (Klasik). Bahwa fenomena ini sudah ada

embrionya sejak masa yang paling dini dalam sejarah Islam adalah benar

adanya, tetapi bagi dunia muslim yang saat itu belum terkontaminasi oleh

berbagai pendekatan ilmu sosial yang notabene produk dunia barat, dimensi

sosial cultural yang membayang-bayangi kehadiran al-Qur‟an tampak tidak

mendapat porsi sebagai obyek studi26

.

Sebenarnya sebab-sebab yang melatarbelakangi kenyataan bahwa

ulumul-Qur‟an lebih tertarik pada dimensi tekstual al-Qur‟an, diantaranya

terkait dengan penyebaran paradigma ilmiah ke dalam wilayah kajian agama

pada umumnya. Sebelum paradigma ilmiah dengan orentasi obyektifnya

merambah dunia studi agama (Islam), maka kajian atau studi Islam

termasuk studi al-Qur‟an lebih berorentasi pada keberpihakan keagamaan.

Artinya, ilmu-ilmu al-Qur‟an sengaja dilahirkan dalam rangka menciptakan

satu kerangka acuan normative bagi lahirnya penafsiran al-Qur‟an yang

memadai untuk membackup kepentingan agama. Itulah mengapa berbagai

26

Abdul mustaqim dkk, metodologi penelitian living Qur‟an , (Yogjakarta:TERAS,

2007) hal 5-8.

22

dimensi tekstual Qur‟an lebih diunggulkan sebagai obyek kajian. Itulah pula

mengapa dahulu ilmu ini merupakan spesialisasi bagi para ulama usaha

pengembangan ilmu-ilmu kegamaan murni27

.

Tampaknya studi Qur‟an yang lahir dari latar belakang paradigma

ilmiah murni, diawali oleh para pemerhati studi Qur‟an non muslim. Bagi

mereka banyak hal yang menarik disekitar Qur‟an ditengah kehidupan kaum

muslim yang berwujud berbagai fenomena sosial. Misalnya fenomena sosial

terkait dengan pelajaran membaca al-Qur‟an dilokasi tertentu, fenomena

penulisan bagian-bagian tertentu dari al-Qur‟an ditempat tempat tertentu,

pemenggalan unit-unit al-Qur‟an yang kemudian menjadi formula

pengobatan, do‟a dan sebagainya yang ada dalam masyarakat muslim

tertentu tapi tidak dimasyarakat muslim lainnya. Model studi menjadikan

fenomena yang hidup ditengah masyarakat muslim terkait dengan Qur‟an

ini sebagai obyek studinya, pada dasarmya tidak lebih dari studi sosial

dengan keraguannya. Hanya karena fenomena sosial ini muncul lantaran

kehadiran Qur‟an, maka kemudian diinisiasikan ke dalam wilayah studi

Qur‟an. pada perkembangan kajian ini dikenal dengan istilah living

Qur‟an28

.

Konsekuensi dari obyek studi berupa fenomena sosial ini adalah

diperlukannya berbagai perangkat metodologi ilmu-ilmu sosial yang belum

tersedia dalam khasanah ilmu al-Qur‟an klasik. Signifikansi akademisnya

tentu tidak lebih dari mengeksplorasi dan mempublikasikan kekayaan ragam

27

Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode

Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal.6. 28

Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode

Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 7.

23

fenomena sosial terkait dengan Qur‟an diberbagai komunitas muslim dalam

batas-batas kepentingan ilmiah yang tidak berpihak. Berbeda dengan studi

Qur‟an yang obyeknya berupa tekstualitas Qur‟an maka studi Qur‟an yang

obyek kajiannya berupa fenomena lapangan semacam ini tidak memiliki

kontribusi langsung bagi upaya penafsiran al-Qur‟an yang lebih bermuatan

agama. Tetapi pada tahap lanjut, hasil dari studi sosial Qur‟an dapat

bermanfaat bagi agamanya untuk dievaluasikan dan ditimbang bobot

manfaat dan madlarat berbagai praktek tentang Qur‟an yang dijadikan

obyek studi29

.

Adalah tokoh-tokoh Neal robinson, Farid Essac atau Nasr Abu Zaid,

para pemerhati studi Qur‟an atas dasar paradigma ilmiah, yang merintis

memasuki wilayah baru studi Qur‟an ini. Farid Essac lebih banyak

mengeksplorasi pengalaman tentang Qur‟an dilingkungannya sendiri,

sedang Neal Robinson mencoba bagaimana pengalaman Taha Husen dalam

mempelajari al-Qur‟an dimesir, bagaimana pengalaman komunitas muslim

dianak benua India tentang Qur‟an dan sebaginya30

.

2. Living Qur‟an dalam Lintasan Sejarah

Jika ditelisik secara historis, praktek memperlakukan al-Qur‟an, surat-

surat atau ayat tertentu didalam al-Qur‟an untuk kehidupan praktis umat,

pada hakekatnya sudah terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada masa

Rasulullah SAW. Sejarah mencatat, Nabi Muhammad dan para sahabat

pernah melakukan praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga

29

Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode

Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 8.

30

Neal Robinson, Discovering the Qur‟an (London: SCM press, 1996), h. 14-24.

24

orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu

didalam al-Qur‟an31

.

Hal ini didasarkan atas sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh

Imam al-Bukhari dalam shahih al-Bukhari. Dari Aisyah r.a berkata bahwa

Nabi Muhammad SAW pernah membaca surat al-Mu‟awwidhatain, yaitu

surah al-Falaq dan an-Nas ketika beliau sedang sakit sebelum wafatnya32

.

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobati

seseorang yang tersengat hewan terbiasa dengan membaca al-Fatihah33

. Dari

beberapa keterangan riwayat hadis diatas, menunjukkan bahwa praktek

interaksi umat Islam dengan al-Qur‟an, bahkan sejak masa awal Islam,

dimana nabi Muhammad SAW, masih hadir ditengah-tengah umat, tidak

sebatas pada pemahaman teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang

sama sekali diluar teks.

Jika kita cermati, praktek yang dilakukan Nabi Muhammad SAW

dengan membaca surat al-Mu‟awwidhatain untuk mengobati sakitnya, jelas

sudah diluar teks. Sebab secara semantic tidak ada kaitan antara makna teks

dengan penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad SAW. Demikian juga

halnya dengan praktek yang lakukan oleh sahabat Nabi yang membacakan

surat al-Fatihah untuk mengobati orang yang terkena sengatan kalajengking.

31

Didi Djunaedi, living Qur‟an (sebuah pendekatan baru dalam kajian al-Qur‟an), dalam

Journal of Qur‟an and Hadisth Studies – Vol. 4, No. 2, (2015): h. 176 . 32

Imam al-Bukhari, shahih al-Bukhari, Bab Al-Raqa bi Al-Qur‟an, CD Rom, Maktabah

al-Shamilah, al-Isdar al-Thani, t.t. 33

Imam Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Bab Al-Raqa Bi Fatihat Al-Kitab, CD Rom ,

Maktabah Al-Shamilah, Al-Isdar Al-Thani, t.t.

25

Secara makna, rangkaian surat Al-Fatihah sama sekali tidak ada kaitanya

dengan sengatan kalajengking34

.

Dari beberapa praktek interaksi umat Islam masa awal, dapat dipahami

jika kemudian berkembang pemahaman dimasyarakat tentang fadhilah atau

khasiat serta keutamaan surat-surat tertentu atau ayat-ayat tertentu didalam

al-Qur‟an sebagai obat dalam arti yang sesungguhnya yaitu untuk

menyembuhkan penyakit fisik. Disamping beberapa fungsi tersebut, al-

Qur‟an juga tidak jarang digunakan masyarkat untuk menjadi solusi atas

persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk memudahkan datangnya

rezeki35

.

Sampai saat ini dapat dinyatakan bahwa sebetulnya yang dimaksud

dengan living Qur‟an dalam konteks ini adalah kajian atau penelitian ilmiah

tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran Qur‟an atau

keberadaan al-Qur‟an disebuah komunitas muslim tertentu. Penelitian

ilmiah disini perlu dikemukakan untuk menghindari dimasukkannya

tendensi keagamaan yang tentu dengan tendensi ini berbagai peristiwa

tersebut akan dilihat dengan kacamata ortodoksi yang ujung-ujungnya

berupa vonis hitam putih sunnah-bid‟ah, syar‟iyah-ghairu syar‟iyah atau

meminjam istilah yang agak berimbang dengan istilah living Qur‟an maka

peristiwa tersebut sebetulnya lebih tepat disebut The Dead Qur‟an. artinya

jika dilihat dengan kacamata keislaman (sebagai agama), tentu peristiwa

34

Didi Djunaedi, living Qur‟an (sebuah pendekatan baru dalam kajian al-Qur‟an), dalam

Journal of Qur‟an and Hadisth Studies – Vol. 4, No. 2, (2015): h. 177. 35

Didi Djunaedi, living Qur‟an (sebuah pendekatan baru dalam kajian al-Qur‟an), dalam

Journal of Qur‟an and Hadisth Studies – Vol. 4, No. 2, (2015): h. 178.

26

sosial dimaksud berarti telah membuat teks-teks Qur‟an tidak berfungsi, dan

hanya dapat diaktualisasikan secara benar jika bertolak dari praktek

perlakuan atas Qur‟an dalam kehidupan kaum muslim sehari-hari tidak

bertolak dari pemahaman yang benar (secara agama) atas kandungan teks

Qur‟an36

.

Misalnya Qur‟an memang mengklaim dirinya sebagai syifa‟ yang

dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai obat, tetapi ketika unit-unit

tertentu darinya dibacakan untuk mengusir jin atau syetan yang konon

merasuk ke dalam tubuh manusia, maka bukan berarti praktek ini

berdasarkan pemahaman atas kandungan teks al-Qur‟an. dari sudut pandang

Islam tentu praktek ini berarti menunjukkan the dead Qur‟an, tetapi sebagai

fakta sosial, praktek semacam ini tetap berkaitan dengan Qur‟an dan betul-

betul terjadi ditengah komunitas muslim tertentu. Itulah yang kemudian

perlu dijadikan obyek studi baru bagi para pemerhati studi Qur‟an dan untuk

menyederhanakan ungkapan, maka digunakan istilah living Qur‟an37

.

Praktek-praktek semacam ini dalam bentuknya yang paling sederhana

pada dasarnya sudah sama dengan usia Qur‟an itu sendiri. Namun, pada

periode yang cukup panjang praktek-praktek diatas belum menjadi obyek

kajian penelitian Qur‟an. Baru pada tanggal terakhir sejarah studi Qur‟an

kajian tentang praktek-praktek ini diinisiasikan ke dalam wilayah studi

Qur‟an oleh para pemerhati studi Qur‟an kontemporer38

.

36

Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode

Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 9. 37

Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode

Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 10. 38

Ibid hal 10

27

3. Arti Penting Kajian Living Qur‟an

Kajian living Qur‟an memberikan kontribusi yang signifikan bagi

pengembangan wilayah objek kajian al-Qur‟an. jika selama ini ada kesan

bahwa yang ditulis oleh seseorang, maka makna tafsir sebenarnya bisa

diperluas. Tafsir bisa berupa respons atau praktik perilaku suatu masyarakat

yang diinspirasi oleh kehadiran al-Qur‟an. dalam bahasa al-Qur‟an hal ini

disebut dengan tilawah yakni pembacaan yang berorentasi kepada

pengalaman (action) yang berbeda dengan Qira‟ah (pembacaan yang

berorentasi pada pemahaman atau (understanding)39

.

Bagi mahasiswa jurusan tafsir sendiri, kajian living Qur‟an

merupakan tanah baru yang belum banyak disentuh oleh mereka. Terbukti

kebanyakan skripsi masih berkutat pada kajian teks. Maka kajian ini dapat

memperluas objek penelitian tersebut.

Di sisi lain adalah bahwa kajian living Qur‟an juga dapat dimanfaatkan

untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka

lebih maksimal dalam mengapresiasi al-Qur‟an. sebagai contoh, apabila

dimasyarakat terdapat fenomena menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an hanya

sebagai jimat atau jampi-jampi untuk kepentingan supranatural, sementara

mereka sebenarnya kurang memahami apa pesan-pesan dari kandungan al-

Qur‟an, maka kita dapat mengajak dan menyadarkan mereka bahwa al-

Qur‟an diturunkan fungsi utamanya adalah untuk hidayah. Dengan begitu,

maka cara berfikir klenik dapat sedikit demi sedikit dapat ditarik kepada

39

Secara Semantis, dalam tilawah ada aspek mengikuti (ittiba‟ atau iqtida‟) terhadap apa

yang di bacanya. Sedang dalam qira‟ah terkandung makna perenungan pemahaman (tadabbur)

lihat, al-Raghib al-isfahani, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an (Beirut Dar al-Fikr tth ), 71-72 lihat

pula, Ibnu Faris, Mu‟jam Maqayis Lughah (Beirut: Dar Ihya‟, 2001), h.154.

28

cara berfikir akademik, berupa kajian tafsir misalnya. Lebih dari itu,

masyarakat yang tadinya hanya mengapresiasi al-Qur‟an sebagai jimat, bisa

disadarkan agar al-Qur‟an dijadikan sebagai idiologi transformative untuk

kemajuan peradapan. Menjadikan al-Qur‟an hanya sebagai rajah-rajah atau

tamimah dapat dipandang merendahkan fungsi al-Qur‟an, meski sebagian

ulama ada yang membolehkannya40

. Alasannya, karena pengertian al-

Qur‟an sebagai syifa‟ bisa untuk jasad atau ruhani sekaligus. Penggunaan

wifiq atau rajah yang menggunkan sebagai ayat al-Qur‟an bisa dilihat dalam

kitab-kitab seperti al-Awfaq, karya imam al-Ghazali, Khazinatul Asrar,

karya Sayyid Muhammad Haqqi Al Nazil, Mamba‟usul Hikam, Sayyid al

Buni, al Rahman Fi At Tibb Wal Hikam karya Al-Suyuthi41

.

Arti penting kajian living Qur‟an berikut adalah memberikan paradigma

baru bagi pengembangan kajian Qur‟an kontemporer, sehingga studi Qur‟an

tidak hanya berkutat pada wilayah kajian teks. Pada wilayah living Qur‟an

ini kajian tafsir akan lebih banyak mengapresiasi respondan tindakan

masyarakat terhadap kehadiran al-Qur‟an, sehingga tafsir tidak lagi hanya

bersifat elitis, melainkan emansipatoris yang mengajak partisipasi

masyarakat. Pendekatan fenomenologi dan analisis ilmu sosial humaniora

tentunya menjadi sangat penting dalam hal ini42

.

40

Lihat Yusuf al- Qaradlawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer (terj). As‟ad Yasin (Jakarta:

Gema insani Press 2001), h.262. 41

Mansur, M. dkk “Arti Penting Kajian Living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin

(ed.) Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 71. 42

Mansur, M. dkk “Arti Penting Kajian al-Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.)

Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 68.

29

a. Living Qur‟an: Sebagai Religious Research

Kalau living Qur‟an ini untuk sementara dikategorikan sebagai

penelitian agama dengan kerangka penelitian agama sebagai gejala

sosial, maka desainnya akan menekankan pentingnya penemuan

keterulangan gejala yang diamati sebelum sampai pada kesimpulan43

.

Living Qur‟an sebagai penelitian yang bersifat keagamaan

(religious research), yakni menempatkan agama sebagai system

keagamaan, yakni system sosiologis, suatu aspek organisasi sosial, dan

hanya dapat dikaji secra tepat jika karakteristik itu diterima sebagai titik

tolak44

. Jadi bukan meletakkan agama sebagai doktrin, tetapi agama

sebagai gejala sosial.

Living Qur‟an, dimaksudkan bukan bagaimana individu atau

sekelompok orang memahami al-Qur‟an (penafsiran) tetapi bagaimana

al-Qur‟an itu disikapi dan direspon masyarakat muslim dalam realitas

kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial.

Jadi apa yang mereka lakukan adalah panggilan jiwa yang merupakan

kewajiban moral sebagai muslim untuk memberikan penghargaan,

penghormatan, cara memuliakan kitab suci yang diharapkan pahala dan

berkah dari al-Qur‟an sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap

fungsi al-Qur‟an sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-

Qur‟an yang dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu,

43

Atho‟Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1998, hal 68.

44

Lihat John Middleton,” the religious system” dalam raul naroll (ed), A hornbook of

method in cultural Anthropology (new York : Columbia university press,1973), hal 502- 507.

30

maksud yang dikandung bisa sama, tetapi ekspresi dan ekspektasi

masyarakat terhadap al-Qur‟an antara kelompok satu dengan kelompok

yang berbeda, begitu juga antara golongan, antara etnis dan antar

bangsa.

Dalam penelitian model living Qur‟an yang dicari bukan kebenaran

agama lewat al-Qur‟an atau menghakimi kelompok keagamaan tertentu

dalam Islam, tetapi lebih mengedepankan penelitian tentang tradisi

yang menggejala dimasyarakat dilihat dari persepsi kualitatif. Meskipun

terkadang al-Qur‟an dijadikan sebagai simbol keyakinan yang dihayati,

kemudian diekspresikan dalam bentuk perilaku keagamaan. Dalam

penelitian living Qur‟an diharapkan dapat menemukan segala sesuatu

dari hasil pengamatan yang cermat dan teliti atas perilaku komunitas

muslim dalam pergaulan sosial-keagamaan hingga menemukan segala

unsur yang menjadi komponen terjadinya perilaku itu melalui struktur

dalam (deep structure) agar dapat ditangkap makna dan nilai-nilai

(meaning and values) yang melekat dari sebuah fenomena yang diteliti.

Kalau digambarkan dalam pendekatan historis, sosiologis dan

antropologi, maka fenomena keagamaan itu yang berakumulasi pada

pola perilaku manusia didekati dengan menggunakan ketiga model

pendekatan sesuai dengan posisi perilaku itu dalam konteksnya masing-

masing seperti disebutkan diatas.

Sementara telah disepakati bahwa living Qur‟an berlindung

dibawah payung sosiologis atau sosiologi agama, maka pendekatan

yang lebih tepat adalah antropologi, sehingga bangunan persfektifnya

31

pada umumnya menggunakan persfektif mikro atau paradigma

humanistic, seperti fenomenologi, etnometodologi, meneliti everday

life (tindakan dan kebiasaan yang tetap) dan arkeologi. Jadi analisisnya

berupa individu, kelompok atau organisasi dan masyarakat, benda-

benda bersejarah, buku, prasasti, cerita-cerita rakyat45

.

Paradigma penelitian sosial-agama. Ada 3 macam yang digunakan

yaitu positivistic, dengan menempatkan fenomena sosial dipahami dari

persfektif luar (other perpective) yang bertujuan untuk menjelaskan

mengapa suatu peristiwa terjadi proses kejadianya, hubungan antara

variable, bentuk dan polanya. Sedangkan paradigma naturalistic, justru

kebaikannya dengan persfektif inner perspective, yakni berdasarkan

subyek perilaku yang bertujuan untuk memahami makna perilaku

simbol-simboli dan fenomena-fenomena dan paradigma rasionalistik

(verstehen), dengan melihat realitas sosial sebagaimana yang dipahami

oleh penelitian berdasarkan teori-teori yang ada dan didialogkan dengan

pemahaman subyek yang diteliti (data empiric). Paradigma ini sering

digunakan dalam penelitian filsafat, bahasa, agama (ajarannya) dan

komunikasi yang menggunakan metode semantic, filologi, hermenutika

dan analisis isi.

Ilmu-ilmu agama, pada segi-seginya yang menyangkut masalah

sosial, yaitu menjadi bagian yang dapat diteliti, diamati dengan

menggunakan piranti ilmiah, atau metodologi ilmiah. Metode ilmiah

ditentukan oleh obyek yang dikaji. Kalau segi-segi tertentu itu Islam

45

Imam Suproyogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT,

Remaja Rosdakarya, 2003), Cet II, h.63.

32

pada posisi fenomena sosial, maka niscaya metode pengkajian terhadap

fenomena itu adalah metode-metode sosial.

Living Qur‟an masuk dalam wilayah kajian ke islaman tidak hanya

kepada aspek-aspeknya yang normative dan dogmatic, tetapi juga

pengkajian yang menyangkut aspek sosiologis dan antropologis. Ilmu-

ilmu Islam, meliputi aspek kepercayaan normative-dogmatik yang

bersumber dari wahyu dan aspek perilaku manusia yang lahir oleh

dorongan kepercayaan, menjadi kenyataan-kenyataan empiric.

Oleh karena itu perlu dicari metode ilmiah yang tepat dan relevan,

bahwa “obyek studi” menemukan metode, bukan sebaliknya metode

yang menentukan obyek. Sehingga agama sebagai fenomena kehidupan

yang menyatkan diri dalam system sosial budaya, bukanlah masalah

yang sulit untuk menentukan metode yang relevan bagi pengkaji atau

peneliti. Dalam mengkaji fenomenologi agama tidak mengkaji hakikat

agama secara filosofis dan teologis,tetapi hakikat agama sebagai

fenomena empiris dari struktur suatu fenomena yang mendasari setiap

fakta religious.

Dalam penelitian fenomenologi sangat mengandalkan metode

parsitipatif fenomenologi sangat mengandalkan metode parsitipatif,

agar peneliti dapat memahami tindakan religious dari dalam. Sebab

kalau tidak demikian hanya akan memberikan kesan seolah kita

memasuki pikiran orang lain lewat suatu proses misterius. Dalam

konteks ini Max Weber menerapkan metode verstehen, yaitu

pemahaman empatik (keberpihakan), tidak simpati dan tidak antipasti.

33

Dalam arti, kemampuan menyerap dan mengungkapkan lagi perasaan-

perasaan, motif-motif, dan pemikiran-pemikiran yang ada dibalik

tindakan orang lain.

Barangkali bisa menggunakan metode sejarah, yang menekankan

kepada proses terjadinya sesuatu perilaku manusia dalam masyarakat.

Proses itu menjelaskan awal kejadian dan faktor-faktor yang ikut

berperan dalam proses itu. Metode sejarah yang diteliti mengamati

sesuatu proses sosial budaya, dapat digunakan untuk memahami proses

persebaran agama ke seluruh persekutuan hidup manusia. Pada

gilirannya proses situ pada akhirnya sampai pada suatu keadaan yang

telah menyatu dalam sistem perilaku sosial budaya, dan menyatakan

diri sebagai perilaku berpola, dari sinilah metode antropologi dapat

menyumbangkan peranan-peranan ilmiahnya. Misalnya dengan

metode-metode pengamatan terlibat, yang amat diakrabi oleh para ahli

antropologi untuk memahami perilaku yang tidak dapat diukur secara

kuantitatif, dapat kiranya digunakan untuk memahami berbagai aspek

perilaku manusia beragam secara kualitatif.

Dalam kehidupan umat beragama, diketahui adanya posisi dan

peranan-peranan tertentu dari seseorang posisi dan peranan-peranan itu

menyatakan diri dalam kehidupan bersama, sehingga kehidupan sosial

itu dapat terselenggara, melalui hubungan-hubungan fungsional dalam

masyarakat yang bersumber dari kedudukan dan perananya, dalam

kehidupan umat beragama. Menurut ahli antropologi, dalam upacara

keagamaan mengandung empat aspek yang perlu mendapat perhatian

34

yaitu tempat upacara, waktu upacara, media dan alat upacara, orang-

orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Dengan demikian, peranan sosiologi agama sangat besar dalam

memposisikan teori-teorinya ke dalam penelitian keagamaan, karena

berkaitan erat bahkan tak terpisahkan dengan masyarakat. Anggapan

para sosiolog agama bahwa dorongan-dorongan, gagasan-gagasan dan

kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya juga dipengaruhi

agama, sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi mereka.

Berbagai pemaknaan al-Qur‟an dan perwujudan dalam kehidupan

sehari-hari merupakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan

peristiwa atau gejala sosial-budaya yang bisa mendapat perhatian dari

para ahli antropologi agama dan ahli sosiologi agama. Memandang

living Qur‟an atau al-Qur‟an yang hidup46

.

b. The Living Qur‟an: Fenomena Sosial-Budaya Antropologis

pada dasarnya memandang fenomena ini sebagai fenomena sosial-

budaya, yakni sebagai sebuah gejala yang berupa pola-pola perilaku

individu-individu yang muncul dari dasar pemahaman mereka

mengenal al-Qur‟an. Dengan presfektif ini fenomena yang kemudian

menjadi objek kajian bukan lagi al-Qur‟an sebagai kitab tetapi

perlakuan manusia terhadap al-Qur‟an dan bagaimana pola-pola

perilaku yang dianggap berdasarkan atas pemahaman tentang al-Qur‟an

itu diwujudkan. Objek kajian disini adalah bagaimana berbagai

46

Mansur, M. dkk “Living Qur‟an Sebagai Religious Research.” Dalam Sahiron

Syamsuddin (ed.) Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 49-54.

35

pemaknaan terhadap al-Qur‟an diatas hadir, dipraktekkan dan

berlangsung dalam kehidupan sehari-hari manusia.

Al-Qur‟an yang hidup ditengah kehidupan sehari-hari manusia bisa

mewujudkan dalam kehidupan beraneka-ragam, yang bagi sebagai

pemeluk Islam mungkin malah telah dianggap menyimpang dari ajaran-

ajaran dasar dalam agama Islam itu sendiri. Kajian the living Qur‟an

kemudian memang lebih dekat dengan kajian-kajian ilmu sosial-budaya

seperti antropologi dan sosiologi.

Feneomena living-Qur‟an juga dapat dikatakan sebagai Qur‟anisasi

kehidupan, yang artinya memasukkan al-Qur‟an sebagaimana al-Qur‟an

tersebut dipahami ke dalam semua aspek kehidupan manusia, atau

menjadikan kehidupan manusia sebagai suatu arena untuk mewujudkan

al-Qur‟an dibumi, al-Qur‟anisasi kehidupan manusia dapat berupa

penggunaan ayat-ayat dalam al-Qur‟an yang diyakini sebagai

mempunyai kekuatan ghaib tertentu untuk mencapai tujuan tertentu,

misalnya membuat seseorang menjadi terlihat sakti karena tidak dapat

dilukai dengan senjata tajam manapun. Ayat-ayat al-Qur‟an disini

memang tidak lagi terlihat sebagai petunjuk, perintah, larangan

melakukan sesuatu atau cerita mengenai sesuatu, tetapi lebih tampak

sebagai mantra yang jika dibaca berulang-kali sampai mencapai jumlah

tertentu akan dapat memberikan hasil-hasil tertentu seperti yang

diinginkan.

Qur‟anisasi kehidupan tersebut juga dapat berupa praktek-preaktek

pengobatan dengan menggunakan ayat-aayat tertentu dalam al-Qur‟an

36

sebagaimana pernah dipraktekkan oleh sebagian sahabat nabi dimasa

lampau. Bagi sebagian orang praktek-praktek semacam ini dianggap

sah-sah saja , karena memang ada contohnya dimasa Rasulullah SAW

masih hidup.

Dalam konteks kajian Qur‟anisasi kehidupan manusia,

memperlakukan dan mempelajari al-Qur‟an sebagai sebuah kitab yang

berisi petunjuk-petunjuk sebagaimana dilakukan disekolah-sekolah dan

institusi pendidikan Islam tidak lagi dipandang satu-satunya atau

perlakuan yang paling tepat terhadap al-Qur‟an. Pemaknaan dan

perlakuan semacam itu hanya dipandang sebagai salah satu bentuk

perlakuan yang dapat diberikan terhadap al-Qur‟an, dan pemaknaan

serta perlakuan inilah yang kemudian menjadi objek kajian itu sendiri.

Tentu saja peran dan kedudukan al-Qur‟an sebagai kitab dan tidak dapat

diabaikan.

Dengan menggunakan presfektif semacam ini maka objek material

dalam kajian The Living Qur‟an mencakup antara lain berbagai macam

pemaknaan al-Qur‟an dan perwujudan pemaknaan-pemaknaan tersebut

dalam kehidupan sehari-hari47

.

c. The Living Qur‟an: Paradigma untuk Mempelajari

Dengan menempatkan pemaknaan al-Qur‟an dan perwujudan

dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai titik pusat kajian, maka

paradigma-paradigma yang diperlukan disini tidak lagi sama dengan

paradigma yang digunakan untuk mengkaji al-Qur‟an sebagai kitab.

47

Ahimsa Putra, H.S, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, Jurnal

Walisongo, vol 20, no1, “The Living Qur‟an: Beberapa Persfektif Antropologi” Mei 2012.

37

Memang kita masih dapat menggunakan paradigma hermenutika,

karena interpretasi masih tetap dilakukan terhadap gejala-gejala tersebut

sebagai teks. Akan tetapi karena teks disini merupakan sebuah model

atau metafor dan teks yang sebenarnya adalah pemaknaan al-Qur‟an

dan perwujudannya dalam kehidupan maka hermenutika yang

dilakukan tidak lagi sama dengan hermenutika dalam kajian teks yang

sebenarnya.

Banyak paradigma yang dilakukan untuk mempelajari The Living

Qur‟an, namun tidak semua paradigma ini dapat diterapkan dengan

mudah. Karena terbatasnya keputusan yang tersedia. Paradigma yang

dapat memberikan hasil dan dapat dipakai jika diterapkan dengan baik

adalah sebagai berikut:

1) Paradigma Akulturasi

Akulturasi adalah sebuah proses yang terjadi ketika suatu

kebudayaan bertemu dengan kebudayaan lain, dan kemudian

mengambil sejumlah unsur-unsur budaya baru tersebut serta

mengubahnya sedemikian rupa sehingga unsur-unsur budaya baru

tersebut terlihat seperti unsur budayanya sendiri. Dengan sudut

pandang akulturasi seseorang peneliti The Living Qur‟an

mengetahui proses dan hasil interaksi antara ajaran-ajaran yang ada

dalam al-Qur‟an dengan sistem kepercayaan atau budaya lokal

suatu masyarakat. Selain itu mengetahui unsur-unsur mana dari

budaya lokal yang mempengaruhi pola interaksi atau pemahaman

terhadap al-Qur‟an sebagai firman-firman Allah SWT dalam

38

bahasa arab, yang artinya tidak dimengerti sepenuhnya oleh

masyarkat pendukung budaya tersebut.

Proses akulturasi bisa berjalan lancar dan mulus, bisa juga

tidak. Dalam hal ini peneliti dapat memperhatikan individu-

individu mana yang menyebarkan unsur-unsur tertentu dari al-

Qur‟an, individu-individu mana yang menyebarkan unsur-unsur

tertentu dari al-Qur‟an, individu-individu mana yang yang

menyebar unsur yang lain: tafsir mereka mengenai budaya lokal;

pemanfaatan mereka atas unsur budaya lokal untuk penyebaran al-

Qur‟an, bahkan juga konflik-konflik yang harus mereka hadapi

dalam proses penyebaran tersebut. Perubahan-perubahan apa yang

dilakukan terhadap unsur-unsur yang ada dalam al-Qur‟an,

sehingga bagian dari budaya lokal, dan apa reaksi orang terhadap

perubahan-perubahan tersebut.

2) Paradigma Fungsional

Paradigma fungsional digunakan ketika seorang peneliti

bermaksud mengetahui fungsi-fungsi dari suatu gejala sosial

budaya. Fungsi ini bisa merupakan fungsi sosial atau fungsi

kultural gejala tersebut, seperti misalnya pola-pola perilaku yang

muncul dari pemaknaan-pemaknaan tertentu terhadap ayat-ayat al-

Qur‟an. Misalnya saja pemaknaan terhadap surat-surat adan ayat-

ayat tertentu yang kemudian melahirkan pola-pola perilaku tertentu

dengan fungsi sosial-kultural tertentu pula, ketika peneliti tertarik

pada fungsi budaya dari Qur‟anisasi kehidupan masyarakat, dia

39

akan mengarahkan perhatiannya pada fungsi Qur‟anisasi tersebut

pada tataran pandangan hidup, nilai-nilai, norma dan aturan yang

berlaku dalam masyarakat. Jika ditarik pada fungsi sosial

fenomena tersebut, dia akan mengarahkan perhatiannya pada

fungsi-fungsi Qur‟anisasi terhadap interaksi, relasi dan jaringan

sosial, serta pengelompokan dan pelapisab sosial yang ada disitu.

Peneliti juga dapat mencoba mengungkapkan fungsi-fungsi

sosial kultural dari al-Qur‟an itu sendiri, yang mungkin sangat

berbeda dengan fungsi al-Qur‟an dalam konteks aktivitas belajar m

engajar disebuah perguruan tinggi. Dalam hal ini ayat-ayat yang

diyakini memiliki khasiat tertentu biasanya akan mendapat

perlakuan berbeda dengan ayat-ayat yang lain.

3) Paradigma Struktural

Tujuan utama seorang penelitian yang menggunakan

pendekatan struktural adalah mengungkapkan struktur yang ada

dibalik gejaala-gejala sosial budaya yang dipelajari atau

membangun sebuah model yang juga merupakan struktur yang

akan dapat membuat peneliti memahami dan menjelaskan gejala-

gejala yang dipelajari. Dengan menggunakan paradigma tersebut

seorang peneliti akan mencoba memahami gejala pemakanaan al-

Qur‟an lewat model-model struktur tertentu.

Lewat kacamata struktural seorang peneliti dimungkinkan

untuk memandang berbagai fenomena pemaknaan al-Qur‟an

sebagai serangkaian transformasi dari suatu struktur tertentu. Disini

40

al-Qur‟an sebagai kitab akan dipandang sebagai salah satu

perwujudan diantara sejumlah perwujudan lain (seperti misalnya

ritual, mitos) dari struktur tertentu yang lebih abstrak, yang lebih

dalam, yang seolah-olah ada dibalik al-Qur‟an. Al-Qur‟an sebagai

sebuah kitab disini lantas terlihat sebagai transformaasi dari al-

Qur‟an yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal

ini pada akhirnya peneliti harus menampilkan sebuah model

tertentu dan memperlihatkan transformasi-transformasi yang

terjadi. Penelitian dapat dimulai dari aspek budaya yang mana saja.

Bisa dari aspek ritual, bisa dari aspek pemaknaan, bisa dari aspek

al-Qur‟annya, bisa pula dari aspek budaya materinya.

4) Paradigma Fenomenologi

Ketika seorang menggunakan paradigma fenomenologi untuk

mempelajari suatu gejala sosial budaya dia akan berusaha

mengungkapkan kesadaran atau pengetahuan pelaku mengenai

dunia tempat mereka berada kesadaran atau pengetahuan pelaku

mengenai dunia tempat mereka berada, kesadaran mereka

mengenai perilaku-perilaku mereka sendiri. Hal ini dipandang

sangat penting karena pemahaman atau pengetahuan mengenai

dunia inilah yang dianggap sebagai dasar bagi pewujudan pola-

pola perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

memahami pandangan dunia atau pandangan hidup ini peneliti

kemudian akan dapat mengerti mengapa pola-pola perilaku tertentu

diwujudkan, dan bukan perilaku-perilaku yang lain.

41

Dengan presfektif fenomenologi ini peneliti tidak lagi akan

menilai kebenaran atau kesalahan pemahaman para pelaku tertentu

mengenai al-Qur‟an, karena yang dianggap penting bukan lagi

benar salahnya sebuah tafsir atau pemahaman, tetapi isi itu sendiri.

Isi tafsir inilah yang menjadidasar dari pola-pola perilaku tertentu.

Dipeneliti dapat mencoba mengungkapkan misalnya pandangan

masyarakat mengenai surah yasin yang menjadi tonggak utama

ritual yasinan, atau pandangan mereka mengenai pengobatan

dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an, pandangan mereka

mengenai kedudukan surat-surat atau ayat-ayat tertentu dalam

kehidupan mereka sehari-hari dan sebagainya.

5) Paradigma Hermeneutika

Yang dimaksud hermenutika disini berbeda dengan

hermenutika dalam kajian teks karena disini bukan lagi sesuatu

yang tertulis tetapi gejala sosial budaya itu sendiri. Dalam artian

tertentu gejala sosial budaya dari sejumlah simbol-simbol, seperti

juga halnya sebuah teks sebagi sebuah teks maka gejala sosial

budaya tersebut kemudian harus dibaca, ditafsir. Oleh karena

gejala sosial budaya tidak sama persis dengan teks maka mau tidak

mau diperlukan metode yang lain untuk membaca untuk

menafsirkannya. Disinilah terletak perbedaan antara hermenutika

dalam kajian teks dengan hermenutika dalam kajian gejala sosial

budaya.

42

Berbagai macam wujud pemaknaan al-Qur‟an dengan berbagai

simbol lain yang mengelilinginya merupakan teks-teks sosial

budaya yang dapat dibaca oleh mereka yang tertarik untuk meneliti

The Living Qur‟an. Dari kajian semacam ini akan muncul

pemaknaan-pemaknaan atau tafsir-tafsir baru yang berasal dari

peneliti mengenai pemaknaan-pemaknaan al-Qur‟an yang ada

dalam berbagai kebudayaan, serta berbagai ritual yang

menyertainya. Dalam hal ini, tafsir yang diberikan oleh peneliti

tidak harus sama dengan tafsir masyarakat yang diteliti. Bahkan,

memang harus berbeda, karena peneliti memiliki data kebudayaan

yang lebih banyak dari pada warga masyarakat itu sendiri secara

individual. Hal ini memungkinkannya memberi tafsir yang berbeda

atas berbagai macam fenomena Living Qur‟an yang ditemuinya

ditempat penelitian48

.

B. Surah Al-Hadid

Surah al-Hadid merupakan surah yang di jadikan bacaan dalam

tradisi living Qur‟an di panti asuhan Darul Hadlanah, salah satu alasannya

adalah bahwa pengasuh di panti asuhan Darul Hadlanah mengikuti aliran

dari tokrekoh dengan jalur dari sahabat Ali. Surah Al-Hadid

diperselisihkan secara sangat tajam oleh para ulama menyangkut masa

turunnya. Apakah sebelum atau sesudah Nabi Muhammad SAW,

berhijrah. Sebagian menilainya Madaniyyah. Ada riwayat yang

48

Ahimsa Putra, H.S, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, Jurnal

Walisongo, vol 20, no1, “The Living Qur‟an: Beberapa Persfektif Antropologi” Mei 2012 hal

253-257.

43

dinisbatkan kepada sahabat Nabi SAW49

. Ibn Mas‟ud yang menanyakan

baru saja empat tahun dari keislaman kami, namun Allah menurunkan ayat

yang mengencam kami yaitu: belumkah tiba saatnya bagi orang-orang

yang beriman untuk khusuk hati mereka karena dzikrullah dan apa yang

telah turun kepada mereka dari kebenaran, dan janganlah mereka seperti

orang-orang yang diberi al-kitab sebelumnya, lalu berlalulah mereka masa

yang panjang sehingga hati mereka menjadikeras. Dan kebanyakan

diantara mereka adalah orang-orang yang fasik. (ayat 16) (HR. Muslim,

An-Nasa‟i, dan Ibn Majah). Ini berarti ayat tersebut Makkiyah. Tetapi ada

juga riwayat yang bersumber dari kedua sahabat Nabi saw, Ibn Abbas dan

Anas Ibn Malik ra, yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun setelah 13

atau 14 tahun dari turunnya al-Qur‟an (HR. Ibn. Mardawaih). Ini berarti

ayat tersebut adalah Madaniyyah. Memang riwayat muslim lebih kuat

sanadnya dan Ibn Mas‟ud sendiri lebih dahulu memeluk Islam dari pada

Anas Ibn Abbas, namun demikian pembicaraan ayat tersebut yang

menyinggung Ahl al-kitab yakni orang yahudi dan nasrani mengesankan

pula bahwa ia adalah Madaniyyah. Betapapun, agaknya kira dapat

berkesimpulan bahwa sebagian ayat-ayat surah ini Makkiyah dan sebagian

lainnya Madaniyyah.

Namanya Al-Hadid telah dikenal sejak masa Nabi SAW.

Penamaan ini agaknya disebabkan kata al-Hadid disebut dalam surah ini

(ayat 25). Memang dalam surah al-Kahf (ayat 96) juga disebut kata ini,

49

M. Quraish Shihab ,Tafsir al-misbah pesan, kesan, dan keseharian al-Qur‟an (Jakarta

: lentera hati 2012) hal 396-409

44

tetapi karena kisah ashhab al-Kahfi lebih menarik disini, ia dinamai

dengan nama al-Khaf dan yang disini dinamai dengan Al-Hadid.

Tema utamanya adalah mengingatkan akan kuasa dan kebesaran

Allah, serta penekanan tentang pentingnya berinfak dijalan Allah dan

menjauhi kekerasaan hati yang menjadiciri orang-orang yahudi.

Thabathabai hanya menekankan bahwa tema surah ini adalah perintah

berinfak. Sayyid Quthub berpendapat bahwa tema surah ini adalah ajakan

kepada umat Islam untuk mewujudkan dalam kepribadiannya hakikat

keimanan sehingga seluruh totalitas diri manusia mengarah secara tulus

kepada Allah, tidak kikir, atau menahan sesuatu demi karena Allah baik

jiwa maupun harta benda, tidak juga detak-detik kalbu yang terdapat

didalam dada. Hakikat itulah yang menjadikan seseorang menjadirabbani,

kendati dia berpijak dibumi. Tolak bersegera menggapainya adalah nilai-

nilai yang luhur menurut tolak ukur itu.

Al-Biqa‟i berbeda dengan yang lain, menegaskan bahwa tujuan

utama surah ini adalah penjelasan tentang keumuman risalah Nabi

Muhammad SAW. Untuk seluruh manusia, yang dalam surah yang lalu

telah dibagi menjaditiga kelompok. Dan untuk itu diperlukan jihad yang

membutuhkan harta benda guna meninggikan kalimat Allah sebagai upaya

menghindari dari siksa pada hari kemudian.

Surah ini adalah surah ke 95 dari segi perurutan turunnya, jika kita

menyatakan bahwa ia adalah Madaniyyah. Sementara ulama berpendapat

bahwa ia turun sesudah surah al-Zalzalah dan sebelum surah al-Qital.

Jumlah ayat-ayatnya menurut cara perhitungan ulama Mekkah, Madinah,

45

dan Syam sebanyak 28 ayat, dan menurut ulama Basyrah dan Kufah

sebanyak 29 ayat.

Setelah penulis melakukan penelitian tentang surah al-Hadid dapat

diketahui bahwa didalam surah al-Hadid ayat 1-6 berisi sanjungan kepada

dzat yang menciptakan isi seluruh alam, adapun tafsir surah al-Hadid ayat

1-6 adalah sebagai berikut:

a. Ayat 1

semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepada

Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana.

1) TAFSIR

Akhir surah al-Waqi‟ah surah yang lalu adalah perintah kepada

Nabi Muhammad SAW, agar bertasbih menyucikan Allah SWT.

Sangat wajar lagi tepat awal surah ini dimulai dengan pernyataan

bahwa: telah bertasbih kepada dan untuk Allah semata Sejak

wujudnya semua apa yang berada dilangit dan yang berada dibumi,

yakni semua mengakui keagungan-Nya dan kebesaran-Nya, tunduk

dan patuh secara sukarela mengikuti ketetapan-Nya, dan dia lah yang

maha perkasa yang tidak dapat ditampik ketentuan-Nya lagi maha

bijaksana dalam segala ketetapan-Nya.

Kata sabbaha terambil dari kata kata sabaha yang pada

mulanya berarti menjauh. Seseorang yang berenang dilukiskan dengan

46

kata tersebut karena pada hakikatnya dengan berenang itu ia menjauh

dari posisinya semula.

Bertasbih dalam pengertian agama berarti menjauhkan Allah

dari segala sifat kekurangan, kejelekan, bahkan ketidaksempurnaan

yang terbayang dalam benak makhluk. Karena betapapun seseorang

ingin membayangkan kesempurnaan itu, pastilah gambaran yang lahir

dalam benaknya tidak dapat melampaui keterbatasannya sebagai

makhluk, padahal Allah adalah wujud mutlak yang tidak terbatas.

Ayat diatas tidak menggunakan kata man yang menunjuk

kepada makhluk berakal tetapi kata ma yang mencakup makhluk tidak

berakal dan tidak pula bernyawa. Dari sini, timbul beragam pendapat

tentang tasbih makhluk-makhluk itu. Ada yang berpendapat bahwa

tasbih mereka adalah wujudnya yang menunjuk kepada wujud dan

keesaan Allah. Ada lagi yang menyatakan bahwa tasbih tersebut

adalah ketundukan dan kepatahan mereka pada sistem yang ditetapkan

Allah baginya. Air bertasbih dengan selalu mengalir ke tempat yang

rendah, membeku atau mendidih pada temperature tertentu kapan dan

dimanapun, Demikian seterusnya. Ada lagi yang merujuk kepada

firman Allah: langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada

didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan

bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti

tasbih mereka (Qs. Al-Isra 17).

Ada tujuh dalam al-Qur‟an yang dimulai dengan kata yang

berakar pada kata sabbaha dan dalam berbagai bentuk. Surah-surah

47

tersebut mempunyai perurutan yang sangat logis, bukan saja ditinjau

dari segi kandungan maknanya tetapi juga dari segi bentuk kata yang

dipilihnya dari sudut pandang ilmu kebahasaan. Dalam ilmu bahasa,

dikenal perurutan yang dimulai dari infinitive noun atau mashdar (kata

jadian), disusul dengan past tense atau madhi (kata kerja masa lampu),

kemudian present tense atau mudhari‟ (kata kerja masa kini), dan

seterusnya adalah amr (kata yang menunjukkan kepada perintah)

Perurutan ini pula yang ditemui dalam mushaf al-Qur‟an,

dalam susunan perurutan surah-surah yang menggunakan akar kata

sabbaha itu. Surah pertama yang menggunakan akar kata tersebut

pada ayatnya yang pertama adalah Qs.Al-Isra ayat 1 dengan

menggunakan bentuk kata jadian subhana, disusul dengan surah yang

menggunakan kata kerja masa lampau sabbaha masing-masing pada

surah yang ditafsirkan ini (Qs. al -Hadid ayat1), (Qs. Surah al- Hasyr

ayat 1), dan (Qs. Ash-Shaff ayat 1). Setelah itu surah yang

menggunakan bentuk mudhari‟ (kata kerja masa kini) yaitu Qs. al-

Jumu‟ah ayat 1 dan At-Taghabun ayat1. Dan terakhir pada surah al-

A‟la ayat 1 dengan menggunakan bentuk yang menunjukkan kepada

perintah.

Penggunaan bentuk kata kerja masa lampau pada surah ini

untuk menegaskan bahwa tasbih yang dilakukan oleh semua makhluk

itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan Allah sebelum wujud

mereka. Allah telah mengilhami setiap makhluk dan memberinya

potensi untuk hal tersebut. Bagi makhluk berakal, potensi itu adalah

48

akal dan hati yang dianugrahkan kepada masing-masing dan bagi yang

tidak berakal adalah sifat dan tabiat yang melekat pada substansi

kejadiannya. Pertanyaan diatas sekaligus menyindir setiap orang yang

dianugrahi akal, tetapi enggan bertasbih menyucikan Allah SWT.

b. Ayat 2

(2) kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan

dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ayat yang lalu menegaskan penyucian seluruh wujud kepada Allah.

Ayat diatas menjelaskan kewajiban-Nya disucikan bagaikan menyatakan:

betapa dia tidak disucikan padahal milik-Nya sendiri serta dibawah kendali

dan kekuasaan-Nya kerajaan langit dan bumi serta apa yang berada antara

keduanya. Dia bebas dan kuasa melakukan apa saja diseluruh jagat raya

ini, kendati demikian semua perbuatan-Nya penuh hikmah.

Untuk menampik dugaan bahwa kuasa-Nya itu hanya terbatas pada

benda-benda tak bernyawa, ayat diatas melanjutkan bahwa: dan hanya dia

sendiri tidak ada selain-Nya yang senantiasa sejak dahulu hingga kini dan

masa datang yang menghidupkan, yakni memberi hidup, dan

melanggengkannya untuk siapa yang dia kehendaki dan mematikan, yakni

tidak memberi atau mencabut hidup itu, bagi apa dan siapa yang dia

kehendaki dan dia atas segala sesuatu apa dan siapa pun maha kuasa.

Hidup ditandai oleh rasa, gerak, dan tahu, hidup bertingkat-tingkat,

ada hidup malaikat, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan makhluk

49

lain yang kita tidak ketahui. Ada juga hidup duniawi dan ukhrawi. Allah

menganugrahkan masing-masing dengan kualitas yang berbeda-beda.

Kematian adalah lawan hidup atau ketiadaan hidup.

Didahulukan kalimat kulli syai‟ pada ayat diatas demikian juga ayat

berikut untuk memberi penekanan bahwa tidak satu pun yang luput dari

kuasa dan ilmu Allah SWT.

c. Ayat 3

(3) Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin ; dan

Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Setelah ayat yang lalu menyebutkan kuasa-Nya yang tidak terbatas,

kini ayat diatas menjelaskan wujud-Nya yang mutlak. Allah berfirman

memperkenalkan diri-Nya: dialah yang awal yang telah wujud sebelum

segala sesuatu wujud sehingga tidak ada yang mendahului-Nya, dan yang

akhir yakni hidup selama-lamanya setelah segala sesuatu musnah. Dan

hanya dia pula yang zhahir, yang begitu jelas wujud-Nya melalui alam

raya yang dia ciptakan dan pembuktian logika dan rasa, dan hanya dia pula

dijangkau, jangankan oleh mata tetapi juga oleh akal dan khayal; dan dia

menyangkut segala sesuatu maha mengetahui .

Thabathabai menghubungkan ayat diatas dengan akhir ayat yang

lalu yang menegaskan kuasa-Nya atas segala sesuatu. Menurutnya, karena

Allah swt. Maha kuasa atas segala sesuatu, itu berarti kuasa-Nya meliputi

50

segala sesuatu yang wujud dan yang tergambar dapat wujud. Dia

meliputinya dari semua arah. Segala yang tergambar dalam benak bahwa

ia yang pertama, pada hakikatnya dia yang maha kuasa itu sebelumnya,

dan segala yang tergambar dalam benak bahwa ia adalah yang akhir, maka

Allah yang akhir itu sesudahnya. Segala yang tergambar dalam benak

bahwa ia nyata, maka Allah lebih nyata darinya karena kuasanya

mengatasi apa pun dan dengan dialah yang dzahir dan segala yang

tergambar dalam bentuk bahwa ia bathin (tersembunyi) maka Allah lebih

dari itu karena dia meliputi segala sesuatu dibelakangnya. Demikian Allah

adalah yang awal, yang akhir, yang zahir, dan yang bathin, dan demikian

juga terlihat bahwa nama-nama tersebut adalah cabang dari nama-Nya al-

Muhith / yang maha meliputi. Demikian Thabathabai yang kemudian

menekankan bahwa keempat nama Allah tersebut tidak boleh dipahami

dalam konteks waktu atau tempat.

Kata awwal terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf

alif, wawu, dan lam. Salah satu maknanya adalah permulaan, sedang akhir

adalah antonym awwal.

Imam Ghazali menjelaskan bahwa yang awwal menjadi awwal bila

dibandingkan dengan selainnya. Awwal dan akhir bertolak belakang

sehingga tidak mungkin sesuatu menjadi awwal dan akhir dalam saat yang

sama jika dibandingkan dengan suatu hal yang sama. Jika dipandang

kepada yang maujud, pada hakikat-Nya Allah saat dibandingkan

dengannya adalah yang awwal karena wujud semua yang maujud itu

bersumber dari-Nya. Adapun Allah wujud-Nya adalah zat Nya, bukannya

51

memperoleh wujud dari selain-Nya. Selanjutnya, Al-Ghazali: jika anda

memperhatikan perurutan suluk, tata cara berjalan menuju Allah dan

memperhatikan peringkat para penelusur jalan itu, anda temukan bahwa

akhir peringkat yang dituju oleh orang-orang arif adalah ma‟arif

(pengenalan Allah) semua ma‟arif yang diraih sebelum ma‟arif Allah

adalah tangga menuju ma‟arif -Nya. Itulah peringkat terakhir jika ditinjau

dari sisi suluk. Dengan demikian, Allah adalah yang awwal dari segi

wujud dan dia adalah akhir dari segi suluk. Dia pangkalan tempat bertolak

dari pelabuhan tempat bersauh.

Sayyidina Ali pernah melukiskan makna kedua sifat ini yaitu

bahwa dia yang awwal yang bagi-Nya tiada sebelum sehingga mustahil

ada sesuatu sebelum-Nya, dia yang akhir yang bagi-Nya tiada sesudah

sehingga mustahil ada sesuatu sesudah-Nya, dia tidak berada disuatu

tempat sehingga mustahil dia berpindah dari satu tempat ke tempat yang

lain.

Kata azh-zahir terambil dari akar kata yang menggunakan huruf-

huruf zha, ha‟, ra‟. Maknanya berkisar pada dua hal, yaitu kekuatan dan

kejelasan atau penonjolan. Sesuatu yang terbuka sehingga terlihat jelas

dinamai zhahir. Siang sewaktu cahaya sangat terang yakni saat matahari

ditengah langit, dinamai zhuhur. Punggung manusia, karena jelas dan kuat

dinamai zhahr. Maka yang dinamai zhahirah, demikian juga fenomena

yang tampak. Sesuatu yang tinggi juga ditunjuk dengan menggunakan akar

kata ini, demikian juga mengalahkan karena dengan mengalahkan ia

memiliki kekuatan.

52

Kata Al-Bathin terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf

ba‟, tha‟ dan nun. Maknanya berkisar pada sesuatu yang terdapat didalam

atau tersembunyi.

Az-zahir yang merupakan sifat Allah, dipahami sebagai dia yang

tampak dengan jelas bukti-bukti wujud dan keesaan-Nya dipentas alam

raya ini. Nalar dapat membayangkan betapa alam raya dengan serba

keindahan, keserasia, keharmonisan dapat terwujud tanpa kehadiran-Nya.

Dia azh-zahir itu yang menujukkan kepada kita kerajaan dan kekuasaan-

Nya dengan menyadarkan kita bahwa dalil-dalil wujud-Nya terbentang

dialam luas ini. Segala sesuatu yang diciptakan-Nya walau yang bisu

sekalipun adalah hujjah yang berbicara tentang wujud-Nya. Maka tidak

melihat-Nya tetapi dia berada dihadapan setiap ciptaan-Nya, sebagimana

dinyatakan dalam al-Qur‟an: al-An‟am ayat 103

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat

melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha halus lagi Maha

mengetahui.

Al-Bathin adalah dia yang tersembunyi hakikat zat dan sifat-Nya,

bukan karena tidak tampak, tetapi justru karena dia sedemikian jelas

sehingga mata dan pikiran silau bahkan tumpul sehingga tak mampu

memandang-Nya.

Ketika menafsirkan ayat yang menguraikan sifat Allah ini, pakar

Tafsir Fakhruddin Ar-razi menjelaskan bahwa Allah Zhahir karena dia

53

Bathin. Ulama yang digelari dengan al-Imam itu memberi ilustrasi dengan

matahari seandainya matahari tidak beredar, kita dapat menduga bahwa

cahaya yang terlihat dipentas bumi ini bersumber dari masing-masing

benda. Kita tidak akan menduga bahwa dia adalah akibat cahaya matahari.

Tetapi, karena matahari menghilang dari ufuk dan terbenam, ketika itu kita

sadar bahwa penyebabnya adalah matahari dan bahwa matahari ada

wujudnya. jika demikian, tulisnya: seandainya dimungkinkan ketiadaan

wujud Allah diarena alam ini, ketika itu kita sepenuhnya akan yakin bahwa

segala wujud adalah bersumber dari wujud Allah SWT.

Imam Ghazali menulis bahwa; ketersembunyian-Nya disebabkan oleh

kejelasan-Nya yang luar biasa dan kejelasanya yang luar biasa disebabkan

oleh ketersembunyian-Nya. Cahaya-Nya adalah tirai cahaya-Nya karena

semua yang melampai batas akan berakibat sesuatu yang bertentangan

dengannya.

Huruf wawu yang diterjemahkan dan pada ayat-ayat diatas berfungsi

menggambarkan kesempurnaan dan kemantapan sifat-sifat tersebut karena,

seperti tulis al-Biqa‟i seandainya tanpa wawu maka boleh jadi ada yang

menduga bahwa sifat tersebut tidak sempurna. ini karena setiap sifat yang

disebut diatas disusul dengan lawannya. Penyebaran lawannya itu bila

tanpa wawu dapat menimbulkan kesan relativitas yang dikaitkan dengan

lawan sifat yang disebut sesudahnya. Ayat diatas bermaksud menyatukan

bahwa dia adalah yang awal secara mutlak, ke awwalan-Nya bukan

dikaitkan dengan akhir, dia juga yang akhir dan itu tidak berkaitan dengan

siapa yang awwal.

54

d. Ayat 4

(4.) Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa:

kemudian Dia bersemayam diatas ´arsy, Dia mengetahui apa yang masuk

ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari

langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu dimama saja

kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Ayat yang lalu menyebut wujud-Nya tidak berawal dan tidak

berakhir, kehadiran-Nya, Yang nyata dan tersembunyi, serta kuasa serta

ilmu-Nya yang menyeluruh, kini ayat diatas menguraikan penciptaan-Nya

terhadap alam raya serta sekelumit dan perincian pengetahuan-Nya yang

menyeluruh itu. Ayat diatas menegaskan bahwa: hanya dialah yang

menciptakan langit yang berlapis tujuh itu dan bumi yang tergampar ini

yakni alam raya seluruhnya dalam enam hari, yakni masa atau periode:

kemudian dia bersemayam diatas arsy yakni dia berkuasa dan mengatur

segala yang diciptakan-Nya sehingga berfungsi sebagaimana yang dia

kehendaki. Jangan duga bahwa, setelah selesai diciptakan, dia abaikan atau

dia tidak mengetahui lagi keadaan ciptaanya, dia dari saat ke saat dan

secara bersinambungan mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi,

seperti air, berbagai kekayaan alam, fosil-fosil makhluk yang telah mati,

55

benih, dan lain-lain, dan mengetahui pula apa yang keluar darinya, seperti

tumbuhan, bintang, barang tambang, air, dan sebagainya. Dan mengetahui

juga apa yang turun dari langit, seperti malaikat, hujan, dan apa yang naik

kepadanya, seperti uap, doa, amal-amal manusia, dan bukan hanya itu,

tetapi dia juga selalu bersama kamu dengan pengetahuan dan kuasanya

dimana saja kamu berada. Dan Allah maha melihat apa yang kamu

kerjakan secara lahir maupun batin, nyata maupun tersembunyi.

Ayat diatas tidak menyinggung makhluk yang melangkah dan

merayap dibumi, demikian juga tidak menyinggung yang terbang

mengelilingi angkasa karena penyebutan kata-kata masuk, keluar, turun,

dan naik sudah cukup memberi gambaran tentang pengetahuan Allah

menyangkut aneka gerak dan perbuatan.

Kata ma‟a atau bersama tidak selalu berarti bercampur dan

menyatunya satu hal atau lebih dengan hal yang lain dua atau lebih dalam

satu kesatuan. Firman-Nya: Wa huwa ma‟akum atau dia (Allah) bersama

kamu, jika ia ditujukan kepada makhluk secara umum, kebersamaan itu

adalah pengetahuan-Nya, dan bila ditujukan kepada orang-orang mukmin,

kebersamaan-Nya adalah bantuan dan dukungan-Nya. Itulah yang

dimaksud antara lain ketika Allah menyatakan kebersamaan-Nya dengan

Musa dan Harun (baca Qs.Thaha 46), dan itu juga yang dimaksud Nabi

SAW. Yang berkata kepada Sayyidina Abu Bakar ra. Ketika berhijrah (

inna Allah ma‟ana atau sesungguhnya Allah bersama kita) Q.s at-Taubah

ayat 40.

56

e. Ayat 5-6

(5) kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. dan kepada Allah-

lah dikembalikan segala urusan.

(6) Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan

siang ke dalam malam. dan Dia Maha mengetahui segala isi hati.

Ayat yang lalu menjelaskan bahwa Allah menciptakan langit dan

bumi. Yakni seluruh alam raya dan karena pencipta sesuatu boleh jadi

bukan pemiliknya, ayat diatas menegaskan bahwa; milik-Nyalah sendiri

kerajaan langit dan bumi. Dia adalah sumber kejadian dan awal segala

sesuatu dan kepada Allah saja, tidak kepada selainnya, dikembalikan

secara mudah oleh-Nya segala urusan. Sebagai salah satu yang sangat jelas

tentang kuasanya adalah bahwa dialah melalui hukum-hukum alam yang

ditetapkan-Nya, yang memasukkan malam ke dalam siang dan

memasukkan siang ke dalam malam. Yakni, Allah menjadikan malam

suatu ketika lebih panjang dari pada siang, dan dilain kali menjadikan

siang lebih panjang dari pada malam dan Dia maha mengetahui segala isi

hati, baik detak detik dan motivasi yang disembunyikan secara sadar oleh

pemiliknya maupun pengalaman, keinginan dan motivasi yang telah

terpendam dibawah alam sadarnya dan telah dilupakan oleh pemiliknya.

57

Ayat ini bukan pengulangan ayat kedua yang juga menegaskan

kepemilikan Allah SWT. Atas semua langit dan bumi karena ayat kedua

dikemukakan dalam konteks menghidupkan dan mematikan serta tentang

kuasa Allah yang tidak terbatas, sedang ayat diatas tentang kembalinya

segala sesuatu dan semua persoalan duniawi dan ukhrawi hanya

kepadanya.

Kata umur atau urusan adalah bentuk jamak dari kata amr. Menurut

Thahir Ibn Asyur50

, kata ini popular dalam arti nama dari apa yang

menunjuk kepada peristiwa atau kejadian sehingga ia mencakup perbuatan

dan ucapan. Jika demikian, makna firmannya: ila allah turja‟ al-umur

adalah kepada Allah kembalinya perbuatan-perbuatan (dan ucapan-

ucapan) manusia, yakni pada saat kebangkitan nanti. Yang dimaksud

dengannya adalah kembali pelaku-pelaku perbuatan itu untuk diberi

balasan dan ganjaran.

Menurut pakar tafsir, Ibn Athiyah yang juga dikutip oleh Ibn Asyur

kata umur dapat juga berarti segala yang wujud. Dengan demikian, segala

persoalan wujud apa pun dikembalikan kepada Allah. Dialah yang

menentukan, termasuk dia yang membangkitkan manusia dan memberi

balasan dan ganjaran kepada mereka. Huruf alif dan lam pada kata tersebut

disini menunjukkan ketercakupan segala urusan yang wujud tanpa kecuali,

penggunaan bentuk pasif dikembalikan mengisyaratkan mudahnya hal

tersebut dilakukan oleh Allah SWT.

50

Dalam M. Quraish Shihab ,Tafsir al-misbah pesan, kesan, dan keseharian al-Qur‟an

(Jakarta : lentera hati 2012) hal 407

58

Ayat-ayat pada kelompok ini silih berganti menampilkan hakikat-

hakikat agung tentang Allah SWT ayat pertama menggambarkan

bagaimana seluruh wujud tanpa kecuali, mengakui Allah SWT dan

menyucikan nya. Hati manusia yang terbuka dan nalarnya yang bersih

pasti akan tersentuh dan ikut pula dalam menyucikan-Nya. Lalu, ayat

kedua menggambarkan kuasa-Nya atas seluruh jagat raya. Makhluk hidup

kembali tersentak mendengarkan hakikat bahwa dia sendiri tidak ada

selain nya yang menganugrahkan hidup dan mencabutnya. Hidup dan

mati, yang hingga kini tidak dikenal oleh yang berakal bagaimana

hakikatnya, dijelaskan oleh ayat diatas dari mana sumbernya dan siapa

pengendalianya sambil menekankan bahwa dia maha kuasa atas segala

sesuatu. Tidak ada yang dapat menghalangi kuasanya. Selanjutnya, baru

saja hakikat diatas dinyatakan, tampilkan lagi hakikat yang lebih besar dari

pada sebelumnya bahwa dia adalah al-awwal tidak ada wujud sebelumnya

dan dia juga al-akhir, tidak ada wujud sesudahnya, dia yang dzahir dan dia

juga yang bathin, sifat-sifat yang menunjukkan wujud yang maha

sempurna lalu hakikat ini dikukuhkan lagi tentang cakupan ilmu nya yang

menyeluruh. Kalau hakikat ini telah bersemai didalam hati, segala sesuatu

tidak lagi akan mendapat tempat didalam hati kecuali Allah SWT, semua

tidak ada hakikat dan wujud nya walaupun hati itu sendiri kecuali yang

bersumber dari hakikat agung itu. Segala sesuatu hanyalah waha, akan

lenyap, tiada yang kekal kecuali Allah SWT. Nah, setelah hakikat-hakikat

agung tersebut dipaparkan, barulah dijelaskan tentang sumber penciptaan

alam raya dan kuasa Allah mengendalikannya serta pengetahuan-Nya yang

59

menyeluruh. Demikian lebih kurang kesimpulan uraian Sayyid Quthub

menyangkut kelompok ayat diatas. Demikian kelompok ayat diayat

menggugah hati manusia agar menyadari kebesaran dan kekuasaan Allah

sehingga sungguh tepat pada waktu kelompok mendatang Allah mengajak

manusia untuk beriman kepadanya dan berinfak agar hakikat diatas lebih

tertancap didalam jiwa dan persada bumi ini.

60

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, metode mutlak diperlukan karena merupakan

cara yang teratur untuk mencapai suatu tujuan yang dimaksud, metode ini

diperlukan guna mencapai tujuan yang sempurna.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai oleh peneliti adalah pendekatan

kualitatif51

. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, pemahaman, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah52

. Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan data yang berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari pelaksana tradisi pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga.

Melengkapi pengertian kualitatif tersebut diatas, Taylor dan

Bogdan mengemukakan beberapa karateristik penelitian tersebut:

a. Bersifat induktif, yaitu mendasarkan pada prosedur logik yang berawal

dan proposisi khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu

kesimpulan hipotesis yang bersifat umum. Dalam hal ini konsep-konsep,

51

Saifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.7. 52

Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya,

2006), hlm. 6.

61

pengertian dan pemahaman didasarkan pada pola-pola yang ditemui dalam

data.

b. Melihat pada setting dan manusia satu-kesatuan, yaitu mempelajari

manusia dalam konteks dan situasi dimana mereka berada. Oleh karena

itu, manusia dan setting tidak disederhanakan ke dalam variabel, tetapi

dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan.

c. Memahami perilaku manusia dan sudut pandang mereka sendiri (sudut

pandang yang diteliti). Hal ini dilakukan dengan cara melakukaan empati

pada orang-orang yang diteliti dalam upaya memahami bagaimana mereka

melihat sebagai hal dalam kehidupannya.

d. Lebih mementingkan proses penelitian dari pada hasil penelitian. Oleh

karena itu, bukan pemahaman mutlak yang dicari, tetapi pemahaman yang

mendalam tentang kehidupan sosial.

e. Menekannkan pada validitas data sehingga ditekankan pada dunia empiris.

Penelitian dirancang sedimikian rupa agar data yang diperoleh benar-benar

mencerminkan apa yaang dilakukan dan dikatakan yang diteliti.

f. Bersifat humanitis yaitu memahami secara pribadiorang yang diteliti dan

ikut mengalami apa yaang dialami orang yang diteliti dalam kehidupan

sehari-hari.

g. Semua aspek kehidupan sosial dan manusia dianggap berharga dan

penting untuk dipahami karena dianggap sebagai spesifik dan unik.53

53 Dra.djami‟atul Islamiyah, M.Ag, Dimensi Eksperiensial dan Konsekuensial dari

Psikografi Keberagamaan Mahasiswa IAIN Salatiga Tahun 2016 (Studi Para Hafiz dan Hafizah),

lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LP2M) hal 25

62

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field

research) yaitu jenis penelitian mendalam mengenai suatu unit sosial

sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang

terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai suatu unit sosial

tersebut, dengan turun ke lapangan, maka data-data serta informasi

mengenai pelaksanaan tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat

1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga. dikumpulkan

oleh peneliti secara jelas.

3. Lokasi Penelitian

Adalah objek penelitian dimana kegiatan penelitian dilakukan.

Penentuan lokasi penelitian dimaksudkan untuk mempermudah dan

memperjelas objek yang menjadisasaran penelitian, sehingga

permasalahan tidak terlalu luas, yang dijadikan lokasi penelitian ini

adalah diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga.

Alasan dipilihnya lokasi diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota

Salatiga. karena lokasi ini sangat menarik dengan bukti bahwa tradisi

pembacaan al-Qu‟ran surah al-Hadid ayat 1-6 diPanti Asuhan Darul

Hadlanah NU kota Salatiga. memiliki keistimewaan tersendiri

dibandingkan dengan Panti yang lain, terkait dengan tradisi pembacaan

al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 , dan juga karena pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 menjadiciri khas dari diPanti Asuhan

Darul Hadlanah NU kota Salatiga.

63

Subjek penelitian sekaligus sumber data atau informan dalam

penelitian ini adalah pengasuh panti, ustad ustadzah (pengurus), para

santri. Itu semua merupakan orang-orang yang akan diwawancarai

secara langsung guna memperoleh data dan informasi yang lebih detail.

4. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan tentang

pembacaan al-Qur‟an surah pilihan (al-Hadid ayat 1-6) dipanti asuhan.

Hasil pengamatan tersebut dijadikan pengumpulan data dan peneliti

melakukan penelitian dipanti asuhan Darul Hadlanah NU Blotongan.

Penulis akan berusaha mengumpulkan data-data yang diperlukan

dilapangan, yang berhubungan dengan pembacaan al-Qur‟an surah

pilihan (al-Hadid ayat 1-6) dipanti asuhan Darul Hadlanah NU

Blotongan

5. Sumber Data

Data adalah informasi, benda atau orang yang akan diteliti dan

kenyataan yang dapat diprediksikan ketingkat realitas, sedangkan

sumber data adalah benda, hal atau orang, ditempat penelitan dengan

mengamati, membaca atau bertanya tentang data. Dalam penelitan ini,

peneliti akan menggunakan dua sumber data yaitu :

a. Sumber data primer

Pengertian data primer menurut Umi Narimawati (2008;98)

dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Teori dan Aplikasi bahwa: Data primer ialah data yang berasal dari

sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk

64

terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari

melalui narasumber atau dalam istilah teknisnya responden, yaitu

orang yang kita jadikan objek penelitian atau orang yang kita jadikan

sebagai sarana mendapatkan informasi ataupun data. Data primer ini

banyak digunakan dan merupakan salah satu ciri penelitian

kualitatif54

.

Data diperoleh dari wawancara terbuka dan mendalam guna

mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas didalam penelitian

ini, data primer yang akan diperoleh oleh peneliti adalah: hasil

wawancara dengan pengasuh, para ustad dan ustazah diPanti Asuhan

Darul Hadlanah NU kota Salatiga.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data yang mengacu pada informasi yang

dikumpulkan dari sumber yang telah ada. Sumber data sekunder

adalah catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah,

analisis industri oleh media, situs Web, internet dan seterusnya55

.

Data sekunder ini merupakan data yang sifatnya mendukung

keperluan data primer seperti buku-buku, literatur dan bacaan yang

berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan56

.

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang dipergunakan

sebagai landasan teori, dalam pembahasan ini data sekunder berasal

54

Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat hal

98. 55

Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat

102. 56

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta, hal. 402.

65

dari dokumen-dokumen berupa sumber tertulis seperti kitab, buku-

buku yang berhubungan dengan keutamaan pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6.

6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

a. Observasi berperan aktif (partisipan).

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu objek

dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat

dilakukan sesaat ataupun mungkin dapat diulang57

. Dengan

observasi dilapangan peneliti akan lebih mampu memahami

konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadiakan dapat

diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. Selain itu,

dengan observasi peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya

tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena

bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama

lembaga58

. Dalam ranah penelitian living Qur‟an ini, metode

observasi memegang peranan yang sangat penting, yang akan

memberikan gambaran situasi riil yang ada dilapangan59

.

Metode Observasi digunakkan sebagai langkah yang berperan

atau alat bantu untuk mendapatkan data tentang letak geografis,

gambaran umum tentang diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota

57

Sukandarrumdi. 2004. Metodologi Penelitian (petunjuk praktis untuk peneliti pemula).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal 69. 58

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta, hal 228. 59

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) hal 115.

66

Salatiga dan yang berkaitan dengan pelaksanaan tradisi pembacaan

al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah

NU kota Salatiga.

b. Wawancara

Wawancara atau intervieu adalah sebuah dialog atau tanya

jawab dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi, dari

kegiatan wawancara tersebut60

. Seorang peneliti tidak akan

mendapatkan data yang akurat dari sumber utamanya, jika dalam

peneliti tentang aktivitas yang berkaitan dengan fenomena living

Qur‟an disuatu komunitas tertentu, tidak melkukan wawancara

dengan para presponden atau partisipan. Metode wawancara dalam

penelitian living Qur‟an adalah suatu yang niscaya. Metode ini

digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian seperti tentang

pelaksanaan, tujuan dan dasar pemahaman pengasuh, para ustad

ustadzah terhadap tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat

1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga. Untuk

mendapatkan jawaban yang akurat dan valid, maka seorang

peneliti harus memiliki dan menentukan tokoh-tokoh kunci (key

persons) yang akan diwawancarai. Mereka inilah yang dianggap

memiliki data yang akurat dan valid tentang ritual yang

menjadiobjek penelitian61

.

60

Nana Syadik Sukmadinata, Metode penelitian pendidikan (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2005), hlm. 216-222. 61

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), hal 221.

67

c. Dokumentasi

Dokumentasi dapat merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Studidokumen merupakan pelengkap

dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam

penelitian kualitatif 62

.

Penelitian living Qur‟an tentang fenomena ritual keagamaan

yang terjadidimasyarakat akan semakin kuat jika disertai dengan

dokumtasi. Dokumentasi yang dimaksud bisa berupa dokumtasi

yang tertulis. Dengan melihat dokumentasi yang ada, maka peneliti

bisa melihat perkembangan kegiatan tersebut dari waktu, sehingga

dapat dianalisa bagaimana respon masyarakat dengan kegiatan

ritual.63

Teknik dokumentasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap suatu gejala yang tampak pada objek

penelitian. Alat yang digunakan diantaranya adalah Kamera

Digital, Hp dan yang lainnya. Metode ini digunakan untuk

memperoleh jawaban dari permasalahan penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu usaha mengetahui tafsiran terhadap

data yang terkumpul dari hasil penelitian. Analisis data diperlukan agar

data yang terkumpul tidak semata-mata deskriptif belaka dan dapat

62

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta. Hal 240. 63

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), hal 223.

68

ditemukan maknanya. Dalam hal ini ada beberapa langkah data, yaitu

reduksi data, display data, mengambil kesimpulan dan verifikasi64

Reduksi data dapat dilakukan dengan menerapkan laporan data

yang ada, kemudian dipilih hal-hal yang penting dan ditentukan polanya,

dan ditentukan polaritasnya. Disamping itu, reduksi data dapat pula

membantu dalam memeberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.

Mengambil kesimpulan dan verifikasi. Dalam penelitian

kualitatif peneliti sejak awal dapat merumuskan kesimpulan tentang

makna data yang terkumpul melalui observasi dan wawancara. Tetapi

sifatnya yang masih tentatif maka agar kesimpulan dapat menjadilebih

groundede diperlukan data yang lebih banyak dan bertambah. Sementara

verifikasi tetap dilakukan secara singkat dengan mencari data baru.

Kesimpulan memang dibuat dalam setiap observasi maupun

wawancara oleh penulis.namun kesimpulan itu tentu masih sementara

sifatnya.oleh karena itu, kesimpulan yang final baru diambil melalui

proses evaluasi kembali dan kesimpulan yang sementara, pada saat

penelitian telah selesai. Dengan kata lain, kesimpulan yang bersifat final

adalah out put penelitian itu sendiri, melalui proses panjang dan data

mentah kemudian data tersebut diredaksi (dipilih-pilih) yang sesuai

dengan data yang diinginkan (tematik) penelitian ini. Selanjutnya data

tersebut dideskripsikan melalui display data dengan kemungkinan pola-

pola nya diproses analisis menggunakan konstruksi teori yang ada

64

Nasution ,S. 2003. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

hal129

69

sehingga dengan cara itu diharapkan data tidak semata-mata tidak

bersifat deskriftif belaka, namun juga bersifat akademis.65

Dalam penelitian ini teknik data yang digunakan adalah:

a. Analisis data deskriptif

digunakan untuk menjelaskan suatu data, fakta atau pemikiran

yang ada baik mengenai kondisi yang ada, atau yang sedang

berlangsung. Teknik ini digunakan untuk mendiskripsikan jawaban dari

permasalahan penelitian ini terutama pelaksanaan tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota

Salatiga.

8. Uji Keabsahan Data

Menurut melong ada beberapa kriteria dan keabsahan data (trust

worthinness), yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan

(transferabillity), keberagaman (deoendability), dan kepastian

(confirmabillity) (meleong,2011:324)

Sementara itu, untuk menguji keabsahan data, sebagaimana ditulis

oleh Nasution (2003; 114-118) dapat dengan:

a. Memperpanjang massa observasi

b. Pengamatan yang terus menerus

c. Trianggulasi

d. Membicarakan dengan orang lain

65

Dra.djami‟atul Islamiyah, M.Ag, Dimensi Eksperiensial dan Konsekuensial dari

Psikografi Keberagamaan Mahasiswa IAIN Salatiga Tahun 2016 (Studi Para Hafiz dan Hafizah),

lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LP2M) hal 30-31

70

e. Menganalisis kasus negatif

f. Menggunakan bahan reverensi

g. Menggunakan member check

Untuk mengecek keabsahan data skripsi ini, maka digunakan

metode trianggulasi yaitu dengan menggunakan metode pengumpulan

data dan analisis data, termasuk menggunakan informan sebagai alat uji

keabsahan dan analisis hasil penelitian66

. Dengan triangulasi akan lebih

meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu

pendekatan67

Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.hal ini

dapat dicaapi dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa

yang dikatakannya secara pribadi

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikaatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan presfektif seorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang

pemerintahan

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan

66

Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, hal 203. 67

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta, hal 241.

71

Sementara untuk trianggulasi dengan metode, terdapat dua strategi,

yaitu ; pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Teknik trianggulasi ketiga yaitu dengan memanfaatkan penyidik

(peneliti) atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali

derajat kepercayaan data68

.

9. Tahap-tahap Penelitian

a. Penelitian Pendahuluan

Penulis pertama melalui tahap pengamatan (observasi),

setelah itu sebagai pendukung penulis mengkaji buku dan sumber-

sumber dari internet dan buku-buku yang berhubungan dengan

pembacaan al-Qur‟an surah pilihan (al-Hadid) . Kemudian penulis

memperoleh gambaran tentang apa yang akan diteliti dan penulis

memulai melakukan penelitian.

b. Pengembangan Desain

Setelah penulis mengetahui cukup banyak hal tentang

pembacaan al-Qur‟an surah pilihan (al-Hadid), penulis melakukan

observasi ke panti asuhan Darul Hadlanah NU untuk mengetahui

makna dan tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Qur‟an surah al-

Hadid dipanti asuhan Darul Hadlanah. .

68

Dra.djami‟atul Islamiyah, M.Ag, Dimensi Eksperiensial dan Konsekuensial dari

Psikografi Keberagamaan Mahasiswa IAIN Salatiga Tahun 2016 (Studi Para Hafiz dan Hafizah),

lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LP2M) hal 28-29

72

c. Penelitian sebenarnya

Penulis melakukan penelitian dipanti asuhan Darul Hadlanah

NU untuk melihat seperti apa tradisi pembacaan surah al-Hadid .

Mencatat berbagai hal yang berhubungan dengan pembacaan surah

pilihan yaitu surah al-Hadid ayat 1-6 untuk mengetahui tradisi dan

prosesi pembacaan al-Qur‟an surah pilihan yaitu surah al-Hadid

ayat 1-6 dan juga mencatat tentang berbagai hal yang berhubungan

dengan pembacaan al-Qur‟an surah pilihan yaitu surah al-Hadid

ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota salatiga.

73

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga

1. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga

Panti asuhan ini merupakan salah satu kegiatan bidang mabarat

(sosial) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama‟ (PCNU) Kota Salatiga dan

panti asuhan ini juga satu-satunya panti asuhan diSalatiga yang langsung

dibawah PCNU. Kegiatan ini adalah sebagai implementasi tanggung

jawab sosial NU. Format pola asuhan anak dipanti asuhan NU dirancang

dengan model integrasi pesantren dan panti asuhan. Arah yang

dikembangkan adalah membekali anak asuh dengan Islam ahlussunnah

wal jamaah yang mengedepankan nilai-nilai kesalehan individual dan

sekaligus kesalehan sosial. Diharapkan anak asuh dapat tumbuh

menjadipribadiyang memiliki kecerdasan intelektual, spiritual maupun

sosial yang tinggi.

Kegiatan ini adalah sebagai bentuk implikasi dan rasa tanggung

jawab sosial NU terhadap masyarakat miskin disekitar kota Salatiga.

Sebagai salah satu pengemban amanah dalam memperhatikan, memikirkan

dan menyertai segala aspirasi semua lapisan masyarakat mayoritas

dikelola oleh dan untuk masyarakat, merupakan suatu usaha wadah

tempat dimana terjadinya suatu proses kesadaran manusia akan tujuan

hidupnya, yakni; mendapatkan ridho Ilahi didunia dan akhirat, dengan

74

diperoleh dan dikembangkannya suatu pengetahuan, dengan indera yang

diberikan Ilahi itu sebagai bekal dalam mengemban tugas sebagaimana

sifat dasar manusia itu sendiri yaitu memberi kemanfaatan sebanyak-

banyaknya bagi orang lain.

Banyak kasus kemiskinan yang terjadidimasyarakat, sehingga

banyak anak yang ditelantarkan bahkan ditinggalkan orang tuanya, karena

kemiskinan atau ketidakmampuan orangtua dalam memberikan nafkah

anak. Keadaan ini menjadisalah satu faktor diadakannya panti asuhan ini.

Dilihat dari berbagai media baik televisi maupun koran kemiskinan masih

menjadipersoalan panjang dan tak terselesaikan.

Format pola asuhan anak dipanti ini, dirancang dengan model

integrasi pesantren dan panti asuhan. Arah yang dikembangkan adalah

membekali anak asuh dengan Islam yang rahmatallilalamin yang

mengedepankan nilai-nilai kesalihan individu dan segaligus kesalihan

sosial.

Panti asuhan Darul Hadlanah berdiri pada tahun 2008 tepatnya

pada tangga l8 Januari, panti asuhan ini berdiri melihat keadaan bahwa

masih banyak kondisi orang NU yang kurang mampu, anak yatim, dan

anak yatim piatu. Adapun Manajemen pesantrennya seperti; pengajian

kitab kuning, khitobah, berjanji, qiro‟ah, dan lain-lain. Sedangkan,

manajemen pengasuhannya seperti memberikan pendidikan yang sesuai

dengan perkembangan anaknya, memberikan perawatan, bimbingan dan

pengawasan kepada anak. Arah yang dikembangkan adalah membekali

anak asuh dengan ajaran-ajaran agama Islam yang mengedepankan nilai-

75

nilai kesalehan individual dan sekaligus kesalehan sosial. Diharapkan anak

asuh dapat tumbuh menjadipribadiyang memiliki kecerdasan intelektual,

spiritual maupun sosial yang tinggi.

2. Dasar Pendirian

AD/ART Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga

a. Peraturan pemerintah Nomer 73 tahun 1991, tentang pendidikan luar

sekolah

b. Peraturan pemerintah Nomer 39 tahun 1992, tentang peran serta

masyarakat dalam pendidikan nasional.

c. Rapat Pengurus Panti Asuhan Darul Hadlanah pada tanggal 10 Juli

2011

d. Kondisi riil masyarakat yang miskin dan kurang mampu.

3. Pengasuh

DiPanti asuhan Darul Hadlanah Terdapat 1 kyai dan 1 bu nyai

yang bertanggung jawab dipanti asuhan Darul Hadlanah, diantaranya; Dr.

Gufron makruf M.Ag dan ibu nyai Muizzatul Azizah S.TH.I (Hafidoh).

4. Letak Geografis Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Blotongan

Letak panti asuhan Darul Hadlanah berada ditepi jalan raya

Semarang-Solo. Tepatnya diDusun Modangan Rt 02/ Rw 08, JL.

Fatmawati Blotongan Km.5, kecamatan Sidorejo, Salatiga dan

bersebelahan dengan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

76

5. Maksud dan Tujuan Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Blotongan

Didirikanya panti asuhan Darul Hadlanah Nahdlatul Ulama‟ kota

Salatiga ini pasti memiliki maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan

didirikanya panti asuhan ini adalah:

a. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan anak asuh (santri)

kepada Allah SWT

b. Mengajarkan pada anak asuh (santri) agar senantiasa berpegang

pada nilai-nilai Islam Ahlu sunnah wal jama‟ah.

c. Mendidik anak asuh (santri) agar menjadisantri yang

berakhlakul karimah, cerdas dan mandiri. Meningkatkan

kualitas sumber daya anak asuh (santri)

d. Membangun kesadaran anak asuh (santri) untuk berprestasi

sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya masing-masing.

e. Memperbaiki faham-faham keIslaman sesuai dengan ajaran Al-

Qur‟an dan hadits dalam rangka pembinaan dan pembentukan

pribadimuslim yang diridhoi Allah SWT (SK.MENKUMHAM

No.C-467.HT.03.01-Th.2006)

6. Visi dan Misi Panti Asuahan Darul Hadlanah NU

a. Visi

Menjadipusat pengembangan pribadibagi para anak yatim, piatu

dan dhuafa‟ yang berakhlakul karimah, agamis, dan cerdas secara

intelektual.

77

b. Misi

1) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan santri asuh kepada Allah

SWT.

2) Mengajarkan santri asuh agar tetap berpegang pada nilai-nilai Islam

ahlusunnah wal jamaah.

3) Mendidik santri asuh agar menjadisantri yang berakhlakul karimah

cerdas dan mandiri.

4) Meningkatkan sumber daya santri.

5) Membangun kesadaran santri asuh untuk berprestasi sesuai dengan

kompetensinya masing-masing.

7. Struktur Pengurus

Pembina : KH. Sonwasi Ridwan, BA

Pengawas : H. Haryono, SH

Dewan Pengurus

Ketua : Dr.H.Miftahudin,M.Ag

Seketaris : Drs. Joko Anis, M.Pdi

Bendahara : Drs. BPH.Pramusinta, M.Kes

: Drs. Ja‟fari

Anggota :1. Drs. Zaenuri, M.P

2. Drs. Imam Baehaqi, M.A

3. Drs. Muslih, MM

4. H. Bambang Riantoko

5. KH. Nasikun

6. KH. Habibillah

78

7. K. Muhlasin

Pengasuh : 1. Dr. M.Gufron,M.Ag

2. Muizzatul Azizah,S.Th I

8. Sumber Dana Panti Asuhan

Secara keseluruhan biaya anak asuh ditanggung oleh panti,

mulai dari biaya pendidikan, makan, pakaian, uang jajan dan uang

sekolah. Adapun dana yang digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan panti asuhan berasal dari berbagai sumber. Sumber dana

panti asuhan adalah sebagai berikut:

a. Sumbangan atau bantuan yang bersifat tidak mengikat,

termasuk sumbangan baik dari pemerintah, badan atau

perorangan baik berupa uang, barang-barang, perlengkapan-

perlengkapan.

b. Bantuan dari donator tetap dari pengurus cabang NU dan

warga NU.

c. Penerimaan harta wakaf, hibah, sodaqoh, wasiat.

d. Penerimaan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran

dasar panti asuhan atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

79

9. Data Santriwan Dan Santriwati Panti Asuhan Darul Hadlanah Nu

Salatiga

a. Santri Putra

No Nama

P/L

Tempat

lahir

Tanggal

Lahir

Sekolah

1 Deny Aryanto L semarang 31/12/1999 SLTA

2 Rohman Nur Huda L Semarang 16/08/2000 SLTA

3 Nur Pandoyo L Semarang 20/08/1999 SLTA

4 Angges Tio PrasendiArianto L Semarang 8/17/2000 SLTP

5 Adela Bintarawan Ixsana L Semarang 11/6/2000 SLTA

6 Dindiawan Ayang Ivanda L Semarang 26/09/2001 SLTA

7 M. Zulfikar Rossandi L Batam 25/01/2001 SLTA

8 Ramadhan Batis Tuta L Semarang 16/11/2002 SLTP

9 Trio Waliyudin L Brebes 15/03/2003 SLTP

10 M.Nur Aziz L Salatiga 4/21/2001 SLTP

11 Dicki Candra Pratama L Purwodadi 5/13/2004 SD

12 M Habib Lutfi L Pati 8/6/2003 SLTP

13 Fatih Azmi Mubarok L Salatiga 20/06/2006 SD

14 Achmad Amrul Iksan L Salatiga 25/04/2007 SD

15 Septa Aryowibowo L Salatiga 28/09/2006 SD

16 Zacki Dwi Riyadi L Semarang 2/1/2003 SD

17 Muhammad Haqiqi Nazil L Salatiga 13/04/1999 SLTA

18 A. Nur Rahman L Jepara 3/2/2002 SLTP

19 M. Nabawi L Semarang 08/05/2004 SD

23 Reza Aulia Yusuf L Salatiga 14/04/2001 SLTP

80

b. Santri Putri

No Nama L/P Tempat

Lahir

Tanggal

Lahir

Sekolah

1 Dewi Rahayu P Semarang 1/3/1999 SLTA

2 Nur Hikmah P Semarang 11/7/1999 SLTA

3 Wahyu Nur H. P Semarang 3/9/1999 SLTA

4 Alfa Nur Safitri P Semarang 25/01/1999 SLTA

5 Uswatun Hasanah P Semarang 7/7/2000 SLTA

6 Haniam Maria P Semarang 1/5/1999 SLTA

7 Aprilia Maudiyah G. P Semarang 9/4/2001 SLTA

8 Triani Permitasari P Semarang 27/01/2003 SLTP

9 Ayunda Rizki K. P Boyolali 29/01/2001 SLTP

10 Sunariya P Semarang 15/8/2002 SLTP

11 Syeima Nadira P Tegal 29/5/2004 SD

12 Rini Novita Sari P Semarang 3/10/1999 SLTA

13 Chilya kamila P semarang 21/08/2005 MTS

14 Rosidatul Khomidah P Salatiga 24/05/2005 MTS

15 Erikasari Ningsih P Semarang 14/05/2002 SMK

16 Fitria Usvatun P Semarang 3/12/2001 SMK

17 Asfia Hidayat P Kendal 21/03/2001 SMK

18 Umi Isnawati P Semarang 8/02/2002 SMK

19 Aulia Anisa Fitri P Surakarta 26/09/2009 MI

81

10. Jadwal Santri

Jadwal Keseharian Anak Asuh Dipanti Asuhan Darul Hadlanah Nu

Blotongan

Tabel.3

NO WAKTU KEGIATAN

1 04.00-04.30 SHOLAT SUBUH

2 04.30-06.00 MENGAJI AL-QUR‟AN

3 06.00-15.00 SEKOLAH

4 15.00-15.15 MAKAN SIANG

5 15.15-16.00 NGAJI (HAFALAN)

6 16.00-16.20 SHOLAT ASHAR

7 16.20-17.30 NGAJI

8 18.00-18.30 SHOLAT MAGHRIB

9 18.30-20.00 BELAJAR

10 20.00-20.15 SHOLAT ISYA‟

11 20.15-21.00 MAKAN

12 22.00-04.30 TIDUR

82

Jadwal Kegiatan Ngaji Harian

Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Blotongan Salatiga

Tabel.4

HARI KITAB USTADZ/USTADZAH

Senin Ar Bain Nawawi Zakiyatul Fitri S.Pd.

Tuhfatul Athfal Nurul Azmi

Selasa Aqidatul Awam Muizzatul Azizah,S.Th.I

Rabu Nahwu & Shorof Dr. M.Gufron,M.Ag

Risalatul Mahid Neny Muthiatul Awaliyah

Kamis Ta‟limul Muta‟allim Ahmad Hafidin

Bahasa Arab Nunung Suciati S.Pd.

Minggu Sima‟an Semua Ustadz, Ustadzah Dan Santri

83

11. Sarana dan Prasarana

Untuk mendukung kegiatan dipanti asuhan ada beberapa sarana

prasarana yang tersedia.

Tabel.5

NO NAMA BANGUNAN JUMLAH

1 RUANG TAMU 1

2 MUSHOLA 1

3 DAPUR 1

4 RUANG MENJAHIT 1

5 RUANG KESEHATAN 1

4 RUANG MAKAN 1

5 KAMAR MANDIPUTRA 3

6 KAMAR MANDIPUTRI 2

7 KAMAR MANDIPENGASUH 1

8 KAMAR TIDUR PUTRA 6

9 KAMAR TIDUR PUTRI 4

10 RUANG PENGASUH 2

84

12. Tata Tertib

Agar anak-anak dipanti menjadidisiplin dan rajin, perlu adanya tata

tertib yang harus dipatuhi oleh semua anak panti asuhan, tata tertib

tersebut sebagai berikut:

Kewajiban

a. Santri wajib menjunjung tinggi dan menjaga nama baik panti asuhan

Darul Hadlanah NU.

b. Bersikap sopan santun dalam berhubungan dengan pengasuh dan

sesama.

c. Wajib mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan oleh

pengasuh.

d. Wajib mengikuti sholat berjama‟ah.

e. Mohon ijin kepada pengasuh apabila akan meninggalkan panti.

f. Menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan panti.

g. Sopan dalam pakaian dan bertutur kata.

h. Mentaati tata tertib

Larangan-larangan

a. Dilarang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syara‟.

b. Dilarang bergurau dimalam hari.

c. Dilarang membawa ponsel69

.

69

Wawancara di panti asuhan Darul Hadlanah pada tanggal 7/2/2018 pada pukul 10.00

85

B. Temuan Penelitian Tradisi Pembacaan Al-Qur’an Surah Al-Hadid Ayat

1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga

Pada penelitian ini penulis menyampaikan tentang data yang

menyangkut tentang bagaimana asalm mula pembacaan al-Qur‟an surah

al-Hadid ayat 1-6, waktu dan prosesi pembacaan, serta landasan filosofis

pembacaan surah al-Hadid ayat 1-6 tersebut. Data tersebut penulis peroleh

melalaui wawancara dengan pengasuh panti Asuhan Darul Hadlanah NU

kota Salatiga. Berikut adalah hasil wawancara:

1. Tradisi dan Prosesi

a. Definisi Dan Asal Mula Tradisi Pembacaan al-Qur‟an Surat Pilihan

(al-Hadid Ayat1-6) DiPanti Asuhan Darul Hadlanah

Nabi muhammad SAW, lebih senang menyibukkan diri untuk

memberikan perhatian tehadap al-Qur‟an, baik dalam shalat, tahajud,

keseharian dan keterbukaannya, keberadaannya dirumah atau dalam

perjalanannya, kesendirian dan kebersamaanya dengan para sahabat,

kesusahan dan kemudahannya maupun dalam kegembiraan dan

kesedihan beliau. Salah satu kesibukan terhadap al-Qur‟an adalah

membacanya.

Dikalangan masyarakat pembacaan al-Qur‟an sudah banyak

yang mengamalkannya, bahkan menjadisuatu tradisi. Dipanti Asuhan

Darul Hadlanah juga menerapkan tradisi pembacaan al-Qur‟an yaitu

surah al-Hadid ayat 1-6 kepada para santri putra maupun putri dan

ustad serta ustazahnya.

86

Membicarakan ritual keagamaan dipanti asuhan Darul

Hadlanah NU kota salatiga sama dengan membicarakan living

Qur‟an. Dalam ritual tersebut, ayat-ayat al-Qur‟an bagaikan sesuatu

yang hidup dan bersemi ketika dibacakan dan diamalkan sehingga

potongan-potongan ayat menggema disepanjang dilakukan ritual

keagamaan tersebut. Selain itu, tidak terlepas dipanti asuhan Darul

Hadlanah, surah pilihan yang biasa dibaca adalah merupakan bacaan

al-Qur‟an surat tertentu yaitu surah al- Hadid ayat 1-6. Adapun yang

dimaksud dengan surat pilihan ini adalah surat dari al-Qur‟an yang

sengaja dipilih dan ditetapkan oleh pengasuh (Dr.Gufron Makruf

M.Ag dan ibu Muizzatul Azizah S.Th.I) untuk dibaca dan dijadikan

sebagai amalan santri putra dan putri dipanti asuhan Darul Hadlanah

yang dilaksanakan secara rutin setiap hari jum‟at pagi setelah sholat

jama‟ah subuh.

Seperti amalan yang lain, yang sebagian bacaanya diambil dari

potongan ayat al-Qur‟an, amalan pembacaan terdiri atas ayat al-

Qur‟an surat al-Hadid ayat 1-6. Keyakinan-keyakinan dikemukakan

oleh para pengamal, menandakan adanya indikasi hidupnya al-

Qur‟an pada tataran realitas, tetapi belum tentu secara substansial

makna yang tersurat dipahami oleh para santri putra maupun santri

putri. Akan tetapi, hal ini sudah mengindikasikan bahwa al-Qur‟an

telah menjadipedoman kehidupan bagi masyarakat umum. Dalam

tradisi ritual pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid yang ada dipanti

asuhan Darul Hadlanah tidak hanya diisi dengan tahlil dan

87

pembacaan surah yang diambil dari potongan ayat al-Qur‟an yang

diyakini memilki kekuatan tersembunyi (the power of hidden). Akan

tetapi, pengasuh panti juga memberikan pengarahan kepada santri

panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga.

Secara singkat kegiatan tradisi pembacaan surah al-Hadid

dipanti asuhan Darul Hadlanah dilaksanakan sejak (tahun 2016), hal

ini bermula dari harapan kyai dan semua keluarga besar panti asuhan

Darul Hadlanah agar segera dapat terlakasananya pembangunan panti

putra.

Sebagaimana dijelaskan oleh pengasuh bahwa dalam rangka

membetulkan dan membaguskan bacaan maka beliau berinisiatif

menjalankan suatu metode pembelajaran al-Qur‟an, khususnya untuk

seluruh santri putra putri panti asuhan Darul Hadlanah, yaitu dengan

mengikuti apa yang telah dilafalkan oleh pengasuhnya, kemudian

santri panti asuhan Darul Hadlanah mengikuti lafad bacaan al Qur‟an

tersebut. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk bacaan al Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6 yang sengaja dipilih berdasarkan keutamaan

dan fadilah yang terkandung dalam setiap surat tersebut, baik yang

didasarkan dari hadis nabi SAW, Maupun berdasarkan kepada rasa

patuh dan bentuk ta‟at beliau (Dr.Gufron) kepada kyai maupun guru-

guru tarekoh yang telah memberikan banyak ilmu kepada beliau.

Adapun dalil yang digunakan dalam melaksanakan tradisi

pembacaan al-Qur‟an surat al-Hadid dipanti asuhan Darul Hadlanah

NU Kota Salatiga adalah Secara logika segala bentuk amaliah apapun

88

tentu memiliki landasan teori dan tujuan yang menadasar

terlaksananya kegiatan tersebut. Begitu halnya pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid yang dilakukan dipanti asuhan Darul Hadlanah NU

kota Salatiga.

Al-Mukarrom al-ustad Dr.Gufron Makruf M.Ag selaku

pengasuh mengatakan: pembacaan surah al-Hadid merupakan

kegiatan positif dimana kegiatan tersebut sebagai niatan dzikir

tuntunan dari sahabat Ali, maka seorang hamba akan beruntung

ketika mengamalkan dzikir tersebut karena mendapat keberkahan

dari Allah SWT dan hajat apa yang diharapkan akan terkabul.

Kemudian dari pada itu pengurus (ustad) Ahmad Hafidzin

mengatakan: “ didalam surah al-Hadid ayat 1-6 terdapat obat segala

penyakit termasuk hati maupun penyakit kantong, karena setiap apa

yang dibaca mempunyai khodim tersendiri termasuk pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid tersebut dan jika ingin mendapat keberkahan

dari Allah SWT maka bacalah surah al-Hadid ayat 1-6.

Nurul Azizah santri panti asuhan Darul Hadlanah kelas sebelas

SMK Diponegoro, menguraikan: intinya dari pembacaan surat al-

Hadid ayat 1-6 adalah dzikir agar panti tidak seperti kuburan dan

tidak dimasuki oleh syetan.

b. Pola Bacaan pembacaan surah pilihan(al-Hadid ayat1-6) dipanti

asuhan Darul Hadlanah Salatiga

Bacaan al-Qur‟an surat pilihan tersebut dibaca dengan nada

yang cukup lantang (jahr) dan secara tartil, yaitu dengan

89

memperhatikan tajwid dan makhrajnya. Pengertian tartil secara

bahasa berasal dari kata rattalla, melagukan atau menyanyikan yang

pada awal Islam hanya bermakna pembacaan al-Qur‟an secara

melodik. Al-Suyuthi menjelaskan bahwa tartil mencakup pemahaman

tentang pausa dalam pembacaan dan atrikulasi yang tepat huruf-huruf

hijaiyah. Dewasa ini, istilah tersebut tidak hanya merupakan suatu

terma genetik untuk pembacaan al-Qur‟an, tetapi juga merujuk

kepada pembacaannya secara cermat dan perlahan-lahan. Demikian

pula dengan bacaan al-Qur‟an, bacaan tersebut juga harus dibaca

secara tartil, benar tajwid dan makhrajnya dan tidak terburu-buru.

Bacaan al-Qur‟an surat al-Hadid ini, hanya dibaca satu kali

yaitu ayat satu sampai dengan ayat enam dengan mengikuti pengasuh

saat dibacakan, dengan pola bacaan ayat pertama dibacakan

kemudian para santri panti asuhan Darul Hadlanah mengikuti, begitu

selanjutnya

c. Waktu dan Prosesi Praktik Pembacaan Surah Pilihan ( al-Hadid

ayat1-6)

Waktu pelaksanaan praktik pembacaan al-Qur‟an surat pilihan

ini dilaksanakan setiap hari jumat pagi setelah sholat berjamaah

subuh. Secara umum, sebelum seluruh santri yang telah

melaksanakan shalat berjamaah ini memulai bacaan al-Qur‟an surat

pilihan tersebut maka pengasuh masing masing baik putra maupun

putri akan terlebih dahulu memimpin bacaan al-Qur‟an surat al-

Fatihah sebagai hadrah atau bacaan tawassul.

90

d. Penerapan Tradisi Pembacaan Surat Al-Hadid Ayat 1-6 diPanti

Asuhan Darul Hadlanah

Orang mukmin memandang bahwa kehidupan adalah

kesempatan untuk beribadah kepada allah SWT. Salah satu bentuk

ibadah kepada Allah adalah dengan cara membaca al-Qur‟an. Tradisi

pembacaan al-Qur‟an yaitu surah al-Hadid yang dilakukan dipanti

asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga sudah berjalan kurang lebih dua

tahun dan berjalan dengan baik.

Pelaksanaan pembacaan surah al-Hadid dipanti asuhan Darul

Hadlanah dilakukan seminggu sekali yang dilaksanakan pada hari

jumat pagi setelah tahlil bersama, dan dipimpin oleh pengasuh panti

asuhan Darul Hadlanah baik putra maupun putri.

Adapun secara rinci praktek pelaksanaan pembacaan surat al-

Hadid dipanti asuhan Darul Hadlanah adalah sebagai berikut :

a. Tawashul (pengkhususan arwah yang didoakan)

b. Membaca surah al-Ikhlas 3 kali

c. Membaca surah al-Falaq 1 kali

d. Membaca surat an-Nas 1 kali

e. Membaca alif lam mim

f. Membaca ayat kursi

g. Membaca bacaan dzikir seperti dzikir sesudah solat

h. Doa sesudah solat

i. Kemudian membaca al-fatihah

j. Pembacaan surah al-Hadid ayat1-6

91

k. Kemudian al-fatihah kembali

l. Berdoa sesuai dengan hajat dan keinginan masing-masing.

Penerapan dari tradisi pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6

dipanti asuhan Darul Hadlanah dilakukan secara terstruktur dan

sistematis. Dilakukan hingga saat ini dan sudah menjaditradisi warga

panti asuhan Darul Hadlanah NU kota salatiga.

2. Makna Tradisi

Untuk mendapatkan data tentang masalah tersebut penulis

mengadakan wawancara dengan beberapa santri dipanti asuhan Darul

Hadlanah NU kota Salatiga.

Sebagaimana telah ditulis sebelumnya bahwa tujuan penulisan ini

adalah untuk mengetahui polarisasi dari santri panti asuhan Darul

Hadlanah NU kota Salatiga. Maksud dari kata polarisasi tersebut adalah

hal-hal yang berkaitan dengan volume tradisi pembacaan al-Qur‟an surat

al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhn Darul Hadlanah dan intensitas pemahaman

mereka tentang arti ayat per ayat (kemampuan menerjemahkan).

Disamping itu juga persepsi mereka tentang adanya tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota

Salatiga. Polarisasi tersebut menurut penulis sangat penting jika diartikan

dengan tujuan kedua dari penelitian ini yaitu mendiskrpsikan bagaimana

tradisi dan makna tradisi dari pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-

6, dengan demikian penulis ingin melihat melihat adanya impikasi

pemahaman tentang makna dari tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-

Hadid.

92

Santri panti asuhan Darul Hadlanah semakin lama tentu semakin

banyak, santri panti asuhan Darul Hadlanah hampir 50 orang. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini penulis tidak bisa mengambil semua sebagai

subjek dalam penelitian ini, dan hanya beberapa saja (tujuh orang).

pertimbangan tersebut lebih berkaitan dengan masalah teknis dan

disamping itu juga dalam praktiknya tidak semua santri panti asuhan Darul

Hadlanah tersedia diwawancarai. sebagian dari alasan mereka adalah

belum memahami sepenuhnya tentang pemahaman tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota

Salatiga. Hal ini juga menjadisalah satu kendala dalam proses penelitian.

Secara intens wawancara penulis lakukan dengan respon satu per

satu, kemudian jika masih ada tambahan data penulis berusaha menemani

mereka lagi secara langsung. Begitu seterusnya hingga dirasa data yang

dibutuhkan telah cukup dalam mewakili judul penelitian skripsi. Berikut

ini akan dideskripsikan gambaran sekilas tentang responden dalam

penelitian tentang makna tradisi pembacaan surah al-Hadid dapat

didiskripsikan sebagai berikut :

NP ( responden 1) Responden ini lahir didesa Magersari,

Sumogawe, Getasan kabupaten Semarang pada tahun 1999, dari keluarga

dengan kultur keagamaan yang biasa saja. Bapak seorang petani dan

ibunya adalah seorang buruh pabrik, pada saat inilah dia belajar sambil

tinggal dipanti asuhan darul hadlanah, sejak SMK kelas 11 kira-kira pada

tahun 2015. Melihat bigron keluarganya yang biasa saja dalam hal

keagamaan ada yang perlu digaris bawahi semenjak berada dipanti asuhan

93

Darul Hadlanah ini, dia merasakan betah karena dibekali dengan ilmu

agama yang lebih dari segalanya. Panti asuhan ini diakui telah banyak

membantu dalam hal-hal keagamaan secara mendalam, mulai dari hafalan

al-Qur‟an sampai tradisi pembacaan al Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6

tersebut. Saat penulis bertanya tentang pandangan dia berkaitan tentang

pembacaan al-Qur‟an surat al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul

Hadlanah dia menjawab : dalam pembacaan al Qur‟an surah al-Hadid ayat

1-6 tersebut membuat berkah untuk diri sendiri maupun orang lain, antara

lain datangnya rizki sehingga saya sendiri dan yang berada dipanti asuhan

Darul Hadlanah ini ikut merasakan keberkahan rizki yang diberikan oleh

Allah SWT, serta adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid

tersebut menambah wawasan tentang ilmu dan selanjutnya bisa diamalkan

nantinya. Sementara untuk menerjemahkan ayat-ayat al-Qur‟an dia

menjawab “ belum bisa” artinya kemungkinan dia akan belajar memahami

arti surat al-Hadid ayat 1-6 tersebut.

ATP ( responden 2) Responden ini lahir didaerah Kalitaman

Salatiga pada tahun 2000, sebagai mana responden lainnya dia juga

berasal dari keluarga yang tidak agamis. Ayahnya tidak diketahui sampai

sekarang dan ibunya adalah seorang wiraswasta. Sejak kecil dia sudah

berada dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga ( sejak SD), pada

saat inilah dia belajar agama dan belajar mengaji. Melihat bigron

keluarganya yang tidak agamis, responden merasa bersyukur bisa tinggal

dipanti Asuhan Darul Hadlanah dengan diajarkan banyak berbagai hal

tentang membaca al-Qur‟an dll. Salah satu yang responden ikuti tradisi

94

yang belum pernah diajarkan dimasyarakatnya dan dilingkungan

keluarganya, ternyata dipanti asuhan Darul Hadlanah responden bisa

mengikuti tradisi pembacaan surah al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul

Hadlanah NU kota Salatiga. Saat penulis bertanya tentang seputar tradisi

pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6, responden menjawab, pada

saat tradisi tersebut sangat baik dilakukan. Karena bisa mengabulkan

semua keinginan, salah satunya waktu kelas 9 responden akan

melaksanakan ujian nasional agar dilancarkan dan diberikan nilai yang

memuaskan, dengan adanya kepercayaan yang mendalam pada setiap

bacaan al-Qur‟an surah tersebut responden merasa lebih mudah saat

mengadapi soal ujian yang dikerjakan, bukan hanya itu saja , keberkahan

yang ada dipanti asuhan Darul Hadlanah dirasakan oleh responden

mengalir terus menerus sehingga keberkahan untuk semua warga panti

asuhan Darul Hadlanah tiada henti nya. Selanjutnya tentang pandangan

responden berkaitan dengan arti dari surah al-Hadid ayat 1-6 belum bisa

sepenuhnya.

MAS (responden 3) Terlahir dari keluarga petani dan ibunya

adalah wiraswasta. Responden berada dipanti asuhan Darul Hadlanah

sejak SMP kelas . responden merasa senang dengan adanya kegiatan yang

berhubungan dengan al-Qur‟an. salah satunya simak‟an dan tradisi

pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6. Dengan adanya tradisi

pembacaan surah al-Hadid ayat 1-6 jaditambah ilmu kalau ayat tersebut

ternyata ayat yang mendatangkan rizky yang berkah dan melimpah serta

hajat responden secara tidak langsung dengan adanya dzikiran tersebut

95

percaya dikabulkan. Saat penulis menginginkan konfirmasi seputar

pandangan responden tentang kegiatan tradisi pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6 responden menjelaskan “ pernah saya meminta

untuk peringkat yang lebih baik, jangan sampai seperti semester satu lagi,

dengan adanya amalan yang dia ikuti tersebut responden percaya dan

disemester dua responden mendapat peringkat yang lebih baik dari

semester satu.

Lalu ketika penulis bertanya tentang bagaimana pandangan

responden tentang makna surah al-Hadid ayat 1-6, responden menjawab

tidak begitu mudeng denngan arti dari surah al-Hadid ayat 1-6, tetapi

ketika pengasuh melafalkan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 tersebut

responden bisa mengikuti dengan baik. Dan responden menjawab lagi

mungkin ketidak tahuan saya tentang terjemahan surah al-Hadid ayat 1-6

karena tidak ada penasaran tentang terjemahan ayat tersebut70

.

NS (responden 4) Terlahir dari keluarga agamis, setiap pagi

diajarkan oleh bapak dan ibunya membaca al-Qur‟an serta diajarkan

berzikir secara bersama setelah selesai sholat fardhu. Bapak dan ibunya

adalah seorang buruh. Responden berada dipanti asuhan Darul Hadlanah

NU kota Salatiga sejak sekolah diSMK Diponegoro. Responden sangat

senang dengan adanya kegiatan yang berhubungan dengan al-Qur‟an.

Salah satunya dengan adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surat al-Hadid

dipanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga. Tradisi tersebut

menurut responden belum pernah diajarkan oleh keluarganya meskipun

70

Wawancara di panti asuhan Darul Hadlanah pada pukul 19.00 pada tanggal 5 maret

2018

96

keluarga responden berlebel agamis, lalu ketika penulis bertanya

bagaimana tentang pandangan responden tentang makna tradisi

pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 , responden menjawab

sangat nyaman karena gampang diikuti namun belum bisa memahami

artinya secara penuh dan percaya dengan adanya pembacaan ayat-ayat al-

Qur‟an bisa mendatangkan fadhilah yang luar biasa. Responden

menguraikan intinya dari pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6 adalah dzikir

agar panti tidak seperti kuburan dan tidak dimasuki oleh syetan.

AH (responden 5) Terlahir dari keluarga agamis, responden dipanti

Asuhan Darul Hadlanah tersebut sebagai pengurus. Saat penulis bertanya

tentang bagaimana makan tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid

ayat 1-6 responden mengatakan: “ didalam surah al-Hadid ayat 1-6

terdapat obat segala penyakit termasuk hati maupun penyakit kantong,

karena setiap apa yang dibaca mempunyai khodim tersendiri termasuk

pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid tersebut dan jika ingin mendapat

keberkahan dari Allah SWT maka bacalah surah al-Hadid ayat 1-6.

ZA (responden 6) Responden dipanti Asuhan Darul Hadlanah

tersebut sebagai pengurus. Saat penulis bertanya tentang bagaimana

makan tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 Zakiyatul Fitri

S.Pd mengatakan: “ Tradisi pembacaan surah al-Hadid merupakan

riyadhah bathiniyah yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada Allah,

menunjukkan rasa syukur dan bukti keimanan seseorang terhadap al-

Qur‟an.

97

NS ( responden 7) Responden dipanti Asuhan Darul Hadlanah

tersebut sebagai pengurus. Saat penulis bertanya tentang bagaimana

makan tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid Nunung Suciati S.pd

sebagai salah satu pengurus dipanti asuhan Darul Hadlanah mengatakan:

Tradisi pembacaan surah al-Hadid adalah bentuk tradisi untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu adanya tradisi pembacaan

surah al-Hadid seorang santri akan lebih disiplin dan serius berdoa ketika

mempunyai hajat71

.

Adapun setelah diketahui tentang makna tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 dari beberapa responden warga panti

asuhan Darul Hadlanah penulis menyimpulkan beberapa hal tentang

makna tradisi sebagai berikut

1) Pendekatan Diri Kepada Allah, Bentuk Syukur dan Keimanan

Terhadap al-Qur‟an

Pengertian Mendekatkan Diri (Taqarrub) Kepada Allah

Swt. Dalam istilah akhlak, Pada dasarnya manusia dekat dengan

Allah Swt. Kedekatan manusia dengan Allah disini bukan dalam

arti fisik, karena Allah dengan semua sifat dan perbuatan-Nya

tidak mungkin dibayangkan dalam bentuk materi yang dapat

dibayangkan. Sesuatu yang mungkin dibayangkan adalah materi

dan Allah bukan bersifat materi. Antara Allah dan manusia tidak

ada jarak ruang dan waktu dalam arti materi. Antara Allah

dengan manusia yang jaraknya disebut oleh Al-Qur‟an dengan

71

Wawancara di panti asuhan darul hadlanah pada pukul 19.00 pada tanggal 5 maret

2018

98

qarib (dekat) bermakna abstrak, yaitu jarak yang terjadiantara

rohani (hati) manusia dengan Allah. Bentuk pendekatan orang

mukmin selain melalui ibadah-ibadah wajib, juga diamalkan

melalui ibadah-ibadah sunnat. Bahkan melalui ibadah-ibadah

sunnat lebih disukai Allah Swt. Melalui ibadah-ibadah wajib

adalah pendekatan (taqarrub) yang tidak boleh ditinggalkan,

sebagai tanda taat dan cintanya si hamba kepada Rabbnya,

sedangkan melalui ibadah-ibadah sunnat, menunjukkan

kesenangan dan kecintaan yang sangat, sehingga si hamba

datang kepada Rabbnya melalui jalan yang tidak diwajibkan,

namun sangat disukai oleh Allah Swt. Pendekatan diri kepada

allah72

, merupakan bentuk syukur dan keimanan terhadap al-

Qur‟an salah satu contonya dipanti asuhan Darul Hadlanah yaitu

dengan adanya pembacaan al-Qur‟an surah pilihan yaitu surah

al-Hadid ayat 1-6

Pengurus panti asuhan Darul Hadlanah ZF mengatakan:

Tradisi pembacaan surah al-Hadid merupakan riyadhah

bathiniyah yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada

Allah, menunjukkan rasa syukur dan bukti keimanan seseorang

terhadap al-Qur‟an.

NS sebagai salah satu pengurus dipanti asuhan Darul

Hadlanah mengatakan: Tradisi pembacaan surah al-Hadid

adalah bentuk tradisi untuk mendekatkan diri kepada Allah

72

Ritonga, Rahman, 2005. Akidah (Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya

Melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini. Surabaya, hal 17

99

SWT. Selain itu adanya tradisi pembacaan surah al-Hadid

seorang santri akan lebih disiplin dan serius berdoa ketika

mempunyai hajat73

.

Pendekatan diri kepada Allah merupakan hal positif yang

menjadiamalan bathiniyah warga panti asuhan Darul Hadlanah NU

kota Salatiga, hal ini terlihat dampaknya para santri semakin

khusyu‟ dalam beribadah dan lebih cinta untuk membaca al-

Qur‟an. Tradisi pembacaan surah al-Hadid secara aplikatif

menunjukkan rasa syukur dan bukti keimanan seseorang dalam

mencintai al-Qur‟an.

2) Pembentuk Kepribadian

Setiap manusia yang terlahir didunia ini pasti membawa

kepribadiannya masing-masing, tapi dengan berjalannya waktu

kepribadian itu bisa berubah karena berbagai faktor yang

mempengaruhinya. Kepribadian (personality) merupakan salah

satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau

temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek

kajian kepribadian adalah “human behavior”, perilaku manusia,

yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana

perilaku tersebut (Yusuf dan Nurihsan, 2007:1). Pengertian

kepribadian menurut psikologi adalah suatu organisasi yang

73

Wawancara di panti asuhan darul hadlanah pada pukul 19.00 pada tanggal 5 maret

2018

100

dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah

laku dan pemikiran individu secara khas74

Untuk mengetahui amplikasi adanya tradisi pembacaan al-

Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 tentang pembentukan kepribadian

anak dipanti asuhan, maka penulis melakukan wawancara ke

beberapa anak asuh dipanti asuhan, antara lain :

a) Kepribadian sebelum masuk panti asuhan

Beberapa anak panti asuhan yang putri: “Adik Alfa,

mengatakan: “Kurang baik, sering bermain, kalau dirumah

jarang melakukan pekerjaan rumah, suka nonton televisi,

bangunnya kurang pagi”. “Adik Sunariyah mengatakan: “

masih malas-malasan, masih kurang rajin ngaji dan salat, suka

bermain”. “ Adik rosi mengatakan: “ masih kurang baik,

banyak bermain HP, banyak bermain, kurang bisa mengatur

waktu ”. “ Adik aulia mengatakan: “masih kurang baik, suka

bermain, jarang salat subuh”. “Adik Uswah mengatakan: “suka

males, ngaji rajin, suka nonton televisi, jarang bantu orang

tua”. Beberapa anak panti asuhan putra: “Nabawi mengatakan:

“Ngekel, nakal, sering main, gak mau salat, gak tau waktu

belajar”. “Rama mengatakan: “ Ngengkel dibangunkan sholat,

bangun siang, gak pernah belajar”.

b) Perubahan atau perkembangan setelah masuk panti asuhan:

“nabawi mengatakan: “Ada perubahan, banyak, salat rutin,

74

Koswara, E. 1986. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco hal. 11

101

bisa ngaji, tahu ilmu agama, alhamdullilah dapat prestasi,

disini dapat pengalaman banyak dari pengasuh, guru ngaji

teman, bisa membagi waktu salat,ngaji dan belajar, dibilangin

ngeyel harus dijewer, sekarang gak usah disuruh langsung

dilaksanakan. Selain itu, nyuci baju sendiri, bisa ngajari adik-

adiknya belajar, lebih tanggung jawab, dulu bisanya minta

uang jajan, sekarang makan seadanya, sekarang bisa hemat dan

mandiri”. “Nazil mengatakan: “Sopan santun mending, dulu

ngeyel, gak pernah nurut, pake bahasa ngoko sama orang tua,

sekarang pake bahasa kromo”. “Asnawi mengatakan: “Iya,

cuci baju sendiri, menata sepatu sendiri, belajar sendiri”.

Pertanyaan mendasar implikasi adanyaa pembacaan surah

al-Hadid ayat 1-6 menurut anak anak-anak panti asuhan Darul

Hadlanah adalah sangaat baik, karena dengan adanya

pembacaan ayat al-Qur‟an ayat 1-6 yang dilaksankan pada hari

jumat tersebut akan membentuk kepribadian anak-anak Darul

Hadlanah lebih dekat dengan solat, dan membaca al-Qur‟an.

Pengasuh panti asuhan Darul Hadlanah Dr. Gufron Makruf

M.Ag menjelaskan tentang makna tradisi pembacaan surah al-

Hadid bahwa “ Tradisi pembacaan surat al-Hadid sebagai

implikasi anak-anak panti asuhan dengan mendekatkan diri

kepada al-Qur‟an, masjid, ulama, serta membangun karakter

anak melatih untuk memberikan kepercayaan75

.

75

Wawancara di kampus IAIN SALATIGA kampus 2 pada pukul 14.00 pada tanggal 1

maret 2018

102

WNK adalah sebagai santri menjelaskan tentang makna

tradisi pembacaan surah al-Hadid bahwa “ Tradisi pembacaan

surat al-Hadid menambah semangat dalam beribadah dan

merasa tenang karena panti terasa seperti surga76

. Pribadiyang

semangat, jujur, dan memiliki jiwa yang tenang menjadipoint

keberhasilan yang merupakan prestasi tak ternilai bagi santri

panti asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga. Hal ini merupakan

dampak positif dari makna tradisi pembacaan surat al-Hadid

ayat1-6.

3) Pengharapan Terkabulnya Hajat atau Datangnya Keberkahan

Rizki.

Ada satu tradisi yang masih dianut oleh panti asuhan Darul

Hadlanah yaitu ngalap berkah atau minta berkah dalam bahasa

arab disebut tabaruk. Keberkahan orang sholih pun terdapat pada

usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan

ilmu agama ditengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang

pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksud.

(HR.Abu Daud, At-Tirmdzi, & Ibnu Majah). Oleh karena itu

menurut beberapa responden, penulis simpulkan dengan adanya

tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 bisa

76

Wawancara di panti asuhan darul hadlanah pada pukul 19.00 pada tanggal 5 maret

2018

103

mendatangkan keberkahan (Rizki) dan hajat apa yang diinginkan

terkabul77

.

ANS sebagai santri dipanti asuhan Darul Hadlanah tersebut

juga mengatakan bahwa tradisi pembacaan surat al-Hadid ayat 1-

6 untuk pengharapaan terkabulnya hajat, salah satu cara

mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mengharap barokah

dari tradisi pembacaan surah al-Hadid tersebut78

.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Tradisi Pembacaan al-Qur’an

Surah al-Hadid.

Adapun faktor pendukung dan penghambat yang penulis

simpulkan dari hasil wawancara dari pengasuh dengan adanya tradisi

pembacaan al-Qur‟an surat al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul

Hadlanah adalah sebagai berikut :Pendukung antara lain (a)Adanya

kepercayaan penuh dari para orang tua santri yang menyadari akan

pentingnya pendidikan agama. (b) Adanya keyakinan yang kuat dari

para santri tentang fadhilah pembacaan al-Qur‟an. Seperti adanya rizki

yang barokah dan terkabulnya doa mereka.

Penghambat anatara lain : (a) Pengkondisian anak anak yang

kurang maksimal karena anak-anak susah dibangunkan. (b) Hal tersebut

berimpikasi pada pelaksanaan jamaah yang kurang tepat waktu.

77

Koko liem,” Rahasia Menggapai Keberkahan”. Depok: 5M Press hal 5 78

Wawancara di panti asuhan darul hadlanah pada pukul 19.00 pada tanggal 5 maret

2018

104

BAB V

ANALISIS

Berdasarkan paparan data pada bab sebelumnya kiranya sampailah pada

langkah penelitian berikutnya yaitu analisis data. Dalam langkah ini peneliti

menguraikan beberapa tradisi dan prosesi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid

ayat 1-6 serta makna tradisi pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan

Darul Hadlanah.

Uraian data, dokumentasi tersebut kiranya akan dapat memberikan

deskripsi dari dasar, pelaksanaan dan makna tradisi pembacaan surah al-Hadid

ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga. Berikut adalah

deskripsi analisis tentang kasus-kasus persoalan tersebut:

Terdapat temuan bahwa diantara responden hanya satu anak (1%) yang

berasal dari keluarga dengan presentasi agama yang kuat , padahal sebagian

dikatakan Zakiah Daradjat, pendidikan dalam keluarga menjadiamat

penting.”apabila sejak kecil ajaran agama tidak dibiasakan pada kehidupan anak,

maka pada waktu dewasannya nanti ia akan cenderung acuh tak acuh, anti agama

atau sekurang-kurangnya anak tidak akan merasakan pentingnya agama.79

Dengan

demikian, dari temuan itu pula muncul betapa pentingnya peran panti asuhan

(berbasis pondok pesantren) dalam pendidikan anak terutama yang berkaitan

dengan pendidikan keagamaan.

Maka tidak mengherankan jika dalam prosesi living Qur‟an yang

diselenggarakan dipanti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga. meskipun

diselenggarakan satu kali dalam seminggu. melalui dzikir dan tahlil semua itu

79

Zakiyah daradjat, Dalam Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hal 80

105

dimaksud sebagai bagian dari menerapkan tradisi al-Qur‟an dalam kehidupan

anak didik (santri)

Kalau sekiranya al-Qur‟an pada mulanya diturunkan kepada orang arab,

yang mereka dengan sekali baca sudah paham akan artinya, sebab bahasanya

sendiri. Betapa lagi kita yang bukan orang arab. Karena Allah SWT

memerintahkan kita untuk mentadabburi al-Qur‟an, sekaligus memahami

maknanya dan melarang berpaling dari al-Qur‟an, sebagaimana firman-Nya :

“maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur‟an ataukah hati mereka

terkunci. (muhammad ayat 24)”

Melalui ayat-ayat al-Qur‟an seorang hamba mampu mengenal mana yang

baik dan buruk dengan segala sisinya, mampu mengenal setiap jalan yang menuju

kepada kebaikan maupun kejelekan, mengetahui sebab-sebabnya, sasarannya,

buahnya, dan harapan yang diinginkan dari keduamya80

.

Oleh karena itu, membiasakan mengajarkan al-Qur‟an, mengajarkan arti

dan maksud al-Qur‟an kepada orang Islam yang belum bisa membaca al-Qur‟an,

yang belum mengerti bahasa arab, atau yang tidak ada waktu untuk membaca al-

Qur‟an bahkan mempelajarinya adalah kewajiban bagi orang Islam yang mengerti

dan diberi kenikmatan dalam membaca dan memahami untuk mengajarkan dan

memulai mentradisikan.

Lebih dari itu, tentu diajak bertadabbur tentang makna al-Qur‟an surah al-

Hadid ayat 1-6, inilah sesungguhnya makna yang paling substansif dari living

80

Muhammad sauman ar-ramli, keajaiban membaca al-Qur‟an. Sukoharjo: insan

kamil,2007 , hal 38

106

Qur‟an sebagaimana ditulis oleh Mansur dkk dalam bukunya Sahiron Syamsuddin

“ arti penting kajian living Qur‟an adalah memberikan paradigma baru bagi

pengembangan kajian Qur‟an kontemporer, sehingga studial-Qur‟an tidak hanya

berkutat pada wilayah kajian teks. Pada wilayah living Qur‟an ini kajian tafsir

akan lebih banyak mengapresiasi respondan tindakan masyarakat terhadap

kehadiran al-Qur‟an, sehingga tafsir tidak lagi hanya bersifat elitis, melainkan

emansipatoris yang mengaajak partisipasi masyarakat.

Hal itu sebagaimana pengasuh menjelaskan bahwa“ Tradisi pembacaan

surat al-Hadid adalah sebagai aplikasi anak-anak panti asuhan dalam mendekatkan

diri kepada al-Qur‟an, masjid, ulama, serta membangun karakter anak melatih

untuk memberikan kepercayaan serta mendekatkan akan cinta kepada al-Qur‟an.

Pada sisi yang lain atau hal yang senada juga disampaikan ZF bahwa“

Tradisi pembacaan surah al-Hadid merupakan riyadhah bathiniyah yang berfungsi

untuk mendekatkan diri kepada Allah, menunjukkan rasa syukur dan bukti

keimanan seseorang terhadap al-Qur‟an.

Pada dasarnya Allah menciptakan alam beserta seluruh isinya ini tidak ada

yang sia-sia. Semuanya diberkahi oleh Allah, tergantung bagaimana kita

memanfaatkan bentuk-bentuk keberkahan yang telah dianugrahi Allah kepada

kita. Apa saja bentuk keberkahan yang diberikan Allah kepada kita dan dimana

keberkahan itu bisa kita temukan. Sudah tidak mungkin lagi dipungkiri bahwa al-

Qur‟an merupakan salah satu bentuk keberkahan yang Allah berikan kepada kita.

Ibn Qoyyim berkata Al-Qur‟an lebih patut diberi nama mubarraak (yang

107

dibarokahi) dibanding yang lain karena dia sangat banyak kebaikann, manfaat,

dan sisi kebarokahan padanya81

.

Pendekatan diri kepada Allah merupakan hal positif yang menjadiamalan

bathiniyah warga panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga, hal ini terlihat

dampaknya para santri semakin khusyu‟ dalam beribadah dan lebih cinta untuk

membaca al-Qur‟an. Tradisi pembacaan surah al-Hadid secara aplikatif

menunjukkan rasa syukur dan bukti keimanan seseorang dalam mencintai al-

Qur‟an.

Kemudian makna substansif yang lain dengan adanya tradisi pembacaan

al-Qur‟an surah al-Hadid adalah pembentukan kepribadian. Setiap manusia yang

terlahir didunia ini pasti membawa kepribadiannya masing-masing, tapi dengan

berjalannya waktu kepribadian itu bisa berubah karena berbagai faktor yang

mempengaruhinya Kepribadian tersebut. Adapun dengan adanya tradisi

pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat1-6 dapat penulis simpulkan bahwa

secara tidak langsung tradisi tersebut mempengaruhi kepribadiannya menjadikan

yang lebih baik dari yang sebelumnya. Barangkali kita masih ingat tentang dialog

antara Said bin Hasyim suatu ketika berkisah, aku datang menemui Aisyah RA,

dan bertanya kepada nya mengenai akhlak Rasulullah: Aisyah berkata: apakah

engkau membaca al-Qur‟an? Aku said menjawab : benar, aku membaca al-

Qur‟an. Aisyah berkata: akhlak Rasulullah adalah al-Qur‟an.82

Hal tersebut juga

didipaparkan dalam hadis yang lain antara lain sebagai berikut : dan aisyah RA ia

berkata, Rasulullah SAW bersabda: siapa yang membaca al-Qur‟an dengan fasih,

maka ia beserta para utusannya Allah ( malaikat) yang mulia lagi berbakti, dan

81

Illahi, Dr.fadhl.2008. kunci-kunci Rizki, cet. 13. Jakarta : Darul Haq hal 20 82

Dr.M. Sholihin, Akhlak Tasawuf. Bandung:Nuansa, 2004, hal 143

108

barang siapa yang membaca dalam keadaan yang tersendat-sendat , maka dia

dapat dua pahala (H.R. Bukhari Muslim). Hadis tersebut diatas mengajarkan

bahwa Allah memberi kemulian bagi para pembaca al-Qur‟an yang bagus dan

benar bacaannya berupa penempatan diri mereka bersama malaikat. Sementara

bagi orang Islam yang terbiasa membaca al-Qur‟an namun kurang lancar, mereka

tetap dalam dua pahala.

WNH (responden) menjelaskan tentang makna tradisi pembacaan surah al-

Hadid bahwa “ Tradisi pembacaan surat al-Hadid menambah semangat dalam

beribadah dan merasa tenang karena panti terasa seperti surga dengan adanya

bacaan al-Qur‟an yang indah tersebut.

Makna substansif yang terakhir dengan adanya pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6 adalah Pengharapan Terkabulnya Hajat atau Datangnya

Keberkahan Rizki. Sebagaimana yang dipaparkan oleh salah satu responden

antara lain adalah ANS sebagai santri dipanti asuhan Darul Hadlanah tersebut

juga mengatakan bahwa tradisi pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6 untuk

pengharapaan terkabulnya hajat, salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah

SWT dengan mengharap barokah dari tradisi pembacaan surah al-Hadid tersebut.

Dari paparan diatas menunjukkan bahwa pelaku pembacaan surah al-

Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga melakukan

tradisi berpijak dari pijakan dalam al-Qur‟an.

Hal yang penting untuk digaris bawahi adalah dari pembahasan tentang

makna living Qur‟an dipanti asuhan Darul Hadlanah dapat dikategorikan tentang

beberapa makna dari tradisi tersebut. Pertama makna eksplisit adalah (1)

pendekatan diri kepada allah, bentuk syukur dan keimanan terhadap al-Qur‟an, (2)

109

pembentukan kepribadian anak panti asuhan Darul Hadlanah. Disamping juga

terdapat makna implisit bahwa tradisi living Qur‟an dipanti asuhan Darul

Hadlanah adalah merupakan bagian modal atau kultur positif dalam rangka

membumikan al-Qur‟an dalam kehidupan empirias sehari-hari, sehingga living

Qur‟an dimaksud bukan bagaimana individu atau sekelompok orang memahami

al-Qur‟an (penafsiran )tetapi bagaimana al-Qur‟an itu disikapi dan direspon

masyarakat muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya

dan pergaulan sosial.

Dengan demikian, dalam praktik pembacaan al-Qur‟an surah pilihan

dipanti asuhan Darul Hadlanah, jika dilihat dari tradisi tersebut maka setiap santri

panti asuhan akan mengikuti kegiatan pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat

1-6 karena mereka merasa menjadibagian dari santri dipanti asuhan Darul

Hadlanah tersebut dengan menganggap bahwa hal ini adalah salah satu kewajiban

yaang harus dipenuhi.

Kemudian, dari makna ekspresif tersebut dapat diklasifikasi

menjadibeberapa poin penting yaitu bahwa dengan pembacaan alQur‟an surat

tersebut mengandung makna secara eksplisit maupun implisit , makana eksplisit

antara lain sebagai bentuk edukasi, seperti dapat melancarkan keinginan atau

hajat, dan dapat menambah pengetahuan serta keberkahan yang tidak terduga dari

Allah SWT. Menunjukkan makna ketundukan dan rasa patuh kepada guru

maupun terhadap peraturan Panti asuhan. Aspek lain dari tradisi living Qur‟an

surah al-Hadid ini adalah adanya harapan daapt memperoleh fadhilah aspek-

aspek keberkahan yang diinginkan, sebagaimana yang sudah dialami dan

110

dirasakan selama ini. Dengan demikian tradisi living Qur‟an ini juga memiliki

implikasi praktis psikologis.

Terakhir, makna implisit dari pembacaan al-Qur‟an surat pilihan ini

sesungguhnya dapat diketahui jika diteliti secara mendalam, karena makna

implisit tersebut adalah makna yang tersirat dan tersembunyi, yang secara tidak

disadari bahwa dari satu praktik pembacaan al-Qur‟an surat pilihan ini bisa

menjaditradisi bagi para santri saat mereka telah keluar dari panti asuhan Darul

Hadlanah tersebut dalam arti yang lebih luas dan komprehensif.

111

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis dari bab 1 sampai dengan bab V guna

menjawab fokus masalah dalam penelitian yang dilakukan dan telah

disesuaikan dengan tujuan penulisan skripsi diatas, maka ada beberapa hal

yang menjadititik tekan sebagai kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu:

1. Secara teknis pelaksanaan tradisi pembacaan al-Hadid yang dilaksanakan

dipanti asuhan Darul Hadlanah adalah merupakan bagaian aplikasi dari

amalan ibadah yang dianjurkan dalam tarekoh yang menjadi dasar

pelaksanaan untuk mentradisikan. Dimana tradisi tersebut dilaksanakan

pada hari jum‟at pagi setelah tahlil bersama ( membaca surah al-Ikhlas 3

kali, al-Falaq 3 kali, an-Nas 3 kali, alif lam mim, ayat kursi,bacaan

dzikir, doa sesudah solat ,kemudian membaca fatihah) kemudian

membaca surah al-Hadid kemudian fatihah lagi, dilanjutkan berdoa

sesuai dengan hajat dari masing-masing, kegiatan tersebut dipimpin oleh

pengasuh panti asuhan Darul Hadlanah. Dengan pola bacaan ayat

pertama dibacakan kemudian para santri panti asuhan mengikuti, bacaan

tersebut dibaca dengan nada yang cukup lantang dan secara tartil, yaitu

dengan memperhatikan tajwid dan makhrajnya.

2. Makna tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 adalah

bentuk ibadah amaliyah yang meliputi tiga aspek urgen, ketiga aspek

tersebut adalah

112

a. Pendekatan diri kepada Allah, bentuk syukur dan keimanan

terhadap al-Qur‟an

b. Pembentukan kepribadian

c. Pengharapan terkabulnya hajat atau datangnya keberkahan Rizki.

3. Faktor pendukung dan penghambat adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah antara lain yaitu:

Pendukung : Adanya kepercayaan penuh dari para orang tua santri yang

menyadari akan pentingnya pendidikan agama, Adanya keyakinan yang

kuat dari para santri tentang fadhilah pembacaan al-Qur‟an surah al-

Hadid ayat 1-6 di panti asuhan Darul Hadlanah, Seperti adanya rizki

yang barokah dan terkabulnya doa mereka.

Penghambat :Pengkondisian anak anak yang kurang maksimal karena

anak-anak susah dibangunkan, Hal tersebut berimpikasi pada

pelaksanaan jamaah yang kurang tepat waktu.

B. SARAN

Dari kesimpulan diatas, perlu kiranya penulis memberikan saran, antara lain

adalah:

1. Lembaga panti asuhan

Tetap melestarikan tradisi pembacaan surah al-Hadid dipanti asuhan

Darul Hadlanah, mengembangkan tradisi tersebut serta mengevaliasi nya.

2. Para santri

Tetep bersemangat dalam menjalani tradisi living Qur‟an dipanti asuhan

Darul Hadlanah dan penerapannya bisa dalam konteks sekarang maupun

masing-masing.

113

3. Orang tua

Kondisi yang kondusif ketika para santri berada dirumah, menjadisangat

penting dalam kaitannya memperkuat tradisi pembacaan surah al-Hadid

dipanti asuhan Darul Hadlanah.

114

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1991. Metodologi Penelitian Keagamaan. Yogykarta: PT.

Tiara Wacana.

Al-Ḥasany, Al-Sayid Muhammad bin Alawy Al-Maliky. 2008. Qowā‟idul

Asāsiyah Fi Ulūmil Qur‟ān, alih bahasa Idhoh Anas, Kaidah-Kaidah

Ulūmul Qur‟ān. Pekalongan: Al-Asri

Alumnus, Siti Fauziah. 2014. Pembacaan al-Qur‟an surah-surah pilihan

dipondok pesantren Daar Al-Furqon Janggalan Kudus: jurnal studiilmu

al-Qur‟an dan hadis vol 15, no 1. UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta

Ar-Ramli, Muhammad Sauman. 2007. keajaiban membaca al-Qur‟an. Sukoharjo:

insan kamil.

Azwar, Saifudin. 1998. Metode Penelitian . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif . Jakarta: Prenada Media Group.

Dahlan, Abd. Rahman. 1997. Kaidah-kaidah Penafsiran al-Qur‟an, Bandung :

Mizan.

Daradjat, Zakiyah. 1979. Dalam Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang.

Djunaedi, Didi. 2015. Living Qur‟an (sebuah pendekatan baru dalam kajian al-

Qur‟an), Dalam Journal of Qur‟an and Hadisth Studies – Vol. 4, No. 2.

Dosen Fakultas Ushuluddin, Tafsir Hadisth, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jurnal of al-Qur‟an dan hadis: Vol. 4, No. 2, 2015: kajian Naskah dan

Kajian Living Qur‟an dan Hadist, Associate Professor, Religious Studies

Department, University of California, Riverside.

115

Eldeeb, Ibrahim. 2009. Be A Living Qur‟an: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-

Ayat al-Qur‟an dalam Kehidupan Sehari-hari, alih bahasa Faruk Zaini .

Jakarta: Lentera Hati.

Fatawi, Muhammad Faisol. 2009. Tafsir Sosiolinguistik: Memahami Huruf

Muqātha‟ah dalam al-Qur‟an . Malang: UIN-Malang Press.

Graham, William. 2001. The Qur‟an as Spoken Word: An Islamic Contribution to

the Understanding of Scripture,” Richard Martin, ed., Approaches to Islam

in Religious Studies Oxford: Oneworld,.

Hamid, Nasīr dan Amin al-Khuli. 2004. Metode Tafsir Sastra, alih bahasa

Khairon Nahdiyyin . Yogyakarta: Adab Press, 2004.

Illahi, Fadhl. 2008. Kunci-Kunci Rizki, cet. 13. Jakarta : Darul Haq

Islamiyah, Djami‟atul. 2016. Dimensi Eksperiensial dan Konsekuensial dari

Psikografi Keberagamaan Mahasiswa IAIN Salatiga (StudiPara Hafiz dan

Hafizah). Salatiga: lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat

(LP2M)

Katsir, Ibnu. Memaparkan Fadhilah Membaca Surah-Surah Pilihan.

Koswara, E. 1986. Teori-teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco

Liem,Koko. ”Rahasia Menggapai Keberkahan”. Depok: 5M Press

Lihat Yusuf al- Qaradlawi, 2001. Fatwa-Fatwa Kontemporer (terj). As‟ad Yasin

Jakarta: Gema Insani Press.

Mansur, M., dkk. 2007. pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin

(ed.) Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras.

116

Middleton, John. 1973. The Religious System” dalam Raul Naroll (ed), A

Hornbook of Method in Cultural Anthropology . New York: Columbia

University Press.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mudzhar, Atho‟. 1998. Pendekatan StudiIslam dalam Teori dan Praktek.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mustaqim. Abdul, dkk, 2007.Metodologi penelitian living Qur‟an.

Yogjakarta:TERAS.

Musthofa, Ahmad Zainal. 2015. Pengajian al-Qur‟an surat surat pilhan (living

quran dipondok pesantren man‟baul hikam sidoarjo), Skripsi thesis, UIN

Sunan Kalijaga Yogjakarta

Nasution, S. 2003. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung:

Tarsito hal129

Putra, Ahimsa. H.S, 2012. “The Living Qur‟an: Beberapa Persfektif Antropologi”

Universitas Gadjah Mada Yogjakarta, Jurnal Walisongo.

Rahman, Syahrul. 2016. Studikasus pembacaan al-ma‟tsur dipesantren khlid bin

walid pasir pengaraian kabupaten Rokan Rahman: jurnal syahada vol. IV

No.2

Ritonga, Rahman. 2005. Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya

Melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini. Surabaya.

Robinson, Neal. 1996. Discovering the Qur‟an . London: SCM press

Saeed, Abdullah. 2008. The Qur‟an, an Introduction, London and New York:

Routledge.

117

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba

Empat

Shihab, M. Quraish. 2012. Tafsir al-misbah pesan, kesan, dan keseharian al-

Qur‟an. Jakarta : lentera hati .

Shihab, M.Quraish. 1999. Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Mudhu‟i atas Pelbagai

Persolan Umat, cet 9. Bandung: Mizan.

Shihab, M.Quraish. 2011. tafsir al-Mishbah vol.15 hal 454 lihat juga shihab, Dia

DiMana-Mana, Tangan Tuhan DiBalik Setiap Fenomena, Jakarta: Lentera

Hati.

Sholihin, M. 2004. Akhlak Tasawuf. Bandung:Nuansa.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukandarrumdi. 2004. Metodologi Penelitian (petunjuk praktis untuk peneliti

pemula). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sukmadinata, Nana Syadik. 2005. Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Suproyogo, Imam dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama.

Bandung: PT, Remaja Rosdakarya.

Syamsuddin, Sahiron. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis,

Yogyakarta: TH-Press TERAS

Tabroni, Imam Suprayogo. dan 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama .

Bandung: PT. Remaja Rosadakarya.

Yahya, Harun. 2003. Misinterprestasi Terhadap Al-Qur‟an, alih bahasa Samson

Rahman, Jakarta: Robbani Press

118

Yusuf, Muhammad. 2007. Pendekatan Sosiolgi Dalam Pendekatan Living

Qur‟an Dalam Metode Penelitian Living Qur‟an Dan Hadits. Yogyakarta:

Teras

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Neny Muthiatul Awwaliyah Fuad

NIM : 21514016

Jurusan/Progdi : FUADAH/ IAT

Tempat/Tanggal Lahir : Pati / 17 Agustus 1996

Alamat : Sambilawang RT. 04 RW. 02,

Kec. Trangkil , Kab. Pati

Nama Ayah : H. Nur Fuad Supandi F.R S.Pd.

Nama Ibu : Hj. Naela Fauziah Fuad

Agama : Islam

Pendidikan : - SDN Sambilawang Pati

- MTs Raudlatul Ulum Pati

- MA Raudlatul Ulum Pati

- SANLAT BPUN PATI

Demikian daftar riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 20 Maret 2018

Penulis

Neny Muthiatul Awwaliyah

DESKRIPSI WAWANCARA

A. Beberapa pertamyaan yang penulis ajukan kepada pengasuh panti asuhan Darul

Hadlanah NU kota Salatiga antara lain adalah:

1. Sejak kapan / defenisi asal mula diadakan tradisi pembacaan al-Qur‟an surah

al-Hadid ayat 1-6 di panti asuha Darul Hadlanaah NU kota Salatiga ?

“ kegiatan pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ini di laksanakan sejak tahun

2016, hal ini bermula dari salah satu harapan adanya hajat agar dapat

terlaksananya pembangunan panti asuhan putra”

2. Mengapa memilih surah al-Hadid ayat 1-6?

“Karena surah tersebut merupakan tuntunan dari sahabat Ali, atau pengikut

torekhoh satoriyah”

3. Bagaimana caranya/ prosesi tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-hadid ayat

1-6 di panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga ?

“Pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid dibaca hanya satu kali, yaitu ayat

pertama di bacakan pengasuh kemudian santri mengikuti, begitu selanjutnya

sampai ayat ke 6 “ adapun secara praktik pembacaan al-Qur‟an surah al-hadid

tersebut di awali dengan hadrah kemudian membaca surah al-Ikhlas 3 kali, al-

Falaq 1 kali, an-Nas 1 kali, membaca alif lam mim, membaca ayat kursi,

membaca bacaan dzikir, doa sesudah solat, kemuadian membaca al-Fatihah,

baru kemudian membaca surah al-hadid ayat 1-6, kemudian al-fatihah

kembali. Dan yang terakhir berdoa sesuai dengan hajat masing-masing

4. Apa saja hambatan pada waktu di adakannya tradisi pembacaan al-Qur‟an

surah al-Hadid ayat 1-6 di panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga?

“Pengkondisian anak-anak panti asuhan darul hadlanah yang kurang

maksimal, karena anak-anak panti asuhan susah di bangunkan, ketika di

bangunkan pengurus itu tidak mau bangun.

5. Bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?

“Mengkondisikan anak- anak dari awal sehingga sebelum subuh sudah siap

semua”.

6. implikasi atau makna dari adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-hadid

ayat 1-6 di panti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga?

“impikasi adanya tradisi tersebut mendekatkan anak pada al-Qur‟an, masjid,

ulama. Serta membangun karakter anak, dan melatih untuk memberikan

kepercayaan “

B. Beberapa pertanyaan yang penulis ajukan untuk anak-anak di panti asuhan Darul

Hadlanah antara lain adalah :

1. Bagaimana perasaan dengan adanya pembacaan al-Qur‟an surah al-hadid di

panti asuhan darul hadlanah?

“mayoritas santri panti asuhan menjawab, dengan adanya pembacaan surah al-

Hadid tersebut kebanyakan responden yang penulis wawancarai merasa

senang karena belum pernah di ajarkan sebelumnya di rumah masing-masing.

2. Bagaimana menurut adek dengan adanya metode yang di gunakan dalam

pembacaan al-Qur‟an surah al-hadid tersebut?

“responden baik laki-laki maupun perempuan kebanyakan mengatakan

gampang, karena tinggal mengikuti sudah sedikit-sedikit hafal tetaapi ketika

penulis menanyakan tentang apakah responden mengerti tentang makna

disetiap ayat nya” responden menjawab belum mengerti tentang arti setiap

ayat terebut.”

3. Apa makna tradisi pembacaan al Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 menurut

kalian?

“ salah satu responden menjawab keberkahan yang ada di panti asuhan Darul

Hadlanah di rasakan oleh responden mengalir terus menerus sehingga

keberkahan untuk semua warga panti asuhan Darul Hadlanah tiada henti nya. “

“Tradisi pembacaan surah al-Hadid merupakan riyadhah bathiniyah yang

berfungsi untuk mendekatkan diri kepada Allah, menunjukkan rasa syukur dan

bukti keimanan seseorang terhadap al-Qur‟an”

Daftar Gambar

Santri panti asuhan Darul hadlanah

Asrama putri panti asuhan Darul Hadlanah

Asrama Putra Panti Asuhan Darul Hadlanah

Ruang Tamu

Aula putra

Panti Asuhan mengikuti perlombaan

Dapur Panti Asuhan Darul Hadlanah

Kamar Putri panti Asuhan Darul Hadlanah

Kegiatan perlombaan panti Asuhan Darul Hadlanah

Kegiatan mengaji sore

Kegiatan mengaji sore

Kegiatan pembacaan al-Hadid setelah sholat subuh berjamaah