tirotoksikosis

41
DAFTAR ISI Halaman JUDUL.......................................................i DAFTAR ISI..................................................1 BAB I PENDAHULUAN...........................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................3 2.1 Anatomi..........................................3 2.2 Fisiologi........................................3 BAB III PEMBAHASAN..........................................7 3.1..................................................Hipertir oid...............................................7 3.1.1 Definisi, epidemiologi, dan etiologi.....7 3.1.2 Gambaran klinik.............................12 3.1.3 Komplikasi..................................13 3.1.4 Pemeriksaan laboratorium.................13 3.1.5 Pengobatan..................................14 3.2..................................................Tirotoks ikosis............................................17 3.2.1 Definisi tirotoksikosis.....................17 3.2.2 Etiologi....................................18 3.2.3 Gambaran klinik.............................18 3.2.4 Diagnosa....................................20 3.2.5 Penatalaksanaan.............................21 1

Upload: risal-mujahidin

Post on 11-Jan-2016

93 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

belum lengkap

TRANSCRIPT

Page 1: TIROTOKSIKOSIS

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL......................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3

2.1 Anatomi.............................................................................................3

2.2 Fisiologi.............................................................................................3

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................7

3.1 Hipertiroid.............................................................................................7

3.1.1 Definisi, epidemiologi, dan etiologi..........................................7

3.1.2 Gambaran klinik......................................................................12

3.1.3 Komplikasi...............................................................................13

3.1.4 Pemeriksaan laboratorium.......................................................13

3.1.5 Pengobatan............................................................................14

3.2 Tirotoksikosis.......................................................................................17

3.2.1 Definisi tirotoksikosis..............................................................17

3.2.2 Etiologi....................................................................................18

3.2.3 Gambaran klinik......................................................................18

3.2.4 Diagnosa................................................................................20

3.2.5 Penatalaksanaan....................................................................21

3.2.6 Komplikasi..............................................................................24

BAB IV DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................27

1

Page 2: TIROTOKSIKOSIS

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis berhubungan

dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan

memberikan hormon tiroid berlebihan. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis

sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri. Tirotoksikosis terbagi atas kelainan yang

berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme.

Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada

gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek

umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang

disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.

Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone

(TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating

hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas

hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-

kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan,

dengan demikian berakibat pada hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi

produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau

merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

2

Page 3: TIROTOKSIKOSIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin saat akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar

tiroid terletak pada bagian bawah leher yang terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh

ismus yang menutupi cincin trakea dua dan tiga. Kapsul Fibrosa menggantungkan kelenjar ini

pada fasia paratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan akan selalu diikuti oleh

terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas dari kelenjar tiroid. Sifat

inilah yang digunakan diklinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher

berhubungan dengan kelenjar tiroid. Berat tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan

yodium, beratnya berkisar 10-20 gram1.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari A.Tiroidea Superior yang merupakan cabang

dari A.Karotis komunis atau A. Karotis eksterna.Setiap folikel pada thiroid diselubungi oleh

jala-jala kapiler dan limfatik, sedagkan venanya berasal dari pleksus perifolikular yang

menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah

diperkirakan sekitar 5 ml/gram kelenjar/menit. Dalam keadaan hipertiroid aliran ini akan

meningkat sehingga dengan menggunakan stetoskop terdengar bising aliran darah diujung

bawah kelenjar1.

Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus paralaring yang tepat berada diatas ismus

menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang menuju duktus

thorasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang

berasal dari kelenjar tiroid1.

2.2 Fisiologi

Tiroid terdiri atas folikel yang merupakan kumpulan dari sel kolumnar. Sel foliker

tersebut mensintesis tiroglobulin (Tg) yang akan disekresiken kedalam lumen folikel. Tg

merupakan glikoprotein. Protein lain yang dihasilkan adalah tiroperoksidase (TPO). TPO

maupun Tg bersifat antigenik, sehingga dapat digunakan sebagai tanda penyakit, misalnya

pada penyakit tiroid autoimun. Hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)

tersimpan dalam koloid sebagai bagian dari tiroglobulin. Hormon ini dilepaskan jikan

tiroglobulin berikatan dengan enzim khusus.1

3

Page 4: TIROTOKSIKOSIS

Hormon tiroid mengandung 59-65% yodium. Hormon T3 dan T4 berasal dari

yodinisasi residu tirosin yang ada di tiroglobulin. Proses biosintesis hormon tiroid terjadi

dalam beberapa tahap, yaitu tahap trapping, oksidasi, coupling, storage atau penyimpanan,

deiyodinasi, proteolisis dan pengeluaran hormon tiroid1.

Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah ke dalam

sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid memompakan iodida masuk ke dalam

sel yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide trapping). Sel-sel tiroid kemudian

membentuk dan mensekresikan tiroglobulin dari asam amino tirosin. Tahap berikutnya

adalah oksidasi ion iodida menjadi I2 oleh enzim peroksidase. Selanjutnya terjadi iodinasi

tirosin menjadi monoiodotirosin, diiodotirosin, dan kemudian menjadi T4 dan T3 yang diatur

oleh enzim iodinase. Kemudian, hormon tiroid yang telah terbentuk ini disimpan di dalam

folikel sel dalam jumlah yang cukup untuk dua hingga tiga bulan. Setelah hormon tiroid

terbentuk di dalam tiroglobulin, keduanya harus dipecah dahulu dari tiroglobulin, oleh enzim

protease. Kemudian, T4 dan T3 yang bebas ini dapat berdifusi ke pembuluh kapiler di sekitar

sel-sel tiroid. Keduanya diangkut dengan menggunakan protein plasma. Karena mempunyai

afinitas yang besar terhadap protein plasma, hormon tiroid, khususnya tiroksin, sangat lambat

dilepaskan ke jaringan. Kira-kira tiga perempat dari tirosin yang teriodinasi dalam

tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid, hanya sampai pada tahap

monoiodotirosin atau diiodotirosin. Yodium dalam monoiodotirosin dan diiodotirosin ini

kemudian akan dilepas kembali oleh enzim deiodinase untuk membuat hormon tiroid

tambahan2.

4

Page 5: TIROTOKSIKOSIS

Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut. Hipotalamus sebagai master gland

mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi TSH oleh

hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari

hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara cAMP. Mekanisme ini

mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang disekresikan berlebih,

sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila jumlah hormon tiroid tidak

mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya2.

Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah

besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim protein, protein

struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah

peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Hormon tiroid meningkatkan

aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria,

serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga

mempunyai efek yang umum juga spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari

fungsi ini adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin

dan beberapa tahun pertama kehidupan pascalahir 2.

Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi peningkatan

metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin, meningkatkan laju

metabolisme basal, dan menurunkan  berat badan. Sedangkan efek pada sistem

5

Page 6: TIROTOKSIKOSIS

kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan frekuensi

denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung. Efek lainnya antara lain peningkatan

pernafasan, peningkatan motilitas saluran cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat

(SSP), peningkatan fungsi otot, dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar

endokrin lain2.

6

Page 7: TIROTOKSIKOSIS

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hipertiroid

3.1.1 Definisi , epidemiologi dan etiologi hipertiroid

Penyakit hipertiroidism merupakan bentuk tiroktoksikosis yang paling sering

dijumpai dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada

perempuan dari pada laki-laki. Tanda dan gejala penyakit hipertiroid yang paling mudah

dikenali ialah adanya struma (hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi

kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan sering disertai oftalmopati, dan disertai dermopati

meskipun jarang.9

Patogenesis penyakit hipertiroid sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti.

Diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme tersebut. Berdasarkan

ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves’ dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara

lain dengan ditemukannya antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating

Hormone - Receptor Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi. Pada penyakit Graves’,

limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid

yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen

tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel

tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R

antibodi. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan

aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting

dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit

Graves.9

7

Page 8: TIROTOKSIKOSIS

Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu

tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan TSH reseptor (TSH-R). Disamping itu

terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid

dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita

dan kelenjar tiroid penderita penyakitGraves’. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi

dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma)

akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4)

untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T. 9

Gambar 3.1 patogenesis penyakit graves

Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan

HLA-DR3 pada ras kaukasia, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras cina dan HLA-B17 pada

orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid

autoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan

merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat

pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica,

8

Page 9: TIROTOKSIKOSIS

yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan autoantigen

kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang

dengan TSH-R antibodi pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut

penyakit Graves’. Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated

immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan

untuk terjadinya penyakit tiroid autoimun. Dosis terapeutik dari lithium yang sering

digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel

limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid autoimun. Faktor stres

juga diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves’, namun sampai saat ini belum

ada hipotesis dugaan yang memperkuat tersebut. 9

Terjadinya opthtalmopati Graves’ melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan

antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan

tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang

terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga

menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves’

(miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast

didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans.

Hormon tiroid mempengaruhi hampir seluruh sistem pada tubuh, termasuk pada

pertumbuhan dan perkembangan, fungsi otot, fungsi Sistem Syaraf Simpatik, Sistem

Kardiovaskular dan metabolisme karbohidrat. Homorn tiroid dapat mempengaruhi

metabolisme karbohidrat baik pada kadar hormon yang meningkat (hipertiroid) ataupun

menurun (hipotiroid).9

Penyakit Graves’ merupakan penyebab paling umum hipertiroidisme. sekitar 60%

hipertiroidism disebabkan oleh penyakt Graves’. Tirotoksikosis dengan sendirinya adalah

9

Page 10: TIROTOKSIKOSIS

diabetogenik. Variabel intoleransi glukosa dapat terjadi hingga 50% dari pasien

tirotoksokosis dengan kejadian diabetes terjadi pada 2-3%, ketika hipertiroid terjadi pada

individu normal. Perubahan metabolik mungkin terjadi sebagai akibat dari hipertiroidisme

dan berkontribusi terhadap penurunan kontrol glikemik. 9

Meskipun resiko terjadinya diabetes melitus hanya berkisar 2-3% pada individu yang

menderita hipertiroidisme namun jika ini dijumpai akan mempengaruhi dan menyebabkan

sulitnya mengontrol glukosa darah oleh karena dua kondisi metabolik yang terjadi secara

bersamaan. Berbagai perubahan metabolisme dapat terjadi selama kondisi hipertiroid dan hal

ini dapat mempengaruhi status glukosa darah. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya

adalah 6 pada kondisi hipertiroid, waktu pengosongan lambung menjadi lebih cepat. Absorpsi

glukosa pada saluran cerna juga ikut meningkat termasuk aliran darah di vena portal. Ketika

beberapa studi menunjukkan bahwa penurunan sekresi insulin bisa terjadi pada kondisi

hipertiroid, studistudi lainnya melaporkan level insulin baik diperifer dan sirkulasi portal

justru normal atau meningkat. Sebenarnya kondisi ini bisa tertutupi oleh karena adanya

sekresi insulin yang meningkat termasuk juga degradasi dari insulin tersebut. Pada hipertiroid

insulin clearen meningkat hingga 40%. Kondisi yang berlama-lama dari gangguan fungsi

tiroid ini juga akan menyebabkan gangguan fungsi dari sel beta sehingga akan menurunkan

produksi insulin oleh pankreas dan respon insulin terhadap glukosa. 9

Produksi glukosa endogenous 6 meningkat dengan beberapa mekanisme:

1. Meningkatnya prekursor glukoneogenik dalam bentuk laktat, glutamin dan alanin dari

otot rangka dan gliserol dari jaringan lemak.

2. Meningkatnya konsentrasi free fatty acid (FFA) plasma yang bisa menstimulasi

hepatik glukoneogenesis.

10

Page 11: TIROTOKSIKOSIS

3. Meningkatnya glikogenolisis oleh karena inhibisi dari sintesa glikogen • Upregulasi

dari

4. protein transporter glukosa atau GLUT-2 pada membran plasma hepatosit

5. Meningkatnya sekresi dan efek glukagon serta adrenalin terhadap sel-sel hati

Gambar 3.2 Pengeluaran hormon tiroid pada berbagaisistem organ pada penyakit graves

Penggunaan glukosa di jaringan adiposa meningkat pada pasien hipertiroid ini

dibuktikan melalui percobaan isolasi jaringan adiposa dari tikus dan pasien hipertiroid

menunjukkan sensitifitas dari transpor glukosa dan penggunaannya terhadap insulin yang

normal, meningkat atau menurun. Variabilitas hasil ini mungkin sebagai reflek terhadap

perbedaan regional pada jaringan adiposa yang terisolasi. Peningkatan ambilan glukosa dan

pembentukan laktat terhadap oksidasi glukosa dan proses penyimpanan pada kondisi

hipertiroid. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya insulin basal, stimulasi GLUT1,

GLUT4, meningkatnya respon glikogenolisis terhadap stimulasi beta adenergik,

meningkatnya aktivitas heksokinase dan fosfofruktokinase serta menurunnya sensitifitas

sintesa glikogen terhadap insulin. 9

11

Page 12: TIROTOKSIKOSIS

Gambar 3.3 pengaruh pengeluaran hormon tiroid di otot pada penyakit graves

3.1.2 Gambaran Klinis

Pada penyakit Graves’ terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat

hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis

yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak

bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi,

takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. 9

Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya

terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien

ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.

12

Page 13: TIROTOKSIKOSIS

Gambaran klinik klasik dari penyakit Graves’ antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme,

goiter difus dan eksoftalmus. 9

Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum ditemukan

antara lain palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, berkeringat banyak, tidak

tahan panas dan lebih senang cuaca dingin. Pada wanita muda gejala utama penyakit Graves’

dapat berupa amenore atau infertilitas. Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan

percepatan proses pematangan tulang. Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ),

manifestasi klinis yang lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan

miopati, ditandai dengan adanya palpitasi, dyspnea d’effort, tremor, nervous dan penurunan

berat badan. 9

3.1.3 Komplikasi

Oftalmopati Graves’ terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler

disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita

sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan)

dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia.

Pembesaran otototot bola mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI.

Bila pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus opticus

yang akan menimbulkan kebutaan. 9

3.1.4 Pemeriksaan laboratorium

Autoantibodi tiroid, TgAb, dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves’

maupun tiroiditis Hashimoto, namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves’.

Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada

eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. Untuk dapat

13

Page 14: TIROTOKSIKOSIS

memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves’ dan hipertiroidisme umumnya,

perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan

kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T4)

dan tri-iodotironin (T3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormon

(TSH). Artinya, bila T3 dan T4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya

ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves’,

adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan

perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid

menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar

hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi.

Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap

hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi

kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat

diperiksa kadar T4 bebas (free T4/FT4). 9

3.1.5 Pengobatan.

Walaupun mekanisme autoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam

patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves’, namun penatalaksanaannya terutama

ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga jenis

pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves’, yaitu: Obat anti tiroid,

pembedahan dan terapi yodium radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal

antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat

antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya. 9

14

Page 15: TIROTOKSIKOSIS

Obat Antitiroid: Golongan Tionamid

Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil

dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama

metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol

yang isinya sama dengan metimazol. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan

ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi

biosintesis hormon tiroid T3 dan T4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi

iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan

menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama

ialah menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada

metimazol). 9

Atas dasar kemampuan menghambat konversi T4 ke T3 ini, PTU lebih dipilih dalam

pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer.

Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih

panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosisi tunggal. Belum ada

kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan

yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti

tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya

dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah

terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan

dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis

pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari). Regimen umum terdiri dari

pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis

dikurangi menjadi 50-200 mg, 1 atau 2 kali sehari. 9

15

Page 16: TIROTOKSIKOSIS

Propiltiourasil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat

menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon

secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves’. Methimazole mempunyai masa kerja

yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan

dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 5-20 mg perhari. 9

Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada

beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3 x 100-200 mg/hari

dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu

pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis

dan biokimia.20 Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis

terkecil PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat

mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Bila

dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di

naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktorfaktor

penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. Meskipun

jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu

agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil),

gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan

pertama pengobatan. 9

Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian

terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium

radioaktif. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk

mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika. Efek samping lain yang jarang terjadi

16

Page 17: TIROTOKSIKOSIS

namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik,

Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi

timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan

laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada

bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian

penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan

selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti I131 atau operasi. Bila timbul

efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba diganti dengan obat jenis

yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.17 Evaluasi pengobatan perlu

dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves’ adalah penyakit autoimun yang

tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. 9

Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan

klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan

diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid.

Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu

mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga

tercapai remisi. 9

3.2 Tirotoksikosis

3.2.1 Definisi Tirotoksikosis

Tirotoksikosis adalah sindroma klinis hipermetabolisme yang terjadi akibat

peningkatan hormon tiroid: tiroksin bebas (T4), triiodotironin yang beredar berlebihan1.

Tirotoksikosis merupakan suatu sindroma klinis yang terjadi akibat dari jaringan yang

terpapar oleh kadar hormon tiroid yang tinggi dalam sirkulasi. Sebagian besar tirotoksikosis

disebabkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif atau hipertiroid., namun kadang-kadang

tirotoksikosis dapat disebabkan oleh karena penyebab lain seperti sekresi hormon tiroid yang

berlebihan dari tempat lain (ektopik) atau hormon tiroid yang berlebihan3.

17

Page 18: TIROTOKSIKOSIS

3.2.2 Etiologi Tirotoksikosis

Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroid sangat penting,

disamping pembagian etiologi, primer ataupun sekunder. Kira-kira 70% tirotoksikosis

disebabkan oleh penyakit Graves, sisanya karena gondok multinodular toksik dan adenoma

toksik.

Tabel 1. Penyebab Tirotoksikosis1

Hipertiroid Primer Tiroroksikosis tanpa

Hipertiroid

Hipertiroid sekunder

Penyakit Graves Hormon tiroid berlebih

(Tirotoksikosis faktisia)

TSH-secreting tumor

Gondok Multinodula

toksik

Tiroiditis sub akut (Viral

atau De quairvain)

Tirotoksikosis gestasi

(trimester pertama)

Adenoma toksik Destruksi kelenjar Resistensi hormon tiroid

Obat yodium lebih litium Radiasi

Karsinoma tiroid

Struma ovarii

Mutasi TSH-r

Grave’s Disease

Merupakan penyebab tersering dari tirotoksikosis, prevalensi pada wanita lebih sering

daripada laki-laki. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran berikut ini :

1. Tirotoksikosis

2. Goiter

3. Opthalmopathy (exopthalmus)

4. Dermopathy (pretibial myxedema)

3.2.3 Gambaran Klinis

Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah lelah,

hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka 18

Page 19: TIROTOKSIKOSIS

terhadap udara dingin. Didapatkan penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu

makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exoptalmus)

dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama

pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa

bantuan. Pada penderita diatas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskular

dan miopati dengan keluhan utama adalah palpasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor,

nervous dan penurunan berat badan.

Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai

akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema), keadaan ini sangat jarang

hanya terjadi 2-3% penderita.

Tabel 2. Gejala serta tanda Hipertiroid umumnya ada pada penyakit Graves1

Sistem Gejala dan Tanda

Umum Tak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat, youthfullness, hiperdefekasi, lapar

Gastrointestinal Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali

Muskular Rasa lemah

Genitourinaria Oligomenorea,amenorea,libido turun,infertil,ginekomastia

Jantung Leher membesar

Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik dipsneu, ipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung, limfositosis, anemia, splenomegali

Darah dan limfatik skelet

Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:Oftalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus korneaDermopati (0,5-4%)Akropaki (1%)

Untuk laboratorium, apabila curiga adanya hipertiroid, makan yang diperiksa adalah

FT4 (free thyroxin), FT3 dan TSHs. Pemeriksaan antibodi yang khas untuk grave’s disease

adalah TSH-R Ab (stimulating). I123 atau technetium scan biasanya digunakan untuk

mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul ‘hot’ atau ‘cold’.

19

Page 20: TIROTOKSIKOSIS

3.2.4 Diagnosa

Diagnosis pasti dari suatu penyakit hampir diawali oleh kecurigaan klinis. Pemeriksaan

minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila

didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs maka hipertiroid dapat ditegakkan.

Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus

dilakukan pemeriksaan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake maka

diagnosis Grave’s disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake

yang rendah didapatkan pada hipertiroid yang baik, tiroiditis sub akut, tiroiditis hashimoto

fase akut, pengobatan dengan levotyroxin yang jarang yaitu struma ovarii.

Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat maka harus dicurigai adanya tumor pituitari

yang memproduksi TSH. Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah maka FT3 harus

diperiksa, diagnosis Grave’s disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat

ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick sindrom

atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamin atau kortikosteroid.

Untuk itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang untuk

konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi1.

Tabel 3 Indeks Wayne

No Gejala yang timbul Dan atau bertambah berat

Nilai

1. Sesak saat kerja +1

2. Berdebar +2

3. Kelelahan +3

4. Suka udara panas -5

5. Suka udara dingin +5

6. Keringat Berlebihan +3

7. Gugup +2

8. Nafsu makan naik +3

9. Nafsu makan turun -3

10. Berat badan naik -3

20

Page 21: TIROTOKSIKOSIS

11. Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak

1. Thyroid teraba +3 -3

2. Bising Thyroid +2 -2

3. Exopthalmus +2 -

4. Kelopak mata tertinggal gerak bola mata

+1 -

5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -

7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan basah +1 -1

9. Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi teratur<80x/menit80-90x/menit>90x/menit

--

+3

-3--

Tjokroprawiro membuat tiga kriteria diagnostik penyakit Graves yaitu4 :

1. Diagnosis dugaan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala kardiovaskular

2. Diagnosis klinis penyakit Graves: Diagnosis dugaan Indeks Wayne > 20 atau indeks

New castle > 40

3. Diagnosis pasti penyakit Graves: diagnosis klinis ditambah FT4 meningkat dan

TSHs menurun

3.2.5 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah

penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (ingin mempunyai anak/tidak),

resiko pengobatan, dsb1. Pengobatan Tirotoksikosis dapat dikelompokkan menjadi

Tirostatika, Tiroidektomi, Yodium radioaktif.

1. Tirostatika (OAT-Obat Anti Tiroid)

a. PTU (Propyl thiouracil), pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6

jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua

kali dalam sehari. Keuntungan PTU dibanding methimazole adalah bahwa PTU

21

Page 22: TIROTOKSIKOSIS

dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam

menurunkan hormon tiroid secara cepat.

b. Methimazole, mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih

banyak digunakan sebagai single dose. Methimazole berada dalam folikel ±20

jam. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan

selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis

rumatan.

Tabel 4.Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tirotoksikosis1

Kelompok Obat Efek Indikasi

Obat Anti TiroidPropiltiourasil (PTU)Metimazole (MMI)Karbimazol (CMZ)Antagonis Adrenergik-ƀ

Menghambat sintesis hormon tiroid dan berefek imunosupresif (PTU hambat konversi T4 menjadi T3)

Pengobatan lini pertama pada Graves. Obat jangka pendek pra bedah/pra-RAI

B-adrenergik antagonisPropanololMetoprololAtenololNadolol

Mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan

Obat tambahan, kadang sebagai obat tunggal pada tiroiditis

Bahan mengandung IodineKalium iodidaSolusi LugolNa IpodatAsam Iopanoat

Menghambat keluarnya T4 dan T3Menghambat produksi T3 ekstratiroidal

Persiapan tiroidektomi. Pada krisis tiroid bukan pada penggunaan rutin

Obat LainKalium perkloratLitium KarbonatGlukokortikoid

Menghambat transpor yodium, sintesis dan keluarnya hormonMemperbaiki efek hormon di jaringan dan sifat imunologis

Bukan indikasi rutinPada sub akut tiroiditis berat dan krisis tiroid

Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini. Pertana

berdasarkan titrasi: mulai dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis

diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroid.

Kedua dengan blok-substitusi, dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan

apabila mencapai keadaan hipotiroid, maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai

eutiroid1.

22

Page 23: TIROTOKSIKOSIS

Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%

mengalami perbaikan dalam 6 bulan-1.5 tahun. Observasi diperlukan dalam jangka panjang

oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50-60%4. Efek samping yang

sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia yang

jarang keluhan gastrointestinal, perubahan rasa, dan yang paling ditakuti yaitu

agranulositosis. Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis1.

2. Tiroidektomi

Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter nultinoduler

maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi ini baru dilaksanakan jika pasien

dalam keadaan eutiroid, secara klinis ataupun biokimia. Dua minggu sebelum operasi

penderita diberikan solutio lugol dengan dosis lima tetes dua kali sehari. Pemberian solutio

lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar, sehingga akan mempermudah

jalannya operasi1.

Pada sebagian penderita Grave’s disease membutuhkan suplemen hormon tiroid setelah

dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pada pembedahan adalah hipoparatiroid dan terjadi

kerusakan pada nervus recurrent laryngeal. Hipoparatiroid bisa terjadi permanen atau

sepintas. Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau

residif. Operasi yang tidak direncanakan dengan baik membawa resiko terjadinya krisis tiroid

dengan mortalitas yang amat tinggi1.

3. Yodium Radioaktif (radio active iodium-RAI)

Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT menjadi

eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir pengobatan RAI. Dosis RAI

berbeda, ada yang bertahap untuk mencapai eutiroid tanpa hipotiroid, ada yang langsung

dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroid kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.

Kekhawatiran bahwa radiasi akan menyebabkan karsinoma tidak terbukti. Satu-satunya

kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasi ringan, kadang terjadi tiroiditis sepintas. Pada

enam bulan pasca radiasi disarankan untuk tidak hamil.

Tabel 5. Keuntungan dan kerugian berbagai pengobatan Tiroroksikosis1

Pengobatan Keuntungan Kerugian

Tirostatika Kemungkinan remisi jangka panjang tanpa hipotiroid

Angka residif cukup tinggiPengobatan janga panjang dan kontrol yang sering

Tiroidektomi Cukup banyak menjadi Dibutuhkan ketrampilan

23

Page 24: TIROTOKSIKOSIS

eutiroid bedah

Yodium radioaktif Relatif cepatJarang residifSederhana

Masih ada morbiditas40 % hipotiroid dalam 10 tahunDaya kerja obat lambat50% hipotiroid pasca radiasi

3.2.6 Komplikasi

1. Krisis Tiroid

Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang sangat membahayakan dan merupakan suatu

kondisi eksaserbasi akut dari tirotoksikosis. Hampir semua kasus disertai oleh faktor

pencetus. Hingga kini patogenesis krisis tiroid belum jelas : free-hormon meningkat, naiknya

free-hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran.

Tabel 6. Faktor Pencetus Krisis Tiroid

Infeksi Konsumsi hormon tiroid

Pembedahan baik tiroid atau non tiroid

KAD

Terapi radio iodine Gagal jantung kongestif

Putus obat antitiroid Hipoglikemia

Amiodaron Toksemia gravidarum

Stress emosi berat Persalinan

Emboli Paru CVA

Trauma Ekstraksi Gigi

Krisis tiroid ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan tidak ada kriteria laboratorium

yang spesifik untuk mendiagnosis krisis tiroid. Kriteria diagnostik untuk krisis tiroid dibuat

oleh Burch-Wartofsky untuk membedakan apakah tirotoksikosis, impending crisis tiroid atau

krisis tiroid3. Kecurigaan krisis tiroid apabila terdapat trias: menghebatnya tanda

tirotoksikosis, kesadaran menurun dan hipertermia1.

Tabel 7 Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid3,5

1. Thermoregulatory DysfunctionTemperature

2. Cardiovascular Dysfunctiona. Tachycardia

24

Page 25: TIROTOKSIKOSIS

37,2-37,7oC37,8-38,3oC38,4-38,8oC38,9-39,4oC39,5-39,9oC≥ 40oC

51015202530

99-109110-119120-129130-139≥140

510152025

b. Congestive Heart failureAbsentMild( Pedal edema )Moderate ( bibasiler rales )Severe ( pulmonary edema )c. Atrial FibrilasiAF presentAbsent

05

1015

100

3. Central Nervouse System Effects 4. Gastrointestinal Hepatic Dysfunction

AbsentMild

AgitationModerate

Delirium Psychosis Extreme lethargy

Severe Seizure Coma

0

10

20

30

AbsentModerate

Diarrhea Nausea/Vomiting Abdominal pain

Severe Unexplained Jaundice

NegatifPositif

010

20

010

Apabila setelah dijumlah didapatkan skor : ≥ 45 : sangat mungkin krisis tiroid25-44: sangat mungkin impending krisis tiroid≤25 : tidak ada krisis tiroid

Diagnosis krisis tiroid dapat ditunjang dengan hasil pemeriksaan fungsi tiroid yaitu

kadar TSH (Thyrois Stimulating Hormone) tidak terdeteksi (<0,001 mU/L) dan peningkatan

kadar T3 lebih menonjol daripada T4 karena terjadi bersamaan dengan peningkatan konversi

hormon tiroid perifer T4 ke T33,7,8.

25

Page 26: TIROTOKSIKOSIS

Pengobatan harus segera diberikan dan harus diberikan dengan kontrol yang baik

setiap harinya. Pengelolaan krisis tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan sekresi

hormon tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat T4 menajdi

T3, terapi mencegah dekompensasi sistemik, terapi penyakit pemicu dan terapi suportif7,8.

Terapi Suportif

Pasang naso gastrik tube diperlukan untuk pemberian oral

Keseimbangan cairan dan infus glukosa untuk nutrisi

Oksigen

Status Kardiorespirasi

Kompres dingin

Acetaminophen (hindari penggunaan aspirin karena dapat melepas T4 dari TBG

(Thyroid Binding Globulin) sebagai akibat serum FT4 meningkat. Chlorpromazine

50-100 mg IM dapat digunakan untuk mengatasi agitasi dan dapat menghambat

termoregulasi sentral maka dapat digunakan untuk pengobatan hiperpireksia.

Phenobarbital, dapat digunakan sebagai sedatif

Multivitamin

Terapi Khusus

Terapi awal PTU 400 mg PO dengan dosis rumatan 100-200 mg setiap 4 jam atau

dengan menggunakan methimazole dengan dosis awal 40 mg PO dilanjutkan dengan

10 mg setiap 4 jam. PTU merupakan tionamid pilihan pertama, karena dapat pula

menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Namun sayangnya obat ini tidak

tersedia dalam bentuk injeksi sehingga harus diberikan melalui pipa nasogastrik7,8.

Solutio lugol 6 tetes setiap 6 jam harus diberikan 1 jam setelah pemberian PTU

Propanolol dengan dosis 10-40 mg PO setiap 6 jam atau 0,5-1 mg IV setiap 3 jam.

Propanolol sering digunakan dengan tujuan menurunkan konversi T4 menjadi T3

dan menghambat pengaruh perifer hormon tiroid7,8.

Hydrocortison hemisuccinate dosis 100-200 mg IV atau dexamethason 2 mg IV

setiap 8 jam.

Terapi faktor pencetus (misalnya infeksi).

26

Page 27: TIROTOKSIKOSIS

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam : R. Djokomoeljanto, Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis Edisi 5 Jilid 3, Jakarta : Interna Publishing; h2003-08

2. Guyton,ArthurC.Hall,JohnE.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC

3. Bursch HB, Wartofsky L.1993.Life-threatening thyrotoxicosis: Thyroid storm.

Endocrinol Metab Clin North Amer 22,63.

4. Tjokroprawiro, A.2002.Practical Guidlines with formula 41668 for the treatment of

thyroid crisis. Clinical Experiences:Morning report Dept.of Internal Medicine,

Airlangga University of Medicine, Surabaya.

5. Tjokroprawiro.2005.Thyrois Storm: A Life Threatening Thyrotoxicosis

(Theraupetic Guidelines with formula TS 41668 24-6).Presented at Workshop and

Hands on Experiences V Thyroid Surgery. School of Head and Neck Surgery for

general Surgeon. Surabaya 22-24 August.

6. Djokomoeljanto R. Pengelolaan Hipotiroidisme dan hipertiroidisme secara umum.

Naskah lengkap Endokrinologi Klinis IV.Eds Johan S.Masjhur dan Sri Hartini KS

Kariadi. Perkeni Bandung 2002 hlm RI.

7. Jameson L,Weetman A.Disorders of the Thyroid gland. In:Braunwald E, Fancy AS

Kasper DL,eds.Harrison’s Principles of internal medicine.15th ed.New York: Mc

Graw hill; 2001.p.2060-84.

8. Debaveye Y, Ellger B,Berghe GVN. Acute endocrine disorder. In RK Albert etal

(eds) Clinical Critical Care medicine. Mosby Inc Philadelphia,PA. 2006.p.497-06.

9. Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam : R. Djokomoeljanto, Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis Edisi 5 Jilid 3, Jakarta : Interna Publishing 2011; h2003-08

27