tinjauan umum tentang putusnya hubungan …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab ii (13).pdf ·...

29
Bab 2 TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN PERKAWINAN Bentuk-bentuk Putusnya Hubungan Perkawinan . Mengenai bentuk-bentuk putusnya hubungan perkawinan ini, sesungguhnya telah disinggung dalam undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dalam Pasal 38. Di dalam Pasal 38 ini menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena tiga sebab sebagai berikut: (Pertama) karena kematian ( Kedua) karena Perceraian, dan ( Ketiga) karena Keputusan Pengadilan Kendatipun pada pasal ini disebutkan tiga hal atau tiga sebab, tetapi kalau kita mencoba mencermati dan menafsirkan rumusan Pasal 38 dalam undang-undang ini, maka dapat dipahami dengan jelas bahwa bubarnya suatu ikatan perkawinan antara suami isteri tampaknya sangat berkaitan dengan motif-motifnya, yakni kehendak atau keinginan untuk bercerai. Dipandang dari segi motif atau kehendak tersebut, terjadinya perceraian antara suami isteri ini dikarenakan empat sebab. Keempat bentuk penyebab putusnya perkawinan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, putusnya perkawinan karena meninggalnya salah seorang suami atau isteri, Seperti diketahui dengan masalah ini, manakala salah seorang dari suami atau isteri meninggal dunia, maka dengan sendirinya hubungan perkawinan antara suami atau isteri berakhir. Dalam literatur–literatur tentang hukum Islam disebut bahwa putusnya suatu perkawinan disebabkan kematian ini disebut dengan cerai mati ( Yunus 1956, hlm: 111) 1

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Bab 2

TINJAUAN UMUM TENTANG

PUTUSNYA HUBUNGAN PERKAWINAN

Bentuk-bentuk Putusnya Hubungan Perkawinan .

Mengenai bentuk-bentuk putusnya hubungan perkawinan ini, sesungguhnya telah

disinggung dalam undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dalam Pasal 38.

Di dalam Pasal 38 ini menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena tiga sebab

sebagai berikut: (Pertama) karena kematian ( Kedua) karena Perceraian, dan ( Ketiga)

karena Keputusan Pengadilan

Kendatipun pada pasal ini disebutkan tiga hal atau tiga sebab, tetapi kalau kita

mencoba mencermati dan menafsirkan rumusan Pasal 38 dalam undang-undang ini, maka

dapat dipahami dengan jelas bahwa bubarnya suatu ikatan perkawinan antara suami isteri

tampaknya sangat berkaitan dengan motif-motifnya, yakni kehendak atau keinginan untuk

bercerai. Dipandang dari segi motif atau kehendak tersebut, terjadinya perceraian antara

suami isteri ini dikarenakan empat sebab.

Keempat bentuk penyebab putusnya perkawinan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, putusnya perkawinan karena meninggalnya salah seorang suami atau

isteri, Seperti diketahui dengan masalah ini, manakala salah seorang dari suami atau isteri

meninggal dunia, maka dengan sendirinya hubungan perkawinan antara suami atau isteri

berakhir. Dalam literatur–literatur tentang hukum Islam disebut bahwa putusnya suatu

perkawinan disebabkan kematian ini disebut dengan cerai mati ( Yunus 1956, hlm: 111)

1

Page 2: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan alasan

tertentu yang dibenarkan oleh hukum, dan kehendaknya tersebut dinyatakan dalam bentuk

ucapan atau tulisan yang mengandung makna putusnya hubungan perkawinan antara suami

isteri. Dengan ungkapan lain, bahwa berakhirnya suatu perkawinan bermula dari kehendak

suami. Putusnya hubungan perkawinan semacam ini disebut dengan cerai

Thalak .Mengenai konsep thalak menurut hukum Islam dan perundang-undangan ini, lebih

lanjut akan dikemukakan secara rinci dalam uraian mendatang.

Ketiga Putusnya perkawinan atas kehendak isteri dengan alasan-alasan tertentu

dengan pembayaran uang iwadl (Ganti rugi) Artinya dalam hal ini kehendak berpisa itu

berasal dari isteri, sedangkan suami sebenarnya tidak menghendaki bubarnya suatu

perkawinan. Dengan ungkapan lain, keinginan untuk memutuskan hubungan perkawinan

yang disampaikan atau yang datangnya dari kemauan si isteri kepada suami, dengan

pembayaran uang iwadl ( ganti rugi) itu, dan diterima oleh suami dengan dilanjutkan

dengan ucapannya untuk memutuskan perkawinan tersebut didepan Pengadilan Agama

yang, menyebabkan putusnya hubungan perkawinan. Dalam kitab–kitab fiqh, putusnya

perkawinan seperti ini disebut dengan Khulu’. Mengenai konsep khulu, menurut hukum

Islam ini juga akan diuraikan lebih rinci dalam uraian mendatang.

Keempat Putusnya perkawinan atas kehendak bersama antara suami dan isteri,

Perceraian seperti ini biasanya terjadi bukan karena percekcokan antara kedua bela pihak

melainkan biasanya karena belum mempunyai keturunan, tidak jarang terjadi peristiwa

seperti ini, setelah mereka memutuskan untuk bercerai, dengan melalui proses hukum,

kemudian setelah habis masa iddah, masing-masing menikah lagi dengan orang lain. Dan

keduanya mendapat keturunan. Perkawinan seperti ini sejodoh tetapi tidak senasib

2

Page 3: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Kelima Putusnya perkawinan atas keputusan hakim sebagai pihak ketiga.

Berakhirnya ikatan perkawinan seperti ini disebut Fasakh. Fasakh ini dalam aturan hukum

Islam dapat merusak atau membatalkan perkawinan, atas permintaan salah satu pihak oleh

Hakim Pengadilan Agama. Tuntutan pemutusan perkawinan ini disebut fasakh, karena

salah satu pihak menemui kekurangan yang terdapat pada pihak lain. Perlu dikemukakan

bahwa sesungguhnya kalau dilihat dari segi syarat dan rukun perkawinan yang sudah

berlangsung itu dianggap syah, dengan segala akibat hukumnya. Tetapi karena dikemudian

hari ada hal-hal yang menyenbabkan perkawinan harus dibubarkan, maka hakim dapat

memutuskan hubungan suami isteri tersebut. Dalam hal ini bubarnya hubungan

perkawinan dimulai sejak difasakhkannya perkawinan tersebut.

Seperti dikemukakan bahwa terjadinya faskh ialah dengan cara salah satu pihak

mengajukan permintaan pemutusan hubungan perkawinan itu kepada Pengadilan Agama.

Adapun dasar dari putusnya hubungan perkawinan dalam bentuk fasakh adalah hadits Nabi

Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah yang berbunyi sebagai berikut:”

Rasul membolehkan seorang wanita yang sesudah ia kawin baru mengenal bahwa ia tidak

sekufu ( sederajat atau sepadan ) untuk itu boleh memilih tetap atau diteruskannya

hubungan perkawinannya itu atau ia ingin untuk di fasakh kan wanita itu memilih

meneruskan hubungan perkawinan itu dengan yang lebih rendah derajatnya”

Biasanya alasan menuntut fasakh di Pengadilan adalah isteri. Adapun alasan boleh

seseorang isteri menuntut fasakh di Pengadilan Agama adalah sebagai berikut:

1. Suami sakit gila

2. Suami menderita penyakit menular yang tidak dapat diharapkan sembuh,

3. Suami tidak mampu atau kehilangan kemampuan untuk melakukan hubungan kelamin

4. Suami jatuh miskin hingga tidak mampu memberi nafkah pada isteri

3

Page 4: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

5. Isteri merasa tertipu baik dalam nasab, kekayaan atau kedudukan suami.

6. Suami pergi tanpa diketahui tempat tinggalnya dan tanpa berita, sehingga tidak

diketahui hidup atau mati dan waktunya sudah cukup lama (Sumiyati 1982 hlm: 114)

Mencermati syarat-syarat bolehnya fasakh tersebut diatas, bahwa Islam memang

benar-benar tidak menghendakti penipuan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan

yang berkepanjangan yang membuat kaum wanita menderita, maka dari itu Islam

mengadakan peminangan sebelum melakukan pernikahan, Meminang itu boleh dengan

berwakil dengan orang lain. Sebagai mana Nabi Muhammmad saw mengutus ummu

Sulaim kepada wanita yang berbunyi sebagai berikut :

عوارضها شمى رواية وفى طفها معا وشمى عرقوبها الى انظري

Artinya:

” Perhatikanlah urat nadi dan cium bau kedua sisi pundaknya” Dan menurut

suatu riwayat yang lain : Ciumlah bau mulutnya” ( Riwayat Ahmad, Hakim,

Thabrani dan baihaki)

Disamping itu, dalam kesempatan ini perlu dikemukakan bahwa terdapat pula

beberapa yang menyebabkan hubungan suami isteri (sexual inticource) tidak dapat

dilakukan, sekalipun hubungan perkawinan itu secara hukum syara’ tidak putus

( Syarifuddin t,t hlm: 124-125) Artinya hukum Islam mengharamkan terjadinya hubungan

badan antara suami isteri. Hal-hal tersebut adalah sebagai isterinya seperti zhihar, li’an illa’.

Adapun ketentuan mengenai zhihar diatur dalam Al-qur’an Al-Mujaddalah 2-4 berikut:

1. Suami tidak boleh menggauli isterinya karena ia telah menyamakan isteri dengan

ibunya. Ia dapat meneruskan hubungan suami isteri bila suami telah membayar kifarat

atau denda. Terhentinya hubungan perkawinan seperti itu disebut zhihar. Zhihar

4

Page 5: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

adalah persedur thalak, yang hampir sama dengan illa’. Zhihar dimaksud ialah

seorang suami yang bersumpah bahwa isterinya baginya sama dengan punggung

ibunya. Dengan bersumpah demikian berarti suaminya telah menceraikan isterinya.

Ketentuan mengenai zhihar dalam Al-qur’an telah disebutkan dalam surat -

Mujaddalah ayat 2-4.yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya : Orang-orang yang menzihar isterinya diantara kamu ( menganggap isterinya

sebagai ibunya) padahal tiada isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka

tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya

mereka sunguh-sungguh mengucapkan perkataan yang mungkar dan dusta.

Dan sesungguhnya Allah maha pemaaf lagi maha pengampun ) Mujadalah

ayat 2 .

Artinya :

Orang-orang yang menzihar isteri mereka, kemudian mereka hendak

menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya

memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri bercampur,

demikian yang diajarkan kepadamu, dan Allah maha mengetahui apa yang

kamu kerjakan (Mujadalah ayat 3 )

5

Page 6: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Artinya :

Barang siapa yang tidak mendapatkan budak, maka wajib atasnya berpuasa

dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur, maka bagi mereka

yang tidak kuasa wajib atasnya memberi makan enam puluh orang miskin (

Mujadalah Ayat 4)

Ayat-ayat diatas mengandung pengertian sebagai berikut, yaitu zhirar adalah

ungkapan yang berlaku khusus bagi orang arab artinya suatu keadaan dimana seorang

suami bersumpah bagi isterinya itu sama dengan punggung ibunya. Sumpah ini artinya

tidak akan mencampuri isterinya lagi. Sumpah seperti ini termasuk hal yang mungkar,

yang tidak disenangi Allah dan sekaligus merupakan perkataan yang dusta dan paksa.

Akibat dari sumpah itu terputus ikatan antara suami isteri. Kalau hendak menyambung

kembali hubungan keduanya, maka wajib suami membayar kifarat terlebih dahulu.

Bentuk kifaratnya adalah melakukan salah satu perbuatan dibawah ini dengan berturut-

turut urutannya menurut kesanggupan suami yang bersangkutan (1) memerdekakan

seorang budak (2) puasa dua bulan berturut-turut (3) memberi makan 60 0rang miskin.

2. Suami tidak boleh menggauli isterinya, karena ia telah bersumpah untuk tidak

menggauli isterinya dalam masa tertentu sebelum ia membayar kifarat atas sumpahnya

itu, namun perkawinan itu tetap utuh. Terhentinya hubungan seperti ini disebut illa’.

6

Page 7: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Illa’ ialah sumpah untuk tidak melakukan suatu pekerjaan. Dalam kalangan bangsa arab

jahiliyah perkataan illa’ ini mempunyai pengertian khusus dalam perkawinan mereka.

Arti illa’ menurut mereka ialah : Suami bersumpah tidak mencampuri isteri nya dalam

waktu tidak ditentukan dan selama itu isteri tidak dithalak atau dicerai. Sehingga kalau

keadaan ini berlangsung berlarut-larut, yang menderita adalah pihak isteri, karena

keadaannya terkatung-katung tidak berketentuan. Maka setelah datang hukum Islam

illa’ itu diatur sedemikian rupa sehingga tidak merugikan pihak isteri. Ketentuan ini

tercantum dalam al-qur’an Al-Baqarah 226-227.

Artinya;

Artinya;

Kepada orang-orang yang meng-illa’ isterinya diberi tangguh empat bulan

lamanya. Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya) maka

sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang ( Al- Baqarah

226)

Ayat ini menjelaskan bahwa seorang suami yang meng illa’ isterinya yakni

bersumpah tidak akan mencampuri isterinya, diberi kesempatan empat bulan itu suami

kembali bergaul dengan isterinya, maka Allah akan mengampuni dan akan

memperkenankannya.

Artinya

7

Page 8: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Dan jika mereka berazam ( berketetapan) hati untuk thalak maka

sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.( Al-qur’an

Baqarah 227)

Ayat ini memberikan pengertian bahwa kalau sudah terjadi illa’ dan suami

berkehendak untuk menjatuhkan thalak, maka dapat dibenarkan oleh hukum Islam.

3. Suami tidak boleh menggauli isterinya karena ia telah menyatakan sumpahnya atas

kebenaran tuduhannya terhadap isterinya yang berbuat zina, sampai sesuai proses lian

dan perceraian dimuka hakim. Terhentinya perkawinan ini disebut lian. Arti dasar li’an

ialah laknat dan dalam istilah hukum Islam li’an diartikan oleh para ulama’ dengan

sumpah yang didalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat Allah, apabila

mengucap sumpah ini dusta. Dalam hukum perkawinan sumpah li’an ini sesungguhnya

dapat berakibat kepada putusnya perkawinan suami isteri untuk selamanya, manakalah

memenuhi kreteria-kereteria dalam proses perceraian akibat li’an tersebut. Dalam al-

qur’an proses perceraian karena li’an telah diatur dalam surat ِِِِِِِِAn-nur ayat 6-9.

Artinya:

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berbuat zina) padahal mereka tidak

mempunyai saksi-saksi selain dari diri mereka sendiri, maka persaksian orang

itu empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah

termasuk orang-orang yang benar (Al-Qur’an An-Nur ayat 6 )

8

Page 9: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Artinya:

”Dan sumpah yang kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk

orang-orang yang berdusta” ( An-nur ayat 7)

Artinya:

”Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama

Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang yang benar ”

(An-Nur Ayat 8)

Artinya:

”Dan sumpah yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu

termasuk orang-orang yang benar”. (Al-Qur’an An-Nur ayat 9)

Kandungan makna ayat-ayat diatas adalah sebagai berikut :

a. Suami menuduh isterinya berbuat zina, harus mengajukan saksi-saksi yang

cukup, yang turut menyaksikan perbuatan penyelewengan tersebut.

b. Kalau suami menuduh isterinya berbuat zina, harus mengajukan saksi, sumpah

tidak terkena hukuman menuduh zina, ia harus mengucap sumpah lima kali,

empat kali menyatakan sumpahnya benar dan sumpah yang kelima kali,

menyatakan ia bersedia menerima laknat Allah apabila tuduhannya tidak benar.

9

Page 10: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

c. Untuk membebaskan dari tuduhan si isteri juga harus bersumpah lima kali,

empat kali menyatakan tidak bersalah dan kelima kalinya menyatakan bersedia

menerima laknat dari Allah apabila ia bersalah.

d. Akibat dari sumpah ini isteri telah bebas dari tuduhan dan ancaman hukuman ,

namun hubungan perkawinan tetap menjadi putus uantuk selamanya.

Pengertian Perceraian dan Penyebabnya

Diatas telah dikemukakan, bahwa dari aspek motif atau kehendak, ada beberapa bentuk dari

putusnya perkawinan antara suami dan isteri, yaitu putusnya hubungan perkawinan karena

kematian; putusnya hubungan perkawinan karena keinginan dari pihak suami yang disebut

cerai thalak, sedangkan putusnya hubungan perkawinan karena keinginan isteri dikenal

dengan khuluk; dan putusnya hubungan perkawinan karena kehendak Pengadilan disebut

dengan fasakh. Dalam sub bahasan ini pembicaraan akan difokuskan kepada putusnya

perkawinan dalam katagori thalak dan katagori khulu’ yang disebut dengan perceraian.

Pengertian Perceraian

Dalam kehidupan sehari-hari , berkenaan dengan persoalan keluarga, kita sering mendengar

istilah perceraian. Istilah ini tampaknya ditujukan untuk penyebutan suatu kasus atau

peristiwa berpisahnya antara seorang laki-laki dan perempuan yang sebelumnya ada ikatan

perkawinan antara suami isteri. Kata perceraian secara kebahasaan, berasal dari kata cerai,

yang artinya pisah, bubar, atau porak parik, ( Poerwadarminta 1976, hlm :200 )

Kata perceraian tentunya karena mendapat awalan per dan akhiran an, yang

Artinya: Penyebab tidak utuh lagi, pisah atau rusak berkeping-keping, ( Poerwadarminta

1976 ,hlm: 200 )

10

Page 11: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Dengan demikian, yang dimaksud dengan perceraian disini, adalah terjadinya

perpisahan antara suami isteri, atau hancurnya ikatan perkawinan, sehingga ikatan suami

isteri menjadi bubar, atau putusnya hubungan suami isteri dalam membina rumah tangga

bahagia.

Alasan-alasan atau Penyebab Terjadinya Perceraian

Setelah disinggung dalam bab sebelumnya, bahwa perceraian itu adalah suatu tindakan

yang dibolehkan tetapi sangat dibenci Allah. Sebab itu terjadinya perceraian antara suami

isteri haruslah cukup alasan, dimana antara suami isteri tersebut memang tidak akan dapat

lagi hidup rukun dan damai. Islam sesungguhnya sangat tidak menganjurkan suatu

perceraian, kecuali memang ada hal-hal yang mendesak, sehingga kalau tidak terjadi

perceraian maka kemodloratan akan dialami oleh kedua bela pihak atau salah satu pihak,

baik suami atau isteri ( Syarifuddin 2003, hlm: 124)

Sedemikian ketatnya ajaran Islam tentang percearaian, maka kalaupun terjadi

perselisihan antara suami isteri (syqoq) maka tidak secara otomatis dapat dilakukan

perceraian. ٍSyiqoq berarti perselisihan atau menurut istilah fiqh berarti perselisihan antara

suami isteri yang diselesaikan dua orang hakam, seorang dari pihak suami dan satu orang

dari pihak isteri. Pengangkatan Hakam kalau terjadi syiqoq atau perselisihan, ketentuannya

terdapat dalam Al-qur’an surat An-Nisa’ ayat 35

11

Page 12: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Artinya:

”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan atau perselisihan antara

keduanya , maka kirimlah seorang juru damai dari pihak keluarga laki-laki

dan keluarga perempuan, jika juru damai itu berkehendak mengadakan

perbaikan, niscaya Allah memberi taufiq kepada suami isteri itu.

Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal” ( An-Nisa’ : 35)

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa seandainya terjadi perselisihan antara

suami isteri, maka hendaklah memanfaatkan pihak mediator atau penengah untuk

menyelesaikan persoalan yang menyebabkan terjadinya perselisihan tersebut. Pihak

mediator yang disebut hakam tersebut ada dari pihak keluarga laki-laki ada dari pihak

keluarga perempuan, atau dari orang yang dianggap mampu menyelesaikan persengketaan

tersebut. Dalam hal ini bila memang ada niat baik untuk perbaikan maka Allah akan

memberikan petunjuk kepada pasangan suami isteri tersebut.

Pengankatan hakam dimaksud dalam ayat tersebut diatas, yaitu bertugas untuk

mendamaikan suami isteri, dan pengangkatan hakam hanya dalam keadaan benar-benar

diperlukan. Dan jika sudah sekuat tenaga berusaha mendamaikan suami tersebut tidak

berhasil, maka hakam boleh mengambil keputusan menceraikan suami isteri tersebut.

Mengenai hakam ada beberapa pendapat antara ahli fiqh seperti : Imam Abu

Hanifah, sebahagian pengikut Hambali, Syafi’i Ahmad, Ulama-ulama’ Dhahiri Syi’ah

Zaidiyah, Hakam berarti wakil. Sebagaimana wakil, maka hakam tidak boleh mengajukan

thalak sebelum ada persetujuan dari orang yang diwakili, yaitu suami isteri, jadi hakam dari

pihak suami tidak boleh menjatuhkan thalak sebelum ada persetujuan dari suami, demikian

pula hakam dari pihak isteri tidak boleh mengajukan khulu’ sebelum mendapat persetujuan

12

Page 13: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

dari pihak isteri. Menurut Imam Malik dan sebahagian yang lain pengikut Imam Hambali

dan Qaul jadid dari Imam Syafi’i, hakam berarti hakim, sebagaimana hakim boleh

memberikan keputusan untuk menceraikan suami isteri atau berusaha mendamaikan tanpa

meminta persetujuan terlebih dahulu kepada suami atau isteri. Pendapat kedua ini

dikuatkan tindakan kholifah Aly bin Abi Tholib yang pernah mengangkat hakam dengan

memberikan kekuasaan penuh kepada hakam yang diangkatnya untuk mengambil

keputusan mana yang maslahat antara melangsungkan hubungan perkawinan atau

menceraikan suami isteri itu (Muchtar 1974, hlm: 174)

Menurut Syeh Abdul Aziz Al-Khuli tugas dan syarat orang yang boleh diangkat

menjadi hakam adalah sebagai berikut: Pertama berlaku adil antara yang bersengketa.

Kedua dengan ikhlas berusaha untuk mendamaikan kedua suami isteri tersebut Ketiga dua

orang hakam itu disenangi oleh kedua bela pihak, Keempat hendaklah berpihak kepada

yang teraniaya.maksudnya menegakkan kebenaran. (Soumiyati 1974 hlm:112). Mencermati

syarat-syarat untuk menjadi hakam di atas, kita dapat memahami bahwa hakam itu benar-

benar untuk mencari kemaslahatan, bukan untuk memecahkan kerukunan rumah tangga

mereka. Berarti perceraian itu baru boleh terjadi, jika memang benar-benar sudah dalam

keadaan darurat, atau memang hukum telah mempunyai kepentingan, maksudnya untuk

mengambil maslahat yang lebih besar, ketimbang mereka masih dalam ikatan perkawinan

tetapi terus-menerus terjadi perselisihan. Seperti juga telah disinggung, bahwa ketika ada

suatu perselisihan sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu oleh suami isteri tersebut, dengan

cara si suami memberikan pelajaran kepada si isteri nuzyuz, yang merupakan salah satu

cikal bakal terjadinya perselisihan. Dalam ِِِAl-qur’an an-nisa’ 34 mengatakan :

13

Page 14: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Artinya:

”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, karena Allah telah

melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain dan karena

mereka laki-laki telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab

itu maka wanita yang salah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara

diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah memelihara mereka .

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nuzyuznya, maka nasehatilah

dengan pisahkanlah mereka dari tempat tidur dan pukullah mereka.

Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari jalan

untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha tinggi lagi Maha

besar.”

Mencermati ayat diatas, tampaknya tidak muda melakukan perceraian, sekalipun

ayat itu tidak begitu merinci penyebab-penyebab yang dapat dijadikan sebagai

sebab untuk bolehnya terjadi perceraian. Dalam hal ini Mushthafa dibul Bigha, di

dalam bukunya : At-Tadhib fi Adillah Matn Al- Ghayah wa-at Taqrib ( 1978:164)

14

Page 15: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

bahwa si isteri dikembalikan pada orang tuanya (diceraikan ) karena lima hal, Yaitu

gila, berpenyakit lepra, belang, kemaluannya buntung atau kemaluannya lumpuh.

Perinsip-perinsip yang telah digariskan hukum Islam yang memperketat terjadinya

perceraian tersebut telah terujud dalam undang-undang atau aturan yang berlaku di

Indonesia, terutama dalam pasal yang menjelaskan tentang alasan-alasan perceraian.

Alasan tersebut telah diatur dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 Undang-undang

Nomor 1 Tahun1974, dan dilanjutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tanggal 10 Juni 1991,

setelah yang dimuat dalam pasal 116. Atas dasar ini , maka dalam memproses

pengajuan perkara perceraian. Pengadilan Agama terlebih dahulu memeriksa alasan-

alasan penyebab mereka mengajukan permohonan perceraian. Baik cerai karena

gugat maupun karena thalak. Segala bentuk perceraian yang diajukan kepada suami

atau isteri. Sedangkan pengertian khusus yang dimaksud dengan thalak adalah

putusnya ikatan perkawinan antara suami dan isteri karena kehendak suami. Atau

perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya (Muchtar 1993, hlm :156).

Dengan ungkapan lain, Istilah perceraian lebih umum dipergunakan untuk

menyatakan putusnya hubungan ikatan tali prkawinan antara suami isteri, tetapi

dalam perakteknya, untuk melaksanakan perceraian itu ada ketentuan, bahwa thalak

hak suami untuk menjatuhkannya. Di Indonesia istilah thalak dimaksud adalah ikrar

yang diucapkan suami, didepan sidang Pengadilan Agama, yang menjadi salah satu

sebab terjadinya putus tali perkawinan.

Selanjutnya dalam fikih Islam dirumuskan bahwa dilihat dari segi keadaan

isteri ketika thalak diucapkan suami, maka thalak itu ada dua macam, yaitu:

Pertama thalak yang dijatuhkan suami dimana isteri waktu itu dalam keadaan haid

15

Page 16: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

dan dalam masa itu belum pernah dicampuri oleh suaminya. Thalak semacam ini

disebut thalak sunni, atau pelaksanaannya telah menurut hukum syara’ dan tidak ada

pengaruh dalam iddah. Kedua thalak yang dijatuhkan oleh suami yang mana waktu

itu si isteri sedang dalam keadaan haid atau dalam masa suci, namun dalam masa itu

sudah dicampuri oleh suaminya. Thalak seperti ini disebut thalak bid’iy. Artinya

thalak semacam itu menyimpang dari sunnah Nabi. Hukumnya haram, alasan

dengan cara ini perhitungan iddah isteri memanjang, karena setelah terjatuh thalak

belum langsung hitung iddahnya.

Adapun alasan-alasan yang bisa dijadikan motif kebolehan terjadinya

perceraian adalah sebagai berikut:

a. Salah satu berbuat zina atau pemabuk, pemadat, pejudi dan lain sebagainya yang

sulit disembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 ( dua ) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman lain

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.

f. Antara suami isteri terjadi terus-menerus perselisihan pertengkaran dan tidak ada

harapan untuk hidup rukun lagi dalam runmah tangga.

g. Suami melanggar talik talak

16

Page 17: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

h. Peralihan Agama atau murtat yang mengakibatkan tidak rukun dalam rumah

tangga.

Perlu dikemukakan dalam kita-kitab fiqh klasik, seperti diungkapkan oleh (M.

Atho Mudzar 2003 hlm :212) bahwa thalak dapat terjadi dengan pernyataan sepihak dari

pihak suami. Baik secara lisan maupun secara tertulis secara bersungguh-sungguh atau

bersendagurau, sekalipun dalam bersendagurau itu harus disertai dengan niat untuk

menthalak dari pihak suami. Pendapat-para ahli hukum Islam yang tertuang dalam kitab-

kitab fiqh klasik tersebut tampaknya jelas menempatkan kaum perempuan sebagai pihak

yang inferior atau umat kelas dua yang dihadapkan pada kaum laki-laki. Kaum laki-laki

dianggap selalu mempunyai derajat lebih tinggi dari kaum perempuan.

Tetapi dewasa ini di negeri Muslim, ketentuan dalam fikih-fikih klasik tersebut

telah begeser oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perkawinan. Di

Indonesia umpamanya masalah thalak atau perceraian telah diatur dalam undang-undang

nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pada Pasal 39 ayat (1) undang–undang tersebut

menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua bela pihak

dalam menghadapi sengketa keluarga, Pasal 39 ayat (1) ini tentunya bertujuan untuk

mempersulit dan mengurangi terjadinya perceraian, selain itu juga perceraian tidak

didominasi oleh hak suami, namun telah terlihat keseimbangan, sesuai dengan aturan

perundang-undangan. Sedangkan dalam fikih-fikih klasik, bahwah perceraian itu sudah

jatuh apabila telah diucapkan oleh suami, baik secara kinayah (bersendagurau), kinayah ini

sifatnya tidak tegas hanya dengan kata-kata yang halus dan bisa salah tafsiran bagi yang

mendengarkan kata-kata tersebut. Sebagaimana contoh tikar sudah ku gulung, tali telah

17

Page 18: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

kuputus. Tetapi kalau sareh itu sifatnya sangat tegas dan sareh, tidak ada kata lain kecuali

artinya menthalak isteri sebagaimana contoh engkau ku thalak satu.

Macam-macam Thalak

Sebelumnya telah disinggung, bahwa perceraian dalam konteks penelitian ini adalah

perceraian yang dilihat dari segi kehendak pihak suami maka disebut dengan thalak, dan

apabila perceraian itu dari kehendak isteri maka disebut dengan khuluk. Inilah yang

dimaksud dengan macam-macam perceraian. Oleh sebab itu dalam bahasan berikut ini akan

dikemukakan tentang konsep thalak dan konsep khuluk dalam pandangan hukum Islam dan

perundang-undangan perkawinan yang berlaku di Indonesia ( Syarifuddin 2003, hlm: 124)

Thalak

Berkaitan dengan masalah thalak ini, banyak al-Qur’an memberikan penjelasan,

umumnya dalam surat al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya :

”Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan diri ( menunggu) tiga

quru’.Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam

rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian ( akhirat). Dan

suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka ( para

18

Page 19: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

suami) itu menghendaki islah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang

dengan kewajibannya menurut cara ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai

satu tingkat kelebihan dari pada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi

Bijaksana”.

Kata ”thalak” dalam bahasa arab berasal dari kata THALAQA-YATHLAQU-

THALAAQAN: yang berarti melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali pengikat itu

bersifat konkrit seperti tali pengikat kuda maupun bersifat abstra seperti tali pengikat

perkawinan. Kata thalak merupakan isim masdar dari kata THALAQA-YATHLIQU-

THALIIQAN, Jadi kata ini senakna dengan kata tahliq yang bermakna ” irsal” dan ” tarku”

yaitu melepas dan meninggalkan.(Departemen Agama 1984-1985 : 226)

Al Jaziri dalam kitabnya Al Fiqh alal madzahibil arba’aah memberikan devinisi

thalaq sebagai berikut :

Thalaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan

ikatannya dengan mempergunakan kata-kata tertentu.(Departemen Agama 1984-1985 :

226)

Masih dalam sumber yang sama mengatakan bahwa thalaq itu ialah melepas tali

perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.

Kemudian istilah thalak atau perceraian, dalam penggunaan ahli fiqh, diartikan

secara umum dan khusus. Dalam pengertian umum bahwa thalak adalah segala bentuk

perceraian, yang dijatuhkan atau ditujukan kepada suami ataupun kepada isteri. Sedangkan

dalam pengerian khusus yang dimaksud dengan thalak adalah putusnya ikatan hubungan

19

Page 20: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

perkawianan antara suami isteri karena kehendak suami. Atau perceraian yang ditujukan

suami kepada isteri. (Muchtar, 1993 hlm: 156).

Dalam ungkapan lain istilah perceraian lebih umum dipergunakan untuk

menyatakan putusnya hubungan ikatan tali perkawinan antara suami isteri. Tetapi dalam

perakteknya, untuk melaksanakan perceraian itu ada ketentuan, bahwa thalak adalah hak

suami untuk menjatuhkannya.

Di Indonesia, istilah thalak adalah ikrar yang diucapkan suami, di hadapan sidang

Pengadilan Agama, yang menjadi salah satu penyebab putusnya perkawinan. Selanjutnya

dalam fiqh Islam bahwa dilihat dari segi keadaan isteri ketika thalak diucapkan suami,

maka thalak ada dua macam:

Pertama thalak yang dijatuhkan suami yang mana isteri pada waktu itu dalam

masa haid dan dalam masa itu belum pernah dicampuri oleh suaminya. Thalak semacam ini

disebut thalak sunni atau pelaksanaannya telah menurut hukum syara’. Atau tidak ada

pengaruh terhadap perhitungan masa iddah dengan artian setela jatuh thalak si isteri

langsung dalam perhitungan iddah. Kedua thalak yang dijatuhkan oleh suami yang mana

waktu itu isteri sedang dalah haid atau dalam masa suci, dimana isteri pada waktu itu telah

dicampuri oleh suaminya. Thalak semacam ini disebut thalak bid’iy. Artinya thalak yang

pelaksanaannya menyimpang dari sunnah Nabi, hukumnya haram, alasan ia dengan cara ini

perhitungan haidnya memanjang, karena setelah terjatuh thalak belum langsung dihitung

iddahnya.

Kemudian kalau dilihat dari segi kemungkinan boleh tidaknya suami kembali

kepada mantan isterinya, para ahli hukum Islam telah membagi thalak tersebut kepada dua

macam yaitu: Pertama thalak ruj’i yaitu thalak yang si suami diberi hak untuk kembali

(ruju’) kepada isterinya tanpa melalui nikah baru, selama isterinya itu dalam iddah, thalak

20

Page 21: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

ruj’i ini adalah thalak satu atau thalak dua tanpa didahului tebusan dari pihak isteri.

Mengenai thalak semacam ini telah diterangkan dalam Al-qur’an suarat Al-baqarah 229

Artinya:

”Thalak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk dengan cara yang

makruf atau menceraikan dengan cara baik. Tidak halal bagi kamu mengambil

kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau

keduanya ( suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka

tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk

menebus dirinya, itulah hukum-hukum Allah , maka janganlah kamu

melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka

itulah orang-orang yang zalim.”

Kedua thalak ba’in, yaitu thalak yang putus secara penuh dalam arti tidak

mungkin suami kembali kepada mantan isterinya, kecuali dengan nikah baru. Kemudian

thalak ba’in menurut para ahli hukum Islam, dapat dibagi lagi kepada dua macam yaitu :

(1) Ba’in sughra,

Ba’in sughra adalah thalak satu atau thalak dua dengan menggunakan tebusan dari

isteri atau melalui putusan Pengadilan Agama dalam bentuk fasakh. Dalam bentuk ini

si suami yang akan kembali kepada isterinya dapat langsung melakukan pernikahan

baru. Dengan telah terjadinya thalak semacam ini, maka si suami telah kehilangan hak

untuk ruju’ tetapi tidak kehilangan nikah baru kepada mantan isterinya tersebut. Adapun

21

Page 22: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

yang tergolong thalak seperti ini adalah sebagai berikut: (a) Thalak yang terjadi

sebelum mengadakan hubungan seksual antara suami isteri tersebut, dimana pada

thalak yang demikian tidak dikenakan masa iddah, (b) thalak dengan tebusan dari pihak

isteri (c) thalak yang dijatuhkan berdasarkan putusan Pengadilan Agama ( Junaidi

2003, hlm: 265)

2) Ba’in kubra

Bai’n kubra ialah thalak tiga, baik satu ucapan atau berturut-turut dalam

pengucapannya, ba’in kubrah ini menyebabkan si suami tidak boleh lagi kembali

kepada mantan isterinya, baik dengan cara ruju’ maupun dengan nikah yang baru,

kecuali mantan isterinya itu telah nikah dengan laki-laki lain, kemudian telah bercerai

dengan suami keduanya dan telah habis masa iddahnya. Kalau kita lihat dari macam

thalak itu dapat kita pahami bahwa thalak itu ada yang bisa kembali dan ada yang tidak

bisa kembali, dan ada pula yang bisa dengan langsung ruju’.

Mengeni ba’in kubra atau thalak tiga dimana suami tidak boleh lagi mengawini

isterinya tersebut, diterangkan dalam Al–qur’an baqarah ayat 230 yang berbunyi

sebagai berikut :

Artinya:

22

Page 23: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

”Kemudian jika suami menthalaknya (sesudah thalak yang kedua) maka

perempuan itu tidak halal lagi baginya, sehingga ia kawin dengan laki-laki yang

lain, kemudian jika suaminya yang lain telah menceraikannya dan habis masa

iddah, maka tidak ada lagi dosa bagi keduanya( bekas suami pertama dan isteri)

untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hokum-

hukum Allah . Itulah hokum-hukum Allah diterangkan Nya kepada kaum yang

mau mengetahui”

Para ahli hukum Islam telah sepakat, bahwa perempuan yang telah terthalak

dengan thalak ba’in kubra pada dasarnya tidak boleh lagi dikawini oleh bekas suaminya

tersebut, terkecuali telah melalui hal-hal berikut ini: (1) Perempuan bekas isterinya telah

kawin dengan laki-laki lain (kelang cina buto). (2) telah diceraikan suami kedua kemudian

(3) telah habis masa iddah. Setelah ini selesai barulah boleh suami yang menthalak isterinya

dengan ba’in kubra tadi boleh kembali dengan pernikahan yang baru ( akad baru). Adapun

perempuan yang terthalak ba’in sughra, jika kawin dengan laki-laki lain kalau sudah habis

iddahnya lalu bercerai dan kemudian kawin kembali dengan bekas suaminya yang pertama,

maka hukumnya sama dengan perempuan yang terthalak ba’in kubra, yaitu berulang

kembali lembaran baru dan laki-laki berhak atas tiga kali thalak. Pendapat Abu Hanifah dan

Abu Yusuf. Tetapi Muhammad berpendapat perempuan yang kembali kepada bekas

suaminya yang pertama hanya berlaku thalak sisanya. Jadi sama hukumnya dengan

perempuan yang terthalak ruj’i atau yang dinikahi oleh laki-lakinya tadi dengan aqad baru

sesudah terjadinya thalak ba’in sughrah. Masalah tersebut diatas dikenal dengan istilah Al-

Hadm (penghapusan hitungan thalak) maksudnya apakah suami kedua menghapuskan

thalak yang berjumlah kurang dari tiga kali seperti halnya thalak tiga atau tidak.

23

Page 24: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Khuluk

Khuluk berasal dari kata khala’a ats-tsauba artinya menanggalkan pakaian (Sabiq.

1987,hlm :95) Kalau kita menafsirkan pengertian kebahasaan ini dengan melakukan

konfirmasi kepada ungkapan al-qur’an tentang suami isteri, maka sesungguhnya memang

dapat dipahami secara jelas. Sebab Tuhan mengatakan bahwa kaum perempuan adalah

pakaian laki-laki dan laki-laki adalah pakaian perempuan. Hal ini diterangkan Allah dalam

Al-qur’an Al-baqarah ayat 187 yang berbunyi sebagai berikut;

Artinya:

”Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.”

Khuluk bisa dilakukan bila seseorang melihat suaminya melakukan sesuatu yang

tidak diridlo’i Allah, dan untuk melanjutkan hubungan perkawinan mengalami kendalah,

sedang suami tidak merasa perlu untuk menceraikannya, maka isteri dapat meminta

perceraian dari suaminya, dengan kompensasi ganti rugi yang diberikan kepada suaminya.

Bila suaminya menerima dan menceraikan isterinya atas dasar ganti uang tersebut

( Syarifuddin 2003, hlm: 131)

Demikian juga Muhammad Yunus berpendapat bahwa, khulu’ perceraian antara

suami isteri dengan membayar uang iwadl dari pihak lain. Tidak bisa mendirikan batas-

batas hukum Allah. Tetapi apabila keduanya merasa yakin dapat menjalankan hukum-

hukum Allah, maka dapat tidak melakukan perceraian, sebagaimana firman Allah dalam Al-

24

Page 25: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

baqarah ayat 230 seperti dikutif diatas. Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan

suatu gugatan terlebih dahulu, oleh salah satu pihak baik suami atau isteri kepada

Pengadilan Agama ( K.Wanctjik Saleh 1975,hlm : 120)

Tata Cara Perceraian

1. Mengajukan Gugatan

Mengenai pengajuan gugatan ini telah diatur dalam Kompilasi hukum Islam, yang

merupakan acuan bagi Pengadilan Agama dalam memutuskan suatu perkara. Aturan

tersebut dapat dilihat dalam Pasal 129 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi sebagai

berikut: Seorang suami yang akan menjatuhkan thalak kepada isterinya, mengajukan

permohonan baik lisan maupun tulisan kepada Pengadilan Agama, yang mewilayai

tempat tinggal isteri, disertai dengan alasan-alasan serta meminta agar dilakukan sidang

untuk keperluan itu. Mencermati bunyi pasal ini, maka dipahami hal-hal sebagai

berikut: Pertama, suami yang akan menthalak isterinya hendaklah mengajukan

permohonan kepada Pengadilan Agama yang mewilayai tempat tinggal isteri baik

dalam bentuk tulisan maupun dengan secara lisan, Kedua Permohonan itu disertai

dengan alasan-alasan yang jelas, Ketiga dalam permohonan itu ada permintaan untuk

dilakukan persidangan untuk dalam peroses perceraian.

2. Pemeriksaan berkas dan Pemanggilan

a. Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud dalam

Pasal 129 menyebutkan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari

memanggil pemohon dan isteri untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu

yang berhubungan dengan maksud surat permohonan penggugat untuk perceraian

25

Page 26: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

b. Dalam panggilan tersebut Pengadilan Agama berusaha untuk mendamaikan antara

suami isteri tersebut

c. Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata

cukup alasan untuk menjatuhkan thalak serta yang bersangkutan tidak mungkin

rukun dalam membina rumah tangga

3. Penentuan Sidang

Pengadilan Agama menentukan waktu sidang untuk menjatuhkan keputusannya ( izin

suami untuk mengikrarkan lafas thalak)

a. Keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap suami mengikrarkan

thalaknya di depan sidang Pengadilan Agama, yang dihadiri oleh suami isteri atau

kuasa hukumnya

b. Bila suami tidak mengucapkan ikrar dalam tempoh 6 ( enam) bulan terhitung sejak

putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar thalak, baginya mempunyai kekuatan

hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan thalak gugur dan ikatan

perkawinan tetap utuh.

c. Setelah sidang penyaksian ikrar thalak di Pengadilan Agama membuat penetapan

tentang terjadinya thalak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi

bekas suami isteri.

d. Helai pertama dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat

tinggal suami untuk diadakan pencatatan,

e. Helai kedua ketiga diberikan kepada suami isteri yang bersangkutan

f. ke empat disimpan oleh Pengadilan agama yang bersangkutan untuk dokumen .

26

Page 27: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Demikian juga halnya tata cara perceraian karena gugat, cara pengajuan

permohonannya sama dengan cerai thalak, seperti diatur dalam Kompilasi Hukum Islam

Pasal 148 yang berbunyi sebagai berikut:

1. Seorang isteri yang ingin melakukan gugatan cerai dengan jalan khulu’ ia harus

menyampaikan permohonan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal

disertai dengan alasan-alasan.

2. Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri dan suami

untuk didengar keterangan masing-masing

3. Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agama memberikan penjelasan-penjelasan

tentang akibat khulu’ dan memberikan nasehat-nasehat,

4. setelah kedua bela pihak sepakat tentang besarnya uang iwadl atau tebusan, maka

Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk

mengikrarkan thalaknya di depan sidang Pengadilan Agama terhadap penetapan itu

tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.

5. Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana dalam Pasal 13 ayat 5

6. Dalam hal ini tidak tercapai kesepakatan tentang besar tebusan uang iwadl

Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa.

Didalam pemeriksaan berkas Pengadilan Agama harus melihat alasan alasan

pengajuan gugatan itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 113 yang berbunyi

sebagai berikut :

1. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 b dapat diajukan setelah

2 ( dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah

2. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukan sikap tidak

mau lagi kembali kerumah bersama

27

Page 28: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

3. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f dapat diterima

apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab

perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-

orang yang dekat dengan suami isteri tersebut.

4. Gugatan perceraian karena alasan suami dapat hukuman 5 (lima) tahun atau

hukuman yang lebih berat, maka untuk mendapatkan keputusan perceraian tersebut

sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan Agama

yang telah memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa

putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Dalam Pasal 138 Kompilasi Hukum Islam telah disebutkan cara atau proses

Pengadilan Agama dalam menyelasaikan perkara perceraian yang substansinya adalah

sebagai berikut:

1. Setiap diadakan sidang Pengadilan Agama memeriksa gugatan perceraian,

baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka dipanggil untuk

menghadiri sidang tersebut,

2. Panggilan untuk menghadiri sidang sebagaimana tersebut dalam ayat (1)

dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama,

3. Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, Apabila yang

bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan dapat disampaikan kepada

lurah atau yang sederajat.

4. Panggilan yang tersebut dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara

patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa

hukumnya selambat-lambatnya 3 hari sebelum sidang dibuka,

5. Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan,

28

Page 29: TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSNYA HUBUNGAN …repository.radenfatah.ac.id/6547/3/bab II (13).pdf · 2020. 3. 2. · Kedua, putusnya perkawinan atas kehendak pihak suami dengan alasan

Kalau kita melihat jalannya proses perceraian di Pengadilan Agama, baik cerai

karena thalak maupun cerai karena gugatan isteri, hal ini daptat dipahami bahwa perceraian

itu bukanlah mudah, sebab disamping memakan waktu yang panjang, juga tidak sedikit

memakan biaya, hal ini bertujuan agar tercapai kesepakatan kembali untuk tidak terjadi

perceraian. Karena tiap kali persidangan hakim selalu berusaha dan menasehati kedua bela

pihak untuk berdamai, hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 43 yang berbunyi

sebagai berikut:

1. Dalam pemeriksaan gugatan perceraian hakim berusaha mendamaikan kedua

bela pihak,

2. Selama perkara belum putus usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap

kali sidang pemeriksaan.

Apabila terjadi perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian yang

baru berdasarkan alasan atau alasan yang ada sebelum perdamaian telah diketahui oleh

penggugat pada waktu dicapai perdamaian.

29