tinjauan pustaka polip nasal

30
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Anatomi dan Perdarahan Hidung 1.1.1Hidung luar Hidung luar berbentuk piramid dengan puncak di bagian atas dan dasar di bawah. Bagian-bagiannya yaitu 1 : Pangkal hidung (nasal bridge) Batang hidung (dorsum nasal) Puncak hidung (tip) Ala nasal Kolumela Lubang hidung (nares anterior) 1

Upload: verdira-asihka

Post on 10-Dec-2015

263 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Tinjauan pustaka polip Nasal

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi dan Perdarahan Hidung

1.1.1 Hidung luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan puncak di bagian atas dan dasar di

bawah. Bagian-bagiannya yaitu1:

Pangkal hidung (nasal bridge)

Batang hidung (dorsum nasal)

Puncak hidung (tip)

Ala nasal

Kolumela

Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1. Anatomi hidung luar2

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan kartilago yang dilapisi

kulit, jaringan ikat, dan otot-otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung. Bagian 1/3 atas hidung luar merupakan kerangka

tulang yang terdiri dari dua tulang hidung (os. nasal) yang bertemu di bagian

tengah dan bertumpu pada prosesus nasalis dari tulang frontalis yang juga

bertumpu pada prosesus frontalis dari tulang maksila.1,2

Bagian 2/3 bawah merupakan kerangka kartilago yang terdiri dari

kartilago lateralis atas dan bawah (kartilago alar), kartilago lesser alar (sesamoid),

dan kartilago septum. 2

Gambar 2. Kerangka tulang dan kartilago hidung2

1.1.2 Hidung dalam

Hidung dalam dibagi menjadi 2 kavum oleh septum nasal. Masing-masing

kavum berhubungan dengan lingkungan melalui nares di bagian anterior dan

berhubungan dengan nasofaring melalui koana di bagian posterior.2 Tepat di

belakang nares, terdapat area berlapiskan kulit yang dinamai vestibulum yang

mengandung banyak kelenjar sebaseus dan bulu hidung atau vibrise. Bersambung

ke belakang, area berlapiskan mukosa yaitu kavum nasal.1,2

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Tiap kavum nasal memiliki 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior, dan superior. Pada dinding lateral terdapat 3 buah konkha atau

turbinatum yaitu proyeksi tulang berbentuk gulungan ke arah medial dilapisi oleh

membran mukosa. Ruang dibawah setiap konkha dinamakan meatus.

a. Konkha Inferior

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os.

Maksila dan labirin etmoid. Di bagian bawahnya terdapat meatus inferior

yang merupakan muara dari saluran nasolakrimalis yang dijaga pada

ujungnya oleh katup mukosa, katup Hasner.1,2

b. Konkha Media

Konka media merupakan bagian dari tulang etmoid, dan menempel ke

dinding lateral hidung oleh lamella tulang dinamakan lamella basal.2 Di

bagian bawah terdapat meatus media, yang merupakan muara dari sinus

frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior.1

c. Konkha Superior

Konka superior juga masi merupakan bagian dari tulang etmoid, dan

terletak di posterosuperior dari konka media.2 Di bagian bawah terdapat

meatus superior yang merupakan muara dari sinus etmoid posterior dan sinus

sfenoid.1

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Gambar 3. Dinding lateral kavum nasal2

1.1.3 Perdarahan hidung

Kedua sistem arteri karotis eksterna dan interna mendarahi hidung, baik

septum dan dinding lateral.2 Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri

oftalmika yang kemudian bercabang lagi menjadi arteri etmoidalis anterior dan

posterior. Cabang etmoidalis anterior dan posterior menyuplai sinus palatina

mayor menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Sedangkan

arteri sfenopalatina dan arteri palatina mayor merupakan cabang terminal dari

arteri karotis eksterna yang menyuplai darah pada konka, meatus dan septum

nasalis.1

Pada bagian depan septum, terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.

sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor yang

disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach terletak

superfisial sehingga mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber

epistaksis pada anak.1

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Gambar 4. Perdarahan pada septum2

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Gambar 5. Perdarahan pada dinding lateral kavum nasal2

1.1.4 Persarafan hidung

a. Nervus Olfaktorius (CN I)

Saraf ini membawa sensasi bau dan menyuplai daerah olfaktorius dari

hidung. Ia merupakan filamen-filamen sentral dari sel-sel olfaktorius dan tersusun

sebanyak 12-20 buah yang turun melalui lamina kribriformis dan berakhir pada

bulbus olfaktorius. Saraf ini dapat membawa lapisan duramater, arachnoid dan

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

piamater ke rongga hidung sehingga cedera pada saraf ini dapat menimbulkan

kebocoran pada ruang cairan serebrospinal sehinga menyebabkan rinorrea cairan

serebrospinal dan meningitis.2

b. Persarafan sensoris

- N. Etmoidalis anterior

- Cabang-cabang dari ganglion sfenopalatina

- Cabang-cabang dari nervus infraorbita

Sebagian besar yaitu 2/3 bagian posterior hidung baik dinding lateral dan

septum dipersarafi oleh cabang-cabang dari ganglion sfenopalatina. Saraf ini

dapat diblok dengan meletakkan kapas yang direndam larutan anestesi di dekat

foramen sfenopalatina, di belakang konka media. Saraf etmoidalis anterior

mempersarafi bagian superior dan anterior rongga hidung baik dinding lateral dan

septum yang dapat diblok dengan meletakkan kasa tinggi ke dalam tulang hidung

tempat masuknya saraf tersebut.2

c. Persarafan otonom

Serat-serat saraf parasimpatis mempersarafi kelenjar-kelenjar di hidung

dan mengontrol sekresi hidung, yaitu n. petrosal superfisial mayor, berjalan dalam

kanal pterygoid (n. vidian) dan mencapai ganglion sfenopalatina hingga kavum

nasal. 2

Serat-serat saraf simpatis berasal dari korda spinalis dari 2 segmen thoraks

atas, berjalan melalui ganglion servikal superior, ke dalam n. petrosal dan

bergabung dengan serat saraf parasimpatis dan kemudian membentuk saraf dari

kanal pterygoid (n. vidian). Meraka mencapai kavum nasal tanpa masuk ke dalam

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

ganglion sfenopalatina. Mereka mengkonstriksikan pembuluh darah. Rinorrea

eksesif pada kasus rhinitis vasomotor dan alergi dapat dikontrol oleh n. vidian.2

Gambar 6. Persafaran hidung2

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

1.2 Definisi Polip Nasal

Kata polip berasal dari Yunani (polypous) yang kemudian dilatinkan

(polyposis) dan berarti berkaki banyak. Polip nasal adalah massa lunak yang

mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan,

agak transparan, permukaan licin mengkilat, bertangkai, dan mudah digerakkan

yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Massa ini seringkali multipel dan bilateral.1,3

Polip nasal berasal dari epitel di meatus medius, sinus etmoid, atau sinus

maksila. Polip yang tumbuh ke posterior ke arah nasofaring dan disebut polip

koanal, sering tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior. Polip koanal

paling sering berasal dari sinus maksila (antrum), sehingga disebut juga polip

antrokoanal. Polip koanal yang lain adalah sfenokoanal dan etmoidokoana.1,3

1.3 Epidemiologi Polip Nasal

Polip nasal ditemukan 1-4% dari total populasi, 36% penderita dengan

intoleransi aspirin, dan 7% pada penderita asma. Polip pada dewasa berkisar 1-4%

sedangkan 0,1% ditemukan pada anak-anak.4

Polip nasal terutama ditemukan pada laki-laki dibanding wanita dengan

rasio 2,4:1. Biasanya terjadi setelah umur 20 tahun dan banyak pada umur 40

tahun ke atas. Polip nasal biasanya timbul setelah anak berumur lebih dari 2

tahun. Jika timbul sebelum 2 tahun maka dapat dipikirkan adanya ensefalokel atau

meningokel.4

1.4. Etiologi dan Faktor Risiko Polip Nasal

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Penyebab pasti polip nasal belum diketahui. Diduga terdapat beberapa

faktor risiko polip nasal, diantaranya: inflamasi kronik, asma bronkial, kistik

fibrosis, rinitis alergi, dan rinosinusitis kronik. Ada 3 faktor yang penting dalam

terjadinya polip, yaitu:3,4

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa hidung.

1.5. Patogenesis Polip Nasal

Menurut Drake Lee, ada sejumlah teori yang berbeda diajukan untuk

patogenesis polip hidung. Ada lima teori patogenesis utama, yaitu: fenomena

Bernoulli, perubahan polisakarida, ketidakseimbangan vasomotor, infeksi, dan

alergi. Semua dapat berkontribusi untuk pembentukan polip.5

1. Fenomena Bernoulli

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui

celah yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya,

sehingga jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini. Akibat dari

penghisapan jaringan lemah inilah yang akan mencetuskan terjadinya polip nasal.

Fenomena ini menjelaskan mengapa polip banyak berasal dari area yang sempit di

infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, dan area lain di meatus medius.3,5

2. Perubahan polisakarida

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Teori perubahan polisakarida dikemukakan oleh Jackson dan Arihood

(1971), analisis menunjukkan bahwa polip berupa edema dengan sedikit

perubahan pada kolagen. Namun, kolagen normal dapat saja muncul pada polip.5

3. Ketidakseimbangan vasomotor

Pada keadaan ini terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan

regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast,

yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses

terus berlanjut, mukosa yang sembab akan semakin membesar menjadi polip dan

kemudian akan turun ke rongga hidung dan membentuk tangkai.5,6

4. Infeksi

Infeksi sinus karena bakteri dapat menyebarkan inflamasi ke etmoid dan

menyebabkan mukosanya mudah berubah menjadi polip. Infeksi lain yang dapat

sebagai memperburuk kondisi polip adalah bronkitis kronis. Pada infeksi sinus,

bakteri yang sering berperan adalah Haemophilus influenza yang merupakan

bakteri komensal dalam hidung dan orofaring. Bakteri ini mudah berkembang

biak jika pasien menderita bronkitis kronis.5

5. Alergi

Alergi dinyatakan dapat mengakibatkan polip karena 3 faktor, yaitu:

gambaran histologi 90% polip nasal menunjukkan peningkatan eosinofilia,

berhubungan dengan asma, serta temuan tanda dan gejala yang menyerupai rinitis

alergi. Akan tetapi istilah alergi tidak tepat digunakan pada polip nasal, karena

polip nasal merupakan respon hipersensitivitas sebagai proses kekebalan tubuh.

Reaksi imun yang menyebabkan kerusakan jaringan pada polip nasal dimediasi

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

oleh IgE yang melekat pada sel mast. Sel mast akan menghasilkan histamin,

heparin, faktor vasoaktif dan kemotaksis lain, serta menghasilkan metabolit asam

arakidonat, prostaglandin, dan leukotrien.5

Menurut teori Bernstein, polip terjadi karena perubahan mukosa hidung

akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah yang

sempit di kompleks ostiomeatal. Pada keadaan ini akan terjadi prolaps submukosa

yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi

peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang mengakibatkan

retensi air sehingga terbentuklah polip.6

1.6. Gambaran Polip Nasal

1.6.1 Makroskopis

Polip merupakan massa bulat atau lonjong dengan permukaan licin

berwarna pucat keabuan, agak bening, lobuler, dapat multipel dan bersifat sangat

tidak sensitif. Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran

darah yang memasok polip tersebut. Bila terjadi iritasi kronis atau proses

peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang

sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak

mengandung jaringan ikat. Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks

ostio-meatal di meatus medius dan sinus etmoid.3,6

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Gambar 2.3. Polip nasal dilihat dari endoskopi

Gambar 2.4. Polip nasal 2 orang yang berbeda

1.6.2 Mikroskopis

Epitel pada polip merupakan epitel bertingkat semu bersilia yang serupa

dengan mukosa sinus dan mukosa hidung normal. Membran basal tebal, stroma

edematosa, sel-selnya terdiri dari campuran limfosit, sel plasma, eosinofil dan

makrofag, kadang-kadang didapati banyak neutrofil. Mukosa mengandung sel-sel

goblet. Pembuluh darah sangat sedikit, dan terlihat melebar, tidak mempunyai

serabut saraf. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena

13

Page 14: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

sering terkena aliran aliran udara menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng

berlapis tanpa kertinisasi, yang tingginya bervariasi. Hellquist membagi polip

nasal menjadi 4 sub-tipe histologis, yaitu:3,4

a. Tipe I: Polip alergik dengan eosinofil yang dominan (eosinofilik

edematous)

b. Tipe II: Polip fibroinflamatorik dengan netrofil yang dominan (polip

inflamasi kronik)

c. Tipe III: Polip dengan hiperplasia kelenjer seromusinosa

d. Tipe IV: Polip dengan stroma atipik

Gambar 2.6. Sel mast bergranulasi dan beberapa neutrofil

pada stroma edema polip nasal

1.7. Diagnosis Polip Nasal

1.7.1 Anamnesis

Dari anamnesis, ditemukan beberapa gejala klinis pada penderita polip nasal,

antara lain:3

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

- Gejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada masa dalam hidung,

sukar mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia.

- Gejala sekunder termasuk ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip),

rinore, nyeri wajah, sakit kepala, telinga rasa penuh, mengorok, gangguan

tidur, dan penurunan prestasi kerja.

1.7.2 Pemeriksaan Fisik

Biasanya polip sudah dapat terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior.

Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat

penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung.

Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang

bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Polip yang

sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan

deformitas wajah.3

Stadium polip berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi menurut Mackay

dan Lund dibagi menjadi:4

Stadium 0: tidak ada polip.

Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media, tidak keluar ke rongga hidung,

tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior, dan hanya terlihat

dengan naso-endoskopi.

Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak di rongga

hidung, tetapi tidak memenuhi/menutupi rongga hidung.

Stadium 3: polip sudah memenuhi rongga hidung (polip masif).

15

Page 16: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

B. Naso-endoskopi

Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya

polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang

tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan

pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai

polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi

dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja

operasi.6

Gambar 2.7. Polip nasal pada pemeriksaan endoskopi

C. Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam

sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.

Pemeriksaan CT Scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di

hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan

pada komplek osteomeatal. Pada pemeriksaan CT scan akan terlihat bagaimana

16

Page 17: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

sel-sel etmoid dan kompleks ostio-meatal tempat biasanya polip tumbuh. CT scan

terutama diindikasikan pada kasus polip unilateral, polip yang gagal diterapi

dengan medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis, dan pada perencanaan

tindakan bedah terutama bedah endoskopi.1,3

Gambar 2.8. Polip antrokoanal pada hidung kanan

2.8. Diagnosis Banding Polip Nasal

Diagnosis banding polip nasal termasuk tumor-tumor jinak yang dapat

tumbuh di hidung seperti kondroma, neurofibroma, angiofibroma, dan lain-lain.

Papiloma inversi (inverted papiloma) adalah tumor hidung yang secara histologis

jinak tapi gejala klinisnya ganas dapat menyebabkan pendesakan/destruksi dan

sering kambuh kembali, penampakannya sangat merupai polip. Tumor ganas

hidung seperti karsinoma atau sarkoma biasanya unilateral, ada rasa nyeri dan

mudah berdarah, sering menyebabkan destruksi tulang. Diagnosis banding lain

adalah meningokel/meningoensefalokel pada anak. Biasanya akan menjadi lebih

besar pada saat mengejan atau menangis.3

17

Page 18: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

2.9. Tata Laksana Polip Nasal

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasal ialah menghilangkan

keluhan, mencegah komplikasi, dan mencegah rekurensi polip.6

Tata Laksana polip nasal dapat dibagi atas:

1. Non Operatif

Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal adalah

kortikosteroid (polipektomi medikamentosa). Baik bentuk oral maupun topikal,

memberikan respon anti inflamasi non-spesifik yang mengurangi ukuran polip

dan mengurangi gejala sumbatan hidung. Obat -obatan lain tidak memberikan

dampak yang berarti.3

a. Kortikosteroid oral

Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang disebabkan polip nasal

adalah kortikosteroid oral seperti prednison. Agen anti inflamasi nonspesifik ini

secara signifikan mengurangi ukuran peradangan polip dan memperbaiki gejala

lain secara cepat. Akan tetapi masa kerja sebentar dan polip sering tumbuh

kembali dan munculnya gejala yang sama dalam waktu mingguan hingga

bulanan.3

b. Kortikosteroid Topikal Hidung

Respon antiinflamasi non-spesifiknya secara teoritis mengurangi ukuran

polip dan mencegah tumbuhnya polip kembali jika digunakan berkelanjutan.

Tersedia semprot hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk pemakaian

18

Page 19: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

jangka panjang dan jangka pendek seperti fluticson, mometason, budesonid dan

lain-lain.3

2. Operatif

Menjelang operasi, selama 4 atau 5 hari pasien diberi antibiotik dan

kortikosteroid sistemik dan lokal. Hal ini penting untuk mengeliminasal bakteri

dan mengurangi inflamasi, karena inflamasi akan menyebabkan edema dan

perdarahan yang banyak, yang akan mengganggu kelancaran operasi.

Kortikosteroid juga bermanfaat untukmengecilkan polip sehingga operasinya akan

lebih mudah. Dengan persiapan yang teliti, maka keadaan pasien akan optimal

untuk menjalani bedah sinus endoskopi dan kemungkinan timbulnya komplikasi

juga ditekan seminimal mungkin.3

Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip

atau cunam dengan analgetik lokal, bisa juga dengan menggunakan alat yang

sangat menguntungkan seperti microdebrider yang dapat memotong langsung

menghisap polip sehingga perdarahan sangat minimal, yang terbaik ialah Bedah

Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).3

19

Page 20: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

Gambar 2.9. Skema tata laksana polip nasal menurut European Paper on

Rhinosinusitis and Nasal polyps, 20127

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: Tinjauan Pustaka Polip Nasal

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Hidung, Telinga, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-6.

Jakarta: FK UI. 2007. Hal 118-122.

2. Dhingra P.L., dan Dhingra S. Diseases of Ear, Nose, and Throat, Head and

Neck Surgery. Edisi 6. New Delhi: Elsevier, 2014

3. Budiman BJ, Asyari A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinosinusitis

dengan Polip Nasal. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala

Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. 2011.

4. Budiman BJ, Sari AM. Polip Nasal pada Anak. Bagian Telinga Hidung

Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Padang. 2010.

5. Lee D. Chapter 9: Nasal Polyps. Ther Clin Risk Manag. 2008 Apr; 4(2):

507-512.

6. Mangunkusumo E, Wardani RS. Polip Hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi Ke-6.

Jakarta: FK UI. 2007; 123-125.

7. EPOS

21