tinjauan pustaka kakao
DESCRIPTION
Sekilas Tentang Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao olehLinnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagianhutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh.Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikitmenghasilkan biji (Spillane, 1995).TRANSCRIPT
-
TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)
Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh
Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian
hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh.
Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit
menghasilkan biji (Spillane, 1995).
Berdasarkan daerah asalnya kakao tumbuh dibawah naungan pohon-pohon
yang tinggi. Habitat seperti itu masih dipertahankan dalam budi daya kakao dengan
menanam pohon pelindung. Kakao mutlak membutuhkan naungan sejak tanam
sampai umur 2 - 3 tahun. Tanaman muda yang kurang naungan pertumbuhannya akan
terlambat. Tanaman ini juga tidak tahan angin kencang sehingga tanaman pelindung
(penaung) dapat berfungsi sebagai penahan angin (Poedjiwidodo, 1996).
Penaung kakao sangat diperlukan dalam mengatur intensitas penyinaran sinar
matahari, tinggi suhu, kelembaban udara, menahan angin, menambah unsur hara dan
organik, menekan tumbuhan gulma, dan memperbaiki struktur tanah. Intensitas sinar
matahari untuk tanaman muda yang berumur 12 - 18 bulan sekitar 30 60 %.
Sedangkan untuk tanaman yang sudah produktif, intensitas penyinaran adalah
50 75 % (Susanto, 1994).
Universitas Sumatera Utara
-
Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao, L.
(Poedjiwidodo, 1996).
Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan satu-satunya spesies diantara
22 jenis dalam genus Theobroma yang diusahakan secara komersial. Tanaman ini
diperkirakan berasal dari lembah Amazon di Benua Amerika yang mempunyai iklim
tropis. Colombus dalam pengembaraan dan petualangannya di benua menemukan dan
membawanya ke Spanyol (Poedjiwidodo, 1996).
Tanaman kakao terdiri dari 2 (dua) tipe yang dibedakan berdasarkan atas
warna bijinya, warna putih termasuk ke dalam grup Criollo, sedangkan biji tanaman
ungu termasuk grup Forastero. Walaupun spesies tanaman yang ada cukup banyak,
pada umumnya kakao dibagi 2 (dua) tipe antara lain:
a. Criello : 1. Criello Amerika Tengah
2. Criello Amerika Selatan
b. Forastero : 1. Forastero Amazone
2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)
(Nasution, 1976).
Universitas Sumatera Utara
-
Kakao dibawa oleh orang Spanyol ke Indonesia sekitar tahun 1560 melalui
Filipina ke daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Di daerah itu kakao ditanam sebagai
tanaman campuran di pekarangan, dan baru dikembangkan secara luas pada tahun
1820. Pada tahun 1845 tanaman ini terserang penggerek buah kakao (PBK) dan
karena ditanam tanpa naungan maka umur tanaman hanya mencapai 12 tahun
(Poedjiwidodo, 1996).
Wood, (1987) menyatakan bahwa varietas dari hasil persilangan secara
alamiah Criollo dan Trinitario dijumpai di Jawa, Sumatera, Suriname, Costa Rica,
Panama, Venezuela, Timur, dan Granada. Dari tipe Trinitario inilah maka
dikembangkan sebagai klon, sehingga lahirlah klon-klon DR ( Djati Runggo).
Dengan penemuan klon-klon DR ini, maka perkebunan di Jawa Tengah kini
berkembang sampai ke Jawa Timur, Sumatera dan daerah lainnya.
Jenis Criello dan Trinitario serta persilangan keduanya dikenal sebagai
penghasil kakao mulia (fine cacao). Pada biji kakao jenis ini tidak ditemukan
pigmen ungu, setelah difermentasi dan dikeringkan, biji berwarna cokelat muda, dan
bila disangrai memberi aroma yang kuat. Jenis Forastero dikenal sebagai penghasil
biji kakao lindak (bulk cacao) atau kakao curah. Biji buah segar berwarna ungu,
setelah mengalami proses fermentasi dan pengeringan biji berwarna cokelat tua dan
bila disangrai aromanya kurang kuat bila dibandingkan dengan kakao mulia
(Hudayah, 1985).
Biji kakao sangat diperlukan dalam berbagai macam industri karena sifatnya
yang khas, yaitu : (1) biji kakao mengandung lemak yang cukup tinggi (55 %),
dimana lemaknya mempunyai sifat yang unik yaitu membeku pada suhu kamar,
Universitas Sumatera Utara
-
akan tetapi mencair pada suhu tubuh, (2) bagian padatan biji kakao mengandung
komponen flavor dan pewarna yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan
(Djatmiko dan Wahyudi, 1986).
Produk-produk industri kakao dibuat berdasarkan pemanfaatan kedua sifat biji
kakao tersebut, yang umumnya berupa bubuk kakao (cocoa powder) atau lemak
kakao (cocoa butter). Kedua produk ini terutama lemak kakao adalah bahan yang
sangat diperlukan pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika (Viskil, 1980).
.Penggunaan biji kakao dalam industri makanan juga mempunyai keuntungan-
keuntungan karena flavor khas kakao sangat digemari konsumen dan flavor kakao
dapat dikombinasikan dengan flavor lain yang kurang enak (De Zaan, 1975). Dalam
hal ini kakao mulia mempunyai keunggulan-keunggulan dibanding dengan lindak.
Menurut Minifie, (1999) kakao lindak yang merupakan tipe Forestero dari Afrika
Barat dan Brazillia mempunyai rasa pahit dan kasar. Kakao mulia dari Jawa, Somoa,
dan Amerika Tengah mempunyai flavor yang enak dan warna yang lebih cerah, dan
biasanya dijadikan pencampur untuk memperoleh makanan cokelat yang bermutu
tinggi.
Buah Kakao dan Komposisi Kimia Bijinya
Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni : kulit, placenta, pulp,
dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji
kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula
Universitas Sumatera Utara
-
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses
fermentasi (Bintoro, 1977).
Adapun mutu biji kakao menurut Standar Nasional Indonesia adalah sebagai
berikut:
I. Bentuk biji : Bulat,lonjong penuh, tebal 1 cm, panjang 1,5 cm dan lebar
1,5 cm Warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat, % ka (b/b)
maksimal : 8 % , kadar lemak (b/b) min : 55%.
II. Bentuk biji : sedikit berlekuk-lekuk, warna : Cokelat rata dan cerah atau
coklat muda, Bau : Khas cokelat, % ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar
lemak (b/b) minimal 55%.
III. Bentuk biji : Keriput, warna : Cokelat rata dan cerah, Bau : Khas coklat,
% ka (b/b) maksimal : 8 %, kadar lemak (b/b) minimal 55%.
(SNI 01 2323 - 2000).
Komposisi kimia pulp biji kakao ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Pulp Biji Kakao
Komponen Persen(%) Air Albuminoid, bahan-bahan yang pahit 0,5 - 0,7 Glukosa 8 - 13 Sukrosa 0,4 - 1,0 Pati trance Asam tidak menguap 0,2 - 0,4 Besi oksida 0,03 Garam-garam 0,4 - 0,45 Sumber : Nasution (1976)
Universitas Sumatera Utara
-
Berbeda dengan pulp, pada biji kakao kandungan airnya sangat rendah,
komponen utama penyusun biji kakao adalah lemak. Biji kakao mengandung
bermacam-macam senyawa kimia termasuk diantaranya senyawa-senyawa
pembentuk flavor, seperti pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Kakao Afrika Barat yang Tidak Difermentasi.
Komponen Persen Kulit biji 9,63 Kecambah 0,77 Keping biji Lemak 53,05 Air 3,65 Nitrogen Total N 2,28 Protein N 1,50 Amonia N 0,028 Amida N 0,188 Theobromine 1,71 Kafein 0,085 Karbohidrat Glukosa 0,30 Pati 6,10 Pektin 2,25 Serat 2,09 Selulosa 1,92 Pentosa 1,27 Gum 0,38 Tanin 7,54 Asam organik Asetat 0,014 Oksalat 0,29 Sumber: Nasution (1976).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 3. Komposisi Kimia Biji Kakao yang Difermentasi.
Komponen Persen(%) Kulit biji 9,63 Kecambah 0,77 Keping biji Lemak 54,7 Air 2,1 Abu 2,7 Nitrogen Total N 2,2 Protein N 1,3 Theobromine 1,4 Kafein 0,07
Karbohidrat Glukosa 0,1 Pati 6,1 Pektin 4,1 Serat 2,1 Selulosa 1,9 Pentosa 1,2 Gum 1,8 Tanin 6,2
Asam organik Asetat 0,1 Oksalat 0,3 Sitrat 0,7 Sumber: Minifie, (1999). Cokelat mempunyai alkoloid seperti theobromin dan phenethylamin yang
memiliki efek fisiologi tubuh manusia yaitu aphrodisial (rasa senang). Selain itu juga
mengandung Fflavanoid apicatelin dan asam galat yang dapat mencegah penyakit
jantung dan memiliki aktivitas anti oksidan sehingga dapat mencegah oksidasi LDL,
sebagai anti karsinogen kandungan asam palmitat yang diserap sangat lambat, asam
stearat dan asam oleat dibuktikan tidak dapat meninggikan level LDL kolesterol.
Universitas Sumatera Utara
-
Lemak kakao merupakan jenis lemak yang paling sesuai untuk makanan
cokelat, karena memiliki karakterisitk khas yang tidak dimiliki oleh lemak lain.
Lemak kakao bewarna kuning pucat , bersifat padat dan rapuh pada suhu di bawah
20 C, mulai melunak pada suhu 30 - 32 C dan mencair pada suhu sekitar 35 C.
Berikut ini kandungan asam lemak yang terdapat pada lemak kakao :
Tabel 4. Asam Lemak pada Lemak Kakao Asam lemak Atom karbon Ikatan rangkap % Miristat 14 0 0,1 Palmitat 16 0 25,8 Palmitoleat 16 : 1 1 0,3 Stearat 18 0 34,5 Oleat 18 : 1 1 35,3 Linoleat 18 : 2 2 2,9 Arakidat 20 0 1,1
Sumber : Minifie, (1999).
Bubuk Kakao
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45/2009 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan kakao bubuk adalah produk kakao berbentuk bubuk
yang diperoleh dari kakao massa setelah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau
tanpa perlakuan alkalisasi. Alkalisasi adalah proses penambahan suatu bahan alkalis
yang sesuai dengan biji kakao dengan tujuan untuk mengatur keasaman agar
mencapai tingkat yang diinginkan.
Fermentasi dan penyangraian biji mengakibatkan sifat-sifat citarasa bubuk
cokelat berbeda-beda misalnya intensitas cocoa flavor, rasa pahit, astringent dan
keasaman. Acidifikasi biji kakao oleh asam asetat selama fermentasi berlangsung
Universitas Sumatera Utara
-
sangat penting untuk pengembangan flavor/citarasa. Perubahan-perubahan ini
termasuk peptida-peptida dan asam-asam amino. Fermentasi juga menyebabkan
berkurangnya polifenol terlarut dan pada tahap ini juga terjadi pengurangan/
pengeluaran theobromin dan kafein serta komponen-komponen volatil (alkohol, ester
dan aldehid). Penyangraian menyebabkan pengembangan aroma spesifik cokelat
dengan adanya reaksi Maillard, karamelisasi gula, degradasi protein dan
pembentukan komponen volatil seperti pyrazin yang merupakan salah satu komponen
flavor yang diinginkan (Anonimousa, 2008).
Biji kakao baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi dan dikeringkan
kemudian disangrai dan selanjutnya digiling untuk menghasilkan pasta cokelat dan
pasta cokelat dipres untuk membuat lemak dan bungkil kakao. Kemudian bungkil
kakao digiling dan diayak sehingga dihasilkan bubuk cokelat. Proses penyangraian
biji kakao yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi diduga mempengaruhi
mutu dan citarasa bubuk cokelat (Anonimousb, 2008).
Bubuk cokelat dari biji yang difermentasi termasuk bubuk natural yang
memberika nwarna cenderung lebih terang daripada bubuk cokelat dari biji non
fermentasi. Bubuk cokelat natural cocok digunakan dalam industri roti; sementara
bubuk dengan pH di atas 6,0 biasanya digunakan untuk pembuatan minuman, puding,
dan es krim (Anonimous, 2005).
Universitas Sumatera Utara
-
Flavor
Flavor kakao terutama terbentuk setelah biji mengalami proses fermentasi dan
diikuti dengan proses pengeringan. Dua tipe reaksi biokimia yang bertanggung jawab
untuk memproduksi prekusor flavor adalah reaksi hidrolisis saat fermentasi dan
reaksi oksidasi selama pengeringan biji kakao. Untuk menghasilkan pengembangan
flavor yang baik, kedua reaksi tersebut harus diikuti dalam urutan yang benar dan
tepat (Lopez, 1986).
Dengan melakukan pemeriksaan dengan kromotografi kertas yang
menunjukkan bahwa gula yang terdapat dalam ekstrak biji kakao yang difermentasi
terdiri dari glukosa dan fruktosa, sedangkan gula dari biji yang tidak difermentasi
hanya mengandung sukrosa. Rohan, (1964) berpendapat bahwa gula reduksi
merupakan faktor penting dalam pembentukan aroma kakao.
Saat ini sudah ditemukan sekitar 200 macam senyawa komponen aroma kakao
(Minifie, 1999). Diantaranya terdapat 30 macam senyawa pyrazine, 10 pyrole dan 15
furan (Reneccius et al., 1972). Terdapatnya senyawa ini menunjukkan bahwa selama
penyangraian terjadi juga reaksi browning non enzimatis, yaitu reaksi Maillard.
Reaksi Maillard dapat berlangsung apabila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-
senyawa yang mempunyai gugus NH2 (protein, asam amino, peptida, amonium) dan
bahan dipanaskan atau didehidrasi (Winarno, 1997).
Menurut De Zaan (1979), flavor kakao terbentuk dari 2 kelompok besar
bedasarkan komponen penyusunnya, yaitu yang mudah menguap dan yang tidak
mudah menguap. Kelompok yang mudah menguap terdiri atas 400 senyawa kimia,
kelompok yang tidak mudah menguap termasuk diantaranya theobromin dan kafein
Universitas Sumatera Utara
-
sebagai penyebab rasa pahit dan tannin sebagai penyebab rasa sepat. Biehl, (1984)
menyatakan, meskipun lebih dari 50 tahun penelitian dibidang fermentasi kakao,
tetapi masih sedikit ditetapkan senyawa yang paling khas pada flavor. Diantara
prekusor flavor kakao yang paling sering mendapat perhatian para peneliti adalah
asam amino dan gula reduksi. Reaksi-reaksi pembentukan flavor kakao dari asam
amino dan gula reduksi terjadi selama penyangraiaan dan salah satu senyawa yang
dihasilkan adalah pyrazin (Reymon, 1978).
Fermentasi Biji Kakao Proses Fermentasi
Salah satu proses pengolahan kakao yang umumnya harus dilakukan adalah
fermentasi. Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi dan reduksi dalam sistem biologi
yang menghsilkan energi, dimana sebagai gugusan aseptor dan donor elektron adalah
gugusan organik yang pada umumnya adalah gula (Winarno dan Fardiaz, 1979).
Proses fermentasi biji kakao berlangsung dengan bermacam-macam cara,
misalnya ditumpuk diatas alas tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan
ke dalam peti atau bak dan diletakkan di atas rak. Pada perusahaan perkebunan
umumnya fermentasi kakao dilakukan di dalam peti fermentasi yang disusun
beberapa baris sesuai dengan waktu proses fermentasi dan frekuensi pengadukan
(Nasution, et al., 1985).
Misnawi, (2005) menyatakan bahwa, fermentasi merupakan tahapan
pengolahan yang sangat penting untuk menjamin terbentuknya cita rasa cokelat yang
baik. Perubahan-perubahan ini antara lain menyebabkan; perubahan bentuk dan
Universitas Sumatera Utara
-
warna keping biji, meningkatkan aroma dan rasa serta memperbaiki konsistensi
keping biji kakao. Tujuan lain proses fermentasi ini adalah untuk melepaskan pulp
dari keping biji, sehingga setelah proses pengeringan, biji kulit tersebut mudah
dilepaskan dari keping biji (Rohan, 1963). Perubahan kimiawi dan biologis yang
terjadi selama proses fermentasi mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati
dan terbentuk enzim-enzim tertentu. Proses fermentasi juga dapat menurunkan kadar
bahan bukan lemak, sehingga secara relatif kadar lemak akan meningkat
(Yusianto, et al., 1997).
Ketika buah pecah, pulp segera akan terkontaminasi oleh mikroorganisme
yang ada di udara sekitarnya, sehingga proses fermentasi pulp akan segera terjadi.
Proses fermentasi ini akan menyebapkan dua perubahan besar pada pulp yaitu:
(1) Peragian gula menjadi alkohol sebagai hasil kerja beberapa jenis ragi dan bakteri
asam laktat, (2) peragian alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat
(Yufnal, 1985).
Bersamaan waktunya dengan peragian gula menjadi alkohol, sel pulp akan
terurai atau hancur dan cairan yang dikandungnya akan mengalir keluar peti
fermentasi secara lambat. Cairan ini dikenal dengan sweating, yang volume dan
komposisinya berubah setiap hari dan terus menerus terfermentasi. Cairan ini terlihat
menetes dari peti fermentasi, berwarna kuning kecoklatan, agak keruh serta
mempunyai bau seperti sari apel (Yufnal, 1985).
Yufnal, (1985) menyatakan bahwa volume sweating yang terbesar dijumpai
pada 24 jam pertama dan sangat kaya akan gula, sedang pada akhir penetesan
sweating tersebut telah mengandung alkohol dan asam asetat.
Universitas Sumatera Utara
-
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses fermentasi biji kakao
tergantung pada jumlah pigmen ungu yang terdapat dari biji segar. Makin besar
jumlah pigmen ini, makin lama proses fermentasi yang dibutuhkan
(Nasution, et al., 1985). Waktu fermentasi kakao jenis Criollo jauh lebih singkat
daripada waktu fermentasi kakao jenis Forastero sebagai akibat jumlah pigmen ungu
pada kakao jenis Criollo jauh lebih sedikit daripada jumlah pigmen ungu pada kakao
jenis Forastero. Hardjosuwito, et al., (1986) mengatakan bahwa kakao mulia lama
fermentasinya 3 - 4 hari dan kakao curah 6 - 7 hari, karena selaput lendir pada biji
kakao curah berwarna ungu, sedang kakao mulia putih. Beberapa faktor lain yang
juga mempengaruhi waktu proses fermentasi antara lain ; tebal pulp biji, varietas
kakao, dan jumlah biji yang diolah dalam musim selama pengolahan tersebut.
Forsyth dan Quesnel, (1963) mengatakan bahwa flavor tidak akan terbentuk
sebelum biji mati, namun demikian periode fermentasi sebelum biji mati penting
untuk menghasilkan panas dan asam asetat melalui fermentasi pulp dalam mengatur
kematian dan keasaman biji. Periode ini dapat dipersingkat melalui aerasi kuat pada
pulp yang mempercepat produksi asam asetat dan pembentukan panas (Biehl, 1984).
Pada saat pulp teraerasi, pH menurun sampai 4,5 dan tidak banyak berubah selama
metabolisme yeast. Produksi asam didominasi oleh bakteri asam asetat dan bakteri
asam laktat. Bilamana substrat pulp ini digunakan oleh mikroorganisme sampai habis,
pH akan naik. Perubahan ini dapat ditandai dengan warna kulit biji kakao yang gelap
dan terjadi perubahan bau. Biehl, (1984) mengatakan bahwa konsentrasi maksimal
asam asetat pada pulp dijumpai lebih tinggi selama aerasi kuat dibandingkan dengan
aerasi lemah.
Universitas Sumatera Utara
-
Pada permulaan proses fermentasi tumpukan biji mengandung kadar gula
yang tinggi, pH dan oksigen rendah sehingga merupakan media yang cocok bagi
pertumbuhan ragi. Beberapa mikroorganisme berperan aktif selama proses
fermentasi, terutama proses pemecahan gula menjadi alkohol dan perubahan alkohol
menjadi asam asetat. Nasution, (1976) mengatakan bahwa selama tahap awal
fermentasi kakao, aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari 90 % total mikroorganisme
yang terdapat pada tahap ini adalah ragi.
Pada hari pertama proses fermentasi ragi memegang peranan pada proses
pemecahan gula menjadi alkohol. Jenis ragi yang umum terdapat pada tumpukan biji
kakao selama fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae,
Saccharomyces theobromae, Saccharomyces ellipsoides, Saccharomyces apiculatus
dan Saccharomyces apimulus (Nasution, et al,. 1985).
Selanjutnya pada hari kedua proses fermentasi terjadi pemecahan alkohol
menjadi asam asetat yang dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam asetat. Jumlah dan
jenis mikroorganisme yang terdapat pada fermentasi biji kakao bervariasi, tergantung
pada waktu fermentasi.
Bakteri pemecah alkohol menjadi asam asetat pada hari-hari selanjutnya pada
proses fermentasi ini adalah Acetobacter xylinum, Acetobacter ascendens,
Bacterium xylinum dan Bacterium orleanse. Pembentukan asam asetat merupakan
faktor yang sangat penting dari proses kematian biji kakao, asam asetat terbentuk
sebesar 0,7 % sampai 1,2 % setelah waktu fermentasi 37 jam dan biji telah mati
(Rohan, 1963). Bakteri asam asetat lebih banyak dan lebih cepat tumbuh pada bagian
atas tumpukan biji kakao selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan oleh karena
Universitas Sumatera Utara
-
pada proses permulaan fermentasi aliran udara lebih cepat di bagian atas, sehingga
menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat dan perubahan pH lebih cepat pada
bagian ini (Nasution, 1976).
Fermentasi yang sempurna menentukan cita rasa biji kakao dan produk
olahannya, termasuk juga karena buah yang masak dan sehat serta pengeringan yang
baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah fermentasi selama 5 hari sesuai
dengan penelitian Sime - Cadbury. Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak
sempurna, selain citarasa khas cokelat tidak terbentuk, juga sering kali dihasilkan cita
rasa ikutan yang tidak dikehendaki, seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan rasa
tanah (Atmawinata, et al., 1998).
Tempat Fermentasi
Tempat fermentasi dapat berupa kotak-kotak yang memiliki lubang-lubang
untuk mengeluarkan cairan dan sirkulasi udara. Dapat pula mempergunakan
keranjang dari bambu yang dilapisi dengan daun-daun pisang untuk mengurangi
aerasi. Kemudian kotak harus ditutup dengan karung goni, dan sebaiknya kotak
fermentasi tidak dibuat dari bahan logam atau besi, karena dapat bereaksi dengan zat
tanin dan menimbulkan noda-noda biru hitam pada biji kakao (Susanto, 1994).
Kapasitas biji kakao yang dapat difermentasi adalah 2,5 kg, 5 kg, dan 7,5 kg.
Untuk peti fermentasi dengan kapasitas 2,5 kg, peti luarnya berukuran
(250 x 250 x 250)mm dan peti bagian dalam berukuran (200 x 200 x 200)mm. Jarak
antara dinding bagian dalam dan bagian luar 15 mm. Setiap sisi kubus pada peti
fermentasi bagian dalam dilengkapi lubang dengan diameter 12 mm dengan jarak
yang sama dari setiap titik lubang. Lubang-lubang ini dimaksudkan untuk
Universitas Sumatera Utara
-
keluar-masuknya udara yang terdapat dalam kedua dinding tersebut sehingga panas
yang diperlukan selama proses fermentasi dapat terkendali (Poedjiwidodo, 1996).
Suhu optimal dalam proses fermentasi adalah 48 - 50o C. Untuk mencapai
suhu tersebut diperlukan ketebalan biji tertentu. Untuk fermentasi skala kecil
(
-
pada umumnya lama fermentasi sekitar 5 - 7 hari untuk kakao lindak, sedangkan
kakao mulia sekitar 3 - 4 hari (Susanto, 1994).
Penambahan ragi tape sebanyak 0,05 % - 0,1 % pada biji sebelum fermentasi
akan mempercepat proses fermentsi. Di samping itu, juga akan memperbaiki mutu
biji dan menekan pertumbuhan jamur pda fermentasi skala kecil (Susanto, 1994).
Kemasakan buah akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme, dan buah
yang masak kandungan gulanya tinggi sehingga aktivitas mikroorganisme lebih
tinggi. Disamping itu, buah yang masak juga mempengaruhi tingkat rendemen biji
kering, kenampakan biji, dan kualitas biji kering (Susanto, 1994).
Di dalam fermentasi akan terjadi pula perubahan pH. Pada pulp pH - nya akan
naik dari 3,6 menjadi 4,5 dalam waktu 2 hari. Hal ini akan terus meningkat menjadi
6,5 bila fermentasi sampai hari ke - 7. Sedangkan pH pada keping biji dari 6,5 akan
menurun menjadi 4,5 dalam waktu 2 hari, selanjutnya akan naik lagi. Apabila pH
baru mencapai 5 pada akhir fermentasi, hal ini berarti fermentasi tidak sempurna
(Susanto, 1994).
Tanda-tanda bahwa proses fermentasi sudah dapat diakhiri adalah sebagai
berikut: Biji kakao sudah tampak kering/lembab, berwarna cokelat dan berbau asam
cuka, lendir yang melekat pada biji sudah mudah dikupas, bila dipotong melintang,
penampang biji tampak seperti cincin berwarna cokelat untuk kakao mulia, dan warna
ungu sudah mulai hilang pada kakao lindak (Susanto, 1994).
Universitas Sumatera Utara
-
Penyangraian
Penyangraian bertujuan untuk membentuk rasa dan citarasa khas cokelat dari
biji kakao serta untuk memudahkan untuk mengeluarkan lemak dari dalam biji.
Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao akan mengandung
cukup banyak senyawa pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat, antara lain asam
amino dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi
membentuk senyawa Maillard. Senyawa gula non reduksi (sukrosa) akan terhidrolisis
oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi
Maillard. Selain ditentukan oleh keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan
cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai juga dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar
air (Mulato, et al., 2004).
Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel
dipermukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa akan
menguap, antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester.
Pengolahan Biji Kakao
Pada dasarnya tahap pengolahan biji kakao untuk memperoleh biji kakao
kering bermutu tinggi terdiri atas:
Sortasi Buah
Menurut Nasution, et al., (1985), buah yang telah dipanen lalu dikumpulkan
dan dilakukan sortasi. Adapun sortasi itu dibedakan atas dua tingkatan yakni:
a. Sortasi kebun pertama : pemisahan buah dengan kematangan yang seragam
dan sehat.
Universitas Sumatera Utara
-
b. Sortasi kebun kedua : pemisahan buah yang terkena serangan penyakit, buah
busuk, kurang masak, terkupas dan tercampur kotoran.
Pengupasan
Pengupasan buah kakao dapat dilakukan dengan mempergunakan pisau, arit
pemukul dari kayu. Pengupasan harus terhindar dari kontaminasi alat pengupas yang
terbuat dari besi, karena hal itu dapat menimbulkan warna hitam pada biji.
Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem
biologi yang menghasilkan energi dimana sebagai donor dan akseptor elektron
digunakan bahan organik, biasanya dipakai glukosa dengan bantuan enzim dimana
glukosa diubah menjadi alkohol dan asam asetat (Winarno, 1997).
Menurut Nasution, (1976), proses fermentasi biji kakao terdiri atas 2 (dua)
bagian :
1. Proses fermentasi secara mikrobiologis (Eksternal Fermentation).
2. Proses fermentasi secara enzimatis (Internal Fermentation)
Menurut Siregar, (1964), dua perubahan besar terjadi selama proses
fermentasi. Pertama adalah berubahnya gula yang terdapat pada daging buah menjadi
alkohol dan CO2 oleh ragi (Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces theobromae), yang kedua adalah alkohol tersebut diubah menjadi
asam asetat oleh bakteri Acetobakter sp. Panas dan asam yang timbul oleh aktivitas
mikroorganisme akan memecah sel-sel pulp menjadi cair .
Universitas Sumatera Utara
-
Reaksi eksoterm dapat menyebabkan kenaikan temperatur di dalam peti-peti
fermentasi oleh adanya aktifitas mikrobia, yang memungkinkan proses fermentasi
selesai lebih cepat, karena kematian biji segera terjadi. Naiknya temperatur tumpukan
biji terjadi karena timbulnya panas yang berasal dari perubahan reaksi:
- Gula Ethanol + CO2 + 18 kal
Ehanol As. Asetat + H2O + 235 kal
- As. Asetat H2O + CO2 + 419 kal
(Lopez, 1986).
Perendaman dan Pencucian
Biji yang telah selesai difermentasi ada yang direndam dan dicuci dengan air
bersih, tetapi ada pula yang langsung dijemur. Biji akan kelihatan bersih, tetapi lebih
rapuh dan mudah pecah. Disamping itu, biji akan mengalami penrunan berat antara
10 15 %. Sedang biji yang tidak dicuci, selain memiliki rendemen yang tinggi dan
tidak rapuh, aroma yang dihasilkan juga lebih baik, tetapi warnanya kurang menarik.
Untuk itu pencucian sebaiknya jangan terlalu bersih (Poedjiwidodo, 1996).
Tujuan dari perendaman biji adalah untuk menghentikan proses fermentasi,
memperbaiki penampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul, dan mengurangi
warna hitam pada biji. Perendaman dilakukan selama 2 - 3 jam, kemudian dilakukan
pencucian. Pencucian dapat dilakukan dengan cara manual dengan tangan ataupun
dengan mesin (Susanto, 1994).
Universitas Sumatera Utara
-
Pengeringan
Tahap pengolahan selanjutnya baik untuk biji yang dicuci ataupun tidak
dicuci adalah pengeringan. Pengeringan biji kakao dapat dilakukan secara alami
ataupun buatan.. Adapun tujuan umum pengeringan adalah untuk menurunkan kadar
air biji kakao dari sekitar 60 % menjadi 6 7 %, dan juga agar aman dari serangan
cendawan. Pada tahap ini terjadi perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan
pembentukan aroma dan warna yang baik (Wood, 1987).
Pengeringan yang baik umumnya terdiri dari 3 (tiga) fase, yaitu:
1. Pengeringan lambat pada permukaan sampai pengurangan kadar air
secukupnya sekedar menghalangi pertumbuhan jamur.
2. Fase oksidasi, pada fase ini berlangsung proses pembentukan aroma dan
lanjutan tanin, yaitu penghilangan rasa sepat yang disebapkan kandungan
tanin masih tinggi.
3. Pengeringan cepat untuk menguapkan sisa air, sampai kadar air menjadi
6 7 %.
(Siregar, 1964).
Pengeringan langsung dapat dilakukan dengan alat pengering buatan yaitu
oven dengan temperatur awal 35 - 45o C selama 24 jam dan sisanya dilakukan selama
24 jam dilakukan dengan menaikkan suhu menjadi 46 - 50o C sampai kadar air
6 7 % (Susanto, 1994).
Menurut Winarno (1997), kestabilan optimum bahan makanan dapat tercapai
jika kadar air bahan berkisar 3 7 %, karena pada keadaan tersebut bahan makanan
Universitas Sumatera Utara
-
tidak mudah terserang oleh ketengikan (oksidasi) dan lebih tahan terhadap serangan
mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir.
Penyangraiaan dan Pembuatan Bubuk Kakao
Biji kakao yang sudah kering dengan kadar air sekitar 6 7 % digoreng
sangan (tanpa menggunakan minyak). Lamanya penyangraian selama 40 menit.
Selanjutnya biji dikupas dengan tangan atau dengan menggunakan alat. Setelah
bersih, biji kakao tersebut ditumbuk dengan alat penumbuk tradisional atau dengan
menggunakan mesin penggiling sehingga biji menjadi halus
(Widyotomo, et al., 2004).
Selanjutnya hasil tumbukan dipres, dengan tujuan untuk memisahkan lemak
dan tepung. Pengepres minyak kakao sistem hidrolis dengan tekanan 35 Mpa ini
mampu mengeluarkan minyak kakao dari biji yang masih panas yaitu suhu 70o C.
Kakao hasil pres dapat dibuat tepung cokelat, sedangkan minyak kakao dapat dijual.
(Indarti, 2007).
Tepung yang masih mengandung lemak berkadar rendah ini selanjutnya
dikeringkan lagi secara alami dengan sinar matahari atau dengan oven. Setelah kering
kemudian diayak untuk mendapatkan tepung yang halus. Akhirnya diperoleh bubuk
kakao yang bagus. Bubuk kakao inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan campuran
minuman, kue, serta untuk membuat permen coklat (Susanto, 1994).
Universitas Sumatera Utara
-
Standar Mutu Bubuk Kakao
Pengujian bubuk kakao berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia
mengenai syarat mutu bubuk kakao SNI. 01 3747-1995 adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Standar Mutu Bubuk Kakao Indonesia
No Komponen Satuan 1. Air (maksimal) 5 % 2. Abu (dari bahan kering, bebas lemak (maksimal) 8 % 3. Lemak cocoa (dari bahan kerin) 15-22% 4. Kealkalian ml NaOH/ 100 gr (dari bahan kering bebas lemak) (maksimal) 120 5. Serat kasar (maksimal) 5 % 6. lolos ayakan ukuran 70 mesh (maksimal) 80 mes 7. Pati asing negatif 8. Logam berbahaya Hg 5 ppm Pb 5 ppm As 1 ppm 9. Jamur/ kapang