tinjauan pustaka dp

Upload: laras-ciingu-syahreza

Post on 09-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka diapers rash / dermatitis diaper

TRANSCRIPT

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Dermatitis

    1. Definisi Dermatitis

    Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa

    gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya

    berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium

    penyakitnya. Kadang-kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilah

    eksim dengan dermatitis. Sebagian ahli menyamakan arti keduanya,

    sebagian lain mengartikan eksim sebagai salah satu bentuk dermatitis,

    yakni dermatitis atopik tipe infantil. Untuk itu, istilah dermatitis tampak

    lebih tepat.11

    Istilah eksematosa digunakan untuk kelainan yang membasah

    (kata eksim berasal dari bahasa Yunani ekzein yang berarti mendidih)

    yang ditandai adanya eritema, vesikel, skuama dan krusta, yang

    menunjukkan tanda akut. Sedangkan adanya hiperpigmentasi dan

    likenifikasi menunjukkan tanda kronik.3

    Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan

    antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk

    kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya:

    1. Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis

    seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal,

    akrodermatitis, dermatitis generalisata, dan sebagainya.

    2. Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan

    kronis atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika

    (kering).

    3. Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis

    kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa,

    dermatitis venenata, dermatitis stasis, dan sebagainya.

  • 7

    4. Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dan sebagainya.

    5. Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dan

    sebagainya.

    Dalam penanganan disarankan untuk menggunakan istilah

    dermatitis, ditambah dengan satu kata lain untuk menggambarkan

    kemungkinan penyebab atau mendeskripsikan kondisi, contohnya

    dermatitis atopik impetigenisata, dermatitis medikamentosa madidans,

    dan sebagainya. Istilah impetigenisata menunjukkan adanya infeksi

    sekunder yang ditandai oleh adanya pus, pustul, bula purulen, krusta

    berwarna kuning tua, pembesaran kelenjar getah bening regional,

    leukositosis, dan dapat disertai demam.14

    Dermatitis ada yang didasari oleh faktor endogen, misalnya

    dermatitis atopik, dermatitis kontak, dan sebagainya. Kebanyakan

    penyebab dermatitis ini belum diketahui secara pasti. Bila ditinjau dari

    jenis kelainannya, maka dermatitis atopik adalah dermatitis yang paling

    sering dibahas, mengingat insidensnya yang cenderung terus meningkat

    dan dampak yang dapat ditimbulkan pada kualitas hidup pasien maupun

    keluarganya.12

    2. Macam-Macam Dermatitis

    a. Dermatitis Atopik (DA)

    Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yang

    sangat gatal, umum dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering,

    inflamasi dan eksudasi, yang kambuh-kambuhan. Kelainan

    biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi pada diri sendiri

    ataupun keluarganya.11

    Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place). Atopi

    ialah kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh

    kecenderungan individu untuk membentuk antibodi berupa

    imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan dengan alergen

    yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan

    penyakit-penyakit asma, rhinitis alergika dan DA, serta beberapa

  • 8

    bentuk urtikaria.4

    Berbagai faktor dapat memicu DA, antara lain alergen

    makanan, alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Besar

    peran alergen makanan dan alergen hirup ini masih kontroversial.

    Meski pada pasien DA kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik

    terhadap kedua jenis alergen ini, tidak selalu dijumpai korelasi

    dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen,

    tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu DA, tetapi

    lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya.

    Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada DA usia dini.

    Seiring dengan penambahan usia, maka peran alergen makanan

    akan digantikan oleh alergen hirup. Selain itu, memang terdapat

    sekitar 20% penderita DA tanpa peningkatan IgE spesifik, yang

    dikenal sebagai DA tipe intrinsik.13

    Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan

    adanya riwayat atopik (dalam keluarga maupun sendiri). Secara

    klinis, terdapat 3 fase/bentuk yang lokasi dan morfologinya

    berubah sesuai dengan pertambahan usia. Pada fase bayi lesi

    terutama pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim susu. Pada

    fase anak, terutama pada daerah lipatan kulit, khususnya lipat siku

    dan lutut. Pada fase dewasa lebih sering dijumpai pada tangan,

    kelopak mata dan areola mammae. Penyebab pasti kekhususan

    pada distribusi anatomi ini belum diketahui.11

    Terdapat beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DA

    yaitu kriteria Hanifin dan Rajka, kriteria Williams, kriteria UK

    Working Party, SCORAD (the scoring of atopic dermatitis) dan

    EASI (the eczema area and severity index). Selama 2 dekade

    terakhir ini, berbagai upaya dilakukan untuk membuat standar

    evaluasi DA. Idealnya, kriteria ini harus efisien, sederhana,

    komprehensif, konsisten, dan fleksibel. Selain itu juga dapat

    menilai efektivitas terapi yang diberikan. Tetapi, kriteria yang

  • 9

    sering digunakan karena relatif praktis ialah kriteria Hanifin dan

    Rajka.5

    b. Dermatitis Seboroik (DS)

    Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis dengan

    distribusi terutama di daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi

    umumnya simetris, dimulai di daerah yang berambut dan meluas

    meliputi skalp, alis, lipat nasolabial, belakang telinga, dada, aksila

    dan daerah lipatan kulit. Penyebab pasti DS belum diketahui,

    walaupun banyak faktor dianggap berperan, termasuk faktor

    hormonal, genetik dan lingkungan. DS dianggap merupakan

    respons inflamasi terhadap organisme Pityrosporum ovale.11

    Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama

    yang berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna

    putih (dikenal sebagai pitiriasis sika) sampai berminyak

    kekuningan. DS umumnya tidak disertai rasa gatal. Bentuk yang

    banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/dandruft.

    Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi para ahli. Sebagian

    mengganggap dandruft adalah bentuk DS ringan, tetapi sebagian

    lai berpendapat tidak.14

    Pada beberapa kasus, kelainan DS sulit dibedakan dari DA.

    Sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa adanya kelainan di

    lengan dan tungkai lebih mengarah pada DA, sedangkan kelainan

    di ketiak lebih mengarah kepada DS. Pada DS umumnya tidak

    dijumpai rasa gatal. Berbeda dengan DA, pada kelainan DS di

    daerah lipatan kulit, sering dijumpai infeksi sekunder baik infeksi

    bakteri maupun kandida.11

    c. Intertrigo (Dermatitis Intertriginosa/DI)

    Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di

    daerah lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun

    infeksi bakteri atau jamur. Sebagai faktor predisposisi ialah

    keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2 permukaan kulit

  • 10

    dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi

    superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema

    berwarna merah-gelap, dapat disertai papulpapul eritematosa di

    sekitarnya (lesi satelit).4

    d. Pitiriasis Alba (PA)

    Pitiriasis Alba (PA) terbanyak terjadi pada usia 3-16 tahun

    dan dianggap merupakan manifestasi DA dengan penyebab yang

    tidak diketahui pasti. Secara klinis terlihat bercak hipopigmentasi

    dengan sedikit skuama halus dalam berbagai bentuk dan ukuran,

    terutama di daerah wajah. Pada individu berkulit gelap, kelainan ini

    sangat mengganggu secara kosmetik, yang merupakan penyebab

    utama penderita ke dokter.3

    e. Dermatitis Numularis (DN)

    Dermatitis Numularis (DN) ditandai oleh bercak yang sangat

    gatal, bersisik, berbentuk bulat, berbatas tegas (berbeda dari der-

    matitis pada umumnya), dengan vesikel-vesikel kecil di bagian tepi

    lesi. Pada DN sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah

    lesi (central clearing), tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi

    tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas

    relatif kurang tegas.11

    Kata numular diambil dari bahasa Latin nummulus yang

    berarti koin kecil=diskoid. DN lebih sering dijumpai pada usia

    dewasa dibanding pada anak-anak. Terdapat berbagai variasi

    bentuk klinis, antara lain DN pada tangan dan lengan, DN pada

    tungkai dan badan, dan DN bentuk kering. DN merupakan kelainan

    yang kambuh-kambuhan. Pada setiap kekambuhan dapat muncul

    lesi tambahan, tetapi umumnya lesi awal selalu menjadi aktif

    kembali.14

    f. Pompoliks atau Dishidrosis

    Pompoliks (bubble) ialah kelainan yang sering dijumpai,

    ditandai oleh munculnya vesikel-vesikel yang deep seated, secara

  • 11

    tiba-tiba, yang dapat berkonfluensi membentuk bula di telapak

    tangan (cheiropompolyx) dan kaki (podopompolyx) tanpa eritema,

    disertai keluhan rasa gatal hebat, dan sering kambuh. Saat tenang

    kelainan ditandai dengan eritema ringan, kulit telapak yang kering,

    kadang-kadang menebal dan sering berfisurasi.13

    Sebagian kasus pompoliks dapat merupakan bentuk reaksi

    iritasi (misalnya akibat kontak dengan deterjen), maupun reaksi

    alergi (misalnya kontak dengan bahan yang mengandung nikel),

    ataupun reaksi id akibat infeksi bakteri atau jamur di bagian tubuh

    lainnya. Tetapi, sebagian lainnya adalah dishidrosis yang idiopatik.

    Pernah pula dilaporkan adanya pompoliks yang dicetuskan oleh

    pajanan sinar matahari, yang dianggap merupakan varian yang

    jarang terjadi.15

    g. Neurodermatitis = Lichen Simplex Chronicus (LSC)

    Istilah LSC diambil dari kata likenifikasi yang berarti

    penebalan kulit disertai gambaran relief kulit yang semakin nyata.

    Patogenesisnya belum diketahui secara pasti, tetapi kelainan sering

    diawali oleh cetusan gatal yang hebat, misalnya pada insect bite.11

    Likenifikasi ini merupakan respons kulit terhadap gosokan

    dan garukan yang berulang-ulang. Oleh karena itu, proses

    likenifikasi sering dijumpai pada individu dengan riwayat atopik

    karena kelompok tersebut mempunyai ambang rasa gatal yang

    relatif lebih rendah. Dianggap terdapat variasi rasial dalam hal

    kemampuan seseorang untuk bereaksi likenifikasi ini dan dikatakan

    reaksi lebih sering terjadi pada ras Mongol. Diagnosis LSC

    digunakan bila pada seorang pasien dijumpai likenifikasi tanpa ada

    predisposisi atopik sebagai dasar.11

    Istilah LSC sering disamakan dengan neurodermatitis karena

    diketahui faktor stres emosional dapat merupakan faktor yang

    sangat berperan. Tetapi, disarankan agar penggunaan istilah

    neurodermatitis dibatasi saja, agar kita terus berupaya mencari

  • 12

    kemungkinan faktor lain dan tidak terpaku hanya pada faktor stres

    saja. Secara klinis gejala utama yang dijumpai ialah rasa gatal

    hebat pada area likenifikasi. Rasa gatal ini hilang timbul, dapat

    dipicu oleh faktor stres ataupun oleh rabaan/sentuhan saja. Sensasi

    gatal ini akan diikuti oleh kecenderungan untuk menggaruk

    berulang-ulang.11

    Kelainan jarang dijumpai pada anak-anak, umumnya pada

    orang dewasa dan puncaknya pada usia 30-50 tahun. Tempat

    predileksinya ialah bagian belakang leher, tungkai bawah dan

    pergelangan kaki, serta sisi ekstensor lengan bawah. LSC pada

    bagian belakang leher yang dikenal sebagai lichen nuchae

    umumnya hanya dijumpai pada wanita saja.4

    h. Prurigo Nodularis

    Kelainan sering dijumpai pada ras oriental dan umumnya

    pada anak-anak. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi

    sebagian ahli menganggap kelainan ini sebagai varian LSC.3

    i. Dermatitis Kontak (DK)

    Terdapat 3 bentuk DK yakni DK iritan (DKI), DK alergik

    (DKA) dan reaksi fototoksik maupun reaksi fotoalergik. DKI ialah

    erupsi yang timbul bila kulit terpajan bahan-bahan yang bersifat

    iritan primer melalui jalur kerusakan yang non-imunologis. Bahan

    iritan antara lain deterjen, bahan pembersih peralatan rumah

    tangga, dan sebagainya. Sedangkan DKA ialah respons alergik

    yang didapat bila berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat

    sensitiser/alergen. Contoh bahan yang dapat memicu DKA antara

    lain adalah beberapa jenis pewangi, pewarna, nikel, obatobatan,

    dan sebagainya.8

    Adanya kontak dengan beberapa jenis bahan tertentu dapat

    memicu reaksi setelah terkena pajanan sinar matahari. Hal ini

    disebabkan karena beberapa substansi dengan berat molekul rendah

    akan berubah menjadi bahan iritan primer ataupun bahan sensitiser

  • 13

    bila terpajan oleh sinar-matahari. Bahan-bahan ini akan

    meningkatkan reaktivitas kulit terhadap pajanan sinar matahari.14

    Reaksi fototoksik antara lain dapat dipicu oleh kontak lokal

    PABA di tabir surya, beberapa jenis pewarna seperti biru toluidin,

    merah-netral, tar dan derivatnya, dan sebagainya. Sedangkan reaksi

    fotoalergik dapat dipicu antara lain oleh kontak lokal dengan

    beberapa jenis bahan di parfum dan after-shave lotion (musk

    ambrette), lipstik (eosin), tonik rambut (quinine), serta ketoprofenL

    dan sebagainya.

    Reaksi fototoksik antara lain juga dapat dipicu oleh terapi

    sistemik NSAID misal piroksikam, tetrasikilin dan derivatnya,

    quinolon, griseofulvin dan asam nalidiksat. Sedangkan reaksi

    fototalergik antara lain juga dapat dipicu oleh terapi sistemik

    dengan preparat sulfonamid, fenotiasin, griseofulvin dan diuretik

    tiazid.11 Jadi, tergantung jenis bahannya, dapat terjadi reaksi

    fototoksik maupun fotoalergik.

    Bedanya, reaksi fototoksik dapat terjadi pada hampir semua

    individu karena mekanismenya nonimunologis. Sedangkan reaksi

    fotoalergik hanya terjadi pada individu yang telah tersensitisasi.

    Kelainan yang terjadi dapat meluas pada area kulit yang terpajan

    matahari. Daerah yang terlindung pakaian dan daerah di bawah

    dagu serta yang karakteristik ialah daerah di belakang telinga

    (Wilkinsons triangle) bebas dari lesi. Secara umum, batas lesi pada

    DKI relatif lebih tegas dibanding pada DKA. Beberapa contoh DK

    misalnya dermatitis popok/diaper/napkin dermatitis, dermatitis

    perianal, dermatitis perioral dan dermatitis venenata.11

    j. Dermatitis Stasis (DSt)

    Akhir-akhir ini beberapa peneliti menganjurkan pemakaian

    istilah dermatitis gravitasional sebagai pengganti istilah DSt. Hal

    ini karena diduga kemungkinan penyebabnya ialah faktor gangguan

    perfusi jaringan dan kulit di lokasi lesi, dan bukan akibat stasis.

  • 14

    Kelainan ini merupakan akibat lanjutan hipertensi vena (yang

    umumnya terjadi di tungkai bawah) dan trombosis. Oleh karena itu,

    biasanya sebelum muncul Dst, pasien sering mengeluh rasa berat di

    tungkai disertai nyeri saat berdiri dan edem. DSt lebih banyak

    terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut, kemungkinan

    karena efek hormonal serta kecenderungan terjadinya trombosis

    vena dan hipertensi saat kehamilan.11

    Secara klinis biasanya terlihat kelainan di sisi medial yang

    dapat meluas ke seputar pergelangan kaki dalam berbagai gradasi.

    Awalnya dimulai dengan penebalan kulit dan skuamasi yang diikuti

    oleh likenifikasi. Kelainan diperberat oleh adanya garukan atau

    gosokan. Selanjutnya terjadi eksematisasi yang dapat muncul

    secara perlahan-lahan maupun mendadak. Pada bentuk yang berat,

    dapat terjadi ulserasi yang dikenal sebagai ulkus venosum. Saat

    penyembuhan seringkali kulit menjadi tipis, mengkilat dan

    hiperpigmentasi. Pada bagian proksimal lesi biasanya dijumpai

    adanya dilatasi dan varises vena-vena superfisialis. Pengolesan

    obat-obat tertentu kadang-kadang memperberat kelainan, yang

    menjadi alasan utama pasien datang ke dokter.16

    k. Dermatitis Asteatotik (DAst)

    Dermatitis Asteatotik (DAst) disebut juga sebagai xerosis =

    eczema craquele = winter itch. Gambaran klinisnya karakteristik

    ditandai oleh skuama halus, kering dan kulit yang pecah-pecah,

    yang dapat mengalami inflamasi dan menjadi kemerahan. Kelainan

    umumnya terjadi di tungkai bawah. DAst lebih sering dijumpai

    pada wanita usia pertengahan ke atas.11

    3. Faktor Risiko dan Pencetus

    Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang

    kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada

    stadium akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit

    (likenifikasi) dan distribusi lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga

  • 15

    berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita ataupun

    keluarganya.3

    Penyebab dermatitis tidak diketahui dengan pasti, diduga

    disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial).

    Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan

    biokimia kulit, disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan

    disregulasi/ketidakseimbangan sistem saraf otonom, sedangkan faktor

    ekstrinsik meliputi bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen

    hirup, makanan, mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma.4

    Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA).

    Pada penderita DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni

    Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya

    kolonisasi Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi

    pada penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus

    yang penting pada terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang

    dikatakan mempengaruhi beratnya penyakit.

    Faktor-faktor risiko terjadinya dermatitis secara umum antara lain

    predisposisi genetik, sosioekonomi, polusi lingkungan, jumlah anggota

    keluarga5. Sedangkan faktor-faktor pencetus terjadinya dermatitis secara

    umum antara lain alergen, bahan iritan, infeksi, faktor psikis dan lain-

    lain3. Faktor-faktor yang umum terkait dengan dermatitis yaitu11:

    1. Suhu dan Kelembaban

    Lingkungan terdapat beberapa potensial bahaya yang perlu

    diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban

    udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya

    dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan

    pada epidermis.

    2. Usia

    Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia.

    Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih

    kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk

  • 16

    menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena

    dermatitis. Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40

    tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya

    karena menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam,

    hingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel

    menurun.

    3. Jenis Kelamin

    Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

    perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam hal penyakit

    kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit

    dibandingkan dengan pria. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita

    memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga

    kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit

    pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis,

    terlihat dari beberapa penelitian.

    4. Ras

    Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan

    merupakan pendukung terjadinya dermatitis. Ras Manusia adalah

    karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan

    satu kelompok dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit

    dermatitis, ras merupakan salah satu faktor yang ikut berperan untuk

    terjadinya dermatitis. Kulit putih lebih rentan terkena dermatitis

    dibandingkan dengan kulit hitam.

    5. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya

    Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan

    berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi

    termasuk riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah

    alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu) dan riwayat

    penyakit sebelumnya.

    6. Personel Hygiene

    Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan,

  • 17

    kerapihan dan perawatan badan. Kebersihan perorangan dapat

    mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada

    bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit,

    kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan

    perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara

    lain:

    a. Mandi

    Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan

    membersihkan diri. Kebiasaan kuantitas dan kualitas

    berpengaruh terhadap kulit.

    b. Mencuci tangan

    Tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak.

    Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat

    memperparah kondisi kulit yang rusak.

    c. Pakaian

    Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa kotoran

    yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan

    pemakaian berulang kali.

    Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan, bahwa kelompok lansia

    lebih banyak menderita penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan

    dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Keadaan tersebut masih

    ditambah lagi bahwa lansia biasanya menderita berbagai macam

    gangguan fisiologi yang bersifat kronik, juga secara biologik, psikis,

    sosial ekonomi, akan mengalami kemunduran.2

    Kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap

    memelihara dan meningkatkan agar selama mungkin bisa hidup secara

    produktif sesuai kemampuannya. Pada lansia pekerjaan yang

    memerlukan tenaga sudah tidak cocok lagi, lansia harus beralih pada

    pekerjaan yang lebih banyak menggunakan otak dari pada otot.

    Kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari ADL juga sudah mengalami

    penurunan2. Perubahan kondisi fisik pada lansia yang turut menyertai

  • 18

    menurunnya kesehatan kulit terkait dengan semakin menurunnya

    kemampuan fungsional sehingga menjadi tergantung kepada orang lain

    dalam kebiasaan higiene perorangan.7

    4. Penanganan Dermatitis

    Berbagai jenis dermatitis memerlukan upaya terapetik masing-

    masing, sesuai dengan jenisnya. Secara umum prinsip terapinya adalah

    serupa dan pengobatan utamanya adalah dengan preparat kortikosteroid

    (KS). Penanganan dimulai dengan pemastian adanya dermatitis,

    kemudian sedapat mungkin menghindari faktor pencetus dan atau faktor

    pemberat kelainan. Kondisi klinis lesi perlu diperhatikan hal ini penting

    karena prinsip dasar dermatoterapi yang telah dikenal sejak lama perlu

    diterapkan yakni lesi yang basah harus diterapi secara basah dan

    sebaliknya lesi kering diterapi secara kering.16

    Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah suatu obat yang

    pemilihan jenisnya juga ditentukan oleh kondisi klinis kelainan. Upaya

    pertama adalah menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan (misalnya

    deterjen dan sabun tertentu), karena cenderung mengakibatkan kulit

    menjadi lebih kering, yang menambah keluhan rasa gatal. Upaya

    berikutnya adalah penggunaan KS sebagai antiinflamasi. Kadang-kadang

    diperlukan preparat kombinasi antara KS dengan antibiotika ataupun KS

    dengan antimikotik. Pada beberapa kasus diperlukan kombinasi dengan

    pengobatan sistemik (steroid, antihistamin maupun antibiotika) sesuai

    dengan kebutuhan.12

    B. Higiene perorangan

    1. Pengertian Higiene perorangan

    Pengertian Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang

    mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia,

    upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan

    kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga

    terjamin pemeliharaan kesehatannya.17

    Higiene perorangan berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang

  • 19

    artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang

    adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan

    seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

    Higiene perorangan termasuk ke dalam tindakan pencegahan

    primer yang spesifik. Higiene perorangan menjadi penting karena higiene

    perorangan yang baik akan meminimalkan pintu masuk (portal of entry)

    mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah

    seseorang terkena penyakit. Higiene perorangan yang tidak baik akan

    mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, salah satunya penyakit

    kulit. 18

    2. Tujuan, Faktor-Faktor dan Dampak Higiene perorangan

    Tujuan dari penatalaksanaan Higiene perorangan yaitu6:

    a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

    b. Memelihara kebersihan diri seseorang

    c. Memperbaiki higiene perorangan yang kurang

    d. Mencegah penyakit, salah satunya penyakit kulit

    e. Menciptakan keindahan

    f. Meningkatkan rasa percaya diri.

    Berbagai faktor dapat mempengaruhi Higiene perorangan, secara

    umum sebagai berikut6:

    a. Body image

    Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan

    diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak

    peduli terhadap kebersihannya.

    b. Praktik sosial

    Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka

    kemungkinan akan terjadi perubahan pola higiene personal.

    c. Status sosial-ekonomi

    Higiene personalmemerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,

    sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

    menyediakannya

  • 20

    d. Pengetahuan

    Pengetahuan higiene perorangan sangat penting karena pengetahuan

    yang baik dapat meningkatkan kesehatan..

    e. Budaya

    Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh

    dimandikan.

    f. Kebiasaan seseorang

    Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam

    perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

    g. Kondisi fisik

    Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang

    dan perlu bantuan untuk melakukan.

    Dampak yang sering timbul pada masalah higiene perorangan

    1) Dampak Fisik

    Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

    terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik

    yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan

    membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan

    gangguan fisik pada kuku.

    2) Dampak Psikososial

    Masalah social yang berhubungan dengan Higiene personaladalah

    gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

    mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan

    interaksi sosial.

    3. Tindakan-Tindakan Higiene perorangan

    Tindakan yang termasuk dalam Higiene perorangan sebagai berikut6,:

    a. Kebiasaan Mandi

    Manusia perlu mandi untuk menghilangkan bau, debu, dan sel-sel

    kulit yang sudah mati. Mandi bermanfaat untuk memelihara

    kesehatan, menjaga kebersihan, serta mempertahankan penampilan

    agar tetap rapi. Setelah mandi, manusia biasanya merasa segar,

  • 21

    bersih, dan santai. Membersihkan diri seluruh tubuh menggunakan

    air yang bersih. Idealnya saat musim panas mandi 2 kali pagi dan

    sore.

    b. Pakaian

    Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap

    keringat karena produksi keringat menjadi banyak. Produksi

    keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume

    saat beraktifitas. Sebaiknya, pakaian agak longgar di daerah dada.

    Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi

    (lecet) pada daerah sekitarnya akibat lochea . Mencuci

    pakaiansecara teratur dengan sabun dan keringkan di sinar matahari

    merupakan salah satu cara untuk mencegah terhindar dari

    penularan penyakit kulit seperti kudis atau koreng. Pakaian yang

    telah di pakai selama 12 jam, harus di cuci jika akan di gunakan

    kembali.

    c. Kebiasaan Menggunakan Handuk

    Penggunaan handuk merupakan salah salah satu bagian dari PHBS

    karena handuk di gunakan untuk mengeringkan badan setelah

    mandi dari sisa-sisa air yang masih menepel di kulit. Handuk juga

    dapat menjadi media transmisi penularan penyakit serta tempat

    kuman dan bakteri jika handuk tidak sering diganti atau sering

    menjemurnya di tempat yang lembab. Beberapacara yang dapat di

    gunakan untuk menjaga kebersihan handuk sebagai berikut :

    1) Jemur handuk di tempat yang kering dan terkena matahari,

    agar tidak lembab dan tidak mudah ditumbuhi jamur

    2) Ganti handuk setiap pemakaian 2-3 hari untuk mencegah

    handuk berbau dan mencegah tumbuhnya bakteri.

    3) Pisahkan handuk dengan cucian lain

    4) Cuci handuk dengan air biasa atau air hangat hingga suhu 60

    derajat Celcius

    5) Setrika handuk dengan temperatur sedang dan simpan pada

  • 22

    tempat tertutup yang kering.

    d. Kebiasaan Mencuci Sprei

    Sprei sebagai alas tempat tidur harus selalu dijaga kebersihannya.

    Agar kita terhindar dari segala penyakit. Gunakan sprei yang dapat

    menyerap keringat. Untuk menjaga kebersihan sprei harus di cuci

    minimal 2 minggu sekali. Agar sprei tidak menjadi lembab dan

    menjadi sarang kuman dan bakteri. Saat mencuci sprei sebaiknya

    menggunakan sabun dan langsung di jemur di bawah terik sinar

    matahari agar kuman yang terdapat dalam sprei dapat mati karena

    panas sinar matahari.

    C. Usia Lanjut

    1. Karakteristik Usia Lanjut

    Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan dalam daur

    kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998

    tentang Kesehatan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah

    mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menua adalah proses menghilangnya

    secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau

    mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

    sehingga tidak dapat bertahan dan memperbaiki kerusakan yang

    diderita.1

    Ada beberapa karakterisktik lansia yang perlu diketahui untuk

    megidentifikasi keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu20:

    1. Jenis Kelamin

    Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.

    2. Status Perkawinan

    Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan

    mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun

    psikologi.

    3. Living Arrangement

    Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami,

    tinggal bersama anak atau keluarga lainnya.

  • 23

    4. Kondisi Kesehatan

    Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas

    sehari-hari secara mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit

    menyebabkan lansia cenderung dibantu atau tergantung kepada

    orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehai-hari.

    5. Keadaan ekonomi

    Pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk

    kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi

    pendapatan lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia

    tadat terpenuhi.

    Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,

    mental dan psikososial1:

    1. Perubahan Fisik

    a. Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah

    dan stamina menurun.

    b. Sikap badan yang semula tegap menjadi membungkuk, otot-otot

    mengecil, hipotrofis, terutama dibagian dada dan lengan.

    c. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

    Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses

    keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis.

    d. Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang sedang rambut

    dalam hidung dan telinga mulai menebal.

    e. Perubahan pada indera. Misal pada penglihatan, hilangnya

    respon terhadap sinar, hilangnya daya akomodasi. Pada

    pendengaran pengumpulan cerumen dapat terjadi karena

    meningkatnya keratin,

    f. Pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga

    rongga dada menjadi kaku dan sulit bernafas.

    2. Perubahan sosial

    a. Perubahan peran post power syndrome, single woman, dan

    single parent.

  • 24

    b. Ketika lansia lainnya meninggal maka muncul perasaan kapan

    akan meninggal.

    c. Terjadinya kepikunan yang dapat mengganggu dalam

    bersosialisasi.

    d. Emosi mudah berubah, sering marah-marah dan mudah

    tersinggung.

    3. Perubahan Psikologi

    Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,

    frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi

    kematian, perubahan depresi dan kecemasan.

    2. Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Usia Lanjut

    Aktivitas sehari-hari adalah aktivitas perawatan diri yang harus

    dilakukan seseorang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan

    tuntutan hidup sehari-hari. Aktivitas sehari-hari terbagi dua yaitu,

    aktivitas dasar meliputi membersihkan diri sesudah buang air besar atau

    kecil, mandi, berpakaian, berhias, makan, toileting, berpindah dari satu

    tempat ke tempat lain. Aktivitas lain meliputi melakukan pekerjaan

    rumah, menyediakan makanan, minum obat, menggunakan telepon1.

    Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melakukan Aktivitas

    Kegiatan Sehari-hari (AKS) dapat diukur dengan menggunakan indekz

    Barthel dan Katz.21

    Indeks Barthel digunakan untuk menilai perkembangan hasil

    perawatan pasien dengan gangguan neuromuskular dengan indikator

    yaitu bangun dari tempat tidur, mobilitas, toileting, membersihkan diri,

    mengontrol BAB dan BAK, berpakainan, makan dan naik turun

    tangga.21

    Indeks Katz didasarkan pada tingkat kemampuan pasien atau orang

    umum yang berisi daftar indikator mandi (bathing), buang air besar

    (toileting), buang air kecil (continence), berpakaian (dressing), bergerak

    (transfer), makan (feeding) sebagai berikut21:

    1. Mandi (bathing) meliputi aspek ketidaktergantungan berupa bantuan

  • 25

    mandi hanya pada satu bagian tubuh (seperti punggung atau

    ketidakmamppuan ekstermitas) atau mandi sendiri dengan lengkap.

    Aspek ketergantungan berupa bantuan saat mandi lebih dari satu

    bagian tubuh, bantuan saat masuk dan keluar dari tub atau tidak

    mandi sendiri.

    2. Pergi ke toilet (Toileting) meliputi aspek ketidaktergantungan

    meliputi masuk dan keluar toilet, melepas dan mengenakan celana,

    menyeka dan menyiram atau membersihkan organ ekresi dan juga

    menangani bedpan sendiri atau tidak menggunakan bantuan

    mekanis. Aspek kertergantungan berupa tidak melepaskan atau

    mengenakan celana secara mandiri, penggunaan bedpan atau

    komode atau mendapt bentuan untuk masuk dan menggunakan toilet.

    3. Kontinensia (Continence) meliputi aspek ketidaktergantungan

    berupa berkemih dan defekasi secara keseluruhan terkontrol oleh

    tubuh. Ketergantungan akan inkontinensia parsial atau total dalam

    berkemih atau defekasi. Dikontrol parsial atau total dengan enema,

    kateter, atau penggunaan urinal atau bedpen secara teratur.

    4. Berpakaian (Dressing) meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi

    mampu mengambil pakaian dari lemari, mengenakan pakaian luar,

    kutang, menangani pengikat yang dilakukan secara mandiri. Aspek

    ketergantungan meliputi tidak mengenakan pakaian sendiri atau

    dibantu oleh orang lain.

    5. Berpindah (Transfer) meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi

    bergerak masuk dan keluar dari tempat tidur secara mandiri,

    berpindah ke dalam dan ke luar kursi dan berpindah dari posisi tidur

    ke duduk. Aspek ketergantungan meliputi bantuan dalam bergerak

    masuk dan keluar tempat tidur atau kursi, tidak melakukan satu atau

    dua perpindahan.

    6. Makan (Feeding) meliputi aspek ketidaktergantungan berupa

    mengambil makanan dari piring, memasukkan makanan ke dalam

    mulut secara mandiri. Aspek ketergantungan meliputi bantuan dalam

  • 26

    mengambil makanan atau tidak makan sama sekali atau makan

    secara parenteral.

    D. Kerangka Teori Penelitian

    Berdasarkan hasil pemaparan kajian pustaka menunjukkan bahwa

    kejadian dermatitis disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intriksik yang

    dapat digambarkan dalam kerangka teori sebagai berikut:

    Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian1,7,11

    E. Kerangka Konsep Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang

    berhubungan dengan kejadian dermatitis di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang

    Gading Semarang dengan kerangka konsep sebagai berikut:

    Faktor Ekstrinsik 1. Suhu dan kelembaban 2. Bahan iritan dan

    kontaktan 3. Alergen 4. Makanan 5. Mikroorganisme 6. Trauma 7. Riwayat penyakit kulit 8. Sosio-ekonomi 9. Higiene perorangan

    Kesehatan Kulit

    Kejadian Dermatitis

    Faktor Instrinsik 1. Predisposisi genetik 2. Kelainan fisiologi 3. Biokimia kulit 4. Disfungsi imunologis 5. Interaksi psikosomatik 6. Disregulasi sistem

    saraf otonom 7. Usia 8. Jenis Kelamin

    Faktor Ketergantungan Pada Orang Lain

  • 27

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

    F. Hipotesis

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu

    1. Ada hubungan higiene perorangan dengan kejadian dermatitis.

    2. Ada hubungan ketergantungan orang lain dengan kejadian

    dermatitis.

    3. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis.

    Higiene perorangan

    Ketergantungan Pada Orang Lain

    Jenis Kelamin

    Kejadian Dermatitis