tinjauan pustaka 2009sub-3
DESCRIPTION
PustakaTRANSCRIPT
-
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alginat dan Rumput Laut Penghasilnya di Indonesia
Alginat terdapat pada alga coklat (Phaeophyceae) yang berperan sebagai
komponen penguat pada dinding selnya. Kandungan alginat dalam rumput laut coklat
sangat melimpah dapat mencapai 40% dari berat kering rumput laut (Draget et al.
2005). Sumber utama untuk industri alginat dunia adalah Macrocystis pyrifera.
Beberapa spesies Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum juga memiliki potensi yang
besar sebagai sumber alginat (Belitz & Grosch, 2004). Menurut Draget et al. (2005),
alginat komersial diproduksi dari rumput laut Laminaria hyperborea, Macrocystis
pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Eclonia
maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antartica dan Sargassum spp.
Rumput laut coklat penghasil alginat (alginofit) yang paling banyak
penyebarannya di perairan Indonesia adalah spesies dari marga Sargassum dan disusul
dari marga Turbinaria (Sujatmiko, 1994; Yunizal, 2004). Menurut Kadi dan Atmadja
(1988), ada banyak jenis Sargassum sebagai penghasil alginat seperti Sargassum
duplicatum, Sargassum histrix, Sargassum echinocarpum, Sargassum gracilimum,
Sargassum binderi, Sargassum polycystum, Sargassum microphylum, Sargassum
crassifolium, Sargassum aquafolium, Sargassum vulgare, dan Sargassum polyceratium.
Jenis dan distribusi beberapa rumput laut coklat disajikan pada Tabel 1.
Kandungan alginat dan komposisi penyusun alginat dari masing-masing rumput
laut sangat beragam dan dipengaruhi beberapa faktor seperti spesies daerah dan iklim
asal rumput laut, umur, bagian tanaman, dan kondisi lingkungan dimana rumput laut
tumbuh (Alvares & Carmona, 2007; Belitz & Grosch, 2004; Draget, 2000;
Jothisaraswathi et al. 2006; Miller, 1996; Soegiarto et al. 1978).
2.2 Ekstraksi dan Viskositas Alginat dari Alginofit asal Perairan Indonesia
Alginat pertama kali diekstraksi oleh Stanford pada tahun 1881 dari rumput laut
coklat. Modifikasi metode ekstraksi Stanford dilakukan dengan proses green cold dan
telah diterapkan dalam beberapa industri alginat di Jepang (Anonim, 2007a). Metode
ekstraksi alginat dari rumput laut di perairan Indonesia pertama kali dilakukan dengan
memodifikasi Metode ekstraksi Green Cold dan Le Gloahec-Helter oleh Yani pada
tahun 1988 (Syahrul, 2005). Metode ekstraksi dengan menggunakan Na2CO3 dan CaCl2
juga telah dilakukan oleh Anggadiredja pada tahun 1992 (Angkasa et al. 1996).
-
20
Tabel 1. Jenis dan penyebaran rumput laut coklat di Indonesia Jenis Penyebaran
Chyboospora pasifica Jawa
Dictyota apiculata Sulawesi
Hydroclatharus Kalimantan, Jawa, Timor, Irian, Sumbawa
Padina australis Sumatra, Jawa, Sumbawa, Sulawesi
Sargassum aquifolium Tersebar Luas
Sargassum silicuosum Jawa, Sulawesi, Aru, Kei, Irian
Sargassum polycystum Tersebar luas
Turbinaria ornata Tersebar luas Turbinaria conoides Tersebar luas
Sumber: Soegiarto,1978 diacu dalam Sujatmiko, 1993
Metode ekstraksi lain dikembangkan oleh Istini dan Sujatmiko (1995), namun
masih menghasilkan viskositas yang rendah yaitu untuk rumput laut Turbinaria
conoides sebesar 21.33 cP dengan rendemen 19.07%. Purwoto (1995) telah melakukan
ekstraksi dengan memodifikasi metode Yani dan Okazaki, namun viskositas alginat
yang dihasilkan dari rumput laut Turbinaria conoides masih rendah yaitu 17.5 cP (pada
konsentrasi 1%). Hasil ektraksi alginat dari rumput laut Sargassum ilicifolium dengan
metode modifikasi oleh Murtini et al. (2000) telah menghasilkan viskositas yang lebih
baik yaitu 467.7 cP. Viskositas alginat dari rumput laut Sargassum filipendula dengan
metode ektraksi Capman & chapman (1980) menghasilkan viskositas 90 cP (Wikanta et
al. 2000).
Perbaikan metode ekstraksi oleh Basmal et al. (2002) menghasilkan alginat dari
rumput laut Sargassum filipendula dengan viskositas 272.6 cP dengan rendemen 6,8%.
Siswati (2002) melakukan modifikasi ekstraksi terhadap rumput laut Sargassum sp. dan
menghasilkan rendemen 19% dengan viskositas 86.8 cP pada konsentrasi 1%. Rasyid
(2003a) melakukan ekstraksi dengan menggunakan metode yang dimodifikasi oleh LIPI
menghasilkan rendemen alginat dari Turbinaria conoides sebesar 25.65% dengan
viskositas 560 cP (pada konsentrasi 2%). Dengan teknik yang sama, dari rumput laut
Turbinaria decurens diperoleh rendemen sebesar 20.30% dengan viskositas 560 cP
(Rasyid, 2003b).
Berdasakan viskositasnya, alginat dapat dibedakan menjadi empat kelompok
yaitu viskositas sangat rendah, viskositas rendah, viskositas sedang dan viskositas
tinggi. Viskositas alginat berdasarkan konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel 2.
-
21
Tabel 2. Variasi viskositas larutan alginat pada suhu 200C (mPa.s). Tipe Alginat Konsentrasi (%)
1 1.5 2 3 4 Viskositas sangat rendah 10 20 45 130 350 Viskositas rendah 20 60 180 650 2200 Viskositas sedang 350 1800 6000 tt tt Viskositas tinggi 800 4000 9000 tt tt
Keterangan: tt = tidak terukur Sumber: Mc. Hugh, 2008
Sebagai bahan tambahan pangan (food additives), natrium alginat harus
memenuhi beberapa spesifikasi yang telah ditetapkan oleh JECFA khususnya mengenai
tingkat kemurnian dan cemaran mikrobiologi seperti pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Spesifikasi mutu natrium alginat menurut JECFA 2006 Spesifikasi Natrium alginat Kemurnian: Susut pengeringan (kadar air)
< 15%
Bahan tidak larut air < 2% Arsen (As) < 3 mg/kg Timbal (Pb) < 5 mg/kg Mikrobiologi: TPC
Kapang dan khamir Coliform Salmonella
< 5000 koloni/g < 500 koloni/g
Negatif Negatif
Sumber: FAO, 2008
2.3 Komposisi Alginat
Secara kimia alginat adalah polisakarida yang tersusun oleh dua jenis asam
uronat. Unit monomer alginat terdiri dari asam guluronic (G) dan manuronic (M) yang
terususun dalam tiga jenis pengelompokan yaitu blok yang terdiri dari residu
mannuronat dan guluronat yang berseling (MGMG-MGM.....), blok asam guluronat
(GGGGGG...) dan blok asam mannuronat (MMM-MMM....) seperti pada Gambar 1
(Gacesa, 1988; Wang et al. 2006). Menurut Ramsden (2004), asam mannuronat dan
guluronat dalam rantai alginat bisa ditemukan berselang-seling, tetapi umumnya
membentuk struktur blok kopolimer dengan daerah yang hanya mengandung asam
guluronat dan daerah lain mengandung asam mannuronat. Pada rantai ujung biasanya
tersusun oleh bidang mannuronat atau guluronat murni dengan beberapa daerah yang
bercampur.
-
22
Poliguluronat Polimannuronat
Gambar 1. Struktur Poliguluronat dan Polimannuronat pada alginat
Blok penyusun alginat adalah asam -D-mannuronat dan -L-guluronat yang dihubungkan dengan ikatan 14. Perbandingan antara mannuronat dan guluronat (rasio M/G) dalam alginat umumnya 1.5, dengan beberapa variasi tergantung jenis rumput laut
sebagai sumbernya. Jumlah relatif dan keberadaan kedua monomer serta susunan
sekuen dalam rantai polimer alginat berhubungan dengan sumber alginat baik secara
genetik maupun lingkungan (Alvares & Carmona, 2007; Yabur et al. 2007). Alginat
yang diekstrak dari Laminaria hyperborea mempunyai M/G rasio 0.4 - 1.0 (Belitz &
Grosch, 2004). Menurut Draget et al. (2005), kandungan M/G Laminaria hyperborea
juga ditentukan oleh bagian tanaman di mana pada daun memiliki perbandingan 0.91
dan di bagian dahan 0.41. Secara umum, pada Laminaria sp. kandungan poliguluronat
pada dahan lebih tinggi dibandingkan pada bagian daun (Draget et al. 1994).
Rasio M/G pada rumput laut lainnya yaitu Lessonia negrescens 1-1.5 (Draget et
al. 1998; Zheng et al. 1998). Hasil penelitian Miller (1996) tentang komposisi dan
rendemen alginat dari beberapa rumput laut di New Zealand disajikan pada Tabel 4.
Penelitian tentang rasio M/G untuk rumput laut yang ada di Indonesia belum banyak
dilakukan. Rasio M/G yang pernah dilaporkan yaitu untuk rumput laut dari marga
Sargassum sebesar 0.8 dengan komposisi M = 44%, G = 56 %, MM = 27%, MG + GM
= 31% dan GG = 42% (Sujatmiko, 1993). Sementara untuk rumput laut Turbinaria sp.
dari perairan Indonesia belum pernah dilaporkan. Rasio M/G Turbinaria conoides dari
perairan India Selatan dilaporkan berkisar 0.6 0.8 (Jothisaraswathi et al. 2006).
-
23
Tabel 4. Komposisi dan rendemen alginat dari beberapa rumput laut di New Zealand (Miller, 1996)
Rumput Laut Rasio M:G MGM (%)* Rendemen
(%)
Durvillaeles Durvillaea antartica 3.0 15 53 Fucales Cystophora torulosa 0.99 26 14 Carpophyllum mashalocarpum 0.94 23 11 Hormosira banksii 1.31 30 22 Xiphophora chondrophylla 1.36 25 24 Laminariales Lessonia variegatta 1.95 21 18 Ecklonia radiata 1.60 24 19 Scytosiphonales Scytosiphon lomentaria 0.67 11 6 Chordariales Splachnidium rugosum 0.56 16 14 Papenfusiella lutea 0.53 13 7 Myrigloeia intestinalis 0.33 10 5
*) Persentase asam uronat dalam bentuk blok polimer berseling
Kandungan monomer alginat dan viskositasnya bervariasi berdasar musim, dan
selalu meningkat dari terendah pada fase rumput laut muda dan tertinggi pada fase
dewasa. Viskositas alginat secara nyata berubah dengan perubahan proporsi asam
guluronat (G). Semakin tinggi proporsi asam guluronat dalam alginat akan
menghasilkan viskositas yang lebih tinggi (Jothisaraswathi et al. 2006; Yunizal, 2004).
Selama pembentukan gel alginat, kation bervalensi dua lebih memilih mengikat
blok asam guluronat dibandingkan asam mannuronat. Semakin tinggi kandungan asam
guluronat dan blok homopolimer maka akan menyebabkan semakin kuat interaksi
antara alginat dan kalsium, yang akan menghasilkan gel yang lebih kuat dan stabil.
Sebaliknya, semakin tinggi asam mannuronat menghasilkan gel yang lebih lemah dan
lebih elastis, dengan perilaku freez-thaw stability yang lebih baik (Poncelet, 2001 diacu
dalam Reis et al. 2006). Alginat dengan kandungan asam mannuronat yang tinggi
membentuk gel yang lemah baik pada konsentrasi Ca2+ rendah maupun tinggi.
Nilai konstanta disosiasi mannuronat dilaporkan sebesar 3.38 dan guluronat
sebesar 3.65 (Haug, 1964 diacu dalam Draget et al. 2005). Alginat dengan kandungan
monomer asam guluronat (G) yang tinggi cenderung mengendap pada pH lebih tinggi
dibandingkan alginat yang kaya akan asam mannuronat (M). Alginat dengan kandungan
blok heteropolimer M-G akan mengendap pada pH yang lebih rendah dibanding alginat
-
24
dengan komposisi monomer mannuronat atau guluronat. Dilaporkan bahwa alginat dari
Ascophyllum nodosum yang kaya akan blok heteropolimer M-G masih larut pada pH
yang sangat rendah yaitu 1.4 (Draget et al. 2005).
Berat molekul alginat adalah 32 200 kdal, berhubungan erat dengan derajat
polimerisasi 180 930. Nilai pK gugus karboksil adalah 3.4 4.4. Alginat bersifat larut
air dalam bentuk garam alkali, magnesium, amonia atau amin (Belitz & Grosch, 2004).
Alginat tidak larut air dalam bentuk garam kalsium alginat atau asam alginat (Winarno,
1990 diacu dalam Syahrul, 2005). Viskositas larutan alginat dipengaruhi oleh berat
molekul dan efek perlawanan ion dari garamnya. Pada kondisi larutan tanpa kation
bervalensi dua atau tiga atau dengan adanya bahan pengkhelat, viskositas larutan alginat
rendah. Sebaliknya, dengan peningkatan kation multivalen (seperti kalsium) ada
peningkatan viskositas yang bersifat paralel. Oleh karena itu, viskositas larutan alginat
dapat diatur sesuai keinginan. Proses freezing dan thawing larutan Na-alginat yang
mengandung ion Ca2+ dapat menghasilkan peningkatan viskositas lebih lanjut (Belitz &
Grosch, 2004).
2.4 Pemanfaatan Alginat
Pemanfaatan alginat didasarkan pada tiga sifat utamanya yaitu yang pertama
kemampuannya dalam menaikkan viscositas larutan apabila alginat dilarutkan dalam
air. Kedua adalah kemampuan alginat untuk membentuk gel, dimana gel akan terbentuk
jika pada larutan natrium alginat ditambahkan garam Ca. Gel terbentuk karena adanya
reaksi kimia dimana Ca akan menggantikan posisi natrium dari alginat dan mengikat
molekul alginat yang panjang. Proses ini tidak memerlukan panas, dan gel yang
terbentuk tidak akan meleleh jika dipanaskan. Berbeda dengan gel agar dimana air harus
dipanaskan sampai suhu 80oC untuk melarutkan agar dan gel terbentuk pada suhu di
bawah 40oC. Sifat ketiga dari alginat adalah kemampuannya untuk membentuk film dari
natrium atau kalsium alginat dan fiber dari kalsium alginat (Anonim, 2007a).
Alginat paling banyak digunakan dalam industri tekstil yaitu sekitar 50%,
industri pangan 30%, industri kertas 6%, welding rods 5%, farmasi 5% dan lain-lainnya
4% (Mc. Hugh, 2008). Pada industri pangan, alginat digunakan sebagai pengental,
pembentuk gel, stabilizer, pembentuk bodi, agen emulsi dan pesuspensi. Sebagai
pengental dan emulsi, alginat digunakan dalam pembuatan saos dan sirup serta topping
untuk es krim (Anonim, 2007a).
-
25
Natrium alginat dapat meningkatkan stabilitas produk dan mengurangi
terpisahnya fase air dan minyak dari produk-produk seperti salad dressing dan
mayonaise (Velez et al. 2003). Alginat dipakai dalam menstabilkan emulsi seperti pada
minuman emulsi (Paraskevopoulou et al. 2005). Alginat dapat meningkatkan tekstur,
dan memperbaiki penampilan dari yoghurt. Dalam produk es krim, alginat digunakan
sebagai stabilizer menggantikan pati dan karaginan. Disamping menjaga es krim agar
tidak mudah meleleh, natrium alginat juga tidak membentuk kristal es dan membuat
produk menjadi lebih lembut dan enak (Anonim, 2007a). Alginat juga dapat
diaplikasikan untuk minuman campuran seperti es loli, es juice buah, dan sebagainya.
Jika alginat ditambahkan pada produk keju, produk tersebut tidak akan lengket dengan
pembungkusnya. Lebih lanjut natrium alginat dapat menjaga produk tetap berada dalam
kondisi baik (Anonim, 2007a; Draget et al. 2005).
Selain itu alginat juga digunakan dalam produk jelli untuk pencuci mulut. Jeli
dibuat dari campuran alginat-kalsium dan sering disebut sebagai jeli instan karena
pembuatannya yang mudah dan sederhana yaitu hanya dengan mencampurkan serbuk
jeli dengan air atau susu tanpa pemanasan (Anonim, 2007b). Alginat juga banyak
digunakan sebagai bahan pada proses imobilisasi enzim atau sel serta pembentukan
bahan biokompatible (Eroglu et al. 2006; Jork et al. 2000; Pelletier et al. 2000; Yabur
et al. 2007).
Alginat juga digunakan dalam produk makanan yang direstrukturisasi atau
dibentuk kembali. Contoh produk restrukturisasi adalah daging yang dibuat dengan cara
menyatukan serpihan daging dan dibentuk kembali menjadi seperti potongan daging
dengan pengikat atau binder berupa serbuk natrium alginat, kalsium karbonat, asam
laktat dan kalsium laktat. Produk yang dihasilkan dapat berupa nugget, roast, meat loaf
dan steak. Ketika alginat dicampur dengan daging, alginat tersebut akan membentuk gel
dan mengikat serpihan-serpihan daging tersebut menjadi satu. Dalam produk ini alginat
yang ditambahkan biasanya lebih dari 1%. Prinsip yang sama dapat diterapkan untuk
pembuatan daging udang sintetis dengan menggunakan alginat, protein seperti
konsentrat protein kedelai dan flavor. Untuk pembuatan produk restrukturisasi fillet
ikan digunakan daging ikan cincang dan gel kalsium alginat (Anonim, 2007a).
2.5 Sifat Rheologi Alginat
Dalam bentuk larutan, alginat berperan sangat baik sebagai pengental atau
meningkatkan viskositas larutan pada konsentrasi yang rendah. Viskositas larutan
-
26
alginat menurun dengan meningkatnya suhu dan menunjukkan perilaku seperti cairan
pseudoplastik. Larutan alginat tidak stabil pada pH rendah, karena di bawah pH 4
alginat tidak larut dan membentuk endapan atau gel asam. Pada kondisi terdapat ion
Ca2+ alginat dapat membentuk gel yang tahan terhadap perubahan suhu (thermostabel
gel) dengan mengikat kation di antara dua blok asam guluronat yang berseberangan.
Daerah asam guluronat dalam rantai alginat dapat membentuk suatu konformasi utuh
yang menyediakan daerah bermuatan negatif, yang memungkinkan menangkap ion Ca2+
dan hal ini memungkinkan terbentuknya ikatan dengan daerah asam guluronat dari
rantai lainnya karena adanya perbedaan muatan. Daerah guluronat berperan sebagai
daerah penyambung, sedangkan daerah mannuronat dan campuran mannuronat-
guluronat nerupakan daerah yang tidak berikatan (Ramsden, 2004).
Adanya kation, pelarut atau polimer pada umumnya mempengaruhi sifat-sifat
hidrokoloid terlarut, antara lain peningkatan viskositas, pembentukan gel dan
pengendapan. Senyawa ini akan berkolaborasi dengan hidrokoloid dalam proses
pengikatan air atau hidrasi (King, 1983 diacu dalam Syahrul, 2005). Larutan alginat
akan bereaksi dengan kation-kation divalen dan trivalen untuk membentuk gel. Gel akan
terbentuk pada suhu kamar dan gel tersebut tidak akan mencair bila dipanaskan. Gel-gel
ini dapat diaplikasikan pada bermacam-macam industri khususnya dengan
menggunakan kalsium (Ca) sebagai ion divalen. Larutan asam alginat dapat membentuk
gel yang lebih lunak dari gel kalsium alginat. Gel dari asam alginat dapat mencair dalam
mulut sehingga dapat diaplikasikan dalam industri makanan (Mc. Hugh, 1987 diacu
dalam Syahrul, 2005 ).
Bila ion Ca2+ ditambahkan sedikit demi sedikit dalam larutan natrium alginat
1%, maka pada konsentrasi ion Ca2+ sebanyak 1% sudah cukup menggantikan beberapa
ion Na+ dan akan membentuk ikatan silang. Penggantian sekitar 10% ion Na+ dengan
ion Ca2+ menghasilkan peningkatan viskositas larutan, sebagai akibatnya pergerakan
rantai molekul menjadi sempit. Lebih banyak penggantian sekitar 35% ion Na+ akan
mengimobilisasi sistem membentuk gel yang lemah. Pada tahap ini terbentuk suatu
sistem sensifitas pergeseran molekul, yang bila pengadukan dihentikan akan kembali
membentuk larutan kental atau gel lemah. Penggantian diatas 35% ion Na+ akan
menghentikan pergeseran ini dan membentuk struktur gel, yang tidak akan kembali lagi
membentuk larutan yang homogen (Littlecott, 1982 diacu dalam Syahrul, 2005).
Larutan alginat merupakan cairan yang bersifat non-newtonian dengan perilaku
cairan bersifat pseudoplastik, dimana viskositas semakin rendah dengan meningkatnya
-
27
shear rate. Viskositas dan perilaku cairan alginat juga bergantung pada konsentrasi
alginat dalam larutan dimana semakin rendah konsentrasi alginat akan menghasilkan
viskositas yang semakin rendah dengan perilaku cairan lebih bersifat newtonian.
Viskositas alginat dan perilaku alirannya juga dipengaruhi oleh adanya kandungan gula
dalam larutan, dimana semakin tinggi kandungan gula akan meningkatkan viskositas
larutan alginat (Cancela et al. 2003).
2.6 Teknik pembentukan gel alginat
Pada prakteknya ada tiga metode yang digunakan untuk pembentukan gel yaitu
metode pembentukan dengan cara difusi, internal dan dengan pendinginan.
2.6.1 Pembentukan gel dengan cara difusi
Teknik difusi merupakan teknik pembentukan gel yang paling sederhana. Gel
dibentuk dengan cara membiarkan ion kalsium berdifusi kedalam larutan alginat.
Karena proses difusi berjalan lambat, pendekatan dengan cara ini hanya efektif bila
diaplikasikan untuk pembuatan film, coating, pimiento strip atau sebagai pembungkus
gel yang tipis di bagian permukaan suatu produk makanan seperti onion ring. Laju
difusi dapat ditingkatkan dengan menambah konsentrasi kalsium dalam proses
pembentukan gel. Metode ini menghasilkan gel yang tidak homogen dimana pada
bagian permukaan lebih kuat dan semakin ke dalam gel yang terbentuk semakin lemah
sejalan dengan proses difusi kalsium dari permukaan ke bagian dalam produk (Anonim,
2007b). Tidak homogennya gel yang terbentuk dengan teknik difusi ini disebabkan
karena reaksi antara kation multivalensi dengan alginat sangat cepat dan bersifat tidak
dapat balik (irreversible), yang merupakan sifat specifik alginat (Draget et al. 2005).
Metode ini berhasil diaplikasikan pada beberapa produk pangan restrukturisasi seperti
pada pembuatan restrukturisasi daging ikan dengan penggunaan konsentrasi alginat
1.7% dan pembentukan gel dibantu dengan penyemprotan larutan kalsium klorida pada
produk yang telah dicetak, dan setelah gel terbentuk pada permukaan pembentukan gel
lebih lanjut diselesaikan dalam setting bath yang terdiri dari kalsium laktat 1%, asam
laktat 1% dan kalsium klorida 8% (Anonim, 2007b). Metode pembentukan gel dengan
cara difusi sangat populer diaplikasikan pada teknik imobilisasi material seperti enzim
atau sel (Draget, 2000, Outokesh et al. 2006).
2.6.2 Pembentukan gel dengan cara internal (internal setting)
Pada teknik pembentukan gel secara internal, ion kalsium dilepaskan dari
senyawa atau kompleks dengan pengaturan kondisi di dalam sistem. Pada penggunaan
-
28
kasium sebagai agen pembentuk gel, kalsium karbonat yang tidak larut atau kalsium
sulfat yang sedikit larut dapat digunakan. Penggunaan kalsium lain yang lebih larut
dapat dilakukan dengan membuat ion Ca2+ dalam bentuk kompleks dengan agen
pengkelat (EDTA, citrat dll). Aktifasi dari ion pembentuk ikatan silang ini dilakukan
dengan perubahan pH oleh penambahan asam organik atau laktones. Penurunan pH
menyebabkan lepasnya ion Ca2+ dari CaCO3 atau senyawa kompleksnya dan akan
bereaksi dengan alginat membentuk gel. Setiap agen pengkhelat mempunyai kisaran pH
tertentu untuk melepaskan ion Ca2+ sehingga penggunaannya disesuaikan dengan jenis
produk pangan yang akan dibuat (Draget, 2000). Pembentukan gel dengan cara internal
menghasilkan gel yang seragam sehingga dapat diaplikasikan pada produk pangan
seperti puding dan produk pencuci mulut lainnya. Tidak seperti gel gelatin, gel alginat
ini tidak bersifat thermo reversible dan dapat digunakan sebagai pencuci mulut di
negara yang memiliki suhu yang cukup tinggi untuk melelehkan gel gelatin (Draget,
2000).
2.6.3 Pembentukan gel dengan pendinginan
Metode ketiga untuk pembentukan gel alginat ini melibatkan pelarutan bahan-
bahan pembentuk gel seperti alginat, garam kalsium, asam dan sequestrant dalam air
panas dan pembentukan gel terjadi karena proses pendinginan. Garam kalsium dan
sequestrant yang digunakan dalam sistem ini sama dengan yang digunakan dalam
teknik internal. Meskipun ion Ca2+ yang digunakan untuk reaksi pembentukan telah
tersedia dalam larutan bersama dengan alginat, pembentukan gel tidak terjadi pada suhu
tinggi karena rantai alginat memiliki energi panas yang terlalu besar untuk terjadinya
pengikatan. Pada saat larutan didinginkan kalsium akan menginduksi pengikatan antar
molekul dan menghasilkan gel (Anonim, 2007b).
Hal yang menarik dari tipe gel ini adalah kestabilannya terhadap proses sineresis
atau kehilangan air dari jaringan bisa diminimalkan. Kestabilan ini terjadi karena
kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan gel tersedia dalam larutan untuk semua
molekul alginat dalam waktu bersamaan yang menyebabkan terbentuknya jaringan yang
stabil secara thermodinamik. Sebaliknya dalam teknik difusi, molekul alginat yang
jaraknya paling dekat dengan ion kalsium dalam proses pembentukan gel akan bereaksi
paling awal. Sedangkan untuk teknik internal, molekul yang pertama kali bereaksi
adalah molekul yang jaraknya paling dekat dengan partikel makroskopis dari garam
kalsium yang terlarut. Oleh karena itu pada kedua sistem ini (difusi dan internal setting)
-
29
molekul alginat tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pengikatan dalam waktu
yang bersamaan sehingga hasilnya gel yang terbentuk tidak stabil. Ketidakstabilan ini
menyebabkan terjadinya sineresis dan pengkerutan gel. Untuk situasi produk tertentu,
suatu langkah harus diambil untuk menjaga agar sineresis dan pengkerutan gel yang
terjadi masih berada pada tahap yang dapat diterima (Anonim, 2007b).
2.7 Kation Penginduksi Pembentukan Gel Alginat
Beberapa kation khususnya yang bersifat multivalensi mampu menginduksi
pembentukan gel pada alginat melalui karakteristik pengikatan ion yang specifik pada
alginat. Penelitian menunjukkan bahwa sifat pengikatan ion bersifat selektif, khususnya
terhadap beberapa ion logam alkali tanah (misalnya pengikatan ion Ca2+ relatif lebih
kuat dibanding Mg2+). Pengikatan ion ini meningkat dengan meningkatnya kandungan
residu -L-guluronat dalam rantai alginat (Draget et al. 2005). Kation multivalensi yang paling banyak digunakan sebagai bahan penginduksi
pembentukan gel alginat adalah Ca2+ (Broderick et al. 2006; Draget et al. 1998; Draget
et al. 2001; Eroglu et al. 2006; Mancini et al. 1999; Outokesh et al. 2006). Kation lain
yang juga menginduksi pembentukan gel alginat adalah Cu2+ dan Mg 2+ (Zheng et al.
1998). Kation bervalensi dua lainnya yang dapat menginduksi pembentukan gel alginat
adalah Fe, Mn, Co, Ni, Zn, Cd, Sr, Pb dan Ba (Glicskman, 1982). Meskipun demikian
kation selain Ca2+ tidak biasa digunakan dalam produk pangan. Kalsium merupakan
kation yang paling banyak digunakan dalam produk pangan karena beberapa alasan
seperti harganya yang murah, ketersediaannya yang mudah dan sifatnya yang non-toxic
(Mc. Hugh, 2008).
Jumlah ion Ca2+ yang dibutuhkan untuk membentuk gel alginat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kandungan guluronat dalam alginat, adanya senyawa
pengkhelat, dan pH. Marrs & Titoria (2004) berhasil mendapatkan gel alginat yang
cukup kuat dengan konsentrasi ion Ca2+ dalam sistem sebesar 5 mM bersama-sama
dengan glukono--lactone (GDL) 30 mM dan sekuestran EGTA 5 mM. Menurut Draget
et al. (2001), pada konsentrasi 1 % alginat yang kaya poli guluronat, konsentrasi ion
Ca2+ dalam sistem lebih besar dari 10 mM akan menyebabkan kenaikan sineresis yang
cukup nyata. Pada konsentrasi 30 mM ion Ca2+ dan kadar GDL yang sama, sineresis gel
dapat mencapai 20%. Pada penelitian lain, penggunaan CaCO3 15 mM dan GDL 30 mM
dapat menghasilkan gel yang homogen dengan sineresis yang masih rendah.
Penggunaan CaCO3 lebih besar dari nilai tersebut menaikkan sineresis yang nyata
(Draget et al. 1991).
-
30
2.8 Interaksi Alginat dengan Bahan Lain
Beberapa polisakarida seperti agar, karaginan dan alginat dilaporkan dapat
berinteraksi dengan polisakarida lainnya dan menghasilkan karakteristik gel yang
berbeda. Keberadaan locust bean gum (LBG) dilaporkan dapat memperbaiki tekstur gel
kalsium alginat dengan menurunkan elastisitas gel dan memperbaiki keseragaman gel
yang terlihat dari karakteristik pecah yang lebih halus. Tanpa penambahan LBG, gel
kalsium alginat sangat elastis dan kenyal sehingga kurang baik dalam produk pangan.
LBG dilaporkan sedikit mempengaruhi rigiditas gel alginat (Marrs & Titoria, 2004).
Hoefler (2004), melaporkan bahwa alginat berinteraksi secara sinergistik dengan
LBG, guar gum, taraya gum, dan tragacant menghasilkan peningkatan viskositas.
Dengan konjac dan gum arabik, alginat dilaporkan memberikan efek additif, dan dengan
agar berinteraksi dengan sinergistik menghasilkan penurunan kekuatan gel.
Alginat juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan mucin menghasilkan
peningkatan elastisitas cairan viskous dan menghasilkan gel yang bersifat viskoelastic.
Gel yang terbentuk dari campuran alginat dan mucin bersifat transparan dan selama
penyimpanan tidak terjadi peningkatan kekeruhan. Jumlah alginat minimal yang
dibutuhkan untuk membentuk gel dengan mucin adalah 1 mg/ml alginat dan 9 mg/ml
mucin. Pada konsentrasi alginat dibawah nilai tersebut gel tidak terbentuk (Taylor et al.
2005). Sodium alginat dilaporkan berinteraksi secara sinergisme dengan kationik guar
gum (guar gum dalam bentuk ammonium hydroxy-propyl-trimethyl chloride) dan
menghasilkan kekuatan gel maksimal pada perbandingan masa kationik guar gum:
sodium alginat 0.6, yang dicampur pada suhu 700C, dengan konsentrasi garam 1.0 mol/l
selama 30 menit pada pH 8 (Bao et al. 2004).
2.9 Locust Bean Gum (LBG)
Locust bean gum atau yang dikenal sebagai Carob gum atau Carob bean gum
adalah galaktomanan yang diekstrak dari biji pohon Carob. LBG larut dalam air panas
dan terdispersi dalam air panas maupun dingin menghasilkan larutan dengan pH 5.4 7.
LBG merupakan polisakarida hidrokoloid dengan berat molekul tinggi yang tersusun
oleh unit galaktosa dan manosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. LBG dapat
digunakan sebagai bahan pengental maupun pembentuk gel dalam teknologi pangan.
Fungsi utama LBG adalah sebagai bahan pengental dan penstabil. LBG dapat diubah
menjadi gel dengan penambahan sedikit natrium borat (Anonim, 2008b). Struktur LBG
disajikan pada Gambar 2.
-
31
Gambar 2. Struktur kimia LBG
3.0 Status Keamanan Alginat dan Turunannya
Status keamanan alginat dalam bentuk asam dan amonium, kalsium, dan garam
sodiumnya telah dievaluasi oleh JECFA pada pertemuan ke-39 tahun 1992, dan
dinyatakan aman sehingga tidak ada angka Acceptable Daily Intake (ADI) yang spesifik
(not specified). Sedangkan produk turunannya yaitu propylene glycol alginat ditetapkan
nilai ADI sebesar 0-25 mg/kg berat tubuh pada pertemuan yang ke-17 (Draget, 2000).
Amonium, kalsium, kalium dan sodium alginat termasuk dalam kelompok penstabil
yang secara umum dinyatakan aman di US. Glukono--lactone (GDL) merupakan bahan
tambahan pangan yang berfungsi sebagai pengatur keasaman atau sekuestran yang
relatif aman dan tidak mempunyai angka ADI yang spesifik (Branen et al. 2001).
Beberapa peneliti menyarankan besarnya ADI untuk GDL yaitu 0-50 mg/kg berat tubuh
(Anonim, 2007c).
Keterangan: Perbandingan mannose:galaktose ~ 4:1