tinjauan pustaka 2009sub-3

13
19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alginat dan Rumput Laut Penghasilnya di Indonesia Alginat terdapat pada alga coklat (Phaeophyceae) yang berperan sebagai komponen penguat pada dinding selnya. Kandungan alginat dalam rumput laut coklat sangat melimpah dapat mencapai 40% dari berat kering rumput laut (Draget et al. 2005). Sumber utama untuk industri alginat dunia adalah Macrocystis pyrifera. Beberapa spesies Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum juga memiliki potensi yang besar sebagai sumber alginat (Belitz & Grosch, 2004). Menurut Draget et al. (2005), alginat komersial diproduksi dari rumput laut Laminaria hyperborea, Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Eclonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antartica dan Sargassum spp. Rumput laut coklat penghasil alginat (alginofit) yang paling banyak penyebarannya di perairan Indonesia adalah spesies dari marga Sargassum dan disusul dari marga Turbinaria (Sujatmiko, 1994; Yunizal, 2004). Menurut Kadi dan Atmadja (1988), ada banyak jenis Sargassum sebagai penghasil alginat seperti Sargassum duplicatum, Sargassum histrix, Sargassum echinocarpum, Sargassum gracilimum, Sargassum binderi, Sargassum polycystum, Sargassum microphylum, Sargassum crassifolium, Sargassum aquafolium, Sargassum vulgare, dan Sargassum polyceratium. Jenis dan distribusi beberapa rumput laut coklat disajikan pada Tabel 1. Kandungan alginat dan komposisi penyusun alginat dari masing-masing rumput laut sangat beragam dan dipengaruhi beberapa faktor seperti spesies daerah dan iklim asal rumput laut, umur, bagian tanaman, dan kondisi lingkungan dimana rumput laut tumbuh (Alvares & Carmona, 2007; Belitz & Grosch, 2004; Draget, 2000; Jothisaraswathi et al. 2006; Miller, 1996; Soegiarto et al. 1978). 2.2 Ekstraksi dan Viskositas Alginat dari Alginofit asal Perairan Indonesia Alginat pertama kali diekstraksi oleh Stanford pada tahun 1881 dari rumput laut coklat. Modifikasi metode ekstraksi Stanford dilakukan dengan proses “green cold” dan telah diterapkan dalam beberapa industri alginat di Jepang (Anonim, 2007 a ). Metode ekstraksi alginat dari rumput laut di perairan Indonesia pertama kali dilakukan dengan memodifikasi Metode ekstraksi “Green Cold” dan “Le Gloahec-Helter” oleh Yani pada tahun 1988 (Syahrul, 2005). Metode ekstraksi dengan menggunakan Na 2 CO 3 dan CaCl 2 juga telah dilakukan oleh Anggadiredja pada tahun 1992 (Angkasa et al. 1996).

Upload: fadli-hmi

Post on 21-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pustaka

TRANSCRIPT

  • 19

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Alginat dan Rumput Laut Penghasilnya di Indonesia

    Alginat terdapat pada alga coklat (Phaeophyceae) yang berperan sebagai

    komponen penguat pada dinding selnya. Kandungan alginat dalam rumput laut coklat

    sangat melimpah dapat mencapai 40% dari berat kering rumput laut (Draget et al.

    2005). Sumber utama untuk industri alginat dunia adalah Macrocystis pyrifera.

    Beberapa spesies Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum juga memiliki potensi yang

    besar sebagai sumber alginat (Belitz & Grosch, 2004). Menurut Draget et al. (2005),

    alginat komersial diproduksi dari rumput laut Laminaria hyperborea, Macrocystis

    pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Eclonia

    maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antartica dan Sargassum spp.

    Rumput laut coklat penghasil alginat (alginofit) yang paling banyak

    penyebarannya di perairan Indonesia adalah spesies dari marga Sargassum dan disusul

    dari marga Turbinaria (Sujatmiko, 1994; Yunizal, 2004). Menurut Kadi dan Atmadja

    (1988), ada banyak jenis Sargassum sebagai penghasil alginat seperti Sargassum

    duplicatum, Sargassum histrix, Sargassum echinocarpum, Sargassum gracilimum,

    Sargassum binderi, Sargassum polycystum, Sargassum microphylum, Sargassum

    crassifolium, Sargassum aquafolium, Sargassum vulgare, dan Sargassum polyceratium.

    Jenis dan distribusi beberapa rumput laut coklat disajikan pada Tabel 1.

    Kandungan alginat dan komposisi penyusun alginat dari masing-masing rumput

    laut sangat beragam dan dipengaruhi beberapa faktor seperti spesies daerah dan iklim

    asal rumput laut, umur, bagian tanaman, dan kondisi lingkungan dimana rumput laut

    tumbuh (Alvares & Carmona, 2007; Belitz & Grosch, 2004; Draget, 2000;

    Jothisaraswathi et al. 2006; Miller, 1996; Soegiarto et al. 1978).

    2.2 Ekstraksi dan Viskositas Alginat dari Alginofit asal Perairan Indonesia

    Alginat pertama kali diekstraksi oleh Stanford pada tahun 1881 dari rumput laut

    coklat. Modifikasi metode ekstraksi Stanford dilakukan dengan proses green cold dan

    telah diterapkan dalam beberapa industri alginat di Jepang (Anonim, 2007a). Metode

    ekstraksi alginat dari rumput laut di perairan Indonesia pertama kali dilakukan dengan

    memodifikasi Metode ekstraksi Green Cold dan Le Gloahec-Helter oleh Yani pada

    tahun 1988 (Syahrul, 2005). Metode ekstraksi dengan menggunakan Na2CO3 dan CaCl2

    juga telah dilakukan oleh Anggadiredja pada tahun 1992 (Angkasa et al. 1996).

  • 20

    Tabel 1. Jenis dan penyebaran rumput laut coklat di Indonesia Jenis Penyebaran

    Chyboospora pasifica Jawa

    Dictyota apiculata Sulawesi

    Hydroclatharus Kalimantan, Jawa, Timor, Irian, Sumbawa

    Padina australis Sumatra, Jawa, Sumbawa, Sulawesi

    Sargassum aquifolium Tersebar Luas

    Sargassum silicuosum Jawa, Sulawesi, Aru, Kei, Irian

    Sargassum polycystum Tersebar luas

    Turbinaria ornata Tersebar luas Turbinaria conoides Tersebar luas

    Sumber: Soegiarto,1978 diacu dalam Sujatmiko, 1993

    Metode ekstraksi lain dikembangkan oleh Istini dan Sujatmiko (1995), namun

    masih menghasilkan viskositas yang rendah yaitu untuk rumput laut Turbinaria

    conoides sebesar 21.33 cP dengan rendemen 19.07%. Purwoto (1995) telah melakukan

    ekstraksi dengan memodifikasi metode Yani dan Okazaki, namun viskositas alginat

    yang dihasilkan dari rumput laut Turbinaria conoides masih rendah yaitu 17.5 cP (pada

    konsentrasi 1%). Hasil ektraksi alginat dari rumput laut Sargassum ilicifolium dengan

    metode modifikasi oleh Murtini et al. (2000) telah menghasilkan viskositas yang lebih

    baik yaitu 467.7 cP. Viskositas alginat dari rumput laut Sargassum filipendula dengan

    metode ektraksi Capman & chapman (1980) menghasilkan viskositas 90 cP (Wikanta et

    al. 2000).

    Perbaikan metode ekstraksi oleh Basmal et al. (2002) menghasilkan alginat dari

    rumput laut Sargassum filipendula dengan viskositas 272.6 cP dengan rendemen 6,8%.

    Siswati (2002) melakukan modifikasi ekstraksi terhadap rumput laut Sargassum sp. dan

    menghasilkan rendemen 19% dengan viskositas 86.8 cP pada konsentrasi 1%. Rasyid

    (2003a) melakukan ekstraksi dengan menggunakan metode yang dimodifikasi oleh LIPI

    menghasilkan rendemen alginat dari Turbinaria conoides sebesar 25.65% dengan

    viskositas 560 cP (pada konsentrasi 2%). Dengan teknik yang sama, dari rumput laut

    Turbinaria decurens diperoleh rendemen sebesar 20.30% dengan viskositas 560 cP

    (Rasyid, 2003b).

    Berdasakan viskositasnya, alginat dapat dibedakan menjadi empat kelompok

    yaitu viskositas sangat rendah, viskositas rendah, viskositas sedang dan viskositas

    tinggi. Viskositas alginat berdasarkan konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel 2.

  • 21

    Tabel 2. Variasi viskositas larutan alginat pada suhu 200C (mPa.s). Tipe Alginat Konsentrasi (%)

    1 1.5 2 3 4 Viskositas sangat rendah 10 20 45 130 350 Viskositas rendah 20 60 180 650 2200 Viskositas sedang 350 1800 6000 tt tt Viskositas tinggi 800 4000 9000 tt tt

    Keterangan: tt = tidak terukur Sumber: Mc. Hugh, 2008

    Sebagai bahan tambahan pangan (food additives), natrium alginat harus

    memenuhi beberapa spesifikasi yang telah ditetapkan oleh JECFA khususnya mengenai

    tingkat kemurnian dan cemaran mikrobiologi seperti pada Tabel 3 berikut:

    Tabel 3. Spesifikasi mutu natrium alginat menurut JECFA 2006 Spesifikasi Natrium alginat Kemurnian: Susut pengeringan (kadar air)

    < 15%

    Bahan tidak larut air < 2% Arsen (As) < 3 mg/kg Timbal (Pb) < 5 mg/kg Mikrobiologi: TPC

    Kapang dan khamir Coliform Salmonella

    < 5000 koloni/g < 500 koloni/g

    Negatif Negatif

    Sumber: FAO, 2008

    2.3 Komposisi Alginat

    Secara kimia alginat adalah polisakarida yang tersusun oleh dua jenis asam

    uronat. Unit monomer alginat terdiri dari asam guluronic (G) dan manuronic (M) yang

    terususun dalam tiga jenis pengelompokan yaitu blok yang terdiri dari residu

    mannuronat dan guluronat yang berseling (MGMG-MGM.....), blok asam guluronat

    (GGGGGG...) dan blok asam mannuronat (MMM-MMM....) seperti pada Gambar 1

    (Gacesa, 1988; Wang et al. 2006). Menurut Ramsden (2004), asam mannuronat dan

    guluronat dalam rantai alginat bisa ditemukan berselang-seling, tetapi umumnya

    membentuk struktur blok kopolimer dengan daerah yang hanya mengandung asam

    guluronat dan daerah lain mengandung asam mannuronat. Pada rantai ujung biasanya

    tersusun oleh bidang mannuronat atau guluronat murni dengan beberapa daerah yang

    bercampur.

  • 22

    Poliguluronat Polimannuronat

    Gambar 1. Struktur Poliguluronat dan Polimannuronat pada alginat

    Blok penyusun alginat adalah asam -D-mannuronat dan -L-guluronat yang dihubungkan dengan ikatan 14. Perbandingan antara mannuronat dan guluronat (rasio M/G) dalam alginat umumnya 1.5, dengan beberapa variasi tergantung jenis rumput laut

    sebagai sumbernya. Jumlah relatif dan keberadaan kedua monomer serta susunan

    sekuen dalam rantai polimer alginat berhubungan dengan sumber alginat baik secara

    genetik maupun lingkungan (Alvares & Carmona, 2007; Yabur et al. 2007). Alginat

    yang diekstrak dari Laminaria hyperborea mempunyai M/G rasio 0.4 - 1.0 (Belitz &

    Grosch, 2004). Menurut Draget et al. (2005), kandungan M/G Laminaria hyperborea

    juga ditentukan oleh bagian tanaman di mana pada daun memiliki perbandingan 0.91

    dan di bagian dahan 0.41. Secara umum, pada Laminaria sp. kandungan poliguluronat

    pada dahan lebih tinggi dibandingkan pada bagian daun (Draget et al. 1994).

    Rasio M/G pada rumput laut lainnya yaitu Lessonia negrescens 1-1.5 (Draget et

    al. 1998; Zheng et al. 1998). Hasil penelitian Miller (1996) tentang komposisi dan

    rendemen alginat dari beberapa rumput laut di New Zealand disajikan pada Tabel 4.

    Penelitian tentang rasio M/G untuk rumput laut yang ada di Indonesia belum banyak

    dilakukan. Rasio M/G yang pernah dilaporkan yaitu untuk rumput laut dari marga

    Sargassum sebesar 0.8 dengan komposisi M = 44%, G = 56 %, MM = 27%, MG + GM

    = 31% dan GG = 42% (Sujatmiko, 1993). Sementara untuk rumput laut Turbinaria sp.

    dari perairan Indonesia belum pernah dilaporkan. Rasio M/G Turbinaria conoides dari

    perairan India Selatan dilaporkan berkisar 0.6 0.8 (Jothisaraswathi et al. 2006).

  • 23

    Tabel 4. Komposisi dan rendemen alginat dari beberapa rumput laut di New Zealand (Miller, 1996)

    Rumput Laut Rasio M:G MGM (%)* Rendemen

    (%)

    Durvillaeles Durvillaea antartica 3.0 15 53 Fucales Cystophora torulosa 0.99 26 14 Carpophyllum mashalocarpum 0.94 23 11 Hormosira banksii 1.31 30 22 Xiphophora chondrophylla 1.36 25 24 Laminariales Lessonia variegatta 1.95 21 18 Ecklonia radiata 1.60 24 19 Scytosiphonales Scytosiphon lomentaria 0.67 11 6 Chordariales Splachnidium rugosum 0.56 16 14 Papenfusiella lutea 0.53 13 7 Myrigloeia intestinalis 0.33 10 5

    *) Persentase asam uronat dalam bentuk blok polimer berseling

    Kandungan monomer alginat dan viskositasnya bervariasi berdasar musim, dan

    selalu meningkat dari terendah pada fase rumput laut muda dan tertinggi pada fase

    dewasa. Viskositas alginat secara nyata berubah dengan perubahan proporsi asam

    guluronat (G). Semakin tinggi proporsi asam guluronat dalam alginat akan

    menghasilkan viskositas yang lebih tinggi (Jothisaraswathi et al. 2006; Yunizal, 2004).

    Selama pembentukan gel alginat, kation bervalensi dua lebih memilih mengikat

    blok asam guluronat dibandingkan asam mannuronat. Semakin tinggi kandungan asam

    guluronat dan blok homopolimer maka akan menyebabkan semakin kuat interaksi

    antara alginat dan kalsium, yang akan menghasilkan gel yang lebih kuat dan stabil.

    Sebaliknya, semakin tinggi asam mannuronat menghasilkan gel yang lebih lemah dan

    lebih elastis, dengan perilaku freez-thaw stability yang lebih baik (Poncelet, 2001 diacu

    dalam Reis et al. 2006). Alginat dengan kandungan asam mannuronat yang tinggi

    membentuk gel yang lemah baik pada konsentrasi Ca2+ rendah maupun tinggi.

    Nilai konstanta disosiasi mannuronat dilaporkan sebesar 3.38 dan guluronat

    sebesar 3.65 (Haug, 1964 diacu dalam Draget et al. 2005). Alginat dengan kandungan

    monomer asam guluronat (G) yang tinggi cenderung mengendap pada pH lebih tinggi

    dibandingkan alginat yang kaya akan asam mannuronat (M). Alginat dengan kandungan

    blok heteropolimer M-G akan mengendap pada pH yang lebih rendah dibanding alginat

  • 24

    dengan komposisi monomer mannuronat atau guluronat. Dilaporkan bahwa alginat dari

    Ascophyllum nodosum yang kaya akan blok heteropolimer M-G masih larut pada pH

    yang sangat rendah yaitu 1.4 (Draget et al. 2005).

    Berat molekul alginat adalah 32 200 kdal, berhubungan erat dengan derajat

    polimerisasi 180 930. Nilai pK gugus karboksil adalah 3.4 4.4. Alginat bersifat larut

    air dalam bentuk garam alkali, magnesium, amonia atau amin (Belitz & Grosch, 2004).

    Alginat tidak larut air dalam bentuk garam kalsium alginat atau asam alginat (Winarno,

    1990 diacu dalam Syahrul, 2005). Viskositas larutan alginat dipengaruhi oleh berat

    molekul dan efek perlawanan ion dari garamnya. Pada kondisi larutan tanpa kation

    bervalensi dua atau tiga atau dengan adanya bahan pengkhelat, viskositas larutan alginat

    rendah. Sebaliknya, dengan peningkatan kation multivalen (seperti kalsium) ada

    peningkatan viskositas yang bersifat paralel. Oleh karena itu, viskositas larutan alginat

    dapat diatur sesuai keinginan. Proses freezing dan thawing larutan Na-alginat yang

    mengandung ion Ca2+ dapat menghasilkan peningkatan viskositas lebih lanjut (Belitz &

    Grosch, 2004).

    2.4 Pemanfaatan Alginat

    Pemanfaatan alginat didasarkan pada tiga sifat utamanya yaitu yang pertama

    kemampuannya dalam menaikkan viscositas larutan apabila alginat dilarutkan dalam

    air. Kedua adalah kemampuan alginat untuk membentuk gel, dimana gel akan terbentuk

    jika pada larutan natrium alginat ditambahkan garam Ca. Gel terbentuk karena adanya

    reaksi kimia dimana Ca akan menggantikan posisi natrium dari alginat dan mengikat

    molekul alginat yang panjang. Proses ini tidak memerlukan panas, dan gel yang

    terbentuk tidak akan meleleh jika dipanaskan. Berbeda dengan gel agar dimana air harus

    dipanaskan sampai suhu 80oC untuk melarutkan agar dan gel terbentuk pada suhu di

    bawah 40oC. Sifat ketiga dari alginat adalah kemampuannya untuk membentuk film dari

    natrium atau kalsium alginat dan fiber dari kalsium alginat (Anonim, 2007a).

    Alginat paling banyak digunakan dalam industri tekstil yaitu sekitar 50%,

    industri pangan 30%, industri kertas 6%, welding rods 5%, farmasi 5% dan lain-lainnya

    4% (Mc. Hugh, 2008). Pada industri pangan, alginat digunakan sebagai pengental,

    pembentuk gel, stabilizer, pembentuk bodi, agen emulsi dan pesuspensi. Sebagai

    pengental dan emulsi, alginat digunakan dalam pembuatan saos dan sirup serta topping

    untuk es krim (Anonim, 2007a).

  • 25

    Natrium alginat dapat meningkatkan stabilitas produk dan mengurangi

    terpisahnya fase air dan minyak dari produk-produk seperti salad dressing dan

    mayonaise (Velez et al. 2003). Alginat dipakai dalam menstabilkan emulsi seperti pada

    minuman emulsi (Paraskevopoulou et al. 2005). Alginat dapat meningkatkan tekstur,

    dan memperbaiki penampilan dari yoghurt. Dalam produk es krim, alginat digunakan

    sebagai stabilizer menggantikan pati dan karaginan. Disamping menjaga es krim agar

    tidak mudah meleleh, natrium alginat juga tidak membentuk kristal es dan membuat

    produk menjadi lebih lembut dan enak (Anonim, 2007a). Alginat juga dapat

    diaplikasikan untuk minuman campuran seperti es loli, es juice buah, dan sebagainya.

    Jika alginat ditambahkan pada produk keju, produk tersebut tidak akan lengket dengan

    pembungkusnya. Lebih lanjut natrium alginat dapat menjaga produk tetap berada dalam

    kondisi baik (Anonim, 2007a; Draget et al. 2005).

    Selain itu alginat juga digunakan dalam produk jelli untuk pencuci mulut. Jeli

    dibuat dari campuran alginat-kalsium dan sering disebut sebagai jeli instan karena

    pembuatannya yang mudah dan sederhana yaitu hanya dengan mencampurkan serbuk

    jeli dengan air atau susu tanpa pemanasan (Anonim, 2007b). Alginat juga banyak

    digunakan sebagai bahan pada proses imobilisasi enzim atau sel serta pembentukan

    bahan biokompatible (Eroglu et al. 2006; Jork et al. 2000; Pelletier et al. 2000; Yabur

    et al. 2007).

    Alginat juga digunakan dalam produk makanan yang direstrukturisasi atau

    dibentuk kembali. Contoh produk restrukturisasi adalah daging yang dibuat dengan cara

    menyatukan serpihan daging dan dibentuk kembali menjadi seperti potongan daging

    dengan pengikat atau binder berupa serbuk natrium alginat, kalsium karbonat, asam

    laktat dan kalsium laktat. Produk yang dihasilkan dapat berupa nugget, roast, meat loaf

    dan steak. Ketika alginat dicampur dengan daging, alginat tersebut akan membentuk gel

    dan mengikat serpihan-serpihan daging tersebut menjadi satu. Dalam produk ini alginat

    yang ditambahkan biasanya lebih dari 1%. Prinsip yang sama dapat diterapkan untuk

    pembuatan daging udang sintetis dengan menggunakan alginat, protein seperti

    konsentrat protein kedelai dan flavor. Untuk pembuatan produk restrukturisasi fillet

    ikan digunakan daging ikan cincang dan gel kalsium alginat (Anonim, 2007a).

    2.5 Sifat Rheologi Alginat

    Dalam bentuk larutan, alginat berperan sangat baik sebagai pengental atau

    meningkatkan viskositas larutan pada konsentrasi yang rendah. Viskositas larutan

  • 26

    alginat menurun dengan meningkatnya suhu dan menunjukkan perilaku seperti cairan

    pseudoplastik. Larutan alginat tidak stabil pada pH rendah, karena di bawah pH 4

    alginat tidak larut dan membentuk endapan atau gel asam. Pada kondisi terdapat ion

    Ca2+ alginat dapat membentuk gel yang tahan terhadap perubahan suhu (thermostabel

    gel) dengan mengikat kation di antara dua blok asam guluronat yang berseberangan.

    Daerah asam guluronat dalam rantai alginat dapat membentuk suatu konformasi utuh

    yang menyediakan daerah bermuatan negatif, yang memungkinkan menangkap ion Ca2+

    dan hal ini memungkinkan terbentuknya ikatan dengan daerah asam guluronat dari

    rantai lainnya karena adanya perbedaan muatan. Daerah guluronat berperan sebagai

    daerah penyambung, sedangkan daerah mannuronat dan campuran mannuronat-

    guluronat nerupakan daerah yang tidak berikatan (Ramsden, 2004).

    Adanya kation, pelarut atau polimer pada umumnya mempengaruhi sifat-sifat

    hidrokoloid terlarut, antara lain peningkatan viskositas, pembentukan gel dan

    pengendapan. Senyawa ini akan berkolaborasi dengan hidrokoloid dalam proses

    pengikatan air atau hidrasi (King, 1983 diacu dalam Syahrul, 2005). Larutan alginat

    akan bereaksi dengan kation-kation divalen dan trivalen untuk membentuk gel. Gel akan

    terbentuk pada suhu kamar dan gel tersebut tidak akan mencair bila dipanaskan. Gel-gel

    ini dapat diaplikasikan pada bermacam-macam industri khususnya dengan

    menggunakan kalsium (Ca) sebagai ion divalen. Larutan asam alginat dapat membentuk

    gel yang lebih lunak dari gel kalsium alginat. Gel dari asam alginat dapat mencair dalam

    mulut sehingga dapat diaplikasikan dalam industri makanan (Mc. Hugh, 1987 diacu

    dalam Syahrul, 2005 ).

    Bila ion Ca2+ ditambahkan sedikit demi sedikit dalam larutan natrium alginat

    1%, maka pada konsentrasi ion Ca2+ sebanyak 1% sudah cukup menggantikan beberapa

    ion Na+ dan akan membentuk ikatan silang. Penggantian sekitar 10% ion Na+ dengan

    ion Ca2+ menghasilkan peningkatan viskositas larutan, sebagai akibatnya pergerakan

    rantai molekul menjadi sempit. Lebih banyak penggantian sekitar 35% ion Na+ akan

    mengimobilisasi sistem membentuk gel yang lemah. Pada tahap ini terbentuk suatu

    sistem sensifitas pergeseran molekul, yang bila pengadukan dihentikan akan kembali

    membentuk larutan kental atau gel lemah. Penggantian diatas 35% ion Na+ akan

    menghentikan pergeseran ini dan membentuk struktur gel, yang tidak akan kembali lagi

    membentuk larutan yang homogen (Littlecott, 1982 diacu dalam Syahrul, 2005).

    Larutan alginat merupakan cairan yang bersifat non-newtonian dengan perilaku

    cairan bersifat pseudoplastik, dimana viskositas semakin rendah dengan meningkatnya

  • 27

    shear rate. Viskositas dan perilaku cairan alginat juga bergantung pada konsentrasi

    alginat dalam larutan dimana semakin rendah konsentrasi alginat akan menghasilkan

    viskositas yang semakin rendah dengan perilaku cairan lebih bersifat newtonian.

    Viskositas alginat dan perilaku alirannya juga dipengaruhi oleh adanya kandungan gula

    dalam larutan, dimana semakin tinggi kandungan gula akan meningkatkan viskositas

    larutan alginat (Cancela et al. 2003).

    2.6 Teknik pembentukan gel alginat

    Pada prakteknya ada tiga metode yang digunakan untuk pembentukan gel yaitu

    metode pembentukan dengan cara difusi, internal dan dengan pendinginan.

    2.6.1 Pembentukan gel dengan cara difusi

    Teknik difusi merupakan teknik pembentukan gel yang paling sederhana. Gel

    dibentuk dengan cara membiarkan ion kalsium berdifusi kedalam larutan alginat.

    Karena proses difusi berjalan lambat, pendekatan dengan cara ini hanya efektif bila

    diaplikasikan untuk pembuatan film, coating, pimiento strip atau sebagai pembungkus

    gel yang tipis di bagian permukaan suatu produk makanan seperti onion ring. Laju

    difusi dapat ditingkatkan dengan menambah konsentrasi kalsium dalam proses

    pembentukan gel. Metode ini menghasilkan gel yang tidak homogen dimana pada

    bagian permukaan lebih kuat dan semakin ke dalam gel yang terbentuk semakin lemah

    sejalan dengan proses difusi kalsium dari permukaan ke bagian dalam produk (Anonim,

    2007b). Tidak homogennya gel yang terbentuk dengan teknik difusi ini disebabkan

    karena reaksi antara kation multivalensi dengan alginat sangat cepat dan bersifat tidak

    dapat balik (irreversible), yang merupakan sifat specifik alginat (Draget et al. 2005).

    Metode ini berhasil diaplikasikan pada beberapa produk pangan restrukturisasi seperti

    pada pembuatan restrukturisasi daging ikan dengan penggunaan konsentrasi alginat

    1.7% dan pembentukan gel dibantu dengan penyemprotan larutan kalsium klorida pada

    produk yang telah dicetak, dan setelah gel terbentuk pada permukaan pembentukan gel

    lebih lanjut diselesaikan dalam setting bath yang terdiri dari kalsium laktat 1%, asam

    laktat 1% dan kalsium klorida 8% (Anonim, 2007b). Metode pembentukan gel dengan

    cara difusi sangat populer diaplikasikan pada teknik imobilisasi material seperti enzim

    atau sel (Draget, 2000, Outokesh et al. 2006).

    2.6.2 Pembentukan gel dengan cara internal (internal setting)

    Pada teknik pembentukan gel secara internal, ion kalsium dilepaskan dari

    senyawa atau kompleks dengan pengaturan kondisi di dalam sistem. Pada penggunaan

  • 28

    kasium sebagai agen pembentuk gel, kalsium karbonat yang tidak larut atau kalsium

    sulfat yang sedikit larut dapat digunakan. Penggunaan kalsium lain yang lebih larut

    dapat dilakukan dengan membuat ion Ca2+ dalam bentuk kompleks dengan agen

    pengkelat (EDTA, citrat dll). Aktifasi dari ion pembentuk ikatan silang ini dilakukan

    dengan perubahan pH oleh penambahan asam organik atau laktones. Penurunan pH

    menyebabkan lepasnya ion Ca2+ dari CaCO3 atau senyawa kompleksnya dan akan

    bereaksi dengan alginat membentuk gel. Setiap agen pengkhelat mempunyai kisaran pH

    tertentu untuk melepaskan ion Ca2+ sehingga penggunaannya disesuaikan dengan jenis

    produk pangan yang akan dibuat (Draget, 2000). Pembentukan gel dengan cara internal

    menghasilkan gel yang seragam sehingga dapat diaplikasikan pada produk pangan

    seperti puding dan produk pencuci mulut lainnya. Tidak seperti gel gelatin, gel alginat

    ini tidak bersifat thermo reversible dan dapat digunakan sebagai pencuci mulut di

    negara yang memiliki suhu yang cukup tinggi untuk melelehkan gel gelatin (Draget,

    2000).

    2.6.3 Pembentukan gel dengan pendinginan

    Metode ketiga untuk pembentukan gel alginat ini melibatkan pelarutan bahan-

    bahan pembentuk gel seperti alginat, garam kalsium, asam dan sequestrant dalam air

    panas dan pembentukan gel terjadi karena proses pendinginan. Garam kalsium dan

    sequestrant yang digunakan dalam sistem ini sama dengan yang digunakan dalam

    teknik internal. Meskipun ion Ca2+ yang digunakan untuk reaksi pembentukan telah

    tersedia dalam larutan bersama dengan alginat, pembentukan gel tidak terjadi pada suhu

    tinggi karena rantai alginat memiliki energi panas yang terlalu besar untuk terjadinya

    pengikatan. Pada saat larutan didinginkan kalsium akan menginduksi pengikatan antar

    molekul dan menghasilkan gel (Anonim, 2007b).

    Hal yang menarik dari tipe gel ini adalah kestabilannya terhadap proses sineresis

    atau kehilangan air dari jaringan bisa diminimalkan. Kestabilan ini terjadi karena

    kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan gel tersedia dalam larutan untuk semua

    molekul alginat dalam waktu bersamaan yang menyebabkan terbentuknya jaringan yang

    stabil secara thermodinamik. Sebaliknya dalam teknik difusi, molekul alginat yang

    jaraknya paling dekat dengan ion kalsium dalam proses pembentukan gel akan bereaksi

    paling awal. Sedangkan untuk teknik internal, molekul yang pertama kali bereaksi

    adalah molekul yang jaraknya paling dekat dengan partikel makroskopis dari garam

    kalsium yang terlarut. Oleh karena itu pada kedua sistem ini (difusi dan internal setting)

  • 29

    molekul alginat tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pengikatan dalam waktu

    yang bersamaan sehingga hasilnya gel yang terbentuk tidak stabil. Ketidakstabilan ini

    menyebabkan terjadinya sineresis dan pengkerutan gel. Untuk situasi produk tertentu,

    suatu langkah harus diambil untuk menjaga agar sineresis dan pengkerutan gel yang

    terjadi masih berada pada tahap yang dapat diterima (Anonim, 2007b).

    2.7 Kation Penginduksi Pembentukan Gel Alginat

    Beberapa kation khususnya yang bersifat multivalensi mampu menginduksi

    pembentukan gel pada alginat melalui karakteristik pengikatan ion yang specifik pada

    alginat. Penelitian menunjukkan bahwa sifat pengikatan ion bersifat selektif, khususnya

    terhadap beberapa ion logam alkali tanah (misalnya pengikatan ion Ca2+ relatif lebih

    kuat dibanding Mg2+). Pengikatan ion ini meningkat dengan meningkatnya kandungan

    residu -L-guluronat dalam rantai alginat (Draget et al. 2005). Kation multivalensi yang paling banyak digunakan sebagai bahan penginduksi

    pembentukan gel alginat adalah Ca2+ (Broderick et al. 2006; Draget et al. 1998; Draget

    et al. 2001; Eroglu et al. 2006; Mancini et al. 1999; Outokesh et al. 2006). Kation lain

    yang juga menginduksi pembentukan gel alginat adalah Cu2+ dan Mg 2+ (Zheng et al.

    1998). Kation bervalensi dua lainnya yang dapat menginduksi pembentukan gel alginat

    adalah Fe, Mn, Co, Ni, Zn, Cd, Sr, Pb dan Ba (Glicskman, 1982). Meskipun demikian

    kation selain Ca2+ tidak biasa digunakan dalam produk pangan. Kalsium merupakan

    kation yang paling banyak digunakan dalam produk pangan karena beberapa alasan

    seperti harganya yang murah, ketersediaannya yang mudah dan sifatnya yang non-toxic

    (Mc. Hugh, 2008).

    Jumlah ion Ca2+ yang dibutuhkan untuk membentuk gel alginat dipengaruhi oleh

    beberapa faktor seperti kandungan guluronat dalam alginat, adanya senyawa

    pengkhelat, dan pH. Marrs & Titoria (2004) berhasil mendapatkan gel alginat yang

    cukup kuat dengan konsentrasi ion Ca2+ dalam sistem sebesar 5 mM bersama-sama

    dengan glukono--lactone (GDL) 30 mM dan sekuestran EGTA 5 mM. Menurut Draget

    et al. (2001), pada konsentrasi 1 % alginat yang kaya poli guluronat, konsentrasi ion

    Ca2+ dalam sistem lebih besar dari 10 mM akan menyebabkan kenaikan sineresis yang

    cukup nyata. Pada konsentrasi 30 mM ion Ca2+ dan kadar GDL yang sama, sineresis gel

    dapat mencapai 20%. Pada penelitian lain, penggunaan CaCO3 15 mM dan GDL 30 mM

    dapat menghasilkan gel yang homogen dengan sineresis yang masih rendah.

    Penggunaan CaCO3 lebih besar dari nilai tersebut menaikkan sineresis yang nyata

    (Draget et al. 1991).

  • 30

    2.8 Interaksi Alginat dengan Bahan Lain

    Beberapa polisakarida seperti agar, karaginan dan alginat dilaporkan dapat

    berinteraksi dengan polisakarida lainnya dan menghasilkan karakteristik gel yang

    berbeda. Keberadaan locust bean gum (LBG) dilaporkan dapat memperbaiki tekstur gel

    kalsium alginat dengan menurunkan elastisitas gel dan memperbaiki keseragaman gel

    yang terlihat dari karakteristik pecah yang lebih halus. Tanpa penambahan LBG, gel

    kalsium alginat sangat elastis dan kenyal sehingga kurang baik dalam produk pangan.

    LBG dilaporkan sedikit mempengaruhi rigiditas gel alginat (Marrs & Titoria, 2004).

    Hoefler (2004), melaporkan bahwa alginat berinteraksi secara sinergistik dengan

    LBG, guar gum, taraya gum, dan tragacant menghasilkan peningkatan viskositas.

    Dengan konjac dan gum arabik, alginat dilaporkan memberikan efek additif, dan dengan

    agar berinteraksi dengan sinergistik menghasilkan penurunan kekuatan gel.

    Alginat juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan mucin menghasilkan

    peningkatan elastisitas cairan viskous dan menghasilkan gel yang bersifat viskoelastic.

    Gel yang terbentuk dari campuran alginat dan mucin bersifat transparan dan selama

    penyimpanan tidak terjadi peningkatan kekeruhan. Jumlah alginat minimal yang

    dibutuhkan untuk membentuk gel dengan mucin adalah 1 mg/ml alginat dan 9 mg/ml

    mucin. Pada konsentrasi alginat dibawah nilai tersebut gel tidak terbentuk (Taylor et al.

    2005). Sodium alginat dilaporkan berinteraksi secara sinergisme dengan kationik guar

    gum (guar gum dalam bentuk ammonium hydroxy-propyl-trimethyl chloride) dan

    menghasilkan kekuatan gel maksimal pada perbandingan masa kationik guar gum:

    sodium alginat 0.6, yang dicampur pada suhu 700C, dengan konsentrasi garam 1.0 mol/l

    selama 30 menit pada pH 8 (Bao et al. 2004).

    2.9 Locust Bean Gum (LBG)

    Locust bean gum atau yang dikenal sebagai Carob gum atau Carob bean gum

    adalah galaktomanan yang diekstrak dari biji pohon Carob. LBG larut dalam air panas

    dan terdispersi dalam air panas maupun dingin menghasilkan larutan dengan pH 5.4 7.

    LBG merupakan polisakarida hidrokoloid dengan berat molekul tinggi yang tersusun

    oleh unit galaktosa dan manosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. LBG dapat

    digunakan sebagai bahan pengental maupun pembentuk gel dalam teknologi pangan.

    Fungsi utama LBG adalah sebagai bahan pengental dan penstabil. LBG dapat diubah

    menjadi gel dengan penambahan sedikit natrium borat (Anonim, 2008b). Struktur LBG

    disajikan pada Gambar 2.

  • 31

    Gambar 2. Struktur kimia LBG

    3.0 Status Keamanan Alginat dan Turunannya

    Status keamanan alginat dalam bentuk asam dan amonium, kalsium, dan garam

    sodiumnya telah dievaluasi oleh JECFA pada pertemuan ke-39 tahun 1992, dan

    dinyatakan aman sehingga tidak ada angka Acceptable Daily Intake (ADI) yang spesifik

    (not specified). Sedangkan produk turunannya yaitu propylene glycol alginat ditetapkan

    nilai ADI sebesar 0-25 mg/kg berat tubuh pada pertemuan yang ke-17 (Draget, 2000).

    Amonium, kalsium, kalium dan sodium alginat termasuk dalam kelompok penstabil

    yang secara umum dinyatakan aman di US. Glukono--lactone (GDL) merupakan bahan

    tambahan pangan yang berfungsi sebagai pengatur keasaman atau sekuestran yang

    relatif aman dan tidak mempunyai angka ADI yang spesifik (Branen et al. 2001).

    Beberapa peneliti menyarankan besarnya ADI untuk GDL yaitu 0-50 mg/kg berat tubuh

    (Anonim, 2007c).

    Keterangan: Perbandingan mannose:galaktose ~ 4:1