3. tinjauan pustaka
DESCRIPTION
medTRANSCRIPT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan histologi tulang
Tulang merupakan salah satu jaringan terkeras dalam tubuh manusia dan
kemampuannya untuk menahan stress diposisi ke dua setelah kemampuan tulang
rawan terutama tulang rawan jenis fibrouscartilage. Sebagai unsur utama
kerangka tubuh, ia menyokong struktur-struktur tubuh lainnya, melindungi
organ-organ vital seperti yang terdapat di dalam rongga tengkorak dan dada, serta
mengandung sum-sum tulang tempat di mana sel-sel darah dibentuk.1
Tulang dewasa diklasifikasikan menurut bentuknya menjadi tulang
panjang (seperti femur), tulang pipih atau flat (seperti panggul), dan tulang
pendek (seperti tulang tangan dan kaki). Tulang panjang (dan beberapa tulang
pendek seperti tulang metakarpal) dibagi menjadi tiga wilayah topografi: diafisis,
epifisis, dan metafisis. Diafisis merupakan bagian poros tulang. Epifisis tampak
di kedua ujung tulang dan sebagian tertutup oleh tulang rawan artikular. Metafisis
merupakan persambungan antara bagian Diafisis dan epifisis.1
Dalam perkembangan tulang, proses perkembangannya sendiri dimulai dari
lempeng epifisis (epifisis disk). Di tempat inilah di mana proses osifikasi
endokhondral terjadi, suatu proses pertumbuhan dimana terjadi secara
longitudinal, kolom tulang rawan yang mengandung vaskularisasi diganti
dengan massa tulang. Ketika tulang telah mencapai panjang dewasa, proses ini
berakhir, dan terjadi penutupan bagian epifisis, sehingga tulang menjadi
benar-benar kaku. Waktu penutupan epifisis berbeda di berbagai tulang dan
jenis kelamin. Pada lempeng epifisis sangat penting dalam patologi tulang karena
tempat ini adalah lokasi yang cukup sering terjadinya tumor tulang. Selain itu,
apakah epifisis masih dalam keadaan terbuka atau tertutup akan mempengaruhi
proses pertumbuhan yang patologis, dalam arti bahwa tulang rawan sering
setidaknya menjadi penghalang untuk menyebarnya osteosarkoma. Jika epifisis
tertutup dan tulang rawan tidak ada lagi, daerah ini lebih mudah terinvasi oleh
12
sel-sel tumor.1,2
Tulang juga diklasifikasikan sesuai dengan perkembangan embriologik.
Dua kategori utama adalah membranous (seperti tengkorak), jika terbentuk secara
de novo dari jaringan ikat primitif, dan endochondral (seperti tulang panjang),
jika pembentukan mereka didahului oleh pembentukan kartilago. Pada
pemotongan, tulang matang terlihat dibentuk oleh lapisan kompak luar
(korteks, tulang kortikal, tulang kompak) dan wilayah tengah yang berbentuk
seperti spons (spongiosa, medula, tulang kanselus). Tulang kompak memiliki
saluran pembuluh darah yang unik, yang terbagi menjadi dua jenis berdasarkan
orientasinya dan hubungannya dengan struktur lamelar tulang disekitarnya:
membujur (kanal Haversian) dan melintang/miring (kanal Volkmann). Kecuali
untuk wilayah tulang rawan artikular, korteks dikelilingi oleh periosteum, yang
terdiri dari lapisan fibrous luar dan lapisan seluler dalam (kambium) dari lapisan
sel-sel osteoprogenitor (fibroblas dan osteoblas). Ini berisi filamen saraf yang
membawa impuls proprioseptif dan sensorik, saraf filamen kecil juga bisa lewat
dengan pembuluh nutrisi ke dalam kanal meduler. Bundel serat kolagen kasar
menembus lapisan kompak luar dari lapisan luar periosteum disebut serat
Sharpey atau serat perforasi.1,2
Periosteum mungkin terlepas dan terangkat dari tulang dalam proses
patologis seperti trauma, infeksi, dan tumor ganas primer atau sekunder. Setiap
kali ini terjadi, pembentukan tulang baru antara periosteum ditingkatkan dan
tulang akan terbentuk. Ini muncul dengan pemeriksaan radiografi sebagai spikula
halus yang berada tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Temuan ini
seringkali dianggap sebagai manifestasi dari suatu neoplasma ganas primer,
terutama osteosarkoma dan sarkoma Ewing. Namun demikian, pertumbuhan
tulang periosteal juga bisa terjadi pada sifilis, tuberkulosis, metastasis karsinoma,
dan hematoma subperiosteal. Dalam beberapa lesi, seperti myeloma sel plasma,
periosteum dapat dihancurkan sehingga tidak ada perubahan radiografi yang
terlihat.1,2
Pemahaman tentang suplai darah tulang membantu untuk menjelaskan
13
penyebaran dan keterbatasan infeksi, penyembuhan patah tulang, dan keterlibatan
tulang dengan neoplasma primer atau sekunder. Metafisis terutama disuplai oleh
arteri yang masuk dari diafisis dan berakhir pada lempeng epifisis. Epifisis
menerima suplai darah dari anastomosis pembuluh darah yang luas. Kortek
diafisis, dipasok oleh pembuluh yang masuk melalui kanal Volkmann dan
berkomunikasi dengan sistem Haversian. Arteri yang fungsinya memberi nutrisi
memasuki kanal meduler pada sekitar tengah diafisis, membagi, dan meluas baik
distal dan proksimal. Pertukaran metabolisme kalsium dan fosfor terjadi terutama
pada metafisis. Pembuluh getah bening yang ada di jaringan ikat yang melapisi
periosteum, tetapi tidak di korteks atau medula.1,2
Tulang terdiri dari bahan intersel yang mengalami kalsifikasi, matriks
tulang dan berbagai jenis sel: osteosit, yang ditemukan dalam rongga (lakuna) di
dalam matriks; osteoblas, yang mensintesis komponen organik matriks tersebut;
dan osteoklas, yang merupakan sel raksasa berinti banyak dan diperlukan dalam
resorpsi dan perubahan bentuk jaringan tulang. Karena tidak terjadi difusi
melalui matriks tulang yang mengalami kalsifikasi, pertukaran diantara osteosit
dan kapiler darah tergantung pada hubungan seluler melalui kanalikuli, yang
menembus matriks tersebut. Kanalikuli ini memungkinkan osteosit untuk
berhubungan melalui penonjolan filipodial dengan tetangganya, dengan
permukaan dalam dan luar tulang, dan dengan pembuluh darah di dalam matriks
tulang tersebut.1,2
Osteoblas adalah sel-sel yang memproduksi tulang yang berasal dari
sumsum tulang, dimana sel mesenkimal berada. Osteoblas bertanggung jawab
untuk sintesis komponen matriks tulang (kolagen dan glikoprotein). Osteoblas
terletak pada permukaan jaringan tulang dan secara berdampingan, dalam suatu
cara yang menyerupai epitel sederhana. Bila sedang mensintesis matriks tulang,
osteoblas berbentuk kuboid dan mempunyai suatu sitoplasma yang basofilik. Bila
kegiatan sintesis sedang tidak aktif, menjadi gepeng atau pipih dan sifat basofilik
sitoplasmanya berkurang. Osteoblas memiliki nukleus bulat dan besar dangan
kromatin halus yang tersebar merata. Matriks tulang yang baru disintesis, belum
14
mengalami kalsifikasi, dan terletak di dekat osteoblas disebut dengan osteoid atau
prebone. Di dalam osteoblas yang aktif telah ditemukan granul sitoplasmik
dengan PAS positif yang mungkin merupakan prekursor mukopolisakarida netral
matriks tersebut. Osteosit adalah sel matur yang ditemukan terbungkus di dalam
lapisan- lapisan matriks tulang yang telah mengalami mineralisasi. Didalam
kanalikuli yang mengandung lakuna, terdapat juluran filipodial osteosit dari sel-
sel berdekatan berhubungan melalui gap junction. Penggabungan ini
memungkinkan aliran ion dan molekul kecil antar sel (misalnya hormon yang
mengatur pertumbuhan dan perkembangan tulang). Hubungan filipodial di antara
osteosit yang berkapsul memberikan suatu mekanisme dimana nutrisi dan
metabolit dapat mengalir di antara pembuluh darah dan osteosit yang jauh. Bila
dibandingkan dengan osteoblas, osteosit lebih pipih dan mempunyai
retikulum endoplasmic yang kasar dan badan golgi yang jauh berkurang dan
kromatin inti yang lebih padat. Kematian osteosit diikuti dengan resorpsi
matriksnya.1,2
Osteoklas adalah sel yang motil (dapat bergerak) dan sangat besar.
Osteoklas mempunyai sitoplasma yang lebar dengan jumlah inti 6-50 atau lebih.
Osteoklas biasanya menonjol di atas permukaan matriks dan kadang-kadang
saling overlapping dengan osteoblas dan osteoklas lain.1,2
Gambar 3.1 Gambar skematik dari sel-sel tulang.2
15
Di dalam matriks tulang yang mengalami resorpsi, bagian osteoklas raksasa
ditemukan terletak di dalam cekungan matriks yang terbentuk secara
enzimatis dan dikenal sebagai lakuna Howship. Osteoklas timbul dari prekursor
mononuklear monosit-makrofag. Osteoklas mengandung fosfatase berlimpah
yang tahan asam, respon terhadap hormon osteotropik, dan bekerja di bawah
pengaruh kalsitonin. Mereka mengekspresikan osteoklas-spesifik antigen
(terdeteksi dengan antibodi monoklonal 13c2 dan 23c6), dan berbagai matriks
metalloproteinase.1,2
Jaringan tulang berkembang dari osifikasi intramembranosa, yang terjadi
di dalam suatu lapisan (membrane) jaringan penyambung, atau dengan osifikasi
endokondral, yang terjadi di dalam suatu model tulang rawan. Dalam kedua
proses ini, jaringan tulang yang muncul pertama kali primer atau imatur.
Merupakan suatu jaringan sementara dan segera digantikan oleh jenis tulang
definitif yang berlapis-lapis. Selama pertumbuhan tulang, daerah tulang primer,
daerah resorpsi, dan daerah tulang yang berlapis-lapis tampak saling
berdampingan. Kombinasi sintesis dan perusakan tulang tidak hanya terjadi di
dalam tulang yang sedang tumbuh tetapi juga terjadi selama kehidupan dewasa,
meskipun kecepatan perubahannya jauh lebih rendah.1,2
Osifikasi intramembranosa, sumber sebagian terbesar tulang pipih.
Osifikasi intramembranosa juga membantu pertumbuhan tulang pendek dan
penebalan tulang panjang. Di dalam lapisan lapisan jatringan penyambung
tersebut, titik permulaan osifikasi disebut sebagai pusat osifikasi primer. Proses
ini mulai ketika kelompok-kelompok sel yang menyerupai fibroblast muda
berdifferensiasi menjadi osteoblas. Kemudian terjadi sintesa osteoid dan
kalsifikasi, yang menyebabkan penyelubunga beberapa osteoblas yang
kemudian menjadi osteosit. Bagian lapisan jaringan penyambung yang tidak
mengalami osifikasi menghasilkan endosteum dan periosteum tulang
intramembranosa.1,2
16
Gambar 3.2 Skematik pertumbuhan tulang secara intramembranousa.2
Osifikasi endokondral terjadi di dalam suatu potongan tulang rawan hialin
yang bentuknya mirip ukuran kecil tulang yang akan dibentuk. Jenis osifikasi ini
terutama bertanggung jawab untuk pembentukan tulang pendek dan tulang
panjang. Tulang panjang dibentuk dari model tulang rawan dengan pelebaran
ujung-ujung (epifisis) suatu batang silindris (diafisis). Dalam pertumbuhan jenis
ini, urutan kejadian yang dapat diperhatikan adalah: (1). Kondrosit yang terdapat
pada bagian tulang rawan hialin mengalami hipertropik dan memulai sintesa
kolagen X dan vascular endothelial cell growth factor (VEGF); (2). Pembuluh
darah pada perikondrium memasuki bagian tengah dari tulang rawan, dimana
matriks akan mengalami kalsifikasi, osifikasi primer terbentuk; (3). Sel-sel
perikondrium bagian dalam membentuk bagian periosteal yang tipis pada titik
tengah poros tulang atau diafisis, periosteal akan membentuk tulang woven,
dengan pertumbuhan tulang intramembranosa yang nantinya akan menjadi
periosteum; (4). Pembuluh darah menginvasi rongga yang sebelumnya dibentuk
oleh kondrosit yang hipertropik dan sel-sel osteoprogenitor, dan sel-sel
17
hematopoetik yang menembus jaringan perivaskular dan (5).Sel-sel
osteoprogenitor yang berdifferensiasi menjadi osteoblas yang tumbuh sejajar
dengan kalsifikasi tulang rawan dan akan menempati osteoid.1,2
Gambar 3.3 Zona pertumbuhan tulang secara Endrokondral. Tampak zona pertumbuhan dimulai dari zona istirahat tulang rawan, zona proliferasi tulang rawan, zona hipertropi tulang rawan, zona kalsifikasi, dan zona ossifikasi.2
3.2 Osteosarkoma
3.2.1 Definisi
Osteosarkoma merupakan keganasan primer pada tulang yang paling sering
dijumpai dan ditandai dengan adanya sel-sel mesenkim ganas yang memproduksi
osteoid atau tulang imature. Disebut osteogenik sarkoma oleh karena
perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif. Osteosarkoma
merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma multipel,
bersifat sangat ganas dan cepat bermetastase ke paru-paru melalui aliran darah.1,3
18
3.2.2 Epidemiologi
Insidensi neoplasma tulang bila dibandingkan dengan neoplasma jaringan lain
adalah jarang, akan tetapi osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang
paling sering ditemukan (48,8%) diluar mieloma multipel. Di Amerika Serikat
terdapat 400 kasus osteosarkoma per tahun. Osteosarkoma banyak menyerang remaja
dan dewasa muda, dengan usia berkisar antara 10-20 tahun. Jumlah kasus meningkat
lagi pada dekade ke 6 kehidupan yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna,
terutama pada penyakit Paget. Pria lebih banyak menderita osteosarkoma
dibandingkan wanita (2:1).1,3
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang dapat menyerang semua tulang,
biasanya terjadi di daerah metafisis tulang panjang dimana pertumbuhan tulang
tinggi, terutama pada femur (42% dan 75% nya pada distal femur), tibia ( 19%, 80%
pada proksimal tibia) dan humerus (10%, 90% pada humerus proximal). Penyakit ini
biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Osteosarkoma juga dapat
terjadi pada tulang tengkorak, mandibula, maksila dan pelvis (8%). 3
Gambar 3.4 Distribusi usia penderita osteosarkoma.3
19
Tabel 3.1 Predileksi puncak usia lesi-lesi pada tulang.4
Gambar 3.5 Distribusi lokasi osteosarkoma.4
20
3.2.3 Etiologi
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui, tetapi ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu :1,4,5
Genetik : paget disease, hereditary rentinoblastoma, sindrom Li-Fraumeni,
sindrom Rothmund-Thomson. Ada dua tumor suppresor gene yang berperan
secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma, yaitu protein
p53 dan RB gen.
Radiasi ion merupakan penyebab langsung osteosarkoma (3%), begitu pula
pada penggunaan alkyleting agent untuk kemoterapi.
Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi osteosarkoma,
dapat dilihat dengan meningkatnya insidens pada anak yang sedang tumbuh.
Lokasi osteosarkoma paling sering adalah metafisis dimana area ini
merupakan area pertumbuhan tulang panjang.
Riwayat trauma
3.2.4 Diagnosa
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan (4 bulan)
sebelum pasien didiagnosa. Nyeri merupakan gejala utama yang pertama muncul
yang bersifat konstan dan bertambah hebat pada malam hari. Penderita biasanya
datang dengan tumor yang besar atau oleh karena terdapat gejala fraktur patologis.
Karena keganasan ini sering muncul di metafise dekat dengan persendian, maka hal
ini dapat mempengaruhi fungsi persendian. Neoplasma yang agresif ini menimbulkan
kemerahan, tampak pembuluh darah vena yang melebar, nyeri tekan dan rasa hangat
di kulit. Gejala-gejala umum lain yang dpat ditemukan adalah anemia, penurunan
berat badan serta napsu makan yang berkurang. Menegakkan diagnosis tumor tulang
mencakup beberapa hal, meliputi anamnesis lengkap, lalu melakukan pemeriksaan
fisik, dan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu
mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan tumor yang sebenarnya.4,5
21
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma
sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang menderita
penyakit sejenis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah:4,6
Umur
Umur penderita sangat penting untuk diketahui, karena banyak tumor tulang
yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya osteosarkoma
paling banyak pada dekade ke-2.
Lama dan progresivitas tumor
Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan bila terjadi
perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor jinak yang
tiba-tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya keganasan.
Nyeri
Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri
menunjukkan ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan
sekitarnya, perdarahan, atau degenerasi.
Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan yang
timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu lama atau secara tiba-tiba.
Hal-hal yang penting pada pemeriksaan fisik adalah:4-6
Lokasi
Beberapa jenis tumor mempunyai lokasi yang klasik dan tempat predileksi
tertentu seperti di daerah epifisis, metafisis tulang, atau menyerang tulang-
tulang tertentu.
Besar, bentuk, batas, dan sifat tumor
Tumor yang kecil kemungkinan suatu tumor jinak, sedangkan tumor yang
besar kemungkinan adalah ganas. Penting pula diperhatikan bentuk tumor,
apakah disertai pelebaran pembuluh darah atau ulkus yang merupakan
karakteristik suatu tumor ganas. Tanda-tanda efusi sendi mungkin dapat
ditemukan pada tumor yang berdekatan dengan sendi.
Gangguan pergerakan sendi
22
Pada tumor yang besar di sekitar sendi akan memberikan gangguan pada
pergerakan sendi.
Fraktur patologis
Beberapa tumor ganas dapat memberikan komplikasi fraktur patologis oleh
karena terjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan datang dengan
gejala fraktur.
3.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium kebanyakan berhubungan dengan penggunaan
kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian
kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan
laboratorium yang berhubungan dengan kepastian diagnosis dan prognosis dari
osteosarkoma adalah ditemukan peningkatan alkaline phosphatase dan lactic
dehydrogenase.1,5
2. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk
investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk
menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya. CT kurang sensitif bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal
dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru.
Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone
scan.1,7,8
a. X-ray
Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula dan terlihat
sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium yang
masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya dapat lamelar atau seperti
garis-garis tegak lurus pada tulang ( sunray appearance ). Dengan membesarnya
tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas
23
keluar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih
dapat dilihat, berbentuk segitiga dan dikenal sebagai segitiga Codman.1,7
Pada kebanyakan tumor ini terjadi penulangan ( ossifikasi ) dalam jaringan
tumor sehingga gambaran radiologiknya variable bergantung pada banyak sedikitnya
penulangan yang terjadi. Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan
dengan osteomielitis. Pemeriksaan X-ray didapat bermacam-macam gambaran, yaitu
daerah berawan osteolitik yang disertai dengan daerah osteoblastik. Batas endosteal
kurang jelas. Terkadang korteks terbuka dan tumor melebar ke jaringan sekitarnya,
saat itulah terbentuk suatu garis tulang baru, melebar keluar dari korteks yang disebut
efek sunrays. Ketika tumor keluar dari korteksnya terjadi reaktivasi pembentukan
tulang baru yang menyebabkan peningkatan periosteum (segitiga Codman). Kedua
gambaran itu merupakan tanda khas untuk osteosarcoma.1,7
Gambar 3.6 Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus, mineralisasiosteoid diantara jaringan lunak.7
24
Gambar 3.7 Perubahan periosteal berupa Codman triangles (anak panah putih) dan massa jaringan lunak yang luas (anak panah hitam).7
Gambar 3.8 Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal.7
b. CT scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan,
terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di
mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang
berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan
gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak
sekitarnya daripada foto polos.9-10
CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak
terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan
periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk
evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat
berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi
berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat
memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan
dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan
terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.9-10
25
.
Gambar 3.9 Gambaran CT Scan pada osteosarkoma.10
c. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor
karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak.
MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari
osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat.
Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen
pada tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak
yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor
intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. 10-11
Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang
yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase.
Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang
diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis
dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang
terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng
pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara
anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama.
Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip metastase.
Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya
metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari
penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah yang terlibat dan
26
hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting
untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang
terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar
menuju tulang subartikular dan kartilago.10-11
Gambar 3.10 Gambaran osteosarkoma pada pemeriksaan MRI.7
d. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi
dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade
osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain
itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan preoperative
chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi
tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil.9
e. Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop
pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate
(MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip
lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling
konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan
ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik.10-11
27
Gambar 3.11 Gambaran bone scanning pada osteosarkoma.11
3. Pemeriksaan histopatologi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi
yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis
(misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan tindakan.
Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle
Aspiration Biopsy/FNAB) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat
minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah
dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah.10
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade
sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan
osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak,
sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik,
dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada
beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik
diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid. Secara patologi osteosarkoma
dibagi menjadi high-grade dan low-grade variant bergantung pada selnya yaitu
pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis. Secara konvensional pada
osteosarkoma ditemukan sel spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid. Pada
telengiektasis osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang
28
dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas
sekali.10-11
Gambar 3.12 Osteosarkoma. Tulang yang malignant lebih basofilik dan memiliki pinggir yang irregular daripada trabekula tulang normal.10
Gambar 3.13 Tulang yang mengalami keganasan yang dibentuk oleh sel-sel tumor dari osteosarkoma tanpa adanya tulang rawan.10
29
Gambar 3.14 Gambaran mikroskopis osteosarkoma yang menunjukkan karekteristik trabekula tipis yang basofilik dengan gambaran yang mirip seperti hifa jamur0
3.2.6 Staging
Staging osteosarkoma menggunakan sistem Enneking, berdasarkan derajat
histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen
dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase. Untuk menjadi intra kompartemen,
osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat IIA
pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum
maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka pasien
digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan
pasien dengan metastse (metastatic osteosarkoma). 11-12
Stage I : low grade tumor
IA : intracompartmental
IB : ekstracompartmental
Stage II : high grade tumor
IIA : intracompartmental
IIB : ekstracompartmental
Stage III : any grade with metastase
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi, perencanaan
pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma tersebut.12
30
3.2.7 Diagnosis Banding
1. Sarkoma Ewing
Tumor ganas yang berasal dari sumsum tulang dengan frekuensi sebanyak 5%
dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun
(10-20 tahun) dan lebih sering pada pria. Gejalanya nyeri dan adanya benjolan, nyeri
tekan pada benjolan dna peninggian laju endap darah, neoplasma ini berkembang
sangat cepat dan penderita meninggal dalam 3-18 bulan pertama (95% meninggal
pada tahun-tahun pertama). Lokasinya terutama terdapat pada diafisi dan metafisis
tulang panjang dan pada tulang pipih. Pada radiologis terlihat adanya onion skin
appearance. Patologi terdiri atas jaringan dengan gambaran histologis uniform dengan
sel kecil dan nukleus yang bulat yang sulit ditentukan batasnya dengan batas
sitoplasma.1,7
2. Kondrosarkoma
Merupakan tumor ganas tulang rawan yang dapat tumbuh spontan
(kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak
(kondrosarkoma sekunder). Frekuensi kondrosarkoma sebesar 10% dari seluruh
tumor ganas tulang, lebih sering pada pria dan terutama ditemukan pada usia 30-45
tahun. Perkembangan kondrosarkoma sangat lambat dengan gejala berupa nyeri
tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Neoplasma ini lambat
memberikan metastase. Kondrosarkoma terutama mengenai tulang ceper seperti
panggul dan bahu, akan tetapi dapat mengenai tulang panjang juga. Pada patologi
ditemukan terbentuknya tulang rawan oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis.
Ditemukan jaringan dengan banyak sel pleomorf serta mitosis yang banyak.1,7
3.2.8 Penatalaksanaan
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb sparing dan diikuti
dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma
merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan
penting dalam manajemen rutin.1,11-12
1. Kemoterapi
31
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah
melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan
meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke
paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase
tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang
disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan
kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan
adjuvant chemotherapy.11-12
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya,
sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini
terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah
melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat
mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik
dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi. Obat-obat kemoterapi
yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma adalah: doxorubicin
(Adriamycin¨), cisplatin (Platinol¨), ifosfamide (Ifex¨), mesna (Mesnex¨), dan
methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex¨). Protokol standar yang digunakan adalah
doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai
terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah
dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis
yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60-
80%.11-12
2. Pembedahan
Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan
rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas
merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan
kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy) melakukan operasi
32
mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan
rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan
pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma.7,10-12
Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi
amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila
prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah
melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan
lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari
ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari
methal. Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat
menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi
yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga
endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan
menggunakan bone graft.10-12
3. Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada
sebelum operasi. Setelah Osteosarkoma Disgnosis dan Penganannya pemberian
kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor
secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah:
longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada
tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun
adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya
maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini
dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post opersinya, dan setiap 6 bulan
pada 5 tahun berikutnya.10-12
3.2.9 Prognosis
Pada permulaanya prognosis osteosarkoma adalah buruk, 5 years Survival Rate
nya hanya bekisar antara 10-20%. Dengan adanya kemoterapi neoajuvan dan ajuvan
33
yang digunakan sejak awal tahun 1970an, angka survival pasien osteosarkoma
meningkat sampai 60-70%. Namun demikian masih dijumpai kekambuhan sekitar
30%-40% dan 80% di antaranya meninggal akibat metastasis. Pasien dengan tumor
yang terlokalisasi mempunyai prognosis yang lebih baik daripada yang mempunyai
metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastas pada saat di diagnosis,
dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosis pasien
dengan metastase 5 years survival rate nya adalah 15-30%. Berkat terapi ajuvan maka
terapi amputasi belakangan ini sudah berkurang, sekarang pada pusat-pusat
pengobatan kanker yang lengkap, maka terapi non amputasi atau limb salvage lebih
sering digunakan.12-13
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Skinner H. Current Treatment & Diagnosis in Orthopedics Appleton & Lange;
2003.456-478.
2. Meyers SP. MRI of bone and soft tissue tumors and tumor like lesions:
differential diagnosis and atlas, Thieme. 2008, p. 694
3. Picci P, Review: osteosarcoma (osteogenic sarcoma), Orphanet Journal of Rare
Diseases, 2007, 2:6
4. Davies AM, Sundaram M, James SLJ, Imaging of bone tumor and tumor- like
lesions: techniques and applications, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2009.
p.299
5. Ottaviani G, Jaffe N, The epidemiology of osteosarcoma, Cancer Treat Res,
2009, 152:3-13
6. Bielack S, Carrle D, Casali CS. On behalf of the ESMO guidelines working
group Osteosarcoma: ESMO Clinical Recommendations for diagnosis, treatment
and follow-up, Annals of Oncol. 2009. 20 (Supplement 4): iv137–9
7. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley system of Orthopaedics and
fractures. 9 ed. London: Hodder Education; 2010.679-690.
8. Anonim, Osteosarcoma.[cited 19 august 2014]. Available from
http://www.pathologyatlas.ro/osteosarcoma-osteogenic-sarcoma.php
9. Ackerman M, Domanski HA, Jonsson K. Fine Needle Aspiration of Bone
Tumors. The Clinical, Radiological, Cytological Approach. Switzerland: Karger;
2010.p. 21-3
10. Marina N, Gebhardt M, Teot L, Gorlick R, Biology and therapeutic advances for
pediatric osteosarcoma, The Oncologist. 2004: 9 (4) : 422- 41
11. Hayden JB, Hoang BH. Osteosarcoma: basic science and clinical implications.
Orthop Clin N Am 2006; 37:1–7.
12. Rech Â, Castro CG, Mattei J, Gregianin L, Di Leone L, David A, dkk. Clinical
features in osteosarcoma and prognostic implications. J Pediatr 2004;80:65-70.
13. Klein Mj, Siegal Gp. Osteosarcoma: anatomic and histologic variants. Am J Clin
Pathol 2006;125(4):555-581.
35
14. Fletcher CDM, Bridge JA, Hogendoorn PCW, Mertens F, editors. Lyon: IARC
Press; 2013. World Health Organization, .
15. Resnick D, Kransdorf MJ. Bone and joint imaging. 3rd ed. Philadelphia
Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2005. Tumors and tumor-like lesions of bone:
Radiographic principles; pp. 1109–98
16. Rasad S, Kartoleksono S dan Ekayuda I. Radio Diagnostik –Pencitraan
diagnostik. Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. 2013;83.
17. Ahuja A.T, Antonio G.E, Wong K.T and Yuen H.Y. Case studies in Medical
Imaging Radiologi for Student and Trainees. New York. Cambridge University
Press. 2006:206-209.
18. Unni KK. Osteosarcoma. In: Unni KK, ed. Dahlin’s Bone Tumors: General
Aspects and Data on 11,087 Cases. 5th ed. Philadelphia:. Lippincott-Raven.
1996: 143-84.
19. White LM, Kandel R. Osteoid-producing tumors of bone. Semin Musculoskelet
Radiol. 2000. 4(1):25-43.[Medline].
20. Picci P. Osteosarcoma (osteogenic sarcoma). Orphanet J Rare Dis. 2007 Jan 23.
2:6. [Medline].
21. Emanuel PO, Idrees MT, Leytin A, Kwon EJ, Phelps RG. Aggressive osteogenic
desmoplastic melanoma: a case report. J Cutan Pathol. 2007 May. 34(5):423-6.
[Medline].
22. Murphey MD, Robbin MR, Mcrae GA et-al. The many faces of osteosarcoma.
Radiographics. 17 (5): 1205-31.
23. Kenney PJ, Gilula LA, Murphy WA. The use of computed tomography to
distinguish osteochondroma and chondrosarcoma. Radiology. 1981;139:129–37.
[PubMed]
24. Rybak L, Rosenthal D. Radiological imaging for the diagnosis of bone
metastases. Q J Nucl Med. 2001;45:53-64
25. Baweja S, Arora R, Singh S, Sharma A, Narang P, Ghuman S,et al. Evaluation
of Bone tumors with Magnetic Resonance Imaging and correlation with surgical
and gross pathological findings. Ind J Radiol Imag. 2006;16:611-8.
36
26. Ehara S. MR imaging in staging of bone tumors. Cancer Imag. 2006;6:158-62.
27. Delbeke D, Coleman RE, Guiberteau MJ, Brown ML, Royal HD, Siegel BA, et
al. Procedure Guideline for SPECT/CT Imaging 1.0. J Nucl Med. 2006;47:1227–
34.
28. Schneider R. Radionuclide technique. In: Resnick D, Kransdorf MJ,
editors. Bone and joint imaging.3rd ed. Philadelphia Pennsylvania: Elsevier
Saunders; 2005. pp. 86–117
37