the art of neuromyelitist optica management (digest ethic)

5
RACIKAN 61 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST NO. 139 Thn. XII September 2015 S ecara etimologi, peradangan di saraf mata dalam dunia kedokteran disebut optic neuritis, sedangkan peradangan di saraf tulang belakang (spinal cord) dalam dunia medis dinamakan myelitis. NMO menyerang persarafan di mata dan tulang belakang (hampir) bersamaan. Itulah mengapa pe- nyakit ini disebut neuromyelitis optica (NMO), atau lengkapnya neuromyelitis optica spectrum disorder. Kasus neuromyelitis optica (NMO) telah diketahui Allbutt dan Erb sejak pertengahan hingga akhir abad ke-19. Tahun 1894, Eugène Devic dan mahasiswanya Fernand Gault, memperkenalkan istilah “neuromyelite optique aigue(acute optic neuromyelitis). Tahun 1907 Acchioté, dokter Turki, mengusulkan istilah “sindrom Devic”. Tahun 1927, Beck mendeskripsikan kasus NMO bercirikan atipikal, seperti: perjalanan relaps. Tahun 1999, Wingerchuk dkk memerluas kriteria klinis untuk mendiagnosis NMO. Epidemiologi Mayoritas kasus NMO bersifat spora- dis, dapat terjadi di semua negara, namun lebih sering terjadi di populasi Negro, Asia dan India. Prevalensi NMO diperkirakan 1-4,4 per 100 ribu di dunia barat. Beragam studi di Jepang, Kuba, Denmark, Meksiko, Perancis, Hindia Barat menunjukkan insidens 0,053-0,4 per 100 ribu penderita / tahun dan prevalensi 0,52-4,4 per 100 ribu. Di USA, prevalensi NMO diprediksi 1-2% dari penderita multiple sclerosis (MS). Di masa lalu, banyak (>20%) penderita NMO salah didiagnosis dengan MS, terutama karena belum tersedia tes NMO-IgG. Perempuan lebih banyak menderita NMO dibanding pria, dengan rasio 9:1. Onset usia berkisar 35-45 tahun pada dewasa, dengan rerata 39 tahun. Pada anak-anak, onset sekitar 4,4 tahun. Jadi, semua (usia, jenis kelamin) berpotensi NMO. Pada 20-30% kasus, serangan NMO didahului infeksi/ vaksinasi. Adanya riwayat penyakit terkait virus dilaporkan pada 30% penderita NMO monofasik dan 23% penderita NMO berulang. Kekambuhan dapat terjadi dalam 3-6 bulan pertama, setelah sembuh. Untuk NMO berulang, wanita 3-9 kali lebih sering dari- The Art of Neuromyelitis Optica Management Dito Anurogo, MD 1 , Taruna Ikrar, MD, M.Pharm, Ph.D. 2,3 pada pria, sedangkan pada bentuk monofasik rasio wanita:pria 1:1. Kebutaan (minimal satu mata) dapat terjadi setelah penyakit berlangsung selama 7-8 tahun. Rerata 5-tahun survival dilaporkan 68% di Amerika Utara selama tahun 1977 hingga 1997; ini jauh berbeda dengan riset terkini yang menyatakan rerata 5- tahun survival lebih dari 90%. Hanya sebagian penderita mengalami disabilitas minor dalam kurun waktu 10 tahun. Etioimunopatogenesis Kelainan otak diduga sebagai penyebab NMO. Misalnya lesi di otak bagian hipotalamus inferior dan hipofisis. Dengan pemeriksaan mag- netic resonance imaging (MRI), tampak nyata keterlibatan tulang belakang bagi- an bawah dalam kaitannya dengan keti- daknormalan cervical cord, lesi substan- si putih yang dalam dan multipel (teruta- ma di otak bagian supratentorial), lesi di ganglia basal dan perubahan terkait usia. Nekrosis spinal cord yang meman- jang melewati bagian multipel dengan keterlibatan substansi putih dan abu-abu adalah patognomonis NMO. Nekrosis dapat menghasilkan kavitasi di spinal cord atau saraf optik. Sebagai tambahan, untuk demielinasi dan nekrosis dengan kavitasi, eosinofil dan neutrofil umum- nya dijumpai di infiltrat inflamasi dari lesi aktif dengan penebalan vaskuler dan hialinisasi. Dijumpai pula deposisi imunoglobulin dan komponen komplemen di vasculo- centric rim dan pola rosette pada lesi aktif NMO. Berdasar penemuan ini, jelas bahwa NMO adalah gangguan humoral yang mengenai daerah perivaskular. Otoantibodi sering terdeteksi di serum penderita NMO relaps atau MT berulang. Diperlukan riset tentang antibodi spesifik terhadap jaringan SSP. Tahun 2004, Lennon dkk berhasil mela- porkan otoantibodi serum, NMO-IgG, yang memiliki sensitivitas 73% dan spesifisitas 91% untuk membedakan NMO dari MS. NMO-Ig berasal dari sel-sel B perifer, mengaktivasi komplemen, terlibat dalam proses induksi inflammatory demyelination dan nekrosis di sel-sel endotel spinal cord. Antibodi diproduksi oleh Neuromyelitis optica (Devic’s disease) adalah penyakit inflamasi kronis dari sistem saraf pusat, yang memengaruhi persarafan optik dan spinal cord mengakibatkan gangguan visual dan mielopati. 61-65 -- Racikan Dito AnurogoTaruna Ikrar neuromyelitis.pmd 8/20/2015, 8:55 PM 61

Upload: taruna-ikrar

Post on 20-Jan-2017

419 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)

RACIKAN

61Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST NO. 139 Thn. XII September 2015

Secara etimologi, peradangan di saraf mata dalam duniakedokteran disebut optic neuritis, sedangkan peradangandi saraf tulang belakang (spinal cord) dalam dunia medisdinamakan myelitis. NMO menyerang persarafan di mata

dan tulang belakang (hampir) bersamaan. Itulah mengapa pe-nyakit ini disebut neuromyelitis optica (NMO), atau lengkapnyaneuromyelitis optica spectrum disorder.

Kasus neuromyelitis optica (NMO) telah diketahui Allbuttdan Erb sejak pertengahan hingga akhir abad ke-19. Tahun 1894,Eugène Devic dan mahasiswanya Fernand Gault, memperkenalkanistilah “neuromyelite optique aigue”(acute optic neuromyelitis). Tahun 1907Acchioté, dokter Turki, mengusulkanistilah “sindrom Devic”. Tahun 1927, Beckmendeskripsikan kasus NMO bercirikanatipikal, seperti: perjalanan relaps. Tahun1999, Wingerchuk dkk memerluas kriteriaklinis untuk mendiagnosis NMO.

EpidemiologiMayoritas kasus NMO bersifat spora-

dis, dapat terjadi di semua negara, namunlebih sering terjadi di populasi Negro, Asiadan India. Prevalensi NMO diperkirakan1-4,4 per 100 ribu di dunia barat. Beragamstudi di Jepang, Kuba, Denmark, Meksiko,Perancis, Hindia Barat menunjukkaninsidens 0,053-0,4 per 100 ribu penderita /tahun dan prevalensi 0,52-4,4 per 100 ribu. Di USA, prevalensiNMO diprediksi 1-2% dari penderita multiple sclerosis (MS). Dimasa lalu, banyak (>20%) penderita NMO salah didiagnosisdengan MS, terutama karena belum tersedia tes NMO-IgG.

Perempuan lebih banyak menderita NMO dibanding pria,dengan rasio 9:1. Onset usia berkisar 35-45 tahun pada dewasa,dengan rerata 39 tahun. Pada anak-anak, onset sekitar 4,4 tahun.Jadi, semua (usia, jenis kelamin) berpotensi NMO.

Pada 20-30% kasus, serangan NMO didahului infeksi/vaksinasi. Adanya riwayat penyakit terkait virus dilaporkan pada30% penderita NMO monofasik dan 23% penderita NMO berulang.

Kekambuhan dapat terjadi dalam 3-6 bulan pertama, setelahsembuh. Untuk NMO berulang, wanita 3-9 kali lebih sering dari-

The Art ofNeuromyelitis

Optica ManagementDito Anurogo, MD1, Taruna Ikrar, MD, M.Pharm, Ph.D.2,3

pada pria, sedangkan pada bentuk monofasik rasio wanita:pria1:1. Kebutaan (minimal satu mata) dapat terjadi setelah penyakitberlangsung selama 7-8 tahun. Rerata 5-tahun survivaldilaporkan 68% di Amerika Utara selama tahun 1977 hingga 1997;ini jauh berbeda dengan riset terkini yang menyatakan rerata 5-tahun survival lebih dari 90%. Hanya sebagian penderitamengalami disabilitas minor dalam kurun waktu 10 tahun.

EtioimunopatogenesisKelainan otak diduga sebagai penyebab NMO. Misalnya

lesi di otak bagian hipotalamus inferiordan hipofisis. Dengan pemeriksaan mag-netic resonance imaging (MRI), tampaknyata keterlibatan tulang belakang bagi-an bawah dalam kaitannya dengan keti-daknormalan cervical cord, lesi substan-si putih yang dalam dan multipel (teruta-ma di otak bagian supratentorial), lesi diganglia basal dan perubahan terkait usia.

Nekrosis spinal cord yang meman-jang melewati bagian multipel denganketerlibatan substansi putih dan abu-abuadalah patognomonis NMO. Nekrosisdapat menghasilkan kavitasi di spinalcord atau saraf optik. Sebagai tambahan,untuk demielinasi dan nekrosis dengankavitasi, eosinofil dan neutrofil umum-nya dijumpai di infiltrat inflamasi dari lesi

aktif dengan penebalan vaskuler dan hialinisasi. Dijumpai puladeposisi imunoglobulin dan komponen komplemen di vasculo-centric rim dan pola rosette pada lesi aktif NMO. Berdasarpenemuan ini, jelas bahwa NMO adalah gangguan humoral yangmengenai daerah perivaskular.

Otoantibodi sering terdeteksi di serum penderita NMO relapsatau MT berulang. Diperlukan riset tentang antibodi spesifikterhadap jaringan SSP. Tahun 2004, Lennon dkk berhasil mela-porkan otoantibodi serum, NMO-IgG, yang memiliki sensitivitas73% dan spesifisitas 91% untuk membedakan NMO dari MS.

NMO-Ig berasal dari sel-sel B perifer, mengaktivasi komplemen,terlibat dalam proses induksi inflammatory demyelination dannekrosis di sel-sel endotel spinal cord. Antibodi diproduksi oleh

Neuromyelitis optica (Devic’s disease) adalah penyakit inflamasi kronis darisistem saraf pusat, yang memengaruhi persarafan optik dan spinal cord

mengakibatkan gangguan visual dan mielopati.

61-65 -- Racikan Dito AnurogoTaruna Ikrar neuromyelitis.pmd 8/20/2015, 8:55 PM61

Page 2: The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)

RACIKAN

62 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST NO. 139 Thn. XII September 2015

sel-sel B di sirkulasi perifer dan melintasi sawar darah-otak. Tar-get antigen untuk antibodi adalah aquaporin-4 (AQP4). Pengikatanantibodi ke AQP4, menghasilkan internalisasi dan degenerasisubsequent, yang memicu kelebihan glutamate keluar sel. Hal inimerusak neuron-neuron dan oligodendrosit. Sel-sel inflamasiditarik ke jaringan dan menyebabkan cedera lanjutan.

Lesi di batang otak, yang ditemukan melalui pemeriksaanMRI, sulit dibedakan dengan multiple sclerosis. Pada NMO,lesi otak cenderung berlokasi di area dengan ekspresi aquaporin-4 tinggi, seperti: diensefalon, hipotalamus, aquaduktus, sertatampak luas dan udem di korpus kalosum.

Beragam mediator inflamasi nyeri nosiseptif NMO, yaitu:peningkatan kadar ekspresi IL 1-beta di makrofag atau sel-selmikroglia teraktivasi yang ada di lesi inflamasi aktif stadium dini,peningkatan IL-6 di CSF, aktivasi aksis IL 17–IL 8 di CSF,peningkatan HMGB1 (high mobility group protein B1) di plasma.

Pembukaan glutamatergic Ca2+-permeable N methyl d-aspartate (NMDA) receptors memicu long-term potentiation(LTP) di sinaps serabut-C, yang dipertimbangkan sebagaimekanisme seluler kunci terjadinya amplifikasi nyeri jangkapanjang (hiperalgesia).

Predisposisi genetik juga berperan penting dalam NMO. Nilaipositif NMO IgG terkait erat dengan HLA-DRB1*03 (DR3) pada

populasi penduduk Perancis dan Brazil, dan HLA-DPB1*0501pada populasi penduduk Jepang. Haplotipe HLA ini terkait eratdengan beragam penyakit /gangguan otoimun dilaporkan dialami30% pasien NMO, seperti systemic lupus erythematosus (SLE),penyakit Graves, sindrom Sjögren, dsb.

Potret Klinis dan KomorbiditasNeuritis optik (NO) dan mielitis transverse (MT) adalah

patognomonis NMO. NO biasanya disertai nyeri okuler unilat-eral atau bilateral (jarang). Potret klinis lain terkait saraf optikadalah penglihatan kabur, skotoma, atrofi atau edema optic disc,deficit / hilang lapang pandang, hilangnya penglihatan yangpermanen (satu / dua mata).

Lesi spinal cord ada di bagian servikal dan umumnyabermanifes sebagai longitudinally extensive transverse myeli-tis (LETM), sepanjang minimal 3 segmen vertebra. Gejala terkaitspinal cord termasuk gangguan motoris dan sensoris, gangguansfingter / seksual.

Mielitis yang disebabkan NMO, sering disertai MTmenyeluruh dengan problematika berjalan (berupa tetraplegia /paraplegia), disfungsi sfingter tingkat sensoris, nyeri dan spasmetonik paroksismal di tubuh dan ekstremitas.

Bukti terbaru menunjukkan, NMO bukan hanya melibatkanpersarafan optik dan spinal cord. Gejala-gejala otak juga tampaksebagai manifestasi pertamanya. Keterlibatan sistem saraf pusat(SSP) di luar sistem optik dan spinal cord, dilaporkan pada 59%penderita NMO.

Pada 35% kasus serangan mielitis berat akut terkait NMOrelaps, sering dijumpai dysesthetic yang nyata, nyeri radikuler,mungkin terkait dengan gejala-gejala Lhermitte. Lesi dapatmeluas ke batang otak dan menyebabkan cegukan, mual yanghebat, atau gagal napas.

Dijumpai juga gejala-gejala batang otak dan nyeri neuropatik.Penderita NMO menunjukkan gejala-gejala batang otak yangkhas, yaitu: cegukan dan muntah yang membandel. Keterlibatanmeduler di area postrema dan nucleus tractus solitaries, area dimana ekspresi AQP4 nyata meninggi, dapat menyebabkanmuntah hebat atau cegukan yang membandel. Gejala-gejalabatang otak lain, yakni: mual, vertigo dan gangguan vestibuler,nistagmus, hilang pendengaran, kelemahan (otot) wajah atauparalisis fasial, nyeri wajah atau dysestesia, neuralgia trigemi-nal, diplopia, miosis, ptosis, dan ataksia.

Lebih dari 80% penderita NMO merasakan nyeri. Nyeribangkitan (evoked pain) paling sering disebabkan spasme otottonik yang amat nyeri, dan nyeri neuropatik yang terus-menerus.Di Korea, dari 40 penderita NMO, dijumpai 25% dengan spasmetonik yang amat nyeri. Nyeri neuropatik yang berkelanjutan danmembandel berlokasi di sekitar dada dan pinggang, di seluruhbagian kaki, atau di punggung. Nyeri hebat dapat terjadi di sta-dium awal penyakit, bahkan bisa menjadi gejala klinis pertamaNMO. Pada tahapan diagnosis, area nyeri biasanya sesuaidengan lokasi lesi spinal cord yang dijumpai pada MRI.

Gejala-gejala umum penderita NMO berupa: sakit kepala,nyeri, gejala Lhermitte, gejala Uhthoff, lelah, gangguan memori,gangguan kognitif lainnya, cemas, depresi. Gejala-gejala lainnya:nyeri paroksismal spastik, tremor, mioklonus, khorea, diskinesia.

Mekanisme patogenesis NMOSerum AQP4-IgG dan sel-sel plasma yang memroduksi AQP4-IgG

memasuki sistem saraf pusat, menyebabkan pengikatanchannels AQP4-IgG ke AQP4 pada astrosit. Kerusakan astrosittergantung-antibodi melibatkan sitotoksisitas tergantung-komplemen. Mekanisme CDCC dan ADCC memicu inflamasi,injuri oligodendrosit, demielinasi dan kehilangan neuron.

Glikoprotein CD59 menghambat sel lisis dengan menghambatpembentukan MAC. Singkatan: ADCC, antibody-dependent

cellular cytotoxicity; AQP4, aquaporin 4; CDC, complement-dependent cytotoxicity; CDCC, complement-dependent

cellular cytotoxicity; MAC, membrane attack complex; NMO,neuromyelitis optica. (Sumber: Papadopoulos, dkk 2014:494)

61-65 -- Racikan Dito AnurogoTaruna Ikrar neuromyelitis.pmd 8/20/2015, 8:55 PM62

Page 3: The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)

RACIKAN

63Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST NO. 139 Thn. XII September 2015

Uniknya, ada 3 wanita AQP4-IgG–seropositive dengan as-ymptomatic myelitis pada kasus NMO. Manifestasi extraop-ticospinal NMO berupa: ensefalopati mirip acute disseminatedencephalomyelitis atau posterior reversible encephalopathysyndrome (PRES). Gejala terkait PRES berupa gangguankesadaran, agitasi, konvulsi, gangguan visual, diplopia,nistagmus.Gejala-gejala NMO terkait hipotalamus berupademam, hipotermia, hipotensi ortostatik, takikardi, gangguantidur, hiperfagi, gangguan endokrin.

Pada kasus endokrinopati terkait NMO, manifestasi klinisnya:adenoma hipofisis, amenore, diabetes insipidus, diabetes mel-litus, galactorrhea, gangguan haid, gangguan hormonpertumbuhan, hiperfagi, hipertiroidisme, hiponatremia (sekresiADH terganggu), hipotiroidisme, obesitas, peningkatan serumprolaktin, penurunan serum FSH, penurunan serum LH.

Gangguan otoimun terkait NMO berupa alergi, anemiahemolitik, artritis rematoid, Behçet’s disease, Crohn’s disease,Graves’ disease, hepatitis (otoimun), hipo / hipertiroidisme, my-asthenia gravis, poliarteritis nodosa, polimiositis, psoriasis,purpura trombositopeni, sclerosing cholangitis, sindromantifosfolipid, sindrom Sjögren, SLE, uveitis dan vitiligo.

Perjalanan penderita NMO berupa monofasik atau relaps.Saat monofasik, kejadian NO dan LETM (<30 hari) simultan terjaditanpa relaps apa pun, namun 80-90% penderita NMO mengalamirelaps. NO dan mielitis dapat terpisah beberapa bulan / tahun,namun 55% penderita mengalami relaps saraf optik atau spinalcord pertama mereka dalam 1 tahun, setelah kejadian klinis awal;hal ini mencapai 78% setelah 3 tahun, 90% dalam 5 tahun.

Mayoritas kematian terkait NMO terjadi akibat dari mielitisservikal yang ascending dan parah, keterlibatan batang otak,yang memicu kegagalan respirasi.

Mutiara DiagnosisDiagnosis NMO ditegakkan sesuai kriteria Wingerchuk

(2006). Kriteria ini menyatukan status antibodi aquaporin-4(AQP-4). Lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Dari kriteria Wingerchuk (2006), jelas bahwa biomarkerspesifik untuk menegakkan diagnosis NMO adalah immuno-globulin G1 autoantibodies, berupa aquaporin-4 (AQP4-IgG).NMO IgG memiliki tingkat spesifisitas yang tinggi (99%) dantingkat sensitivitas sedang (56-73%). NMO IgG tidak dapatmelewati sawar darah otak (blood brain barrier; BBB), namundapat melewati plasenta. Hindari biopsi tulang belakang untukmenegakkan diagnosis.

Selain kriteria Wingerchuk (2006), diagnosis serta tatalaksanaNMO telah dirumuskan European Federation of NeurologicalSocieties (EFNS) tahun 2010, dan Neuromyelitis Optica StudyGroup (NEMOS) tahun 2014.

Pemeriksaan PenunjangTes laboratorium dasar yang direkomendasikan untuk

konfirmasi diagnosis NMO antara lain: pemeriksaan darah,koagulasi, serum kimiawi, sedimentasi darah, glukosa darah, vi-tamin B12, asam folat, antibodi terkait dengan gangguan jaringankonektif (ANA/ENA, antibodi anti-ds-DNA, antikoagulan lu-pus, antibodi antifosfolipid, ANCA, sedimen dan analisis urin,Treponema pallidum hemagglutination assay dan antibodiparaneoplastik (terutama anti-CV2/CRMP5 dan anti-Hu).

Uji serologis serum AQP4-Ab yang diperoleh dari jaringan, sel,atau protein, adalah baku emas diagnosis NMO. Spesifisitas as-says ini berkisar 90-100%. AQP4-Ab terdeteksi pada 60–90%penderita yang secara klinis dan radiologis, memenuhi kriteria NMO.

Uji serologis disertai riwayat dan cutaneous stigmata,berhasil mengungkap kekacauan humoral tambahan, jugasindrom yang tumpang-tindih dengan amyopathic dermatomyo-sitis, rheumatoid arthritis, dan SLE.

Riset terkini menunjukkan, bila hasil pemeriksaan AQP4-Ab-negatif, maka penderita NMO dewasa dan anak masih dapatdiperiksa antibodi terhadap myelin oligodendrocyte glycopro-tein (MOG).

Pada MRI otak, dijumpai contrast enhancement denganbentuk mirip awan (a cloudlike shape) dan pencil-thin ependy-mal enhancement adalah ciri khas NMO. Studi ultrahigh-fieldimaging melaporkan, lesi NMO tidak secara tipikal menunjukkan

Kriteria Wingerchuk (2006)A. Terdapat neuritis optik (berat)B. Terdapat transverse myelitisC. Sekurangnya dua dari tiga kriteria suportif berikut ini:1. Lesi spinal cord yang berdekatan, tampak dengan

pemeriksaan MRI, meluas hingga lebih dari 3 segmen verte-bra.

2. Hasil imaging MRI otak tidak memenuhi kriteria diagnostikPaty untuk onset multiple sclerosis (MS).

3. Hasil pemeriksaan serum positif untuk antibodi AQP-4 atauNMO-IgG/AQP4 antibody seropositivity.

Lesi otak atipikal pada penderita NMO tampak dengan MRI.(Pittock SJ, dkk 2006:394)

61-65 -- Racikan Dito AnurogoTaruna Ikrar neuromyelitis.pmd 8/20/2015, 8:55 PM63

Page 4: The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)

RACIKAN

64 Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST NO. 139 Thn. XII September 2015

pembuluh darah sentral, hypointense rim, dan kurang tampaknyalesi kortikal. Hiperintensitas serebral T2-/FLAIR tampak pada60% penderita NMO, meski seringkali tidak menunjukkanmanifestasi klinis, dan secara tipikal tidak tampak pada gambaranT1-weighted.

Diagnostik / pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) untukmenegakkan diagnosis NMO, antara lain: sitologi, hitung sel, pro-tein, laktat, rasio serum/albumin cairan serebrospinal, rasio serum/IgG, IgA, dan IgM cairan serebrospinal, oligoclonal bands (OCB),dan reaksi virus MRZ (measles, rubella, dan varicella zoster).

Pada penderita NMO, selama serangan akut dijumpai pleo-cytosis (>50 sel/mm3) dengan neutrofil di CSF. Biomarkerdestruksi astrosit pada NMO adalah kadar glial fibrillary acidicprotein (GFAP) di CSF.

Elektrofisiologi dan/atau optical coherence tomography(OCT), dilakukan bila tersedia fasilitas. OCT menunjukkanpenurunan ketebalan retinal nerve fiber layer (RNFL) dan volu-me makular, hal ini penting untuk membedakan NMO denganMS. OCT mengidentifikasi edema makular mikrosistik pada 25%penderita NMO dan 4,7% penderita MS.

Pemeriksaan pencitraan MRI adalah teknik terpenting, untukmengetahui diagnosis banding NMO. Pada kasus tertentu yangmengarah ke diagnosis NMO, dilakukan pemeriksaan MRIseluruh sistem saraf pusat (cranial-spinal cord MRI), tanpamenghiraukan ada tidaknya tanda-gejala utama.

TatalaksanaTerapi harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan,

mengingat parah / beratnya serangan NMO, risiko tinggiterjadinya disabilitas, dan mencegah terjadinya kekambuhan.Serangan NMO akut diterapi dengan kortikosteroid (misalnya:methylprednisolone) intravena dosis tinggi dan plasmapheresis.

Pemberian methylprednisolone intravena dosis tinggi,mampu memberi respon klinis yang cepat, segera setelahpemberian infus. Berdasar riset non-genomik, efek ini dimediasi

oleh efek langsung pada membran seluler dan fungsi mitokon-dria, menginduksi reduksi produksi adenosine-5’-triphosphatedan mempromosikan apoptosis seluler.

Sebenarnya, methylprednisolone telah digunakan sejak 1970sebagai antiradang kuat atau agen imunosupresan dalamtatalaksana beragam penyakit/gangguan, seperti hematologi,alergi, neoplastik, dan otoimun.

Plasmapheresis diberikan bila methylprednisolone tidakefektif. Plasmapheresis adalah teknik pemurnian darah, yangdidesain untuk menghilangkan antibodi, komplemen, sitokin, dankemokin dari plasma. Agar menjadi amat efektif, plasmapheresisharus dikaitkan dengan terapi imunosupresan, mencegah produksiimunoglobulin yang baru. Jika produksi antibodi tidak dihambat,diperlukan sesi plasmapheresis tambahan.

Riset berbasis genomik dan non-genomik mampu menjelas-kan efek positif kortikosteroid bagi penderita NMO, berupa me-micu reduksi inflamasi, apoptosis leukosit, supresi migrasi leu-kosit polimorfonuklear dan reversal dari peningkatan permea-bilitas pembuluh darah kapiler.

Untuk mencegah serangan lebih lanjut, diperlukan terapimaintenance, berupa: kortikosteroid oral dosis rendah dan obatimunosupresan nonspesifik, yakni: azathioprine dan mycophe-nolate mofetil.

Menurut rekomendasi Neuromyelitis Optica Study Group (NE-MOS) tahun 2014, terapi lini pertama NMO adalah azathioprinedan rituximab. Terapi lini kedua adalah methotrexate, mycophe-nolate mofetil, dan mitoxantrone (golongan imunosupresif).

Regimen AHSCT (autologous non-ablative hematopoieticstem cell transplantation) ditoleransi baik, ditandai denganadanya perbaikan klinis. Tatalaksana yang berpotensi efektifmengatasi NMO seperti: eculizumab (inhibitor komplemen),tocilizumab (IL 6 receptor inhibitor), sivelestat dan cetirizine(inhibitor granulosit), imunoglobulin intravena, CD19-deplet-ing agents, dan terapi anti-TNF.

Pemetaan resolusi tinggi extracellular loop amino acids

Tabel Tatalaksana Neuromyelitis Optica (NMO)

Fase serangan akut

Methylprednisolone intravena dosis tinggi 1 gram/hari selama 3 - 5 hariPlasmapheresis 2 ~ 4 liter per sesi, 2 hingga 3 sesi per minggu, sampai 7 sesi.

Untuk mencegah kekambuhan (relapse rate reduction)

Prednisone oral 5 ~ 20 mg/hariPrednisolone 2–20 mg/hariAzathioprine 2,5 – 3 mg/kg berat badan/hariMycophenolate mofetil 2 gram/hari atau 750–3000 mg/hariRituximab 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu atau 1g diulang dalam 2 minggu; monitor sel-

sel B CD19+ atau CD27+ bila terapi akan diberikan kembali.Atau: 1 g pada hari 1dan hari 14, ulangi setiap 6 bulan (optional: monitor kadar CD19)

Imunoglobulin intravena (IVIG) 400 mg/kg berat badan selama 5 hari tiap-tiap bulanMitoxantrone 12 mg/m2/bulan, dosis kumulatif maksimum 140 mg/m2.Cyclophosphamide 1 g/hari tiap-tiap bulan atau imunoablasi dengan 2 g/hari selama 4 hari.Methotrexate 7,5–25 mg sekali dalam semingguCyclosporine A 2–5 mg/kg berat badan per hari

Keterangan: Pemberian obat harus dengan rekomendasi dokter, mengingat efek sampingnya.(Sumber: Sato D, dkk 2012:61,Papadopoulos MC, dkk 2014:495)

61-65 -- Racikan Dito AnurogoTaruna Ikrar neuromyelitis.pmd 8/20/2015, 8:55 PM64

Page 5: The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)

RACIKAN

65Semijurnal Farmasi & KedokteranETHICAL DIGEST NO. 139 Thn. XII September 2015

Rujukan1. Banker P, et al. Mult Scler 2012;18:1050–3.2. Bienia B, Balabanov R. Autoimmune Diseases 2013 (2013).3. Bradl M, et al. Nat Rev Neurol 2014;10:529–536.4. Burton J, et al. Neurology 84.14 Supplement (2015): P5-259.5. Cree BAC, et al. Semin Neurol 2002;22(2):105-122.6. Dalakas MC. Nat Clin Pract Neurol 2008;4(10):557-567.7. Flanagan EP, et al. Neurol Clin Pract 2015;5(2):175-7.8. Ito S, et al. Ann Neurol 2009;66:425–8.9. Iyer A, et al. Autoimmunity 2014;47:154–161.10. Jarius S, et al. Nat Clin Pract Neurol 2008;4:202–214.11. Jarius S, et al. J Neuroinflammation 2010;7:52.12. Jarius S, et al. J Neuroinflammation 2012;9:14.13. Jarius S, Wildemann B. J Neuroinflammation 2013;10:8.14. Jarius S, et al. Clin Exp Immunol 2014;176:149–164.15. Lana-Peixoto MA, Callegaro D. Arq Neuropsiquiatr 2012;70

(10):807-813.16. Lana-Peixoto MA, et al. Arq Neuropsiquiatr 2011;69(4):687-692.17. Lennon VA, et al. Lancet 2004;364(9451):2106–12.

18. Martin C, et al. Dermatology 2015;230:289-292.19. O'Riordan JI, et al. J Neurol Neurosurg Psych 1996;60(4):382-7.20. Owens GP, et al. J Biol Chem 2015;290.19:12123-34.21. Papadopoulos MC, et al. Nat Rev Neurol 2014;10:493–506.22. Pittock SJ, et al. Arch Neurol.2006;63:390-6.23. Ramanathan RS, et al. BMC Neurology 2014;14:51.24. Sahraian MA, et al. Neurol Clin 2013;31:139–152.25. Sandkühler J. Physiol Rev 2009;89:707–758.26. Sato D, et al. Arq Neuropsiquiatr 2012;70(1):59-66.27. Sato D, Fujihara K. Arq Neuropsiquiatr 2011;69(5):824-28.28. Sato DK, et al. Brain Pathology 2013;23:647–660.29. Trebst C, et al. J Neurol 2014;261:1–16.30. Weinshenker BG. Neurol Clin Neurosci 2014;2:23–27.31. Weinshenker BG, Wingerchuk DM. Neurology 2014;82:466–467.32. Wingerchuk DM, et al. Neurology 1999;53:1107–14.33. Wingerchuk DM, et al. Neurology 2006;66:1485–9.34. Wingerchuk DM, et al. Neurology 84.14 Supplement (2015):P5-265.

yang penting untuk ikatan NMO-IgG dan epitop otoantibodiAQP4, mengidentifikasi target primer yang berpotensi terapi.

Di masa mendatang, terapi berbasis antibodi monoklonal(seperti: rituximab), reseptor anti-IL6, antikomplemen atau anti-AQP4-Ab biologis, non-pathogenic AQP4-specific antibodies(seperti: aquaporumab), inhibitor neutrophil elastase,antihistamin dengan aksi penstabil eosinofil, dan AQP4-IgGdeglycosylation atau cleavage AQP4-IgG enzimatik, diharapkanmampu mengatasi NMO.

Ucapan Terimakasih: Yow-Pin Lim, MD., Ph.D., (President-Chief Scientific Officer ProThera Biologics, Inc, Providence, Rhode

Island, Adjunct Asst. Professor Alpert Medical School of BrownUniversity) atas bantuan akses jurnal ilmiah.

1Indonesian Young Health Professionals’ Society (IYHPS),korespondensi : [email protected]

2Brain and Circulation Institute of Indonesia (BCII), Indonesia3Department of Anatomy and Neurobiology, University of

California, Irvine, California 92697, USA

Jalur aktivasi komplemen dan target obat komplemenKomponen-komponen utama jalur aktivasi komplemen lectin dan alternatif, klasik tampak jelas, terkait dengan C1mAb dan

eculizumab—antibodi-antibodi monoklonal yang menarget komponen komplemen C1 dan C5, berturut-turut; C1inh, yang menarget C1;dan cyclic oligopeptide compstatin, yang menarget C5. Anafilatoksin C3a dan C5a menyebabkan aktivasi granulosit dengan

pengikatan ke reseptor spesifik. Singkatan: AQP4, aquaporin 4; C1inh, complement protein 1 inhibitor; MAC, membrane attackcomplex; MASP, mannan-binding lectin serine protease; MBL, mannose-binding protein. (Sumber: Papadopoulos, dkk 2014:501)

61-65 -- Racikan Dito AnurogoTaruna Ikrar neuromyelitis.pmd 8/20/2015, 8:55 PM65