syarat shalat
DESCRIPTION
Syarat, rukun, dan sunnah shalatTRANSCRIPT
Syarat shalat
-Masuk waktu shalat
Apakah waktu shalat pada jadwal shalat itu valid dan sah dipakai?
Larangan di waktu-waktu dilarang shalat
-berwudhu
-Suci dari hadast
Apakah suci dari najis termasuk syarat?
Bagaimana orang yang lupa belum berwudhu?
-Menutup aurat bila mampu
Bagaimana hukumnya bagi wanita yang tidak memakai mukena namun menutup aurat?
Apakah aurat yang tersingkap ketika shalat membatalkan shalat?
-Menghadap Kiblat bila mampu
Orang yang jauh dari ka'bah, apakah arah kiblat harus sangat presisi?
Bagaimana arah kiblat orang yang menaiki kendaraan?
Bagaimana orang yang berbaring?
Bagaimana orang yang tidak memiliki petunjuk arah?
-Niat
Dimana tempatnya niat?
Tentang Ikhtilaf diucapkannya niat
Rukun (Amalan yang jika ditinggalkan maka amalan itu batal. Jika amalan tsb terlupakan, maka rakaat tsb. Tidak sah) Shalat
-berdiri jika mampu (khusus shalat wajib, namun jika duduk pahalanya setengah dari berdiri)
Bagaimana jika naik pesawat atau kereta?
-Takbiratul Ihram
-Membaca Al-Fatihah
Rajih: al-fatihah wajib setiap rakaat
Apakah makmum wajib membaca al-fatihah? (imam syafi'i: wajib baik sir dan jahr; imam ahmad: jahr imam wajib mendengarkan imam; keduanya kuat)
-Rukuk dan tuma'ninah
Hadist tentang tuma'ninah: meluruskan punggungnya ketika rukuk
Posisi tangan?
-Sujud dan tuma'ninah
7 bagian yang menyentuh lantai: dahi(serta hidung), telapak tangan, lutut, ujung kaki
-Duduk diantara dua sujud dan tuma'ninah
-Tasyahud dan duduk tasyahud Akhir
Tasyahud awal?
-Salam (yang pertama)
-Tertib
Dua Kesalahan dalam Shalat
Dalam shalat kita mengenal ada gerakan atau bacaan yang statusnya sebagai rukun shalat, wajib shalat, dan sunah shalat. Karena itu, kesalahan yang dilakukan masyarakat ketika shalat, bisa kita kelompokkan menjadi dua :
Pertama, kesalahan yang bisa membatalkan shalat. Itulah semua kesalahan yang bisa mengurangi kadar rukun atau wajib shalat. Sehingga dia dianggap belum mengerjakan rukun atau wajib shalat tersebut.
Kedua, yang tidak sampai membatalkan shalat. Kesalahan ini tidak sampai mengurangi kadar rukun atau wajib shalat.
Kesalahan yang Sering Terjadi Dalam Shalat
Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan kaum muslimin ketika shalat. Sebagian ada yang mengancam keabsahan shalatnya dan sebagian tidak sampai membatalkan shalat.
[1] Tidak thuma’ninah
Yang dimaksud thuma’ninah adalah posisi tubuh tenang ketika melakukan gerakan rukun tertentu. Ukuran tenangnya adalah mencukupi untuk membaca satu kali do’a dalam rukun tersebut. Misalnya, thuma’ninah ketika ruku’, artinya posisi tubuh tenang setelah ruku’ sempurna. Kemudian baru membaca do’a ruku’, minimal sekali.
Sering kita saksikan, beberapa kaum muslimin tidak thuma’ninah. Mereka ruku’ dan sujud terlalu cepat. Begitu sampai titik ruku’ atau sujud, langsung bangkit. Ada kemungkinan, do’a ruku’ sudah dibaca ketika bergerak ruku’, sebelum ruku’ sempurna. Shalat model semacam ini batal karena tidak thuma’ninah.
Suatu ketika ada seseorang yang masuk masjid kemudian shalat dua rakaat. Seusai shalat, orang ini menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu berada di masjid. Namun Nabi menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya. Setelah diulangi, orang ini balik lagi, dan disuruh mengulangi lagi shalatnya. Ini berlangsung sampai 3 kali. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya cara shalat yang benar. Ternyata masalah utama yang menyebabkan shalatnya dinilai batal adalah kareka dia tidak thuma’ninah. Dia bergerak ruku’ dan sujud terlalu cepat. (HR. Bukhari & Muslim).
Hadits ini mejadi dalil bahwa thuma’ninah dalam shalat termasuk rukun shalat. Untuk menanggulanginya, tahan ketika kita sudah sempurna ruku’, atau sujud, kemudian baru baca do’a ruku’ atau do’a sujud.
[2] Was-was ketika takbiratul ihram
Kesalahan kedua ini banyak dialami oleh mereka yang berkeyakinan harus berbarengan persis antara niat di hati dan ucapan takbiratul ihram. Jika ada sedikit yang mengganggu dalam proses niatnya, dia langsung membatalkan diri dan mengulangi takbiratul ihram.
Perbuatan ini sejatinya telah diperingatkan para ulama. Berikut para ulama yang memberikan peringatan akan hal ini,
1. Ibnul Jauzi mengatakan, “Ada juga orang yang bertakbir kemudian dia batalkan takbirnya, bertakbir lagi, dia batalkan lagi, ketika imam mendekati ruku’, barulah orang yang terjangkiti was-was ini berhasil bertakbir, lalu mengejar ruku’ imam. Sungguh aneh, mengapa dia baru berhasil niat ketika itu! Semua ini terjadi karena tipuan iblis yang menggodanya agar dia kehilangan keutamaan takbiratul ihram bersama imam.” (Talbis Iblis, hlm. 169).
2. Imam Asy Syafi’i mengingatkan, “Was-was ketika niat shalat dan bersuci adalah bentuk kebodohan dengan syariat dan kurang akalnya.” (Al Qaulul Mubin fi Akhtha Mushallin, hlm. 93).
Untuk mengobati penyakit ini, yakinkan bahwa anda sudah niat, tidak perlu diulangi, dan baca takbiratul ihram sekali. Inilah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila kamu ingin shalat, wudhulah dengan sempurna, lalu menghadaplah ke arah kiblat, dan bertakbirlah” (HR. Bukhari). Anda perhatikan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan bacaan apapun sebelum shalat dan beliau hanya mengajarkan takbir sekali.
[3] Bacaan Sirr (Pelan) Saat Shalat Wajib Terdengar Oleh Diri Sendiri dengan Menggerakkan Bibir dan Lidah
Seorang tabi’in Abdullah bin Sakbarah bercerita bahwa ia pernah bertanya kepada Khabab RA, tentang apakah Rasulullah pada shalat Zhuhur dan Ashar? Kabbab menjawab, “Ya”. “Bagaimana kalian mengetahuinya?”, tanyanya. “Dari gerakan janggutnya”, jelasnya. (HR. Al-Bukhari [2:244] Fathul Bari, Al-Baihaqi [2:54] dan lainnya).
Imam yang empat berpendapat bahwa menggerakkan lidah saat membaca bacaan shalat adalah wajib dan tidak cukup hanya dibaca di hati tanpa dilafalkan, berdasarkan sunnah yang shahih sebagaimanayang biasa mereka lakukan dalam istinbath-istinbath (penyimpulan-penyimpulan hukum) oleh mereka.
Dari Abu Qatadah RA, ia berkata: “Pada raka’at pertama dan kedua shalat Zhuhur Nabi Saw membaca Al-Fatihah dan dua surah, pada raka’at pertama surah panjang, dan pada raka’at kedua surah pendek. Terkadang beliau memperdengarkan ayat dan dalam shalat Ashar beliau membaca Al-Fatihah dan dua buah surah…” (HR. Al-Bukhari [2:243] dalam Fathul Bari, dan Muslim [1:323]
Jika Rasul tidak memperdengarkan bacaannya kepada diri beliau, tentu mereka tidak mengetahui apa yang dibaca oleh beliau pada shalat Ashar. Ini merupakan dalil yang sangat jelas atas hal ini.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’-nya [1:2787] berkata, “Qira’ah (bacaan) adalah mengatur suara dengan huruf, maka dia harus bersuara Minimal didengar oleh diri sendiri. Jika tidak didengar oleh diri sendiri maka shalat tidak sah…”.
Dalam Al-Majmu’ [:295], Imam An-Nawawi mengemukakan, “Minimal dari bacaan sirriyah(pelan) ialah didengar oleh diri sendiri jika pendengarannya normal dan suasana tidak bising. Ini meliputi bacaan (Al-Qur’an), takbir, dan tasbih dalam rukuk dan lainnya, juga tahiyyat, salam dan doa. Baik bacaan wajibnya maupun sunnahnya tidak dianggap kecuali jika terdengar oleh diri sendiri melalui pendengaran yang normal dan tidak ada penghalang atau gangguan. Jika ada gangguan, maka suara ditinggikan agar dapat didengar oleh diri sendiri. Jika seperti itu keadaannya, maka tidaklah dianggap cukup jika bacaannya tidak seperti itu. Demikian Syafi’i menegaskan yang disepakati oleh teman-teman kami”.
[3] Imam salah dalam membaca Al Fatihah
Ketika seseorang merasa tidak bisa baca Al Fatihah dengan baik, seharusnya dia tidak nekat untuk maju menjadi imam. Karena ini mengancam keabsahan shalat makmumnya. Imam Syafi’i mengatakan, “Orang yang salah bacaan Al Fatihah-nya yang menyebabkan perubahan makna (pada ayat-red), menurutku shalatnya tidak sah, tidak sah pula orang yang shalat di belakangnya. Jika salah di selain Al Fatihah, aku membencinya, meskipun tidak wajib mengulangi. Karena jika dia tinggalkan selain Al Fatihah dan hanya membaca Al Fatihah, saya berharap shalatnya diterima. Jika shalatnya sah maka shalat makmum juga sah insya Allah. Jika kesalahannya pada Al Fatihah atau lainnya, namun tidak mengubah makna, shalatnya sah, namun saya benci dia jadi imam, apapun keadaannya.” (Al Umm, 1/215)
[4] Sedekap miring
Sebagian orang bersedekap dengan meletakkan kedua tangan tepat di atas jantungnya, atau di atas organ hatinya. Tidak ada satupun yang memberikan dalilnya. Mereka merasa, shalat dengan cara itu, hatinya atau jantungnya akan lebih tenang.
Kita semua sepakat, shalat yang paling sempurna adalah shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan bersedekap dengan cara demikian. Artinya, itu bukan metode agar shalat kita menjadi khusyu.
Masalah berikutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat seperti layaknya orang yang berkacak pinggang. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat sambil ikhtishar ” (HR. Bukhari).
Ikhtishar adalah meletakkan satu tangan di atas pinggang atau kedua tangan di atas kedua pinggang. (Sunan Turmudzi keterangan hadits no. 384). Sementara kita memahami, orang yang bersedekap miring, menyebabkan salah satu sikunya keluar jauh dari tubuhnya, layaknya orang yang berkacak pinggang.
[5] Tidak ruku’ atau i’tidal dengan sempurna
Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujud ketika shalat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama Anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab, “40 tahun”. Hudzaifah mengatakan, “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun (karena shalatnya batal-pen)”. Lanjut Hudzaifah, “Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari)
Hadits ini berbicara tentang orang yang tidak sempurna dalam melakukan gerakan rukun dalam shalat. Misalnya, orang yang ruku’, sebelum posisi ruku’ sempurna, dia sudah bangkit. Atau orang yang belum sempurna berdiri i’tidal (tubuh masih condong ke depan), dia sudah sujud.
[6] Tidak menempelkan hidung ketika sujud
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar orang yang sujud benar-benar menempelkan hidungnya ke lantai. Beliau bersabda, “Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya
ke tanah” (HR. Ibnu Abi Syaibah, ‘Abdurrazzaq, dan dinilai shahih oleh Al Albani). Hadits ini menunjukkan menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.
[7] Membuka tangan ketika salam
Salam ke kanan, membuka tangan kanan, salam ke kiri dengan membuka tangan kiri. Kebiasaan ini pernah dilakukan sebagian sahabat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ”Ketika kami shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami mengucapkan ”Assalamu’alaikum wa rahmatullah – Assalamu alaikum wa rahmatullah” sambil berisyarat dengan kedua tangan ke samping masing-masing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, ”Mengapa kalian mengangkat tangan kalian, seperti keledai yang suka lari? Kalian cukup letakkan tangan kalian di paha kemudian salam menoleh ke saudaranya yang di samping kanan dan kirinya” (HR. Muslim).
Hal-hal yang jarang diketahui
Pembatas shalat
Bagaimana jika memulai shaf barularangan shalat jamaah di shaff belakang sendirian
Jika shalat batal:
-keluar hadast
-ingat belum beruci dari hadas
Mana yag didahulukan saat shalat jumat, shalat tahiyatul masjid atau menunggu muadzin selesai adzan
Jika sedang shalat tahiyatul masjid, lalu iqamah dikumandangkan