susunan redaksi jurnal dinamika - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) jurnal...

108

Upload: votram

Post on 12-Mar-2019

271 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro
Page 2: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA

Pengawas : Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS

Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, M.Si

Pembimbing : Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan FEB UNS

Dr. Siti Aisyah Tri Rahayu,S.E.M.Si

Dewan Redaksi : Bhimo Rizky Samudro, SE, M.Si., Ph.D

Tri Mulyaningsih, SE, M.Si., Ph.D

Penanggung Jawab : Yogi Pasca Pratama,SE.,M.E

Estrada Dewanagara

Pemimpin Umum : Devanda Septian P.A

Pemimpin Redaksi : Novia Tri Wahyuningsih

Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati

Fachri Rosyidi

Kartika Syandra Refriza

Kurniantoro Priadi

Salsabila Shelma Karamy

Stephani Eka Putri M.

Staff Redaksi : Muhammad Rifqi Hasbullah Veliannisa Widiyastama

Tias Anggria Setyani Icha Meinanda Putri

Layout dan Sirkulasi : Sinta Santosa

Wahyu Kurniawan

Alamat Redaksi : Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan (HMJEP)

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Sebelas Maret

Gedung UKM FEB UNS

Jl. Ir. Sutami No. 36 A, Solo 57126

Telp: (0271) 647481

Jurnal Dinamika ini adalah jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Himpunan Mahasiswa

Jurusan Ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret.

Diterbitkan sebagai sarana publikasi hasil pemikiran ilmiah mahasiswa dan pihak yang berkompeten,

baik berupa penelitian empiris maupun artikel yang berkaitan dengan isu-isu dterkini dalam bidang ilmu

ekonomi atau studi pembangunan.

Tulisan yang dipublikasikan dalam jurnal ini merupakan tanggung jawab penulis, tidak mewakili

pendapat penyunting.

Page 3: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

PENULIS JUDUL HALAMAN

Anang Pra Yogi

Yogi Pasca Pratama

KAJIAN MENYUSUI: KEBIJAKAN,

BUDAYA DAN PERAN DALAM

PEMBANGUNAN

1-33

Nunung Sri Mulyani

Izza Mafruhah

Nurul Istiqomah

ANALISIS POTENSI USAHA KRIPIK TEMPE

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN

SENTRA INDUSTRI KRIPIK TEMPE DI

KABUPATEN NGAWI

34-57

Ariyanto Adhi Nugroho KONDISI PERUMAHAN DAN STRATEGI

DEVELOPER MENGHADAPI PERSAINGAN

PASAR PROPERTI DI KOTA SURAKARTA

58-77

Dyah Kusumaning A.P DINAMIKA PEREKONOMIAN WILAYAH

INDONESIA TAHUN 2011-2016 78-103

DAFTAR ISI

Page 4: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT

yang senantiasa mencurahkan rahmat serta semua ke agungan-Nya, sehingga

penyusunan Jurnal Bidang Media dan Informasi Himpunan Mahasiswa Jurusan

Ekonomi Pembangunan, Universitas Sebelas Maret ini dapat berjalan dengan

lancar.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami selaku Bidang Penerbitan di Himpunan

Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret,

mengucapkan rasa terimakasih kepada Ibu Tri Mulyaningsih, S.E, M.Si, Ph.D dan

Bapak Bhimo Rizky Samudro, S.E, M.Si, Ph.D selaku reviewer, yang disela-sela

rutinnya masih dapat meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan,

serta pengetahuan kepada kami.

Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Anang Pra Yogi, Yogi

Pasca Pratama, Nunung Sri Mulyani, Izza Mafruhah, Nurul Istiqomah, Ariyanto

Adhi Nugroho, dan Dyah Kusumaning A.P. Selaku penulis yang bersedia

menuangkan idenya didalam jurnal ini.

Kami juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak

dapat kami sebutkan satu persatu di sini. Kami menyadari bahwa dalam

penyusunan jurnal ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami

masih membutuhkan bimbingan dari bapak dan ibu dosen di pengerjaan jurnal

selanjutnya.

Semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca,

khususnya mahasiswa, serta dapat membawa dampak yang positif terhadap

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Page 5: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

1

KAJIAN MENYUSUI: KEBIJAKAN, BUDAYA DAN PERAN

DALAM PEMBANGUNAN Anang Pra Yogi

1, Yogi Pasca Pratama

2

1Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Universitas

Sebelas Maret 2Universitas Sebelas Maret

1,2Kesatuan Intelektual Masyarakat Independen (KIMI) Institute

Email: [email protected], [email protected]

ABSTRACT

This study aims to see government`s view and regulation about exclusive

breastfeeding, the socio-culture about breastfeeding habit in the community, and

how exclusive breastfeeding can play a role in human development. The study

focus on breastfeeding policy, breastfeeding culture, and the role of breastfeeding

development. Begin with literature studies, by collecting secondary data sources

related to breastfeeding, then analyze it to become a systematic study. In the end,

we found that Indonesian government show their concern about exclusive

breastfeeding. There are several policies that regulate breastfeeding in Indonesia,

but the community shows their support in traditions breastfeeding activity as a

culture and inhibit the exlusive breastfeeding. Even though exclusive

breastfeeding can improve human quality which has a long-term impact that can

improve human health.

Keywords: breastfeeding, policy, culture, human development

PENDAHULUAN

Kajian pembangunan merupakan salah satu pembahasan utama dalam

lingkup ilmu ekonomi. Segala upaya pembangunan merupakan suatu jalan untuk

mencapai kesejahteraan rakyat secara umum yang dilakukan melalui berbagai

bidang. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah pembangunan manusia sebagai

titik tolak upaya pembangunan yang tidak hanya memposisikan manusia sebagai

objek pembangunan, tetapi juga menempatkan manusia sebagai subjek

pembangunan. Oleh karena itu pembangunan manusia untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia merupakan suatu tajuk bahasan yang menarik untuk

diteliti.

Pembangunan manusia sendiri merupakan suatu upaya holistik yang

kompleks dan mencakup berbagai bidang. Pembangunan manusia dalam rangka

Page 6: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018

2

meningkatan kualitas manusia dapat diupayakan dalam berbagai bidang, salah

satunya adalah peningkatan kualitas kesehatan. Perhatian pada aspek kesehatan

manusia menjadi penting karena kesehatan merupakan salah satu aspek mendasar

yang menjadi kebutuhan manusia.

Kementerian Kesehatan RI (2016) menjelaskan bahwa pembangunan

kesehatan sebagai upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia pada periode

2015-2019 difokuskan pada empat program utama. Keempat program itu antara

lain, penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek

(stunting), pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak

menular.

Pencapaian program Kementerian Kesehatan tersebut berkaitan erat dengan

aspek mendasar, yaitu bagaimana situasi gizi masyarakat. Gizi merupakan aspek

yang krusial karena dapat berpengaruh ada kondisi kesehatan manusia dari awal

kehidupan manusia hingga masa usia lanjut. Kementerian Kesehatan RI (2016)

menegaskan bahwa gizi yang didapat manusia pada lima tahun pertama (0-59

bulan) berperan sangat vital terhadap kehidupan bayi hingga masa tua. Hal ini

dikarenakan pada lima tahun pertama, perkembangan fisik dan otak sedang berada

pada masa emas dalam pertumbuhan. Sehingga akan berpengaruh pada

perkembangan masa-masa hidup selanjutnya.

Situasi gizi pada usia tersebut ternyata berkaitan erat salah satunya dengan

bagaimana cakupan pemberian ASI. Seperti yang diungkapkan Umar, Abdullah,

& Prawirodihardjo (2013) dalam penelitiannya yang berpendapat bahwa

rendahnya cakupan pemberian ASI merupakan hambatan terhadap tumbuh

kembang anak yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan.

Perhatian pada pemberian ASI ini juga ditunjukkan oleh pemerintah dengan

penerbitan berbagai kebijakan yang terkait dengan dukungan pemberian ASI pada

balita di Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012

Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif merupakan kebjakan terbaru yang

dikeluarkan oleh Pemerintah RI yang mengatur secara rinci perihal ASI eksklusif.

Pasal 6 dan pasal 7 pada peraturan tersebut menjelaskan tentang kewajiban

pemberian ASI eksklusif. Pasal 6 menjelaskan bahwa setiap ibu yang melahirkan

mempunyai kewajiban untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang

Page 7: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

3

dilahirkannya. Pengecualian pada kondisi tidak memungkinkan, dijelaskan pada

pasal 7, yaitu pada kondisi yang menyebabkan bayi tidak dapat memperoleh hak

ASI eksklusif dikarenakan adanya indikasi medis yang dianjurkan oleh dokter, ibu

meninggal, dan ibu terpisah dari bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI eksklusif

tetap harus diusahakan karena merupakan hak bayi dan kewajiban bagi sang ibu.

Selain itu, sebagai sebuah perilaku, menyusui (dengan ASI) tidak terlepas

dari kondisi sosial budaya di mana manusia menjalani kehidupannya. Penelitian

Firanika (2010) di Kelurahan Bubulak, Kota Bogor menunjukkan salah satu

contoh hubungan antara nilai budaya dan cara hidup terhadap perilaku menyusui

secara eksklusif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai yang dipegang

masyarakat, selanjutnya akan dikukuhkan dalam keputusan memberikan ASI

eksklusif. Ada nilai budaya dan cara hidup yang memberikan dorongan untuk

memberikan ASI eksklusif, tetapi ada juga yang menghambat ataupun menolak

pemberian ASI eksklusif. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai dan cara hidup

yang menjadi bagian dari sistem budaya masyarakat ternyata juga dapat

berdampak pada keputusan pemberian ASI eksklusif.

Melihat pentingnya pemberian ASI eksklusif dalam konteks pembangunan

manusia, cukup menarik ketika melihat cakupan pemberian ASI eksklusif di

Indonesia yang masih rendah. Menurut publikasi Infodatin (Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia) yang dikeluarkan oleh

Kementerian Kesehatan RI (2014), menunjukkan bahwa pada tahun 2013, dari

2.482.485 bayi usia 0-6 bulan di Indonesia, terdapat 1.348.532 bayi yang

mendapat asupan ASI eksklusif dan 1.134.953 bayi yang tidak mendapat asupan

ASI eksklusif. Presentase bayi 0-6 bulan yang mendapat asupan ASI eksklusif di

Indonesia secara keseluruhan sebesar 54,3 persen. Sehingga dapat dikatakan

hampir separuh dari bayi 0-6 bulan tidak mendapat asupan ASI eksklusif

sebagaimana mestinya.

Page 8: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

4

Pemberian ASI Eksklusif Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2013

No

Provinsi

Bayi 0-6

Bulan

Presentase ASI

Eksklusif

Peringkat (Berdasar

Presentase ASI

Eksklusif)

1 Aceh 67.381 48,8 25

2 Sumatera Utara 58.909 41,3 29

3 Sumatera Barat 33.623 68,9 6

4 Riau 98.455 55,9 19

5 Jambi 31.747 51,3 23

6 Sumatera Selatan 91.256 63,9 10

7 Bengkulu 26.363 74,5 2

8 Lampung 103.360 59,4 14

9 Kep Babel 17.294 50,8 24

10 Kep. Riau 12.420 52,6 22

11 DKI Jakarta 27.264 62,7 12

12 Jawa Barat 579.593 33,7 31

13 Jawa Tengah 294.312 58,4 17

14 DI Yogyakarta 13.669 67,9 7

15 Jawa Timur 352.603 70,8 4

16 Banten 111.292 47,9 26

17 Bali 30.210 69,3 5

18 NTB 93.782 79,7 1

19 NTT 68.130 74,4 3

20 Kalimantan Barat 51.584 47,3 27

21 Kalimantan Tengah 17.755 43,4 28

22 Kalimantan Selatan 19.005 58,7 16

23 Kalimantan Timur 19.105 58,9 15

24 Sulawesi Utara 18.597 34,7 30

25 Sulawesi Tengah 14.531 62,3 13

Page 9: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

5

26 Sulawesi Selatan 78.815 66,5 8

27 Sulawesi Tenggara 21.628 56,0 18

28 Gorontalo 7.310 54,1 20

29 Sulawesi Barat 33.416 66,0 9

30 Maluku 13.224 25,2 33

31 Maluku Utara 5.103 62,7 11

32 Papua Barat 11.611 53,5 21

33 Papua 50.138 46,1 32

Indonesia 2.483.485 54,3

Sumber: Riskesdas 2013 dan olahan pusdatin (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Berdasarkan tabel tersebut, rata-rata cakupan pemberian ASI ekslusif di

Indonesia sebesar 54,3 persen. Sedangkan berdasarkan provinsi, NTB menjadi

urutan teratas dalam pemberian ASI eksklusif, yaitu sebesar 79,7 persen.

Sedangkan yang terendah adalah Maluku dengan cakupan pemberian ASI

eksklusif hanya sebesar 25,2 persen. Provinsi di Pulau Jawa sendiri yang relatif

padat penduduknya ternyata mempunyai presentase menyusui yang rendah pada

tiga provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Hal ini cukup menarik

melihat perkembangan yang terjadi di Pulau Jawa tetapi ternyata pada aspek

cakupan pemberian ASI eksklusif, ketiga provinsi tersebut tertinggal jauh dengan

pemberian ASI eksklusif di NTB.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, kajian atas perilaku menyusui

menjadi masalah pembangunan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Aspek

yang perlu ditelaah lebih mendalam melihat pentingnya menyusui dan relatif

masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia disusun dalam

tiga poin utama rumusan masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini antara

lain:

a. Bagaimana kebijakan pemerintah yang diwujudkan dalam berbagai peraturan

dapat mendukung peningkatan cakupan ASI eksklusif?

Page 10: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

6

b. Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan perilaku

menyusui?

c. Bagaimana ASI eksklusif berperan pada pembangunan dengan melihat

kondisi sosial budaya serta kebijakan yang diterapkan?

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Manusia

Orientasi pembangunan manusia bertujuan untuk mewujudkan manusia

yang berkualitas. Manusia berkualitas ialah tercapainya tiga tujuan dan inti

pembangunan, pada intinya tercukupinya kebutuhan dasar hidup manusia. Salah

satu komponen dalam mengupayakan pembangunan manusia adalah terpenuhinya

kebutuhan akan kesehatan.

Goulet (dalam Todaro & C, 2011) menjelaskan mengenai tiga inti

pembangunan yaitu, kecukupan (sustenance), harga diri (self-esteem), dan

kebebasan (freedom). Kecukupan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam

memenuhi kebutuhan dasar kehidupannya yang mencakup makanan, tempat

tinggal, kesehatan, dan perlindungan. Harga diri merujuk pada suatu perasaan

yang bermartabat, tidak diperalat untuk mencapai tujuan orang lain dan berproses

menjadi manusia yang seutuhnya. Nilai harga diri dapat berbeda antara individu

satu dengan yang lain sesuai latar belakangnya. Kebebasan dijelaskan sebagai

kondisi kemampuan sesorang untuk independen dalam menentukan pilihan yang

terbaik bagi jalan kehidupannya. Berdasarkan analisa Goulet, penekanan akan inti

pembangunan terdapat pada peningkatan kualitas manusia. Pembangunan

berproses dan bermuara pada manusia dan sudah seyogyanya demikian adanya.

Dengan demikian, cara pandang pembangunan termasuk dari sudut pandang

ekonomi tidak lagi mengidentikkan pembangunan ekonomi hanya ke arah

pertumbuhan ekonomi yang dicirikan peningkatan pendapatan perkapita, tetapi

mengarah pada terpenuhinya eksistensi manusia menjadi manusia yang

berkualitas. Mubyarto (2000) menegaskan bahwa pergeseran dari tahap

pembangunan ekonomi ke pembangunan manusia adalah suatu hal yang penting.

Dengan demikian, terdapat pergeseran paradigma pembangunan dari yang

Page 11: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

7

menekankan pada pertumbuhan ekonomi menjadi pertumbuhan melalui

pemerataan.

Hubungan antara manusia dan pembangunan ekonomi mempunyai sifat

timbal-balik yang saling bersangkutan. Manusia memerlukan pembangunan

ekonomi agar kebutuhan materiilnya terpenuhi, tetapi dalam pembangunan

ekonomi juga diperlukan peranan manusia sebagai aktor utama (Mubyarto, 1988).

Manusia seharusnya tidak dipandang sebagai sumberdaya dalam suatu rangkaian

proses pembangunan sehingga mengarah pada eksploitasi antar manusia. Tetapi

keberadaan manusia dalam pembangunan dipahami sebagai upaya bersama,

berproses bersama, dan menikmati hasilnya bersama tanpa menimbulkan

kecurangan serta penindasan.

Kebijakan Publik

Friedrich (dalam Winarno, 2002) menjelaskan bahwa kebijakan publik

merupakan suatu usulan tindakan yang seharusnya dilakukan. Usul terkait

tindakan yang semestinya diambil, berasal dari seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu. Tindakan juga dimaksudkan untuk

mencapai suatu sasaran atau maksud tertentu dengan cara memberikan hambatan

atau kesempatan terhadap kebijakan dalam rangka mencapai sasaran.

Menurut Nugroho (2008) kebijakan publik merupakan strategi untuk

merealisasikan tujuan negara yang disusun oleh negara, terutama pada posisi

pemerintah. Selain itu, kebijakan publik dapat mengubah kondisi suatu

masyarakat. Perubahan tersebut sebagai upaya untuk masyarakat pada masa awal,

memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang

dicita-citakan.

Salah satu bidang yang dibahas dalam kebijakan publik adalah pada bidang

kesehatan. Kesehatan sebagai kebutuhan mendasar hidup manusia, maka

diperlukan regulasi dari negara untuk menjamin pelayanan kesehatan yang dapat

dimanfaatkan oleh rakyat. Maka dari itu, kebijakan kesehatan menjadi salah satu

kebijakan publik yang patut dicermati dalam penyusunan dan pelaksanannya.

Kebijakan kesehatan tumbuh dari unsur keterpaduan hukum administrasi,

hukum pidana, hukum perdata dan hukum internasional. Konsep dasar kebijakan

Page 12: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

8

kesehatan sendiri mempunyai aspek yang istimewa yaitu, Hak Asasi Manusia

(HAM), kesepakatan internasional, legal baik pada level nasional maupun

internasional, serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang termasuk tenaga

kesehatan profesional (Thalal & Hiswanil, 2007).

Kebudayaan

Geertz (dalam Liliweri, 2014) mengelaborasikan pendapat Clyde

Kulckhohn dan meringkas definisi kebudayaan menjadi beberapa poin intisari.

Poin-poin yang menjadi intisari pendefinisian kebudayaan antara lain: cara hidup

manusia; warisan sosial individu dari kelompoknya; cara berpikir, merasakan, dan

keyakinan; abstraksi dari perilaku; seperangkat teori tentang cara sekelompok

orang berperilaku; gudang pengetahuan; seperangkat orientasi kehidupan; belajar

berperilaku; mekanisme untuk mengatur perilaku yang normatif; seperangkat

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan; endapan sejarah; pemetaan perilaku,

saringan, atau matriks.

Menurut Sudiharto (2005) budaya berdasarkan pandangan antropologi

tradisional, dapat dibagi menjadi dua, yaitu budaya material yang berupa objek,

seperti pakaian, seni, benda-benda kepercayaan (jimat), atau makanan dan

nonmaterial yang berupa kepercayaan, kebiasaan, bahasa, dan institusi sosial.

Berdasarkan pengertian ini, menyusui secara eksklusif juga dapat dibagi pada

budaya material dan nonmaterial. Budaya material terkait ASI eksklusif dapat

merujuk misalnya pada Makanan Pendamping atau Pengganti ASI (MPASI).

Sedangkan budaya nonmaterial dapat diwujudkan dalam pandangan, kebijakan,

maupun kebiasaan masyarakat tentang menyusui secara eksklusif.

Menyusui Eksklusif

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012 Tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, ASI diartikan sebagai cairan hasil sekresi

kelenjar payudara ibu. Menurut Soetjiningsih (1997) ASI adalah emulsi lemak

dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh

kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi. Sedangkan

Roesli (2002) menjelaskan pengertian ASI sebagai suatu jenis makanan yang

Page 13: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

9

lezat, manis, dapat dibawa kemana-mana, siap pakai pada suhu yang selalu tepat,

mudah dicerna, bernilai gizi tinggi, kaya kandungan daya tahan terhadap penyakit

dan komposisinya berubah-ubah disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Raharjo

(2015) manambahkan bahwa ASI terbukti merupakan makanan yang terbaik bagi

bayi, kandungan gizinya yang lengkap mampu mencukupi kebutuhan gizi bagi

bayi dengan seimbang.

WHO (dalam Utami, 2011) mendefinisikan menyusui sebagai suatu cara

dalam memberikan makanan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi

yang sehat. Pemberian makanan dengan menyusui ini dapat memberi dampak

biologis dan kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu menyusui serta bayi yang

disusuinya. Menyusu merupakan suatu cara makan anak-anak yang tradisional,

telah ada sejak zaman purba sampai sekarang dengan keadan yang hampir sama

(Handajani, 2002). Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi dengan

ASI dari payudara ibu, sedangkan bayi berusaha untuk menghisap guna

mendapatkan ASI (Utami, 2011).

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

hanya diberi ASI tanpa tambahan asupan makanan lain seperti susu formula,

jeruk, madu, air teh, air putih, dan tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2000). Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu

Ibu Eksklusif, 2012 pasal 1 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa ASI eksklusif adalah

ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. ASI

sendiri merupakan cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu.

Menyusui dapat dikelompokkan sesuai pola menyusui yang dilihat

berdasarkan proporsi pemberian ASI dengan asupan makanan lain kepada bayi.

Pola menyusui ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, antara lain

(Kementerian Kesehatan RI, 2014):

1) Menyusui Eksklusif

Pola menyusui ini disebut sebagai eksklusif dikarenakan pada pola

menyusui jenis ini bayi tidak mendapat asupan makanan lain selain ASI pada

periode 0-6 bulan umur bayi. Makanan lain yang dimaksud termasuk tidak

Page 14: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

10

memberikan air putih sekalipun, kecuali jika dalam kondisi tertentu dengan

indikasi medis bahwa bayi memerlukan asupan obat-obatan maupun vitamin.

2) Menyusui Predominan

Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan

asupan makanan lain selain ASI sesaat setelah bayi dilahirkan dan ASI

dipersepsikan belum keluar. Pengetahuan ibu bayi, keluarga yang menemani

persalinan, maupun tenaga kesehatan sangat berdampak apakah bayi akan

mendapat ASI eksklusif atau tidak. Karena meskipun sedikit saja diberikan

asupan makanan lain, maka pola ini sudah termasuk menyusui jenis

predominan.

3) Menyusui Parsial

Menyusui parsial dapat dikatakan merupakan pola menyusui predominan

yang dilanjutkan. Sebelumnya menyusui predominan merupakan pola

menyusui yang memberikan makanan lain selain ASI dikarenakan sesaat

setelah melahirkan, ASI belum keluar. Sedangkan pola menyusui parsial tetap

memberikan asupan makanan lain meskipun ASI ibu bayi sudah keluar.

Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta disertai dengan pemberian

makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya

sebelum bayi berumur enam bulan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka atau literatur. Menurut

Zed (2008), studi pustaka merupakan serangkaian tahapan penelitian yang

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, dan

mengolah bahan penelitian. Oleh karenanya, studi literatur tidak memerlukan

studi lapangan dan hanya bersumber dari pustaka yang diperoleh.

Metode studi pustaka dipilih karena didasarkan beberapa alasan. Seperti

yang diungkapkan Zed (2008), alasan memilih studi pustaka dikarenakan,

pertama, permasalahan penelitian yang hanya dapat dijawab dengan studi pustaka.

Kedua, studi pustaka dapat dijadikan sebagai studi pendahuluan. Ketiga,

keandalan data pustaka dalam menjawab permasalahan peneitian.

Page 15: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

11

Studi pustaka juga memiliki ciri-ciri, antara lain, pertama, posisi peneliti

yang tidak bersinggungan langsung dengan fenomena atau objek penelitian,

melainkan hanya melalui teks terkait tema penelitian. Kedua, data pustaka bersifat

siap pakai, sehingga peneliti tidak perlu pergi ke lapangan untuk mencari sumber

data. Ketiga, bentuk data studi pustaka merupakan sumber data sekunder.

Berdasarkan uraian sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini

sesuai jika menggunakan metode studi pustaka. Hal ini bertujuan untuk

mengumpulkan, mengorganisasikan, dan mengelaborasi tema menyusui yang

dibahas dari berbagai rumpun ilmu sehingga dapat dijadikan suatu kajian yang

komprehensif dan disusun untuk dapat menjawab rumusan masalah penelitian.

Bahan pustaka yang cukup banyak tentang tema menyusui mempermudah peneliti

dalam penelitian ini. Meskipun demikian, penelitian dengan studi pustaka juga

mempunyai kelemahan, terutama karena peneliti dalam hal ini tidak dapat

bersinggungan langsung dengan fenomena atau objek penelitian, sehingga hanya

mengandalkan sumber data sekunder.

Penelitian literatur ini menggunakan sumber data yang berupa data sekunder

dalam bentuk berbagai karya tulis. Karya tulis yang digunakan tidak dibatasi

dalam bentuk digital maupun cetak, asalkan masih sesuai dengan topik masalah

yang diteliti dan dapat menjawab masalah penelitian. Data ini dikumpulkan dalam

jangka waktu yang tidak dibatasi hingga peneliti merasa bahwa data yang ada

sudah jenuh (tidak memberikan variasi berarti) dan dapat menjawab masalah

penelitian. Data yang dikumpulkan dapat berupa teori yang sesuai, hasil penelitian

dengan tema terkait, kutipan pernyataan, dan kebijakan yang terkait dengan tema

penelitian.

Setelah data dikumpulkan, data pustaka kemudian dianalisis dan disusun

secara sistematis sesuai kaidah akademis dan ilmiah untuk dapat menjawab

masalah penelitian. Levy & Ellis (2006) menjelaskan bahwa analisis studi pustaka

dilakukan dengan cara memisahkan, menghubungkan, membandingkan, memilih,

dan menjelaskan data yang telah dikumpulkan. Tidak hanya sampai di situ,

peneliti juga melakukan penggabungan, pengintegerasian, modifikasi, penataan,

perancangan, penyusunan, dan generalisasi atas data yang dikumpulkan untuk

menjawab masalah penelitian.

Page 16: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

12

PEMBAHASAN

Kebijakan Menyusui

Pentingnya masalah ASI eksklusif pada dasarnya juga tergatung pada

bagaimana dukungan pemerintah berupa kebijakan yang mendukung upaya

pemberian ASI eksklusif. Melalui dasar hukum, hal yang berkaitan dengan ASI

eksklusif baik yang mendorong maupun menghambat upayanya dapat dilandasi

aturan yang jelas. Pengaturan mengenai ASI eksklusif dijelaskan dalam berbagai

produk hukum dengan berbagai tingkatan, baik yang secara khusus berbicara

mengenai ASI eksklusif maupun sebagai pelengkap dengan aturan pada pokok

masalah lain.

Berdasarkan studi literasi tentang kebijakan yang terkait dengan menyusui,

diperoleh berbagai peraturan. Peraturan ini terdiri dari Undang-undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Kepututusan Menteri.

Penelusuran kebijakan menyusui dimulai dengan sebuah publikasi resmi

dari lembaga Better Work Indonesia & Indonesia (2012), yang mempublikasikan

daftar peraturan yang mengatur tentang menyusui dan ASI eksklusif. Tulisan

tersebut mendasari peneliti untuk mencari lebih jauh tentang peraturan yang

berkaitan dengan menyusui dan ASI eksklusif. Selanjutnya, penelusuran

dilakukan dengan melihat bagian “Menimbang” dan “Mengingat” pada peraturan

yang ditetapkan sehingga dapat menemukan berbagai peraturan yang saling

berkaitan. Sehingga dapat diganakan untuk mengetahui mengapa peraturan baru

terbit yang dikaitkan dengan peraturan sebelumnya.

Penelurusan kebijakan ini dirangkum dalam masing-masing topik

pembahasan. Beberapa topik pembahasan tersebut antara lain mengenai kewajiban

menyusui, bagaimana kebijakan menaungi wanita bekerja yang menyusui,

bagaimana peraturan tentang penyediaan fasilitas menyusui, dan bagaimana

strategi untuk mengoptimalkan program Asi eksklusif.

1) Hak dan Kewajiban Menyusui

Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia pasal 49 ayat 2 menyebutkan bahwa wanita mempunyai hak

dalam mendapat perlindungan khusus dalam pelakasanaan pekerjaan terhadap

hal-hal yang dapat mengancam keselamatan jiwa dan atau berkenaan dengan

Page 17: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

13

fungsi reproduksi wanita. Bentuk perlindungan fungsi reproduksi tersebut

berupa pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan haid, hamil, melahirkan,

dan pemberian kesempatan untuk menyusui bayinya.

Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap bayi mempunyai

hak untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai umur 6 bulan

(terkecuali apabila terdapat indikasi medis). Kebijakan tersebut dikuatkan

dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012 Tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada pasal 6 dan 7 yang menjelaskan bahwa

setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI ekslusif kepada bayi yang

dilahirkannya dengan pengecualian dengan adanya indikasi medis, ibu tidak

ada, atau ibu terpisah dari bayi.

Berdasarkan peraturan yang ada, menyusui merupakan suatu kewajiban,

serta merupakan hak bagi bayi. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat juga

harus mendukung upaya pemberian ASI eksklusif. Dukungan terhadap

program pemberian ASI eksklusif juga tidak terkecuali pada wanita yang

bekerja, dengan seyogyanya diberikan kesempatan untuk tetap dapat

memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.

2) Kebijakan Menyusui pada Wanita yang Bekerja

Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan pasal 83 menjelaskan bahwa pekerja perempuan yang mana

mempunyai anak dan masih menyusui, maka harus diberi kesempatan

sepatutnya untuk menyusui jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Kemudian tentang cuti pekerja perempuan sebagai PNS yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1976 Mengenai Cuti

Pegawai Negeri Sipil pasal 19 ayat 1-3 dan Pasal 21. Pasal 19 menjelaskan

bahwa PNS perempuan mempunyai hak cuti bersalin selama satu bulan

sebelum dan dua bulan setelah persalinan. Kemudian dilanjutkan dengan

peraturan pasal 21 yang menjelaskan bahwa selama menjalankan cuti bersalin,

maka PNS perempuan yang bersangkutan tetap menerima penghasilan penuh.

Kebijakan terkait pemberian ASI di tempat kerja juga diatur dalam

Peraturan Bersama 3 Menteri (Menteri Pemberdayaan Wanita dan

Page 18: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

14

Perlindungan Anak, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri

Kesehatan) – No. 48/ MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan

1177/MENKES/PB/XII/2008 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Selama, 2008)

di Tempat Kerja pasal 2 huruf a-d serta pasal 3. Pasal 2 menjelaskan tujuan

dari penerbitan peraturan bersama ini, antara lain: memberi kesempatan kepada

pekerja perempuan untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja,

memenuhi hak pekerja perempuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan

anaknya, memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI guna meningkatkan gizi

dan kekebalan anak, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak

dini.

Selanjutnya, pasal 3 menjelaskan perihal kewajiban dan tanggung jawab

masing-masing menteri. Menteri Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan

Anak mempunyai tanggung jawab untuk membekali pengetahuan pekerja

wanita tentang arti penting pemberian ASI dan menginformasikan kepada

penyelengara kerja tentang kondisi yang diperlukan dalam memberi

kesempatan pekerja wanita untuk dapat memerah ASI pada jam kerja di tempat

kerja. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tanggung jawab

dalam mendorong pengusaha maupun serikat pekerja untuk mengatur prosedur

pemberian ASI dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan, dan

mengkoordinasikan sosialisasi pemberian ASI di tempat kerja. Terakhir,

Menteri Kesehatan mempunyai tanggung jawab dalam menyelenggarakan

pelatihan dan menyediakan staf yang terlatih baik dalam hal pemberian ASI,

serta memberikan dan menyebarkan seluruh jenis bahan-bahan komunikasi,

informasi, dan pendidikan tentang manfaat dari memerah ASI

Berdasarkan berbagai peraturan tersebut, upaya pemberian ASI eklusif

yang dijalankan oleh wanita yang bekerja memang memerlukan upaya ekstra

dan dukungan berbagai pihak, terutama tempat kerja. Cuti yang diberikan

untuk pekerja wanita yang bersalin tentu terlalu pendek jika wanita hanya

berfokus dalam merawat anak dan memberikan ASI eksklusif. Sehingga jalan

yang dapat ditempuh adalah upaya negosiasi dengan tujuan dapat

terfasilitasinya wanita yang bekerja agar tetap dapat memberikan ASI eksklusif

bagi banyinya. Hal ini sangat memungkinkan dengan cara memberi

Page 19: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

15

kesempatan wanita yang sedang berada pada waktu kerja untuk sesekali

memerah ASI nya dan menyimpannya sementara sehingga nanti dapat

diberikan pada bayinya yang ada di rumah.

3) Penyediaan Dukungan Fasilitas Menyusui

Terkait dengan topik pembahasan sebelumnya mengenai peraturan pada

wanita pekerja yang menyusui, pada topik ini dijabarkan peraturan yang

diterbitkan guna mendukung fasilitas menyusui. Pertama yang akan dibahas

adalah Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan Pasal 128 berisi ayat 2, 3, dan 200. Pada pasal 2 dan 3 dijelaskan

bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan

waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja dan tempat sarana

umum. Sedangkan pada pasal 200 menjelaskan perihal hukuman pidana

penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak sebesar

Rp100.000.000,00 bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi

program pemberian ASI eksklusif. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada pasal 34

juga menjelaskan bahwa pengurus tempat kerja wajib memeberikan

kesempatan kepada pekerja wanita untuk dapat memberikan ASI eksklusif

selama waktu kerja di jam kerja.

Peraturan selanjutnya adalah Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(2013) pasal 2 dan 10. Pada pasal 2 peraturan ini menjelaskan tentang tujuan

pengaturan tata cara penyediaan ruang ASI oleh pengurus tempat kerja maupun

penyelenggara fasilitas umum yaitu untuk memberikan perlindungan kepada

ibu dalam memberikan ASI eksklusif dan memenuhi hak anak untuk

mendapatkan ASI eksklusif, serta meningkatkan peran dan dukungan keluarga,

masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI

eksklusif. Sedangkan pada pasal 10 menjelaskan tentang persyaratan dan teknis

pengadaan ruang ASI.

Dukungan pada pemberian ASI eksklusif ditunjukkan dengan penyediaan

fasilitas dan pemberian ruang bagi wanita yang hendak menyusui. Penyediaan

Page 20: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

16

fasilitas baik di tempat umum maupun di tempat kerja, tentu akan sangat

membantu wanita agar tetap dapat memeberikan ASI eksklusif pada bayinya.

4) Strategi menyusui ekslusif

Guna menunjang keberhasilan program menyusui ekslusif, pemerintah

mencetuskan sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui sebagaimana

yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

450/MENKES/SK/IV/2004 Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara

Eksklusif Pada Bayi di Indonesia. Strategi sepuluh langkah menuju

keberhasilan menyusui ini kemudian diperbarui secara komprehensif pada

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012 Tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada pasal 33, yang berisi sebagai berikut.

a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada

semua staf pelayanan kesehatan;

b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan

menyusui tersebut;

c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen

menyusui;

d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama

persalinan;

e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu

dipisah dari bayinya;

f. memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis;

g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua

puluh empat) jam;

h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;

i. tidak memberi dot kepada Bayi; dan

j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu

kepada kelompok tersebut setelah keluar dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Berdasarkan rangkaian aspek hukum yang telah dipaparkan sebelumnya

dapat dipahami berbagai hal terkait pentingnya menyusui eksklusif. Salah satunya

bahwa perempuan yang menyusui mendapatkan perlindungan secara hukum.

Page 21: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

17

Bahkan bagi perempuan bekerja seharusnya tetap mendapat kesempatan untuk

menyusui meskipun pada waktu kerja. Sehingga perusahaan atau organisasi

tempat perempuan bekerja harus dapat menyesuaikan dengan kondisi ini. Aspek

hukum juga mengakomodasi perempuan pekerja sebagai PNS yang akan

melahirkan dengan memberikan hak cuti selama 3 bulan dengan tetap menerima

penghasilan secara penuh

Upaya pemberian ASI eksklusif salah satu tujuannya adalah untuk

meningkatkan status gizi masyarakat sehingga dapat menyukseskan pembangunan

kesehatan. ASI juga merupakan hak bayi dan kewajiban bagi ibu. Bayi diharuskan

mendapat ASI eksklusif sampai umur 6 bulan terkecuali jika terdapat indikasi

medis. ASI dipahami sebagai makanan yang paling tepat dan terbaik bagi bayi.

Berdasarkan segala manfaat ASI eksklusif yang diberikan pada masa emas

pertumbuhan bayi, maka diharapkan bayi ASI eksklusif akan tumbuh menjadi

manusia yang sehat, cerdas, dan berkualitas.

Pemerintah dapat berperan dalam tanggung jawab menetapkan kebijakan

dalam rangka menjamin hak bayi agar mendapat ASI eklsklusif. Selain itu

pemerintah juga harus dapat menyediakan fasilitas di tempat umum untuk

mengakomodasi keperluan ibu menyusui. Selain itu penegakan hukum terhadap

upaya yang menghambat pemberian ASI eksklusif juga dapat diancam dengan

hukuman dengan ancaman penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling

banyak seratus juta rupiah Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan Pasal 200).

Budaya Menyusui

Setelah meninjau beberapa kebijakan yang mengatur bagaimana

pelaksanaan ASI eksklusif, pada sub bahasan ini akan membahas mengenai

pandangan dari segi budaya tentang bagaimana pelaksanaan perilaku menyusui di

masyarakat. Pandangan budaya menyusui ini diperoleh dari literatur dari berbagai

pihak yang mempunyai fokus menangkap fenomena perilaku menyusui yang ada

di masyarakat berbagai daerah, baik yang mendukung maupun menghambat

program pemberian ASI eksklusif. Bahasan difokuskan dengan melihat

bagaimana tradisi menyusui yang ada di masyarakat; bagaimana perilaku

Page 22: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

18

menyusui yang dilihat dari sudut pandang gender, terutama untuk membahas

perilaku menyusui wanita yang bekerja; serta ditambahkan bahasan tentang

dogma agama tentang menyusui yang berperan dalam membentuk persepsi di

masyarakat.

1) Tradisi Menyusui

Menurut berbagai literatur yang ditemukan, terdapat budaya yang

mendukung maupun menghambat perilaku menyusui eksklusif, baik yang

dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan atau tidak secara jelas

tercantum dalam kebijakan. Seperti diungkapkan Firanika (2010) dalam

penelitiannya di Kelurahan Bubulak Kabupaten Bogor yang menyimpulkan

bahwa terdapat nilai budaya dan cara hidup yang mendukung dan menghambat

pemberian ASI eksklusif. Hal ini diindikasikan seperti adanya dukungan sosial

dan keterikatan keluarga kepada ibu menyusui. Sedangkan yang tidak

mendukung seperti adanya pantangan dalam makan dan adanya tradisi mapas.

Tradisi ini dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan ibu dan bayi karena

kekurangan konsumsi makanan tertentu dengan adanya pantangan makan

dalam mapas.

Mapas sendiri oleh masyarakat Bubulak diartikan sebagai masa di mana

ibu menjalani pantangan dalam memilih makanan. Masa mapas yaitu bayi

puput tali pusar sampai umur satu tahun. Jadi ibu menyusui dilarang memakan

jenis makanan tertentu pada mapas, dimana makanan tersebut belum penah

dimakan sebelum puput tali pusar. Misalnya setelah melahirkan sampai puput

tali pusar ibu menyusui tidak pernah makan daging ayam, maka pada saat masa

mapas ibu tersebut tidak boleh makan daging ayam hingga masa mapas selesai.

Handajani (2002) juga menuturkan bahwa terdapat tradisi yang

menghambat pemberian ASI eksklusif, yaitu keengganan masyarakat untuk

memberikan ASI yang pertama keluar setelah melahirkan, yang dalam ilmu

kesehatan lebih dikenal dengan kolostrum. Kolostrum sendiri dalam berbagai

tradisi dikenal dalam berbagai macam sebutan. Masyarakat Jawa Timur biasa

menyebut kolostrum dengan susu kuning, susu basi, susu kotor, susu toya, atau

air jelek. Masyarakat Nusa Tenggara Barat menyebut kolostrum dengan susu

bongkok, susu apek, susu baro, susu koe, air susu panas, air susu bungsu, susu

Page 23: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

19

amis, atau susu dara kotor. Kolostrum yang dianggap kurang baik biasanya

diganti dengan makanan lain sesuai tradisi masyarakat dan diteruskan sebagai

pendamping ASI, meskipun masa tersebut harusnya bayi diberikan ASI

eksklusif. Seperti yang diungkapakan Media, Kasnodiharjo, Prasodjo, &

Manalu (2005) dalam penelitiannya di Kabupaten Karawang yang

menyimpulkan bahwa tradisi yang menghambat pemberian ASI eksklusif

seperti pemberian madu, air putih, air putih dan madu/gula merah, pisang,

bubur, dan biskuit pada bayi yang seharusnya hanya diberi ASI.

Kolostrum sendiri merupakan jenis ASI yang mempunyai kandungan

nutrisi yang tinggi, sehingga wajib diberikan kepada bayi. Oleh karena itu,

terakait juga dengan program ASI eksklusif, pemberian kolostrum ini juga

mendapat perhatian serius dengan pencanangan program inisiasi menyusui dini

(IMD). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam IMD ialah pelekatan

pertama antara ibu dan bayi, dimana kulit bayi dan ibu akan saling bersentuhan

untuk pertama kalinya dan dipercaya akan mewujudkan ikatan (bonding)

antara ibu dan anak. IMD dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang baru

lahir pada perut atau dada ibu, untuk selanjutnya dibiarkan menyusu pada

payudara ibunya secara alamiah dalam kurun waktu kira-kira satu jam.

Sedangkan di daerah lain seperti penelitian Rejeki (2008) di Kendal,

mengungkapkan bahwa terdapat budaya yang mendukung praktik menyusui

seperti kebiasaan minum jamu wejah, mandi wuwung, dan menjaga kebersihan

payudara setelah berpergian. Jamu wejah diracik dari daun-daunan dan

rempah-rempah, berupa daun sigaran, daun kelor, daun klampok, daun otok,

daun kemuning, sirih air, daun sinom, daun serut, lempuyang, kunyit, kencur,

temu hitam, dan gula aren. Jamu wejah sendiri mempunyai khasiat untuk

memperlancar dan menyehatkan ASI. Demikian juga mandi wuwung yang

memiliki khasiat yang sama, dilakukan dengan cara mandi seperti biasa pada

pagi hari (sebelum matahari terbit) disertai dengan keramas dan mengguyur

rambut secara berulang-ulang. Sedangkan menjaga kebersihan payudara

setelah bepergian merupakan suatu upaya agar terhindar dari sawan, yaitu

semacam gangguan dari makhluk halus.

Page 24: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

20

Terkait dengan aspek tradisi yang ada di masyarakat dengan perilaku

menyusui dijelaskan oleh Kurniawati & Hargono (2014) bahwa norma

subyektif ibu menyusui cenderung dipengaruhi persepsi norma sosial yang ada

lingkungan sekitar. Hal ini didasari karena adanya keyakinan terhadap norma

sosial budaya sekitar dan motivasi dari orang terdekat yang membentuk

persepsi ibu menyusui. Persepsi berdasarkan norma sosial budaya akan

mendorong niat ibu untuk berperilaku memberikan ASI eksklusif pada

bayinya.

Roesli (2002) menambahkan bahwa permasalahan yang mengganggu

upaya ASI eksklusif adalah dengan berkembangnya informasi-informasi yang

tidak benar dan kurang tepat di masyarakat terkait menyusui. Terutama apabila

dikaitkan dengan adanya mitos-mitos tentang menyusui, sehingga dapat

berakibat kurangnya rasa percaya diri para ibu serta menurunnya semangat

mereka untuk menyusui eksklusif.

Berdasarkan uraian ini dapat diketahui bahwa terdapat persepsi tradisi

masyarakat tentang ASI dan prilaku menyusui yang ternyata dapat berdampak

pada persepsi ibu menyusui. Terdapat tradisi masyarakat yang mendukung ASI

eksklusif, tetapi juga terdapat tradisi yang menghambat pemberian ASI

eksklusif. Oleh karena itu diperlukan informasi yang cukup pada masyarakat

tentang bagaiman program ASI eksklusif.

2) Perilaku Menyusui Wanita Pekerja

Salah satu penelitian di Kelurahan Paseban, Jakarta oleh Wijayanti

(2015) menyimpulkan bahwa faktor utama yang berkaitan dengan rendahnya

praktik pemberian ASI adalah persepsi ibu bahwa ASI kurang, pekerjaan,

waktu ibu untuk merawat anak, pengalaman ibu sebelumnya, serta

dukungan/pengaruh dari keluarga, tenaga kesehatan dan tempat bekerja.

Penelitian ini ditujukan untuk melihat bagaimana peran ibu menyusui yang

bekerja tetapi mempunyai kewajiban untuk tetap merawat anak terutama pada

segi menyusui. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor yang tekait

dengan peran ibu bekerja juga berdampak pada pemberian ASI kepada

bayinya.

Page 25: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

21

Sependapat dengan penelitian tersebut, Umar et al., 2013 yang meneliti

ibu bekerja di Kota Pare-pare mengungkapkan bahwa faktor jenis pekerjaan,

jumlah jam kerja, sosial ekonomi, paparan promosi susu formula dan dukungan

keluarga mempunyai pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Raharjo

(2015) juga menunjukkan hasil penelitian di masyarakat Kendal mendapati

bahwa status pekerjaan ibu ini memiliki hubungan dengan praktek ASI

eksklusif.

Berdasarkan penelitian-penelitian ini dapat diketahui bahwa pekerjaan

wanita yang menyusui akan berdampak pada bagaimana perilaku

menyusuinya. Pertimbangan waktu kerja dan waktu mengurus anak,

kepraktisan pemberian susu formula dibanding pemberian ASI, merupakan

beberapa alasan yang menguatkan mengapa wanita yang bekerja mempunyai

tingkat pemberian ASI ekslusif yang lebih rendah.

Penelitian Mutiaraningtyas (2013) yang mengungkapkan bahwa wanita

karir cenderung menganggap bahwa susu formula merupakan asupan gizi

utama yang dapat menggantikan asupan ASI ketika ibu menyusui pergi

bekerja. Sehingga susu formula lebih diminati oleh ibu menyusui dibanding

dengan memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya. Pemberian susu

formula ini akan membantu ibu menyusui untuk tetap dapat fokus pada

pekerjaan pada jam kerja.

Penelitian Ningsih (2015) di RS Dr. Moewardi Surakarta

mengungkapkan bahwa alasan terbesar memberi tambahan susu formula

dikarenakan faktor pekerjaan sebanyak 50 persen, dengan pertimbangan

memilih susu formula berdasarkan komposisi zat gizi sebanyak 21,7 persen,

harga jual sebanyak 15,2 persen, dan pertimbangan cocok dengan bayi

sebanyak 13 persen. Penelitian ini menguatkan mengapa ibu menyusui memilih

susu formula karena susu formula dirasa mempunyai kandungan gizi yang

dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan menggantikan pemberian

ASI eksklusif.

Kondisi wanita pekerja yang menyusui dikaji oleh Pratama, Samudro, &

Yogi (2018) dengan meneliti menyusui dalam dimensi gender dan sosial

ekonomi. Kesimpulan dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa peran

Page 26: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

22

menyusui tidak hanya dibebankan pada wanita saja, meskipun secara kodrati

menyusui merupakan peran seorang wanita. Akan tetapi keputusan pemberian

ASI terutama pada wanita bekerja juga tidak terlepas dari bagaimana dukungan

suami, keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan pemerintah.

Selain itu, penelitian Melissa, Jati, & Suparwati (2015) mengenai

implementasi kebijakan ASI eksklusif di salah satu perusahaan di Kabupaten

Semarang, menunjukkan hasil yang kurang mendukung ASI eksklusif.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan belum melembagakan

ASI ekslusif bagi pekerja wanitanya. SOP atau peraturan internal terkait

menyusui eksklusif belum ditetapkan oleh perusahaan. Fasilitas menyusui

sebenarnya sudah disediakan di perusahaan ini, namun demikian, ruangan ini

sangat jarang digunakan oleh pekerja karena letaknya yang tepisah gedung

dengan tempat bekerja serta kurangnya sosialisasi oleh perusahaan.

Kurangnya implementasi kebijakan pemberian ASI eksklusif bagi

pekerja wanita juga diungkapkan oleh Henderawaty, Kartasurya, & Suparwati

(2014) yang melakukan penelitian di Provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa masih banyaknya

instansi yang belum menyediakan fasilitas menyusui di tempat kerja, serta

sosialisasi yang minim kepada perusahaan swasta mengenai kewajiban

penyediaan ruang menyusui.

3) Sudut Pandang Agama Tentang Menyusui

Pandangan agama diperlukan dalam membahas perilaku masyarakat

dalam segi budaya karena dalam agama mengatur bagaimana seluk beluk

kehidupan manusia dan termasuk juga perilaku menyusui. Agama merupakan

tuntunan, dan biasanya terdapat anjuran atau larangan akan suatu perliaku

manusia. Ja`far (2000) menuturkan bahwa agama merupakan kebutuhan asasi

bagi pemeluknya yang dapat menentukan arah dan tujuan hidup manusia.

Agama bersifat operasional-fungsional, karena secara sosisologis, agama

mengatur hubungan antar manusia dan berinteraksi dengan aspek-aspek

kehidupan masyarakat lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial dan lain

sebagainya. Ahimsa-putra (2012) menambahkan bahwa agama mempunyai dua

dimensi, yakni: dimensi kolektif dan individual. Hal ini menunjukkan bahwa

Page 27: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

23

ada pandangan agama yang kebenarannya diterima secara kolektif oleh

sejumlah orang atau sekelompok orang, tetapi ada juga kebenaran agama yang

hanya diikuti oleh satu orang saja.

Berdasarkan penelusuran literatur, terdapat dua agama yang secara

eksplisit menjelaskan tentang menyusui dalam kitab agama tersebut. Pertama

adalah agama Islam memberikan perhatiannya terhadap perilaku menyusui

yang dituangkan pada berbagai surat Al Quran yang menjadi kitab suci

penganut ajaran islam. Kedua adalah agama Kristen yang menjelaskan perihal

menyusui dalam berbagai ayat dalam Alkitab.

Al Quran dalam agama islam mengatur tentang menyusui setidaknya

pada lima surat, yaitu QS Al-Baqarah: 233; QS Luqman: 14; QS Al-Ahqof: 15;

QS Ath-Tholaq: 6; dan QS Al-Qoshosh: 12-13 (Al-Baitariyyah, 2010).

QS Al-Baqoroh ayat 233 menganjurkan untuk menyusui bayi sampai umur dua

tahun. Ayat ini juga mengingatkan agar ibu menyusui maupun ayah bayi tidak

merasa keberatan dengan anjuran menyusui bayi. QS Luqman ayat 14 berisi

anjuran kepada anak agar mengingat kedua orang tuanya, terutama ibu yang

mengandung dan menyusuinya. Menyusui pada anak dilakukan hingga umur

dua tahun. QS Al-Ahqof ayat 15 berisi anjuran agar selalu mengingat kebaikan

orang tua terutama ibu. Perihal menyusui dijelaskan bahwa menyusui

dilakukan hingga bayi umur tiga puluh bulan atau dua setengah tahun. QS Ath-

Tholaq: 6 berisi kewajiban seorang suami apabila mencerai istrinya yang

sedang hamil, maka tetap harus menafkahi hingga bayinya lahir. Tentang

menyusui juga tetap mendapat perhatian, bahkan seorang laki-laki dianjurkan

memberikan upah kepada mantan istrinya atas upaya menyusui bayi mereka.

QS Al-Qoshosh: 12-13 menceritakan soal upaya mencari ibu menyusui bagi

bayi Nabi Musa yang pada akhirnya dipertemukan Tuhan dengan ibunya

sendiri. Hal yang terkait menyusui adalah bahwa menyusui tetap menjadi hal

yang penting dan harus diupayakan meski bayi disusukan kepada orang lain.

Pandangan Islam secara jelas membahas masalah menyusui yang

diwajibkan sampai bayi berumur 2 - 2,5 tahun. Kewajiban ini dijelaskan dalam

berbagai ayat dalam Al Quran. Sebagai kewajiban, menyusui harus dijalankan

oleh penganut agama Islam dan apabila tidak dijalankan maka akan

Page 28: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

24

menimbulkan konsekuensi dalam kaidah nilai agama. Seharusnya dengan

kewajiban menyusui ini, keluarga yang menganut agama ini dapat menjalankan

perilaku menyusui dengan lebih baik.

Penelitian Hanafi (2012) berkesimpulan bahwa terdapat relevansi antara

perspektif Al-Quran tentang pemberian ASI dengan hasil penelitian dalam

sains modern. Anjuran Islam dalam pemberian ASI selama dua tahun pertama

berpengaruh terhadap perkembangan otak bayi. Hal ini terutama karena masa

perkembangan otak manusia secara optimal terjadi pada umur dua tahun

pertama. Selain karena kandungan ASI, perkembangan otak ini dipengaruhi

akibat proses kontak fisik dan sosial ibu dan anak pada saat menyusui.

Sedangkan Alkitab dalam agama Kristen menjelaskan tentang menyusui

dalam berbagai bagian yang terdapat dalam Petrus 2:2; Mazmur 22:10;

Mazmur 8:3; dan Hosea 1:8 (dalam Muaja, 2010). 1 Petrus 2:2 menjelaskan

bahwa ASI sangat dibutuhkan seorang bayi untuk tumbuh dan mendapat

keselamatan. Mazmur 22:10 menyebutkan bahwa dengan menyusui akan

muncul perasaan aman oleh bayi, karena dekat dengan ibunya. Mazmur 8:3

membahas masalah kekuatan akibat menyusui, kekuatan ini dapat dikaitkan

dengan banyaknya kandungan zat antibodi atau kekebalan tubuh dalam ASI.

Hosea 1:8 menyebutkan bahwa setelah Gomer menyapih Lo-Ruhama, ia hamil

untuk yang kedua kalinya. Secara tersirat, ini dapat dimaknai bahwa menyusui

merupakan metode kontrasepsi alami.

Ajaran agama Kristen seperti yang telah diuraikan di atas menjelaskan

manfaat yang didapat dengan menyusui. Uraian di atas memang tidak

membahas secara rinci masalah periode menyusui ataupun yang membahas

menyusui secara eksklusif. Akan tetapi mengungkapkan manfaat menyusui

seperti tercukupinya kebutuhan bayi, kedekatan ibu dan bayi, dapat

menjarangkan kehamilan, dan keselamatan bagi bayi. Oleh karena itu, ajaran

agama Kristen mendukung persepsi menyusui dengan menjelaskan manfaat

yang didapatkan dari menyusui.

Pandangan agama Kristen dalam menyusui seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya lebih mengaitkan dengan manfaat yang didapat dengan menyusui.

Dengan menunjukkan manfaat ini, meskipun tidak terdapat kata yang

Page 29: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

25

mewajibkan, menyusui merupakan suatu perilaku yang menguntungkan apabila

dijalankan. Tetapi di sisi lain, ajaran dalam Al Kitab tidak menjelaskan dampak

apabila tidak menjalankan perilaku menyusui.

Peran ASI Eksklusif pada Pembangunan

Pembangunan bangsa Indonesia merupakan upaya dalam membangun

manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan

manusia yang utuh dapat diartikan bahwa bidang-bidang kebutuhan manusia yang

hendak dibangun, seharusnya seimbang secara materiil dan spriritual. Sedangkan

pembangunan seluruh rakyat diartikan pembangunan yang merata dengan asas

keadilan (Mubyarto, 1988).

Manusia bukan hanya sekedar faktor produksi sebagai sumber daya

manusia yang bahkan kedudukannya disejajarkan dengan faktor produksi lain

dalam fungsi produksi. Tujuan pembangunan manusia selayaknya tidak

dipandang hanya sebagai investasi pada satu sumber daya yang pada ujungnya

adalah peningkatan produksi dan pendapatan. Pembangunan manusia ditujukan

untuk memuliakan manusia dan memerdekakan dari segala bentuk penindasan.

Oleh karena itu pembangunan manusia bukanlah merupakan suatu pangkal seperti

suatu titian yang ujungnya peningkatan pendapatan, tetapi sebagai suatu proses

yang saling berkesinambungan menuju kehidupan yang adil dan sejahtera. Brata

(2002) menegaskan bahwa pembangunan manusia yang berkualitas akan

menunjang pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi yang baik

mendukung pembangunan manusia.

Peran kesehatan dalam kaitan dengan pembangunan diuraikan oleh

Notoatmodjo (2008) sebagai berikut. Pertama, upaya mewujudkan generasi lanjut

yang berkualitas baik fisik maupun non fisik. Kedua, dalam upaya mewujudkan

generasi lanjut yang berkualitas maka diperlukan perilaku yang mendukung

kesehatan serta kondisi lingkungan yang juga sehat, baik lingkungan fisik, sosial,

ekonomi, budaya dan sebagainya. Ketiga, perlunya mengubah paradigma

kesehatan yang mengutamakan tindakan preventif dan kuratif tanpa meninggalkan

pelayanan kuratif dan rehabilitatif.

Demikian juga hubungan ASI dengan kesempatan bayi untuk dapat

bertahan hidup. UNICEF melaporkan bahwa dengan pemberian ASI kepada bayi,

Page 30: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

26

maka kesempatan untuk bertahan hidup memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar

dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Pemberian ASI secara eksklusif

ternyata dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa di seluruh dunia, termasuk di

antaranya 22 persen bayi yang meninggal setelah kelahiran (Bunga dalam Arasta,

2012).

Briawan (2004) menjelaskan bahwa keuntungan ASI umumnya dibagi

dalam empat kelompok. Pertama, keuntungan bagi bayi dengan mendapat zat gizi

dan kekebalan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kedua, keuntungan

bagi ibu dalam mempercepat pemulihan uterus, pendarahan, dan efek kontraseptif

atau menjarangkan kelahiran tanpa bantuan alat kontrasepsi. Ketiga, keuntungan

bagi masyarakat luas dalam mengurangi perawatan kesehatan, dan keuntungan

ekonomis bagi keluarga karena biaya perawatan kesehatan yang berkurang.

Keempat, keuntungan bagi lingkungan dalam mengurangi polusi hasil industri

susu buatan.

Apabila dijabarkan secara lebih rinci, manfaat pemberian ASI eksklusif

terhadap berbagai pihak yang berkaitan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi majikan atau perusahaan yang

memperkerjakan ibu menyusui, antara lain (Roesli, 2000):

a. Mengutip hasil penelitian Cohen dan kawan-kawan yang dilakukan di

Amerika pada tahun 1995, menunjukkan bahwa ibu menyusui eksklusif

lebih jarang bolos kerja (25 persen) dibanding ibu tidak menyusui eksklusif

dan memberikan susu formula (75 persen). Hal ini dapat dipahami bahwa

bayi yang mendapat ASI eksklusif cenderung tidak rentan terhadap penyakit

dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Sehingga waktu ibu yang

seharusnya digunakan untuk masuk kerja digunakan untuk merawat anak

yang sedang sakit.

b. Penelitian kedua oleh Auerbach et al., pada tahun 1984 yang dilakukan pada

567 ibu menyusui dan bekerja menunjukkan bahwa ibu yang memberikan

ASI eksklusif dapat mempunyai prestasi kerja yang meningkat. Hasil

penelitian ini dapat dikaitkan dengan poin sebelumnya bahwa dengan relatif

lebih jarang tidak masuk kerja, maka ibu menyusui yang bekerja dapat

meningkatkan produktivitas dan prestasi kerjanya.

Page 31: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

27

2) Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi negara (Roesli, 2000):

a. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan

menyusui, serta biaya menyiapkan susu.

b. Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-mencret dan sakit

saluran nafas.

c. Penghematan obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan.

d. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk

membangun negara.

3) Manfaat ASI eksklusif bagi keluarga (Budiasih, 2008):

a. Keluarga tidak ikut dibuat repot dengan menyediakan susu formula,

merebus alat-alat, menyediakan air panas, dan lain-lain, sehingga dapat

mengurangi pengeluaran keluarga.

b. Mengurangi biaya pengobatan karena bayi ASI relatif lebih jarang sakit.

4) Manfaat ASI eksklusif pada bayi (Werdiyanti, 2013):

a. Aspek gizi

a) Komposisi ASI berubah sesuai usia dan perkembangan bayi. Tahap awal,

ASI tinggi kandungan antibodi sebagai perlindungan dari penyakit.

Berikutnya, ASI tinggi laktosa untuk perkembangan otak.

b) Adanya enzim pada ASI menyebabkan ASI lebih mudah dicerna.

c) Rasa ASI berubah-ubah sesuai makanan ibu.

d) Penelitian yang dilakukan Resalti (2013) tentang kenaikan berat badan

bayi di kelurahan Joyosuran Kota Surakarta menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara frekuensi menyusui yang semakin meningkat

akan mempengaruhi peningkatan berat badan bayi.

b. Aspek neurologis

Saat menyusu langsung pada payudara, bayi belajar sistem menelan,

menghisap, dan bernafas. Menyusu langsung pada ibu berguna pula sebagai

stimulasi alami untuk otak kanan dan kiri, juga stimulasi organ oral untuk

kemampuan mengunyah, berbicara, dan pertumbuhan gigi.

c. Aspek imunologik

Page 32: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

28

ASI mengandung anti virus, anti parasit, anti inflamasi, anti bakteri,

dan anti infeksi. Sehingga frekuensi bayi ASI terserang sakit jauh lebih

rendah dibanding bayi tanpa ASI.

5) Manfaat ASI bagi lingkungan (Roesli, 2000):

ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia.

Memberikan ASI berati tidak diperlukan kaleng susu, karton, kertas

pembungkus, botol plastik, serta dot karet. ASI juga tidak menambah polusi

udara karena untuk membuatnya tidak diperlukan pabrik yang mengeluarkan

asap, juga tidak memerlukan alat transportasi yang mengeluarkan asap, serta

tidak memerlukan pembukaan lahan untuk membangun pabrik susu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kebijakan menyusui yang ada di Indonesia sudah cukup banyak ditemukan

dalam berbagai aspek dalam upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif.

Secara tegas, menyusui merupakan kewajiban dan merupakan hak bagi bayi, serta

pencapiannya memerlukan keikutsertaan seluruh pihak yang terkait. Pada segi

budaya, terdapat tradisi yang mendukung maupun yang menghambat perilaku

menyusui. Sedangkan dari sisi agama, anjuran untuk menyusui dapat ditemukan

dalam kitab suci agama Islam dan Kristen. Pada bahasan wanita yang bekerja dan

menyusui ternyata belum menunjukkan hasil yang mendukung peningkatan

pemberian ASI eksklusif. Meskipun kebijakan mengatur tentang fasilitasi wanita

menyusui di tempat kerja, tetapi kenyataanya masih banyak wanita bekerja yang

memilih memberikan susu formula dibandingkan dengan memberikan ASI

eksklusif pada bayinya. Hal ini berkaitan dengan minimnya implementasi

kesempatan dan ruang menyusui yang disediakan oleh tempat kerja, sekaligus

minimnya sosialisasi yang diadakan. Dan yang terakhir, dapat diungkap bahwa

ASI ekslusif mempunyai andil dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia

yang mana selanjutnya merupakan rangkaian pembangunan manusia. Oleh karena

itu, program pemberian ASI eksklusif perlu ditangani secara lebih serius dengan

harapan akan meningkatnya cakupan pemberian ASI ekslusif bagi bayi di

Indonesia.

Page 33: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

29

Saran

Perlunya pelaksanaan komunikasi antara pemerintah, pekerja, dan tempat kerja

untuk membahas secara detail mengenai penyediaan ruang wanita menyusui yang

bekerja. Peningkatan sosialisasi pentingnya ASI eksklusif juga diperlukan agar

wanita menyusui menjadi lebih percaya diri dan yakin bahwa memberikan ASI

eksklusif merupakan upaya yang terbaik dalam merawat bayi yang dilahirkannya.

REFERENSI

Ahimsa-putra, H. S. (2012). Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi

untuk Memahami Agama. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan,

20(2), 271–304. https://doi.org/10.1016/j.camwa.2014.01.009

Arasta, L. D. (2012). Hubungan Pelaksanaan Rawat Gabung Dengan Perilaku Ibu

Dalam Memberikan Asi Eksklusif Di Polindes Harapan Bunda Desa

Kaligading Kecamatan Boja Kabupaten Kendal Tahun 2010. Jurnal

Komunikasi Kesehatan, 3(1). Retrieved from http://e-journal.akbid-

purworejo.ac.id/index.php/jkk4/article/view/64

Better Work Indonesia, & Indonesia, A. I. M. (2012). Undang-undang dan

Peraturan Tentang Menyusui. Retrieved from

https://betterwork.org/indonesia/?page_id=2082&lang=id

Brata, A. G. (2002). Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di

Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 7(2), 113–122.

https://doi.org/10.1109/ICCCN.2003.1284157

Briawan, D. (2004). Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran

Penggunaan Air Susu Ibu ( ASI ). Makalah Perorangan Semester Ganjil

2004. https://doi.org/10.1046/j.1466-822x.2...Global

Budiasih, K. S. (2008). Handbook Ibu menyusui. Bandung: Hayati Qualita.

Firanika, R. (2010). Aspek Budaya Dalam Pemberian Asi Eksklusif Di Kelurahan

Bubulak Kota Bogor Tahun 2010. Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah. Jakarta. Retrieved from

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1024

Hanafi, Y. (2012). Peningkatan Kecerdasan Anak Melalui Pemberian Asi Dalam

Al-Qur‟an. MutawâTir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, 2(1). Retrieved from

http://mutawatir.uinsby.ac.id/index.php/Mutawatir/article/view/18

Handajani, S. (2002). Pola Pemberian dan Komposisi Gizi ASI. In T. Y. KAKAK

(Ed.), ASI, Hak Asasi Anak: Untaian Bunga Rampai. Jakarta: Mercy Corps.

Page 34: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

30

Henderawaty, R., Kartasurya, M. I., & Suparwati, A. (2014). Analisis

Implementasi Kebijakan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Bagi Ibu Bekerja

di Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia,

02(01), 36–43.

Ja`far, S. (2000). Absolutisme agama, ideologi dan upaya titik temu. Al-Afkar,

2(3), 990–110. Retrieved from

https://jurnalushuluddin.files.wordpress.com/2008/03/abs-agama-_-

ideologi.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Infodatin: Situasi dan Analisis ASI Eksklusif.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta Selatan.

https://doi.org/10.1300/J095v11n02_07

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Infodatin: Situasi Gizi di Indonesia. Jakarta

Selatan. Retrieved from

http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/inf

odatin-asi-2015.pdf

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan

Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.

https://doi.org/10.1016/S0014-5793(98)00914-4

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 450/MENKES/SK/IV/2004

Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di

Indonesia (2004). Republik Indonesia.

Kurniawati, D., & Hargono, R. (2014). Faktor Determinan yang Mempengaruhi

Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 6-12 Bulan di

Kelurahan Mulyorejo Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya.

Promkes, 2(1), 15–27. Retrieved from http://repository.unair.ac.id/22633/

Levy, Y., & Ellis, T. J. (2006). A systems approach to conduct an effective

literature review in support of information systems research. Informing

Science, 9, 181–211. https://doi.org/10.28945/479

Liliweri, A. (2014). Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Nusa Media.

Media, Y., Kasnodiharjo, Prasodjo, R. S., & Manalu, H. (2005). Faktor-faktor

Sosial Budaya yang Melatar belakangi Pemberian ASI Eksklusif. Jurnal

Ekologi Kesehatan, 4(2), 241–246. Retrieved from

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jek/article/view/1630

Melissa, A., Jati, S. P., & Suparwati, A. (2015). No Title. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 3(2), 11–19. Retrieved from http://ejournal-

s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Page 35: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

31

Muaja, J. (2010). Breastfeeding: Kekayaan untuk Setiap Bayi. Retrieved from

https://jmministry.wordpress.com/2010/05/21/breastfeeding-kekayaan-untuk-

setiap-bayi/

Mubyarto. (1988). Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Mubyarto. (2000). Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Mutiaraningtyas, R. (2013). Konstruksi Sosial ASI Eksklusif Bagi Wanita Karir.

Jurnal Komunitas, 2(2). Retrieved from

http://journal.unair.ac.id/article_5542_media135_category8.html

Ningsih, I. (2015). Pemilihan Susu Formula Bayi 0 - 6 Bulan Berdasarkan

Komposisi Zat Gizi atau Harga Jual (Studi Kasus di Rumah Sakit Dr.

Moewardi Surakarta). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Retrieved from

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/8268/Pemilihan-susu-formula-bayi-

0-6-bulan-berdasarkan-komposisi-zat-gizi-atau-harga-jual-studi-kasus-di-

Rumah-Sakit-DrMoewardi-Surakarta

Notoatmodjo, S. (2008). Kesehatan dan pembangunan sumber daya manusia.

Kesmas, 2(5), 195–199. https://doi.org/1998

Nugroho, R. (2008). Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses

Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement

dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode

Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Peraturan Bersama 3 Menteri (Menteri Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan

Anak, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Kesehatan) –

No. 48/ MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan

1177/MENKES/PB/XII/2008 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Selama

(2008). Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 24 Tahun 1976 Mengenai Cuti

Pegawai Negeri Sipil (1976). Republik Indonesia.

https://doi.org/10.1017/S0003598X00101735

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian

Air Susu Ibu Eksklusif (2012). Republik Indonesia.

Pratama, Y. P., Samudro, B. R., & Yogi, A. P. (2018). Breastfeeding: Gender And

Socio-Economic Dimensions. Ekuilibrium : Jurnal Bidang Ilmu Ekonomi,

13(1), 67–84. Retrieved from

http://journal.umpo.ac.id/index.php/ekuilibrium/article/view/897

Raharjo, B. B. (2015). Momentum Emas Pembentukan SDM Berkualitas (Kajian

Sosial Budaya Inisiasi Menyusui Dini dan ASI Eksklusif di Masyarakat

Page 36: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Kajian Menyusui: Kebijakan, Budaya Dan Peran Dalam Pembangunan

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 1- 33

32

Kendal Jawa Tengah). Universitas Satya Wacana. Retrieved from

http://repository.uksw.edu/handle/123456789/7053

Rejeki, S. (2008). Studi Fenomenologi: Pengalaman Menyusui Eksklusif Ibu

Bekerja Di Wilayah Kendal Jawa Tengah. Nurse Media Journal of Nursing,

2(1), 1–13. https://doi.org/10.14710/nmjn.v2i1.734

Resalti, T. (2013). Hubungan Antara Frekuensi Menyusui dengan Kenaikan Berat

Badan Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Joyosuran Surakarta. Universitas

Sebelas Maret. Surakarta. Retrieved from

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/32754/Hubungan-Antara-Frekuensi-

Menyusui-Dengan-Kenaikan-Berat-Badan-Bayi-Usia-0-6-Bulan-Di-

Kelurahan-Joyosuran-Surakarta

Roesli, U. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Roesli, U. (2002). Mitos-mitos Menyusui. In Tim Yayasan Kakak (Ed.), ASI, Hak

Asasi Anak: Untaian Bunga Rampai. Jakarta: Mercy Corps.

Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Sudiharto. (2005). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan

Keperawatan Transtruktural. Jakarta: EGC.

Thalal, M., & Hiswanil. (2007). Aspek Hukum dalam Pelayanan Kesehatan.

Jurnal IKM: Ilmu Kesehatan Masyarakat, 11(1), 72–75. Retrieved from

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19039

Todaro, M. P., & C, S. (2011). Pembangunan Ekonomi (11th ed.). Jakarta:

Erlangga.

Umar, H., Abdullah, H. M. T., & Prawirodihardjo, L. (2013). Faktor Determinan

Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Kota Parepare. Makassar:

Pascasarsana Universitas Hasanuddin. https://doi.org/10.1002/j.1875-

9114.2012.01178.x

Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

(2003). Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pub.

L. No. 36 (2009). Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 Tentang hak Azasi

Manusia, Pub. L. No. 39 (1999). Republik Indonesia.

Utami, R. N. (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindakan Ibu Menyusui

dalam Penggunaan Susu Formula untuk Bayi di Kota Surakarta. Universitas

Sebelas Maret. Retrieved from

Page 37: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

33

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/23291/Faktor-Faktor-Yang-

Mempengaruhi-Tindakan-Ibu-Menyusui-Dalam-Penggunaan-Susu-Formula-

Untuk-Bayi-Di-Kota-Surakarta

Werdiyanti, R. (2013). Welcome to The Exclusive Club: Ibu Bekerja Menyusui.

Yogyakarta: Familia.

Wijayanti, H. S. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Pemberian

Asi Di Wilayah Perkotaan, Kelurahan Paseban, Jakarta. Jurnal Gizi

Indonesia, 38(1), 29–40. Retrieved from

http://ejournal.persagi.org/ojspersagi2481/index.php/Gizi_Indon/article/view

/165/158

Winarno, B. (2002). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media

Pressindo.

Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Page 38: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

34

ANALISIS POTENSI USAHA KRIPIK TEMPE DAN FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN

SENTRA INDUSTRI KRIPIK TEMPE DI KABUPATEN

NGAWI

Nunung Sri Mulyani, Izza Mafruhah, Nurul Istiqomah

Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berbasis home industry mulai

tumbuh dan berkembang. Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah diarahkan untuk mendukung perkembangan

sektor usaha ini. Tiap kabupaten/kota harus memiliki Tujuan penelitian ini adalah

untuk (1) mengidentifikasikan potensi sentra industri kripik tempe, (2)

menganalisis permasalahan yang dihadapi sentra industri kripik tempe dan (3)

menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan sentra industri

kripik tempe di Kabupaten Ngawi. Metode yang digunakan adalah Squential

mixed metodh yaitu perpaduan antara kuantitatif dan kualitatif, sedangkan alat

analisis yang digunakan adalah statistic deskriptif, analisis regresi dan analisis

atlasti. Data yang digunakan adalah data primer dengan sampel 100 orang

responden dan data sekunder yang diperoleh melalui indepth interview dan Focus

Group Discussion (FGD).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh

industri kripik tempe di Kabupaten Ngawi adalah a) Kontinuitas ketersediaan

bahan baku pembuatan kripik tempe; b)bahan bakar yang digunakan untuk

menggoreng kripik tempe yang belum ramah lingkungan; c) proses produksi

pembuatan kripik tempe membutuhkan waktu yang relative lama; d) Belum

adanya spesialisasi dalam proses produksi, e) Inovasi teknologi dalam

produksi; f) permasalahan perijinan usaha ; g) pemasaran ; h) permodalan dan i)

jejaring kerjasama.

Kesimpulan dalam penelitan ini adalah potensi usaha kripik tempe di

Kabupaten Ngawi masih sangat besar, karena merupakan salah satu produk

unggulan di Ngawi, karena permintaan bersadal dari dalam Kabupaten Ngawi,

maupun tingkatan nasional dan internasional. Jika modal dan jumlah tenaga kerja

dinaikkan maka omzet dari pengrajin kripik tempe tersebut akan semakin

meningkat.

Kata Kunci : Industri, Kripik Tempe, Pengembangan, Potensi, Sentra.

PENDAHULUAN

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah diartikan sebagai perencanaan

untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang tersedia didaerah

Page 39: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

35

tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai

sumberdaya swasta secara bertanggung jawab. Pembangunan ekonomi yang

efisien membutuhkan secara seimbang perencaanaan yang lebih teliti mengenai

penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta (Abidin, 2002).

Terdapat tiga (3) impilikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi

daerah: Pertama, perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik

memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan

nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, keterkaitan secara

mendasar antara keduanya, dan konsekuensi akhir dari interaksi tersebut. Kedua,

sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk daerah dan

sebaliknya yang baik di daerah belum tentu baik secara nasional. Ketiga,

Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah, misalnya

administrasi, dan proses pengambilan keputusan. (Arsyad, 1999).

Saat ini kemampuan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada

penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Undang-undang No. 33 Tahun

2004 Pasal 10 menyebutkan bahwa yang menjadi sumber pembiayaan untuk

pembangunan daerah (capital investment) antara lain berasal dari Dana Bagi

Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang

merupakan dana dari pemerintah pusat, daerah juga bisa membiayai pelaksanaan

pembangunan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pajak daerah,

retribusi daerah, BUMD dan lain–lain pendapatan yang sah. Salah satu aspek yang

sangat berpengaruh dan sangat menentukan bagi daerah agar mampu mengatur

rumah tangganya sendiri dengan sebaik - baiknya adalah kemampuan daerah

dalam mengadakan dan memperoleh dana–dana atau pendapatan asli daerah.

Kondisi ini mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan

penggalian daerah untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) atau

menggali potensi daerahnya sendiri. Sumber daya local yang dimiliki daerah

sebenarnya sangat banyak, namun selama ini belum memperoleh perhatian

sehingga belum bisa berkembang dengan baik.

Usaha kecil menengah merupakan sektor usaha yang memiliki peran cukup

tinggi dalam perekonomian daerah, terutama dalam penyediaan lapangan kerja.

Namun demikian perkembangan usaha kecil menengah akhir-akhir ini cukup

Page 40: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

36

memprihatinkan terlebih dengan masuknya berbagai produk impor yang

merupakan hasil usaha menengah luar negeri. Kondisi demikian akan

memperlemah posisi sektor usaha kecil dipasar Indonesia. Semakin melemahnya

posisi sektor usaha kecil dipasar, dalam jangka panjang akan berdampak pada

turunnya taraf hidup masyarakat serta bertambahnya pengangguran oleh karena

diperlukan upaya-upaya yang mengarah pada pengembangan sektor usaha kecil

dalam rangka memperbaiki mutu produk/jasa sehingga mampu bersaing dipasar

upaya untuk memperbaiki mutu produk diperlukan pengelola usaha (manajemen)

dengan baik, meliputi usaha permodalan, produksi, pemasaran, sumber daya

manusia, dan pembukuan seperti yang dikemukakan oleh Kwik Kian Gie (2003)

dalam Deliarnov (2006).

Sebagai suatu strategi pembangunan, pengembangan produk unggulan

dinilai mempunyai kelebihan, karena dianggap bahwa suatu daerah yang

menerapkan pola pembangunan ini relatif lebih “mandiri” dalam

pengembangan ekonominya. Pengembangan produk unggulan dan

pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dapat merupakan

strategi yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah.

Menurut Hoselitz dalam Hofstede (1993) menyebutkan bahwa kunci utama

keberhasilan UMKM dalam bertahan menghadapi berbagai krisis adalah karena

karakteristik UMKM yang cenderung berbiaya rendah. Selain itu letak dan produk

UMKM yang spesifik juga membuat mereka berbeda serta memiliki pangsa pasar

tersendiri. Dalam menproduksi barang maupun jasa mereka lebih mudah

beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas inilah yang menyebabkan

UMKM mampu bertahan dalam jangka waktu yang relatif panjang.

Kabupaten Ngawi adalah daerah yang memiliki cukup banyak sentra-sentra

industri kecil baik di sektor pangan maupun non pangan. Usaha kecil terbukti

mampu menyerap tenaga kerja, menggali potensi sumber daya lokal dan

memberdayakan ekonomi masyarakat yang pada giliriannya akan meningkatkan

taraf perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu industri yang

menjadi unggulan di Kabupaen Ngawi adalah tempe kripik. Sentra-sentra industri

kripik tempe di Kabupaten Ngawi antara lain terletak pada daerah sebagai berikut

Desa Karangtengah Kecamatan Ngawi, Desa Gendingan Kecamatan Widodaren,

Page 41: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

37

Desa Pucangan Kecamatan Ngrambe dan Desa Purwosari Kecamatan

Kwadungan.

Industri keripik menjadi sangat layak ditonjolkan arena tempe merupakan

makanan favorit masyarakat Indonesia, relatif murah, pemasarannya mudah, dan

set up cost atau biaya untuk memulai suatu usahanya relative ringan. Dalam

penelitian ini ingin mengkaji mengenai Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sentra Industri Kripik Tempe

di Kabupaten Ngawi.

A. Tujuan Penelitian

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) khususnya yang berbasis home

industry saat ini mulai didorong untuk tumbuh, dan berkembang. Berbagai

kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

diarahkan untuk mendukung perkembangan sektor usaha ini. Salah satu cara yang

terbukti mampu dalam mengembangkan usaha kecil adalah dengan cluster atau

sentra. Berdasar latar belakang tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui potensi sentra industri kripik tempe.

2. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sentra industri kripik

tempe.

3. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan

sentra industri kripik tempe di Kabupaten Ngawi.

B. Tinjauan Pustaka

a. Sentra Industri

Sentra atau cluster diterjemahkan sebagai suatu lingkungan kegiatan

sejenis yang secara luas terhampar, tersistem dan mempunyai keterkaitan yang

sangat erat antara satu dengan yang lain dalam bentuk kemitraan. Menurut

Munnich Jr, cluster adalah konsentrasi geografis dari industri dan perusahaan

yang saling berkompetisi, saling melengkapi, atau saling terkait yang

melakukan bisnis satu dengan yang lain. Atau mempunyai kebutuhan serupa

akan kemampuan tehnologi dan infrastruktur. Jadi cluster pada dasarnya adalah

jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait antara industri inti core

Page 42: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

38

industries (industri inti) yang menjadi fokus dan supporting industries (industri

pendukung). Cluster akan meningkatkan eksternalitas ekonomi (seperti

munculnya pemasok spesialis bahan baku dan komponen, atau pertumbuhan

kelompok keterampilan spesifik sektor) dan mendorong peningkatan jasa-jasa

yang terspesialisasi dalam bidang teknis, administratif, dan keuangan (Ceglie

dan Dini, 1999).Cluster akan memiliki hubungan erat yang mengikat

perusahaan-perusahaan dan industri tertentu secara bersama dalam beragam

aspek perilaku umum, seperti misalnya lokasi geografis, sumber-sumber

inovasi, pemasok dan faktor produksi bersama, dan lainnya (Bergman dan

Feser, 1999);

Pendekatan cluster dilakukan dengan memberdayakan kelompok

kegiatan ekonomi melalui integrasi vertikal yaitu membina jaringan kemitraan

dari produsen primer, pengumpul, produsen barang (baik barang jadi, maupun

setengah jadi) hingga eksportir. Tahapan pertama dalam pembentukan klaster

adalah identifikasi potensi ekonomi daerah yang merupakan penjabaran dari

potensi sektor unggulan. Pola – pola Kelompok Swadaya Masyarakat sebagai

penopang pemberdayaan ekonomi perlu untuk terus diberikan dorongan dan

pambinaan sehingga akan mampu memberikan efek yang semakin luas bagi

masyarakat sekitar. Pendampingan terutama sekali dalam kuantitas dan kualitas

produk yang dimulai dari standarisasi produk.

b. Industri dan Peranan Usaha Kecil Mikro

Pengertian industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan

kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan

tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang

kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dans ifatnya lebih

dekat kepada pemakaian terakhir (Indra, 2010:52). Industri juga bisa diartikan

sebagai sekumpulan perusahaan yang menjual produk yang sama atau yang

berhubungan dengan produk tersebut mulai dari pengolahan bahan mentah

menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi yang mempunyai nilai tambah

untuk memperoleh keuntungan.

Page 43: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

39

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa kegiatan ini

diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI).

Sedangkan industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang

melakukan kegiatan mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang

jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang

yang lebih tinggi nilainya, baik secara mekanis, kimiawi dengan mesin ataupun

dengan tangan. Industri menurut jumlah tenaga kerjanya dapat dibedakan

menjadi industri rumah tangga, industri kecil, menengah dan besar. Industri

rumah tangga adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1-4 orang.

Industri mikro adalah industri yang jumlah tenaga kerjanya antara 5-19

orang. Industri menengah adalah industri yang jumlah tenaga kerjanya antara

20-99 orang dan industri besar adalah industri yang jumlah tenaga kerjanya

lebih dari 100 orang, (www.bps.go.id).

Sektor industri mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi baik

pada level daerah, wilayah, nasional maupun internasional. Pada perekonomian

global, dimana arus barang komoditas, tenaga kerja maupun modal dan

investasi sudah sangat terbuka, masing-masing daerah harus memiliki

keunggulan lokal baik dari aspek komparatif maupun kompetitif. Era

keterbukaan mempunyai dua pilihanya itu melakukan ekspor keluar negeri atau

mempertahankan daya saing untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kedua

pilihan tersebut mempunyai konsekwensi perlunya investasi untuk

mengembangkan potensi sumber daya lokal strategis. Salah satu point penting

dalam pengembangan ekonomi lokal adalah memunculkan spesialisasi, karena

spesialisasi akan mendorong munculnya sektor-sektor basis yang berkembang

bersama tanpa adanya tumpang tindih. Mubyarto (1988) menyatakan bahwa

sektor industri jika dikaitkan dengan pembangunan wilayah mempunyai tiga

tujuan, yaitu:

a. Meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat.

b. Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam upaya membangun

pedesaan yang mampu menaikkan produktivitas masyarakat.

Page 44: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

40

c. Meningkatkan kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan

dukungan kepada upaya-upaya pembangunan pedesaan oleh pemerintah

daerah yang akan menaikkan pendapatan masyarakat.

Salah satu bagian penting dalam sektor industri adalah Usaha mikro

kecil menengah (UMKM). Pentingnya UMKM dalam negara berkembang

biasanya dihubungkan dengan masalah-masalah ekonomi dan social, yaitu

dihubungkan dengan tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran

terutama dari golongan masyarakat yang berpendidikan rendah,

ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak

merata antara di kota dan di desa. Artinya, keberadaan atau

perkembangan UKM diharapkan dapat member suatu kontribusi yang

positif dan signifikan terhadap upaya-upaya penanggungan masalah-

masalah tersebut.

Proses pembangunan ekonomi di suatu negara, diharapkan

memberikan kesempatan yang sama bagi semua jenis kegiatan ekonomi

di semua skala untuk berkembang. Besarnya suatu usaha tergantung dari

beberapa factor. Dua diantaranya adalah factor pasar dan teknologi.

Factor pasar, apabila pasar yang dilayaninya adalah kecil, dimana jumlah

pembelinya terbatas atau sifatnya adalah musiman, maka unit usaha

yang lebih sesuai adalah usaha kecil. Dilihat dari factor teknologi, apabila

economic size dari suatu jenis produk yang ditentukan oleh teknologi

adalah kecil, maka suatu perusahaan besar yang membuat produk

tersebut akan dengan cepat tersisihkan dari pasar. Perubahan teknologi

pada saat sekarang ini berlangsung sangat cepat, sehingga dengan

sendirinya menyebabkan terjadinya perubahan pasar secara terus

menerus. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang mengalami kesulitan

dalam menyeseuaikan diri erhadap perubahan-perubahan teknologi dan

pasar, dan masih ada pula yang jarang melakukan penyesuaian tanpa

membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Kondisi seperti ini yang mebuat

industri kecil lebih fleksibel untuk menyesuaikan diri dan memiliki

Page 45: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

41

harapan yang besar daripada industri besar untuk dapat bertahan

(Tambunan, 2002: 3).

Industri Kecil Menengah memiliki segmentasi pasar sendiri yang

melayani kebutuhan kelompok konsumen tertentu, dan biasanya berasal

dari kalangan masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.

Perkembangan Industri Kecil Menengah di suatu wilayah biasanya

mempunyai beberapa indicator-indikator untuk mengukurnya, yaitu

pertumbuhan nilai atau volume outputnyaa, peningkatan nilai tambah

terhadap pembentukan PDB, pertumbuhan tenaga kerja, dan peningkata

porsi dalam jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur.

Fenomena umum yang dihadapi oleh negara industri-industri

maju seperti yang dikemukakan oleh Meiler dan Meineress dalam Deliarnov

(1997) adalah terjadinya pergeseran fungsi konsumsi masyarakat. Seperti

teori Engel, yang menyatakan kelompok masyarakat kaya akan

cenderung membelanjakan sebagian besar dari pendapatannya untuk

membeli barang-barang non makanan yang sebagian besar adalah barang-

barang impor atau produk-produk dalam negeri buatan Industri Menengah

Besar yang lebih baik kualitasnya, lebih indah bentuk atau warnyanya, lebih

bagus penampilannya, dibandingkan barang-barang serupa buatan industri

kecil. Teori Engel ini juga berlaku di Indonesia, maka yang harus dilakukan

oleh pengusaha-pengusaha kecil agar dapat bertahan dalam persaingan

dengan pengusaha besar adalah mengubah produk-produk mereka menjadi

lebih baik dalam jenis maupun kualitas mengikuti perubahan selera

masyarakat.

Industri Kecil bisa menampung kelebihan tenaga kerja yang ada

di pasar, yang berarti terjadi suatu relasi yang positif antara peningkatan

jumlah pengangguran dengan pertumbuhan tenaga kerja di Industri Kecil

atau Industri Rumah Tangga. Apabila jumlah orang yang menganggur

banyak, maka semakin besar penawaran tenaga kerja dan wirausaha di

Industri Kecil atau Industri Rumah Tangga, sehingga mereka para

pengangguran bersedia untuk bekerja pada Industri Kecil tersebut,

walaupun dengan pendapatan yang rendah. Maka bisa disimpulkan,

Page 46: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

42

bahwa Industri Kecil atau Industri Rumah Tangga berfungsi sebagai the

last resort dalam penyediaan sumber pendapatan bagi mereka.

Berdasarkan penelitian yan dilakukan oleh Weijland (1991),

menyebutkan bahwa di daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi,

dimana pendapatan riil rata-rata per orang sangat rendah, maka jumlah

Industri Kecil dan Industri Rumah Tangga dan kegiatan-kegiatan

informal lainnya di luar sektor pertanian akan jauh lebih banyak

daripada daerah yang makmur. Oleh karena itu, keterlibatan seseorang

dalam melakukan kegiatan Usaha Kecil Mikro, baik sebagai pekerja atau

pengusaha, bisa karena terpaksa atau memang karena ingin melakukan

kegiatan tersebut, karena memberikan keuntungan yang lebih besar

baginya.

Industri Kecil Menengah di negara-negara maju masih berbeda

dengan di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Industri Kecil

Menengah di negara berkembang biasanya menggunakan teknologi yang

tradisonal yang kebanyakan direkayasa sendiri, akses informasi mengenai

pasar dan teknologi sangat minim, bahkan mereka jarang menggunakan

fasilitas internet untuk pengembangan teknologi dan pemasarannya.

c. Kewirusahaan

Schumpeter, dalam bukunya yang berjudul The Theory Of Economic

Development (1934), yang kemudian dikembangkan menjadi buku Business

Cycle (1939)menyatakanterdapat satu pemahaman penting dalam teori yang

dibangun yaitu adanya faktor utama perkembangan ekonomi adalah para

wirausaha (entrepreuner). Inovasi menjadi bagian yang sangat penting dalam

pembangunan. Schumpeter membedakan antara invensi dan inovasi. Invensi

hanya menemukan suatu tehnologi nmun belum tentu bisa mengembangkan

penemuan tersebut. Sementara inovasi akan lebih mengacu pada penerapan

hasil penemuan untuk pembangunan. Terdapat 5 macam kegiatan penting yang

dimasukkan dalam inovasi, yaitua) Diperkenalkannya produk baru yang

semula tidak ada; b) Diperkenalkannya cara berproduksi baru; c) Pembukaan

Page 47: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

43

daerah atau pasar–pasar baru; d) Penemuan sumber–sumber bahan mentah

baru; e) Perubahan organisasi industri yang mengarah pada efisiensi industri.

Schumpeter manyatakan dalam teorinya bahwa dalam jangka panjang

sistem kapitalisme akan runtuh karena adanya transformasi gradual dan

tehnologi sehingga menuju pada sistem sosialistis. Proses pertumbuhan

menurut Schumpeter sendiri sangat terkenal dan kemudian mendasar banyak

negara untuk mengembangkan entrepreunership sebagai usaha untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengurangi gap atau kesenjangan

antar anggota masyarakat yang akan berdampak pada pengurangan

kemiskinan. Indonesia termasuk salah satu negara yang mengadopsi paham

teori ini. Secara detail akan dijelaskan pada bab pemberdayaan

masyarakat.Secara grafis proses kemajuan ekonomi menurut Schumpeter bisa

ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 1 . Proses Kemajuan Ekonomi Menurut Schumpeter

d. Produk Unggulan

Produk unggulan merupakan produk yang potensial untuk dikembangkan

dalam suatuwilayah dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya

manusia setempat,serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun

pemerintah. Produkunggulan memiliki daya saing, berorientasi pasar dan ramah

lingkungan, sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang siap menghadapi

persaingan global.Secara lebih rinci, unggulan mengandung pengertian adanya

Page 48: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

44

nilai tambah dan produktivitas, unggulan mencakup berbagai konteks tataran baik

pada tingkat bahasan maupun tataran antara lain:

a. Mikro, fokusnya pada tingkat entitas atau unit bisnis/usaha tertentu dengan

faktor yang relevan pada tingkat ini.

b. Meso, fokusnya pada tingkat himpunan entitas bisnis tertentu dan dengan

faktor relevan pada tingkat ini.

c. Makro: telaahan mencakup agregasi himpunan entitas bisnis dan denganfaktor

relevan pada tingkat ekonomi makro.

d. Meta: telaahan bersifat luas dan menyangkut sistem nilai dan faktor/aspek

multidimensi yang bersifat mendasar.

Sementara tataran cakupan pengertian unggulan meliputi:

a. Produk: fokusnya sangat spesifik pada produk tertentu (barang dan/ataujasa);

b. Rantai nilai industri: fokusnya pada rantai nilai (value chain) keseluruhansuatu

industri (klaster industri) sebagai suatu sistem;

c. Kompetensi: fokusnya pada keunikan sumber daya (alam dan buatan)

dankapabilitas tertentu yang menentukan keunggulan daya saing

berkelanjutansuatu klaster industri.

Penetapan kriteria produk unggulan selanjutnya perlu dilakukan sebagai

pedoman bersama bagipara stakeholder kunci, yang dinilai tepat dan operasional

untuk digunakan dalammenentukan unggulan daerah. Kesepakatan/konsensus

para stakeholder kunciatas konteks spesifik yang dapat dipahami bersama dengan

jelas(comprehensible) dan pragmatis merupakan faktor penentu bagi penggunaan

yangbermanfaat atas istilah unggulan daerah.

Pengembangan Produk Unggulan Daerah

Pengembangan produk unggulan daerah sangat penting dalam rangka

peningkatan perekonomian suatu daerah. Adanya unggulan daerah akan tercipta

multiplier efek yang cukup tinggi. Unggulan daerah mengindikasikan sumber bagi

nilai tambah dan produktivitasyang lebih tinggi karena kelebihan/kemenonjolan

secara relatif atas faktor lokasi yang dimiliki. Hal ini menjadi sumber potensial

bagi pertumbuhan danperbaikan termasuk di dalamnya dalam penyerapan sumber

daya lokal, tenaga kerja lokal dan juga di kemudian hari sasaran akhirnya adalah

pengentasan kemiskinan. Cukup logismengharapkan berkembangnya unggulan

Page 49: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

45

daerah bagi peningkatan kesejahteraanmasyarakat yang semakin adil. Beberapa

alasan penting produk unggulan daerah membutuhkan perhatian serius antara lain:

Nilai tambah yang diperoleh karena keunggulan daya saing yang

terbangun(setidaknya secara bisnis/ekonomi)

Adanya common platform bagi stakeholder untuk membangun upayasinergis

yang positif yang lebih bertumpu pada hal positif yang dimiliki(inherent),

mengatasi kekurangan/kelemahan, memanfaatkan danmengembangkan

peluang, serta menghadapi tantangan yang makinkompleks dan dinamis.

Penggunaan/alokasi sumber daya dan pengembangan kapabilitas yanglebih

baik sesuai dengan potensi dan karakteristik setempat.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan squential mixed method yaitu perpaduan

antara analisis kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara berurutan.

Masing masing tujuan akan diolah dengan menggunakan alat analisis sesuai

dengan kebutuhan. Data dan tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Data, Sumber dan Teknik Pengumpulan

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu

data yang diperoleh melalui observasi langsung di lapangan yang akan

dilakukan kepada sentra industri kripik tempe di daerah sampel terpilih.

Identifikasi permasalahan yang dihadapi serta harapan atau fasilitasi yag

diharapkan dalam rangka pengembangan sentra industri kripik tempe.

Selain itu, data primer juga diperoleh melalui proses Focus Group

Discussion (FGD) yang akan dilakukan dengan seluruh stakeholder daerah

termasuk di dalamnya pemerintah daerah dan pihak swasta. Serta data

sekunder yaitu data yang akan diperoleh melalui kajian pustaka dan

sumber data sekunder yang lain seperti dari BPS dan SKPD terkait.

2. Alat Analisis

Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengidentifikasikan potensi sentra

industri kripik tempe akan digunakan analisis deskriptif dengan

memberikan gambaran mengenai kondisi pengrajin kripik tempe yang ada

Page 50: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

46

di Ngawi dan menjelaskan potensi yang masih bisa ditingkatkan pada

industri tersebut, Untuk menjawab tujuan kedua yaitu menganalisis

permasalahan yang dihadapi sentra industri kripik tempe akan digunakan

atlas ti, yaitu pengolahan informasi kualitatif yang diolah secara kuantitatif

dan akan menemukan jaringan permasalahan. Atlas ti membantu dalam

mengorganisasi, memberikan kode hingga menganalisis data penelitian

menjadi lebih efisien dan terstruktur sehingga memungkinkan untuk

melakukan trianggulasi dengan berbagai jenis pengumpulan data;

sedangkan untuk menjawab tujuan ketiga yaitu menganalisis faktor yang

berpengaruh terhadap pengembangan sentra industri kripik tempe di

Kabupaten Ngawi akan digunakan analisis regresi linear

berganda.Variabel dependent dalam analisis ini adalah omzet pengrajin

kripik tempe, sementara variabel independentnya adalah variabel

umur, pengalaman usaha, modal, jumlah tenaga kerja dan tingkat

pendidikan. Adapun persamaan regresinya bisa ditulis sebagai berikut :

LogY = βo + β 1 LogX1 + β2 LogX2 + β3 LogX3+ β4X4 + β5X5 + ei

Dimana :

Y = Omzet pengrajin kripik tempe

X1 = Umur pengrajin kripik tempe

X2 = Pengalaman Usaha

X3 = Modal

X4 = Tenaga Kerja

X5 = Pendidikan

Βo = Konstanta

β 1 β2, β3, β4= Koefisien regresi

ei = Variabel pengganggu

PEMBAHASAN

1. Potensi Sentra Industri Kripik Tempe di Kabupaten Ngawi

Data yang diperoleh dari Dinas Koperasi, UMK dan Perindustrian

Kabupaten Ngawi terdapat 400-an pembuat tempe, dan hanya sekitar 70-

Page 51: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

47

an orang yang menjadi pengarjin kripik tempe. Setelah dilakukannya FGD

dengan pengurus Koperasi Pengrajin Kripik Tempe di Desa Sadang, bisa

terungkap bahwa permintaan terhadap kripik tempe terus mengalami

peningkatan karena potensi pemasarannya sudah terjual ke luar kota.

Dalam penelitian ini mengambil sampel sebanyak 30 orang pengrajin

kripik tempe di daerah Ngawi. Berdasarkan sampel tersebut diperoleh rata-

rata produksi kripik tempe adalah sebanyak 4500-an bungkus kripik

tempe per bulan. Dalam proses pembuatan kripik tempe, ketersediaan

bahan baku merupakan hal yang mutlak. Agar menghasilkan kripik tempe

yang berkualitas bagus, maka bahan bakunya pun juga harus diselektif.

Kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dipilih kedelai impor

dengan butiran yang lebih besar dan putih. Sayangnya kadang kala

ketersediaan kedelai impor tersebut kurang lancar pada saat-saat tertentu.

Bulog sebagai perusahaan negara yang bergerak di bidang logistic pernah

memberikan opsi untuk menyediakan bahan baku kedelai untuk

pembuatan tempe. Sampai sekarang belum ada keputusan bagaimana

mekanisme penyediaannya. Sebenarnya hal tersebut sangat membantu bagi

pengrajin kripik tempe, karena bagi pengrajin ada kepastian terhadap

ketersediaan bahan baku kedelai serta diharapkan bisa menekan ongkos

produksi.

Beberapa pengrajin tempe di Ngawi biasa menjual produknya

dengan merk dagang kepunyaan mereka sendiri, tetapi ada juga beberapa

diantaranya yang menjual kripik tempenya dengan merk dagang lain,

misalkan saja merk dagang dari toko pusat penjualan oleh-oleh yang

sudah besar. Bagi yang terbiasa menjual kripik tempenya dengan merk

dagang sendiri ada beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya

jika merk dagangnya sudah dikenal karena produknya memang bagus,

maka nilai tambah dari penjualan kripik tersebut dalam arti keuntungan

yang diperoleh pedangan tersebut akan bisa dinikmati dengan lebih

banyak. Sedangkan jika merknya belum terlalu dikenal oleh masyarakat

umum, maka tingkat penjualannya kemungkinan belum bisa berkembang

dalam waktu yang relative singkat. Bagi pengrajin kripik tempe yang

Page 52: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

48

menjual produknya dengan merk dagang lain, keunggulannya adalah hasil

produksi yang dipesan bisa dalam jumlah yang besar. Tetapi ada juga

kelemahannya, salah satunya adalah keuntungan yang pengrajin kripik

tempe tersebut ternyata lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh

oleh toko penjual oleh-oleh tersebut. Disamping itu, merk dagang yang

mereka punyai tidak bisa dikenal secara cepat oleh konsumen pada

umumnya. Jika pada suatu saat permintaan dari toko oleh-oleh tersebut

terhadap kripik tempe menurun, maka omzet yang diperoleh pengrajin

tersebut juga mengalami penurunan yang signifikan.

Secara garis besar, bisa disimpulkan bahwa potensi kripik tempe

masih bisa terus dikembangkan, baik untuk pasar lokal, nasional bahkan

internasional. Untuk pasar lokal, sentra industri kripik tempe sudah bisa

mensuplai kebutuhan akan camilan/ makanan ini sebagai hasil produksi

yang khas dari Ngawi. Sedangkan dala skala nasional, kripik tempe dari

Ngawi sudah dikirim ke luar daerah lain, baik dengan menggunakan merk

sendiri atau merk pesanan pembeli. Untuk pangsa internasional/ luar

negeri masih perlu perhatian dan dorongan dari pemerintah daerah dalam

menghadapi kendala serta mencari jalan keluar menembus pasar luar

negeri. Potensinya untuk di ekspor sudah ada, terbukti dengan adanya

beberapa pesanan dari luar negeri. Tetapi ketika pemesanannya dalam

jumlah yang besar, pengrajin dengan berat hati menolak karena

keterbatasan kapasitas produksi. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

proses produksi pun tidak hanya berasal dari satu desa melainkan sudah

ada yang dari luar desa sentra industri tersebut,yang artinya penyerapan

tenaga kerja untuk industri kripik tempe semakin meningkat.

XXXXX

Potensi yang ada pada industri kripik tempe di Kabupaten Ngawi secara

ringkas bisa digambarkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Potensi Industri Kripik Tempe di Kabupaten Ngawi

Page 53: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

49

No Potensi Industri Kripik Tempe di Kabupaten Ngawi

1 Kripik tempe dari Ngawi sudah terkenal pada skala lokal dan

dibeberapa daerah di luar Ngawi, tetapi selama ini hanya dijual dalam

kiloan saja. Kripik tempe yang kiloan tadi biasanya dibeli toko pusat

penjualan oleh-oleh, dan diberikan merk dagang toko tersebut. Hal

ini membuat margin laba yang diperoleh pengrajin kripik tempe lebih

sedikit dibandingkan dengan toko tersebut. Dengan pendampingan

pelatihan mengenai brand awareness, maka sekarang banyak

pengrajin kripik tempe sudah mempunyai merk dagang sendiri. Hal

ini membuat potensi laba yang diperoleh pengrajin kripik tempe

meningkat.

2 Kesadaran terhadap merk dagang sendiri, membuat pangsa pasar

yang dimiliki oleh masing-masing pengrajin kripik tempe juga

semakin meluas, serta produknya semakin dikenal oleh masyarakat

luas.

3 Pemanfaatan kulit ari kedelai sebagai limbah dalam pembuatan kripik

tempe bisa diterapkan untuk penerapan Desa Mandiri Energi di Desa

Sadang. Dimana kulit ari kedelai dijadikan sebagai makanan untuk

hewan sapi ternak yang juga dimiliki oleh pengrajin kripik tersebut.

Kulit ari kedelai bermanfaat untuk menaikkan berat badan sapi, dan

kotoran sapi tersebut digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan

biogas.

4 Biogas yang dihasilkan bisa digunakan sebagai bahan bakar dalam

proses produksi terutama pada saat penggorengan kripik tempe. Hal

ini bisa mengurangi biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh

pengrajin kripik tempe mengalami peningkatan. Disamping itu,

terjadi penurunan penggunaan kayu bakar sebagai bahan baku dalam

proses produksi tersebut sehingga kualitas lingkungan terjaga.

2. Permasalahan yang Dihadapi Sentra Industri Kripik Tempe di

Kabupaten Ngawi.

Page 54: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

50

Sampel yang diambil adalah sebanyak 30 orang responden yang

semuanya berada di Desa Sadang dimana daerah tersebut merupakan sentra

industri kripik tempe di Ngawi. Wawancara dilakukan terhadap responden

dengan panduan kuesioner kemudian dilanjutkan indepth interview terhadap 10

orang key person, Hasil wawancara dioleh dengan menggunakan atlas.ti

sehingga bisa diperoleh bahwa permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin

tempe keripik di kabupaten Ngawi teridentifikasi sebagaimana gambar 2

berikut :

Gambar 2 Permasalahan pada industri tempe keripik di kabupaten Ngawi

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat lima permasalahan

utama yang dihadapi oleh pengrajin tempe keripik yang terdiri atas

a. Supply, bahan baku pada industri keripik tempe di kabupaten Ngawi

menghadapi tiga permalasahan utama yaitu kedelai yang merupakan bahan

baku utama pembuatan tempe masih import sehingga pada saat kurs dollar

naik akan menimbulkan dua efek lanjutan yaitu (i) Harga fluktuatif, barang

import yang sangat tergantung terhadap kurs dollar menyebabkan harga

tempe keripik fluktuatif, padahal harga yang tidak stabil ini sulit untuk

dikompensasikan ke harga komoditas karena kenaikan yang tiba – tiba dan

Page 55: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

51

tinggi akan merusak image dari tempe keripik itu sendiri, (ii) Kelangkaan

barang, kedelai yang merupakan barang import sering memberikan

spekulasi dari para tengkulak khususnya pada saat kurs tidak stabil,

pedagang berhati-hati dalam mengeluarkan barang karea khawatir harga

terus melonjak sehingga tidak mampu lagi untuk membeli barang sehingga

mereka memilih untuk menyimpan stock barang dengan menimbun

kedelai sambil menunggu kurs dolar stabil.

b. Proses Produksi , terdapat tiga masalah utama dalam proses produksi yaitu

(i) sumber daya manusia, usaha tempe keripik untuk saat ini bukan

merupakan usaha yang diminati oleh kaum muda di kabupaten Ngawi

sehingga di kedepannya apabila tidak dilakukan regenerasi dan juga

deferensiasi produk akan menyebabkan usaha keripik ini tidak

berkembang, (ii) Tehnologi yang dimiliki dalam usaha tempe keripik

masih bersifat manual sehingga perkembangan produksi tidak bisa

optimal. Salah satunya adalah proses produksi pembuatan kripik tempe

membutuhkan waktu yang relative lama. Untuk pembuatan tempe

membutuhkan waktu 4 hari, sedangkan untuk proses menjadi kripik

tempe dibutuhkan waktu 1 hari. Jadi, rata-rata pembuatan kripik

tempe membutuhkan waktu 5 hari. Setelah melakukan deep interview

terhadap para pengrajin kripik tempe maka mereka menginginkan

adanya inovasi dan pelatihan pembuatan tempe yang relative lebih

cepat waktunya sehingga bisa mengurangi lama waktu proses

produksi. Proses produksi yang juga membutuhkan tehnologi adalah

proses pemotongan tempe keripik dan proses pengeringan agar minyak

bisa tuntas dan tidak menyebabkan adanya resiko bau apak. Oleh sebab itu

dibutuhkan tehnologi tepat guna yang mudah diterapkan serta murah, (iii)

bahan bakar yang digunakan untuk proses produksi masuk menggunakan

kayu bakar sehingga tidak ramah lingkungan, karena merusak hutan dan

juga menimbulkan polusi yang lebih banyak dibandingkan dengan bahan

bakar lainnya. Di samping itu penggunaan kayu bakar ternyata lebih

boros dalam ongkos produksi. Inovasi teknologi dibutuhkan untuk

penghematan bakan bakar, salah satunya dengan cara memasang

Page 56: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

52

cerobong di atas penggorengan. Hal ini sudah diterapkan di daerah

lain, dan berdampak signifikan mengurangi pemakaian bahan bakar

dan juga menjadikan daerah di sekitar tempat produksi lebih bersih.

Salah satu wacana yang diinginkan oleh pengrajin kripik tempe agar

desanya menjadi desa wisata, yang tujuannya meningkatkan nilai

tambah sentra industri kripik tempe tersebut.

c. Permodalan, dua maalah utama dlam permodalan adalah (i) permodalan

sendiri, selama ini usaha tempe keripik masih menggunakan modal sendiri

yang tidak banyak sehingga tidak bisa melakukan ekspansi dan

perkembangan usaha dengan cepat (ii) Bankable di sisi lain terdapat

masalah yaitu manajemen keuangan usaha keripik masih sangat sederhana

tanpa adanya laporan keuangan sehingga kelayakan untuk memperoleh

usaha permodalan dari bank snagat rendah.

d. Pemasaran, merupakan masalah utama dalam UMKM karena daya saing

komoditas barang yang masih rendah dan persaingan dengan usaha besar

yang bergerak di bidang yang sama. Namun branding tempe keripik

Ngawi yang sudah terkenal mengeliminir permasalahan ini. Masalah yang

dihadapi oleh pengusha kripik Ngawi adalah (i) Bagaimana

mengembangkan jejaring usaha yang menyeluruh baik dari aspek

pemerintah, swasta maupun komunitas yang mampu mendorong

perkembangan usaha. Salah satu jejarring dibutuhkan untuk mengurus

perijinan. Usaha pengrajin kripik tempe masih banyak yang belum

memiliki perijinan yang lengkap. Bahkan untuk perijinan P-IRT yang

merupakan hal yang penting untuk menunjang aspek pemasarannya

pun banyak yang belum mengurusnya (ii) Pemasaran luar daerah,

selama ini usah tempe keripik di kabupaten Ngawi baru pada tataran lokal,

sehingga dibutuhkan promosi yang masif namun murah untuk

mengambangkan pemasaran luar daerah. Salah satu jalan yang dilakukan

adalah dengan menggunakan media sosial dan internet melalui web yang

dibuat untuk usaha ini.

e. Penanganan limbah, tempe keripik mempunyai dua masalah utama yaitu

limbah kulit ari kedelai yang cukup banyak, berbau dan menganggu

Page 57: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

53

lingkungan dan limbah bahan bakar. Salah satu cara yang saat ini mulai

dikembangkan adalah limbah yang dihasilkan dalam produksi tempe

baru dimanfaatkan sebatas hanya untuk makanan ternak peliharaannya

saja. Belum ada pemanfaatan limbah secara ekonomis. Sudah banyak

penelitian yang bisa memanfaatkan limbah tempe untuk diolah lebih

lanjut dan mempunyai nilai jual, dengan bantuan teknologi atau

dengan pelatihan maka limbah tersebut bisa dijadikan tempe gembus,

kecap, pupuk untuk tanaman, atau bahkan bisa menjadi nata de soya.

Wacana menjadikan sentra industri kerajinan kripik tempe menjadi

desa wisata apabila yang dijual adalah wisata edukasi mengenai

pengolahan kripik tempe saja sepertinya akan kurang menarik bagi

calon wisatawan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Sentra Industri

Kripik Tempe diKabupaten Ngawi

Berikut disajikan mengenai hasil analisis regresi linear berganda untuk

menganalisis factor yang berpengaruh terhadap omzet pengrajin kripik tempe

di Ngawi.

Tabel 2. Hasil Regresi Variable yang Berpengaruh Terhadap Omzet

Pengrajin Kripik Tempe di Ngawi

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std.

Error

Beta

1 (Constant) 5.083 1.458 3.487 .002

Log_Umur .222 .874 .036 .254 .801

Log_Pengala

man_Usaha

.236

.232

.152

1.017

.319

Log_Modal .130 .038 .506 3.454 .002

Tenaga_Kerj .062 .030 .307 2.100 .046

Page 58: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

54

a .023

.019

.173

1.182

.249 Pendidikan

Berdasarkan pengolahan data, maka diperoleh kesimpulan bahwa

variabel umur, pengalaman usaha dan tingkat pendidikan tidak

berpengaruh terhadap omzet yang dimiliki oleh pengrajin kripik tempe di

Ngawi. Terdapat dua variabel yang berpengaruh terhadap omzet, yaitu

jumlah modal dan jumlah tenaga kerja.

Koefisien yang diperoleh pada variabel modal adalah sebesar 0,13

yang artinya jika modal kerja yang diperoleh pengrajin kripik tempe

mengalami kenaikan sebesar 1 % maka omzet usahanya akan meningkat

sebesar 13 %. Kendala yang dihadapi oelh pengrajin kripik tempe salah

satunya adalah pada permodalan, jika adanya kemudahan dalam mengakses

ke lembaga keuangan maka bisa dipastikan omzet yang dihasilkan oleh

pengrajin kripik tempe pun mengalami peningkatan.

Variabel jumlah tenaga kerja juga mempengaruhi omzet pengrajin

kripik tempe, artinya jika tenaga kerja bertambah maka omzet pengrajin

kripik tempe pun juga akan meningkat. Apabila pemasaran yang

dilakukan oleh pengrajin kripik tempe sudah semakin luas, maka akan

meningkatkan permintaan. Permintaan yang semakin banyak, didukung

dengan akses terhadap permodalan juga dipermudah maka akan menyerap

tenaga kerja baik yang berasal dari sentra industri kripik tempe tersebut

atau dari luar wilayah. Penambahan tenaga kerja ini akan menambah

omzet yang dimiliki oleh pengrajin kripik tempe.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Gambaran potensi industri kripik tempe di Kabupaten Ngawi masih

cukup potensial. Permintaan akan kripik tempe sudah merambah wilayah

lokal, nasional bahkan internasional. Beberapa permasalahan yang dihadapi

oleh industri kripik tempe di Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut : (a).

ketersediaan bahan baku pembuatan kripik tempe, (b). Bahan bakar yang

Page 59: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

55

digunakan untuk menggoreng kripik tempe masih sangat sederhana. (c).

Proses produksi pembuatan kripik tempe membutuhkan waktu yang relative

lama. (d). Belum adanya spesialisasi dalam proses produksi. (e). Pengrajin

tempe membutuhkan inovasi teknologi dalam pemotongan tempenya. (f).

Perijinan usaha yang dimiliki oleh pengrajin kripik tempe masih banyak

yang belum lengkap. (g). Sebagian besar pengrajin kripik tempe melakukan

kegiatan pemasarannya sendiri, dan belum memiliki kerjasama untuk

memasarkan dengan pihak lain. (h). Limbah yang dihasilkan dalam produksi

tempe baru dimanfaatkan sebatas hanya untuk makanan ternak peliharaannya

saja. (i). Para pengrajin kripik tempe kebanyakan mempunyai kendala dalam

permodalan.

Faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan industri kerajinan

kripik tempe di Kabupaen Ngawi adalah variabel modal dan jumlah tenaga

kerja. Apabila kedua variabel tersebut nilainya dinaikkan maka akan

meningkatkan omzet dari pengrajin kripik tempe.

2. Saran

Pembentukan desa wisata membutuhkan kerjasama dengan beberapa

pihak terkait, karena desa wisata tidak hanya untuk memperlihatkan proses

pembuatan kripik tempe saja, tetapi juga menjual kegiatan ekonomi yang lain

yang berkaitan dengan proses pembuatan kripik tempe. Misalkan proses

mengolah limbah tempe sehingga bisa mempunyai nilai jual yang lebih,

pembuatan bahan baku tepung beras yang dilakukan oleh kelompok pengrajin

lainnya dan lain sebagainya.

Modal merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh

terhadap omzet para pengrajin kripik tempe, tetapi banyak di antara pengrajin

tersebut yang belum bankable. Maka hendaklah pemerintah daerah banyak

memberikan pelatihan dan mendorong para pengrajin tersebut untuk membuat

laporan keuangan secara sederhana serta mempunyai motivasi untuk bisa

mengakses ke lembaga keuangan.

Page 60: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

56

REFERENSI

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah. Jakarta.

Adolf Heatubun. 2008. Potensi Jumlah Usaha Kecil dan Menengah Dalam

Perannya Menstimulasi Perekonomian. Jurnal Organisasi dan

Manajemen. Vol 4 No 1.

Alma, Buchori. 2007. Kewirausahaan.Bandung: Alfabeta.

Arsyad, Lincolin. 1999.Ekonomi Pembangunan.Yogyakarta: STIE YKPN.

Chris Manning & Tadjudin Noer Effendi. 1991. Urbanisasi, Pengangguran, dan

Sektor Informal. Jakarta: Gramedia.

Deliarnov. 1997. Pengantar Ekonomi Makro. Cetakan Pertama. Universitas

Indonesia. Jakarta.

. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga.

Djarwanto. 1987. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Gujarati, 2003. Basic Econometric. McGraw Hill Companies, New York.

Hendro. 2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan : Panduan bagi Mahasiswa untuk

Mengenal, Memahami dan Memasuki Dunia Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Hofstede, G. 1993. Constraints in Cultural theories management. Academy of

Management, 7(1), pp.81–94. Available at:

http://web.ebscohost.com.ezproxy.lib.uts.edu.au/ehost/detail?vid=4&hid

=111&sid=bef30093-8cf1-4813-86f0-

7d91a155269e@sessionmgr15&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3QtbGl2ZQ==

#db=bth&AN=9409142061.

Indra, Setyo Nugroho. 2010. Dampak Keberadaan Industri Tekstil PT. Delta

Dunia Tekstil Terhadap Aktivitas Ekonomi Masyarakat Desa Brujul

Kabupaten Karanganyar.Skripsi.Tidak untuk Dipublikasikan.

Insukindro. 2003. Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE UGM.

Mubyarto. 1998. Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Nachrowi, Dajlal Nachrowi & Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan

Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta:

LP FE UI.

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data Dengan SPSS. PT Buku

Seru.

Page 61: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Analisis Potensi Usaha Kripik Tempe Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan

Sentra Industri Kripik Tempe Di Kabupaten Ngawi

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 34-57

57

Saleh, Irsan Azhary. 1981. Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan.

Jakarta: LP3ES.

Suryana. 2001. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat

Susanto, A. B. 2009. Leadpreneurship: Pendekatan Strategic Management

dalam Kewirausahaan. Jakarta: Erlangga.

Tambunan, Tulus TH. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia:

Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-undang No 9 Tahun 1999

Undang-undang No. 33 Tahun 2004

www.bps.go.id

Page 62: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

58

KONDISI PERUMAHAN DAN STRATEGI DEVELOPER

MENGHADAPI PERSAINGAN PASAR PROPERTI DI KOTA

SURAKARTA

Ariyanto Adhi Nugroho*)a)

*

)Program Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Sebelas Maret Surakarta

a)Email: [email protected]

ABSTRAK

Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin menarik. Lokasi

merupakan hal yang utama dalam property. Adanya keterbatasnya lahan, lokasi

yang strategis dan ekonomis tidak mudah didapatkan. Developer property juga

harus mempersiapkan strategi untuk menghadapi persaingan sehingga dapat

bertahan dan mengembangkan perusahaannya. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis kondisi pasar perumahan dan persaingan properti yang dapat

dilakukan developer dalam menghadapi persaingan pengembang properti di Kota

Surakarta. Metode penelitian ini deskriptif melalui Wawancara, Focus Group

Discussion (FGD) dan kuesioner untuk mengetahui ketertarikan manajemen

terhadap alternatif strategi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis

menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Hasil penelitian

ini developer di wilayah Soloraya berada pada posisi harvest or divest.

Berdasarkan pemilihan alternatif strategi dengan menggunakan QSPM, strategi

yang terbaik tersebut adalah memanfaatkan SDM yang berpengalaman untuk

mengembangkan produk properti dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang

berkualitas (efficiency strategy). Prioritas kedua kerjasama dengan investor luar

untuk pembiayaan proyek pengembangan property (capital formation strategy).

Kata kunci: QSPM, efficiency strategy, capital formation strategy

PENDAHULUAN

Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan

properti tersebut tidak hanya hotel, mall, apartemen tetapi juga perumahan.

Keterbatasan lahan membuat pengembangan properti sekarang tidak hanya berada

pada pusat komersial tetapi juga di berbagai daerah di luar Central Bussines

District (CBD). Real Estate Indonesia (REI) merilis 6 (enam) kota tujuan

investasi properti yaitu Medan, Bandung, Pekanbaru, Balikpapan, Solo dan

Yogyakarta.

Page 63: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

59

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

Perumahan merupakan salah satu sektor properti yang mempunyai prospek

yang menarik. Hal itu disebabkan oleh permintaan rumah yang tidak semata-mata

untuk tempat tinggal. Rumah memiliki aspek yang unik, permintaannya

mempunyai dua sisi yang didasarkan dua motif yaitu motif konsumsi dan motif

investasi (Arrondel, Badenes dan Spradaro, 2010). Walaupun sama-sama sebagai

aset, investasi rumah berbeda dengan dengan saham, obligasi, atau elemen

portfolio lainnya karena rumah di dalamnya terkandung benefit dalam bentuk

konsumsi sedangkan elemen portfolio lain tidak ada.

Adanya motif investasi pada perumahan banyak hal yang telah dilakukan

oleh para developer untuk menarik konsumen dan bersaing dengan pengembang

yang lain yaitu dengan mempertimbangkan mengenai lokasi, peruntukan properti,

desain, fasilitas, mekanisme pembayaran dan penentuan harga. Faktor paling

penting dalam pengembangan properti adalah lokasi.

Secara umum pembelian rumah mayoritas melalui KPR yaitu sebesar

sebesar 77,82 persen (Riset Residensial BI, 2016). Besarnya pembiayaan yang

dilakukan oleh bank kepada masyarakat dalam hal pemenuhan rumah

menimbulkan risiko kredit yang besar pada KPR dan KPA. Hal ini menjadi alasan

pemerintah menerapkan makroprudential yang berkaitan dengan KPR dan KPA

melalui kebijakan LTV. Kebijakan tersebut dimulai tahun 2012 dengan beberapa

perubahan di tahun-tahun berikutnya.

Hewlett (1999) meneliti tentang rencana strategis untuk perusahaan real

estate pada tahun 1999. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa strategi yang

dilakukan untuk meningkatkan perusahaan khususnya pada perusahaan real

estate. Strategi-strategi tersebut antara lain yaitu growth strategy, rationalization

strategy, efficiency strategy, organization strategy.

Berdasarkan daftar 6 (enam) kota sasaran investasi property yang

diterbitkan Real Estate Indonesia (2013) Solo atau Surakarta menjadi salah satu

sasaran investasi property selain Medan, Bandung, Pekanbaru, Balikpapan dan

Yogyakarta. Sebagai kota perdagangan dan jasa, Kota Surakarta menjadi pilihan

masyarakat untuk bertempat tinggal. Lahan yang semakin terbatas menjadikan

harga tanah di wilayah Kota Surakarta relative semakin mahal. Hal tersebut

Page 64: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

60

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

diduga menjadi alasan masyarakat untuk memilih hunian di wilayah hinterland

Kota Surakarta.

Tabel 1

Proporsi Pertumbuhan penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan

Lahan di Kota Surakarta Tahun 2011-2015 (hektar)

Penggunaan Lahan Tahun

2012

Tahun

2013

Tahun

2014

Tahun

2015

Taman kota -0.51 0 0 0.03

Lapangan Olah Raga -2.2 0 0 0

Kuburan 0.07 0 0 0

Sawah -2.49 -2.5 -0.99 0

Tegalan -6.72 -1.46 -1.18 -6.06

Tanah Kosong -5.74 0 -3.32 0

Industri -2.77 3 0 0.16

Perdagangan 0.36 0.29 0 0.46

Jasa 19.05 0.66 2.11 3.25

Perumahan/Pemukiman 32.15 1.42 1.45 1.96

Lain-lain -34.2 1.59 1.93 0.2

Sumber : BPS Surakarta, 2016.

Berdasarkan Tabel 1, penggunaan lahan di Kota Surakarta mengalami

pergerakan dari penggunaan untuk sawah, tegalan, dan tanah kosong menjadi

penggunaan untuk perumahan, jasa dan perdagangan. Selain penggunaan tersebut,

penggunaan lain tidak mengalami perkembangan yang mencolok.

Tabel 2

Backlog Perumahan di Soloraya berdasarkan Data SUPAS tahun 2016

No Wilayah Backlog Kepemilikan Backlog penghunian

1 Surakarta 125,948 25,145

2 Boyolali 274,221 4,207

3 Sukoharjo 222,194 20,370

Page 65: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

61

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

4 Karanganyar 221,628 4,631

5 Wonogiri 259,656 3,931

6 Sragen 249,067 10,672

7 Klaten 314,163 16,274

Sumber : BPS Jawa Tengah, 2016. (diolah)

Kesenjangan masyarakat yang memiliki rumah dan yang belum memilik

rumah cukup besar di wilayah Soloraya. Berdasarkan Tabel 2 di atas

menunjukkan kondisi kesenjangan (backlog) dari 2 (dua) kategori yaitu

berdasarkan perbandingan antara jumlah keluarga dengan kepemilikan rumah dan

kepala keluarga dengan hunian (jumlah rumah). Backlog kepemilikan tertinggi

backlog kepemilikan berada di Kabupaten Klaten. Sedangkan backlog penghunian

tertinggi berada di wilayah Sukoharjo. Kesenjangan tersebut menjadi market

potensial bagi developer dalam mengembangkan perumahan di wilayah Surakarta.

Kondisi pasar perumahan di wilayah Surakarta yang dinamis menjadi alasan

para developer untuk bisa bersaing dan menyediakan kebutuhan rumah bagi

masyarakat. Dalam rangka mewujudkan tujuan developer tersebut perlu

mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang ada. Faktor internal yang

dimaksud adalah kemampuan dan kelemahan dari developer. Faktor eksternal

dapat diartikan sebagai ancaman yang dihadapi dan peluang yang bisa didapatkan.

Adanya pertimbangan mengenai faktor internal dan eksternal dapat

mempengaruhi ketepatan dalam menentukan strategi.

Tujuan melakukan pemilihan strategi adalah untuk menjamin ketepatan

pencapaian sasaran. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam melakukan pemilihan

strategi, maka akan dikaji penentuan pilihan melalui matriks kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman (strengths, weaknesses, opportunities, threats

matrix). Organisasi dapat memandang kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman sebagai suatu kesatuan yang melekat dalam perumusan strategi dengan

analisis tersebut. Guna mempermudah menganalisis faktor internal dan eksternal

maka digunakan Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor

Evaluation (EFE).

Page 66: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

62

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah meneliti kondisi pasar perumahan di Wilayah

Soloraya dan bagaimana strategi developer untuk menghadapi persaingan dan

kondisi tersebut. Strategi yang dilakukan oleh para pengembang dilihat

menggunakan berbagai aspek yaitu growth strategy, rationalization strategy,

efficiency strategy, organization strategy menggunakan Quantitative Strategic

Planning Matrix (QSPM).

2. Tinjauan Pustaka

Hewlett (1999) meneliti tentang rencana strategis untuk perusahaan real

estate pada tahun 1999. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa strategi yang

dilakukan untuk meningkatkan perusahaan khususnya pada perusahaan real estate.

Strategi strategi tersebut antara lain yaitu Growth strategy, Rationalization

Strategy, Efficiency Strategy, Organization Strategy, dan Capital Formation

Strategy.

Leung, dkk. (2011) meneliti tentang rencana strategis perusahaan real estate

di China dengan menggunakan SWOT. Hasil penelitian tersebut menyebutkan

perusahaan di sana mempunyai keunggulan dari management ability, better-

equipped information system, financial capacity, quality work and brand

reputation. Namun, perusahaan real estate di China sangat lemah dalam

memahami budaya lokal, kondisi pasar dan sistem hukum, dan kurangnya

hubungan bisnis dengan pemerintah lokal dan pelaku bisnis.

Saghaei, dkk. (2012) meneliti tentang rencana strategis perusahaan minyak

pelumas menggunakan SWOT dan QSPM pada perusahaan minyak di Iran. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan perusahaan berada pada wilayah strategi yang

beranekaragam. Hasil dari QSPM, strategi untuk berpartisipasi dalam pameran

untuk menyajikan produk dan mendekatkan staf kepada pelanggan memperoleh

skor tertinggi dan karena itu, menjadi prioritas utama.

METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini melalui metode

purposive sampling. Pengembang yang dijadikan sebagai sampel adalah

Page 67: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

63

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

pengembang/ developer yang sedang mengembangkan perumahan pada saat

penelitian ini berlangsung yaitu sejumlah 9 perusahaan developer dari 28

perusahaan pengembang yang terdaftar di DPD REI Solo. Setiap perusahaan

diwakili oleh 1 orang responden yang merupakan manajer dari perusahaan

developer.

Penelitian ini dengan metode wawancara, FGD dan kuesioner yang dibagi

menjadi 2 (dua) bagian. Pertama, FGD untuk mengetahui faktor internal dan

ekstenal yang berkaitan dengan perusahaan. Kedua, kuesioner diberikan kepada

manajemen untuk melihat bobot dan rating mengenai faktor-faktor internal dan

eksternal yang berkaitan dengan perusahaan serta melihat ketertarikan masing-

masing manajemen terhadap alternatif strategi yang ditawarkan. Pelaksanaan

Wawancara dan FGD dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – April

Tahun 2017.

Penelitian ini menggunakan analisis kerangka FiveForces Porter, SWOT

(Strong Weakness Opportunity Threath) dan QSPM (Quantitative Strategic

Planning Matrix). Analisis SWOT didasarkan pada hasil wawancara terhadap

manajer dari 9 developer yang berbeda. Analisis SWOT diawali dengan

pengelompokan faktor-faktor yang ada dalam perusahaan menjadi faktor internal

dan eksternal. Faktor internal berisikan mengenai kekuatan dan kelemahan yang

selama ini dirasakan oleh perusahaan, sedangkan faktor eksternal berisi tentang

peluang dan ancaman yang sudah dialami dan yang akan dialami. Tahap yang

terakhir adalah pemilihan strategi dengan menggunakan QSPM yaitu menentukan

daya tarik relatif (attractiveness) dari berbagai strategi berdasarkan pada sejauh

mana faktor-faktor internal dan eksternal perlu dimanfaatkan atau diperbaiki.

PEMBAHASAN DAN HASIL

1. Five Forces Analysis

Analisis five forces (5 Kekuatan) menggunakan konsep kerangka yang

dikemukakan oleh Porter (1998). Pada dasarnya kerangka 5 kekuatan ini

mempertimbangkan kondisi yang terjadi sekarang dan potensi persaingan pasar di

masa mendatang. Lima kekuatan menurut kerangka five forces analysis adalah

sebagai berikut.

Page 68: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

64

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

1. Persaingan Industri Properti

Pengembang properti yang terdaftar di DPD Solo adalah 28 perusahaan,

tetapi tidak tertutup kemungkinan masih ada pengembang yang belum

bergabung dengan asosiasi REI. Jumlah developer yang berada di wilayah

Surakarta tersebut tentu saja membuat persaingan pada bisnis properti

semakin ketat mengingat terbatasnya wilayah pengembangan di Kota

Surakarta.

Penguasaan pasar didominasi oleh pengembang yang mempunyai sumber

daya besar, baik itu modal finansial juga kepemilikan lahan yang luas.

Bahkan ada beberapa perusahaan yang bekerja sama untuk megembangkan

perumahan secara bersama. Hal ini mengakibatkan perusahaan pengembang

yang mempunyai modal terbatas akan kesulitan untuk mendapatkan lahan

yang optimal dan mengembangkan properti sesuai dengan momentum

pasarnya.

2. Ancaman Pemain Baru dalam Industri

Perkembangan bisnis properti di Surakarta yang semakin menarik dapat

menjadi alasan untuk masuknya developer baru. Pemain baru tersebut

bermacam-macam latar belakang, namun dari beberapa pengamatan, banyak

yang awal mulanya dari bisnis otomotif kemudian mencoba mengembangkan

bisnis properti.

Permintaan perumahan selain faktor lokasi dan harga juga disebabkan

oleh faktor selera atau preferensi. Pengembang berusaha untuk mencukupi

semua keinginan dari calon pembeli. Hal ini yang dapat dimanfaatkan oleh

para pemain baru yang akan masuk ke dalam bisnis properti. Celah-celah

yang belum disentuh oleh pengembang yang sudah ada menjadi kekuatan

untuk merebut pasar. Apalagi masyarakat sangat menyukai hal-hal yang

berbau kekinian dan desain yang menarik.

3. Ancaman Produk Pengganti

Produk properti sangat beragam, baik dari hunian sampai bisnis. Dewasa

ini banyak dikembangkan jenis pengembangan properti untuk meminimalkan

penggunaan tanah, seperti apartemen. Produk properti tersebut dimaksudkan

untuk mewadahi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat menengah ke

Page 69: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

65

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

atas. Sejenis dengan apartemen, rumah susun juga dikembangkan oleh

beberapa pemeritah daerah terutama di Kota Surakarta, namun penggunaanya

diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu dengan sistem sewa.

Beberapa produk properti tersebut di atas dimaksudkan untuk

menggantikan rumah atau perumahan. Praktiknya, respon masyarakat

terhadap apartemen khususnya di Kota Solo dan sekitarnya masih kurang.

Masyarakat masih belum bisa menggantikan peran rumah dengan apartemen.

Hal itu disebabkan salah satunya dengan budaya sosial yang tinggi di

masyarakat. Apartemen selain disiapkan untuk hunian akan tetapi banyak

didorong dari faktor lifestyle.

4. Daya Tawar Konsumen.

Terbatasnya kemampuan finansial masyarakat untuk memiliki

perumahan mengakibatkan produk bank yaitu kredit perumahan (KPR) sangat

diminati. Hal ini bisa menandakan bahwa kekuatan tawar-menawar dari

pembeli cenderung rendah karena developer bisa menetapkan harga jualnya

sendiri.

Lokasi menjadi faktor penting dalam pengembangan properti karena

sebagai salah satu kunci keberhasilan developer dalam mengembangkan

propertinya. Hal ini menjadi alasan di mana posisi tawar konsumen menjadi

lemah sehingga lebih menjadi price taker. Selain itu faktor yang melemahkan

daya tawar konsumen adalah mayoritas pembeli menggunakan fasilitas KPR

sehingga pembeli dapat dikendalikan oleh developer dan bank.

5. Kekuatan Tawar Pemasok.

Pengembang properti mempunyai faktor yang membedakan dengan

pengembang properti yang lain. Faktor lokasi merupakan faktor utama yang

menjadi pembeda. Selain itu seperti desain, spesifikasi, segmentasi dan harga.

Terbatasnya lahan yang dapat dikembangkan menjadi kekuatan developer

untuk menentukan harga. Selain itu, terbatasnya lahan membuat investasi

properti semakin meningkat setiap tahunnya

Dilihat dari sisi finansial, mayoritas pengembang bergantung pada

lembaga finansial seperti bank. Pengembang lebih baik menggunakan

pinjaman dari bank untuk membiayai proyeknya karena dalam sektor properti

Page 70: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

66

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

pertumbuhan nilai lebih tinggi dari pada bunga pinjaman bank. Adanya

regulasi dari Bank Indonesia salah satunya mengenai kredit KPR membuat

pengembang merasa terbatasi dalam mengakses pembiayaan. Hal ini

membuat pengembang harus menyediakan dana terlebih dahulu untuk

pembiayaan pembangunan propertinya.

Pembangunan properti melibatkan banyak aspek termasuk bahan baku

yang beranekaragam. Beberapa bahan baku yang digunakan untuk

membangun proyek perumahan bisa dari alam dan dari hasil olahan. Bahan

baku dari alam seperti pasir dan kayu mengalami keterbatasan stok. Bahan

baku dari alam tersebut kadang mengalami fluktuasi yang cukup tinggi.

Bahan baku lainnya dari olahan industri misalnya besi dan keramik, dan

semen juga tidak terlepas dari fluktuasi harga.

2. Analisis SWOT

Penentuan factor dalam analisis SWOT ini mengacu pada analisis internal

dan eksternal yang telah dilakukan dengan wawancara masing-masing responden.

Hasil dari analisis ini akan menunjukkan bobot dan rating masing-masing faktor

yaitu faktor internal dan eksternal sehingga dapat di ketahui kondisi dari posisi

perusahaan. Rincian analisis SWOT dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Pengukuran bobot dan rating faktor internal dan eksternal

Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal kemudian dibuat

pengukuran bobot dan rating dari faktor tersebut. Faktor yang menjadi

kekuatan bagi developer antara lain pengalaman sebagai developer, harga

produk bersaing, desain dan penataan landscape menarik, kemudahan

pembayaran uang muka dan SDM yag berpengalaman. Faktor yang menjadi

kelemahan bagi developer antara lain lokasi kurang strategis jenis produk

kurang beragam dan terbatasnya modal.

Tabel 3

Hasil Pengukuran Bobot dan Rating Faktor Internal

No Faktor Internal Bobot Rating Skor

Page 71: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

67

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

Terbobot

Kekuatan

1 Nama perusahaan yang baik dan

berpengalaman

0,13 3,50 0,46

2 Harga produk perumahan bersaing 0,12 3,00 0,36

3 Desain dan penataan properti (landscape)

yang lebih menarik

0,13 3,17 0,42

4 Kemudahan pembelian dan proses

pembayaran

0,11 3,00 0,33

5 Tenaga Kerja yang berpengalaman dalam

pembangunan perumahan

0,14 3,67 0,53

Sub jumlah 0,64 2,11

Kelemahan

1 Lokasi properti yang dikembangkan kurang

strategis

0,12

1,33

0,16

2 Jenis produk propert yang dikembangkani

kurang beragam

0,12

1,67

0,20

3 Terbatasnya permodalan yang digunakan

dalam pengembangan perumahan

0,11

1,83

0,21

Sub jumlah 0,36 0,58

TOTAL INTERNAL 2,68

Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal didapatkan skor

bobot dan rating masing-masing faktor. Bobot tertinggi dalam faktor

internal di faktor kekuatan adalah tenaga kerja yang berpengalaman. Bobot

yang paling rendah dalam faktor ini adalah kemudahan pembayaran uang

muka. Responden menganggap kemudahan pembayaran uang muka bukan

kekuatan mutlak bagi perusahaan mengingat hal ini mungkin bisa

diduplikasi oleh pengembang lain.

Rating yang tertinggi dari faktor kekuatan ini adalah tenaga kerja yang

berpengalaman. Responden menganggap tenaga yang berpengalaman

Page 72: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

68

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

merupakan faktor yang penting dalam menjaga kualitas produk perusahaan.

Pandangan masyarakat mengenai rendahnya kualitas pembangunan

perumahan oleh developer dapat dibantahkan dalam faktor ini. Rating yang

paling rendah adalah faktor harga yang bersaing dan kemudahan

pembayaran uang muka. Responden menganggap kedua faktor tersebut

bersifat dinamis sehingga bukan hal yang mutlak dimiliki oleh perusahaan.

Faktor kelemahan terdapat 2 (dua) faktor yang memiliki bobot tertinggi

yaitu faktor lokasi kurang strategis dan jenis produk kurang beragam. Faktor

ini merupakan kelemahan PT. Graha Abadi Sentosa di mana dalam

menentukan lokasi berada dipinggiran kota bahkan akses transportasi umum

juga tidak ada. Lokasi merupakan hal penting dalam pengembangan properti

karena akan menentukan kenaikan nilai ke depan. Mahalnya lahan yang

berada di lokasi yang strategis menjadi kendala bagi setiap pengembang.

Hal ini diperkuat dengan terbatasnya permodalan yang juga dinilai menjadi

bobot yang tinggi dalam faktor kelemahan ini.

Rating yang tertinggi dari faktor kelemahan ini adalah lokasi properti

kurang strategis dan jenis properti yang kurang beragam. Responden

menganggap faktor ini yang menjadi kelemahan dari perusahaan. Produk

properti yang dihasilkan oleh PT. Graha Abadi Sentosa mayoritas berupa

perumahan dengan kelas menengah ke bawah dan dikembangkan satu hotel.

Tabel 4

Hasil Pengukuran Bobot dan Rating Faktor Eksternal

No

Faktor Eksternal

Bobot

Rating

Skor

Terbobot

Peluang

1 Menjalin kerjasama dengan instansi potensial 0,10 3,00 0,29

2 Bcaklog Perumahan di Soloraya masih tinggi 0,12 3,17 0,39

3 Pertumbuhan penduduk cukup tinggi 0,11 2,83 0,30

4 Nilai investasi property yang terus

meningkat

0,11 3,00 0,34

Page 73: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

69

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

Jumlah 0,44 1,32

Ancaman

1 Regulasi Bank Indonesia tentang Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) melalui LTV

0,11 1,00 0,11

2 Regulasi Pemerintah daerah tentang

penggunaan lahan

0,12 1,17 0,14

3 Konsumen lebih memilih membeli dalam

bentuk tanah kapling

0,11 1,33 0,15

4 Kenaikan harga material bangunan 0,12 1,17 0,14

5 Kenaikan suku bunga kredit (KPR) 0,10 1,17 0,12

Jumlah 0,56 0,65

TOTAL EFE 1,97

Faktor peluang yang mempunyai bobot tertinggi adalah permintaan

perumahan kategori menengah ke bawah sangat tinggi. Selain itu, faktor

tersebut juga mempunyai rating yang paling tinggi yaitu sebesar 3,17.

Responden menganggap faktor tersebut merupakan peluang terbesar atau

terkuat yang menjadi tujuan dari pengembangan properti yaitu perumahan.

Hal itu diperkuat dengan segmentasi sementara PT. Graha Abadi

Sentosa yaitu pembangunan perumahan dengan kategori menengah ke

bawah. Rating yang paling tinggi dalam faktor eksternal ini adalah regulasi

Bank Indonesia tentang kredit pemilikan rumah (KPR). Responden

menganggap faktor ini sangat berperngaruh bagi perusahaan mengingat

mayoritas pembeli menggunakan skema KPR.

2. Penentuan Posisi Perusahaan dengan menggunakan matriks IFE-EFE

Berdasarkan hasil analisis internal – eksternal dapat dilakukan analisis

penentuan posisi perusahaan dengan menggunakan analisis kuadran.

Analisis ini membandingkan antara faktor internal yaitu kekuatan dan

kelemahan serta membandingkan faktor eksternal antara peluang dan

ancaman. Hasil analisis posisi perusahaan dapat dijelaskan pada gambar

matriks berikut ini.

Page 74: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

70

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

Tabel 5

Posisi Developer Properti Dengan Menggunakan Matriks IFE-EFE

tinggi rata-rata lemah

4,0 3,0 2,0 1,0

4,0 I II III

tinggi Grow and Build Grow and Build Grow and Build

3,0 IV V VI

rata-rata Hold and Mantain Hold and Mantain Hold and Mantain

2,0 VII VIII IX

lemah

1,0 Harvest or Divesture Harvest or Divesture Harvest or Divesture

Berdasarkan hasil analisis IFE dan EFE, maka dapat dihasilkan posisi

perusahaan sampel berada di matriks harvest or divesture (2,68; 1,97). Pada

posisi ini menandakan perusahaan sampel dapat melakukan pilihan antara

harvest or divesture. Dalam hal ini perusahaan sampel tetap kontinyu untuk

melakukan usahanya, bahkan selain pengembangan perumahan telah

melakukan investasi di bidang perhotelan dan Kawasan bisnis ruko). Dalam

rangka melakukan divestasi developer perlu melepas beberapa aset yang

idle yang kiranya membebani keuangan perusahaan.

Berdasarkan analisis IFE dan EFE dapat dirumuskan strategi yang bisa

menjadi pilihan bagi perusahaan. Strategi tersebut memenuhi 4 komponen

yang menjadi acuan yaitu growth strategy, razionalization strategy,

efficiency strategy, capital formation strategy. Perumusan matriks SWOT

tersebut adalah sebagai berikut.

Page 75: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

71

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

Tabel 6

Perumusan Matriks Strategi Perusahaan Developer di Soloraya

IFAS

EFAS

STRENGHT (S)

6. Pengalaman sebagai

developer sejak Tahun

1994.

7. Harga produk bersaing.

8.Desain dan penataan

properti (landscape)

yang menarik.

9. Kemudahan

pembayaran uang muka.

10. Tenaga kerja yang

berpengalaman.

WEAKNESS (W)

4. Lokasi pengembangan

properti kurang

strategis.

5. Jenis produk properti

kurang beragam.

6. Terbatasnya

permodalan untuk

melakukan ekspansi.

OPPORTUNITIES (O)

d. Menjalin kerjasama

dengan instansi.

e. Permintaan

perumahan kategori

menengah ke bawah

sangat tinggi.

f. Pertumbuhan

penduduk cukup

tinggi.

g. Nilai investasi yang

terus meningkat

STRATEGI SO

1. Meningkatkan pangsa

pasar dengan

menambah jumlah

properti atau ekspansi

lokasi (growth

strategy) S1-O3.

STRATEGI WO

1. Mengembangkan

produk properti lain

selain perumahan

(rasionalization

strategy) W2-O4.

Page 76: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

72

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

TREATH (T)

1. Regulasi Bank

Indonesia tentang

Kredit Pemilikan

Rumah (KPR).

2. Regulasi Pemerintah

daerah tentang

RTRW.

3. Konsumen lebih

memilih membeli

dalam bentuk tanah

kapling.

4. Kenaikan harga

material bangunan.

5. Kenaikan suku bunga

kredit bank.

STRATEGI ST

1. Memanfaatkan SDM

yang berpengalaman

untuk mengembangkan

produk properti

dengan memanfaatkan

bahan baku lokal yang

berkualitas (efficiency

strategy) S5-T4.

STRATEGI WT

1. Kerjasama dengan

investor luar untuk

pembiayaan proyek

pengembangan properti

(capital formation

strategy) W3-T4.

3. Analisis QSPM

Analisis Quantitatif Strategic Planning Matrix (QSPM) dilakukan untuk

mengetahui tingkat ketertarikan manajemen terhadap alternatif-alternatif strategi

yang ada. Penentuan alternatif strategi berdasarkan kombinasi dari beberapa

faktor dalam analisis SWOT. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui alternatif

strategi yang terbaik yang dipilih oleh manajemen.

Penentuan Strategi Perusahaan.

Strategi yang akan digunakan dalam pemilihan strategi oleh responden

adalah sebagai berikut.

a. Strategi S-O (S1)

Meningkatkan pangsa pasar dengan menambah jumlah properti atau ekspansi

lokasi (growth strategy).

b. Stategi W-O (S2)

Mengembangkan produk properti lain selain perumahan (rasionalization

strategy).

Page 77: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

73

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

c. Strategi S-T (S3)

Memanfaatkan SDM yang berpengalaman untuk mengembangkan produk

properti dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang berkualitas (efficiency

strategy).

d. Strategi W-T (S4)

Kejasama dengan investor luar untuk pembiayaan proyek pengembangan

properti (capital formation strategy).

Berdasarkan hasil analisis QSPM dapat ditunjukkan bahwa nilai Total

Attractiveness Scores (TAS) yang paling tinggi adalah pada S3 yaitu dengan nilai

7,271 dan kemudian diikuti oleh S4 yaitu sebesar 6,939. Hal itu menandakan

bahwa responden tertarik pada alternatif strategi S3 yaitu Memanfaatkan SDM

yang berpengalaman untuk mengembangkan produk properti dengan

memanfaatkan bahan baku lokal yang berkualitas (efficiency strategy). Alternatif

strategi selanjutnya adalah strategi S4 yaitu kerja sama dengan investor luar untuk

pembiayaan proyek pengembangan properti (capital formation strategy).

Tabel 7

Pemilihan Strategi dengan Menggunakan QSPM

No Faktor Bobot S1 S2 S3 S4

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

Faktor Internal

Kekuatan

1 Nama perusahaan yang

baik dan

berpengalaman

0,133

3,500

0,464

3,500

0,464

3,500

0,464

3,833

0,508

2 Harga produk

perumahan kompetitif

0,122

3,167

0,385

2,500

0,331

3,000

0,398

3,333

0,442

3 Desain dan penataan

properti (landscape)

yang lebih menarik

0,133

3,000

0,398

3,000

0,398

3,333

0,442

3,333

0,442

4 Kemudahan pembelian

dan proses pembayaran

0,110

3,333

0,368

2,500

0,331

2,667

0,354

2,500

0,331

5 Tenaga Kerja yang 0,144 4,167 0,599 3,333 0,442 3,667 0,486 3,333 0,442

Page 78: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

74

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

1

berpengalaman dalam

pembangunan

perumahan

Kelemahan

Lokasi properti yang

dikembangkan kurang

strategis

Jenis produk propert

yang dikembangkani

kurang beragam

Terbatasnya

permodalan yang

digunakan dalam

pengembangan

perumahan

Faktor Eksternal

Peluang

Menjalin kerjasama

dengan instansi

potensial

Bcaklog Perumahan di

Soloraya masih tinggi

Pertumbuhan penduduk

cukup tinggi

Nilai investasi property

yang terus meningkat

Ancaman

Regulasi Bank

Indonesia tentang

Kredit Pemilikan

Rumah (KPR) melalui

0,122

4,000

0,486

0,000

0,000

3,833

0,508

3,333

0,442

2

0,122

3,500

0,425

3,333

0,442

3,000

0,398

2,833

0,376

3

0,116

3,333

0,387

3,500

0,464

3,333

0,442

3,000

0,398

1

0,098

3,500

0,341

0,000

0,000

3,500

0,464

3,667

0,486

2

0,122 3,500 0,427 3,667 0,486 3,167 0,420 3,000 0,398

3

0,107 2,500 0,268 3,500 0,464 3,000 0,398 2,833 0,376

4

0,112 3,000 0,337 3,333 0,442 3,333 0,442 3,333 0,442

1

0,112

2,667

0,299

2,833

0,376

3,333

0,442

3,167

0,420

Page 79: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

75

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

LTV

2 Regulasi Pemerintah

daerah tentang

penggunaan lahan

0,117

2,667

0,312

2,667

0,354

3,167

0,420

2,833

0,376

3 Konsumen lebih

memilih membeli

dalam bentuk tanah

kapling dan

membangun sendiri

0,112

3,167

0,355

3,167

0,420

3,000

0,398

2,833

0,376

4 Kenaikan harga

material bangunan

0,117

3,333

0,390

3,000

0,398

3,167

0,420

2,833

0,376

5 Kenaikan suku bunga

kredit (KPR)

0,102

2,833

0,290

2,833

0,376

2,833

0,376

2,333

0,309

Jumlah 6,532 6,188 7,271 6,939

KESIMPULAN

Kondisi kesenjangan kepemilikan rumah di Soloraya masih relatif besar

tetapi lahan yang terbatas menjadi peluang bagi pengembangan kawasan hunian

selain perumahan. Pasar properti di Soloraya terdapat dominasi pasar oleh

developer yang mempunyai sumberdaya yang besar dan mempunyai

kecenderungan mengarah ke pasar oligopoli. Strategi yang banyak dilakukan oleh

developer guna menghadapi persaingan tersebut yaitu efficiency strategy melalui

penggunaan bahan baku dan tenaga kerja lokal.

REKOMENDASI

Hasil dalam penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada

pengambil kebijakan di wilayah Soloraya berkaitan dengan keterbatasan lahan

untuk hunian sedangkan backlog kepemilikan rumah semakin meningkat. Selain

itu hasil penelitian ini memberikan masukan kepada developer untuk

mengembangkan perumahan yang mempunyai konsep mix use untuk

meningkatkan daya tarik dan pemanfaatan lahan yang efektif.

Page 80: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

76

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

REFERENSI

Appraisal Institute, 1993. The Dictionary of Real Estate Appraisal. Illinois:

Appraisal Institute, Chichago.

Arrondel, L, Nuria Badenes, and Amedeo Spadaro, 2010, Consumption and

Investment Motives in Housing Wealth Accumulation of Spanish

Households, Social Sience Research Network (SSRN) Working Paper.

Baye, R. Michael, 2010, Managerial Economics and Business Strategy, 7th ed,

The McGraw-Hill Companies, New York.

Bank Indonesia, 2014. Suku Bunga Dasar Kredit. Tersedia di

http://www.bi.go.id/id/perbankan/suku-bunga-dasar/Default.aspx, diakses

tanggal 5 Juli 2014

Bank Indonesia , 2013, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP

tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada

Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit

atau Pembiayaan Kendaraan

Bermotorhttp://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Pages/SE_154013.asp

x, diakses tanggal 23 Desember 2013

David, F. R. 2002. Manajemen Strategis (Edisi Bahasa Indonesia) PT.

Prenhallindo, Jakarta

Hewlett, Charles A. 1999. Strategic Planning For Real Estate Companies. Journal

of Property Management, Vol. 64, No. 1, Jan/Feb: 26-29

Kuncoro, Mudrajad, 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan ekonomi, Erlangga,

Jakarta.

Leung, Barbara dkk. 2011. SWOT Dimensional Analysis for Strategic Planning –

The Sase of Overseas Real Estate Developers in Guangzhou, China.

International Journal of Strategic Property Management. Vol. 15, No. 2,

Feb: 105-122

Page 81: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

77

Kondisi Perumahan Dan Strategi Developer Menghadapi Persaingan Pasar Properti Di Kota

Surakarta

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 58-77

Mintzberg, Henry dan Quinn, James Brian. 1996. The Strategy Process; Concept,

Context, Cases (3th Edition), Prentice - Hall International Editions, New

Jersey

Parwata, I Wayan. 2004. Dinamika Permukiman Pedesaan Pada Masyarakat

Bali, Universitas Warmadewa, Denpasar

Porter, Michael, 1998. Competitive Strategy, Techniques for Analyzing Industries

and Competitors. The Free Press, New York,

Rangkuti, Freddy. 2005. Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Saghaei, Fazayeli, Shojaee, 2012. Strategic Planning for A Lubricant

Manufacturing Company, Australian Journal of Business and Management

Research. Vol. 1, No. 10, Januari: 18-24

Siagian, Sondang. 2008. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara, Jakarta.

Sidik, Machfud. 2000. Model Penilaian Properti Berbagai Penggunaan Tanah di

Indonesia, Yayasan Bina Ummat Sejahtera, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas.

RajawaliPress: Jakarta.

Umar, H. 2003. Strategic Manajemen in Action. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Undang-Undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan Permukiman.

Wheelen, T.L. and J. David Hunger, 2002. Strategic Management and Business

Policy. Eighth Edition, Prentice-Hall, New Jersey.

Page 82: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

78

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

DINAMIKA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA

TAHUN 2011-2016 Dyah Kusumaning Putri Lani

Sarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the results of development

reviewed through the status of the economy, the level of inequality, and the

relationship of economic growth with the welfare of society in 33 provinces in

Indonesia in 2011-2016. The descriptive quantitative method is employed to

assess There are 33 provinces in Indonesia. Techniques of collecting data used

were through accessing the website Badan Pusat Statistik and Library Study to

support the research data. Analytical techniques used are Klassen Typology, Theil

Index, and Pearson Correlation.

The results of Klassen Tipology show during 2011-2016 as many as 3

provinces are included in Rapid Growth Region, 4 provinces are in Retarted

Region, while 18 provinces are in Growing Region, the remaining 8 provinces are

in Relatively Backward Region. At the end of the study in 2016, indicators of

economic status in 6 provinces are in increase. and declining economic status in 4

provinces. The Result of Theil Index during the year 2011-2016 there is a

declining in between provinces inequality, and the decrease in inter-island

inequality. The total inequality in 2011 was 10.23, while in 2016 it was 10.08. The

bigger inequality is caused by the between provinces inquality. The result of

Pearson Correlation shows that there is a negative and significant correlation

between economic growth (PE) with 4 variables (indicator of social welfare)

among others: Very strong relationship between PE and Human Development

Index with correlation value is 0.926, with Life Expectancy is 0.950, with the Old

School Expectation is 0.969, while with the Old School Average occurs strong

relationship with the value is 0.876. Whereas, there was no significant

relationship between PE and Real Per Capita Spending with correlation value is

0.778

Keywords: Indonesian Economy, National Development, Klassen Typology, Theil

Index, Pearson Correlation, Inequality, Economic Growth, Sosial

Welfare, Human Development Index

PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan suatu langkah yang terus dikembangkan dan

dilaksanakan oleh negara, daerah, dan suatu kawasan untuk mencapai tujuan akhir

pembangunan nasional. Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan

masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro

Page 83: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

79

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

(nasional) dan mikro. Secara umum pembangunan ekonomi bertujuan untuk

meningkatkan tingkat hidup dan menaikkan mutu hidup yang dapat diartikan

sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar, sehingga pertumbuhan ekonomi

tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan

ketimpangan dalam pembagian penambahan pendapatan tersebut. Ketimpangan

yang terjadi dapat menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan

kemiskinan (Hukom, 2014: 120-1).

Berdasarkan data BPS(2017), pada tahun 2015 distribusi persentase

penduduk sebesar 56.81% masih berada di Pulau Jawa. Secara tidak langsung

akan menimbulkan ketimpangan kualitas SDM dan Kualitas perekonomian

wilayahnya.

Sumber: Badan Pusat Statistik.2017.(data diolah)

Gambar 1.1

Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Pembagian Wilayah di Indonesia

Tahun 2011-2016 (dalam persen)

Berdasarkan data BPS (2017) PDB Indonesia pada tahun 2016 masih

didominasi oleh kontribusi Pulau Jawa (59%) yang mana Pulau Jawa merupakan

pulau dengan infrastruktur yang paling lengkap di antara wilayah lainnya.

Perbedaan PDB antar wilayah berdampak pada kesenjangan. Dalam rangka

mengurangi ketimpangan dan meningkatkan pemerataan, pemerintah mengambil

Page 84: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

80

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

kebijakan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No. 23

Tahun 2014 (Siswanto, 2016: 4). Selain itu, pemerintah pusat sedang

menggiatkan pembangunan infrastruktur di wilayah luar Pulau Jawa. Hasilnya,

wilayah kepulauan Sulawesi selama 6 (enam) tahun terakhir memiliki tingkat

pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata Indonesia

(Gambar 1.3). Diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi di wilayah Timur yang

lebih tinggi akan mendorong kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia

bagian timur. Hal ini diharapkan akan membuat kesenjangan antara Pulau Jawa

dan pulau-pulau lainnya dapat diselesaikan.

Berdasarkan data BPS 2017, diketahui bahwa IPM di 25 Provinsi Indonesia

masih berada di bawah IPM Indonesia pada tahun 2016 yaitu sebesar 70.18%. Hal

ini menunjukkan ada kecenderungan bahwa pertumbuhan ekonomi yang selama

ini telah dicapai tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pembangunan manusia

dan pencapaian kesejahteraan masyarakat.

Penelitian Fattah dan Rahman (2013), Sinurat (2016), serta Soebyakto dan

Bashir (2014) memiliki kesimpulan bahwa kondisi perekonomian yang terjadi

baik di Sulawesi Selatan , Jawa Barat, dan Sumatera Selatan menunjukkan adanya

perbedaan kategori (kuadran) antara kota besar dengan kabupaten kecil dalam

sebuah wilayah. Perbedaan kondisi perekonomian antar daerah juga sejalan

dengan adanya ketimpangan yang terjadi di Provinsi di Indonesia. Penelitian yang

dilakukan oleh Mahardiki dan Santoso (2013) menunjukkan adanya

kecenderungan ketimpangan antar provinsi yang meningkat di akhir periode.

Selain itu, sebagian besar provinsi di Indonesia masuk dalam kategori daerah

maju tetapi tertekan.

Penelitian yang dilakukan oleh Gorica dan Gumeni (2013) menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara Human Development Index (HDI) dan

Gross Domestic Product (GDP) di Albania. Dari penelitian tersebut juga

diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi lebih cepat dibandingkan dengan

pembangunan manusia. Elistia (2017) melakukan penelitian yang menghasilkan

sebuah kesimpulan bahwa di Malaysia dan Brunei Darussalam meskipun adanya

hubungan yang kuat tetapi IPM tidak berpengaruh signifikan dalam

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Bahkan di negara Thailand dan Filipina

Page 85: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

81

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

tidak ada hubungan dan pengaruh yang kuat diantara kedua variabel tersebut.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Muta‟ali (2013)

menunjukkan adanya hubungan signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan manusia di provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan kondisi yang telah digambarkan di atas, diperlukan suatu

penelitian guna menganalisis karakteristik perekonomian Indonesia yang ditandai

dengan pengelompokkan kategori masing-masing daerah berdasarkan

pertumbuhan ekonomi dan ketimpangannya dalam rangka pembangunan ekonomi

di 33 provinsi Indonesia tahun 2011-2016. Lebih lanjut penelitian ini digunakan

untuk melihat sejauh mana pembangunan ekonomi tersebut berhubungan dengan

kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan variabel pembentuk IPM. Hal

ini akan menjadi indikator seberapa besar pembangunan nasional yang selama ini

telah dijalankan oleh pemerintah telah memberikan kesejahtaraan yang nyata

sesuai dengan amanat UUD 1945. Oleh karena itu, disusunlah penelitian dengan

mengambil judul Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-

2016.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana status perekonomian provinsi di Indonesia selama kurun waktu

2011-2016?

2. Bagaimana kondisi ketimpangan pendapatan antar wilayah di Indonesia pada

tahun 2011-2016?

3. Bagaimana hubungan pembangunan ekonomi Indonesia yang dilihat melalui

indikator pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat yang

didasarkan variabel pembentuk Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia

tahun 2011-2016?

KAJIAN PUSTAKA

Pembangunan Ekonomi

Arsyad (2010) mendefinisikan pembangunan ekonomi merupakan proses

yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

dalam jangka panjang yang disertai dengan perbaikan sistem kelembagaan. Akhir

Page 86: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

82

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

dasawarsa tahun 1960 banyak Negara Sedang Berkembang (NSB) mulai

menyadari bahwa “pertumbuhan” tidak identik dengan “pembangunan”.

Pertumbuhan ekonomi di NSB melebihi tingginya pertumbuhan ekonomi di

negara maju, akan tetapi dibarengi dengan masalah-masalah sosial ekonomi

lainnya seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang

timpang, dan ketidakseimbangan struktural.

Indikator Pembangunan

Pandangan Dudley Seers (1973) mengatakan bahwa sasaran pembangunan

terdiri dari penanggulangan kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan, hal ini

menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya bertujuan untuk target

ekonomi melainkan juga tujuan sosial (Kuncoro, 2010: 5-6).

Menurut Kuncoro (2013: 3) indikator-indikator kunci pembangunan dapat

diklasifikasikan menjadi dua indikator utama yaitu, Indikator Ekonomi yang

meliputi: Pendapatan Nasional, Laju Pertumbuhan Ekonomi, dan GNP Per Kapita

dengan purchasing power parity. Sedangkan Indikator Sosial terdiri dari Indeks

Pembangunan Manusia dan Physical Quality Life Index.

Tujuan pembangunan nasional adalah kesejahteraan masyrakat/

kesejahteraan sosial. Guna mewujudkan pembangunan nasional yang sejalan

dengan tujuan pembangunan nasional, maka Pemerintah harus memperhatikan

indikator sosial pembangunan, antara lain:

1. Human Development Index

IPM memiliki merupakan indeks dengan 3 komponen (i) usia panjang yang

diukur dengan tingkat harapan hidup, (ii) pengetahuan yang diukur dengan rata-

rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (duapertiga) dan

rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga)1, (iii) penghasilan yang diukur

dengan pendapatan per kapita riil yang telah disesuaikan, yaitu disesuaikan

1 Sejak tahun 2010, UNDP merubah metodologi perhitungan IPM. Angka Melek Huruf diganti

dengan Harapan lama Sekolah. Penggantian ini terjadi karena Angka melek huruf sudah tidak

relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas

pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga

tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. (BPS. 2015)

Page 87: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

83

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya

utilitas marginal penghasilan dengan cepat (Kuncoro, 2013: 222).

2. Physical Quality Life Index

Morris (1979) mengajukan tiga indikator pokok, yaitu (i) tingkat kematian

bayi (IMR), (ii) harapan hidup saat usia satu tahun, dan (iii) angka melek huruf.

Indikator ini juga digunakan oleh Biro Pusat Statistik dalam mengukur Indeks

Mutu Hidup dalam usaha membandingkan tingkat kesejahteraan. (Faturochman,

X: 3).

Indeks Theil dan Indeks L

Menurut Kuncoro (2013: 99) tolak ukur pemerataan distribusi pendapatan

dapat dilihat melalui ketimpangan yang terjadi antar negara atau daerah. Salah

satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur ketimpangan di suatu

negara atau daerah adalah Indeks Theil dan Indeks L.

Keunggulan utama indeks ini adalah bahwa pada suatu titik waktu, indeks ini

menyediakan ukuran derajat konsentrasi distribusi spasial pada sejumlah daerah

dan sub-daerah dalam suatu negara. Selain itu, indeks ini dapat membedakan

kesenjangan “antar daerah” (between-region inequality) dan kesenjangan “dalam

satu daerah” (within-region inequality) (Kuncoro, 2013: 104).

Penelitian Terdahulu

Mahardiki dan Santoso (2013) menggunakan Tipologi Klassen untuk

mengklasifikasikan wilayah/ provinsi di Indonesia berdasarkan tingkat

pendapatan dan tingkat pertumbuhannya. Penelitian tersebut menemukan bahwa

dari 33 Provinsi di Indonesia, terdapat 12 provinsi yang masuk dalam kategori

wilayah tertinggal. Selain itu, Mahardiki dan Santoso (2013) menemukan bahwa

perekonomian wilayah di Indonesia sebagian besar menujukkan indikator yang

kurang baik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan tingkat kesenjangan

pendapatan antar wilayah selama tahun 2006-2011. Hasil perhitungan dengan

Indeks Kesenjangan Theil didapatkan rata-rata nilai Indeks Kesenjangan Theil

pada tahun 2006-2011 sebesar 0,3513. Jelaskan apa artinya nilai indeks 0,3513.

Secara umum nilai Indeks Kesenjangan Theil dari 33 provinsi di Indonesia

mengalami kecenderungan meningkat selama tahun 2006-2011.

Page 88: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

84

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

Penelitian di Wilayah Indonesia Timur dilakukan oleh Fattah dan Rahman

(2013), yaitu tentang klasifikasi kabupaten di Sulawesi Selatan menunjukkan

banyaknya daerah yang berada di kuadran 4. Kota besar (pusat pertumbuhan)

memiliki pertumbuhan dan pendapatan yang tinggi, sangat berbeda dengan

kabupaten kecil.

Penelitian yang dilakukan di wilayah Jawa dilakukan oleh Sinurat (2016),

dalam penelitiannya Sinurat melakukan penelitian di Cianjur, Jawa Barat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa wilayah yang masuk dalam

daerah relatif tertinggal memiliki sektor unggulan adalah sektor pertanian

Di sisi lain, penelitian yang dilakukan di wilayah barat Indonesia, yaitu di

Sumatera Selatan dilakukan oleh Soebyakto dan Bashir (2014) menunjukkan

bahwa dinamika pertumbuhan wilayah di daerah perkotaan cenderung lebih baik

dibandingkan dengan daerah terpencil. Dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera

Selatan hanya Palembang (pusat perekonomian) yang masuk dalam kuadran I

kategori pertumbuhan ekonomi dan IPM.

Penelitian Antika Utari tahun 2015 menunjukkan Indeks Williamson (IW)

Pendapatan Perkapita di Pulau Sumatera sebesar 0,00764 ketimpangan yang

terjadi tegolong ketimpangan rendah. Nilai Entropi Theil antar provinsi lebih

besar dengan rata-rata 0,35634 dibandingkan dengan nilai Entropi Theil antar

wilayah bagian dengan rata-rata yaitu 0,0821. Angka ketimpangan inter- wilayah

(Tw) lebih besar dibandingkan antar-wilayah (Tb). Hal ini menggambarkan

bahwa ketimpangan pendapatan perkapita di Pulau Sumatera sebenarnya terjadi

antar propinsi yang berada di Pulau Sumatera, bukan ke antar wilayah bagian

Pulau Sumatera.

Gorica dan Gumeni (2013) melakukan penelitian tentang korelasi yang ada

antara HDI dan PDB per kapita di Albania. Nilai korelasi variabel tersebut positif,

tetapi nilainya tidak tinggi. Ini menyiratkan bahwa pertumbuhan telah meningkat

lebih cepat dari pada pembangunan. Ekonomi Albania telah membuat kemajuan

yang signifikan dalam pertumbuhan namun tidak dalam indeks pembangunan.

Anggraini RA, Muta‟ali L (2013) melakukan penelitian untuk menganalisis

pola hubungan pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di

Provinsi Jawa Timur tahun 2007-2011. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat

Page 89: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

85

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

korelasi signifikan. Koefisien korelasi menunjukkan adanya arah hubungan positif

karena nilai Pearson tersebut bertanda positif „+‟. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah Terdapat hubungan yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan

IPM kabupaten/kota di Jawa Timur. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa

Hubungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia yang diukur dari

rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dengan IPM menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan.

Elistia (2017) melakukan penelitian mengenai hubungan dan pengaruh IPM

terhadap pertumbuhan ekonomi pada 6 negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia,

Singapura, Thailand, Brunei Darussalam dan Filipina. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa di Indonesia dan di Singapura terdapat hubungan negatif

yang sangat kuat serta pengaruh yang signifikan antara Indeks Pembangunan

Manusia dengan Pertumbuhan Ekonomi. Sedangkan di negara Thailand, Brunei

Darussalam, dan Filiphina terjadi hubungan negatif yang kuat tetapi tidak ada

pengaruh yang signifikan, ditunjukkan dengan nilai P-value lebih besar dari 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa hasil pembangunan di

Indonesia belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat di Indonesia, utamanya

masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Hasil penelitian di atas menunjukkan

bahwa ketimpangan di dalam wilayah maupun ketimpangan di Indonesia belum

terselesaikan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada periode

tersebut belum mampu mendorong tercapainya tujuan nasional sepenuhnya.

METODE PENELITIAN

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data Secondary

data (data sekunder) yang diperoleh dari data Badan Pusat Statistik baik pusat

maupun daerah.

Dalam memecahkan 3 (tiga) pertanyaan penelitian, penelitian ini

menggunakan 3 (tiga) metode analisis, di antaranya:

1. Status Perekonomian Provinsi: Tipologi Klassen

Page 90: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

86

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

Tipologi daerah membagi daerah berdasarkan dua indikator utama,

yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah, seperti

terlihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1

Pengelompokkan Daerah Berdasarkan Tipologi Klassen PDRB per kapita

(Y)

Laju Pertumbuhan ( r )

Yij>Yi Yij<Yj

Rij > Rj daerah maju dan cepat

tumbuh (Kuadran I)

daerah berkembang cepat

(Kuadran III)

Rij < Rj daerah maju tapi

tertekan (Kuadran II)

daerah relatif

tertinggal (Kuadran IV)

Sumber: Kuncoro, 2013:234

Keterangan:

Rij : Laju pertumbuhan PDRB ADHK tiap Provinsi

Rj : Rata-rata laju pertumbuhan PDRB ADHK Indonesia

Yij: Pendapatan per kapita tiap Provinsi

Yj : rata – rata pendapatan per kapita Indonesia

2. Ketimpangan Pendapatan antar Wilayah: Indeks Theil

Indeks Theil digunakan untuk mengetahui kondisi ketimpangan

pendapatan di dalam suatu provinsi dan antar provinsi di Indonesia selama

2011-2016.

Ying (2000) dalam Kuncoro (2013: 104) menerangkan Indeks

Ketimpangan Entropi Theil adalah sebagai berikut :

I Theil = I intra + I inter ............................................................(3.1)

I intra = ∑(Yi/Y) . Ti .............................................................(3.1.a)

Ti = ∑( yij/Yi) log [(yij/Yi) / (nij/ni)] .............................(3.1.b)

I inter = ∑ ( yi/Y). Log [(yi/Y)/ni/n)] .................................. (3.1.c)

Page 91: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

87

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

Dalam rangka melihat tingkat ketimpangan menggunakan Indeks Theil

dalam penelitian ini, seluruh provinsi dalam penelitian akan dikelompokkan

menjadi 6 (enam) wilayah. Pembagian wilayah dilakukan berdasarkan koridor

ekonomi dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi tahun 2011-

2025 antara lain: Sumatera, Jawa, Bali-Nusa tenggara, Kalimantan, Sulawesi,

Papua.

3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat:

Korelasi Pearson

Dalam penelitian ini akan digunangan alat bantu SPSS 16 untuk melihat

hubungan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia yang

menggambarkan hubungan pembangunan ekonomi dengan hasilnya berupa

kesejahteraan manusia akan dianalisis dengan menggunakan korelasi pearson.

Variabel pembangunan ekonomi diwakili oleh laju pertumbuhan ekonomi dan

variabel kesejahteraan diwakili oleh indeks pembangunan manusia (IPM),

Angka haraan hidup (AHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), Rerata lama

sekolah (LS), dan pengeluaran perkapita ( PENG).

Hipotesis dari penelitian ini dapat terjawab dengan melihat nilai

probabilitas atau signifikansinya, kriteria signifikansi sebagai berikut:

1. Jika signifikansi > 0.05 maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan

antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat

2. Jika signifikansi < 0.05 maka Ho ditolak, berarti adda hubungan antara

pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraaan masyarakat.

PEMBAHASAN

1. Klasifikasi Status Perekonomian Provinsi

Status perekonomian 33 provinsi di Indonesia selama Tahun 2011-2016

diklasifikasikan dengan menggunakan Tipologi Klassen. Perklasifikasian ini

didasarkan pada pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang kemudian

diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kuadran.

Page 92: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

88

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

Pergeseran status perekonomian ke 33 provinsi di Indonesia selama tahun

2011-2016 dapat dilihat melalui tabel 4.1. Semakin banyak provinsi dengan warna

kolom kuning dan hijau menunjukkan adanya kencenderungan yang baik, Di sisi

lain adanya daerah dengan warna ungu dan merah yang semakin meningkat

menujukkan indikator yang buruk .

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Mahardiki dan Santosa (2013)

yang menunjukkan hasil pengklasifikasian bahwa sebagian besar provinsi di

Indonesia berada pada kuadran III (daerah berkembang cepat). Penelitian ini

menunjukkan bahwa Provinsi dengan status perekonomian berkembang cepat

meningkat dibandingkan dengan rata-rata pada penelitian sebelumnya. Provinsi

yang menunjukkan indikator perekonomian yang membaik ini antara lain:

Bengkulu, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Pertumbuhan

ekonomi di provinsi tersebut mengalami peningatan di atas rata-rata peningkatan

nasional. Hal ini juga mendukung bukti bahwa pembangunan yang dilakukan di

Luar Pulau Jawa memberikan dampak yang nyata dan baik bagi perekonomian

wilayah di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini juga harus terus

dimanfaatkan dengan baik agar dapat meningkatkan pendapatan per kapita

masyarakat sehingga akan menjadikan wilayah di Luar Pulau Jawa menjadi

wilayah maju dan cepat tumbuh.

Page 93: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

Tabel 4.1

Perkembangan Klasifikasi Status Perekonomian Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2016

Kuadran III (Daerah Berkembang Cepat) Kuadran I (Daerah Maju dan Cepat Tumbuh)

2011 2016 Rata-rata 2011 2016 Rata-rata

Sumut, Sumbar, Sumsel,

Bengkulu, Lampung,

Jabar, Jatim, Banten, Bali,

Kalteng, Kalsel, Sulteng,

Sulsel, Sultra, Gorontalo,

Sulbar, Maluku, Maluku

Utara.

Sumut, Sumbar, Sumsel,

Bengkulu, Lampung,

Jabar, Jatim, Banten, Bali,

Kalteng, Sulut, Sulteng,

Sulsel, Sultra, Gorontalo,

Sulbar, Maluku, Maluku

Utara, Jateng, DIY, NTT,

NTB.

Sumut, Sumbar, Sumsel,

Bengkulu, Lampung,

Jabar, Jatim, Banten, Bali,

Kalteng, Sulut, Sulteng,

Sulsel, Sultra, Gorontalo,

Sulbar, Maluku, Maluku

Utara.

Jambi, Kep Bangka

Belitung, Kep Riau, DKI

Jakarta, Kaltim.

Kep Riau, DKI

Jakarta, Papua.

Jambi, Kep Riau, DKI

Jakarta.

Kuadran IV (Daerah Relatif Tertinggal) Kuadran II (Daerah Maju tetapi Tertekan)

2011 2016 Rata-rata 2011 2016 Rata-rata

Jateng, DIY, Aceh, NTB,

NTT, Sulut, Kalbar.

Aceh, Kalsel, Kep Bangka

Belitung

Aceh, KalSel, Kep

Bangka Belitung, Jateng,

DIY, NTB, NTT, Kalbar.

Riau, Papua Barat, Papua. Riau,Jambi

Kaltim, Papua Barat.

Riau, Kaltim, Papua

Barat, Papua.

Sumber: Hasil Analisis Data, 2018

Keterangan:

: Daerah dengan status perekonomian tahun 2016 meningkat (lebih baik) dibandingkan tahun 2011

: Daerah dengan status perekonomian tahun 2016 menurun (lebih rendah)dibandingkan tahun 2011

: Daerah dengan status perekonomian rata-rata menurun (lebih rendah) dibandingkan tahun 2011

: Daerah dengan status perekonomian rata-rata meningkat (lebih baik) dibandingkan tahun 2011

89

Page 94: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

90

Pada periode 2011-2016, provinsi dengan rata-rata status perekonomian

berada pada daerah relatif tertinggal juga lebih baik dibandingkan pada Tahun

2006-2011 yang dilakukan oleh Mahardiki Santoso (2013). Di mana pada

penelitian sebelumnya jumlah provinsi pada kuadran IV mencapai 12 (dua belas

provinsi), sedangkan pada Tahun 2011-2016 hanya 8 (delapan) provinsi. Akan

tetapi, Jumlah provinsi yang menurun di kuadran IV belum menjadi jaminan

keberhasilan pembangunan daerah, pasalnya Jawa Tengah yang pada periode

sebelumnya berada pada status daerah berkembang cepat justru di Tahun 2011-

2016 ini mengalami penurunan status perekonomiannya. Hal ini dikarenakan

rendahnya pendapatan per kapita pada provinsi ini. Jumlah dan kepadatan

penduduk yang semakin tinggi di provinsi tersebut tidak diimbangi dengan

meningkatnya laju PDRB yang signifikan, sehingga provinsi ini menjadi daerah

relatif tertinggal.

Persebaran hasil perhitungan dengan menggunakan Tipologi Klassen dalam

penelitian ini digambarkan dalam Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1

Klasifikasi Status Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Sumber: Hasil analisis data

Keterangan:

: Daerah Maju dan Cepat Tumbuh

: Daerah Maju Tetapi Tertekan

: Daerah berkembang cepat

: Daerah Relatif Tertinggal

Provinsi yang maju dan cepat tumbuh diharapkan dapat menjadi lokomotif

yang menarik kemajuan daerah lain dan Indonesia pada umumnya. Provinsi

Page 95: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

91

diharapkan akan aktif mencari sumber daya unggulan masing-masing yang dapat

digunakan untuk perkembangan dan daya tarik investasi, sehingga

perekonomiannya akan lebih maju. Kerjasama antar daerah sangat diperlukan,

karena dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah, selain itu guna

tercapainya target pertumbuhan, diperlukan suatu tingkat tabungan yang pas dan

seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali di wilayah tersebut.

2. Ketimpangan Pendapatan antar Wilayah

Pengukuran kesenjangan regional melalui pendekatan indeks akan

digunakan berdasarkan analisis Indeks Theil. Perkembangan rata-rata tingkat

ketimpangan antar wilayah selama Tahun 2011-2016 tersaji dalam Tabel 4.2.

Berdasarkan data hasil perhitungan Indeks Theil tersebut diketahui bahwa tingkat

ketimpangan cenderung menurun di akhir periode penelitian. Hal ini berbeda

dengan hasil Analisis ketimpangan pada Tahun 2005-2010 yang menunjukkan

adanya kecenderungan meningkat dari tingkat ketimpangan di Indonesia yang

dilakukan oleh Bappenas pada Tahun 2012.

Tabel 4.2

Perkembangan Rata-rata Tingkat Disparitas di Wilayah Indonesia

Tahun 2011-2016 Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Theil Within 4.844 4.824 4.833 4.808 4.784 4.763

Theil Between 5.386 5.375 5.362 5.355 5.333 5.316

Theil Total 10.230 10.199 10.194 10.163 10.117 10.079

Theil Within % 47.35 47.30 47.41 47.31 47.28 47.26

Theil Between % 52.65 52.70 52.59 52.69 52.72 52.74

Sumber: BPS, 2017 (data hasil pengolahan)

Jika di dekomposisi rata-rata tingkat ketimpangan yang terjadi di Indonesia

lebih banyak di sumbangkan oleh adanya ketimpangan antar provinsi

dibandingkan tingkat ketimpangan dalam wilayah masing-masing. Persentase

sumbangan tingkat ketimpangan antar provinsi dari Tahun ke Tahun juga

cenderung meningkat.

Page 96: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

92

Tabel 4.3

Ketimpangan Indeks Theil Menurut Wilayah

Tahun 2011-2016 Pulau 2011 2014 2016

Within Between T Total Within Between T Total Within Between T Total

Sumatera 7.338 12.560 19.897 7.029 12.183 19.212 6.776 11.871 18.647

Jawa 2.390 8.328 10.717 2.546 8.539 11.085 2.721 8.790 11.511

Bali-Nusa

Tenggara 1.511 0.816 2.327 1.511 0.830 2.341 1.668 0.886 2.554

Kalimantan 8.471 4.514 12.986 8.292 4.382 12.674 7.533 3.975 11.508

Sulawesi 3.617 3.298 6.915 3.954 3.490 7.445 4.303 3.686 7.989

Maluku-Irian 5.735 2.800 8.535 5.514 2.704 8.218 5.579 2.686 8.264

Sumber: BPS, 2017 (data hasil pengolahan)

Jika diperbandingkan, tingkat kesenjangan wilayah pulau antara Tahun 2011

dan Tahun 2016 (Tabel 4.3), menunjukkan tingkat kesenjangan di Wilayah

Sumatera, Kalimantan, Maluku-Irian cenderung turun, sedangkan wilayah Jawa,

Bali-Nusa Tenggara, dan Sulawesi cenderung memiliki ketimpangan total yang

meningkat. Pada Tahun 2011 ketimpangan total tertinggi terjadi pada wilayah

Sumatera sebesar 19.897 dan terendah terjadi pada wilayah Bali-Nusa Tenggara

sebesar 2.327. Urutan besarnya total ketimpangan pada Tahun 2011 adalah

sebagai berikut: Sumatera, Kalimantan dengan nilai 12.986, Jawa dengan nilai

10.717, Maluku-Irian sebesar 8.535, sedangkan Sulawesi sebesar 6.915, dan

terakhir Bali-Nusa Tenggara.

Seiring berjalannya Tahun, terjadi perkembangan yang baik di beberapa

wilayah tetapi di wilayah lain menunjukkan hal negatif yang ditandai dengan

meningkatnya nilai ketimpangan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dijelaskan

bahwa ketimpangan terjadi di daerah dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata

rendah. Selain itu, diketahui juga bahwa ketimpangan justru terjadi di wilayah

yang memiliki provinsi dengan status perekonomian kuadran I (daerah maju dan

berkembang cepat) seperti Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur

yang memiliki pendapatan per kapita tinggi. Hal ini menunjukkan adanya

kemampuan antar provinsi dalam memberdayakan potensi alam guna mencapai

kesejahteraan penduduknya belum merata dan maksimal.

Page 97: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

93

Dari 6 (enam) wilayah penelitian, di ketahui bahwa pada Tahun 2011

ketimpangan dalam wilayah tertinggi ialah wilayah Pulau Kalimantan sebesar

8.471, sedangkan ketimpangan dalam wilayah terendah ialah wilayah Bali-Nusa

Tenggara sebesar 1.511. Berdasarkan perhitungan Indeks Theil, tingkat

ketimpangan pendapatan antar provinsi di masing-masing wilayah penelitian pada

Tahun 2011 menunjukkan bahwa wilayah Sumatera memiliki ketimpangan antar

provinsinya yang paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya sebesar

12.560, sedangkan ketimpangan antar provinsi terendah terjadi di wilayah Bali-

Nusa Tenggara yang terdiri dari Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa

Tenggara Timur sebesar 0.816. Pada Tahun 2016, Nilai ketimpangan antar

provinsi di Sumatera sebesar 18.647, sedangkan di wilayah Bali-Nusa Tenggara

sebesar 0.886.

Perkembangan ketimpangan pendapatan dalam wilayah di seluruh Indonesia

selama Tahun 2011-2016 menunjukkan adanya perkembangan yang berbeda antar

wilayahnya, selengkapnya lihat di Gambar 4.2 di bawah ini:

Sumber: BPS, 2017 (data diolah)

Gambar 4.2

Perkembangan Indeks Theil dalam Wilayah Tahun 2011-2016

Perkembangan indeks ketimpangan antar provinsi di Indonesia selama

2011-2016 menunjukkan bahwa provinsi yang masuk dalam daerah maju dan

cepat tumbuh cenderung mengakibatkan adanya ketimpangan yang lebih besar di

bandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dikarenakan di Indonesia sebagian

besar provinsi masih berada pada daerah berkembang cepat. PDRB yang tinggi di

Page 98: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

94

Indonesia belum mampu dihasilkan dari masing-masing provinsi dengan setara.

Akhirnya menyebabkan ketimpangan antar provinsi yang tinggi. Selengkapnya

tersaji dalam Gambar 4.3.

Sumber: BPS, 2017 (data diolah)

Gambar 4.3

Perkembangan Indeks Theil antar Provinsi Tahun 2011-2016

Adanya ketimpangan antar provinsi Tahun 2011-2016 yang masih tinggi

menunjukkan adanya pembangunan ekonomi di masing-masing daerah yang

belum berhasil. Pembangunan ekonomi harus berorientasi pada hasil yang secara

merata dirasakan oleh masyarakat, menciptakan pembangunan yang seimbang di

berbagai daerah, menciptakan kesempatan kerja, dan melindungi perkembangan

perusahaan-perusahaan nasional.

3. Hubungan

Pembangunan Ekonomi dengan Kesejahteraan Masyarakat

Keterkaitan kesejahteraan masyaraat dan pertumbuhan ekonomi (PE) dapat

dipahami dari 2 (dua) arah, yaitu hubungan dari pertumbuhan ekonomi terhadap

kesejahteraan masyarakat, dan hubungan kesejahteraan masyarakat terhadap

pertumbuhan ekonomi. Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan

Page 99: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

95

pembangunan manusia tidak bisa dianggap linier atau langsung, namun ditentukan

oleh sejauhmana peranan faktor-faktor yang menghubungkan kedua konsep

tersebut. Di bawah ini akan diuraikan lebih terperinci mengenai hubungan

variabel tersebut di masing-masing provinsi di Indonesia selama Tahun 2011-

2016.

Tabel 4.4

Korelasi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di

Indonesia

Tahun 2011-2016 Korelasi pearson IPM LS AHH HLS PENG

Pertumbuhan

Ekonomi

Nilai Korelasi 92.6% 87.6% 95% 96.9% 77.8%

Signifikansi 0.00 0.02 0.00 0.00 0.06

Sumber: Hasil Analisis dengan spss 16.0

Keterangan:

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

LS : Rerata Lama Sekolah

AHH : Angka Harapan Hidup

HLS : Harapan Lama Sekolah

PENG : Pengeluaran Per Kapita Riil

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi pearson menggunakan SPSS 16.0

dengan tingkat signifikansi 95%, diketahui bahwa secara keseluruhan di Indonesia

selama Tahun 2011-2016 terdapat hubungan yang signifikan negatif antara

pertumbuhan ekonomi dan IPM, Rerata Lama Sekolah, Angka Harapan Hidup,

dan Harapan Lama Sekolah. Hubungan pertumbuhan ekonomi dengan variabel

Pengeluaran Per Kapita tidak signifikan.

Hasil penelitian selaras dengan penelitian Elistia periode 2010-2015 yang

menyatakan bahwa hubungan pertumbuhan ekonomi dan IPM di Indonesia dan

Singapura kuat dengan nilai korelasi 84.6% dan 81.9%. Hubungan yang

signifikan juga terjadi di Albani dalam penelitian Gumeni dan Gurica 2004

dengan kekuatan 48.6%.

Korelasi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di masing-

masing provinsi selama Tahun 2011-2016 memiliki hasil perhitungan yang

beragam, tidak semua provinsi memiliki hasil perhitungan yang signifikan. Hasil

perhitungan korelasi dapat dilihat melalui Tabel 4.5 di bawah ini:

Page 100: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

96

Tabel 4.5

Korelasi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat

Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2016

NO

Provinsi

Korelasi pearson

IPM

LS

AHH

HLS

PENG

1 Aceh PE Nilai Korelasi -0.458 -0.528 -0.566 -0.476 -0.332

Signifikansi 0.361 0.281 0.242 0.340 0.520

2 Sumatera Utara PE Nilai Korelasi -0.942 -0.952 -0.934 -0.955 -0.832

Signifikansi 0.005 0.003 0.006 0.003 0.040

3 Sumatera Barat PE Nilai Korelasi -0.984 -0.946 -0.972 -0.939 -0.970

Signifikansi 0.000 0.004 0.001 0.005 0.001

4 Riau PE Nilai Korelasi -0.831 -0.724 -0.893 -0.832 -0.826

Signifikansi 0.040 0.104 0.016 0.040 0.043

5 Jambi PE Nilai Korelasi -0.851 -0.779 -0.855 -0.807 -0.902

Signifikansi 0.032 0.068 0.030 0.052 0.014

6 Sumatera Selatan PE Nilai Korelasi -0.761 -0.794 -0.859 -0.754 -0.684

Signifikansi 0.079 0.059 0.029 0.083 0.134

7 Bengkulu PE Nilai Korelasi -0.944 -0.960 -0.933 -0.963 -0.819

Signifikansi 0.005 0.002 0.007 0.002 0.046

8 Lampung PE Nilai Korelasi -0.936 -0.887 -0.931 -0.981 -0.779

Signifikansi 0.006 0.019 0.007 0.001 0.068

9 Kep. Bangka Belitung PE Nilai Korelasi -0.949 -0.863 -0.976 -0.897 -0.959

Signifikansi 0.004 0.027 0.001 0.015 0.003

10 Kep. Riau PE Nilai Korelasi -0.747 -0.530 -0.801 -0.727 -0.815

Signifikansi 0.088 0.279 0.056 0.102 0.048

11 Dki Jakarta PE Nilai Korelasi -0.912 -0.758 -0.950 -0.928 -0.907

Signifikansi 0.011 0.081 0.004 0.008 0.013

12 Jawa Barat PE Nilai Korelasi -0.771 -0.768 -0.802 -0.802 -0.578

Signifikansi 0.073 0.075 0.055 0.055 0.229

13 Jawa Tengah PE Nilai Korelasi -0.719 -0.701 -0.678 -0.781 -0.666

Signifikansi 0.107 0.120 0.139 0.067 0.149

14 Di Yogyakarta PE Nilai Korelasi -0.719 -0.701 -0.678 -0.781 -0.666

Signifikansi 0.107 0.120 0.139 0.067 0.149

15 Jawa Timur PE Nilai Korelasi -0.924 -0.925 -0.954 -0.944 -0.853

Signifikansi 0.009 0.008 0.003 0.005 0.031

16 Banten PE Nilai Korelasi -0.923 -0.888 -0.922 -0.922 -0.893

Signifikansi 0.009 0.018 0.009 0.009 0.017

17 Bali PE Nilai Korelasi -0.758 -0.626 -0.744 -0.829 -0.752

Signifikansi 0.080 0.184 0.090 0.042 0.084

18 Nusa Tenggara Barat PE Nilai Korelasi 0.727 0.113 0.064 0.763 0.555

Signifikansi 0.101 0.113 0.064 0.078 0.253

19 Nusa Tenggara Timur PE Nilai Korelasi -0.890 -0.857 -0.898 -0.912 -0.818

Signifikansi 0.018 0.029 0.015 0.011 0.047

20 Kalimantan Barat PE Nilai Korelasi -0.579 -0.538 -0.559 -0.627 -0.512

Signifikansi 0.229 0.271 0.249 0.183 0.299

21 Kalimantan Tengah PE Nilai Korelasi -0.435 -0.377 -0.429 -0.413 -0.488

Signifikansi 0.389 0.462 0.397 0.416 0.326

22 Kalimantan Selatan PE Nilai Korelasi -0.931 -0.903 -0.973 -0.973 -0.784

Signifikansi 0.007 0.014 0.003 0.001 0.065

23 Kalimantan Timur PE Nilai Korelasi -0.966 -0.934 -0.938 -0.942 -0.867

Signifikansi 0.002 0.006 0.006 0.005 0.025

24 Sulawesi Utara PE Nilai Korelasi -0.375 -0.496 -0.353 -0.415 -0.273

Page 101: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

97

NO

Provinsi

Korelasi pearson

IPM

LS

AHH

HLS

PENG

Signifikansi 0.464 0.317 0.493 0.413 0.600

25 Sulawesi Tengah PE Nilai Korelasi 0.148 0.214 0.129 0.073 0.206

Signifikansi 0.780 0.684 0.808 0.891 0.689

26 Sulawesi Selatan PE Nilai Korelasi -0.765 -0.741 -0.784 -0.780 -0.664

Signifikansi 0.076 0.092 0.065 0.067 0.151

27 Sulawesi Tenggara PE Nilai Korelasi -0.813 -0.841 -0.898 -0.736 -0.792

Signifikansi 0.049 0.036 0.015 0.096 0.060

28 Gorontalo PE Nilai Korelasi -0.881 -0.886 -0.835 -0.898 -0.816

Signifikansi 0.020 0.019 0.039 0.015 0.047

29 Sulawesi Barat PE Nilai Korelasi -0.805 -0.911 -0.718 -0.753 -0.835

Signifikansi 0.053 0.012 0.108 0.084 0.038

30 Maluku PE Nilai Korelasi -0.455 -0.262 -0.541 -0.536 -0.450

Signifikansi 0.364 0.617 0.268 0.273 0.370

31 Maluku Utara PE Nilai Korelasi -0.781 -0.863 -0.812 -0.762 -0.726

Signifikansi 0.066 0.027 0.050 0.078 0.102

32 Papua Barat PE Nilai Korelasi 0.198 0.121 0.299 0.180 0.194

Signifikansi 0.707 0.820 0.565 0.733 0.712

33 Papua PE Nilai Korelasi 0.836 0.763 0.846 0.825 0.761

Signifikansi 0.038 0.077 0.034 0.043 0.079

Sumber: Hasil Analisis Data dengan SPSS 16.0

Keterangan:

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

LS : Rerata Lama Sekolah

AHH : Angka Harapan Hidup

HLS : Harapan Lama Sekolah

PENG : Pengeluaran Per Kapita Riil

: Signifikan

: Tidak Signifikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya ketidakpastian bahwa provinsi

yang memiliki status perekonomian (rumusan 1) baik yang ditandai dengan

adanya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tinggi belum

berhubungan erat dengan kesejahteraan masyarakat. Daerah Maju dan Cepat

Tumbuh belum menjamin adanya kesejahteraan masyarakat yang baik, seperti

pada provinsi Papua Barat. Perekonomian yang tumbuh cepat nyatanya belum

diimbangi dengan IPM yang tinggi dan cepat pertumbuhannya.

Dalam Era Globalisasi, perlu dicatat bahwa pembangunan sumber daya

manusia yang berkualitas merupakan langkah penting dalam mencapai

Page 102: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

98

pembangunan berkelanjutan. Persaingan tidak saja antar daerah akan tetapi

dengan negara lain. Hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi pearson

tersebut mengindikasikan bahwa perlunya perhatian yang serius terhadap

peningkatan kualitas sumber daya manusia (IPM) dan variabel pembentuk IPM,

sehingga kontribusinya akan berdampak baik dalam menentukan pertumbuhan

ekonomi daerah di masing-masing provinsi. Hal ini dapat dimaknai jika suatu

daerah pertumbuhan ekonominya ingin lebih baik, maka kualitas sumber daya

manusia (IPM) tersebut jangan diabaikan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Elistia di 6 (enam) negara

pada tahun 2017. Interpretasi utama mengenai hasil perhitungan ini adalah, bahwa

selama Tahun 2011-2016 terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan

ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan melalui IPM dan

variabel pembentuk IPM. Hubungan yang negatif ini berarti bahwa tujuan

pembangunan nasional belum tercapai dengan baik. Sasaran pembangunan tidak

hanya berhenti sampai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja seperti

yang selama ini dilakukan. Melainkan, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas

dengan memperhitungkan pemerataan kesejahteraan masyarakat dan indikator

sosial lainnya.

Pandangan Dudley Seers (1973) yang mengatakan bahwa sasaran

pembangunan ekonomi tidak hanya bertujuan untuk target ekonomi melainkan

juga tujuan sosial haruslah dipahami dan diterapkan di Indonesia, karena

berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang

meningkat justru berhubungan negatif dengan kesejahteraan masyarakat. Padahal,

berdasarkan amanat UUD 1945 pemerintah seharusnya memberikan kesejahtaraan

yang nyata, artinya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu

masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan

Pancasila.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diambil kesimpulan penting

untuk menjawab permasalahan atau pertanyaan penetitian sebagai berikut:

Page 103: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

99

Klasifikasi status perekonomian provinsi di Indonesia Tahun 2011-2016

menunjukkan bahwa sebagian besar berada pada daerah berkembang

cepat. Secara rata-rata selama Tahun 2011-2016 Provinsi pada kuadran I

(Daerah Maju dan Cepat Tumbuh) terdiri dari 3 Provinsi. Kuadran II

(Daerah Maju tetapi Tertekan). Kuadran III (Daerah Berkembang Cepat)

terdiri dari 18 Provinsi. Kuadran IV (Daerah Relatif Tertinggal) terjadi di 8

provinsi.

Perhitungan ketimpangan pendapatan dengan menggunakan Indeks Theil

menunjukkan bahwa perkembangan rata-rata disparitas di wilayah

Indonesia Tahun 2011-2016 cenderung menurun yang dikarenakan adanya

ketimpangan antar provinsi dan ketimpangan dalam wilayah (antar pulau)

yang semakin menurun. Ketimpangan tersebut lebih besar disebabkan oleh

ketimpangan antar provinsi dari pada ketimpangan dalam wilayah (antar

pulau).

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan IPM, Angka Harapan Hidup,

Harapan Lama Sekolah memiliki korelasi sangat kuat. Hubungan Rerata

Lama Sekolah memiliki nilai korelasi kuat Sedangkan Hubungan

Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Per kapita Riil tidak signifikan

Korelasi bersifat negatif artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi belum

sepenuhnya diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah peneliti kemukakan di

atas, Adapun saran yang mungkin bisa diterapkan antara lain:

1. Dalam rangka menjamin tujuan pembangunan yang tercapai di seluruh

wilayah, salah satu langkahnya yaitu dengan mendorong status

perekonomian di masing-masing provinsi. Langkah-langkah yang dapat

diambil oleh Pemerintah antara lain: (i) Pemerintah dapat memprioritaskan

pembangunan fasilitas di Daerah Relatif Tertinggal dan Daerah Maju

tetapi Tertekan agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya,

sehingga daerah tersebut dapat tumbuh dengan optimal dan berhasil

mengejar ketertinggalan pertumbuhan ekonomi. (ii) Penetapan kebijakan

Page 104: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

100

mengenai penanaman modal yang mudah di Daerah Relatif Tertinggal,

Daerah Berkembang Cepat, dan Daerah Maju Tetapi Tertekan. (iii)

Pemerintah sebaiknya memompa dan mengontrol laju pertumbuhan

ekonomi di masing-masing wilayah agar tidak lebih rendah dibandingkan

dengan laju pertumbuhan penduduknya.

2. Guna mengurangi permasalahan ketimpangan antar wilayah, Pemerintah

dapat menyelesaikan melalui penguatan sumber daya manusia dan

peningkatan infrastruktur di Luar Pulau Jawa

3. Sebaiknya Pemerintah tidak mengesampingkan pembangunan yang

bertujuan untuk menegakkan kesejahteraan, melalui peningkatan indikator

sosial pembangunan seperti IPM dan variabel pembentuknya. Hal ini

dikarenakan adanya Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi belum menjamin

peningkatan kesejahteraan dan menurunkan kesenjangan antar wilayah

maupun antar penduduk. Selain itu, Pemerintah juga berkewajiban

memberikan kemudahan akses dan keadilan kepada seluruh penduduk atas

pelatihan, dan kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan dan IPM

sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat.

REFERENSI

Abdulrahman M, Muhidin S A, Somantri Ating. 2011. Dasar-dasar Metode

Statistika (untuk penelitian). Bandung: CV Pustaka Setia.

Anggraini RA, Muta‟ali L. 2013. Pola Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan

Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011. Jurnal

Bumi Indonesia. Vol 2 No 3 Tahun 2013.

Anonim. Pembangunan Nasional. Retrived by:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/1952072

51978031-ACE_SURYADI/Risalah_16022006171006.pdf (diakses 12

oktober 2017)

Antika,Utari S. 2015. Ketimpangan Pendapatan Perkapita di Pulau Sumatera Tahun 2003-2013. Jom FEKON Vol. 2 No. 1 Februari 2015

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM

YKPN.

Page 105: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

101

BPS. 2015. IPM metode baru. Retrived from: http://ipm.bps.go.id/page/ipm

(diakses 03 Januari 2018)

Badan Pusat Statistika . 2017. Statistik Indonesia 2017. Jakarta: CV. Dharmaputra

BPS. 2017. a. Distribusi Persentase Penduduk di Indonesia Menurut Provinsi

Tahun 2000 – 2015 https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/843

(di akses 12 Oktober 2017)

BPS. 2017. b. PDRB ADHK 2010 menurut provinsi. Retrived from:

https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/10/07/956/-seri-2010-produk-

domestik-regional-bruto-atas-dasar-harga-konstan-2010-menurut-provinsi-

2010-2016-miliar-rupiah-.html (di akses 17 Januari 2018)

BPS. 2017. c. Laju Pertumbuhan ADHK 2010 menurut provinsi. Retrived from:

https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/10/07/961/-seri-2010-laju-

pertumbuhan-produk-domestik-regional-bruto-atas-dasar-harga-konstan-

2010-menurut-provinsi-2010-2016-persen-.html (di akses 17 Januari 2018)

BPS. 2017.d. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (metode baru)

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1211

BPS. 2017. e. Variabel Pembentuk IPM. Retrived from:

https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-

manusia.html#subjekViewTab5 (Di akses 30 januari 2018).

DKN. 2017. Profil wilayah. Retrived from: https://dkn.go.id/ruang-

opini/9/jumlah-pulau-di-indonesia.html (di akses 04 Desember 2017)

Elistia. 2017. Kajian Hubungan dan Pengaruh Human Development Index

(HDI)Terhadap Gross Domestic Product (GDP) pada 6 (Enam) Negara

Anggota Asean pada Tahun 2010–2015. Jurnal Forum Ilmiah Volume

14Nomor2, Mei 2017

Fattah S, Rahman A. 2013. Analysis of Regional Economic Development in the

Regency/Municipality at South Sulawesi Province In Indonesia. Journal of

Economics and Sustainable Development. ISSN 2222-1700 (Paper) ISSN

2222-2855 (Online). Vol.4, No.1, 2013.

Faturochman Indikator Kualitas Hidup: retrived from:

http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/KORAN%20-

%20Kualitas%20Hidup%20Sebagai%20Sasaran%20Pembangunan.pdf

(diakses 03 Januari 2018)

Gay, L, R 1987. Educational Research Competencies for Analysis and

Application. Ohio. Merrill Publishing Company.

Page 106: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika : Jurnal Ekonomi Pembangunan

Vol. 11 No. 1 Desember 2018, Hal: 1 - 103

102

Gorica, Klodina. Gumeni, Anita. 2013. Towards sustainable development:

Relationship between HDI and GDP per capita in Albania. International

Journal of Scientific & Engineering Research, Volume 4, Issue 12,

December-2013

Hukom, Alexandra. 2014. Hubungan Ketenagakerjaan Dan Perubahan Struktur

Ekonomi terhadap Kesejahteraan Masyarakat. jurnal ekonomi kuantitatif

terapan. Vol 7 no 2. 2014.

Jhingan. M L. 1996. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Karsinah, K.Putri P I. Rahayu K N. Panjiputri A F. 2016. The Profile of

Pekalongan as a Center of Economic Growth at Tangkalangka strategic

Areas. International Journal of Economics and Financial Issues ISSN:

2146-4138. Vol: 6 spesial issue (S6) 2016.hal 105- 109.

Kementrian Koordinator Perekonomian. 2011. Master Plan: Percepatan Dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta:

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Kuncoro, Mudrajat. 2002. Analisis Spasial dan Regional. Yogyakarta: UPP AMP

YKPN.

Kuncoro, Mudrajat. 2010. Dasar - dasar Ekonomika Pembangunan, Edisi kelima

UPP STIM YKPN Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajat. 2013. Indikator Ekonomi . Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mahardiki, Dwi, Santoso RP. 2013. Analisis Perubahan ketimpangan Pendapatan

Pertumbuhan Ekonomi antar Propinsi di Indonesia 2006-2011. Journal of Economics and Policy6 (2) (2013): 103-213 ISSN 1979-715X.

Nugraheni, Dwi. 2010. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Sragen

Tahun 2004-2009 (Studi kasus di 20 Kecamatan Kabupaten Sragen). Tesis.

Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Putri, Ronar, R, N. 2015. Transformasi Struktural, Keunggulan Kompetitif,

Ketimpangan, dan Kinerja Pembangunan. Skripsi. Universitas Sebelas

Maret.

Santosa, Agus Budi. 2008. Kemampuan Inflasi Pada model Purchasing Power

Parity dalam Menjelaskan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika

Serikat. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2008, Hal. 39 – 53 Vol 15

No 01. (diakses 02 Januari 2018.

Page 107: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro

Dinamika Perekonomian Wilayah di Indonesia Tahun 2011-2016

Vol. 11 No.1 Desember 2018 Hal: 72-103

103

Sinurat, Muhammad. 2016. Cianjur Regency Regional Economy Potential

Analysis. International Jaournal of Social science ISSN 2305-4557. 30

August 2016. Vol.45. No.1.

Siswanto K Y. 2016 Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Pola

Hubungannya dengan Pembangunan Manusia di Kawasan

SUBOSUKOWONOSRATEN. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas

Maret.

Soebyakto, Bashir, A. 2014. Analisis Tipologi dan Hubungan Antara Indeks

Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera

Selatan. Journal of Economic & Development. Juni 2015. Volume 13, No.1

hal: 21 - 36

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar

kebijaksanaan. Jakarta: Bima Grafika.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan:Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan. Jakarta: Prenada Media Group.

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi . Edisi Revisi.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Todaro M, Smith S. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Republik Indonesia. 1978. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor : IV/MPR/1978 Tentang Garis-Garis Besar Haluan

Negara.

Page 108: SUSUNAN REDAKSI JURNAL DINAMIKA - ep.fe.uns.ac.idep.fe.uns.ac.id/media/(2018) Jurnal Dinamika.pdf · Redaksi Pelaksana : Daru Prabowo Jati Fachri Rosyidi Kartika Syandra Refriza Kurniantoro