2-trik: tunas-tunas riset kesehatan · 2-trik: tunas-tunas riset kesehatan issn: 2089-4686 pedoman...

60
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan (Koekoeh Hardjito, S.Kep., Ns, M.Kes.) Dewan Redaksi: Ketua Dewan Redaksi Anggota Dewan Redaksi : : Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep., Ns., M.M. Koekoeh Hardjito, S.Kep., Ns., M.Kes. Sunarto, S.Kep., Ns., M.M.Kes. Subagyo, S.Pd., M.M.Kes. Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes. Sekretariat: Koordinator Sekretariat Anggota Sekretariat : : Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telepon 081335718040, 081335251726 E-mail [email protected] Penerbitan perdana bulan Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00 Volume I Nomor 1 Halaman 1-56 Desember 2011 ISSN: 2089-4686

Upload: trancong

Post on 10-Jul-2019

273 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN

Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan (Koekoeh Hardjito, S.Kep., Ns, M.Kes.)

Dewan Redaksi:

Ketua Dewan Redaksi

Anggota Dewan Redaksi : :

Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep., Ns., M.M.Kes.Koekoeh Hardjito, S.Kep., Ns., M.Kes. Sunarto, S.Kep., Ns., M.M.Kes. Subagyo, S.Pd., M.M.Kes. Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes.

Sekretariat:

Koordinator Sekretariat

Anggota Sekretariat : :

Winarni, A.Md.Keb Nunik Astutik, S.S.T Rahma Nuril Fahmi Rafif Naufi Waskitha Hapsari

Alamat:

Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo

Telepon 081335718040, 081335251726

E-mail [email protected]

Penerbitan perdana bulan Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan

Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00

Volume I Nomor 1 Halaman 1-56

Desember 2011 ISSN: 2089-4686

Page 2: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian ilmiah dalam bidang kesehatan untuk diterbitkan. Syarat artikel yang bisa diterima adalah: 1) artikel orisinil yang belum pernah dipublikasikan, 2) menyertakan surat izin atau halaman pengesahan. Artikel yang masuk akan dinilai oleh Dewan Redaksi yang berwenang penuh untuk menerima atau menolak artikel yang telah dinilai, dan artikel yang diterima maupun ditolak tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi berwenang pula untuk mengubah artikel yang diterima sebatas tidak akan mengubah makna dari artikel tersebut. Artikel karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti. Artikel yang dikirim ke Dewan Redaksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Arial Narrow 14 pada kertas HVS A4, margin atas dan

bawah: 2,5 cm, kiri dan kanan: 2 cm, dan dikirim berupa CD, DVD atau e-mail. 2. Seluruh artikel maksimal berjumlah 10 halaman Isi dari artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, menggunakan huruf

kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada

bagian tengah. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dicetak miring.

Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci, dan di bawahnya lagi dicantumkan institusi asal penulis.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan awal paragraf masuk 1 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 1 cm. Isi disesuaikan dengan metode penelitian yang diterapkan.

6. Hasil Penelitian dan Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 1 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif.

8. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, dengan bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka mengacu pada Sistem Harvard, yaitu: penulis, tahun, judul buku, kota dan penerbit (untuk buku) dan penulis, tahun, judul artikel, nama jurnal (untuk jurnal)

Page 3: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

EDITORIAL Salam dari Redaksi Syukur Alhamdulillah penerbitan perdana “Tunas-Tunas Riset Kesehatan” (Volume I Nomor 1) ini dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Nomor rintisan ini menampilkan beberapa hasil riset dalam bidang kesehatan masyarakat, keperawatan, dan kebidanan. Kami berharap bahwa pada nomor-nomor berikutnya hasil-hasil riset yang dipublikasikan akan semakin meluas pada bidang-bidang kesehatan yang lain. Kami ucapkan teriamaksih kepada para peneliti yang telah berperanserta sehingga publikasi perdana ini dapat terlaksana. Semoga partisipasi seperti ini akan terus berlanjut, yang pada gilirannya akan berdampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan di tanah air kita. Hasil riset di dalam jurnal ini juga dapat Anda lihat pada website resmi Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), www.isjd.pdii.lipi.go.id. Selanjutnya kami ucapkan terimakasih kepada seluruh Pembaca dan selamat berjumpa pada Volume dan Nomor berikutnya. Redaksi

Page 4: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISSN: 2089-4686

DAFTAR ISI

EFEKTIFITAS PELATIHAN KADER DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN KADER POSYANDU

Agung Suharto, Winarni,Agung Suharto, Winarni,Agung Suharto, Winarni,Agung Suharto, Winarni, N. SurtinahN. SurtinahN. SurtinahN. Surtinah

1-10

PENGARUH MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP TERKONTROLNYA DIABETUS MELITUS PADA PENDERITA DM TIPE II DI WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMAN

Rosa Delima Ekwantini, Induniasih, Umi Istianah, Agus Sarwo PRosa Delima Ekwantini, Induniasih, Umi Istianah, Agus Sarwo PRosa Delima Ekwantini, Induniasih, Umi Istianah, Agus Sarwo PRosa Delima Ekwantini, Induniasih, Umi Istianah, Agus Sarwo P

11-16

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG POSYANDU DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANAK USIA 1-5 TAHUN KE POSYANDU (di Kel. Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban Tahun 2010)

Sri Utami, Sri SetiyowatiSri Utami, Sri SetiyowatiSri Utami, Sri SetiyowatiSri Utami, Sri Setiyowati

17-21

HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PARTISIPASI IBU MENGIKUTI SENAM HAMIL (Di URJ Poli Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya) Sri Ratnawati, Sri UtamiSri Ratnawati, Sri UtamiSri Ratnawati, Sri UtamiSri Ratnawati, Sri Utami

22-25

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN LETAK SUNGSANG DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NYAI AGENG PINATIH GRESIK

Sri Ratnawati, Sri Ratnawati, Sri Ratnawati, Sri Ratnawati, Netti Herlina, Nur Lissa Ummami Netti Herlina, Nur Lissa Ummami Netti Herlina, Nur Lissa Ummami Netti Herlina, Nur Lissa Ummami

26-29

PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURU TERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH BAYI BARU LAHIR (Di Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Koesma Tuban)

Sri Utami, SudjiliswatiSri Utami, SudjiliswatiSri Utami, SudjiliswatiSri Utami, Sudjiliswati

30-35

HUBUNGAN PERAN KADER DENGAN KUNJUNGAN BALITA DALAM PELAKSANAAN POSYANDU (Studi Di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun)

RumpiatiRumpiatiRumpiatiRumpiati

36-41

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR PENGETAHUAN DENGAN RENDAHNYA PERILAKU PELAKSANAAN PAP SMEAR PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR (Di Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun)

Ninik Wuryani, Ninik Wuryani, Ninik Wuryani, Ninik Wuryani, SubagyoSubagyoSubagyoSubagyo, Sukardi, Sukardi, Sukardi, Sukardi

42-47

PERBEDAAN SIKAP KADER TENTANG PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHAN (Studi Penelitian di Desa Belotan, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan)

Ninin Retno Anggani, Tumirah, Nolo SulasmiNinin Retno Anggani, Tumirah, Nolo SulasmiNinin Retno Anggani, Tumirah, Nolo SulasmiNinin Retno Anggani, Tumirah, Nolo Sulasmi

48-51

HUBUNGAN LAMA PEMBERIAN AIR SUSU IBU DENGAN FREKUENSI SAKIT DIARE DAN ISPA BAYI USIA 6 BULAN (Di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun)

Nurlailis Saadah, Budi Joko SantosaNurlailis Saadah, Budi Joko SantosaNurlailis Saadah, Budi Joko SantosaNurlailis Saadah, Budi Joko Santosa

52-56

Page 5: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 1

EFEKTIFITAS PELATIHAN KADER DALAM MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PELATIHAN KADER DALAM MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PELATIHAN KADER DALAM MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PELATIHAN KADER DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN KADER POSYANDUPENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN KADER POSYANDUPENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN KADER POSYANDUPENGETAHUAN, SIKAP, DAN KETRAMPILAN KADER POSYANDU

Agung Suharto*, Agung Suharto*, Agung Suharto*, Agung Suharto*, WinarniWinarniWinarniWinarni**, N. Surtinah***, N. Surtinah***, N. Surtinah***, N. Surtinah*

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Hasil studi pendahuluan di Desa Kranggan, KecamatanSukorejo, Kabupaten Ponorogo menunjukkan bahwa terdapat dua tempat pelayanan Posyandu dengan 10 orang kader dan yang telah aktif hanya 6 kader. Dari kedua Posyandu, tidak ada (0%) yang melaksanakan Posyandu sesuai standar. Dari standar Posyandu yaitu 5 meja, kader Posyandu di Desa Kranggan hanya menyelenggarakam maksimal sampai 3 meja itupun belum semua kader mampu melaksanakan sesuai yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pelatihan Kader Posyandu terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kader.

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan pra eksperimen berupa One Group Pre-post Test Design dengan populasi 21 kader dan calon kader Posyandu di Desa Kranggan, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini menggunakan sampel total populasi ( semua anggota populasi diteliti). Dengan Variabel independent adalah pelatihan kader Posyandu, sedangkan variabel dependent adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan kader posyandu, menggunakan skala interval. Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu untuk pengetahuan dengan soal, sikap dengan kuesioner dan keterampilan dengan instrumen berupa Cheklist.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rerata pengetahuan, sikap dan keterampilan kader sesudah pelatihan kader meningkat. Nilai rerata pengetahuan sebelum pelatihan kader 46,90 sesudah pelatihan 90,71, nilai rerata sikap sebelum pelatihan 62,66 sesudah pelatihan 67,66 sedang nilai ketrampilan sebelum pelatihgan 34,19 sesudah pelatihan 85,23. Dari Uji hipotesis variabel pengetahuan, sikap dan ketrampilan menggunakan Paired Samples T-Test diperoleh nilai p=0,000. Karena semua variabel menghasilkan nilai probabilitas (p)<0,05 maka Ho ditolak, artinya pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesudah pelatihan kader posyandu lebih tinggi secara bermakna dibanding sebelum pelatihan kader Posyandu.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa pelatihan kader Posyandu efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kader Posyandu sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja kader pada kegiatan penyelenggara Posyandu. Di sarankan para peneliti mengadakan penelitian lanjutan tentang Pelatihan Kader Posyandu yang lebih berkualitas. Dengan metode pelatihan yang lebih baik serta model pembelajaran yang inovatif.

Kata kunci: pengetahuan, sikap, keterampilan, pelatihan kader Posyandu

*= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Magetan **= Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang Menurut Rahaju dkk. (2009: ix-1), posyandu merupakan bentuk peranserta

masyarakat di bidang kesehatan, yang dikelola oleh kader, sasarannya adalah seluruh masyarakat (bayi, anak balita, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui, dan pasangan usia subur. Posyandu bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan bayi, balita, ibu dan pasangan usia subur. Menurut Azwar dkk. (2006: 33), kegiatan Posyandu, diselenggarakan dan dimotori oleh kader Posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Jumlah minimal kader untuk setiap Posyandu adalah 5 (lima) orang dengan jumlah kegiatan yang mengacu pada sistem 5 (lima) meja. Dalam hal

Page 6: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 2

ini, 5 (lima) meja yang dimaksud adalah 5 jumlah dan jenis pelayanan, yang masing-masing pelayanan dilaksanakan secara terpisah.

Permasalahan nasional tahun 2004 terdapat 238.699 Posyandu, yang ditinjau dari aspek kualitas masih ditemukan banyak masalah antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai. Tercatat 33,61% tergolong Posyandu strata pratama, 39,86 strata madya, 23,62% strata purnama, sementara strata mandiri turun dari 3,1% tahun 2001 menjadi 2,91% (Azwar dkk., 2006: 3). Dalam penyelenggaraan Posyandu di Desa Kranggan terdapat dua tempat pelayanan Posyandu, kader yang ada 10 orang kader yang aktif 6 orang, dari kedua Posyandu tidak ada (0%) yang melaksanakan Posyandu sesuai standar. Dari standar Posyandu yaitu 5 meja, kader Posyandu di Desa Kranggan hanya menyelenggarakam maksimal sampai 3 meja itupun belum semua kader mampu melaksanakan sesuai yang diharapkan.

Menurut Dinkes Jatim (2006: 1), dari hasil monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan Posyandu terdapat permasalahan penyelenggaraan Posyandu karena: 1) banyaknya kader Posyandu yang tidak aktif lagi dan atau sangat kurang jumlahnya karena berusia lanjut, meninggal dunia, dan meninggalkan desa atau kelurahannya untuk bekerja baik dikota-kota besar di Indonesia maupun bekerja ke luar negeri, 2) pengetahuan, sikap, dan keterampilan kader Posyandu kurang, bahkan ada yang belum memahami hal-hal baru berkaitan dengan kegiatan Posyandu, 3) adanya perkembangan keadaan dan kebijakan-kebijakan baru yang berkaitan dengan pengelola Posyandu.

Dampak dari penyelenggaraan kegiatan Posyandu yang tidak sesuai standar adalah tidak tercapainya tujuan penyelenggaraan Posyandu, menurut Depkes RI dalam Zulkifli (2003: 1) yaitu: 1) mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, 2) mempercepat penerimaan NKKBS, 3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan kesehatan dan lainnya yang menunjang, sesuai dengan kebutuhan.

Dari temuan di atas dipandang perlu merekrut kader baru, dan menyelenggarakan pelatihan bagi kader lama sebagai refreshing serta tambahan pengetahuan dan keterampilan (Dinkes Jatim, 2006: 1).

Rumusan masalahRumusan masalahRumusan masalahRumusan masalah 1. Apakah pelatihan kader efektif dalam meningkatkan pengetahuan kader Posyandu?” 2. Apakah pelatihan kader efektif dalam meningkatkan sikap kader Posyandu?” 3. Apakah pelatihan kader efektif dalam meningkatkan keterampilan kader Posyandu?”

Tujuan PenelitianTujuan PenelitianTujuan PenelitianTujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebelum dan sesudah

pelatihan. 2. Menganalisis efektifitas pelatihan kader untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Penelitian ini akan diadakan di Desa Kranggan, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011. Jenis penelitian ini adalah analitik eksperimen, dengan rancangan One Group Pre-Posttest Design. Pengaruh langsung yang hendak diuji adalah pelatihan Kader Posyandu terhadap pengetahuan, sikap, dan keterampilan kader. Kelompok tidak diambil secara acak atau pasangan, juga tidak ada kelompok pembanding, tetapi diberi tes awal dan tes akhir di samping perlakuan. Populasi adalah seluruh kader Posyandu dan calon kader Posyandu, di Desa Kranggan, sebesar 21 orang. Semua anggota populasi diteliti (tanpa sampling).

Pengumpulan data dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan, meliputi pengerjaan soal pengetahuan (20 item), pengisian kuesioner sikap (40 item), serta observasi

Page 7: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 3

keterampilan menggunakan cheklist (25 item). Analisis data dilakukan secara univariat (penjelasan masing-masing variabel) dan secara bivariat (menganalisis hubungan antara 2 variabel). Pada analisis univariat, variabel pengetahuan, sikap, dan keterampilan dideskripsikan berupa rerata, median, modus, dan deviasi standar. Pada analisis bivariat, diuji perbedaan pengetahuan, sikap dan keterampilan antara sebelum dan sesudah pelatihan, menggunakan Paired Samples T Test (jika data tak berdistribusi normal, maka diganti dengan Wilcoxon Signed Rank Test). Ho ditolak jika nilai signifikansi >0,05 yang berarti ada perbedaan antara sebelum dan sesudah pelatihan kader.

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian

PENGETAHUAN KADER SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN KADER POSYANDU

Rerata nilai pengetahuan kader sebelum pelatihan adalah 46,90 dan setelah pelatihan kader menjadi 90,71 (lebih tinggi).

Tabel 1. Nilai Pengetahuan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kader Posyandu di Desa Kranggan 23-24 Mei 2011

UnsurUnsurUnsurUnsur SebelumSebelumSebelumSebelum SesudahSesudahSesudahSesudah N 21 21

Rerata 46,90 90,71 Median 45 95 Modus 45 95

Deviasi standar 15,69 6,94

SIKAP KADER SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN KADER POSYANDU

Rerata nilai sikap kader sebelum pelatihan adalah 62,66 dan setelah pelatihan menjadi 67,66 (lebih tinggi).

Tabel 2. Nilai Sikap Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kader Posyandu di Desa Kranggan 23-24 Mei 2011

UnsurUnsurUnsurUnsur SebelumSebelumSebelumSebelum SesudahSesudahSesudahSesudah

N 21 21 Rerata 62,66 67,66 Median 62 67 Modus 60 60

Deviasi standar 2,88 6,55

KETERAMPILAN KADER SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN KADER POSYANDU

Rerata nilai keterampilan kader sebelum pelatihan adalah 34,19 dan setelah pelatihan menjadi 85,23 (lebih tinggi).

Tabel 3. Nilai Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kader Posyandu di Desa Kranggan 23-24 Mei 2011

UnsurUnsurUnsurUnsur SebelumSebelumSebelumSebelum SesudahSesudahSesudahSesudah N 21 21

Rerata 34,19 85,23 Median 36 86 Modus 24 86

Deviasi standar 12,92 6,52

Page 8: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 4

EFEKTIFITAS PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU

Hasil Test of Normality Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai pengetahuan pra tes dan pasca tes menunjukkan nilai signifikansi >0,05, berarti terdistribusi normal, maka dapat dilakukan Paired Sample t-test.

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data Variabel Pengetahuan Menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan SignifikansiSignifikansiSignifikansiSignifikansi KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan Pra Test 0,599 Distribusi Normal

Pasca Test 0,130 Distribusi Normal

Hasil Paired Samples T-test pada interval kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung -14,116 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) sehingga Ho ditolak, artinya rerata pengetahuan sesudah pelatihan secara signifikan lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan. Berarti, pelatihan efektif untuk meningkatkan pengetahuan kader Posyandu.

EFEKTIFITAS PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KADER POSYANDU

Hasil Test of Normality Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai sikap pra tes dan pasca tes menunjukkan nilai signifikansi >0,05, berarti terdistribusi normal, maka dapat dilakukan Paired Sample t-test.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Variabel Sikap Menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SikapSikapSikapSikap SignifikansiSignifikansiSignifikansiSignifikansi KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan Pra Test 0,406 Distribusi Normal

Pasca Test 0, 513 Distribusi Normal

Hasil Paired Samples T-test pada interval kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung -4,284 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) sehingga Ho ditolak, artinya rerata sikap kader sesudah pelatihan secara signifikan lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan. Berarti, pelatihan efektif untuk meningkatkan sikap kader Posyandu.

EFEKTIFITAS PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KADER POSYANDU

Hasil Test of Normality Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai keterampilan pra tes dan pasca tes menunjukkan nilai signifikansi >0,05, berarti terdistribusi normal, maka dapat dilakukan Paired Sample t-test.

Tabel 6 Hasil Uji Normalitas Data Variabel Ketrampilan Menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KeterampilanKeterampilanKeterampilanKeterampilan SignifikansiSignifikansiSignifikansiSignifikansi KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan Pra Test 0,614 Distribusi Normal

Pasca Test 0, 922 Distribusi Normal

Hasil Paired Samples T-test pada interval kepercayaan 95% diperoleh nilai t hitung -21,622 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) sehingga Ho ditolak, artinya rerata keterampilan kader sesudah pelatihan secara signifikan lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan. Berarti, pelatihan efektif untuk meningkatkan keterampilan kader Posyandu.

Page 9: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 5

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

EFEKTIFITAS PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN KADER POSYANDU

Rerata, median, dan modus dari nilai pengetahuan sesudah pelatihan jauh lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan. Nilai pengetahuan kader sesudah pelatihan secara signifikan lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan (pelatihan efektif untuk meningkatkan pengetahuan kader). Keadaaan ini menunjukkan bahwa pelatihan berhasil meningkatkan pengetahuan kader. Peningkatan pengetahuan ini adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pelatihan kader Posyandu, sebagaimana dinyatakan oleh Dinkes Jatim (2006: 21) bahwa di dalam evaluasi hasil pelatihan kader, salah satu di antaranya adalah evaluasi hasil belajar kognitif. Keberhasilan dalam meningkatkan pengetahuan kader Posyandu ini dicapai dalam waktu relatif singkat. Hal ini sejalan dengan penjelasan Sikula dalam Samsudin (2009: 110) bahwa sebagai bagian dari pendidikan, pelatihan bersifat lebih spesifik, praktis, dan segera.

Tercapainya peningkatan tingkat pengetahuan di atas tentu tidak lepas dari proses belajar. Terkait dengan hal tersebut, Winkel (2007:347) menjelaskan bahwa proses belajar digambarkan sebagai rangkaian sejumlah kejadian yang berlangsung di dalam subyek yang belajar. Proses belajar internal dipengaruhi oleh berbagai kejadian eksternal yang berlangsung dalam lingkungan, yang didalamnya subjek bergerak. Proses belajar dimulai dengan mendapat rangsangan dari lingkungan melalui alat indera dan berakhir dengan mendapat petunjuk dari lingkungan bahwa proses belajar telah berlangsung baik (feedback), dalam hal ini pra-pasca tes. Sedangkan subyek sendiri merasakan efek dari stimulus tersebut berupa prestasi belajar, dengan demikian subyek mendapat konfirmasi bahwa keseluruhan proses belajar telah berjalan dengan tepat. Winkel (2007: 340-345) berpendapat bahwa model pemrosesan informasi dalam diri seseorang secara berurutan dimulai dari receptor, sensory register, short-term memory (STM), long-term memory (LTM), response generator dan effector. Bila dikaitkan dengan pendapat Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) berdasarkan ciri proses receptor, sensory register, STM dan LTM identik dengan aspek kognitif, response generator identik dengan afektif, dan effector identik dengan psikomotor.

Pada tahap receptor, subyek menerima rangsangan dari lingkungan di sekitarnya lalu ditampung oleh alat indera (receptors) yang mengolah konstelasi rangsangan itu, sehingga menjadi rangsangan urat syaraf (Winkel, 2007: 340). Supaya kader dapat melalui tahap ini dengan sukses, digunakan media pembelajaran untuk mempermudah pemahaman, seperti media berupa papan tulis, leaflet, lembar balik dan sebagainya. Teori dari Winkel ini sejalan dengan penjelasan Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pada tahap sensory register, informasi masuk ke tingkat sensory register (pusat penampung kesan-kesan sensoris) dalam waktu singkat. Di tingkat ini terjadi pengolahan persepsi selektif (attending, selective perception), yaitu hanya kesan yang membentuk pola yang serasi atau masuk akal serta membentuk kebulatan perseptual yang diambil sedangkan yang tidak relevan akan menghilang dan tidak berpengaruh (Winkel, 2007:341). Menurut Winkel (2007:347) tekanan pada beberapa rangsangan tertentu membantu mengadakan persepsi yang selektif, sehingga dalam proses belajar hanya unsur yang relevan saja yang diperhatikan oleh subyek, misalnya kata yang dicetak miring atau huruf tebal menyalurkan sub proses persepsi, penggunaan simbol seperti tanda panah, lingkaran, garis penghubung dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat Winkel di

Page 10: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 6

atas, mungkin hanya media tertentu saja yang membuat kader lebih cepat merespon informasi yang diperoleh selama mengikuti pelatihan, artinya tidak semua media pembelajaran menghasilkan persepsi yang sama kuatnya. Di bagian lain Winkel (2007:347) menyampaikan bahwa rangsangan yang lebih kuat atau tidak terduga, membuat alat-alat indera lebih siap mengamati apa yang terjadi (alertness), misalnya suara yang keras atau warna yang mencolok menarik perhatian orang, lampu yang tiba-tiba dimatikan atau dihidupkan menyiapkan orang mengamati apa yang selanjutnya terjadi, demikian pula suara atau bunyi yang tiba-tiba diperbesar atau diperkecil.

Tahap ketiga adalah ingatan jangka waktu pendek (Short-term memory). Pada tahap ini hasil pengolahan perseptual ditampung dan disimpan, selanjutnya informasi tertentu disimpan lebih lama dan diolah untuk menemukan makna. Hasil pengolahan perseptual yang dibentuk pada tahap sebelumnya masuk ke STM selama kira-kira 20 detik sehingga informasi perseptual menjadi bermakna dalam bentuk organisasi seperti tanggapan, konsep, skema, tabel, grafik, perumusan verbal dan sebagainya (Winkel 2007).

Tahap selanjutnya adalah ingatan jangka waktu lama (long-term memory) yaitu menampung hasil pengolahan informasi yang berada di STM dan menyimpannya sebagai informasi yang siap pakai pada saat dibutuhkan. Informasi dapat dikembalikan ke STM atau langsung diteruskan ke pusat perencanaan reaksi/jawaban. LTM memiliki daya tampung tak terbatas baik dari segi informasi yang disimpan maupun lama waktu penyimpanan. Penyimpanan informasi dalam LTM disebut storage. Di tahap ini sudah diperoleh hasil belajar dan tersedia untuk digali kembali bila dibutuhkan yang disebut retrieval. Ada kalanya informasi di LTM dikombinasikan dengan informasi baru yang masuk di STM melalui proses belajar yang berkesinambungan yang disebut working memory (pengolahan materi) dan menghasilkan suatu persepsi baru. Berdasarkan mekanisme pemrosesan informasi di tingkat STM dan LTM, mungkin pengetahuan yang diperoleh kader dalam pelatihan terutama diawali dari respon akibat rangsang visual dan auditorius, selain respon sentuhan yang terjadi pada diri kader yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti melalui proses pembelajaran sebelum akhirnya masuk ke tahap-tahap berikutnya, yaitu mengingat informasi, memahami informasi dan menginterpretasikannya, mengaplikasikan informasi sesuai dengan pemahaman, menggabungkan antar informasi yang satu dengan yang lainnya, mengembangkan informasi tersebut sesuai dengan informasi yang dipilih dengan cara membaca, diskusi sesama kader, belajar di rumah dan sebagainya yang menunjukkan akan ketertarikan terhadap sesuatu informasi, yang terakhir adalah keputusan akan informasi yang diperoleh untuk digunakan ataupun tidak sesuai pertimbangan internal dan eksternal pada diri kader (Winkel, 2007). Hal ini senada dengan pendapat Bloom dalam Suciati (2005) yang membagi hasil belajar kognitif dalam 6 kategori, yaitu pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Kesimpulannya, baik pendapat Winkel (2007), Bloom dalam Suciati (2005) dalam aspek kognitif terbukti saling berkaitan dalam membentuk persepsi seseorang terhadap informasi yang diterima sebagai dasar terbentuknya perilaku baru. Hal ini dipertegas oleh Notoatmodjo (2007:140) yang menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding perilaku tanpa didasari pengetahuan.

Dengan tercapainya peningkatan pengetahuan kader sebagaimana ditampilkan dalam hasil penelitian di atas, berarti telah terwujud harapan dari Dinkes Jatim (2006:2) bahwa pemberian materi pelatihan kader Posyandu ditekankan pada upaya untuk peningkatan kinerja kader dalam mengelola Posyandu, yang salah satu di antaranya adalah unsur pengetahuan kader. Kondisi ini tentunya akan membentuk dukungan ke arah pencapaian tujuan dari pelatihan kader Posyandu sebagaimana disampaikan oleh Dinkes Jatim (2006:3) yakni setelah selesai mengikuti pelatihan diharapkan kader dapat melaksanakan lima kegiatan di Posyandu.

Page 11: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 7

EFEKTIFITAS PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KADER POSYANDU

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kader meningkat setelah pelatihan dibandingkan sebelumnya, sedangkan Paired Samples T-test menunjukkan rerata sikap kader sesudah pelatihan secara signifikan lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan.

Faktor yang memegang peranan penting dalam merubah sikap kader pada penelitian ini kemungkinan adalah reaksi/respon terhadap pelatihan kader Posyandu, selain karena keterlibatan faktor perasaan dan emosi. Reaksi tersebut terdiri atas suka dan tidak suka terhadap materi yang disampaikan dalam pelatihan kader Posyandu. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (2008:30-38) bahwa pembentukan sikap terutama terjadi karena pendidikan/pelatihan di samping pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta emosi.

Bila dikaitkan dengan pendapat Winkel (2007), berdasarkan ciri reaksi terhadap stimulus berupa informasi, maka ini masuk pada level response generator, yaitu menampung informasi yang tersimpan dalam LTM dan mengubahnya menjadi reaksi dalam bentuk reaksi verbal maupun berbagai gerakan motorik. Jadi intinya pada tahap ini pusat perencana reaksi/jawaban menentukan bentuk dan pola dari reaksi/jawaban yang diberikan, yang kelak dituangkan dalam suatu tindakan atau perbuatan.

Peningkatan sikap setelah mengikuti pelatihan kader Posyandu merupakan respon tertutup dari kader yang menggembirakan terhadap evaluasi pelaksanaan pelatihan, mengingat program tersebut termasuk agenda Puskesmas. Dan baru pertama kali dilaksanakan pelatihan kader Posyandu yang dilaksanakan di desa, pada wilayah Puskesmas Sukorejo. Hal ini senada dengan pendapat Notoatmodjo (2007: 142) sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Secara teoritis hasil penelitian ini juga sesuai dengan penjelasan Krathwohl, Bloom dan Masia dalam Suciati (2005), yang mengembangkan taksonomi tujuan yang berorientasi pada perasaan atau afektif. Taksonomi ini menggambarkan proses seseorang di dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu yang menjadi pedoman baginya dalam bertingkah laku. Sikap terdiri dari 5 tingkatan, yaitu 1) receiving (pengenalan/penerimaan): saat pelatihan seorang kader mendengarkan, memperhatikan fasilitator dalam menyampaikan materi, 2) responding (pemberian respon): setelah mengenal dan mendengarkan materi akan ada rangsangan untuk memberikan respon yaitu mengikuti sampai selesai, berpartisipasi dengan adanya pertanyaan, mendiskusikan dengan teman dan fasilitator, berlatih dalam penimbangan dan pengisian KMS , 3) valuing (penghargaan terhadap nilai): , maka secara konsisten kader akan menunjukkan sikap mendukung kegiatan pelatihan kader Posyandu dengan suka rela menjadi kader Posyandu, 4) organization (pengorganisasian) : tingkat ini kader mempunyai anggapan bahwa dulu Posyandu tidak penting sekarang beranggapan kegiatan posyandu sangat penting sehingga kader akan lebih giat dalam mengikuti pelatihan kader posyandu, 5) characterization (pengamalan): pada tingkat ini kader berpandangan bahwa keberhasilan posyandu sangat penting sehingga kader menunjukkan sikap konsisten dengan pandangan tersebut. Dalam hal ini kader aktif dalam mengikuti pelatihan, belajar dengan baik dan tidak mudah menyerah. Di buktikan dengan adanya peningkatan penilaian sikap kader terhadap Posyandu antara sebelum dan sesudah pelatihan.

Peningkatan sikap kader, sesuai dengan pernyataan Robinson dalam Marzuki (1992: 28) dalam Fuadadman (2010), bahwa salah satu manfaat dari suatu pelatihan adalah untuk memperbaiki sikap individu terhadap suatu pekerjaan atau kegiatan.

Efektifitas Pelatihan Untuk Meningkatkan Keterampilan Kader PosyanduEfektifitas Pelatihan Untuk Meningkatkan Keterampilan Kader PosyanduEfektifitas Pelatihan Untuk Meningkatkan Keterampilan Kader PosyanduEfektifitas Pelatihan Untuk Meningkatkan Keterampilan Kader Posyandu

Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai rerata, median, serta modus meningkat sesudah pelatihan. Hasil Paired Samples T-test menunjukkan bahwa rerata keterampilan

Page 12: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 8

kader sesudah pelatihan secara signifikan lebih tinggi dibanding sebelum pelatihan, artinya pelatihan kader Posyandu efektif untuk meningkatkan keterampilan kader.

Meningkatnya keterampilan kader pada penelitian ini kemungkinan sebagai akibat dari adanya pengalaman belajar dalam pelatihan, sekaligus sebagai tolok ukur evaluasi pelaksanaan program pelatihan kader Posyandu. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh fasilitator, tampak bahwa hasil belajar dalam pelatihan kader Posyandu dalam bentuk gerakan motorik atau tindakan telah tercapai. Bila dikaitkan dengan proses belajar menurut Winkel (2007:343), proses belajar telah sampai pada tahap effector. Pada tahap ini terjadi proses penampungan hasil perencanaan dan pelaksanaan dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang sesuai, tindakan atau perbuatan tersebut dapat disaksikan oleh orang lain dan menjadi bukti bahwa hasil belajar yang dituju telah tercapai. Bila dikaitkan dengan teori dari Harrow dalam Suciati (2005), proses tujuan instruksioanal kawasan psikomotor di bagi dalam 5 tingkat, maka kader telah melaksanakan pelatihan dengan baik sesuai 5 tingkat tujuan instuksional kawasan psikomotor tersebut. Ke lima tingkatan tersebut adalah: 1) tingkat meniru misal di sini kader telah dapat mengulangi gerak membuat garis/ plot dalam pengisian berat badan dengan diberi contoh, 2) tingkat manipulasi : dengan menggunakan manual kader dapat membuat garis/plot berat badan di KMS hanya dengan instruksi secara lisan, 3) tingkat ketepatan gerakan: dalam hal ini kader dengan lancar dapat menuliskan/ membuat plot berat badan di KMS tanpa di beri contoh ataupun instruksi, 4) tingkat artikulasi: kader disini telah menunjukkan serangkaian urutan yang benar dan kecepatan yang tepat misal urutan kegiatan penimbangan, pengisian KMS dll, 5) tingkat naturalisasi: pada tingkat ini kader telah melakukan gerakan secara otomatis dengan lancar misalnya saat bayi datang kader langsung mendaftar, menimbang, mengisi KMS serta memberikan penyuluhan sesuai hasil timbang.

Bila dikaitkan dengan tingkatan ranah psikomotor menurut Winkel (2007:279), hasil belajar keterampilan di dalam kelas berada pada tahap complex response (gerakan kompleks), yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar, tepat dan efisien, misalnya rangkaian menimbang berat badan bayi/balita secara berurutan yang merupakan gabungan beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan kegiatan. Bila dapat mempraktekkan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, berada pada tahap adjustment (penyesuaian pola gerakan), yaitu kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerakan dengan menunjukkkan suatu taraf keterampilan yang telah tercapai.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan keterampilan kader setelah mengikuti pelatihan kader Posyandu, pada penelitian ini hanya sebatas penilaian yang dilakukan sesaat diakhir pelatihan sebagai bagian dari evaluasi akhir hasil belajar di dalam kelas. Belum diketahui apakah kader benar-benar mau dan mampu mempraktekkan keterampilan yang diperolehnya sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kegiatan penyelenggaraan Posyandu secara maksimal dengan lima langkah kegiatan dilapangan. Keadaan yang diharapkan, tentunya kader Posyandu mengelola dan melaksanakan/ mempraktekkan keterampilan kegiatan Posyandu lima meja dalam penyelenggaraan kegiatan Posyandu sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang diperoleh dalam pelatihan. Keberhasilan penilaian keterampilan pada pelatihan kader Posyandu ini sesuai dengan pendapat Sikula dalam Samsudin (2009: 110), yang menjelaskan bahwa pelatihan adalah bagian dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan pekerjaan. Praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang singkat.

Terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dalam pelatihan Posyandu di Desa Kranggan, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo setelah diadakan pelatihan kader tersebut selaras dengan pendapat Dinkes Jatim (2006: 1) yang menuliskan bahwa,

Page 13: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 9

pelatihan kader Posyandu ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan sikap serta keterampilan kader melakukan pelayanan masyarakat di Posyandu baik mengenai pelayanan yang sudah dilakukan selama ini maupun pelayanan tentang hal-hal baru sesuai perkembangan keadaan dan kebijakan-kebijakan yang baru.

Bila dilihat hasil pelatihan secara keseluruhan terhadap evaluasi ketiga aspek pada penelitian ini masing-masing individu menunjukkan hasil yang berbeda, mungkin hal ini juga terkait dengan motivasi dari peserta pelatihan kader Posyandu yang belum dikupas di dalam penelitian ini, karena proses belajar pada kader, walaupun sama-sama belajar namun ada kemungkinan kader yang satu belajar secara lebih efisien, lebih fleksibel, lebih kreatif dan dengan semangat yang lebih tinggi dibanding dengan kader yang lain. Variasi ini menurut Winkel (2007: 344) disebabkan yang satu lebih baik dalam persepsi selektif, dalam mengambil makna dari materi pelajaran yang diolah, dalam menemukan bentuk organisasi informasi dan dalam menggali informasi yang tersimpan dalam ingatannya, lebih-lebih di LTM, dan gambaran tentang proses belajar sebagai rangkaian dari subproses belum lengkap, masih ada 2 faktor yang berperan dan merupakan sub proses tersendiri, yaitu proses mengontrol diri dan proses motivasi diri. Di sisi lain Purwanto (2010), menyatakan bahwa faktor internal dan eksternal mempengaruhi selama proses belajar mengajar. Faktor tersebut adalah: 1) faktor lingkungan baik alam maupun sosial, 2) faktor instrumen meliputi kurikulum, tutor, fasilitas dan sarana, serta manajemen, 3) faktor fisiologi yaitu kondisi fisik dan pancaindera dari masing-masing kader, 4) faktor psikologi (minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif). SIMPULAN SIMPULAN SIMPULAN SIMPULAN DAN SARANDAN SARANDAN SARANDAN SARAN

SSSSimpulanimpulanimpulanimpulan Pelatihan kader Posyandu efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan kader Posyandu.

SaranSaranSaranSaran 1. Diharapkan pemerintahan desa selalu memberikan dukungan material dan finansial

pada penyelenggaraan Posyandu lima meja. 2. Diharapkan kader berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah

diperoleh melalui pelatihan dan mempertahankan sikap yang positif, yaitu dengan tetap mengikuti kegiatan Posyandu yang ada di desa, menerapkan lima meja posyandu serta menambah pengetahuan dan keterampilan kader melalui seminar dan pelatihan.

3. Diharapkan program pelatihan kader tetap dilanjutkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan dikembangkan ke desa-desa lainnya.

4. Diharapkan bidan melaksanakan dan mengembangkan pelatihan kader posyandu di desa binaannya masing-masing serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat.

5. Diharapkan dilaksanakan penelitian lanjutan tentang Pelatihan Kader Posyandu yang lebih berkualitas, misalnya dengan menggunakan desain yang lebih baik, menggunakan populasi yang lebih luas dan sampel yang lebih representatif, dengan metode pelatihan yang lebih baik serta model pembelajaran yang inovatif

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA Azwar Azrul. 2006. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta: Depkes RI Azwar S. 2007. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Edisi 2. Cetakan XI.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2008. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Salemba Medika Brockopp Dy, 2000. Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Jakarta: EGC.

Page 14: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 10

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah. 2001. Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu. Jakarta: Depdagri.

Dinas Kesehatan Daerah Jawa Timur. 2006. Panduan Pelatihan KaderPosyandu. Surabaya: Dinkes Propinsi Jawa Timur.

Dewanti Evita J.W.W. 2009. Pengaruh Pelatihan Terhadap Pengetahuan, Keterampilan, Kepatuhan Kader Posyandu Dalam menerapkan standar Pemantauan Pertumbuhan Balita di Kota Bitung, Sulawesi Utara, Yogjakarta: UGM

Fuadadman. 2010. Konsep Pelatihan. http://fuadadman.com (diakses 5 Oktober 2010). Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. ----------. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman

Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawata. Jakarta: Salemba Medika Purwanto, N. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Rahaju dkk. 2009. Buku Pegangan Kader Posyandu. Surabaya: Dinkes Propinsi Jawa

Timur. Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Jakarta: EGC. Suciati. 2005. Taksonomi Tujuan Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas. Samsudin S. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka setia. Sukmadinata. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suparyanto. 2010. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), www. Dr-Suparyanto.

Blogspot.com/2010/11/posyandu-pos-pelayanan-terpadu.htm Umar. 2005. Riset Sumber Daya Manusia.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi Zulkifli. 2003. Posyandu Dan Kader Kesehatan. Medan: FKM

Page 15: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 11

PENGARUH MODEL PENDAMPINGAN PENGARUH MODEL PENDAMPINGAN PENGARUH MODEL PENDAMPINGAN PENGARUH MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP TERKONTROLNYA DIABETUS MELITUS PADA PENDERITA DM TIPE II TERHADAP TERKONTROLNYA DIABETUS MELITUS PADA PENDERITA DM TIPE II TERHADAP TERKONTROLNYA DIABETUS MELITUS PADA PENDERITA DM TIPE II TERHADAP TERKONTROLNYA DIABETUS MELITUS PADA PENDERITA DM TIPE II

DI WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMANDI WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMANDI WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMANDI WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMAN Rosa Delima Ekwantini*, Induniasih*, Umi Istianah*, Agus Sarwo P*Rosa Delima Ekwantini*, Induniasih*, Umi Istianah*, Agus Sarwo P*Rosa Delima Ekwantini*, Induniasih*, Umi Istianah*, Agus Sarwo P*Rosa Delima Ekwantini*, Induniasih*, Umi Istianah*, Agus Sarwo P*

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT

Background : Background : Background : Background : prevalence of diabetes Tipe II gradually increase in Indonesian. WHO

was predicted the number of Diabetic patients in the world was projected rise from 171 million people in 2000 to 366 million people in 2030. Indonesia was fourth rank of the number diabetes around the world.

ObjecObjecObjecObjectitititive : ve : ve : ve : to study percentage of glicemic control among people who suffer from tipe II diabetic patient, influence of “Health education model” to improving glycemic control in tipe II diabetic patient

Design: Design: Design: Design: A quasi experiment with pre test-post test design with control group Setting and participantsSetting and participantsSetting and participantsSetting and participants : Patients with uncomplicated type 2 (n = 15) diabetes

mellitus recieving care primary health care in a group-model health education in Public Health Center.

Method : Method : Method : Method : Patients were randomized in blocks to receive either usual care or health education model (intervention). Health education model was provided by a nurse. Health education model consisted of an initial assessment, a week follow-up visit for a month. Methods to achieve glycemic control included medication adjustments, meal planning, and exercise. Main outcome measures Hemoglobin A1c (HbA1c) levels after two month of intervention. Self-reported health status questions on general status, physical function, body weight, blood pressure, and adverse events (severe hypoglycemia and emergency department and hospital admissions) also were assessed.

Results :Results :Results :Results : From 30 enroled patient with diabetes Tipe II,12 pateints (80 %) have poorly glycemic control, 3 patients (20 %) have satisfy glycemic control and none have good glicemic control in both intervention and control group. Health education model rises 6 patients from poorly glycemic control to satisfy glycemic control and from satisfy glycemic control to good glycemic control, and 9 patients constant with wilcoxon rank test 0,014 in intervention group. In control group were 1 patient decrease from satisfy glycemic control to poorly glycemic control and 2 patients increas from satisfy glycemic control to good glycemic control, and 12 patients constant with wilcoxon rank test 0,564.

Conclusion : Conclusion : Conclusion : Conclusion : In a group intervention, the implementation of health education model by nurse case managers can help improve glycemic control in patients with diabetes Tipe II Key words : diabetus melitus, education model, HbA1cKey words : diabetus melitus, education model, HbA1cKey words : diabetus melitus, education model, HbA1cKey words : diabetus melitus, education model, HbA1c *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta, Jurusan Keperawatan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Penyakit Diabetus Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah, sebagai akibat dari pola hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan, makan makanan berlemak, kurang aktivitas, stress dan faktor keturunan. Jenis DM yang banyak diderita masyarakat adalah DM tipe II yaitu DM tidak tergantung insulin. DM tipe II berlangsung lambat dan progresif sehingga berjalan tanpa terdeteksi karena gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, sering kencing, banyak minum dan luka yang lama sembuh (Smeltzer and Bare, 2008).

Menurut Pusat Data dan Informasi PERSI (2003) prevalensi DM tipe II meningkat. WHO memperkirakan prevalensi global DM tipe II meningkat dari 171 juta orang pada

Page 16: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 12

tahun 2000 menjadi 366 juta orang di tahun 2030, dan Indonesia menduduki urutan keempat. Pada tahun 2006 jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 14 juta orang, dengan 50 % penderita yang sadar akan penyakitnya dan diantara mereka baru 30% yang datang berobat secara teratur. (Soegondo, 2007). Menurut catatan di Puskesmas Gamping II bahwa jumlah penderita DM di wilayah kerjanya pada tahun 2009 ada sekitar 300 orang, kunjungan rata–rata 106 orang untuk kontrol gula darah dengan sebagian besar kadar gula darah sewaktu di atas normal (> 180 mg/dl)

Penyakit DM bila dibiarkan tak terkendali dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal seperti: penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan, infeksi akibat ulkus sampai dengan diamputasi pada bagian yang terkena ulkus dan dapat mengakibatkan kematian. Upaya pengendalian DM yang bertujuan mempertahankan kadar gula darah dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis. Pengelolaan non farmakologis merupakan langkah pertama dalam pengeloaan DM meliputi pengelolaan diit yang tepat, olah raga atau aktivitas fisik secara teratur, pemeriksaan gula darah secara rutin, konseling mengenai pengelolaan dan pencegahan komplikasi. Bila pengelolaan non farmakologis belum dapat mengendalikan kadar gula darah sekitar normal baru dilanjutkan dengan pengelolaan farmakologis. Pengelolaan farmakologis meliputi keteraturan minum obat atau menyuntikan insulin.

Untuk mengetahui terkendalinya DM dan keberhasilan terapi dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium gula darah puasa, gula darah 2 jam PP dan HbA1c setiap tiga bulan sekali (Mindy, 1998). Dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit DM perlu pemahaman tentang pengelolaan penyakit DM di rumah, motivasi yang tinggi dari penderita untuk melaksanakannya. Hal ini diperlukan pendidikan kesehatan bagi penderita maupun keluarganya agar pengetahuannya meningkat, terjadi perubahan sikap dan gaya hidup yang pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan pengelolaan sehingga peningkatan kualitas hidup penderita tercapai. Untuk hal tersebut pendampingan pada penderita dan keluarga dalam pemahaman pengelolaan penyakit DM dan peningkatan motivasi dapat dilakukan perawat melalui kunjungan rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pendampingan terhadap terkontrolnya DM pada penderita DM tipe II. METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperiment with pre-post test design with control group. Besar sampel sebanyak 15 responden untuk setiap setiap kelompok yang diambil di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman pada tahun 2010 dengan kriteria sampel sebagai berikut penderita DM type II yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman, kadar HbA1C >7% (1% di atas range normal), tidak menderita penyakit : stroke, gagal ginjal, gagal jantung, ulkus DM.

Variabel bebas penelitian adalah model pendampingan yaitu intervensi berupa peningkatan pengetahuan, konseling dan motivasi tentang pengendalian diit (perencanaan makan), kontrol gula darah secara teratur, pengelolaan obat, aktivitas sehari–hari dan olah raga, perawatan kaki kepada penderita DM tipe II dan atau keluarga melalui kunjungan rumah. Intervensi dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 1 bulan. Variabel terikat adalah terkontrol DM pada penderita DM tipe II yaitu kondisi kestabilan kadar gula darah selama 2–3 bulan yang dilihat dari hasil pemeriksaan HbA1c dengan nilai <6,5 = baik, 6,5–8 = sedang dan >8 = buruk yang diukur sebelum intervensi dan 2 bulan setelah intervensi. Instrumen yang digunakan adalah Panduan pendampingan, Leafleat tentang pengelolaan DM di rumah, Senam kaki dan perencanaan makan. Data dianalisis dengan uji wilcoxon dan Kosmogorov-smirnov dengan derajat kepercayaan 95%.

Page 17: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 13

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik Karakteristik Karakteristik Karakteristik PPPPenderita enderita enderita enderita DMDMDMDM TTTTipe ipe ipe ipe IIIIIIII

Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin, IMT, Tekanan Darah, Kepemilikan Jaminan Kesehatan Penderita DM Tipe II

di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2010 (n=15)

NoNoNoNo KarakteristikKarakteristikKarakteristikKarakteristik Kelompok intervensiKelompok intervensiKelompok intervensiKelompok intervensi Kelompok kontrolKelompok kontrolKelompok kontrolKelompok kontrol FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi %%%% FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi %%%%

1 Jenis kelamin: Laki – laki Perempuan

7 8

46,7 53,3

7 8

46,7 53,3

2

IMT: Kurang Normal Obesitas

4 3 8

26,7 20

53,3

1 5 9

6,7 33,3 60

3 Tekanan darah: Normo tensi Hipertensi

8 7

53,3 46,7

8 7

53,3 46,7

4 Jaminan Kesehatan Askes PNS/Pensiun Jamkesmas/Da/Kin Tidak punya

9 3 3

60,0 20,0 20,0

5 4 6

33,3 26,7 30,0

Jenis kelamin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sama dengan persentase terbesar perempuan (53,3%). Perempuan memproduksi hormon estrogen yang menyebabkan meningkatnya pengendapan lemak pada jaringan sub kutis sehingga perempuan cenderung memiliki status gizi yang lebih dari normal (>110% BBI). Soegondo (2006) menyatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi jumlah lemak tubuh sehingga mempengaruhi terjadinya DM Tipe II. Pada laki-laki jumlah lemak tubuh >25% sedangkan pada perempuan jumlah lemak tubuh >35%, sehingga insiden DM tipe II lebih banyak pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Dilihat dari IMT hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden obesitas (IMT >23 Kg/m2) yaitu 8 orang (53,3%) kelompok intervensi, 9 orang (60%) kelompok kontrol. Hasil analisis ini sesuai dengan pernyataan Medicastore (2007) yang meyatakan 80-90% pasien DM tipe II mengalami obesitas. Obesitas merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan DM tipe II karena kondisi obesitas menyebabkan semakin jenuh lemak membran ototnya yang selanjutnya menyebabkan terjadi resistensi insulin sehingga timbul hiperglikemia (Ilyas, 2007).

Penyulit kronis penyakit DM yang timbul pada pembuluh darah otak adalah stroke, dan pada pembuluh darah ginjal adalah gagal ginjal. Kedua penyakit tersebut salah satunya disebabkan karena hipertensi. Pada penelitian ini 46,7% responden baik pada kelompok kontrol maupun intervensi mengalami hipertensi. Hal ini akan mempercepat terjadinya penyulit kronis apabila pengendalian tidak baik, hipertensi merupakan faktor risiko DM yang dapat dirubah sehingga pengendalian tekanan darah juga akan menunda terjadinya penyulit kronis pada penderita DM.

Kategori Terkontrolnya DMKategori Terkontrolnya DMKategori Terkontrolnya DMKategori Terkontrolnya DM

Kategori terkontrolnya DM dilihat dari hasil pemeriksaan kadar HbA1C pada Tabel 2 dan Tabel 3. Berdasarkan pada Tabel 3 dilihat dari terkontrolnya DM sebelum dilakukan intervensi maka sebagian besar responden pada kriteria buruk baik pada kelompok intervensi (80%) maupun pada kelompok kontrol (80%) dan keduanya tidak ada yang terkontrol dengan baik. Penyakit DM tidak terkontrol akan mempercepat terjadinya penyulit

Page 18: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 14

kronis seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, ulkus DM yang dapat meningkatkan kebutuhan pembiayaan kesehatan.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Terkontrolnya DM Sebelum Perlakuan pada Penderita DM Tipe II di Wilayah Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2010 (n-15)

NoNoNoNo Terkontrolnya DM Terkontrolnya DM Terkontrolnya DM Terkontrolnya DM Kelompok intervensiKelompok intervensiKelompok intervensiKelompok intervensi Kelompok kontrolKelompok kontrolKelompok kontrolKelompok kontrol FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi %%%% FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi %%%%

1 Baik 0 0 0 0 2 Sedang 3 20 3 20 3 Buruk 12 80 12 80

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Terkontrolnya DM Setelah Perlakuan pada

Penderita DM Tipe II di Wilayah Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2010 (n-15)

NoNoNoNo Terkontrolnya DM Terkontrolnya DM Terkontrolnya DM Terkontrolnya DM Kelompok intervensiKelompok intervensiKelompok intervensiKelompok intervensi Kelompok kontrolKelompok kontrolKelompok kontrolKelompok kontrol frekuensifrekuensifrekuensifrekuensi %%%% frekuensifrekuensifrekuensifrekuensi %%%%

1 Baik 2 13,4 2 13,3 2 Sedang 5 33,3 0 0 3 Buruk 8 53,3 13 86,7

Berdasarkan Tabel 3 terkontrolnya DM setelah dilakukan intervensi adalah sebagian besar responden pada kriteria buruk 53,3% kelompok intervensi dan 86,7% kelompok kontrol. Jika dibandingkan dengan kadar HbA1C sebelum perlakuan, maka ada peningkatan ke arah lebih baik dengan prosentase lebih besar pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan analisis bivariat (Tabel 4 dan Tabel 5) terdapat bahwa pada kelompok intervensi terjadi peningkatan yang bermakna dari kategori terkontrolnya DM kearah yang lebih baik antara sebelum diberikan pendampingan dengan setelah diberikan pendampingan yaitu terdapat 6 responden yang mengalami peningkatan terkontrolnya DM dari kategori buruk menjadi sedang dan kategori sedang menjadi baik, sedangkan 9 respoden tidak mengalami perubahan (tetap) pada kategori buruk dengan taraf signifikansi 0,014 atau <0,05 dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu terdapat 1 responden yang mengalami penurunan terkontrolnya DM dari sedang menjadi buruk, terdapat 2 responden yang mengalami peningkatan terkontrolnya DM dari kategori sedang menjadi baik sedangkan 12 respoden tidak mengalami perubahan (tetap) pada kategori buruk dengan taraf signifikansi 0,564 atau > 0,05.

Tabel 4. Hasil Uji Statistik Wilcoxon Rank Test HbA1c pada Kelompok Intervensi

NoNoNoNo KategoriKategoriKategoriKategori FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi SignifikansiSignifikansiSignifikansiSignifikansi 1. Postes kat < pretes kat 0 0,014 2. Postes kat > pretes kat 6 0,014 3. Postes kat = pretes kat 9 0,014

Tabel 5. Hasil Uji Statistik Wilcoxon Rank Test HbA1c pada Kelompok Kontrol

No Kategori Frekuensi Signifikansi 1. Postes kat < pretes kat 1 0,564 2. Postes kat > pretes kat 2 0,564 3. Postes kat = pretes kat 12 0,564

Menurut Rungapadiachy cit Basuki E dalam Soegondo (2007) sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa, mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau obyek kognitif. Sikap merupakan bagian dari kepribadian dan sikap yang tidak mendukung perilaku akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut.

Page 19: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 15

Mengubah perilaku seseorang akan terkait dengan merubah sikapnya dan mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Soegondo (2007) mengatakan penyakit DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup atau perilaku.

HbA1c adalah kadar rata–rata glukosa darah selama 8–10 minggu terakhir. Bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal antara 70–140 mg/dl selama 8–10 mg terakhir, maka hasil tes HbA1C akan menunjukan nilai normal. Kadar gula darah bagi penderita DM merupakan indikator apakah penderita tersebut dapat mengontrol dirinya atau tidak. Untuk memperoleh nilai HbA1c pada nilai kisaran normal, diperlukan kesetabilan kadar glukosa darah dalam kisaran normal selama 8–10 minggu. Pada penelitian ini sebagian besar responden (80%) baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi tingkat pengendalianya pada kategori buruk atau tidak terkontrol. Kondisi penyakit DM yang tidak terkontrol akan mempercepat terjadinya penyulit–penyulit kronis seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, ulkus DM yang dapat meningkatkan kebutuhan pembiayaan.

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan DM mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien menuju perubahan perilaku. Keberhasilan perubahan perilaku, membutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi, Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Pendampingan adalah bentuk edukasi, konseling dan motivasi untuk membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan penyakitnya di rumah.

Soegondo (2007) mengatakan bahwa DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup atau perilaku. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi, sehingga proses edukasi bagi pasien DM sebaiknya terus menerus dan perlu evaluasi keberhasilan penanganan dengan melihat perubahan dari kriteria pengendalian seperti, kadar gula darah, tekanan darah, IMT, kadar HbA1c, dan kadar kolesterol.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Aubert RE, et all (1998) yang menyatakan case management (pemberian pendampingan mengenai perencanaan makan, olah raga dan aktivitas serta pengelolaan obat) berpengaruh terhadap terkontrolnya DM dengan penurunan kadar HbA1c 1,7% dan 43 mg/dl kadar gula darah puasa pada kelompok intervensi serta penurunan kadar HbA1c 0,6% dan 15 mg/dl kadar gula darah puasa pada kelompok kontrol (p< 0,001) dengan pemantauan kontrol glikemik selama 6 bulan. Pada case management tersebut penderita DM diberikan pendampingan dan dilakukan follow up melalui kunjungan rumah dua minggu setelah kontak pertama dan follow up melalui telepon setiap 1–2 mg.

HbA1c adalah kadar rata–rata glukosa darah selama 8–10 minggu terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal 70–140 mg/dl selama 8–10 mg terakhir, maka hasil tes HbA1c akan bernilai normal. Kadar gula darah penderita DM merupakan indikator apakah penderita tersebut dapat mengontrol dirinya atau tidak. Untuk memperoleh nilai HbA1c pada kisaran normal, diperlukan kestabilan kadar glukosa darah dalam kisaran normal selama 8–10 minggu. Sangatlah penting bagi penderita DM untuk mengendalikan gula darah dengan melakukan perencanaan makan agar kalori yang masuk sesuai dengan kalori yang dibutuhkan sehingga tidak ada penimbunan – penimbunan cadangan makanan yang menyebabkan kadar lemak dan kolesterol terkendali. Melakukan aktivitas dan olah raga membantu penderita DM agar meningkatkan penggunaan glukosa sehingga glukosa tidak menumpuk di vaskuler, disamping itu olah raga akan meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin sehingga resistensi insulin akan berkurang. Olah raga juga meningkatkan vaskularisasi perifer sehingga penyulit kronis pada kaki akan dicegah.

Pengelolaan dan pengendalian diri bagi penderita DM dilakukan seumur hidup, maka mereka sangat perlu mendapatkan pengetahuan secara terus menerus mengenai

Page 20: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 16

pengelolaan diri sehari–hari, berkesempatan untuk konsultasi tentang masalah yang terkait dengan penyakit yang diderita dan mendapatkan pembenaran dari tindakan–tindakan yang telah dilakukan dalam pengelolaan dirinya, sehingga meningkatkan motivasi dalam melakukan penyenyusaian gaya hidup terkait dengan penyakit DM yang diderita. Dengan kata lain pendampingan akan membantu meningkatkan pengetahuan dan motivasi penderita DM dalam melakukan penyesuai atau perubahan gaya hidup yang sehat.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan Simpulan Simpulan 1. Persentase terkontrolnya DM pada penderita DM tipe II di wilayah kerja Puskesmas

Gamping II adalah sebelum pendampingan 20% terkontrol sedang dan 80% terkontrol buruk atau tidak terkontrol. Setelah dilakukan pendampingan 13,4% terkontrol baik, 33,3% terkontrol sedang dan 53,3% terkontrol buruk atau tidak terkontrol

2. Model pendampingan berpengaruh terhadap terkontrolnya DM tipe II

Saran Saran Saran Saran 1. Dokter, perawat dan nutrisionist hendaknya selalu memberikan edukasi dan motivasi

tentang pengelolaan DM di rumah pada penderita DM, baik di saat pelayanan di Puskesmas maupun dengan kunjungan rumah melalui kegiatan Perkesmas.

2. Peneliti pemerhati DM hendaknya melakukan penelitian serupa dengan mengukur kriteria lain dalam pengendalian DM seperti kadar gula darah, kadar kolesterol, IMT.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

________, Follow –up on the Diagnosis of Diabetes Mellitus, Clinical Diabetes 22 : 71 – 79, 2004

________, Average HbA1c value for diabetic patients in theclinical information system, National Quality Measures ClearinghouseMedicastore, 2007. Diabetus, the silent’s killer, http :// www.medicastore.com/med/index.php. diunduh 4 November 2007

Aubert RE, Herman WH, Waters J, Moore W, Sutton D, Peterson BL, et al. Nurse case management to improve glycemic control in diabetic patients in a Health maintenance organization. Ann Intern Med 1998;129:605–12.

Dahlan Sopiyudin, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta, 2009

Jay S, Skyler, Effects of glicemic control on Diabetes complications and on the Prevention of Diabetes, Clinical Diabetes, 2004 ;vol 22 no 4 162 -166

Mindy T, Catherine S, Diabetes Management : Glycated Hemoglobin Testing (HbA1c), Bulletin State of Alaska Epidemiology, 1998

Medicastore. Diabetes, the sillent killer, http://www.medicastore.com/med/ index.php. (2007) Diperoleh 4 Nopember 2007 Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010 Rochmah, W. Diabetes melitus pada usia lanjut, dalam Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. (3rd Ed.). (hlm 1937-1939). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI (2006).

Sarah W, Gojka R, Anders G, Richard S, Hilary K, Global Prevalence of Diabetes, Diabetes Care 27 : 1047 – 1053, 2004

Smeltzer, SC & Bare, B.G, Brunner and Sudhart’s : Texbook of Medical Surgical Nursing. Philadhelpia. Lipincott, 2008

Suyono S, Waspadji S, Soegondo S, dkk, Penatalaksanaan Diabetus Melitus Terpadu, FK-UI, Jakarta, 2007

Page 21: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG POSYANDUHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG POSYANDUHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG POSYANDUHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG POSYANDU

DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANAK USIA 1DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANAK USIA 1DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANAK USIA 1DENGAN KETERATURAN KUNJUNGAN ANAK USIA 1----5 TAHUN KE POSYANDU5 TAHUN KE POSYANDU5 TAHUN KE POSYANDU5 TAHUN KE POSYANDU DI KEL.DI KEL.DI KEL.DI KEL. GEDONGOMBO KECAMATAN SEMANDINGGEDONGOMBO KECAMATAN SEMANDINGGEDONGOMBO KECAMATAN SEMANDINGGEDONGOMBO KECAMATAN SEMANDING KABUPATEN TUBANKABUPATEN TUBANKABUPATEN TUBANKABUPATEN TUBAN

Sri Utami*, Sri Setiyowati**Sri Utami*, Sri Setiyowati**Sri Utami*, Sri Setiyowati**Sri Utami*, Sri Setiyowati**

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Kegiatan dari Posyandu meliputi meliputi KIA, KB, Imunisasi dan Penanggulangan Diare. Di Posyandu juga diharapkan dapat mencakup sasaran yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan wanita PUS. Sasaran ini memperoleh pelayanan sesuai dengan kondisinya. Sedangkan data penimbangan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, khususnya mengetahui pertumbuhan balita yang optimal bagi anak Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak 1–5 tahunke posyandu.

Penelitian cross sectional ini dilakukan di Kelurahan Gedongombo Semanding Tuban, pada bulan Februari-Juni 2010, dengan populasi semua ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun di Posyandu Kelurahan Gedongombo Semanding Tuban. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling. Data pengetahuan ibu tentang posyandu, dikumpulkan datanya dengan kuesioner, sedangkan data keteraturan kunjungan dikumpulkan melalui register Posyandu dan KMS/ Buku KIA. Uji hipotesis menggunakan Chi Square test, dengan derajat kemaknaan 0,05.

Sebagian besar ibu (51,43%) memiliki berpengetahuan baik, dan sebagian besar kunjungan anak adalah teratur (51,43%). Sebagian besar ibu yang berpengetahuan baik, berkunjung ke Posyandu dengan teratur (72,22%), sedangkan yang berpengetahuan cukup sebagian besar tidak berkunjung dengan tidak teratur (70,58%). Hasil uji Chi Square test adalah χ² tabel=6,42 lebih besar dari χ² tabel= 3,84, sehingga H0 ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak usia 1-5 th ke Posyandu.

Disimpulkan bahwa da hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak usia 1-5 tahun ke posyandu. Disarankan agar ibu dengan anak usia 1-5 tahun lebih memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya dengan memanfaatkan posyandu, dan agar bidan mengembangkan pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan tentang pentingnya pemanfaatan posyandu untuk memberikan asuhan yang lebih komprehensif pada masyarakat. Kata Kunci: pengetahuan, kunjungan, posyandu *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan **= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN Latar Belakang MasalahLatar Belakang MasalahLatar Belakang MasalahLatar Belakang Masalah

Kegiatan dari Posyandu meliputi meliputi KIA, KB, Imunisasi dan Penanggulangan Diare. Di Posyandu juga diharapkan dapat mencakup sasaran yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan wanita PUS. Sasaran ini memperoleh pelayanan sesuai dengan kondisinya. Sedangkan data penimbangan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, khususnya mengetahui pertumbuhan balita yang optimal bagi anak Indonesia (Irianton, Aritonang, 1996: 109).

Sekarang jumlah kunjungan masyarakat ke Posyandu mulai menurun terutama kunjungan ibu balita. Hal ini disebabkan oleh adanya kejenuhan masyarakat untuk datang

Page 22: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 18

ke Posyandu (Depkes, 1999:7). Masyarakat masih beranggapan bahwa ke posyandu hanya pada usia bayi untuk mendapatkan imunisasi, padahal pelayanan posyandu juga sangat penting terutama untuk pemantauan tumbuh kembang anak usia 1–5 tahun. Banyak kendala yang memperberat upaya peningkakan partisipasi masyarakat, meliputi faktor dari ibu balita antara lain pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, serta kurangnya informasi. (Depkes RI, 2006). Pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.(Soekidjo, Notoatmojo, 2003:123).

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban Tahun 2009 menunjukkan hasil D/S pada tahun 2009 sebesar 64,01% dari target 80%. Cakupan D/S Kel. Gedongombo berada pada urutan ke-2 terendah dari seluruh kecamatan yang ada, yaitu 53,62%. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Nopember 2009 di Polindes Gedongombo pada 20 ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun, didapatkan 14 ibu yang tidak lagi datang ke posyandu dengan alasan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Dan sebagian besar mengatakan bahwa datang ke Posyandu hanya untuk mendapatkan imunisasi bagi anaknya. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena kurangnya informasi, petugas/kader yang kurang proaktif dan ibu yang terlalu sibuk bekerja.

Rumusan MasalahRumusan MasalahRumusan MasalahRumusan Masalah

Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak usia 1–5 tahun? Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak usia 1–5 tahun di Kel. Gedongombo. METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Penelitian analitik dengan rancangan cross sectional ini dilakukan di Kelurahan Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban, pada bulan Februari sampai dengan Juni 2010, dengan populasi semua ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun di Posyandu Kelurahan Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban. Sampel diambil dengan kriteria inklusi: bersedia untuk diteliti, bisa membaca dan menulis, mempunyai anak usia 1-5 tahun, sehat jasmani dan rohani. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling.

Variabel bebas adalah pengetahuan ibu tentang posyandu, yang dikumpulkan datanya dengan kuesioner, sedangkan variabel terikat adalah keteraturan kunjungan anak usia 1-5 tahun ke posyandu, yang dikumpulkan datanya melalui register Posyandu dan KMS/ Buku KIA. Kriteria pengetahuan adalah: Baik (jawaban benar 76%-100%), Cukup (56%-75%), dan Kurang (≤55%). Kriteria kunjungan adalah: Teratur (≥9 kali/tahun) dan Tidak teratur (≤8 kali/tahun). Uji hipotesis menggunakan Chi Square test, dengan derajat kemaknaan 0,05. HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian

Sebagian besar ibu (51,43%) memiliki tingkat pengetahuan baik (Tabel 1), sedangkan untuk kunjungan anak, sebagian besar adalah teratur (51,43%). Dari Tabel 3

Page 23: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 19

diketahui bahwa sebagian besar ibu yang berpengetahuan baik, berkunjung ke Posyandu dengan teratur (72,22%), sedangkan yang berpengetahuan cukup sebagian besar tidak berkunjung dengan tidak teratur (70,58%). Hasil uji Chi Square test adalah χ² tabel=6,42 lebih besar dari χ² tabel= 3,84, sehingga H0 ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak usia 1-5 th ke Posyandu.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Posyandu di Posyandu Kelurahan Gedongombo bulan April – Mei 2010

PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase Baik

Cukup Kurang

18 17 0

51,43 48,57

0 JumlahJumlahJumlahJumlah 35353535 100100100100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kunjungan Anak Usia 1-5 Tahun ke Posyandu di Posyandu Kelurahan Gedongombo bulan April - Mei 2010

Kunjungan Kunjungan Kunjungan Kunjungan FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase Teratur

Tidak teratur 18 17

51,43 48,57

JumlahJumlahJumlahJumlah 35353535 100100100100

Tabel 3. Distribusi Keteraturan Kunjungan Anak Usia 1-5 Tahun Berdasarkan Pengetahuan Ibu Tentang Posyandu

di Posyandu Kelurahan Gedongombo Bulan April - Mei 2010

PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan KunjunganKunjunganKunjunganKunjungan

TotalTotalTotalTotal TeraturTeraturTeraturTeratur Tidak teraturTidak teraturTidak teraturTidak teratur

ffff %%%% ffff %%%% ffff %%%% Baik Cukup Kurang

13 5 0

72,22 29,41

0

5 12 0

27,77 70,58

0

18 17 0

100 100 100

TotalTotalTotalTotal 18181818 17171717 35353535

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Sebagian besar ibu berpengetahuan baik. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmojo (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu: faktor instrinsik (kepribadian ibu, intelegensi, bakat dan minat, perasaan dan persepsi, kebutuhan, motivasi dan emosi), faktor ekstrinsik (lingkungan, sosial ekonomi, budaya, ideologi, politik, hukum, iklim, dan manusia), dan karakteristik Ibu (riwayat yang dimiliki ibu baik itu tingkat pendidikan, usia ibu, pekerjaan dan paritas).

Notoatmodjo (2000) menjelaskan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Pepatah tersebut mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Namun perlu diperhatikan bahwa tak semua pengalaman pribadi dapat menuntut seseorang untuk menarik kesimpulan yang benar, untuk dapat menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan pola pikir yang kritis dan logis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kunjungan ke Posyandu sebagian besar teratur. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan kunjungan ke Posyandu antara lain aspek geografis, sosial ekonomi, kurangnya sumber informasi,

Page 24: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 20

sumber daya yang ada (Faujiahtuti, 1999). Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik, dan psikologis. Kita ketahui bahwa individu-individu yang berbeda suku bangsa, pekerjaan atau tingkat pendidikan mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka dengan kata lain pendekatan struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang- orang dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara tertentu pula (Notoatmojo, 2003).

Dari hasil penelitian bahwa ibu yang teratur datang membawa anaknya ke Posyandu pada kenyataannya memanfaatkan fasilitas kegiatan Posyandu karena mereka merasa butuh dan menyadari keuntungan bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. Juga karena ibu mempunyai waktu untuk mengantarkan anaknya ke posyandu karena ibu tidak punya aktivitas diluar rumah (tidak bekerja).

Sekarang ini jumlah kunjungan masyarakat ke Posyandu mulai menurun terutama kunjungan ibu balita ke Posyandu. Hal ini disebabkan karena adanya kejenuhan masyarakat untuk datang ke Posyandu (Depkes, 1999: 7).

Analisis menggunakan Chi Square Test menyimpulkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan kunjungan anak usia 1-5 tahun ke Posyandu. Dari hasil penelitian bahwa pengetahuan tentang Posyandu dan keteraturan kunjungan anak usia 1-5 tahun ke Posyandu terdapat hubungan, hal ini karena pengetahuan mempunyai peranan yang penting terjadinya perubahan perilaku. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng bahkan dilakukan selama hidupnya (Notoatmojo, 2003). Dengan pengetahuan yang baik masyarakat akan menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana cara menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan orang lain terutama kesehatan balitanya. Diharapkan setelah dilakukan peningkatan pengetahuan, masyarakat ada umpan balik agar dapat berperilaku hidup sehat dan memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada misal Posyandu. Selain itu perlu memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat serta dengan menanamkan rasa memiliki terhadap Posyandu, sehingga mereka tidak hanya menggunakan namun juga mempunyai rasa tanggung jawab untuk ,menjaga dan mengembangkan kelangsungan program Posyandu sehingga akan terwujud sesuai tujuan diadakanya Posyandu (Depkes RI, 2002).

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal inipun bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern (Puskesmas dsb), tetapi juga ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun dsb). Yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang pertama itulah sebabnya maka rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan modern dapat disebabkan oleh persepsi masyarakat tentang sakit yang berbeda dengan konsep provider (Notoatmojo, 2003).

Dari hasil penelitian responden dengan pengetahuan cukup banyak yang memanfaatkan Posyandu dan sebaliknya responden dengan pengetahuan baik banyak yang tidak memanfaatkan Posyandu. Karena mereka yang berpengetahuan cukup dikarenakan faktor geografis yaitu jarak antara rumah dan tempat Posyandu dekat dan sering mendapat penyuluhan kesehatan, sehingga mereka mengerti manfaat dari kegiatan Posyandu bagi balitanya. Sehingga tanpa ada dorongan dari manapun mereka sadar dan mau memanfaatkan keberadaan Posyandu.

Sedangkan mereka yang mempunyai pengetahuan baik tetapi kunjungan ke Posyandu tidak teratur dimungkinkan karena kesibukan mereka bekerja sehingga tidak mempunyai kesempatan mengantarkan anaknya ke Posyandu. Selain itu factor geografis

Page 25: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 21

juga dapat menyebabkan mereka malas datang karena medan yang sulit atau jarak yang terlalu jauh. Mereka belum menyadari betul pentingnya datang ke posyandu, karena mereka lebih mementingkan persoalan lain daripada kebutuhan kesehatan anaknya.

Dengan berlangsungnya Posyandu dan masyarakat memanfaatkan pelayanan dengan baik maka dengan mudah petugas kesehatan untuk mendeteksi apabila didapatkan kelainan dalam pertumbuhan balita. Karena selama ini masalah tersering pada balita adalah kekurangan gizi, hal ini bila berlangsung lama akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Dari hasil penimbangan dapat diketahui status gizi anak, dan merupakan salah satu alat penyuluhan yang mudah dimengerti oleh ibu untuk mengetahui perkembangan kesehatan anaknya. Anak yang sehat akan tumbuh pesat, bertambah umur bertambah berat badan. Ini kesempatan anak untuk dapat hidup berkembang secara sehat, keadaan ini besar peranannya dalam memantapkan penerimaaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

SimpulanSimpulanSimpulanSimpulan 1. Sebagian besar ibu mempunyai pengetahuan baik tentang posyandu. 2. Sebagian besar kunjungan anak usia 1-5 tahun ke posyandu adalah teratur. 3. Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang Posyandu dengan keteraturan

kunjungan anak usia 1-5 tahun ke posyandu.

SarSarSarSaran an an an 1. Hendaknya ibu dengan anak usia 1-5 tahun lebih memperhatikan pertumbuhan dan

perkembangan anaknya dengan memanfaatkan keberadaan posyandu. 2. Diharapkan bidan mengembangkan pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas

dan kuantitas penyuluhan tentang pentingnya pemanfaatan posyandu untuk memberikan asuhan yang lebih komprehensif pada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmojo,2003. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika. Nursalam dan Pariani. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto. Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Sudarwan Danim Darwis.2003.Metode Penelitian KebidananProsedur,Kebijakan, Dan

Etik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Suandi, IKG. 1998, Diit Pada Anak Sakit. Jakarta : EGC. Sugiyono, 2006, Statistik untuk Penelitian, Bandung:CV. Alphabeta. Budiarto Eko, 2001, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:

EGC. Nasrul Effendi, 1998, Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Depkes RI, 2006. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI, 2002. Pergerakan dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat. Jakarta Triwahyu, Indra, 2002, http://digilib.litbang.depkes.go.id. (Accesed 2th March 2010) Masnuchaddin, 2010, http://www.fkm.undip.ac.id. (Accesed 2th March 2010) Faujiahtuti, Arbi,1999, http://www.fkm.undip.ac.id (Accesed 1th March 2010)

Page 26: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 22

HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PARTISIPASI IBU HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PARTISIPASI IBU HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PARTISIPASI IBU HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DENGAN PARTISIPASI IBU MENGIKUTI SENAM HAMILMENGIKUTI SENAM HAMILMENGIKUTI SENAM HAMILMENGIKUTI SENAM HAMIL

(Di URJ P(Di URJ P(Di URJ P(Di URJ Polioliolioli HHHHamil amil amil amil II RSUD Dr. SII RSUD Dr. SII RSUD Dr. SII RSUD Dr. Soetomooetomooetomooetomo SSSSurabayaurabayaurabayaurabaya)))) Sri RatnawatiSri RatnawatiSri RatnawatiSri Ratnawati****, Sri Utami, Sri Utami, Sri Utami, Sri Utami****

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Senam hamil sudah mulai mendapat perhatian masyarakat, namun kesibukan, rasa

takut, dan kurang percaya diri membuat ibu hamil enggan untuk melakukan senam hamil (Brayshaw, 2006). Dari hasil pengamatan di URJ Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya tercatat bahwa hanya sebagian kecil ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya mengikuti senam hamil. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pekerjaan dengan partisipasi ibu hamil mengikuti senam hamil.

Desain penelitian adalah cross sectional, dengan populasi penelitian adalah ibu hamil trimester II dan III sebanyak 60 orang. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling, dengan besar sampel 28 responden yang diambil sesuai kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data selanjutnya dianalisis menggunakan uji Chi- square yang dilanjutkan dengan uji Eksak Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah ibu hamil yang bekerja tidak mengikuti senam hamil. Hasil uji Eksak Fisher diperoleh nilai p= 0,0111, yang menunjukkan H0 ditolak, yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan partisipasi ibu hamil mengikuti senam hamil. Sebaiknya bidan dapat mengupayakan adanya program peningkatan pelaksanaan senam hamil, sehingga pelaksanaan senam hamil selain dilakukan di tempat pelayanan kesehatan juga dapat dilakukan di rumah. Kata KunciKata KunciKata KunciKata Kunci : : : : Pekerjaan, Partisipasi Mengikuti Senam Hamil, Ibu Hamil *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang

Senam hamil sudah mulai mendapat perhatian masyarakat, namun, rasa takut dan kurang percaya diri membuat ibu hamil enggan untuk melakukan senam hamil. Selain itu, banyak ibu hamil yang tidak mengetahui besarnya manfaat jika melakukan senam hamil (Bandiyah, 2009). Faktor lain yang membuat ibu enggan melakukan senam hamil adalah karena bekerja, mengasuh anak, dan karena kemajuan teknologi, mereka lebih memilih di rumah untuk menonton TV daripada mengikuti senam hamil. Berbagai peralatan rumah tangga seperti mesin cuci, transportasi seperti mobil, dan alat modern lainnya, membuat hidup semakin mudah dan tidak terlalu mengandalkan fisik lagi (Brayshaw , 2007).

Senam hamil bukan suatu keharusan, namun banyak memberi manfaat dalam membantu kelancaran proses persalinan antara lain dapat melatih pernapasan dan relaksasi, menguatkan otot-otot panggul dan perut, serta melatih cara mengejan yang benar. Kesiapan ini merupakan bekal penting bagi calon ibu dalam menghadapi persalinan (Salmah, Rusmiati, Maryanah, dkk, 2006). Senam hamil bertujuan membuat elastis otot dan ligamen yang ada di panggul, memperbaiki sikap tubuh, mengatur kontraksi dan relaksasi, serta mengatur teknik pernapasan. (Saminem, 2008). Tujuan lain senam hamil adalah memberi dorongan serta melatih jasmani dan rohani dari ibu secara bertahap agar ibu dapat menghadapi persalinan dengan tenang, sehingga proses persalinan dapat berjalan lancar dan mudah (Salmah, Rusmiati, Maryanah, dkk, 2006).

Di RSUD Dr. Soetomo tercatat hanya 20% dari 60 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya mau mengikuti senam hamil. Dari studi pendahuluan terhadap 6 ibu hamil

Page 27: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 23

tercatat bahwa 4 orang ibu hamil tidak mengikuti senam hamil. Di antara 4 orang yang tidak mengikuti senam hamil, 3 orang ibu bekerja dan 1 orang tidak bekerja. Tujuan PenelitianTujuan PenelitianTujuan PenelitianTujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara pekerjaan dengan partisipasi ibu hamil mengikuti senam hamil. MMMMETODE PENELITIANETODE PENELITIANETODE PENELITIANETODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Besar

populasi pada penelian adalah 60 orang, dan besar sampel 28 orang yang dipilih secara non probability dengan teknik pengambilan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data selanjutnya dianalisis menggunakan uji Chi-Square yang dilanjutkan dengan uji Eksak Fisher.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 1 dijelaskan bahwa dari 28 responden, sebagian besar (53,57%) adalah ibu hamil yang bekerja.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Hamil

di URJ Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tanggal 19 April – 21 Mei 2010

PekerjaanPekerjaanPekerjaanPekerjaan FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase Bekerja

Tidak Bekerja 15 13

53,57 46,43

JumlahJumlahJumlahJumlah 28282828 100100100100

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan terutama untuk menunjang terhadap kehidupan dan keluarganya (Notoatmodjo, 2003). Faktor yang mempengaruhi pekerjaan adalah faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seorang istri harus bekerja karena harus membantu suami dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, seorang istri bekerja karena merasa dirinya berguna dan eksistensi dirinya lebih baik untuk mengaktulisasikan diri; selain itu seorang ibu bekerja juga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu semua ibu di lingkungannya bekerja. Tujuan bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mencari nafkah, dan meningkatkan karir (Marx, 2007).

Seseorang bekerja dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli makanan, pakaian dan keperluan hidup lainnya. Meningkatnya krisis ekonomi membuat seseorang untuk berlomba-lomba bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, tidak peduli meskipun sedang hamil. Selain itu, bekerja merupakan usaha manusia untuk membuktikan dirinya bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bekerja dapat merealisasikan apa yang ada dalam pikirannya serta dapat mengabdikan dirinya di masyarakat, dan merasa dirinya bermanfaat di lingkungannya. Faktor lain yang mempengaruhi pekerjaan adalah lingkungan, karena sebagian besar ibu bekerja sehingga ibu hamil juga terinspirasi untuk bekerja.

Seiring dengan kemajuan teknologi, tidak hanya seorang suami yang harus bekerja namun tidak menutup kemungkinan seorang istri juga bekerja. Manusia berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya agar tetap bisa bertahan hidup. Dengan bekerja, manusia akan menjadi makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, selanjutnya

Page 28: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 24

manusia dapat mengembangkan dirinya untuk mengapresiasikan seni dan bakatnya sehingga dapat meningkatkan prestasi kerjanya.

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 28 responden, sebagian besar (64,28%) tidak pernah mengikuti senam hamil.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Partisipasi Ibu Mengikuti Senam Hamil Di URJ Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya tanggal 19 April – 21 Mei 2010

Partisipasi Mengikuti Senam HamilPartisipasi Mengikuti Senam HamilPartisipasi Mengikuti Senam HamilPartisipasi Mengikuti Senam Hamil FrekuensiFrekuensiFrekuensiFrekuensi PersentasePersentasePersentasePersentase Mengikuti senam hamil

Tidak mengikuti senam hamil 10 18

35,71 64,29

JumlahJumlahJumlahJumlah 28282828 100100100100

Partisipasi berasal dari bahasa latin partisipare yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia mengambil bagian atau turut serta (Rohman, Putra, Riansyah, dkk, 2009). Menurut Arnstein, terdapat 3 tingkatan partisipasi yaitu, 1) Citizen Power; pada tingkatan ini masyarakat berpartisipasi pada sebuah kegiatan mulai dari awal sampai akhir, 2) Tokeni; pada gradasi ini masyarakat tidak mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir, tetapi mengikuti kegiatan pada saat-saat tertentu saja ataupun hanya sekali mengikuti kegiatan, 3) Nonparticipation; yang merupakan gradasi terendah menurut Arnstein. Pada tingkatan ini masyarakat tidak ikut serta pada sebuah kegiatan.

Partisipasi mengandung berbagai pengertian. Seseorang dikatakan berpartisipasi jika seseorang tersebut pernah mengikuti suatu kegiatan meskipun hanya sekali. Sebaliknya seseorang dikatakan tidak berpartisipasi jika orang tersebut tidak pernah mengikuti suatu kegiatan. Begitu pula dengan ibu hamil yang dikatakan berpartisipasi mengikuti senam hamil adalah ibu hamil yang pernah mengikuti senam hamil, baik mengikuti senam hamil secara teratur, maupun hanya sekali mengikuti senam hamil. Sedangkan ibu hamil yang tidak berpartisipasi mengikuti senam hamil adalah ibu hamil yang tidak pernah mengikuti senam hamil.

Faktor yang mempengaruhi partisipasi ibu mengikuti senam hamil adalah kurangnya pengetahuan, kesibukan bekerja, rasa malas, tidak percaya diri dan banyaknya anak yang membuat ibu sibuk merawat anaknya (Gaffar, 2009).

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pada kelompok ibu bekerja sebagian besar (86,67%) tidak mengikuti senam hamil, sedangkan pada kelompok ibu tidak bekerja sebagian besar (61,54%) mengikuti senam hamil.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Partisipasi Senam Hamil Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu di URJ Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tanggal 19 April – 21 Mei 2010

Partisipasi Senam HamilPartisipasi Senam HamilPartisipasi Senam HamilPartisipasi Senam Hamil JumlahJumlahJumlahJumlah

%%%% Mengikuti Mengikuti Mengikuti Mengikuti

Senam HamilSenam HamilSenam HamilSenam Hamil %%%% Tidak Mengikuti Tidak Mengikuti Tidak Mengikuti Tidak Mengikuti

Senam HamilSenam HamilSenam HamilSenam Hamil %%%%

Status Status Status Status PekerjaanPekerjaanPekerjaanPekerjaan

BekerjaBekerjaBekerjaBekerja 2 13,33 13 86,67 15 100 Tidak BekerjaTidak BekerjaTidak BekerjaTidak Bekerja 8 61,54 5 38,46 13 100

JumlahJumlahJumlahJumlah 10101010 35,7135,7135,7135,71 18181818 64,4964,4964,4964,49 28282828 100100100100

Chi-Square Test memperoleh nilai p = 0,0111 dengan α= 0,05; sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara pekerjaan dengan partisipasi ibu mengikuti senam hamil. Menurut Wasistiono (2001), salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang tidak berpartisipasi adalah karena kesibukan pribadi dan banyak hal yang harus dikerjakan. Brayshaw (2007), menyatakan bahwa kesibukan bekerja, mengasuh anak, dan kemajuan teknologi membuat ibu hamil lebih memilih di rumah untuk menonton TV daripada mengikuti senam hamil. Seseorang yang sibuk tidak akan dengan mudahnya mengikuti kegiatan tertentu jika banyak hal yang harus dikerjakan. Salah satu kesibukan tersebut

Page 29: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 25

adalah pekerjaan. Wanita yang bekerja pasti akan sibuk dengan pekerjaan. Sebagian besar waktu digunakan untuk bekerja sehingga tak sempat untuk melakukan kegiatan lain.

Pekerjaan merupakan salah satu faktor penyebab ibu hamil tidak berpartisipasi mengikuti senam hamil. Tuntutan ekonomi membuat ibu hamil giat bekerja agar mampu memenuhi kebutuhan hidup, mencari makan dan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Berbagai macam pekerjaan dilakukan, seperti berjualan di pasar, menjadi pembantu rumah tangga, dan ada pula sebagai buruh pabrik. Selain itu, tuntutan karir juga mendorong ibu hamil untuk giat bekerja, karena dengan bekerja dapat menuangkan apresiasi seni dan bakatnya sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja. Meningkatnya prestasi kerja akan meningkatkan pula jabatan dan gaji seseorang. Ibu hamil yang berkarir dapat mengembangkan dirinya, hal tersebut membuat ibu hamil semakin tidak memiliki banyak waktu luang untuk mengikuti senam hamil.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian ini adalah: 1. Sebagian besar ibu hamil adalah bekerja 2. Sebagian besar ibu hamil tidak berpartisipasi mengikuti senam hamil 3. Ada hubungan antara pekerjaan dengan partisipasi ibu hamil mengikuti senam hamil.

Diharapkan ibu hamil dapat lebih menekankan latihan senam hamil, sehingga senam hamil tidak hanya dapat dilakukan di tempat pelayanan kesehatan, tetapi juga dapat dilakukan di rumah.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Bandiyah, S. 2009. Kehamilan, Persalinan, dan Gangguan Kehamilan. Yogyakarta:Nuha Medika

Brayshaw, E. 2007. Senam Hamil Dan Nifas Pedoman Praktis Bidan. Jakarta:EGC Gaffar. 2009. Senam Hamil.www.senamhamil15.110mb.com (diakses 16 Maret 2010) Hidayat, AA. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta :

Salemba Medika Indiarti, MT. 2008. Senam Hamil Dan Balita. Yogyakarta:Cemerlang Publishing Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta Marx, K. 2007. Konsep Pekerjaan Menurut Marx, www.Konsep-pekerjaan-menurut-

marx.html (diakses 23 Maret 2010) Mufdlilah, 2009. Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Yogyakarta:Nuha Medika Nabila, 2009. Macam-macam Usaha Manusia Untuk Memenuhi

Kebutuhannya.http://www7aclass-7a.blogspot.com/2009/08/macam-macam-usaha-manusia-untuk.html (diakses 23 Maret 2010)

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:PT. Rineka Cipta _________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Nursalam, 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.

Rohman A, Putra Faktor, Riansyah L, dkk, 2009. Politik, Partisipasi, dan Demokrasi Dalam Pembangunan. Malang:Averroes Press

Salmah, Rusmiati, Maryanah, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta:EGC Saminem. 2008. Asuhan Kebidanan kehamilan Normal. Jakarta:EGC Wasistiono, 2001. Psikologi Sosial. One.indoskripsi.com. (diakses 23 Maret 2010)

Page 30: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 26

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN LETAK SUNGSANGKARAKTERISTIK IBU BERSALIN LETAK SUNGSANGKARAKTERISTIK IBU BERSALIN LETAK SUNGSANGKARAKTERISTIK IBU BERSALIN LETAK SUNGSANG DI RUMAH SAKIT IBU DAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK NYAI AGENG PINATIH GRESIKANAK NYAI AGENG PINATIH GRESIKANAK NYAI AGENG PINATIH GRESIKANAK NYAI AGENG PINATIH GRESIK

Sri RatnawatiSri RatnawatiSri RatnawatiSri Ratnawati****, , , , Netti Herlina*, Nur Lissa Ummami **Netti Herlina*, Nur Lissa Ummami **Netti Herlina*, Nur Lissa Ummami **Netti Herlina*, Nur Lissa Ummami **

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Angka kejadian letak sungsang jika dihubungkan dengan paritas ibu, bahwa kejadian terbanyak adalah pada ibu multigravida. Studi pendahuluan di RSIA Nyai Ageng Pinatih didapatkan 111 ibu bersalin letak sungsang pada periode bulan Maret 2010 sampai dengan Februari 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendiskripsikan (memaparkan) karakteristik ibu bersalin dengan letak sungsang. Sampel penelitian diambil dengan teknik total sampling sejumlah 111 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar pengumpul data bentuk format isian; dan data didapatkan dari rekam medik ibu bersalin letak sungsang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 111 ibu bersalin letak sungsang di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik 76 (68,48%) berusia 20 – 35 tahun, 53 (47,75%) multipara, 82 (73,88%) pendidikan SMA/SMK/MA,dan 76 (68,47%) tidak bekerja. Disimpulkan bahwa sebagian besar ibu bersalin letak sungsang berusia 20–35 tahun, multiparitas, berpendidikan SMA/SMK/MA, dan tidak bekerja. Saran yang diberikan pada bidan diharapkan dapat menjalankan perannya lebih optimal sebagai konselor dan edukator, dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jenis penelitian analitik.

Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Letak sungsang, usia, paritas, pendidikan, pekerjaan *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan **= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 sebanyak 8 butir ditargetkan akan dapat tercapai pada tahun 2015. Dari 8 poin yang ditargetkan terdapat 4 butir yang membahas upaya kesehatan yakni mengentaskan kemiskinan dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, dan memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular. Beberapa tujuan telah tercapai yakni angka kematian anak AKA 34/1000 kelahiran hidup, prevalensi gizi kurang pada anak balita 18,00%, sedangkan angka kematian ibu masih tetap tinggi yaitu 228/100.000. Mengingat target pencapaian MDGs tahun 2015 tentang angka kematian ibu yaitu 102/100.000 kelahiran hidup yang masih perlu ditingkatkan (Depkes 2008). Data Dinas Kesehatan Kota Gresik pada survey tahun 2009 didapatkan AKI 37,34 per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2010 105,91 per 100.000 kelahiran hidup. Dari data dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan AKI dari tahun 2009 ke 2010 yaitu sebesar 68,57 per 100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan data dari RSIA Pinatih Gresik tahun 2010 didapatkan jumlah persalinan sebanyak 2.263 dan kasus persalinan dengan letak sungsang sebanyak 111 orang (4,90%). Terdiri dari pervaginam 50 orang (45,04%), dan persalinan secara seksio sesarea 61 orang (54,95%). Menurut data yang diperoleh dari rekam medik tahun 2010, didapatkan 23 orang (20,72%) dari ibu bersalin letak sungsang adalah primigravida, sedangkan 76 (68,46%) dari ibu bersalin letak sungsang adalah multigravida, dan 12 (10,81%) dari ibu bersalin letak sungsang adalah grandemulti.

Sebaiknya persalinan letak sungsang dapat dideteksi lebih dini pada kehamilan preterm. Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak juga tidak begitu baik, maka usahakan merubah posisi janin. Pada proses persalinan dengan malposisi atau malpresentasi dapat mengakibatkan persalinan lama atau persalinan macet (David, 2008).

Page 31: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 27

Melihat data dari Dinkes Kota Gresik tentang tingginya angka kematian ibu dan data persalinan letak sungsang yang menjadi urutan ketiga kejadian terbesar di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik, maka peneliti tertarik untuk meneliti kejadian letak sungsang dari faktor karakteristik ibu, yang diharapkan terjadi penurunan kejadian letak sungsang yang masih menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu bersalin.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah diskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan sejelas mungkin tentang karakteristik ibu bersalin letak sungsang. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu Bersalin dengan letak sungsang yang melahirkan di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik pada bulan Maret 2010–Februari 2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin dengan letak sungsang di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik bulan Maret 2010-Februari 2011.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik usia ibuKarakteristik usia ibuKarakteristik usia ibuKarakteristik usia ibu

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Ibu Bersalin Letak Sungsang di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik 29 Juni–25 Juli 2011.

UsiaUsiaUsiaUsia Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n) Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)

<20 tahun 11 9,90

20 – 35 tahun 76 68,41

>35 tahun 24 21,62

JumlahJumlahJumlahJumlah 111111111111 100,00100,00100,00100,00

Berdasarkan Tabel 1 diketahui sebagian besar ibu (68,48%) berusia 20–35 tahun. Pada umur <20 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang sempurna sehingga meningkatkan risiko perdarahan post partum, sedangkan pada umur >35 tahun wanita mengalami perubahan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi (Rochjati, 2003).

Usia 20–35 tahun adalah masa reproduksi sehat, hal ini tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, pada penelitian didapatkan (68,48%) ibu besalin letak sungsang berusia 20–35 tahun. Melihat bahwa sebenarnya persalinan letak sungsang dapat dideteksi lebih dini, apabila ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan rutin. Bidan akan memantau keadaan dan tumbuh kembang janin dalam kandungan, sehingga apabila letak bayi sungsang pada usia kehamilan preterm masih dapat diberikan konseling pada ibu, misalnya dengan menganjurkan ibu untuk sujud.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Paritas Ibu bersalin Letak Sungsang di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik 29 Juni–25 Juli 2011

Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya

ParitasParitasParitasParitas Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n) Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)

Primipara 46 41,44

Multipara 53 47,75

Grandemultipara 12 10,81

JumlahJumlahJumlahJumlah 111111111111 100,00100,00100,00100,00

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu (47,75) adalah multipara. Faktor ibu yang dapat mempengaruhi persalinan letak sungsang selain faktor paritas adalah faktor penyakit penyerta ibu, misalnya ibu hamil dengan penyakit diabetes, ibu dengan disproporsi pelvik, riwayat pernah melahirkan bayi besar, keabnormalan pada uterus,

Page 32: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 28

panggul sempit. Pemeriksaan kehamilan yang teratur dapat mendeteksi kelainan pada kehamilan atau keluhan lain yang mungkin, terutama pada usia preterm, sehingga bidan dapat memberikan konseling, serta bidan dapat merencanakan dan dapat mendiskusikan dengan ibu kemungkinan terjadinya komplikasi, sehingga pada saat persalinan, bidan, ibu, dan keluarga sudah siap terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi.

Berdasarkan pendidikan ibu bersalin di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik 29 Juni–25 Juli 2011, terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Bersalin Letak Sungsang di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik 29 Juni–25 Juli 2011

PendidikanPendidikanPendidikanPendidikan Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n) Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)

SD-SMP 24 21,62

SMA/SMK/MA 82 73,88

Perguruan Tinggi 5 4,50

JumlahJumlahJumlahJumlah 111111111111 100,00100,00100,00100,00

Tampak bahwa hampir seluruh ibu bersalin letak sungsang (73,88%) berpendidikan SMA/SMK/MA. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula tingkat penerimaan seseorang tersebut dalam menerima sebuah informasi. Pada kejadian letak sungsang, pendidikan tidak secara langsung mempengaruhi tingginya angka kejadian, namun mungkin ada faktor lain yang berpengaruh, misalnya lingkungan dan perilaku. Pada ibu dengan pendidikan baik, apabila tinggal pada lingkungan tempat tinggal yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan, maka ibu akan cenderung malas untuk melakukan pemeriksaan pada kehamilanya dan ibu yang memiliki perilaku yang kurang peduli terhadap kehamilanya maka bidan tidak akan dapat melakukan deteksi dini terhadap kehamilanya, sehingga kemungkinan terjadinya potensi risiko pada ibu dan bayi saat persalinan akan semakin tinggi.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Bersalin Letak Sungsang di RSIA Nyai Ageng Pinatih Gresik 29 Juni–25 Juli 2011

Jenis PekerjaanJenis PekerjaanJenis PekerjaanJenis Pekerjaan Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n)Jumlah (n) Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%)Persentase (%) Bekerja : -Swasta -Wira-swasta -TNI / POLRI/ PNS

18 10 7

16,21 9,00 6,30

Tidak Bekerja 76 68,47 JumlahJumlahJumlahJumlah 111111111111 100,00100,00100,00100,00

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin letak sungsang (68,47%) tidak bekerja. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, boleh mempunyai anak banyak karena mampu memenuhi kebutuhan hidup (Suparyanto, 2011). Masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari memiliki waktu yang lebih sedikit untuk memperoleh informasi. Tergambar pada hasil penelitian bahwa sebagian besar ibu bersalin letak sungsang adalah tidak bekerja, padahal dalam teori menyebutkan bahwa ibu yang bekerja akan memiliki waktu yang sedikit untuk menerima informasi, dalam hal ini mungkin ada faktor lain yang dapat mempengaruhinya.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah bahwa sebagian besar ibu bersalin letak sungsang berusia 20 – 35 tahun, multiparitas, berpendidikan SMA/SMK/MA, dan tidak bekerja. Selanjutnya diajukan saran: 1) Diharapkan bidan di Poli Hamil RSIA Nyai Ageng Pinatih menjalankan perannya lebih optimal sebagai konselor dan edukator dalam memberikan

Page 33: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 29

penyuluhan tentang pentingnya Antenatal Care, 2) Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan berupa jenis penelitian analitik, untuk memperoleh simpulan yang lebih mendalam

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Alimul A.H. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Jakarta:

Salemba Medika. Asrinah, Shinta, Dewie, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta:

Graha Ilmu. Boyle Mauren. 2008.Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC David, Liu T.Y (ed). 2008.Manual Persalinan. Jakarta: EGC Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Dinkes Provinsi Jawa Timur 2009,AKI. http/www.google.com, 01-04-2010, 10.00 WIB. Dinkes Kota Surabaya. 2009. AKI dan Jumlah Persalinan, Rekap Laporan tahun 2009,

Surabaya Hacker/Moore. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC Mamik. 2011. Metode Penelitian Kesehatan dan Kebidanan.Surabaya:Prins Media Manuaba, I.A Chandranita.,I.G.B Fajar Manuaba, dan I.G.B.Manuaba. 2008. Gawat-

Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC

Manuaba, I.G.B. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Mochtar, R. 2005. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Jilid I, Edisi 2. Jakarta:EGC Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam dan Pariani. 2001.Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawata, Jakarta :

Sagung Seto Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Oxorn Harry. 2003. Ilmu Kebidanan Patologi Fisiologi dan Persalinan. Jakarta:Yayasan

Essentia Medica. Saifudin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBPSP Abdul

Bari S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBPSP

Sarwono P. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:Alfabeta Susan Klein, dan Fiona Thompson. 2008. Panduan Lengkap Kebidanan,

Yogyakarta:Palmall Triono S. 2005. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jatim Tahun 2005.

Jakarta:Departemen Kesehatan R.I. Wylie L., Helen Bryce. 2010. Manajemen Kebidanan Gangguan Medis Kehamilan dan

Persalinan. Jakarta:EGC. Wiknjosastro. (Ed.). 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Wiknjosastro. (Ed.). 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Page 34: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 30

PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURUPENGARUH PERAWATAN METODE KANGURUPENGARUH PERAWATAN METODE KANGURUPENGARUH PERAWATAN METODE KANGURU TERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH BAYI BARU LAHIRTERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH BAYI BARU LAHIRTERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH BAYI BARU LAHIRTERHADAP PENINGKATAN SUHU TUBUH BAYI BARU LAHIR

(Di Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Koesma Tuban)(Di Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Koesma Tuban)(Di Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Koesma Tuban)(Di Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Koesma Tuban) Sri Utami*, Sudjiliswati**Sri Utami*, Sudjiliswati**Sri Utami*, Sudjiliswati**Sri Utami*, Sudjiliswati**

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Metode kanguru adalah cara perawatan yang baik bagi transisi untuk mulai beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin, termasuk bayi dengan berat lahir cukup. Karena metode ini adalah salah satu metode tehnologi tepat guna yang sederhana, murah dan sangat dianjurkan untuk perawatan bayi baru lahir. Metode ini tidak hanya sekedar menggantikan peran inkubator, namun juga memberikan berbagai keuntungan yang tidak dapat diberikan inkubator. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir di RSUD dr. Koesma Tuban.

Populasi penelitian Non Randomized Control Group Pre Post Test Design ini adalah seluruh bayi baru lahir di RSUD dr. Koesma Tuban pada bulan April. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Variabel independen penelitian adalah perawatan metode kanguru, sedangkan variabel dependen adalah peningkatan suhu bayi baru lahir (diukur dengan menggunakan termometer aksilar merk One Med). Data dianalisis dengan Independent Samples T-Test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Hasil penelitian adalah: seluruh bayi pada pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan suhu, dengan rerata peningkatan 0,80C. Pada kelompok kontrol, dari 22 bayi hanya 10 yang mengalami peningkatan suhu, dengan rerata peningkatan 0,10C. Hasil Independent Samples T-Test, adalah p= 0,001 (p<0,05) maka H0 ditolak berarti ada perbedaan peningkatan suhu tubuh antara kelompok perlakukan dan kelompok kontrol.

Disimpulkan bahwa ada pengaruh perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu tubuh bayi baru lahir.Disaran agar: 1) masyarakat agar berlatih menerapkan metode kanguru pada bayi baru lahir, 2) rumah sakit menggunakan metode kanguru sebagai upaya yang efektif dan efesien untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir dan menyediakan ruang rawat gabung, 3) profesi kesehatan menyebarluaskan metode kanguru untuk mencegah terjadinya hipotermi baik kepada tenaga bidan maupun pada masyarakat melalui penyuluhan –penyuluhan atau pelatihan, 4) peneliti meneliti lebih lanjut tentang tingkat efektifitas perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu tubuh bayi baru lahir bila dibandingkan dengan menggunakan inkubator atau metode yang lain.

Kata kunci: metode kanguru, bayi baru lahir *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan **= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang

Berdasarkan data WHO, di Indonesia sebanyak 100.454 bayi 0-28 hari (neonatal) meninggal setiap tahun. Ini berarti 275 neonatal meninggal setiap hari, atau lebih kurang 184 neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap 1 jam ada 8 bayi neonatal dini meninggal, atau setiap 7,5 menit 1 bayi neonatal dini meninggal. (Kokom, 2007). Kematian neonatal dini lebih banyak disebabkan secara langsung karena asfiksia, infeksi (sepsis dan infeksi saluran pernafasan) dan hipotermia (Kokom, 2007).

Bayi segera setelah lahir kemungkinan akan mengalami hipotermia selama 24 jam berikutnya. Mekanisme penurunan suhu pada bayi baru lahir yaitu segera setelah dilahirkan, suhu akan turun. Bayi yang masih basah bisa kehilangan panas cukup banyak untuk membuat suhu tubuh turun sebanyak 2-4 oC. Karena dalam keadaan basah, maka bayi tersebut akan kehilangan sebagian besar panas tubuhnya melalui penguapan

Page 35: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 31

(evaporasi) dari permukaan kulit yang basah, persentuhan dengan benda-benda yang dingin (konduksi), persentuhan dengan udara dingin (konveksi), atau persentuhan dengan benda-benda yang bersuhu lebih rendah di sekitarnya (radiasi) (WHO, 1996).

Penurunan suhu pada bayi tersebut terjadi pada menit-menit ke 10-20 setelah kelahiran. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk menghasilkan panas yang cukup untuk mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran. Selain itu suhu dingin dan luar permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya yang kecil serta kepalanya yang secara proporsional lebih besar, juga menyebabkan turunnya suhu (WHO, 1993).

Dampak dari hipotermia biasanya sangat parah. Bayi baru lahir dengan hipotermia akan menderita hipoglycemia (gula darah rendah) serta asidosis metabolik, sebab mereka mencoba menghasilkan panas guna mempertahankan suhu tubuhnya. Hipoglycemia berat akan menyebabkan kegawatan pernafasan serta penggumpalan darah yang abnormal. BBL yang menderita cedera dingin dan hipotermia akan menghadapi resiko yang lebih tinggi lagi terkena infeksi, penguningan (jaundice), serta pulmonaria hemorrhage (perdarahan paru-paru). BBL dengan hipotermia akan lebih besar kemungkinannya meninggal dibanding dengan BBL yang tidak mengalami hipotermia. (WHO, 1993)

Salah satu cara untuk mencegah bayi meninggal akibat berat badan rendah dan hipotermi adalah dengan menggunakan metode kangguru yaitu melaksanakan kontak kulit antara ibu dan bayi. Metode kanguru merupakan cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu kehangatan, air susu ibu, perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan dan kasih sayang.

Sebuah penelitian pernah dilakukan di Afrika Selatan , para ahli meneliti selama 10 tahun dan didapatkan hasilnya kematian bayi akibat berat badan rendah turun sekitar 30 sampai 50 persen dengan metode kangguru ini. Menurut Duran et.al (1997) bahwa telah dilakukan penelitian mengenai keuntungan metode kanguru terhadap suhu tubuh didapatkan hasil bahwa satu jam setelah dilakukan kontak kulit ibu dan bayinya terjadi cold stress pada bayi prematur, selain itu dengan metode kanguru hipotermi dapat dicegah temperatur lebih stabil, serta mengurangi hilangnya panas tubuh (Ludington, 1998)

Menurut Makhoul (2004) metode kanguru merupakan salah satu cara perawatan yang baik bagi transisi untuk mulai beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterin, termasuk bayi dengan berat lahir cukup. Karena metode ini adalah salah satu metode teknologi tepat guna yang sederhana, murah dan sangat dianjurkan untuk perawatan bayi baru lahir. Metode ini tidak hanya sekedar menggantikan peran inkubator, namun juga memberikan berbagai keuntungan yang tidak dapat diberikan inkubator (Sarwono, 2003).

Namun belum semua rumah sakit melaksanakan perawatan metode kanguru (PMK) sebagai upaya mengurangi hipotermi pada bayi baru lahir. Salah satunya adalah Rumah Sakit Koesma Tuban. Hal ini disebabkan karena petugas masih belum terbiasa dengan PMK dan masih meragukan hasil perawatan metode kangguru dalam menjaga stabilitas suhu tubuh bayi baru lahir dengan dibandingkan dengan perawatan dalam inkubator.

Dari 7 perawat di Ruang Neonatus hanya 1 orang yang sudah pernah mengikuti pelatihan metode kanguru, sedangkan kejadian bayi BBLR, infeksi, prematur dan hipotermi mengalami peningkatan. Rasio jumlah tenaga perawat dengan jumlah pasien adalah 1:8. SK Menkes No.262/MENKES/PER/VIU/1979 tentang penetapan jumlah tenaga perawat dengan jumlah pasien untuk rumah sakit tipe C dengan jumlah pasien dan derajat ketergantungan yaitu 1:1. Melihat jumlah perawat yang kurang, seharusnya RSUD dr. R. Koesma menerapkan metode kanguru atau rawat gabung yang dapat memberdayakan ibu, keluarga dalam perawatan bayinya, karena metode kanguru merupakan salah satu pendekatan yang cukup mudah, murah, dapat digunakan dalam meningkatkan perawatan pada neonatus, meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi, serta dapat menurunkan beban biaya perawatan pada bayi baru lahir di rumah sakit.

Page 36: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 32

Rumusan MasalahRumusan MasalahRumusan MasalahRumusan Masalah Apakah ada pengaruh penerapan metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi

baru lahir di RSUD dr. Koesma Tuban?

Tujuan Tujuan Tujuan Tujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh perawatan metode kanguru terhadap

peningkatan suhu bayi baru lahir di RSUD dr. Koesma Tuban.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Penelitia di RSUD dr. R. Koesma Tuban selama bulan Nopember 2009–Juni 2010 ini menerapkan rancangan Non Randomized Control Group Pre Post Test Design. Populasi adalah seluruh bayi baru lahir di RSUD dr. Koesma Tuban pada bulan April, dengan perkiraan 50 bayi. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi: bayi baru lahir spontan, ibu bayi bersedia untuk diteliti, serta ibu dan bayi tidak dalam kondisi sakit. Variabel independen penelitian adalah perawatan metode kanguru (setelah lahir dilakukan pemotongan tali pusat, dikeringkan, diukur suhu selama 5–10 menit sambil diberi selimut, kemudian bayi dilakukan penerapan metode kanguru selama 15 menit). Sedangkan variabel dependen adalah peningkatan suhu bayi baru lahir (diukur dengan menggunakan termometer aksilar merk One Med). Data dianalisis dengan Independent Samples T-Test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN

Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir pada Kelompok Perlakuan Di Ruang Neonatus RSUD dr. R Koesma Tuban pada bulan April 2010

No No No No Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan Kelompok KontrolKelompok KontrolKelompok KontrolKelompok Kontrol Pre (Pre (Pre (Pre (0000C)C)C)C) Post (Post (Post (Post (0000C)C)C)C) KeteranganKeteranganKeteranganKeterangan Pre (Pre (Pre (Pre (0000C)C)C)C) Post (Post (Post (Post (0000C)C)C)C) KeteranganKeteranganKeteranganKeterangan

1 36 36,8 Meningkat 36,2 36,2 Tetap 2 36,2 37,2 Meningkat 36,4 36,4 Tetap 3 36,5 37 Meningkat 35,5 36 Meningkat 4 36,4 37,2 Meningkat 36,5 36,5 Tetap 5 36,5 37 Meningkat 36,4 36,6 Meningkat 6 36 36,6 Meningkat 36,2 36,2 Tetap 7 36,4 37 Meningkat 36,4 36,4 Tetap 8 36 37,1 Meningkat 35,8 36,1 Meningkat 9 36,2 36,8 Meningkat 36,4 36,5 Meningkat

10 36 36,7 Meningkat 36 36,2 Meningkat 11 36,2 37,4 Meningkat 36,9 36,9 Tetap 12 36,4 37,3 Meningkat 36,3 36,5 Meningkat 13 36 37 Meningkat 36,5 36,5 Tetap 14 36,2 37,4 Meningkat 36,3 36,5 Meningkat 15 36 36,6 Meningkat 36,4 36,4 Tetap 16 36,2 36,8 Meningkat 36,5 36,5 Tetap 17 36 37,2 Meningkat 36,3 36,5 Meningkat 18 36,4 37 Meningkat 36,4 36,4 Tetap 19 36,2 37,4 Meningkat 36,9 36,9 Tetap 20 36 37,2 Meningkat 36,1 36,2 Meningkat 21 36 37 Meningkat 36,5 36,5 Tetap 22 36,2 36,9 Meningkat 36,1 36,2 Meningkat

RerataRerataRerataRerata 36,1836,1836,1836,18 37,0237,0237,0237,02 36,3136,3136,3136,31 36,4136,4136,4136,41

Page 37: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 33

Distribusi suhu tubuh bayi baru lahir pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Diketahui bahwa pada kelompok perlakuan seluruh bayi (100%) mengalami peningkatan suhu tubuh setelah diberikan perawatan metode kanguru. Rerata peningkatan suhu tubuh adalah 0,80C. Sedangkan pada kelompok kontrol, dari 22 bayi hanya 10 bayi yang mengalami peningkatan suhu. Rerata peningkatan suhu adalah 0,10C.

Hasil Independent Samples T-Test adalah p =0,001 (p<0,05) maka H0 ditolak berarti ada perbedaan peningkatan suhu tubuh antara kelompok perlakukan dan kelompok kontrol. Dengan demikian ada pengaruh perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu tubuh.

Tabel 2. Perbandingan Peningkatan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir

Pre dan Post Perawatan Metode Kanguru antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Di ruang Neonatus RSUD dr. R Koesma Tuban pada Bulan April 2010

No No No No Kelompok PerlakuanKelompok PerlakuanKelompok PerlakuanKelompok Perlakuan Kelompok KontrolKelompok KontrolKelompok KontrolKelompok Kontrol 1 0,8 0 2 1 0 3 0,5 0,5 4 1,2 0 5 0,5 0,2 6 0,6 0 7 0,6 0 8 1,1 0,2 9 0,6 0,1

10 0,7 0,2 11 1,2 0 12 1,1 0,2 13 1 0 14 1,2 0,2 15 0,6 0 16 0,6 0 17 1,2 0,2 18 0,6 0 19 1,2 0 20 1,2 0,1 21 1 0 22 0,7 0,1

Rerata Rerata Rerata Rerata 0,80,80,80,8 0,10,10,10,1

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Rerata peningkatan suhu tubuh pada bayi yang diberi perawatan metode kanguru adalah 0,80C. Menurut Prawirohardjo (2002), prinsip perawatan metode kanguru ini adalah ibu diidentikkan sebagai kanguru yang dapat mendekap bayinya secara seksama, dengan tujuan mempertahankan suhu tubuh bayi secara optimal (36,5–37,5 oC). Suhu yang optimal ini diperoleh dengan adanya kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibunya secara kontinu. Perawatan metode kanguru ini dapat berfungsi sebagai host atau indung bagi bayi, sehingga dalam pelaksanaannya keterlibatan ibu sangat berperan aktif, dimulai sejak awal sebagai pemberi pelayanan untuk bisa memenuhi kebutuhan fisik dan emosionalnya,

Page 38: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 34

yang pada akhirnya hal tersebut dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kemampuan hidup bayi dan mengembangkan kualitas hidupnya.

Kenaikan suhu tubuh tertinggi mencapai 37,40C yang disebabkan oleh kontak kulit ibu dan bayi,,,, yaitu kontak kulit dada bayi dengan dada ibu. Dengan demikian, kulit bayi bisa langsung merasakan kehangatan kulit ibu. Kontak ini pun akan membantu menjaga suhu dan proses oksigenasi tubuh bayi.

Pada kelompok tanpa perawatan metode kanguru rerata peningkatan suhu hanya 0,10C. WHO (1993) memaparkan bahwa penurunan suhu pada bayi baru lahir terjadi pada menit-menit ke 10-20 setelah kelahiran. Bayi yang masih basah bisa kehilangan panas tubuh yang cukup banyak untuk membuat suhu tubuhnya turun sebanyak 2–4 oC. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk menghasilkan panas yang cukup untuk mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran. Selain itu bayi baru lahir juga akan kehilangan sebagian besar panas tubuhnya melalui peristiwa evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi (WHO, 1993). Sehingga keadaan tersebut di atas bisa menyebabkan bayi mengalami hipotermia, apabila hipotermia ini terjadi maka dibutuhkan penanganan segera agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut dengan cara dilakukan penerapan metode kanguru sesaat setelah bayi lahir, karena cara tersebut dianggap sebagai cara yang paling sederhana dan mudah dilakukan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan suhu pada bayi baru lahir yang hipotermi.

Perawatan metode kanguru berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan suhu tubuh. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Prawirohardjo (2002), bahwa “suhu yang optimal pada bayi baru lahir dapat diperoleh dengan adanya kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibunya secara kontinu”. Oleh karena ibu bayi tersebut merupakan sumber kehangatan yang terbaik. Dikutip dari Ludington (1998) bahwa “Metode kanguru selain dapat meningkatkan kedekatan dan kasih sayang antara orang tua dan bayi, juga dapat meningkatkan kemampuan bayi untuk mencapai suhu badan yang stabil, sehingga dengan metode ini hipotermia dapat dicegah, temperatur lebih stabil, serta mengurangi hilangnya panas tubuh”.

Kontak kulit ke kulit selama beberapa jam pertama setelah lahir bukan hanya merupakan tindakan untuk mencegah hiporthermia, hal itu juga memberikan kehangatan, memungkinkan pemberian ASI secara dini serta mencegah terjadinya hipoglikemia. Bila terjadi hipoglikemia berat akan menyebabkan gagal kegawatan pernafasan serta penggumpalan darah yang abnormal. Jadi BBL dengan hipotermia akan lebih besar kemungkinannya meninggal dibanding BBL yang tidak mengalami hipotermia.

Walaupun dalam penelitian ini didapatkan ada pengaruh perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu tubuh bayi baru lahir, tetapi juga didapatkan 12 bayi baru lahir yang tidak dilakukan perawatan metode kanguru mengalami kenaikan suhu tubuh hal ini bisa disebabkan karena pada saat bayi meninggalkan lingkungan rahim ibu yang hangat, bayi tersebut kemudian masuk ke dalam lingkungan ruang bersalin yang jauh lebih dingin. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, sehingga mendinginkan darah bayi. Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat terdapat di seluruh tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100 %. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi harus menggunakan glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Pengatur panas atau temperatur regulasi terpelihara karena adanya keseimbangan antara panas yang hilang melalui lingkungan, dan produksi panas. Kedua proses ini aktifitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu hipotalamus. Dengan prinsip adanya keseimbangan panas tersebut bayi baru

Page 39: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 35

lahir akan berusaha menstabilkan suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor penyebab hilangnya panas karena lingkungan (Varney 1997).

Untuk mencapai suhu badan yang optimal atau normal pada bayi baru lahir tidak hanya dilakukan dengan cara metode kanguru saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara menghangatkan bayi di dalam inkubator, bayi dikeringkan segera setelah lahir, ataupun dibungkus di dalam kain yang kering dan hangat. Namun demikian metode kanguru merupakan cara yang efektif dan efesien untuk mengoptimalkan suhu bayi. Perawatan metode kanguru memberikan kebaikan dalam segala aspek terutama dalam pertumbuhan dan perkembangan, PMK juga dapat memenuhi kebutuhan asasi bayi baru lahir karena dengan kontak kulit bayi dengan ibu akan mendapatkan panas melalui proses konduksi sehingga suhu tubuh bayi dapat dipertahankan.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu tubuh bayi baru lahir.

Disaran agar: 1) masyarakat agar berlatih menerapkan metode kanguru pada bayi baru lahir, 2) rumah sakit menggunakan metode kanguru sebagai upaya yang efektif dan efesien untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir dan menyediakan ruang rawat gabung, 3) profesi kesehatan menyebarluaskan metode kanguru untuk mencegah terjadinya hipotermi baik kepada tenaga bidan maupun pada masyarakat melalui penyuluhan –penyuluhan atau pelatihan, 4) peneliti meneliti lebih lanjut tentang tingkat efektifitas perawatan metode kanguru terhadap peningkatan suhu tubuh bayi baru lahir bila dibandingkan dengan menggunakan inkubator atau metode yang lain.

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta :

Jakarta. Bennet, V.R. and Brown, L.K (1996). Mayles Textbook For Midwives.12th Edition. Churchill

Livingstone : London. Kokom (2007). Kematian Bayi. Akses Rabu 3 Januari 2007. http://www.goegle.com Lusmilasari, Lely (2004). Perawatan Bayi Lekat Pada BBLR. IPANI : Yogyakarta. Mochtar, Rustam (1998). Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta. Nazir, M (2003). Metode Penelitian. Grasia Indonesia : Jakarta. Notoadmodjo, S (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Salemba

Medika : Jakarta. Prawirohardjo, Sarwono (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. YBP-SP : Jakarta. Prawirohardjo, Sarwono (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal

dan neonatal. YBP-SP : Jakarta. Prawirohardjo, S (2002) Ilmu Kebidanan. YBP-SP : Jakarta. Sastrawinata, Sulaiman (1984). Obstetri Patologi. ELSTAR OFSET : Bandung. Sugiyono (2003). Statistik untuk Penelitian. Alfabeto : Bandung. WHO (1996). Essential Newborn Care. WHO/FRH/MSM/96.13. WHO (1993). Thermal Control Of The Newborn : A Practical Guide. WHO/FHE/MSM/93.2. Varney, H. (1997). Physiological Transition to Extranterine life. 551-559, Varney’s

Midwifery. Tri Edition. Jones and Bartlett, New York

Page 40: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 36

HUBUNGAN PERAN KADER HUBUNGAN PERAN KADER HUBUNGAN PERAN KADER HUBUNGAN PERAN KADER DENGAN DENGAN DENGAN DENGAN KUNJUNGAN BALITA DALAM PELAKSANAAN POSYANDU KUNJUNGAN BALITA DALAM PELAKSANAAN POSYANDU KUNJUNGAN BALITA DALAM PELAKSANAAN POSYANDU KUNJUNGAN BALITA DALAM PELAKSANAAN POSYANDU

(Studi Di Kelurahan Winongo Kecamatan (Studi Di Kelurahan Winongo Kecamatan (Studi Di Kelurahan Winongo Kecamatan (Studi Di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun)Manguharjo Kota Madiun)Manguharjo Kota Madiun)Manguharjo Kota Madiun) Rumpiati*Rumpiati*Rumpiati*Rumpiati*

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Latar Belakang:Latar Belakang:Latar Belakang:Latar Belakang: Posyandu adalah pelayanan diselenggarakan masyarakat dan untuk

masyarakat sedangkan pemerintah hanya menfasilitasi. Di Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun terdapat 3 posyandu, semuanya posyandu aktif, jumlah kader yang ada dan terlatih 26 orang terdiri dari 9 kader Posyandu Sriti I, 8 kader di Posyandu Sriti II, dan 9 kader di Posyandu Sriti III. Dari 26 kader, 17 orang (65,22%) diantaranya adalah kader aktif. Cakupan kunjungan balita ke posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun belum memenuhi target (≥ 80%).

Tujuan: Tujuan: Tujuan: Tujuan: Diketahui hubungan peran kader terhadap kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun.

Metode Penelitian: Metode Penelitian: Metode Penelitian: Metode Penelitian: Jenis penelitian ini analitik dengan desain cross sectional. Variabel dalam penelitian ini variabel independent (variabel bebas) yaitu peran kader dan variabel dependent (variabel tergantung) yaitu kunjungan balita. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability dan teknik quota sampling. Instrumen penelitian ini daftar pertanyaan (kuesioner) dan data sekunder (buku KIA). Jumlah responden 26 orang. Analisa data yang digunakan dengan teknik analisa univariat dan bivariat.

Hasil: Hasil: Hasil: Hasil: Berdasarkan hasil pengolaha data, didapatkan ρ = 0,372 dimana ρ ini lebih dari 0,05. Tidak ada hubungan bermakna antara peran kader posyandu terhadap kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun.

Kesimpulan: SKesimpulan: SKesimpulan: SKesimpulan: Sebagian besar kader pelaksanaan posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun dalam 6 bulan terakhir berjalan aktif aktif, 24 orang (92,307%) dan cakupan kunjungan balita (D/S) meningkat 87,56%. Tidak ada hubungan antara peran kader dengan kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun. Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Kata Kunci: Kader, Posyandu, Kunjungan Balita *= Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang

Posyandu adalah pelayanan diselenggarakan masyarakat dan untuk masyarakat sedangkan pemerintah hanya menfasilitasi. Posyandu telah ditetapkan pemerintah sebagai strategi untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat.(1)

Keberhasilan posyandu tak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihan dan pembinaan keterampilan memadai bagi kader menyebabkan kurangnya pemahaman tugas kader, lemahnya informasi serta koordinasi antara petugas dalam kegiatan posyandu dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kehadiran anak bawah lima tahun (Balita) ke Posyandu. Hal ini juga menyebabkan rendahnya cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita.(1)

Di Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo Kota Madiun terdapat 3 posyandu, semuanya posyandu aktif, jumlah kader yang ada dan terlatih 26 orang terdiri dari 9 kader Posyandu Sriti I, 8 kader di Posyandu Sriti II, dan 9 kader di Posyandu Sriti III. Dari 26

Page 41: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 37

kader, 17 orang (65,22%) diantaranya adalah kader aktif. Cakupan kunjungan balita ke posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun belum memenuhi target (≥ 80%), karena faktor pendidikan, pekerjaan, sikap dan motivasi orang tua yang rendah, sehingga enggan datang ke posyandu serta faktor eksternal, yaitu: sosial budaya, dukungan tokoh masyarakat, peran petugas kesehatan, kader, dan kebijakan pemerintah.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan masalah “Adakah hubungan peran kader terhadap kunjungan Balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun?” Sementara tujuan penelitiannya diketahui hubungan peran kader terhadap kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun.

METODE PMETODE PMETODE PMETODE PENELITIANENELITIANENELITIANENELITIAN

Jenis penelitian ini analitik(2) dengan desain cross sectional. Variabel independent yaitu peran kader dan variabel dependent yaitu kunjungan balita.(2) Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh kader di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun dengan jumlah 26 orang.(4) Sampel diambil dengan teknik non probability(5) yaitu sampling jenuh untuk kader, dan teknik quota sampling untuk balita, kemudian jumlah tersebut dijadikan dasar mengambil sampel unit yang diperlukan.(4)

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner untuk mengetahui peran kader pada pelayanan Posyandu dan data sekunder berupa buku register Balita (buku format II) untuk mengetahui jumlah seluruh balita dan jumlah kunjungan balita (ditimbang/hadir ke posyandu) bulan September 2010-Januari tahun 2011.(1) Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, peneliti mengambil secara acak balita sejumlah 26 orang dan frekuensi kunjungan ke Posyandu mulai bulan September 2010-Januari tahun 2011.

Analisa univariat terhadap variabel peran kader dengan menghasilkan distribusi dan persentase. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat menggunakan tabulasi silang, dengan Chi Square Test.(2) Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2011 di Posyandu Sriti I, II, dan III Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun.

HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian

Posyandu di Kelurahan Winongo ini terdiri dari Posyandu Sriti 1 yang terletak di RW I, Posyandu Sriti II yang terletak di RW II, dan Posyandu Sriti III yang terletak di RW III. Dari 26 kader, sebagian besar (57,69%) berumur ≥ 36 tahun (Gambar 1), 50% memiliki tingkat pendidikan dasar (SD, SMP), sebagian besar (46,15%) bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Gambar 1. Distribusi Umur Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun

11.54%

30.77%57.69%

26-30

31-35

≥ 36

Page 42: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Gambar 2. Distribusi Pendidikan Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun

Gambar 3. Distribusi Pekerjaan Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun Dari Gambar 4 diketahui

sebanyak 15 balita, Posyandu Sriti II 10 Balita uang berumur 13-48 bulan pada II sebanyak 10 balita, dan Posyandu Sriti

Gambar 4. Distribusi Umur

Dari Gambar 5 diketahui bahwa di Posyandu 11,11% tidak aktif, Posyandu Sriti aktif, dan 88,88% kader aktif dan 11,11% tidak aktif Posyandu Sriti

Gambar 5. Distribusi

50%

46.15%

7.69%

0

5

10

15

Sriti I

10

15

0.00%

50.00%

100.00%88.88%

Volume I Nomor 1, Desember 2011

Tunas Riset Kesehatan

Distribusi Pendidikan Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun

Distribusi Pekerjaan Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun

diketahui balita yang berumur 0-12 bulan pada alita, Posyandu Sriti II 10 balita, dan Posyandu Sriti

48 bulan pada Posyandu Sriti I sebanyak 15 Posyandu Sriti III sebanyak 9 balita.

Distribusi Umur Balita di Masing-Masing Posyandu

Gambar 5 diketahui bahwa di Posyandu Sriti I terdapat 88,88% kader aktif dan 11,11% tidak aktif, Posyandu Sriti II 100% kader aktif dan tidak terdapat kader yang tidak aktif, dan 88,88% kader aktif dan 11,11% tidak aktif Posyandu Sriti III

istribusi Peran Kader pada Masing-Masing

42.31%

50%

7.69%

Dasar

Menengah

Tinggi

15.39%

11.54%

19.23%

7.69% PetaniPedagangWiraswastaIbu Rumah Tangga (IRT)Karyawan Swasta

Sriti I Sriti II Sriti III

10 9

15 151213

911

Sriti I Sriti II Sriti III

88.88% 100% 88.88%

11.11% 0% 11.11%

ISSN: 2089-4686

38

Distribusi Pendidikan Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun

Distribusi Pekerjaan Kader Posyandu di Desa Winongo Manguharjo Madiun

12 bulan pada Posyandu Sriti I Posyandu Sriti III sebanyak 9 balita.

riti I sebanyak 15 balita, Posyandu Sriti

Masing Posyandu

terdapat 88,88% kader aktif dan 100% kader aktif dan tidak terdapat kader yang tidak

III.

asing Posyandu

Dasar

Menengah

Tinggi

WiraswastaIbu Rumah Tangga (IRT)Karyawan Swasta

0-12 bln

13-48 bln

49-60 bln

AktifTidak Aktif

Page 43: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Gambar 6. Distribusi P

Berdasarkan Gambar terakhir yang dilakukan diketahui (92,307%) dan 2 orang (7,693%)posyandu di Kelurahan Winongo

Gambar 7. Cakupan kunjungan Balita (D/S) Di Kelurahan Winongo, Manguharjo

Berdasarkan Gambar85,71%, dan Posyandu sriti IIIkunjungan balita (D/S) di Kelurahan Winongo mengalami peningkatan dari tahun 201063,46% menjadi 87,56%.

Gambar 8. Cakupan KDi Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun

Tabel 1 menunjukkan memenuhi target sebanyak 73,1%. Kader Posyandu yang tidak aktif sebanyak 7,7% dan 26,9% balita tidak memenuhi target

Tabel 1. Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Kunjungan BalitaDi Kelurahan Winongo Tahun 2010/2011

Kunjungan BalitaKunjungan BalitaKunjungan BalitaKunjungan Balita

Tidak Memenuhi TargetMemenuhi Target

JumlahJumlahJumlahJumlah

7.69%

0

50

100

Sriti I

60

87.56

Volume I Nomor 1, Desember 2011

Tunas Riset Kesehatan

Peran Kader Posyandu di Kelurahan Winongo

Gambar 6 diperoleh bahwa daftar hadir/absensi kader dalam 6 bulan terakhir yang dilakukan diketahui sebagian besar kehadirannya(92,307%) dan 2 orang (7,693%) tidak aktif. Cakupan kunjungan balita (D/S) pelaksanaan

osyandu di Kelurahan Winongo dari tanggal 08-14 Januari 2011 adalah:

Gambar 7. Cakupan kunjungan Balita (D/S) Di Kelurahan Winongo, Manguharjo

Gambar 7, cakupan D/S di Posyandu Sriti I 89,47%, Posyandu sriti II osyandu sriti III 87,5%. Dari Gambar 8 dalam 6 bulan terakhir ini cakupan

alita (D/S) di Kelurahan Winongo mengalami peningkatan dari tahun 2010

Gambar 8. Cakupan Kunjungan Balita tahun 2010 dan TDi Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun

menunjukkan bahwa peran kader aktif sebanyak 92,3% dan memenuhi target sebanyak 73,1%. Kader Posyandu yang tidak aktif sebanyak 7,7% dan

alita tidak memenuhi target.

Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Kunjungan BalitaDi Kelurahan Winongo Tahun 2010/2011

Kunjungan BalitaKunjungan BalitaKunjungan BalitaKunjungan Balita Peran Peran Peran Peran kaderkaderkaderkader

Tidak AktifTidak AktifTidak AktifTidak Aktif AktifAktifAktifAktif ffff %%%% ffff %%%%

Tidak Memenuhi Target 0 0% 7 26,9% Memenuhi Target 2 7,7% 17 65,4%

2222 7,7%7,7%7,7%7,7% 24242424 92,3%92,3%92,3%92,3%

92.31%

7.69%

Aktif

Tidak Aktif

Sriti I Sriti II Sriti III

6071.11

59.26

89.47 85.71 87.5

D/S (%) 2010

D/S (%) 2011

63.4687.56

D/S 2010 (%)

D/S 2011 (%)

ISSN: 2089-4686

39

osyandu di Kelurahan Winongo Tahun 2011

daftar hadir/absensi kader dalam 6 bulan nya aktif, yaitu 24 orang

alita (D/S) pelaksanaan 14 Januari 2011 adalah:

Gambar 7. Cakupan kunjungan Balita (D/S) Di Kelurahan Winongo, Manguharjo

osyandu Sriti I 89,47%, Posyandu sriti II dalam 6 bulan terakhir ini cakupan

alita (D/S) di Kelurahan Winongo mengalami peningkatan dari tahun 2010:

Tahun 2011

Di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun

bahwa peran kader aktif sebanyak 92,3% dan balita yang memenuhi target sebanyak 73,1%. Kader Posyandu yang tidak aktif sebanyak 7,7% dan

Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Kunjungan Balita

JumlahJumlahJumlahJumlah

ffff %%%% 7 26,9%

19 73,1% 26262626 100%100%100%100%

Tidak Aktif

D/S (%) 2010

D/S (%) 2011

Page 44: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 40

Berdasarkan hasil pengolaha data, maka didapatkan ρ = 0,372 dimana ρ ini lebih dari 0,05 sehingga H1 ditolak, maka tidak ada hubungan bermakna antara peran kader posyandu terhadap kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun. PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Peran kader dalam kegiatan posyandu termasuk aktif sebesar 92,307%. Peran kader yang aktif mununjukkan bahwa kesadaran kader dalam mengabdikan diri untuk kegiatan Posyandu cukup besar, walaupun tanpa imbalan.(7) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang kader dalam pelaksanaan Posyandu, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, pekerjaan, sikap, dan motivasi. Sedangkan Faktor eksternal terdiri dari sosial budaya, dukungan tokoh masyarakat, peran petugas kesehatan, pengaruh keluarga, dan kebijakan pemerintah.(8) Faktor pekerjaan paling mendominasi ketidakaktifan kader posyandu di Kelurahan Winongo.

Dalam 6 bulan terakhir kunjungan balita yang memenuhi target 92,4%. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa kunjungan balita merupakan kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbangkan anaknya secara teratur, serta perwujudan partisipasi masyarakat yang baik.(6) Tingkat kunjungan balita dipengaruhi beberapa faktor presdisposisi, yaitu: pengetahuan, pendidikan, sikap, dan motivasi. Sedangkan faktor pendukung adalah: sosial budaya, tokoh masyarakat, peran kader. Sementara dari faktor pendorong meliputi sikap petugas kesehatan, dan orang tua atau keluarga.(8)

Hasil analisa data di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan posyandu secara keseluruhan sudah berjalan baik. Untuk mengajak masyarakat menghadiri posyandu dengan memaksa serta pendekatan dan pemberian pemahaman pentingnya posyandu, agar kesadaran datang ke posyandu secara berkesinambungan dilakukan dengan cara memberi pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya posyandu. Selain itu petugas puskesmas perlu melakukan pembinaan pembangunan kesehatan masyarakat desa, dan perencanaan terpadu. Sedangkan masyarakat melakukan kegiatan swadaya yang diharapkan adanya kader yang memahami tugas dan fungsinya guna melancarkan tugas di sistem 5 meja. Hal ini dapat berjalan baik jika mendapat dukungan dari lintas sektoral.

Hasil Chi Square Test menunjukkan tak ada hubungan bermakna antara peran kader

dan kuunjungan balita ke posyandu, ditandai ρ = 0,372 (>0,05). Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa kunjungan balita tidak hanya tergantung pada peran kader tetapi dipengaruhi juga oleh motivasi orang tua balita untuk menimbang anaknya secara teratur setiap bulan dan dipengaruhi pula oleh partisipasi masyarakat.(9) Didukung pula oleh pernyataan bahwa peran tokoh masyarakat penting dalam kegiatan posyandu karena dengan peranserta seluruh warga secara aktif, beban menjadi ringan dan tugas kader menjadi berkurang pula. Tanpa peran serta masyarakat posyandu tidak akan berkembang dan dengan peran serta masyarakat akan tumbuh rasa memiliki tanggung jawab.(1) Kader mampu dan mau berperan serta secara aktif, maka peran kader perlu dikembangkan pengetahuan, memberikan dorongan dan keterampilan yang kurang dengan melakukan pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan kepada seluruh kader. Oleh karena itu timbulnya motivasi harus dari diri masyarakat sendiri dan pihak luar hanya bersifat memberi rangsangan/stimulan dan institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi, dan membimbing. Disamping itu, juga diharapkan sumbangan masyarakat terdiri dari tenaga, dana, barang dan pemikiran atau dikenal dengan 4 M (manpower, money, material dan mind).(10) Perilaku dapat terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Oleh sebab itu faktor lingkungan merupakan peranan yang sangat dominan dalam peran kader untuk memenuhi target sasaran

Page 45: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 41

kegiatan. Selain dari pada itu faktor pengetahuan, sikap dan motivasi juga banyak mempengaruhi kader dalam pelaksanaan posyandu. SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa: 1) sebagian besar kader berperan aktif dalam pelaksanaan Posyandu 2) cakupan kunjungan balita (D/S) mengalami peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011, 3) Tidak ada hubungan antara peran kader dengan kunjungan balita dalam pelaksanaan Posyandu di Kelurahan Winongo Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.

Berdasarkan hasil penelitian, diajukan saran sebagai berikut: 1) perlu menambah referensi untuk mahasiswa agar siap pakai dan memiliki kompetensi di bidangnya; 2) adanya pembinaan dan pelatihan kader secara berkala atau terjadwal dalam pelaksanaan kegiatan posyandu serta mengusulkan dana pada pemerintah agar memberikan imbalan jasa pada kader posyandu; dan 3) peneliti selanjutnya lebih menyempurnakan hasil agar lebih akurat dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan kriteria eklsklusi.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. Penyelenggaraan Kegiatan Posyandu. 2005 [cited 2010 19 Desember];

Available from: http://www.DepKesRI.go.id.//. 2. Notoatmojo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2005. 3. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Surabaya:

Salemba Medika; 2008. 4. Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta; 2010. 5. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika; 2008. 6. Heru. Peranan Kader dalam pelaksanaan Posyandu. 2005 [cited 2010 12 Desember];

Available from: http://www.DepKes.go.id//. 7. Direktorat Bina Peran Serta. Peran Kader Posyandu 2008/2009. Surabaya: DInkes

Provinsi Surabaya2008. 8. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. 9. BKKBN. Posyandu dan Pengelolaannya. 2008 [cited 2011 02 Januari]; Available from:

http://www.bkkbn.go.id//. 10. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

Page 46: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 42

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR PENGETAHUAN HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR PENGETAHUAN HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR PENGETAHUAN HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR PENGETAHUAN DENGAN RENDAHNYA PERILAKU PELAKSANAAN DENGAN RENDAHNYA PERILAKU PELAKSANAAN DENGAN RENDAHNYA PERILAKU PELAKSANAAN DENGAN RENDAHNYA PERILAKU PELAKSANAAN PAP SMEARPAP SMEARPAP SMEARPAP SMEAR

PADA WANITA PASANGAN USIA SUBURPADA WANITA PASANGAN USIA SUBURPADA WANITA PASANGAN USIA SUBURPADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR ((((Di Desa Uteran Kecamatan Geger Di Desa Uteran Kecamatan Geger Di Desa Uteran Kecamatan Geger Di Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun)Kabupaten Madiun)Kabupaten Madiun)Kabupaten Madiun)

Ninik WuryaniNinik WuryaniNinik WuryaniNinik Wuryani****, , , , Subagyo**Subagyo**Subagyo**Subagyo**, Sukardi**, Sukardi**, Sukardi**, Sukardi**

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT

A Pap smear is a specific test used to detect early cervical cancer, but in fact the EFA should follow women Pap smears do not do regular inspections, so many are found at an advanced stage cervical cancer. From the data in 2010 the amount of EFA goals in the health center Geger of Madiun country 7020 only 0.5% who did a Pap smears, it shows the behavior of a Pap smears in the community is still low in the context of early detection of cervical cancer. Research objectives were to analyze the relationship of psychological factors and relationship factors with low knowledge of the behavior of the implementation of Pap smears in women EFA.

This study is an analytical research that is cross-sectional, population group that numbered 788 women. Samples were taken by simple random sampling of some 266 respondents. Independent variables are psychological factors and knowledge factors, and the dependent variable is women's behavior towards the EFA pap smears. Value of 0.05.α collecting data by questionnaire, to analyze the relationship used Chi-square test, with.

The results obtained by the psychological factor of 96.6% women EFA does not support the implementation of the Pap smears, 94% had either no knowledge of the Pap smear, and 83.4% had a behavior does not perform pap smears. The results of statistical tests of psychological factors with low relationship behavior of the implementation of Pap smears with p-value 0.000 (Fisher's reading Ecxact) states H1 accepted which means there is a relationship of psychological factors with low execution behavior of a Pap smears in women in the village Uteran EFA. A conclusion proved no significant association of psychological factors with low execution behavior of a Pap smears, it is evident there is a significant relationship between knowledge by low implementation conduct pap smears. Suggestions, health center staff are expected to further improve the education and socialization of pap smears so that women can change the understanding of the Pap smears EFA, the EFA will eventually female Pap smears in order to implement early detection of cervical cancer. Key wordsKey wordsKey wordsKey words: Pap smears, psychological factor, knowledge factor, behavioral *= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang

Kanker serviks merupakan keganasan terbanyak dan merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di Indonesia dalam tiga dasa warsa terakhir (Okvianti:2009). Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan bahwa kanker serviks sebesar 65%-77,7% dari sepuluh kanker ginekologik diperkirakan 90-100 kasus kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahun, di mana kanker serviks pada tempat teratas. Kanker serviks merupakan tiga perempat dari kanker ginekologik (Manuaba:2004).

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2006 didapatkan jumlah WUS sebanyak 443.956 jiwa dengan persentase WUS yang mengikuti Pap smear ada 1,6

Page 47: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

% (Dinkes). Di Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, dari sasaran wanita pasangan usia subur 150.149 hanya 426 yang sudah melakukan pemeriksaan Puskesmas Geger tahun 2010 dari 7020 wanita pasangan usia subur hanya 38 orang (0,5%) saja yang melakukan dari 20 orang terdapat alasan tidak mengikuti kegiatan orang faktor ketidaktahuan, 5 orang mempunyai rasa takut dan 8 orang karena malu

Untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat kanker serviks, diperlukan upaya-upaya pencegahan. Pencegahan kanker serviks paling efektif adalah melalui pendeteksian dini dengan pemeriksaan manapun, dokter kandungan, bidan terlatih, maupun di Puskesmas yang mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna (PKTP). Akan tetapi pelaksanaan progam ini mPap smear sendiri maupun dari segi sumber daya manusia, geografi, dan wanita yang selayaknya menjalani skrining.Program PKTP seharusnya sudah menyelesaikan masalah dari segi geografi, karena dengan progdi Puskesmas yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Tujuan PenelitianTujuan PenelitianTujuan PenelitianTujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1) mrendahnya pelaksanaan menyebabkan rendahnya pelaksanaan smear, 4) menganalisis hubungan antara faktor psikologis dengan menganalisis hubungan antara METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah korelasionalpenelitian ini adalah semua WUS di Desa Uteran yang sudah menikah sebanyak 788 orang. Sampel ditetapkan sebanyak 266 wanita, yang diambil secara sampling, dan dihitung berdasarkan ketentuan yang dikemukakan Notoatmodjo (2005). Teknik pengumpulan dataresponden; yang terdiri terhadap pap smear.

Analisis secara deskriptif dilakukan untuk pengetahuan. Sedangkan uji untuk menguji signifikansi dengan perilaku Pap smear HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan

Gambar 1. Faktor psikologis di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011

Volume I Nomor 1, Desember 2011

Tunas Riset Kesehatan

% (Dinkes). Di Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, dari sasaran wanita pasangan usia subur 150.149 hanya 426 yang sudah melakukan pemeriksaan

smas Geger tahun 2010 dari 7020 wanita pasangan usia subur hanya 38 orang (0,5%) saja yang melakukan Pap smear. Dari hasil survei pendahuluan di Desa Uteran dari 20 orang terdapat alasan tidak mengikuti kegiatan Pap smear : 3 orang faktor biaya, 4

aktor ketidaktahuan, 5 orang mempunyai rasa takut dan 8 orang karena maluUntuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat kanker serviks,

upaya pencegahan. Pencegahan kanker serviks paling efektif adalah i dengan pemeriksaan Pap smear. Pap smear

manapun, dokter kandungan, bidan terlatih, maupun di Puskesmas yang mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna (PKTP). Akan tetapi pelaksanaan progam ini masih banyak mengalami hambatan baik dari segi akurasi

sendiri maupun dari segi sumber daya manusia, geografi, dan wanita yang selayaknya menjalani skrining.Program PKTP seharusnya sudah menyelesaikan masalah dari segi geografi, karena dengan program ini para ibu dengan sangat mudah bisa dilayani di Puskesmas yang dekat dengan tempat tinggal mereka.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya pelaksanaan Pap smear, 2) mengidentifikasi faktor menyebabkan rendahnya pelaksanaan Pap smear, 3) mengidentifikasi perilaku

enganalisis hubungan antara faktor psikologis dengan enganalisis hubungan antara faktor pengetahuan dengan perilaku

Jenis penelitian ini adalah korelasional, dengan rancangan cross sectionalpenelitian ini adalah semua WUS di Desa Uteran yang sudah menikah sebanyak 788

ng. Sampel ditetapkan sebanyak 266 wanita, yang diambil secara dan dihitung berdasarkan ketentuan yang dikemukakan Notoatmodjo (2005).

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup kepada dari kuesioner mengenai psikologis, pengetahuan, perilaku

secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan edangkan uji Chi-kuadrat (X²), dengan tingkat kemaknaan 0,05

untuk menguji signifikansi hubungan antara faktor psikologis dan faktor pengetahuan Pap smear pada wanita PUS.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan

Gambar 1. Faktor psikologis Pap smear Wanita PUS di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011

(96,6%)

3,4%

Mendukung

Tidak Mendukung

ISSN: 2089-4686

43

% (Dinkes). Di Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, dari sasaran wanita pasangan usia subur 150.149 hanya 426 yang sudah melakukan pemeriksaan Pap smear. Di wilayah

smas Geger tahun 2010 dari 7020 wanita pasangan usia subur hanya 38 orang . Dari hasil survei pendahuluan di Desa Uteran

: 3 orang faktor biaya, 4 aktor ketidaktahuan, 5 orang mempunyai rasa takut dan 8 orang karena malu

Untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat kanker serviks, upaya pencegahan. Pencegahan kanker serviks paling efektif adalah

Pap smear. Pap smear bisa dilakukan di manapun, dokter kandungan, bidan terlatih, maupun di Puskesmas yang mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna (PKTP). Akan

asih banyak mengalami hambatan baik dari segi akurasi sendiri maupun dari segi sumber daya manusia, geografi, dan wanita yang

selayaknya menjalani skrining.Program PKTP seharusnya sudah menyelesaikan masalah ram ini para ibu dengan sangat mudah bisa dilayani

engidentifikasi faktor psikologis yang menyebabkan tor pengetahuan yang

engidentifikasi perilaku Pap enganalisis hubungan antara faktor psikologis dengan perilaku Pap smear, 5)

perilaku Pap smear.

cross sectional. Populasi penelitian ini adalah semua WUS di Desa Uteran yang sudah menikah sebanyak 788

ng. Sampel ditetapkan sebanyak 266 wanita, yang diambil secara simple random dan dihitung berdasarkan ketentuan yang dikemukakan Notoatmodjo (2005).

menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup kepada dari kuesioner mengenai psikologis, pengetahuan, perilaku

menggambarkan factor psikologis dan , dengan tingkat kemaknaan 0,05 digunakan

hubungan antara faktor psikologis dan faktor pengetahuan

Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Faktor psikologis yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan Pap smearPap smearPap smearPap smear....

Wanita PUS

di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011

Tidak Mendukung

Page 48: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Dari 266 ibu, secara psikologis hampir seluruh wanita PUS (96,6%) tidak mendukung pelaksanaan Pap smear. Selengkapnya digambarkan pada yang tinggi dipengaruhi oleh rasa takut dan malu. Hal ini sesuai dengan pendapat Latham (2000), bahwa takut dan cemas merupakan perasaan yang bisa dialami oleh setiap orang dalam kehidupan setiap hari. Setiap orang akan mengalami perasaan tersebutyang berbeda-beda. Menurut Sikone (2007), saat ada rasa takut, reaksi psikologis anda sesungguhnya membantu memobilisasi tubuh anda untuk bereaksi terhadap bahaya itu.

Para wanita sering enggan untuk melakukan umur, ekonomi, sosial budaya, sarana dan prasarana, rasa takut, malu, ketidaktahuan/kurang informasi dan faktor biaya (Notoatmodjo, 1997). Karena rasa malu juga mempengaruhi rendahnya perilaku kita butuhkan belajar bersikap rileks dalam pergaulan sosial, ada beberapa hal yang bisa mengurangi rasa malu antara lain 1). Buat pertanyaan terbuka pada semua orang, 2). Pikirkan tentang cara untuk merasa dan bertindak di sekitar orangdikenal, supaya bisa merasa nyaman dan bersikap spontan, 3). Hindari terlalu memperhatikan diri sendiri, 4). Nikmati waktu, hindari mengatakan halterlebih dahulu, 5).Berhentilah percaya pada imajinasi, 6). Berhentilah memikirkan “segalanya atau bukan apamengalami emosi (Vedder,2007). Rangsangan emosional ini berawal dari rasa takut, cinta, atau harapan-harapan yang dimiliki oleh individu Faktor pengetahuan yang menyebabFaktor pengetahuan yang menyebabFaktor pengetahuan yang menyebabFaktor pengetahuan yang menyebab

Gambar2. Pengetahuan tentang di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011.

Terdapat 94% wanita Selengkapnya dapat dilihat pada oleh tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh sumber informasi yang didapat, semakin banyak seseorang memperoleh informasi semakin tinggi pengetahuannya (Wawan dan Dewi, 2010). menggali informasi baik dari media cetak maupun elektronik, maka pengetahuan yang dimiliki semakin meningkat dan selanjutnya berpengaruh terhadap perilaku.

Pengetahuan sangat erat huusaha untuk mengembangkan kepribadian maupun kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut semakin luas pula pengberpengaruh terhadap perilaku bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan orang mengubah perilaku mereka antara lain, rangsangan fisik yang mana rangsangan alasan-alasan yang dimiliki oleh individu setelah melihat bukti Pengetahuan yang dimiliki oleh individu, dipengaruhi pula oleh lingkungan sosial budaya sekitar, jika seseorang hidup di lipengetahuannya maka individu tersebut akan gemar belajar sehingga pengetahuan yang

94%

Volume I Nomor 1, Desember 2011

Tunas Riset Kesehatan

secara psikologis hampir seluruh wanita PUS (96,6%) tidak mendukung Selengkapnya digambarkan pada Gambar 1

yang tinggi dipengaruhi oleh rasa takut dan malu. Hal ini sesuai dengan pendapat Latham (2000), bahwa takut dan cemas merupakan perasaan yang bisa dialami oleh setiap orang dalam kehidupan setiap hari. Setiap orang akan mengalami perasaan tersebut

beda. Menurut Sikone (2007), saat ada rasa takut, reaksi psikologis anda sesungguhnya membantu memobilisasi tubuh anda untuk bereaksi terhadap bahaya itu.

Para wanita sering enggan untuk melakukan pap smear karena faktor pendidikanumur, ekonomi, sosial budaya, sarana dan prasarana, rasa takut, malu, ketidaktahuan/kurang informasi dan faktor biaya (Notoatmodjo, 1997). Karena rasa malu juga mempengaruhi rendahnya perilaku Pap smear, maka untuk mengatasi rasa malu, yang

n belajar bersikap rileks dalam pergaulan sosial, ada beberapa hal yang bisa mengurangi rasa malu antara lain 1). Buat pertanyaan terbuka pada semua orang, 2). Pikirkan tentang cara untuk merasa dan bertindak di sekitar orang

ya bisa merasa nyaman dan bersikap spontan, 3). Hindari terlalu memperhatikan diri sendiri, 4). Nikmati waktu, hindari mengatakan halterlebih dahulu, 5).Berhentilah percaya pada imajinasi, 6). Berhentilah memikirkan

an apa-apa”. Pemikiran “ pasti begini/pasti begitu” tertuang saat mengalami emosi (Vedder,2007). Rangsangan emosional ini berawal dari rasa takut, cinta,

harapan yang dimiliki oleh individu-individu tersebut.

Faktor pengetahuan yang menyebabFaktor pengetahuan yang menyebabFaktor pengetahuan yang menyebabFaktor pengetahuan yang menyebabkan rendahnya perilaku pelaksanaan kan rendahnya perilaku pelaksanaan kan rendahnya perilaku pelaksanaan kan rendahnya perilaku pelaksanaan

Gambar2. Pengetahuan tentang Pap smear Wanita PUS di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011.

wanita memiliki tingkat pengetahuan tidak baik terhadap

Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2. Baik tidaknya perilaku oleh tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh sumber informasi yang didapat, semakin banyak seseorang memperoleh informasi

makin tinggi pengetahuannya (Wawan dan Dewi, 2010). Smenggali informasi baik dari media cetak maupun elektronik, maka pengetahuan yang dimiliki semakin meningkat dan selanjutnya berpengaruh terhadap perilaku.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian maupun kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut semakin luas pula pengetahuannya, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku Pap smear. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan orang mengubah perilaku mereka antara lain, rangsangan fisik yang mana rangsangan bersumber dari pengetahuan dan

alasan yang dimiliki oleh individu setelah melihat bukti-bukti nyata (Depkes, 2006). Pengetahuan yang dimiliki oleh individu, dipengaruhi pula oleh lingkungan sosial

budaya sekitar, jika seseorang hidup di lingkungan yang selalu berusaha meningkatkan pengetahuannya maka individu tersebut akan gemar belajar sehingga pengetahuan yang

6%

%Baik

Tidak Baik

ISSN: 2089-4686

44

secara psikologis hampir seluruh wanita PUS (96,6%) tidak mendukung Gambar 1. Faktor psikologis

yang tinggi dipengaruhi oleh rasa takut dan malu. Hal ini sesuai dengan pendapat Latham (2000), bahwa takut dan cemas merupakan perasaan yang bisa dialami oleh setiap orang dalam kehidupan setiap hari. Setiap orang akan mengalami perasaan tersebut pada waktu

beda. Menurut Sikone (2007), saat ada rasa takut, reaksi psikologis anda sesungguhnya membantu memobilisasi tubuh anda untuk bereaksi terhadap bahaya itu.

karena faktor pendidikan, umur, ekonomi, sosial budaya, sarana dan prasarana, rasa takut, malu, ketidaktahuan/ kurang informasi dan faktor biaya (Notoatmodjo, 1997). Karena rasa malu juga

, maka untuk mengatasi rasa malu, yang n belajar bersikap rileks dalam pergaulan sosial, ada beberapa hal yang bisa

mengurangi rasa malu antara lain 1). Buat pertanyaan terbuka pada semua orang, 2). Pikirkan tentang cara untuk merasa dan bertindak di sekitar orang-orang yang telah

ya bisa merasa nyaman dan bersikap spontan, 3). Hindari terlalu memperhatikan diri sendiri, 4). Nikmati waktu, hindari mengatakan hal-hal tanpa berfikir terlebih dahulu, 5).Berhentilah percaya pada imajinasi, 6). Berhentilah memikirkan

apa”. Pemikiran “ pasti begini/pasti begitu” tertuang saat mengalami emosi (Vedder,2007). Rangsangan emosional ini berawal dari rasa takut, cinta,

kan rendahnya perilaku pelaksanaan kan rendahnya perilaku pelaksanaan kan rendahnya perilaku pelaksanaan kan rendahnya perilaku pelaksanaan pap smearpap smearpap smearpap smear

Wanita PUS

di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011.

memiliki tingkat pengetahuan tidak baik terhadap Pap smear. Baik tidaknya perilaku Pap smear dipengaruhi

oleh tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh sumber informasi yang didapat, semakin banyak seseorang memperoleh informasi

Semakin banyak orang menggali informasi baik dari media cetak maupun elektronik, maka pengetahuan yang dimiliki semakin meningkat dan selanjutnya berpengaruh terhadap perilaku.

bungannya dengan pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian maupun kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi

etahuannya, sehingga hal tersebut dapat . Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan orang mengubah perilaku mereka bersumber dari pengetahuan dan

bukti nyata (Depkes, 2006). Pengetahuan yang dimiliki oleh individu, dipengaruhi pula oleh lingkungan sosial

ngkungan yang selalu berusaha meningkatkan pengetahuannya maka individu tersebut akan gemar belajar sehingga pengetahuan yang

Page 49: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 45

dimiliki bertambah (Wawan dan Dewi, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pengetahuan tentang Pap smear yang kurang, maka akan berpengaruh terhadap perilaku pap smear. Lingkungan masyarakat yang terdapat wanita PUS mempunyai pengetahuan pap smear yang cukup, akan mendukung pelaksanaan Pap smear secara rutin. Perilaku wanita PUS terhadap Perilaku wanita PUS terhadap Perilaku wanita PUS terhadap Perilaku wanita PUS terhadap Pap smearPap smearPap smearPap smear di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiundi Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiundi Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiundi Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun

Pada penelitian ini didapatkan hasil penelitian sebesar 222 (83,4%) wanita PUS berperilaku tidak melaksanakan Pap smear. Data hasil penelitian dapat dilihat pada diagram di bawah.

Gambar 3. Faktor Perilaku Pap smear Wanita PUS

di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun tahun 2011

Sesuai teori Notoatmodjo, (1997) pemeriksaan Pap smear termasuk perilaku kesehatan. Di masyarakat masih banyak wanita khususnya yang sudah pernah melakukan kontak seksual belum melakukan Pap smear. Para wanita sering enggan untuk melakukan Pap smear karena faktor pendidikan, umur, sosial ekonomi, sosial budaya, sarana dan prasarana, rasa takut, malu, ketidaktahuan/kurang informasi dan faktor biaya.

Hubungan antara faktor psikologis dengan rendahnya perilaku pelaksanaan Hubungan antara faktor psikologis dengan rendahnya perilaku pelaksanaan Hubungan antara faktor psikologis dengan rendahnya perilaku pelaksanaan Hubungan antara faktor psikologis dengan rendahnya perilaku pelaksanaan Pap smearPap smearPap smearPap smear pada wanita pasangan usia suburpada wanita pasangan usia suburpada wanita pasangan usia suburpada wanita pasangan usia subur Tabel 1. Distribusi Frekuensi Perilaku Pelaksanaan Pap smear Menurut Faktor Psikologis

Di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun Tahun 2011

PerilakuPerilakuPerilakuPerilaku Pap SmearPap SmearPap SmearPap Smear

(+)(+)(+)(+) ((((----)))) JumlahJumlahJumlahJumlah PsikologisPsikologisPsikologisPsikologis

MendukungMendukungMendukungMendukung 8 (88,89%) 1 (11,11%) 9 (100%) Tidak mendukungTidak mendukungTidak mendukungTidak mendukung 36 (14,01%) 221 (85,99%) 257 (100%) JumlahJumlahJumlahJumlah 44 (16,54%)44 (16,54%)44 (16,54%)44 (16,54%) 222 (83,46%)222 (83,46%)222 (83,46%)222 (83,46%) 266 (100%)266 (100%)266 (100%)266 (100%)

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa wanita dengan psikologis mendukung hampir

seluruhnya (88,89%) melaksanakan pap smear, sebaliknya wanita dengan psikologis tidak mendukung hampir seluruhnya (85,99%) tidak melaksanakan Pap smear. Fisher’s Exact Test memperoleh nilai probabilitas (p)= 0,000. Oleh karena nilai p<α (0,05) sehingga H0 ditolak, berarti ada hubungan antara faktor psikologis dengan perilaku Pap smear.

Bertolak dari hasil uji korelasi tersebut, maka rendahnya perilaku pelaksanaan Pap smear, disebabkan oleh faktor psikologis mempunyai pengaruh yang tinggi, sehingga faktor psikologis seperti malu dan takut. Keadaan ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Evennett (2003), bahwa beberapa wanita kawatir dan takut kalau Pap smear akan menyatakan mereka menderita kanker sehingga tidak mengetahui dan menghindarinya. Sesuai pendapat Admin (2007), bahwa banyak perempuan Indonesia yang masih malu atau enggan memeriksakan dirinya ke dokter kandungan.

16,4%

83,6%

melaksanakanTidak Melaksanakan

Page 50: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 46

Hubungan antara faktor pengetahuan dengan Hubungan antara faktor pengetahuan dengan Hubungan antara faktor pengetahuan dengan Hubungan antara faktor pengetahuan dengan rendahnya perilaku pelaksanaan rendahnya perilaku pelaksanaan rendahnya perilaku pelaksanaan rendahnya perilaku pelaksanaan Pap smearPap smearPap smearPap smear pada wanita pasangan usia subur pada wanita pasangan usia subur pada wanita pasangan usia subur pada wanita pasangan usia subur

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa PUS dengan pengetahuan baik sebagian besar melaksanakan pap smear, sedangkan PUS dengan pengetahuan tidak baik sebagian besar tidak melaksanakan Pap smear. Fisher’s Exact Test memperoleh nilai p-value 0,000. Karena p<0,05, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan rendahnya perilaku Pap smear pada wanita pasangan usia subur di Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perilaku Pelaksanaan Pap smear Menurut Pengetahuan

Di Desa Uteran Kecamatan Geger, Madiun Tahun 2011

Perilaku Pap SmearPerilaku Pap SmearPerilaku Pap SmearPerilaku Pap Smear

(+)(+)(+)(+) ((((----)))) JumlahJumlahJumlahJumlah PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan

BaikBaikBaikBaik 11 (68,75%) 5 (31,25%) 16 (100%) Tidak baikTidak baikTidak baikTidak baik 33 (13,20%) 217 (86,80%) 250 (100%) JumlahJumlahJumlahJumlah 44 (16,54%)44 (16,54%)44 (16,54%)44 (16,54%) 222 (83,46%)222 (83,46%)222 (83,46%)222 (83,46%) 266 (100%)266 (100%)266 (100%)266 (100%)

Perilaku yang rendah disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang Pap smear, sehingga seseorang tidak melaksanakan Pap smear. Seseorang yang mempunyai pengetahuan (memahami pengertian, cara-cara pelaksanaan, bahaya bila tidak melaksanakan) Pap smear akan mempertimbangkan melakukan pemeriksaan Pap smear. Sesuai dengan teori (Notoatmodjo:2003) yang menyatakan bahwa, pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Secara psikologis sebagian besar wanita PUS di Desa Uteran Kecamatan Geger

Kabupaten Madiun tidak mendukung Pap smear. 2. Sebagian besar wanita PUS di Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun

memiliki pengetahuan tidak baik tentang Pap smear. 3. Sebagian besar wanita PUS di Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun,

tidak melaksanakan Pap smer. 4. Ada hubungan antara faktor psikologis dengan perilaku pelaksanaan Pap smear di

Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun. 5. Ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan perilaku pelaksanaan Pap smear di

Desa Uteran Kecamatan Geger Kabupaten Madiun. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar:

1. Tenaga kesehatan meningkatkan penyuluhan/sosialisasi tentang Pap smear 2. Wanita PUS ikut serta dalam pelaksanaan pemeriksaan Pap smear dalam rangka

deteksi dini kanker serviks. 3. Peneliti selanjutnya melakukan penelitian yang sama namun dengan pengendalian

terhadap variabel pengganggu seperti pengalaman pribadi, media masa, kebudayaan, faktor emosi yang dimungkinkan mempengaruhi penelitan.

Page 51: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 47

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA Andrijono.2008. Cegah Kanker Serviks Dari Sekarang, <http://www majalahkonstan.com>

(diakses 7 mei 2011). Andrijono. 2008. Semua 20% PerempuanBeresikoKankerServiks., <http://

www.medicastore.com> (diakses 7 mei 2011). Anonim, 2006. BadanPusatStatistik. <http://www.dinkesjatim.go.id> (diakses 2 mei 2011). Anonim. 2006. Profil Dinas Kesehatan Surabaya, <http://www.dinaskesehatan.com>

(diakses 5 mei 2011). Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta. Ayurai.2009. Bidanku Sahabatku, <ayurai.wordpress.com>, (diakses 7 mei 2011). Aziz, Farid. 2001. Masalah pada Kanker Serviks. 2001. Jakarta, <http://www.kalbe.co.id>

(diakses 6 mei 2011). Bobak, I Rene. 2008. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Budiarto, Eko. 2002. Biostatitiska Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:

EGC. Chaplin. J.P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi–Edisi 1, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada Darnindro, Nikko dkk. 2006. Pengetahuan Sikap Perilaku Perempuan yang Sudah

Menikah Mengenai Pap Smear dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Rumah Susun Klender. UI.

Evennett, Karen. 2003. Pap Smear “Apa yang Perlu Anda Ketahui?”. Jakarta:Gajah Mada Uneversity Press.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data, Jakarta: Salemba Medika.

Hurlock, Elizabeth. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga. Indarti, Junita. 2001. Pengambilan Tes Pap Yang Benar dan Permasalahannya.

<http://www.kalbe.co.ad> (diakses 6 Mei 2011). Jayanti, Anim Vinar (2009) Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Pap Smear

Dengan Praktik Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah RW X Kelurahan Manyaran, Semarang, <http://keperawatan.undip.ac.id> (diakses 29 Juli 2011)

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2002. Ilmu Kebidanan penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.

Manuaba, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan, Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:Rineka Cipta. Nurhasanah, Cut. 2008. Pengaruh Karakteristik dan Perilaku PUS terhadap Pemeriksaan

Pap Smear di RSUZA Banda Aceh, Tesis, USU. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Jakarta:Salemba Medika. Prawiroharjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan, Jakarta:Yayasan Bina Pustaka. -------------------, 2006. Onkologi Ginekologi, Jakarta:Yayasan Bina Pustaka. Staf Pengajar FK UI. 2010. Deteksi Dini Kanker Serviks, Jakarta:Yayasan Bina Pustaka. Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta. Suwiyoga, I Ketut. 2008. Beberapa Masalah Pap Smear Sebagai Alat Diagnosa Dini

Kanker Serviks di Indonesia, <http://www.ejournal.unud.ac.id> (diakses 2 Mei 2011). TPKPPP, 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Jakarta: Bina Pustaka. (Okvianti:2009).

Page 52: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 48

PERBEDAAN SIKAP KADER TENTANGPERBEDAAN SIKAP KADER TENTANGPERBEDAAN SIKAP KADER TENTANGPERBEDAAN SIKAP KADER TENTANG PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K)

SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHANSEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHANSEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHANSEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHAN ((((Studi Penelitian di Desa Belotan, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan)Studi Penelitian di Desa Belotan, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan)Studi Penelitian di Desa Belotan, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan)Studi Penelitian di Desa Belotan, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan)

Ninin Retno AngganiNinin Retno AngganiNinin Retno AngganiNinin Retno Anggani****, Tumirah, Tumirah, Tumirah, Tumirah********,,,, Nolo SulasmiNolo SulasmiNolo SulasmiNolo Sulasmi********

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Masalah penelitian ini adalah sebagian besar kader belum mengenal Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Salah satu cara untuk mengubah sikap kader tentang P4K adalah dengan memberikan penyuluhan pada para kader. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan.

Penelitian ini menggunakan desain One Group Pretest-Postest. Besar sampel adalah 28 kader yang diambil dengan teknik simple random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner, uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test dengan tingkat kemaknaan p< 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kader berusia 41-50 tahun (46,43%) , pendidikan formal SMP (35,71%) dan SMA (35,71%) , dan berlatar belakang pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (46,43%). Sebelum diberikan penyuluhan sebagian besar kader bersikap netral (60,71%) tentang adanya P4K, tetapi sesudah diberikan penyuluhan sebagian besar kader bersikap menerima (71,43%) adanya P4K. Hasil uji statistik menunjukkan p=0,00 (< 0,05) berarti H0 ditolak.

Disimpulkan bahwa “ada perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan”. Maka perlu dikembangkan penyuluhan dalam lingkungan kesehatan di bidang KIA sehingga kualitas pelayanan kebidanan menjadi lebih baik, utamanya dalam hal Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi.

Kata kunci:Kata kunci:Kata kunci:Kata kunci: sikap kader, P4K, penyuluhan *= Alumnus Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan **= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

P4K merupakan program untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Menurut Saifuddin (2004) pada tahun 2009 WHO juga telah meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer), tetapi pada kenyataannya program ini belum mampu menurunkan AKI dan AKB di Indonesia secara signifikan.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menyatakan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menunjukkan angka 262/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh di atas target Angka Kematian Ibu (AKI) untuk Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 yaitu 125/100.000 kelahiran hidup (Supari, 2008). Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia mencapai 35/1.000 kelahiran hidup atau dua kali lebih besar dari target WHO sebesar 15/1.000 kelahiran hidup.

Dari data yang diperoleh dari Seksi Kesehatan Keluarga (Kesga) Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan tahun 2010 telah ditemukan banyak kasus kematian ibu dan bayi. Dalam waktu 3 tahun terakhir terjadi kenaikan kasus kematian ibu, pada tahun 2010 ada 15 kasus kematian ibu yang meliputi komplikasi saat kehamilan, persalinan dan nifas. AKB di Kabupaten Magetan terdapat 100 kematian bayi pada tahun 2010.

Upaya untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia telah dilakukan, akan tetapi keberhasilan program ini masih sangat lamban (Saifuddin, 2004). Apabila terdapat salah satu faktor yang berpengaruh pada kinerja P4K ini tidak bisa dioptimalkan, maka dampaknya adalah keterlambatan merujuk ke fasilitas kesehatan serta pelayanan rujukan yang kurang adekuat. Agar dapat melaksanakan program ini dengan baik, maka

Page 53: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 49

diperlukan pengetahuan mendasar mengenai P4K. Pengetahuan tersebut diperlukan untuk merubah sikap dari negatif menjadi positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktek (practice) atau yang dikenal dengan konsep K-A-P. Petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan kepada kader kesehatan mengenai P4K.

Tujuan penelitianTujuan penelitianTujuan penelitianTujuan penelitian 1. Mendeskripsikan umur, tingkat pendidikan serta pekerjaan kader 2. Mengidentifikasi sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberi penyuluhan P4K. 3. Menganalisis perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberi

penyuluhan P4K.

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah One Group Pretest-Postest. Populasi penelitian adalah seluruh kader di wilayah Desa Belotan, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan sebanyak 30 orang. Besar sampel adalah 28 kader, yang diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel bebas adalah penyuluhan tentang P4K dan variabel terikat yaitu sikap kader tentang P4K. Untuk menganalisis perbedaan sikap kader tentang P4K dilakukan dengan uji statistik komparasi, yaitu Wilcoxon Match Pairs Test dengan tingkat kesalahan yang ditetapkan 0,05.

HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian

Umur, pendidikan dan pekerjaan kader

Distribusi umur kader adalah umur 21-30 tahun sejumlah 3 orang (10,71%), umur 31-40 tahun sejumlah 6 orang (21,43%), umur 41-50 tahun sejumlah 13 orang (46,43%) dan umur 51-60 tahun sejumlah 6 orang (21,43%).

Distribusi pendidikan kader adalah: SD sejumlah 8 orang (28,58%), SMP sejumlah 10 orang (35,71%), dan SMA sejumlah 10 orang (35,71%).

Distribusi pekerjaan kader adalah: petani sejumlah 6 orang (21,43%), ibu rumah tangga sejumlah 13 orang (46,43%), dan pedagang sejumlah 9 orang (32,14%).

Sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan.

Dari 28 kader, sebelum diberikan penyuluhan didapatkan 6 kader bersikap menolak (21,43%), 5 kader (17,86%) menerima dan 17 kader (60,71%) netral terhadap P4K. Setelah diberikan penyuluhan didapatkan 1 kader bersikap menolak (3,57%), 20 kader (71,43%) menerima dan 7 kader (25%) netral terhadap P4K.

Perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan

Wilcoxon Match Pairs Test menunjukkan signifikasi p=0,00 (<0,05), maka H0 ditolak, atau ada perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan.

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Umur, pendidikan dan pekerjaan kader

Menurut pendapat Praktiknya (2002:56), umur sangat berpengaruh terhadap kematangan seseorang, semakin cukup umur maka akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini didukung oleh Levinson (1978) yang menyatakan bahwa umur 17-45 tahun termasuk usia dewasa awal di mana tahap dewasa awal ini memiliki struktur hidup yang stabil, mempunyai daya pikir dan daya ingat yang tinggi, selain itu dengan pola pikir yang semakin berkembang sehingga mudah menerima informasi. Teori tersebut bisa digunakan

Page 54: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 50

sebagai kriteria pemilihan anggota kader, sehingga kader yang dipilih adalah golongan ibu yang cukup umur yang dirasa lebih berpengalaman dalam pola pikir dan cara kerjanya.

Menurut Koentjoroningrat (1997) yang dikutip Nursalam (2001:33) semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal. Dalam penelitian ini sebagian besar kader berpendidikan SMP dan SMA. Jumlah kader yang memiliki latar belakang pendidikan SMP dan SMA jumlahnya seimbang, sebagian kecil berpendidikan SD. Kenyataan ini berbeda dengan teori yang ada, karena dalam penelitian ini tidak hanya kader yang berpendidikan tinggi saja yang bisa menerima informasi baru. Kader yang berpendidikan sedang seperti SMP dan SD pun bisa menerimanya. Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh faktor lain seperti pergaulan serta pengalaman.

Notoatmodjo (2003:132) mengatakan bahwa adanya pekerjaan seseorang akan memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian. Masyarakat yang sibuk hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi. Dalam penelitian ini sebagian besar kader memiliki pekerjaan sebagai IRT. Keadaan ini karena IRT dirasa lebih punya waktu luang, lebih banyak kesempatan, serta lebih mampu melaksanakan tugasnya, sehingga peran serta dalam masyarakat bisa dioptimalkan. Selain itu kader di wilayah penelitian semuanya adalah perempuan, sehingga secara otomatis dapat disimpulkan pekerjaan kader adalah sebagai IRT. Hal ini mengingat syarat kader adalah masyarakat setempat, banyak waktu luang, dan dipilih oleh masyarakat.

Perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan

Hasil Wilcoxon Match Pairs Test menunjukkan adanya perbedaan sikap kader tentang P4K sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Adanya perbedaan sikap kader ini disebabkan karena adanya perubahan pola pikir kader ke arah positif, yang awalnya mereka tidak mengenal adanya P4K menjadi tahu, memahami dan mengerti tentang P4K. Perubahan dalam hal ini terjadi karena kader diberikan penyuluhan tentang P4K, sehingga dari penyuluhan ini diharapkan bisa mengubah pola pikir kader tentang P4K dan mampu membentuk sikap yang mendukung atau menerima adanya program tersebut.

Adanya perbedaan sikap kader kesehatan tentang Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007), bahwa perubahan pengetahuan seseorang melalui proses pendidikan kesehatan akan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilakunya. Peningkatan pengetahuan melalui pendidikan kesehatan akan menjadi dasar bagi terbentuknya sikap dan perilaku yang lebih baik.

SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian ini adalah: 1) sebagian besar kader berusia 41-50 tahun, berpendidikan SMP dan SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga, 2) Sebelum diberi penyuluhan sebagian besar kader bersikap menolak P4K, sedangkan sesudah penyuluhan sebagian besar menerima P4K, 3) Ada perbedaan sikap kader tentang P4K antara sebelum dan sesudah diberi penyuluhan.

Selanjutnya diajukan saran yaitu: 1) hasil penelitian ini dipertimbangkan sebagai masukan rencana program kerja puskesmas dalam meningkatkan penyuluhan P4K, agar masyarakat ikut berperan serta dalam pelaksanaannya, 2) hasil penelitian digunakan sebagai dasar untuk mengubah sikap kader dengan meningkatkan pemahaman tentang P4K sebagai sebuah program pemerintah dalam bidang kesehatan, 3) hasil penelitian ini dijadikan bahan pengembangan penelitian dengan menambah jumlah sampel maupun wilayah penelitian, serta memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap.

Page 55: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 51

DAFTAR DAFTAR DAFTAR DAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

______, 2008. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka Pelajar. Bahaudin, Nasirah. 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dalam

Pengembangan Desa Siaga. Jakarta: Depkes RI. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. Depkes, RI. 2009. Menuju Persalinan yang Aman dan Selamat Agar Ibu dan Bayi Sehat.

Jakarta: Pusat Promkes RI. Heru, Adi. 2007. Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika. Hiryadi. 2009. Definisi Kader Kesehatan Masyrakat. http://www.scribd.com/doc/25535662/

kader-kesehatan. Diakses tanggal 20 Maret 2011 pukul 14.35 WIB. Ibrahim, Syafari. 2008. Kesehatan Ibu dan Anak Dalam Rangka Menurunkan Angka

Kematian Ibu dan Bayi. http://dinkes kutainegara.org.id. Diakses tanggal 15 Maret 2011 pukul 15.15 WIB.

Laksmono, Hendro. 2008. Hanya 30% Kasus Komplikasi Ibu Hamil Ditangani Tenaga Kesehatan. www.pdpersi. Diakses 14 Maret 2011 pukul 09.55 WIB.

Midyani, Nurin. 2009. KTI Evaluasi Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi di Desa Jabung, Panekan, Magetan Tahun 2008. Karya Tulis Ilmiah. Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, S. Pariani. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Praktiknya, A.W. 2003. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Saifuddin, Abdul Bari. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: YBP-SP. Sari, Niela Pratama. 2010. Penempelan Stiker P4K Untuk Mempercepat Penurunan

Kematian Ibu dan Bayi. http://www.bubidan.com/88/stiker_ibu hamil. Diakses tanggal 27 Maret 2011 pukul 10.55 WIB.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudayasa, Putu. 2010. Tujuh Indikator Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan

dan Pencegahan Komplikasi. http://www.puskel.com/7 indikator pemantauan pelaksanaan-P4K. Diakses tanggal 15 Maret 2011 pukul 14.45 WIB.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. __________. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:

Remaja Rosada Karya. Supari, Siti Fadilah. 2008. Menkes Canangkan Stiker Program Perencanaan Persalinan

dan Pencegahan Komplikasi. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 26 Maret 2011 pukul 11.45 WIB.

Suryanto. 2009. Sikap Pengukuran dan Prediksi Perilaku. http://suryanto.blog. unair.ac.id/2009/02/09. Sikap-Pengukuran-dan-prediksi-perilaku. Diakses tanggal 17 Maret 2011 Pukul 13.30 WIB

Page 56: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 52

HUBUNGAN LAMA PEMBERIAN AIR SUSU IBU HUBUNGAN LAMA PEMBERIAN AIR SUSU IBU HUBUNGAN LAMA PEMBERIAN AIR SUSU IBU HUBUNGAN LAMA PEMBERIAN AIR SUSU IBU DENGAN FREKUENSI SAKIT DIARE DAN ISPA BAYI DENGAN FREKUENSI SAKIT DIARE DAN ISPA BAYI DENGAN FREKUENSI SAKIT DIARE DAN ISPA BAYI DENGAN FREKUENSI SAKIT DIARE DAN ISPA BAYI USIA 6 BULANUSIA 6 BULANUSIA 6 BULANUSIA 6 BULAN

(Di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun)(Di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun)(Di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun)(Di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun) Nurlailis Saadah*, Budi Joko Santosa*Nurlailis Saadah*, Budi Joko Santosa*Nurlailis Saadah*, Budi Joko Santosa*Nurlailis Saadah*, Budi Joko Santosa*

ABSTRAKABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Menurut WHO, bayi yang diberikan PASI, mempunyai resiko 17 kali lebih besar

mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI, 2001:2). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan.

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan cross sectional, dengan populasi semua ibu dengan bayi usia 6 bulan di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan yang berjumlah 38 orang. Besar sampel adalah 35 orang yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner terbuka. Analisa data menggunakan metode statistik deskriptif untuk menggambarkan lama pemberian ASI dan frekuensi sakit diare dan ISPA, metode statistik analitik berupa uji korelasi Product Moment dari Person untuk hubungan antara kedua variabel.

Hasil penelitian adalah: 1) usia ibu: mean= 30,91 tahun, minimal= 22 tahun dan maksimal= 37 tahun, modus= 25 dan 30 tahun, 2) pendidikan ibu: modus= lulusan SMU (48,57%), 3) pekerjaan ibu: modus= ibu rumah tangga (68,57%), 4) lama pemberian ASI: mean= 111,14 hari, modus= 90 dan 180 hari, 5) frekuensi diare: mean= 2,74 kali, modus= 3 dan 5 kali, 6) frekuensi ISPA adalah mean= 2,77 kali dan modus= 2 dan 3 kali. Uji pertama Product Moment dari Person: r hitung = 0,393 lebih besar dari r tabel (0,334), maka Ho ditolak (ada korelasi positif antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare) Uji kedua Product Moment dari Person: r hitung = 0,389 lebih besar dari r tabel (0,334), maka Ho ditolak (ada korelasi positif antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit ISPA).

Disarankan agar; 1) masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan ASI dan ASI Eksklusif, lebih menyempurnakan pemberian ASI sampai usia anak 2 tahun, 2) puskesmas menggunakan hasil penelitian ini sebagai masukan untuk meningkatkan penyuluhan tentang pemberian ASI, ASI Eksklusif dan dalam rangka menurunkan angka kesakitan serta angka kematian bayi dan balita Kata KunciKata KunciKata KunciKata Kunci:::: ASI, diare, ISPA *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang

Terbukti belum ada satu makanan atau minuman yang dapat menggantikan Air Susu Ibu (ASI), ASI mempunyai kelebihan dari faktor: gizi, kekebalan, dan kejiwaan yang penting untuk pertumbuhan, perkembangan mental dan kecerdasan anak. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari ASI, maka ASI harus diberikan secara langsung setelah bayi lahir, daya hisap bayi saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI (Diah Krisnatuti, 2000:61). Dalam ASI terdapat kandungan gizi lengkap dan enzim pencernaan yang membantu mencerna berbagai nutrisi, selain itu zat imun lebih maksimal dalam ASI

Page 57: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 53

Eksklusif, yang menjadi perisai tangguh anak dari berbagai penyakit infeksi berbahaya (http://www.balita-anda.com/sehat-1htm).

Menurut WHO (2000), lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Beberapa penelitian membuktikan bayi 0-2 bulan yang tidak diberi ASI Eksklusif lebih rentan terkena infeksi pencernaan hingga 40%. Hampir 90% kematian anak balita terjadi karena diare dan infeksi saluran pernafasan akut, penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian ASI. Selain itu bayi yang diberi ASI 20x jarang terkena diare akut, daripada bayi yang diberikan susu formula, 7x jarang terkena radang paru–paru, 4x tidak terkena radang otak atau meningitis (http://www.kompas.com). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun wilayah Puskesmas Dagangan bulan Januari sampai Desember 2007 dari jumlah balita 1800 yang ada 225 atau 12,5% diantaranya bayi berumur 6 bulan dan 189 atau 84% menderita diare 113 atau 60%, dan ISPA 76 atau 40%, dimana penyebabnya karena bayi tidak mendapat ASI dan ASI Eksklusif secara penuh atau maksimal (rekap laporan LB1 gizi dan penyakit tahun 2007).

Bayi yang tidak mendapat ASI dan ASI Eksklusif dapat mudah terkena diare dan ISPA. Bayi menjadi mudah muntah, mencret bahkan mencret menahun. 300 diantaranya bayi meninggal karena tidak disusui, bahkan kematian akibat penyakit saluran pernafasan 2-5 kali lebih banyak pada bayi yang tidak diberi ASI(Utami Roesli, 2008). Menurut WHO tahun 2000 bayi yang diberikan PASI, mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI(Depkes RI,2001:2).

Dengan dampak tersebut dianjurkan menyusui langsung setelah bayi lahir. Hal ini merupakan hal baru di tiap sektor pelayanan kesehatan baik swasta, atau masyarakat maka perlu disosialisasi untuk melaksanakan dan mendukung suksesnya program inisiasi menyusu dini tersebut, karena akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas (http://www.suririnah info ibu com). Depkes RI,2001 menganjurkan perlu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tenaga kesehatan, keluarga, dan ibu tentang pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan pertama, dan bahaya yang ditimbulkan dari sesuatu yang di berikan selain ASI secara Eksklusif. Karena itu perlu dikaji tentang hubungan lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi terutama usia 6 bulan. Rumusan MasalahRumusan MasalahRumusan MasalahRumusan Masalah

Adakah hubungan antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA pada bayi usia 6 bulan di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun ?

Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan. METODE PENELITIMETODE PENELITIMETODE PENELITIMETODE PENELITIANANANAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, pada bulan Juli 2008 sampai dengan Januari 2009. Jenis penelitian adalah analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 6 bulan di Desa Ketandan, Kecamatan Dagangan yang berjumlah 38 orang. Besar sampel adalah 35 orang yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling, dengan dengan memberi nomor 1-38 lalu diundi atau diambil sebanyak 35 untuk selanjutnya dijadikan sampel.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lama pemberian ASI yang didefinisikan sebagai lamanya memberikan ASI saja mulai lahir sampai usia 6 bulan dihitung dengan satuan hari, data dikumpulkan dengan kuesioner terbuka. Variabel terikat adalah frekuensi

Page 58: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 54

sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan dengan definisi jumlah kejadian sakit diare dan ISPA mulai lahir sampai usia 6 bulan, data dikumpulkan dengan kuesioner terbuka.

Analisa data menggunakan metode statistik deskriptif dan metode statistik analitik. Metode statistik deskriptif untuk menggambarkan hasil identifikasi lama pemberian ASI dan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan. Metode statistik analitik berupa uji korelasi Product Moment dari Person digunakan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Kriteria penolakan hipotesis nol, jika r hitung lebih besar harganya daripada r tabel. HASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIANHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASANDAN PEMBAHASAN Hasil PenelitianHasil PenelitianHasil PenelitianHasil Penelitian Usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan ibu

Dari 35 ibu didapatkan gambaran variabel usia yaitu mean= 30,91 tahun, minimal= 22 tahun dan maksimal= 37 tahun, modus= 25 dan 30 tahun. Gambaran tingkat pendidikan adalah modus= lulusan SMU (48,57%). Sedangkan gambaran pekerjaan adalah modus= ibu rumah tangga (68,57%).

Lama pemberian ASI

Gambaran lama pemberian ASI adalah mean= 111,14 hari, modus= 90 dan 180 hari.

Frekuensi sakit diare dan ISPA

Gambaran frekuensi diare adalah mean= 2,74 kali, modus= 3 dan 5 kali. Frekuensi ISPA adalah mean= 2,77 kali dan modus= 2 dan 3 kali.

Hubungan lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare bayi usia 6 bulan

Dari uji korelasi Product Moment dari Person didapatkan r hitung = 0,393 lebih besar dari r tabel (0,334) dengan taraf signifikansi 5%. Kesimpulan statistik adalah didapatkan ada hubungan positif antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hubungan lama pemberian ASI dengan frekuensi ISPA bayi usia 6 bulan

Dari hasil uji korelasi Product Moment dari Person didapatkan r hitung = 0,389 lebih besar dari r tabel (0,334) dengan taraf kepercayaan 5%. Kesimpulan statistik adalah didapatkan ada hubungan positif antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit ISPA dengan tingkat kepercayaan 95%.

Dari nilai r pada uji hubungan antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan di desa Ketandan Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun, didapatkan r hitung (0,393) dan (0,389) > dari r tabel (0.334) dikategorikan pada tingkat hubungan yang rendah.

PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan Usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan ibu

Hasil penelitian didapatkan rata-rata usia ibu 30,91 tahun dan sebagian besar berusia 25 dan 30 tahun. Menurut Nelson (1993) usia dalam rentang 19-43 tahun

Page 59: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 55

termasuk dalam kategori dewasa. Hal ini juga ditunjang dengan pendapat Hurlock (1998) dalam Nursalam (2000) menyebutkan bahwa semakin cukup umur, maka tingkat berfikir dan bertindak seseorang lebih rasional, hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.

Pendidikan ibu sebagian besar adalah lulusan SMU, sehingga mampu mengungkapkan pengetahuan yang pernah diperolehnya dengan baik. Menurut Nursalam (2001) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah dalam menerima informasi atau sebagai penerima pesan bisa mempersiapkan diri agar dapat mengikuti proses komunikasi yang diberikan sehingga dapat lebih dini dalam memberikan ASI pada anaknya.

Pekerjaan ibu sebagian besar sebagai ibu rumah tangga. Ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga mempunyai banyak waktu luang dibandingkan dengan ibu yang berwiraswasta atau pegawai (http://www.Utami Roesli.com)

Hubungan lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan

Data khusus berasal dari lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare maupun ISPA. Dengan mean lama pemberian ASI 111,14 hari dari yang seharusnya 180 hari dan rata-rata frekuensi sakit diare 2,74 kali dan modus frekuensi sakitnya 3 dan 5 kali. Lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit ISPA didapatkan mean 2,77 kali dan modus frekuensi sakit ISPA 2 dan 3 kali. Dari hasil uji korelasi Product Moment dari Person didapatkan ada hubungan positif antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ada hubungan positif antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit ISPA.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan dengan kategori tingkat hubungan yang rendah. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan tidak saja dipengaruhi lama pemberian ASI tapi faktor internal (pengetahuan), faktor eksternal (lingkungan sosial budaya positif, lingkungan sosial budaya negatif), disamping itu adanya faktor pendukung (kebiasaan positif/frekuensi penyusuan, informasi yang benar tentang ASI, kepedulian pengambil keputusan, legislasi, peraturan nasional, dukungan petugas, Mother friendly workplace, Relaktasi), faktor penghambat (faktor dari bayi, pelayanan petugas, kurangnya dukungan keluarga, penghentian ASI, mitos menyesatkan), kekebalan, mikroorganisme, kepekaan dan malabsorbsi juga merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi sakit diare dan ISPA SIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARANSIMPULAN DAN SARAN

SSSSimpulanimpulanimpulanimpulan 1. Lama pemberian ASI, didapatkan seluruhnya memberikan ASI (100%) meskipun

dengan kategori lamanya yang berbeda-beda, mean lama pemberian ASI yaitu 111,14 hari dan modus lama pemberian ASI 90 dan 180 hari.

2. Frekuensi sakit diare bayi usia 6 bulan, didapatkan mean 2,74 dan modus frekuensi sakit diare bayi usia 6 bulan 3 dan 5 kali

3. Frekuensi sakit ISPA bayi usia 6 bulan, didapatkan mean 2,77 dan modus frekuensi sakit ISPA bayi usia 6 bulan 2 dan 3 kali

4. Ada hubungan lama pemberian ASI dengan frekuensi sakit diare dan ISPA bayi usia 6 bulan di Desa Ketandan dengan kategori hubungan yang rendah.

SaranSaranSaranSaran 1. Bagi masyarakat diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan

ASI dan ASI Eksklusif, lebih menyempurnakan pemberian ASI sampai usia anak 2 tahun

Page 60: 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN · 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan ISSN: 2089-4686 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi JURNAL “2-TRIK” menerima artikel hasil penelitian

Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686

2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 56

2. Bagi Puskesmas dan instansi yang terkait sebagai masukan dalam rangka meningkatkan penyuluhan tentang pemberian ASI, ASI Eksklusif dan dalam rangka menurunkan angka kesakitan serta angka kematian bayi dan balita.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA Amalia Asydhad, Lia dan Mardiah, 2006. Makanan Tepat untuk Balita.Makanan Tepat untuk Balita.Makanan Tepat untuk Balita.Makanan Tepat untuk Balita. Jakarta : Kawan

Pustaka Arikunto S, 2004. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktekProsedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktekProsedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktekProsedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta Arisman, 2002. Gizi dalam Daur KehidupanGizi dalam Daur KehidupanGizi dalam Daur KehidupanGizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Krisnatuti Diah, 2002. . . . Menu Sehat Ibu Hamil dan Menu Sehat Ibu Hamil dan Menu Sehat Ibu Hamil dan Menu Sehat Ibu Hamil dan Menyusui.Menyusui.Menyusui.Menyusui. Jakarta.: Rineka Cipta Handojo, Indro, 2003. Pengantar Imunoasai Dasar. SurabayaPengantar Imunoasai Dasar. SurabayaPengantar Imunoasai Dasar. SurabayaPengantar Imunoasai Dasar. Surabaya : Airlangga University Press Nursalam, 2000. Pendekatan Praktis Metodologi Riset KeperawatanPendekatan Praktis Metodologi Riset KeperawatanPendekatan Praktis Metodologi Riset KeperawatanPendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, : Jakarta CV Sagung

Seto R.I., Departemen Kesehatan 2001. Managemen Managemen Managemen Managemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan

Petugas Kesehatan Di Puskesmas.Petugas Kesehatan Di Puskesmas.Petugas Kesehatan Di Puskesmas.Petugas Kesehatan Di Puskesmas. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat

Rulina Suradi, dkk 2004. Managemen LaktasiManagemen LaktasiManagemen LaktasiManagemen Laktasi. Jakarta : Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia

Sugiono, 2005 Statistik untuk penelitian.Statistik untuk penelitian.Statistik untuk penelitian.Statistik untuk penelitian.Bandung : CV Alfa Beta