suku bugis

12
Suku Bugis Suku Bugis merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan . Di samping suku asli, orang-orang Melayu dan Minangkabau yang merantau dari Sumatera ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di kerajaan Gowa , juga dikategorikan sebagai orang Bugis. [1] Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak 6 juta jiwa. Kini suku Bugis menyebar pula di propinsi Sulawesi Tenggara , Sulawesi Tengah , Papua , Kalimantan Timur , Kalimantan Selatan , bahkan hingga manca negara. Bugis merupakan salah satu suku yang taat dalam mengamalkan ajaran Islam . Sejarah Awal Mula Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu . Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk ,

Upload: jack-ahja

Post on 18-Jun-2015

1.289 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

>>>>>> *****

TRANSCRIPT

Page 1: Suku Bugis

Suku BugisSuku Bugis merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan. Di samping suku asli, orang-orang Melayu dan Minangkabau yang merantau dari Sumatera ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di kerajaan Gowa, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.[1] Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak 6 juta jiwa. Kini suku Bugis menyebar pula di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, bahkan hingga manca negara. Bugis merupakan salah satu suku yang taat dalam mengamalkan ajaran Islam.

Sejarah

Awal Mula

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.

Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

”Deutero Melayu (melayu muda) adalah sebutan untuk suku-bangsa Melayu yang datang pada gelombang kedua setelah Melayu Proto. Asal kedatangan bangsa ini sama dengan bangsa melayu tua dan berasal dari ras yang sama yaitu Malayan Mongoloid sehingga tidak memiliki perbedaan fisik yang berarti. bangsa melayu muda diperkirakan datang pada Zaman Logam (kurang lebih 1500 SM). Suku-bangsa di Indonesia yang termasuk melayu muda adalah suku-bangsa Aceh, Minangkabau(Sumatera Barat), Jawa, Bali, Bugis, Manado, dll.”

Page 2: Suku Bugis

Perkembangan

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.

Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan)

Kerajaan BoneKesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Kesultanan Bugis, merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km 2 .

Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi penguasa utama di bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada tahun 1666. Bone berada di bawah kontrol Belanda sampai tahun 1814 ketika Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon Bonaparte.

Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda, namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi. Di Bone, para raja bergelar Arumponé.

Daftar Arumpone Bone1. Matasilompoé [Manurungngé ri Matajang] (1392-1424)2. La Umassa Petta Panré Bessié [To' Mulaiyé Panreng] (1424-1441)3. La Saliyu Karampéluwa/Karaéng Pélua'? [Pasadowakki] (1441-1470)4. We Ban-ri Gau Daéng Marawa Arung Majang Makaleppié Bisu-ri Lalengpili

Petta-ri La Welareng [Malajangngé ri Cina] (1470-1490)5. La Tenri Sukki Mappajungngé (1490-1517)6. La Uliyo/Wuliyo Boté'é [Matinroé-ri Itterung] (1517-1542)7. La Tenri Rawe Bongkangngé [Matinroé-ri Gucinna] (1542-1584)8. La Icca'/La Inca' [Matinroé-ri Adénénna] (1584-1595)9. La Pattawe [Matinroé-ri Bettung] (15xx - 1590)10. We Tenrituppu [Matinroé ri Sidénréng] (1590-1607)

Page 3: Suku Bugis

11. La Tenrirua [Matinroé ri Bantaéng] (1607-1608)12. La Tenripalé [Matinroé ri Tallo] (1608-1626)13. La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1626-1643)14. Tobala', Arung Tanété Riawang, dijadikan regent oleh Gowa (1643-1660)15. La Ma'daremméng Matinroé ri Bukaka (1667-1672)16. La Tenritatta Matinroé ri Bontoala' (Arung Palakka) Petta Malampe'é Gemme'na

Daéng Sérang (1672-1696)17. La Patau Matanna Tikka Walinonoé To Tenri Bali Malaé Sanrang Petta Matinroé

ri Nagauléng (1696-1714)18. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiyat

ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1714-1715) (masa jabatan pertama)

19. La Padassajati/Padang Sajati To' Apaware Paduka Sri Sultan Sulaiman ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Béula] (1715-1720)

20. Bata-ri Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1715) (masa jabatan kedua)

21. La Pareppa To' Aparapu Sappéwali Daéng Bonto Madanrang Karaéng Anamonjang Paduka Sri Sultan Shahab ud-din Ismail ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din (1720-1721). Ia menjadi Sultan Gowa [Tumamenanga-ri Sompaopu], Arumpone Bone, dan Datu Soppeng.

22. I-Mappaurangi Karaéng Kanjilo Paduka Sri Sultan Siraj ud-din ibni al-Marhum Sultan 'Abdu'l Kadir (1721-1724). Menjadi Sultan Gowa dengan gelar Tuammenang-ri-Pasi dan Sultan Tallo dengan gelar Tomamaliang-ri Gaukana.

23. La Panaongi To' Pawawoi Arung Mampu Karaéng Biséi Paduka Sri Sultan 'Abdu'llah Mansur ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Tuammenang-ri Biséi] (1724)

24. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1724-1738) (masa jabatan ketiga)

25. I-Danraja Siti Nafisah Karaéng Langelo binti al-Marhum (1738-1741)26. Batari Toja Daéng Talaga Arung Timurung Datu-ri Citta Sultana Zainab Zakiat

ud-din binti al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé-ri Tippuluna] (1741-1749) (masa jabatan keempat)

27. La Temmassogé Mappasossong To' Appaware' Petta Paduka Sri Sultan 'Abdu'l Razzaq Jalal ud-din ibni al-Marhum Sultan Idris Azim ud-din [Matinroé ri-Malimongang] (1749-1775)

28. La Tenri Tappu To' Appaliweng Arung Timurung Paduka Sri Sultan Ahmad as-Saleh Shams ud-din [Matinroé-ri-Rompégading] (1775-1812)

29. La Mappatunru To Appatunru' Paduka Sri Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin [Matinroé-ri Laleng-bata] (1812-1823)

30. I-Manéng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiat ud-din [Matinroé-ri Kassi] (1823-1835)

31. La Mappaséling Paduka Sri Sultan Adam Nazim ud-din [Matinroé-ri Salassana] (1835-1845)

Page 4: Suku Bugis

32. La Parénréngi Paduka Sri Sultan Ahmad Saleh Muhi ud-din [Matinroé-ri Aja-bénténg] (1845-1858)

33. La Pamadanuka Paduka Sri Sultan Sultan Abul-Hadi (1858-1860)???34. La Singkeru Rukka Paduka Sri Sultan Ahmad Idris [Matinroé-ri Lalambata]

(1860-1871)35. I-Banri Gau Paduka Sri Sultana Fatima [Matinroé-ri Bola Mapparé'na] (1871-

1895)36. La Pawawoi Karaéng Sigéri [Matinroé-ri Bandung] (1895-1905)37. Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu

Sri Sultan Husain (1931-1946) (masa jabatan pertama)38. Andi Pabénténg Daéng Palawa [Matinroé-ri Matuju] (1946-1950)39. Haji Andi Bacho La Mappanyuki Karaéng Silaja/Selayar Sri Sultan Ibrahim ibnu

Sri Sultan Husain [Matinroé-ri Gowa] (1950-1960) (masa jabatan kedua diangkat oleh belanda)

Kerajaan WajoDaftar raja Wajo

La Tenri Bali Batara Wajo I La Mataesso Batara Wajo II La Pateddungi to Samanglangi Batara Wajo III La Palewo To Palippu (1471-1478) SettiariWare (1478-1483) La Tenri Umpu To Langi (1483-1486) La Tadampare Puangrimaggalatung (1486-1516) Masa antar-pemerintahan (1516-1519) La Tenri Pakado To Nampe (1519-1530) La Malagenni (1530-1539) La tematonga (1539-1541) Togia (1541-1546) La Mappampuli To Appamadeng Lotjie (1546-1561) Lapakoko To Pabela (1561-1564) La Mungkace To Uddamang (1564-1604) La Sangkuru Patau Mulajaji Sultan Abdurahman (1604-1607) La Mapepulu (1607-1610) La Samalewa To Ampakiu (1610-1615) La Pakallongi To Ali (1615-1620 To Pasawungi (1620-1623) Lapakalongi To Ali (1623-1631) (masa jabatan kedua) To Udama (1631-1633) La Isigadjang To Bunne (1633-1644) To Panamui (1644-16??) La Palali To Malu (1670-1675) La Pariusi Daeng Manyapa Aru Mampu Aru Amali (1675-1697) La Tenri Sessu Tomo Puana Sodadie (1697-1699)

Page 5: Suku Bugis

La Matona Tosarka Puana Larumpang (1699-1700) La Galigo To Sunnia MPelaiengi Barugana (1700-1709) La Warrupuna Sangatji (1709-1713) La Salewangeng To Tenrirua Aru Kampori (1713-1735) La MadduKelleng Aru Sengkang (1735-1754) ....(?) Aru Barange (1774-17??) ....(?) Aru Akadjang (18??-1846) Masa antar-pemerintahan (1846-1860) [[La Tjintjing Akil Ali Datu Pammana (1860-....) Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe Datu Pammana La Tenri O'dang atau Odang, Aru Matowa dari Wajo 22 Desember 1926-14

Januari 1933), Haji Andi Mangkona Datu Marioriwawo , Aru Matowa dari Wajo 23 April 1933,

turun takhta pada 21 November 1949. Andi Sumangerukka,Patola Wajo(1949-1950) Hj.Andi Ninnong,Ex Ranreng Tuwa,Datu Tempe(1950) Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) 1950-1957 Bupati Wajo 1957-sekarang

Masa Kerajaan

Kerajaan Bone

Di daerah Bone terjadi kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ade pitue.

Kerajaan Makassar

Di abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa, Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling memangsa laksana ikan. Kerajaan Makassar kemudian terpecah menjadi Gowa dan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini kembali menyatu menjadi kerajaan Makassar.

Kerajaan Soppeng

Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng.

Page 6: Suku Bugis

Kerajaan Wajo

Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung. Sepeninggal beliau, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabi. Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo.

Konflik antar Kerajaan

Pada abad ke-15 ketika kerajaan Gowa dan Bone mulai menguat, dan Soppeng serta Wajo mulai muncul, maka terjadi konflik perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi antar kerajaan. Kerajaan Bone memperluas wilayahnya sehingga bertemu dengan wilayah Gowa di Bulukumba. Sementara, di utara, Bone bertemu Luwu di Sungai Walennae. Sedang Wajo, perlahan juga melakukan perluasan wilayah. Sementara Soppeng memperluas ke arah barat sampai di Barru.

Perang antara Luwu dan Bone dimenangkan oleh Bone dan merampas payung kerajaan Luwu kemudian mempersaudarakan kerajaan mereka. Sungai Walennae adalah jalur ekonomi dari Danau Tempe dan Danau Sidenreng menuju Teluk Bone. Untuk mempertahankan posisinya, Luwu membangun aliansi dengan Wajo, dengan menyerang beberapa daerah Bone dan Sidenreng. Berikutnya wilayah Luwu semakin tergeser ke utara dan dikuasai Wajo melalui penaklukan ataupun penggabungan. Wajo kemudian bergesek dengan Bone. Invasi Gowa kemudian merebut beberapa daerah Bone serta menaklukkan Wajo dan Soppeng. Untuk menghadapi hegemoni Gowa, Kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng membuat aliansi yang disebut "tellumpoccoe".

Penyebaran Islam

Pada awal abad ke-17, datang penyiar agama Islam dari Minangkabau atas perintah Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Mereka adalah Abdul Makmur (Datuk ri Bandang) yang mengislamkan Gowa dan Tallo, Suleiman (Datuk Patimang) menyebarkan Islam di Luwu, dan Nurdin Ariyani (Datuk ri Tiro) yang menyiarkan Islam di Bulukumba.[2]

Kolonialisme Belanda

Pertengahan abad ke-17, terjadi persaingan yang tajam antara Gowa dengan VOC hingga terjadi beberapa kali pertempuran. Sementara Arumpone ditahan di Gowa dan mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin La Tenri Tatta Daeng Serang Arung Palakka. Arung Palakka didukung oleh Turatea, kerajaaan kecil Makassar yang tidak sudi berada dibawah Gowa. Sementara Sultan Hasanuddin didukung oleh menantunya La Tenri Lai Tosengngeng Arung Matowa Wajo, Maradia Mandar, dan Datu Luwu. Perang yang dahsyat mengakibatkan benteng Somba Opu luluh lantak. Kekalahan ini mengakibatkan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya yang merugikan kerajaan Gowa.

Page 7: Suku Bugis

Pernikahan Lapatau dengan putri Datu Luwu, Datu Soppeng, dan Somba Gowa adalah sebuah proses rekonsiliasi atas konflik di jazirah Sulawesi Selatan. Setelah itu tidak adalagi perang yang besar sampai kemudian di tahun 1905-6 setelah perlawanan Sultan Husain Karaeng Lembang Parang dan La Pawawoi Karaeng Segeri Arumpone dipadamkan, maka masyarakat Bugis-Makassar baru bisa betul-betul ditaklukkan Belanda. Kosongnya kepemimpinan lokal mengakibatkan Belanda menerbitkan Korte Veklaring, yaitu perjanjian pendek tentang pengangkatan raja sebagai pemulihan kondisi kerajaan yang sempat lowong setelah penaklukan. Kerajaan tidak lagi berdaulat, tapi hanya sekedar perpanjangan tangan kekuasaaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sampai kemudian muncul Jepang menggeser Belanda hingga berdirinya NKRI.

Masa Kemerdekaan

Para raja-raja di Nusantara bersepakat membubarkan kerajaan mereka dan melebur dalam wadah NKRI. Pada tahun 1950-1960an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan disibukkan dengan pemberontakan. Pemberontakan ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan kampung halamannya. Pada zaman Orde Baru, budaya periferi seperti budaya di Sulawesi benar-benar dipinggirkan sehingga semakin terkikis. Sekarang generasi muda Bugis-Makassar adalah generasi yang lebih banyak mengkonsumsi budaya material sebagai akibat modernisasi, kehilangan jati diri akibat pendidikan pola Orde Baru yang meminggirkan budaya mereka. Seiring dengan arus reformasi, munculah wacana pemekaran. Daerah Mandar membentuk propinsi baru yaitu Sulawesi Barat. Kabupaten Luwu terpecah tiga daerah tingkat dua. Sementara banyak kecamatan dan desa/kelurahan juga dimekarkan. Namun sayangnya tanah tidak bertambah luas, malah semakin sempit akibat bertambahnya populasi dan transmigrasi.

Mata Pencaharian

Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.

Bugis Perantauan

Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka[rujukan?].

Penyebab Merantau

Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu

Page 8: Suku Bugis

budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.

Bugis di Kalimantan Selatan

Pada abad ke-17 datanglah seorang pemimpin suku Bugis menghadap raja Banjar yang berkedudukan di Kayu Tangi (Martapura) untuk diijinkan mendirikan pemukiman di Pagatan, Tanah Bumbu. Raja Banjar memberikan gelar Kapitan Laut Pulo kepadanya yang kemudian menjadi raja Pagatan. Kini sebagian besar suku Bugis tinggal di daerah pesisir timur Kalimantan Selatan yaitu Tanah Bumbu dan Kota Baru.

Bugis di Sumatera dan Semenanjung Malaysia

Setelah dikuasainya kerajaan Gowa oleh VOC pada pertengahan abad ke-17, banyak perantau Melayu dan Minangkabau yang menduduki jabatan di kerajaan Gowa bersama orang Bugis lainnya, ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Disini mereka turut terlibat dalam perebutan politik kerajaan-kerajaan Melayu. Hingga saat ini banyak raja-raja di Johor yang merupakan keturunan Bugis.

Kiri ke Kanan: Raja Ali Haji, Jusuf Kalla, wakil Presiden Indonesia, and B.J. Habibie, mantan Presiden Indonesia. Jumlah populasi

kurang lebih 6 juta jiwa.

Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan Bahasa Bugis, Indonesia, Melayu, dan lain-lain. Agama Islam (100%). Kelompok etnis terdekat Toraja, Mandar, Makassar