sejarah dan dakwah nabi muhammad saw periode madinah

15
Sejarah Dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT. untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M. Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah: 1. Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya. 2. Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-

Upload: baitinnajmah

Post on 16-Apr-2017

181 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

Sejarah Dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah

Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama

hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT.

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan

diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena

di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak

memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri

kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam

berdakwah dan beribadah.

Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam,

yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah,

bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.

Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:

1. Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir

Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah

untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy

dengan maksud untuk membunuhnya.

2. Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,

sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT,

untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).

Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad

SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang

terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk

membunuh Nabi Muhammad SAW.

Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh

seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW.,

sehingga Ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta

mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta.

Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat

tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.

Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari

rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW.

Page 2: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju

sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua

itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.

Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi

SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari

persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu

Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan

sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri

pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.

Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang

jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka

menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun

sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang

dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.

Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu

penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka,

berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di

Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah

Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.

Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka

mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan

menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:

“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami wajib

bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada

kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi

SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”

Tetapi Nabi SAW hanya berkata, “Aku akan menginap dimana untaku berhenti.

Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.” 

Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di

depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah

Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal

di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah

untuknya.

Page 3: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi). Orang

sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari

sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.  

B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah

Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin

penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode

Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang

berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad

mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala

Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual

dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala

Negara.

Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni

dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya

Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.

Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain

ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga

ajaran Islam yang terkandung dalam 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.

Adapun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial

kemasyarakatan.

Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang

yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang

yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar

kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.

Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk

seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman pada QS. Al-Anbiyaa’, 21:107.

Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi

semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)

Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk

Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang

diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.

Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata

Page 4: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di

Madinah.

Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam

bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-

ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa

beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.

Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,

menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan

kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak

bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk

Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka

itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-

sekutu mereka.

Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam

surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan

para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir

yang tidak dapat dihindarkan lagi.

Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena

Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa

menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).

Artinya:“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)

janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190

Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya

itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang,

tetapi bertujuan untuk:

Membela diri dan kehormatan umat Islam.

Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak

menganutnya.

Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan

Romawi.

Page 5: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara

yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan

memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi

juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir

kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia

bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk

menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para

pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa

Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk, perang Badar, perang Uhud,

perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.

C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah

Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode

Madinah adalah:

1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain

meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang

yang berdakwah  itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.

2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah

An-Nahl ayat 125.

 Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah

yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)

Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan

petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.  

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;

merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)

Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan

untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi. Umat Islam dalam

melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang

dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi

Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di

Madinah.

Page 6: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran

Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang

baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram,

damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.

Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut

adalah:

Membangun Masjid

Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah

Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba

dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).

Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau

mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.

Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid

Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin

dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan

peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat

terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali

bin Abu Thalib r.a.

Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai

berikut:

1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.

2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat

Tarawih, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang

bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis.

4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama

Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.

5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat

penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak

menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.

Page 7: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan

para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang

melawan orang-orang kafir.

Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar

Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah

ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang

memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.

Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab

tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan

yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan

mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),

dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.

Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai

saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat

misalnya:

a. Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang

pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang

kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.

b. Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid.

c. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar).

d. Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).

Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk

Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang-

sepasang, layaknya seperti saudara senasab. Persaudaraan secara sepasang–sepasang

seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin

hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi,

hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin

berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum

Page 8: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari

nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang,

Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.

Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian

oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut

Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan

mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong.

Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis,

kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang antara

kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.

Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah

Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga

golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani

Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat

dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan

mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi

sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak

tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan

seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari

serangan luar.

Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau

bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam

yang adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal

dengan sebutan Piagam Madinah.

Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk

Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara

lain berisi:

1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,

keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah

berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi

keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.

Page 9: Sejarah dan Dakwah Nabi Muhammad Saw Periode Madinah

2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.

3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan

orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling

membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka

seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota

Madinah.

4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan

perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW

untuk diadili sebagaimana mestinya.

Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.

Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi

menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar,

Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Pada awalnya, mereka semua menerima

kedatangan Nabi dan umat Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang

menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.

Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem

sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi

saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan

non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang

tertuang di dalam Piagam Madinah.

Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam,

sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam

merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga

tampil sebagai seorang Kepala Negara (khalifah).

Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap

sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat

mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-

peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan

itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.