secure attachment orang tua terhadap kemandirian …
TRANSCRIPT
1
SECURE ATTACHMENT ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN
ANAK USIA DINI 4-5 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK AS-SALAM
K OTA JAMBI
TESIS
OLEH :
MIARI EDLIN KUSWARDANI
NIM : MPU 1622592
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2020
2
3
4
5
6
MOTTO
Artinya: “wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari ai neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya melaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan1
1Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung:
Diponegoro,2006)
7
ABSTRAK
Miari Edlin kuswardani, NIM: MPU. 16.22592 Secure Attachment Orangtua
Terhadap Kemandirian Anak Usia Dini 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak As-
salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi. Tesis. Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian anak usia dini 4-5
tahun di taman kanak-kanak as-salam kecamatan alam barajo kota jambi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang dengan teknik
pengambilan dilakukan secara purposive sampling. Dengan subjek penelitian ini
adalah anak-anak murid TK kelompok A dengan rentang usia 4-5 tahun di
semester 2. Sedangkan orangtua dari murid, guru kelompok A dan kepala seklah
sebagai informan. Selanjutnya teknik pengumpulan data dengan menggunakan
observasi, wawancara, analisis data dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pertama, persepsi orang tua tentang
urgensi secure attachment (kelekatan aman) menunjukkan terdapat kurangnya
pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya dari secure attachment
(kelekatan aman) terhadap kemandirian anak usia dini. Kedua, faktor yang
menentukan secure attachment orang tua ialah melibatkan adanya komunikasi,
kepercayaan, pengasingan antara orang tua dan anak dan figur orang tua terhadap
anak. Ketiga bagaimana menentukan secure attachment yaitu dengan adanya
sistem pola asuh yang baik dan terarah yang terjalin secara kontinyu sejak dini
oleh orang tua terhadap anak.
Implikasi penelitian yang menunjukkan bahwa kelekatan aman
orang tua terhadap anak usia dini dapat meningkatkan kemandirian anak.
Dalam hal ini kelekatan membentuk pola asuh orang tua dalam
mengembangkan kemandirian anak. Orang tua yang memahami
kelekatan aman dan pentingnya kemandirian anak akan menerapkan
dalam keseharian dengan tujuan meningkatkan kemandirian anak
tersebut. Menciptakan hubungan yang aman untuk anak dan memberikan
kepercayaan untuk anak sudah merupakan pelatihan sederhana untuk
kemandirian anak.
Kata Kunci: Secure Attachment, Orang Tua, Kemandirian Anak Usia Dini 4-
5 Tahun
8
ABSTRACT
Miari Edlin kuswardani, NIM: MPU. 16.22592 Secure Attachment Parents
Independence of 4-5 Years Early Childhood in As-salam Kindergarten Alam
Barajo Sistrict, Jambi City. Thesis Postgraduate Sultan Thaha Saifuddin Jambi
State Islamic University 2019
This study aims to improve the independence of 4-5 years old children in the
kindergarten as-salam alam Barajo district jambi city
This research uses descriptive qualitative method with the sampling technique
carried out by purposive sampling. With the subject of this study were children of
group A kindergarten students with a range of age 4-5 years in semester 2. While
the parents of students, group A teachers and head of the school were informants.
Furthermore, data collection techniques using observation, interviews, data
analysis and documentation.
The results of this study found that first, parents' perceptions about the urgency of
secure attachment showed a lack of understanding and awareness of the
importance of secure attachment to early childhood independence. Second, the
factors that determine parental secure attachment involve communication, trust,
alienation between parent and child and the parent figure of the child. Third, how
to determine secure attachment is the existence of a good and directed parenting
system that is continuously established early on by parents of children.
Implications of research that show that the safe attachment of parents to early
childhood can increase children's independence. In this case, attachment forms the
pattern of parenting in developing children's independence. Parents who
understand the secure attachment and the importance of the child's independence
will apply in everyday life with the aim of increasing the child's independence.
Creating safe relationships for children and giving trust to children is a simple
training for children's independence.
Keywords: Secure Attachment, Parents, Independence ofearly childhood 4-5
Years
9
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah menganugerahkan rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga tesis yang
berjudul “Secure Attachment Orangtua Terhadap Kemandrian Anak Usia Dini 4-5
tahun di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jamabi”
ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk menyelesaikan studi Strata Dua di UIN STS Jambi. Sawat dan Salam
senantiasa tercurah atas junjungan kita Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW,
rahmat seluruh alam.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati, bahwa tanpa adanya bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini sulit untuk dapat diselesaikan dengan
baik, untuk otu, penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H.Hidayat
M.Pd dan bapak Dr. Zawaqi Afdal jamil S.Ag.M.Pdi. Bapak Prof. Dr. H. Husein
Silitonga M.Pd Direktur PPs UIN STS Jambi dan Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi
Asy’ari, MA, Ph.D, selaku Rektor UIN STS Jambi. Seterusnya kepada teman-
teman seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya
satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan penulis selama
penelitian dan penulisan tesis ini.
Selanjutnya dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis tidak luput
dari adanya kesalahan dan kekurangan terhadap tulisan tesis ini. Untuk itu peneliti
sangat mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
untuk menyempurnakan tesis ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan
petunjuk dan bimbingan-Nya kepada kita semua Aamiin Yarabbal’alamin.
Jambi, November 2020
Penulis
Miari Edlin Kuswardani
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN NOTA DINAS ........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. iv
PENGESAHAN ........................................................................................ v
MOTTO .................................................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. vii
ABSTARCT ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 7 C. Batasan Dan Fokus Penelitian ................................................ 7 D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ........................... 7
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Kajian Tentang Kemandirian 1. Pengertian Kemandirian.................................................... 9 2. Kemandirian Anak Usia dini ............................................ 11 3. Ciri-ciri Kemandirian Anak Usia Dini ............................... 13 4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak .. 14 5. Melatih Kemandirian Anak .............................................. 17 6. Kemandirian dan Harga Diri ............................................ 19 7. Perkembangan Kemandirian .......................................... 20
B. Kajian Tentang Secure Attachment 1. Pegertian Secure Attachment ......................................... 37 2. Aspek-Aspek Secure Attachment ................................... 39 3. Perkembangan Attachment ............................................ 40 4. Karakteristik Individu Yang Memiliki Secure Attachment 41 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Secure Attachment 43 6. Manfaat Kelekatan .......................................................... 44 7. Membentuk Kelekatan Positif ......................................... 45 8. Kelekatan dan Pola Asuh ................................................ 46
C. Penelitian Yang Relevan ....................................................... 51
11
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ........................................................... 56 B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian ..................................... 58 C. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 58 D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 60 E. Teknik Analisis Data .............................................................. 61 F. Uji Keterpercayaan Data ....................................................... 62 G. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 63
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .......................................................... 65 B. Temuan Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian
1. Temuan Penelitian a. Persepsi Orangtua Tentang Urgensi Secure Attachment ... 76 b. Faktor yang Menentukan Secure Attachment Orangtua .... 87 c. Upaya Menentukan Secure Attachment ............................. 97
2. Analisis Hasil Penelitian......................................................... 109
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 128 B. Implikasi ..................................................................................... 129 C. Rekomendasi ............................................................................. 129 D. Kata Penutup ............................................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Tingkat Pencapaian Perkembangan Fisik-Motorik AUD ............... 23
Tabel 2: Tingkat Pencapaian Perkembangan Kognitif AUD ........................ 26
Tabel 3: Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa AUD ........................ 29
Tabel 4: Tingkat Pencapaian Perkembangan Sosial-Emosi AUD ............... 31
Tabel 5: Tingkat Pencapaian Perkembangan Seni AUD ............................. 35
Tabel 6: Jadwal Penelitian .......................................................................... 64
Tabel 7: Nama-nama Tenaga Pendidik Taman Kanak-Kanak .................... 68
Tabel 8: Kelompok Belajar Taman Kanak-Kanak As-salam ........................ 70
Tabel 9: Nama Anak Kelompok A Taman Kanak-Kanak As-salam ............ 71
Tabel 10: Keadaan Sarana Taman Kanak-Kanak As-salam ....................... 72
Tabel 11: Keadaan Prasarana Taman Kanak-Kanak As-salam .................. 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Anak-anak adalah perhiasan kehidupan di dunia. Anak adalah
amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada orang tua. Imam al-
Ghazali dalam Suwaid mengatakan bahwa anak adalah amanat ditangan
kedua orang tuanya, hatinya yang suci adalah mutira yang masih mentah,
belum dipahat maupun dibentuk. Apabila dibiasakan dan diajari dengan
kebaikan maka dia akan tumbuh dalam kebaikan pula. Dampak dari
kedua orangtuanya akan hidup bahagia di dunia dan diakhirat.2
Dalam islam, anak tidak hanya diakui sebagai amanah dari Allah,
tetapi juga sebagai harapan (dambaan, penyejuk mata, dan hiasan dunia).
Sebagai Firman Allah SWT di dalam surat Al-Kahfi ayat 46:
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.3
Dari penjelasan surat Al-Kahfi ayat 46 dijelaskan bahwa anak adalah
perhiasan bagi kehidupan didunia dan menjadi harapan bagi kedua
orangtuanya kelak di akhirat. Oleh sebab itu, penting sekali mendidik anak
agar tumbuh dan berkembang secara wajar dan menjadi hamba yang
patuh kepada Allah SWT. Mulailah mengajari dan mendidik anak dimulai
sejak dini.
2 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting Cara Nabi Saw Mendidik Anak Yogyakarta: Pro-U Media, 2009, hal.238. 3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung:
Diponegoro,2006, hal. 434.
2
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jesmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.4
Pendidikan anak usia dini terdiri dari pendidikan formal, nonformal,
dan informal. Pendidikan taman kanak-kanak merupakan salah satu
bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun
sampai enam tahun.5
Pendidikan anak usia dini sangat diperlukan untuk mengoptimalkan
perkembangan otak anak, pendidikan anak usia dini hendaknya dapat
diartikan secara luas yang mencakup seluruh proses stimulasi psikososial
dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga
pendidikan. Stimulasi perlu diberikan kepada anak usia dini mengingat
masa usia dini merupakan golden age bagi tumbuh kembang anak.6
Anak usia dini menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, ialah anak sejak lahir sampai usia
enam tahun. Sementara itu, Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini
menyatakan bahwa rentangan usia anak usia dini. Pendidikan anak usia
dini mengacu pada pendidikan yang diberikan kepada anak usia 0-6 tahun
atau sampai dengan 8 tahun. Sebenarnya, sejak anak masih ada dalam
kandungan, pendidikan secara tidak langsung sudah diberikan oleh
ibunya antara lain berwujud pembiasaan, kedisiplinan, kebersihan,
keteraturan, kesehatan dan gizi, ketenangan serta kesabaran.
Sementara itu National for the Education of Young Children (NAECY)
membagi anak usia dini menjadi 0-3 tahun (fodde), 3-4 tahun
(prasekolah), 5-6 tahun (kelas awal SD) dan 7-8 tahun (kelas lanjut SD).
4 Permendikbud RI No.146 tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini hal 2 5 Yuliani Nuraini Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini Jakarta: PT Indeks, 2011, hal.22 6 Riana masher. Emosi anakusia dini dan strategi pengembangannya. Jakarta: Kencana, 2011 hal
120.
3
Menurut Bloom pendidikan sejak usia dini penting sekali sebab
perkembangan mental yang meliputi perkembangan intelegensi,
kepribadian dan tingkah laku sosial berlangsung cepat, pada usia dini.
Menurut Landshears perkembangan kognitif pada anak usia dini 4-8 tahun
sudah mencapai 30%. Beberapa pandangan tersebut menunjukan
pentingnya pendidikan sejak usia dini. Dengan demikian, pendidikan bagi
anak usia dini wajib diperhatikan.7
Yang dimaksudkan dengan anak prasekolah adalah mereka yang
berusia antara 3-6 tahun menurut Biechler dan Snowmn. Mereka biasanya
mengikuti program prasekolah dan kindergarten. Sedangkan di Indonesia,
umum nya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan –
5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6
tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak.8
Masa kanak-kanak awal sering disebut masa Golden Age, pada masa
ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak lain meningkat
dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan
sosial mereka tentu akan menimbulakan kemandirian dan keberanian
anak. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan
penyesuaian sosial yang lebih baik, dibandingkan dengan anak yang tidak
mengikuti pendidikan prasekolah. Karena mereka dipersiapkan secara
lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok
dibandingkan dengan anak-anak yang aktifitas sosialnya yang terbatas
dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan keluarga
terdekat. Keuntungan pendidikan prasekolah adalah memberikan
pengalaman sosial dibawah bimbingan guru yang terlatih yang membantu
mengembangkan hubungan yang menyenangkan dan berusaha agar
anak-anak tidak mendapat perlakuan yang mungkin menyebabkan
mereka menghindari hubungan sosial dan membuat anak merasa tidak
percaya diri ataupun takut untuk melakukan sesuatu. Pada umumnya 7Santoso Soegeng. dkk, Dasar-dasar Pendidikan Tk. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2012 hal: 1.3. 8Patmonodewo Soemiarti. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000 hal: 19.
4
anak-anak dengan usia prasekolah dengan diberinya stimulasi yang baik
dan tepat akan membantu anak untuk berkembang dalam segala aspek
yang juga akan mempengaruhi kemandirian anak.
Mandiri adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur
pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha
sendiri untuk mengatasi perasaan malu dan keragu-raguan. Tak terkecuali
seorang anak pada akhirnya kelak juga harus dapat tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang mandiri agar dapat unggul dalam setiap
kompetisi. Mandiri dimulai dari lingkungan keluarga, yang berupa
pemberian kesempatan untuk menyelesaikan tugas sederhana tanpa
bantuan, kebebasan dalm mengambil keputusan, dan mengembangkan
diri sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan.
Kemandirian anak akan berkembang dengan baik jika diberikan
kesempatan melalui berbagai latihan secara terus menerus dan bertahap.
Latihan-latihan tersebut dapat berupa tugas-tugas tanpa memerlukan
bantuan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan
kemampuan anak. Kemandirian memberikan dampak yang positif bagi
anak, jadi tidak ada salahnya jika diajarkan sedini mungkin yang
disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan kemampuan anak.
Kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang
bersifat afektif antar satu orang dengan orang lainnya yang mempunyai
arti khusus. Hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan
memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam
pandangan anak karena terjadi secara alamiah. Terdapat serangkaian
proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut.
Proses pembentukan kelekatan harus didasarkan pada keyakinan
anak terhadap penerimaan lingkungan akan mengembangkan kelekatan
yang aman dan figur lekatnya (secureattachment) dan mengembangkan
rasa percaya pada orangtua dan lingkungan.
5
Secure (kelekatan) terdiri dari tiga pola yaitu: (1)Secure Attachment
(Pola Aman); (2)Esistance Attachment (Pola Melawan/ Ambivalen);
(3)Avoidant Attachment (Pola Menghindar).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan yaitu kelekatan aman
(Secureattachment), lebih sensitif dan responsif sehingga anak yakin
orangtua selalu ada di saat Ia membutuhkan dan anak merasa nyaman.
Orang tua yang menerapkan kelekatan melawan (ambivalent attachment),
anak merasa tidak pasti bahwa orangtuanya selalu ada dan responsive
saat dibutuhkan, akibatnya anak mudah mengalami kecemasan untuk
berpisah dengan orangtua. Sedangkan orangtua yang menerapkan
kelekatan menghindar (avoidant attachment), anak tidak percaya diri
karena pada saat berinteraksi tidak direspon oleh orangtua sehingga anak
kurang mampu bersosialisasi.9
Guru merupakan orangtua kedua di lingkungan sekolah, saat anak
berada dilingkungan sekolah maka tanggung jawab anak sepenuhnya di
pegang oleh guru kelas selama anak menjalankan kegiatan bermain dan
belajar di sekolah, untuk itu guru pun harus memiliki strategi untuk dekat
dengan anak, karena anak yang ditinggal oleh ibu nya selama sekolah
membutuhkan waktu untuk membiasakan diri, untuk itu kelekatan aman
bisa juga dilakukan untuk seorang guru agar anak merasa aman dan
nyaman ketika berada disekolah, selama ditinggal oleh orang tuanya, dan
dengan cara itu pula guru dapat membantu orangtua mengembangkan
kemandirian anak, tentunya mandiri saat sekolah yang dibantu oleh guru
dan mandiri saat dirumah yang dibantu oleh orangtua nya.
Terbentuknya kemandirian anak dapat dilakukan dengan cara
bagaimana seorang guru dan orang tua bekerjasama dalam
menumbuhkan kemandirian anak tersebut. Saat anak dirumah ibu
berperan dalam mengajarkan sesuatu yang berhubungan dengan
9 Nurhayati Hani “hubungan kelekatan (secure attachment) anak pada orangtua dengan
kemandirian anak kelompok B TK PKK 37 Dodogan Jatimulyo Dlingo Bantul” 04, Juni 2017.
6
kemandirian, misalnya pekerjaan yang dapat dia lakukan sendiri tanpa
dibantu oleh ibu, begitu pula saat si anak berada disekolah, guru
memberikan pengertian atau penjelasan mengenai kemandirian dengan
bahasa yang sederhana dan contoh yang sederhana yang dapat
dimengerti oleh anak.
Anak adalah anugrah yang telah diberikan oleh Allah SWT, anak
adalah rezeki, dan kebahagian buat orangtua, untuk itu orangtua harus
mendidik anak dengan baik, sebagaimana Allah berfirman dalam surat
An-Nahl yang berbunyi
مع والبصار هاتكم ل تعلمون شيئا وجعل لكم السه أخرجكم من بطون أمه والله
لفئدة لعلهكم تش كرون وا
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”
Berdasarkan grand tour yang dilakukan peneliti di lapangan di
temukan pada Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi, bahwa kurang
nya kemandirian anak dalam melakukan sesuatu.
Observasi awal yang penulis lakukan di Taman Kanak-kanak As-
salam terdapat 8 dari 14 anak yang belum mandiri dalam hal: 3
diantaranya: pertama anak tidak mau masuk kelas jika ibu nya tidak ikut
kedalam kelas, kedua anak tidak mau makan jika tidak didampingi ibu nya
dan ketiga anak merasa tidak percaya diri saat melakukan tugas dari ibu
guru.
Pada anak yang tidak mandiri ini merupakan kondisi yang
menunjukan bahwa kelekatan aman (secure attachment) ibu kepada anak
7
sangatlah penting, untuk itu diperlukan adanya kerjasama antara orang
tua dan guru disekolah dalam menumbuhkan kemandirian anak.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji
“Secure Attachment orang tua terhadap kemandirian anak usia dini 4-5
Tahun di TK As-salam”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari masalah diatas maka pertanyaan pokok yang
diajukan adalah “Bagaimana Secure Attechment dapat mempengaruhi
Kemandirian Anak Usia Dini 4-5 Tahun Di taman Kanak-kanak As-salam
Kota Jambi:
1. Bagaimana persepsi orang tua tentang urgensi Secure Attechment
pada anak usia dini
2. Faktor apa saja yang menentukan Secure Attachment orang tua pada
anak usia dini
3. Bagaimana upaya untuk menentukan Secure Attachment orang tua
pada anak usia dini
C. Batasan dan Fokus Penelitian
Mengingat luasnya pembahasan dan keterbatasan waktu dalam
penelitian ini rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka
peneliti melakukan penelitian di Taman Kanak-kanak As-salam Kota
Jambi. Kelas yang dilakukan untuk penelitian yaitu kelas anak usia 4-5
tahun (TK A) dengan jumlah anak didik nya di Taman Kanak-Kanak As-
salam 14 orang. Penelitian ini berfokus pada orang tua dari peserta didik.
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
8
Secara umum tujuan ini adalah untuk meningkatkan kemandirian anak
usia dini di Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui persepsi orang tua tentang urgensi kelekatan aman
orang tua pada anak di Taman Kanak-Kanak As-salam Kota Jambi
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menentukan kelekatan aman
orang tua pada anak di Taman Kanak-Kanak As-salam Kota Jambi
c. Untuk mengetahui upaya untuk menentukan kelekatan aman orang tua
pada anak di Taman Kanak-Kanak As-salam Kota Jambi
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan banyak manfaat
bagi khasanah keilmuan, khususnya terkait dengan kemandirian anak
b. Secara Praktis
Penelitian secara praktis dapat memberikan manfaat dan nilai
tambah berbagai pihak yaitu:
1. Bagi lembaga/ yayasan, sebagai sumbang pemikiran dalam
mengembangkan serta meningkatkan mutu program pendidikan dan
kualitas pendidikan.
2. Bagi tenaga pendidik, dapat menjadi referensi, masukan dan gambaran
tentang secure attachment terhadap kemandirian anak.
3. Bagi orang tua yang terkait, dapat dijadikan tambahan ilmu untuk
meningkatkan kemandirian anak.
4. Bagi penulis merupakan tambahan pengetahuan kususnya dibidang
pendidikan taman kanak-kanak dalam meningkatkan kemandirian anak
melalui secure attachment orang tua.
9
BAB II
LANDASAN TEORI, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Kemandirian
Para pakar psikologi perkembangan anak sepakat dengan pendapat
bahwa kemandirian terbentuk ketika seorang individu berusia dini. Namun
kemandirian ini tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan. Lingkungan
yang pertama memiliki andil terbesar membentuk kepribadian mandiri
adalah lingkugan keluarga.10
Kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara
kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk
bersikap mandiri dalam menghadap berbagai situasi lingkungan, sehingga
individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan
kemandiriannya. Kemandirian merupakan suatu upaya yang dilakukan
dan dimaksudkan untuk melatih anak dalam memecahkan masalahnya.
Istilah kemandirian anak pada umumnya dikaitkan dengan
kemampuan untuk melakukan segala sesuatunya sendiri. Apakah itu
memakai baju sendiri, menalikan sepatunya sendiri tanpa harus
tergantung pada bantuan orang lain.
Parker mengatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk
mengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu, berjalan
dan berfikir secara mandiri, disertai kemampuan untuk mengambil resiko
dan memecahkan masalah.
Kemandirian adalah bagian dari kepribadian yang merupakan
susunan unsur akal yang dapat menentukan perbedaan tingkah laku atau
tindakan dari setiap individu.
10
Derry Iswidharmanjaya, Bila anak usia dini bersekolah, Jakarta: Elex Media Komputindo,2013hal.37
10
Kemandirian menurut Sutari Imam Barnadib, meliputi perilaku mampu
berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/ masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang
mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala
sesuatu bagi diri sendiri.
Secara umum kemandirian bisa dilihat dari tingkah laku. Tetapi
kemandirian tidak selalu berbentuk fisik yang ditampilkan dalam tingkah
laku, tetapi juga ada dalam bentuk emosional dan sosialnya.11
Sedangkan pribadi yang mandiri adalah melakukan hidup yang utama
dan salah satu kebutuhan setiap manusia diawal usianya. Mengajarkan
anak menjadi pribadi yang mandiri memerlukan proses, tidak memanjakan
mereka secara berlebihan membiarkan mereka bertanggung jawab atas
perbuatannya merupakan hal yang perlu dilakukan jika kita ingin menjadi
mandiri.12
Menurut Diane Trister Dogde kemandirian ana usia dini dapat dilihat
dari pembiasaan dan kemampuan anak dalam kemampuan fisik, percaya
diri, bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, mau berbagi,
mengendalikan emosi.13
Selanjutnya Brewer juga menyatakan bahwa kemandirian Taman
Kanak-kanak indikatornya adalah pembiasaan yang terdiri dari
kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab disiplin, pandai
bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi.14
Perlunya mengajar dan mendidik untuk mengenal apa itu mandiri
dimulai saat usia TK yang dimana anak mudah menyerap dan mengingat
yang diajarkan, maka disini perlu peranan tenaga pendidik dan orang tua
dapat bekerjasama dalam meningkatkan kemandirian anak.
11 Komala, “mengenal dan mengembangkan kemandirian anak usia dini melalui pola asuh orang
tua dan guru”. Vol 1, No 1. 2015, 32. 12 Yamin-Sabari. Panduan PAUD, Pendidikan Anak Usia Dini.Jambi: Referensi, 2013, hal 58. 13
Ibid, hal 60. 14 Ibid, hal 61.
11
2. Kemandirian Anak Usia Dini
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja
maupun orang dewasa. Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang
dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas
apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak
usia dini Sidharto dan Izzaty mengemukakan bahwa salah satu ciri khas
perkembangan psikologis pada anak usia TK (4-6 tahun) adalah mulai
munculnya keinginan anak untuk mengurus dirinya sendiri.15
Menurut Rich, kemandirian anak dibentuk dari lingkungan keluarga
dimana anak tinggal dan dari kesempatan yang diberikan orangtua
kepada anaknya untuk melakukan sesuatu secara mandiri. Berawal dari
bawaan dari lingkungan keluarganya, maka hal tersebut menjadi sebuah
pembiasaan anak yang dibawa juga oleh anak ke sekolah. Pembiasaan
kemandirian dapat dilakukan melalui masalah sederhana misalnya mau
berusaha menyelesaikan tugas sendiri sampai selesai tanpa bantuan.16
Mandiri dalam arti yang lain adalah bagaimana anak belajar untuk
mencuci tangan, makan, memakai pakaian, mandi, atau buang air
kecil/besar sendiri. Mengajarkan anak menjadi pribadi yang mandiri
memerlukan proses, tidak memanjakan mereka secara berlebihan dan
membiarkan mereka bertanggung jawab atas perbuatannya merupakan
hal yang perlu dilakukan jika kita ingin anak menjadi mandiri.17
Teori perkembangan psikososialnya membagi perkembangannya
kedalam empat tahap, salah satunya adalah tahap initiative vs guilt (4-5
tahun) dimana rasa kemandirian anak ditandai dengan menunjukan sikap
inisiatif yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak bebas, dan
berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua
15 Rahayu ,Kemandirian Anak Prasekolah. (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim,2013)hal 20. 16 Ibid, hal 20. 17
M. Yamin-J.S Sanan, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) (Jakarta: Gaperindo, 2012) hal65.
12
menimbulkan keinginan untuk berinisiatif sedangkan keadaan sebaliknya
menimbulkan rasa bersalah.18
Kemandirian menurut Sutari Imam Barnadib, meliputi perilaku mampu
berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang
mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala
sesuatu bagi diri sendiri.19
Anak dapat mengatakan apa yang mereka inginkan dan mengerjakan
tanggung jawab seperti membereskan mainan yang berserakan sudah
merupakan awal bahwa anak telah mandiri. Perlu diketahui jika kita
mendorong anak mendewasakan diriya sebelum usianya maka akan
beresiko kehilangan kemandirian atau malah menjadi lebih mandiri yang
menyebabkan anak tidak mau diperintah atau diajarkan. Anak harus
diajarkan untuk mandiri secara perlahan-lahan seperti menapaki tangga
dan tunjukkan bagaimana mandiri itu dengan mencontohkan pada anak.
Penanaman sifat kemandirian ini harus dimulai sejak anak prasekolah,
tetapi harus dalam keangka proses perkembangan manusia, artinya orang
tua tdak boleh melupakan bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa,
sehingga ia tidak bisa dituntut menjadi orang dewasa sebelum waktunya.
Serta orang tua harus mempunyai kepekaan terhadap setiap proses
perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangannya.20
Mengajari anak sesuai dengan umurnya dapat membuat anak merasa
percaya diri dan berani dalam melakukan sesuatu, orang tua pun harus
meyakinkan anak dan percaya kepada anak bahwa ia bisa dan
memberikan semangat atau dorongan dan memberikan pujian apabila
anak dapat melakukan sesuatu dengan sendiri.
18 Ibid, hal 65. 19
Ibid,hal 68. 20 Ibid, hal 70,71.
13
3. Ciri-ciri Kemandirian Anak Usia Dini
Bagaimana anak mandiri adalah refleksi dari apa yang mereka
dapatkan di rumah dan di lingkungan dimana ia berada. Anak mandiri
untuk ukuran anak usia dini terlihat dengan ciri-ciri. Adapun ciri-ciri
kemandirian pada anak yaitu: a)Dapat melakukan segala aktifitasnya
secara sendiri meskipun tetap dengan pengawasan orang dewasa,
b)Dapat membuat keputusan dan pilihan sesuai dengan pandangan,
pandangan itu sendiri diperolehnya dari perilaku atau perbuatan orang-
orang disekitarnya, c)Dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa perlu
ditemani orangtua dan, d)Dapat mengontrol emosinya bahkan dapa
tberempati terhadap orang lain.21
Adapun ciri khusus kemandirian pada anak usia dini, yaitu:
a)mempunyai kecendrungan memecahkan masalah dari pada berkutat
dalam kekhawatiran bila terlibat masalah, b)tidak takut mengambil resiko
karena sudah mempertimbangkan baik-buruknya. c)percaya terhadap
penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau meminta
bantuan dan d)mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya.22
Lovinger mengatakan bahwa ada enam tingkatan kemandirian, yaitu;
(1)Tingkat inplusif dan melindungi diri; (2)Tingkat konformistik; (3)Tingkat
sadar diri; (4)Tingkat seksama; (5)Tingkat individualistic; (6)Tingkat
mandiri.23
Kemandirian anak usia dini juga dapat dilihat dari tujuh indikator, yaitu:
a)Mempunyai rasa percaya diri, b)Memiliki kemampuan fisik,
c)Bertanggung jawab, d)Disiplin, e)Pandai bergaul, f)Saling berbagi,
g)Dapat mengendalikan emosi.
21Komala, “Mengenal dan mengembangkan kemandirian anak usia dini melaui pola asuh orang tua dan guru”. Vol 1 No 1. hal 36. 22 Yusuf,S. Psikologi perkembangan anak dan remaja.(Bandung:PT.Remaja 2006). hal 63. 23
Yamin, M dan Sanan, J, S, Panduan pendidikan anak usia dini (PAUD). (Jakarta: Gaperindo 2012) hal 63.
14
Perkembangan kepribadian anak pada usia dini sangat tergantung
pada interaksi antara anak dan orang tua. Agar dapat berinteraksi dengan
intensif, orang tua harus memperhatikan faktor lingkungan, pemberian
pengarahan, menentukan pilihan, kebebasan berinisiatif dan melatih
tanggung jawab.
Dalam kemandirian anak usia dini mulai berinisiatif, maka anak akan
merasa penuh energi dan mampu berbuat sesuatu sehingga ingin
bergerak kesana kemari dengan lebih bebas. Oleh karena itu orang tua
harus lebih banyak mendengarkan, sehingga anak merasa mendapat
tanggapan positif. Orang tua hanya memberikan kebebasan berinisiatif
tetapi juga membantu mengembangkannya agar anak bisa berlatih
bertanggung jawab karena anak pada usia dini jika tidak dilatih tanggung
jawab akan tetap tergantung pada orang lain dan tidak dapat mandiri.
Oleh karena itu tanggung jawab ini berkembang sedikit demi sedikit maka
orang tua hendaknya mulai memberikan tanggung jawab atas tugas-tugas
yang sederhana dan terus meningkat sampai usia anak bertambah.
Dengan demikian anak dapat dikatakan mandiri apabila tidak
bergantung pada orang lain dalam mengurus dirinya, mampu
menyelesaikan tugas sendiri sampai selesai meskipun terkadang masih
dibantu, serta mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak
Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga
bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri
individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai
stimulus yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang dimiliki
sejak lahir sebagai keturunan orang tuanya. Seorang anak dalam
menegakkan kemandirian bergantung pada tiga hal, yaitu: 1)Sikap sosial
terhadap kemandirian dalam kultur seseorang (anak) tersebut, 2)Pola
15
asuh dan kelekatan anak dengan orang tua, 3)Interaksi dengan teman
sebaya dan dukungan terhadap prilaku mandiri.24
Hurlock menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian adalah: 1)Pola Asuh Orang Tua. Dengan pola asuh
demokratis sangat merangsang kemandirian anak, dimana orangtua
memiliki peran sebagai pembimbing yang memperhatikan terhadap setiap
aktivitas dan kebutuhan anak, terutama yang berhubungan dengan studi
dan pergaulannya baik dilingkungan keluarga maupun sekolah. 2)Jenis
Kelamin. Anak yang berkembang dengan tingkah laku maskulin lebih
mandiri dibandingkan dengan anak yang mengembangkan pola tingkah
laku yang feminis. Karena hal tersebut laki-laki memiliki sifat yang agresif
dari pada anak perempuan yang sifatnya lemah lembut dan pasif.
3)Urutan Posisi Anak. Anak pertama diharapkan untuk menjadi contoh
dan menjaga adiknya lebih berpeluang untuk mandiri dibandingkan
dengan anak bungsu yang mendapatkan perhatian lebih dari orang tua
dan saudara-saudaranya sehingga berpeluang kecil untuk mandiri.
Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala perkembangan
kemandirian antara lain: 1)kebiasaan selalu dibantu atau dilayani,
misalnya orang tua selalu melayani keperluan anak-anak seperti
mengerjakan PRnya, akan membuat anak-anak manja dan tidak mau
berusaha sendiri sehingga akan membuat anak tidak mandiri. 2)Sikap
orangtua yang selalu bersikap memanjakan dan memuji anak akan
menghambat kemandiriannya. 3)Kurangnya kegiatan diluar rumah, disaat-
saat anak tidak mempunyai kegiatan dengan teman-temannya akan
membuat anak bosan sehingga dia akan malas, tidak kreatif serta tidak
mandiri. 4)Peranan anggota lain, misalnya ada saudara yang melakukan
tugas rumahnya maka akan menghambat kemandiriannya.
Cara orang tua mengasuh dan mendidik anak sangat berperan
penting dalam pembentukan kepribadian anak. Namun dengan adanya
24
I, Puryanti, jurnal: Hubungan Kelekatan Anak Pada Ibu Dengan Kemandirian di Sekolah. (Semarang: UIN Semarang, 2012) hal 23.
16
era yang semakin modern seperti saat ini ternyata terdapat kendala untuk
membangun karakter kemandirian anak terutama untuk keluarga yang
memiliki tingkat ekonomi menengah keatas. Biasanya para orang tua di
keluarga dengan status ekonomi menengah keatas dalam pengasuhan
anak lebih mempercayakan pada jasa baby sitter (pengasuh anak), atau
pembantu. Hal ini disebabkan kesibukan akan karir orang tuanya.
Sayangnya kebanyakan pengasuhan yang diberikan oleh pengasuh atau
pembantu biasanya lebih ke arah “melayani”. Hal inilah yang membuat
anak-anak jadi kurang mandiri.
Ketidakmandirian anak akan berpengaruh ketika anak bersekolah,
misalnya ketika anak diminta oleh gurunya untuk menempelkan kertas,
anak tersebut merasa dirinya tidak mampu padahal sebenarnya dia
mampu melakukannya. Karena itu, seringkali yang mengerjakan tugas
tersebut adalah pengasuhnya yang duduk berdekatan dengan anak itu
didalam kelas.
Tingkat kepercayaan orang tua juga seringkali menjadi hambatan
untuk peningkatan kemandirian anak. Orang tau seringkali member
penilaian yang salah terhadap anaknya, yakni menganggap anaknya
masih belum mampu untuk mengerjakan tugas tertentu.25
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh tingkat kemandirian anak usia
prasekolah terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal merupakan faktor yang ada di diri anak itu sendiri meliputi emosi
dan intelektual. Faktor emosi ini ditunjukan dengan kemampuan
mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi orangtua.
Sedangkan faktor intelektual diperlihatkan dengan kemampuan untuk
mengatasi berbagai masalah yang diadapi. Sementara itu faktor eksternal
yaitu faktor yang datang atau ada di luar anak itu sendiri. Faktor ini
meliputi lingkungan, karakteristik, sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan
25
Derry Iswidharmanjaya, Bila anak usia dini bersekolah,( Jakarta: Elex Media Komputindo,2013)hal.38.
17
kasih sayang, kualitas informasi anak dan orang tua, dan pendidikan
orang tua dan status pekerjaan ibu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian antara lain: Gen atau keturunan orang tua,
lingkungan serta faktor-faktor yang terwujud dari pola asuh dan kelekatan
yang kurang sesuai dengan anak.
5. Melatih Kemandirian Anak
Menurut Tassoni banyak hal yang dapat dilakukan sepanjang hari untuk
mendorong anak bertindak mandiri. Namun hal ini bukan berarti
meninggalkan anak untuk melakukannya sendiri. Beberapa hal yang
dapat menolong anak menjadi mandiri melalui kegiatan bermain
diantaranya: 1)Mendorong anak membereskan mainannya sendiri,
2)Mendorong anak untuk memilih mainannya sendiri, 3)Mengizinkan anak
berlatih mengenakan pakaian dengan menyediakan baju-baju yang
menarik bagi anak untuk dipakaikan, 4)Mendorong anak untuk
memberesihkan meja bila kotor, 5)Memuji anak jika mereka sudah
mencoba untuk menjadi mandiri.26
Aktivitas makan juga dapat menolong anak menjadi mandiri, menurut
Hendricks bukan hanya aktivitas makannya saja, namun bisa juga dilatih
untuk menyediakan makanan, untuk melayani, membuat pilihan,
membersihkan meja dan sebagainya. Salah satu cara untuk menolong
anak memiliki kemandirian yang berkaitan dengan aktivitas makan adalah
memberi keyakinan bahwa mereka tidak menunggu untuk disuapi.27
Berk juga menyatakan bahwa keterampilan merawat diri anak usia dini,
berangsur-angsur berkembang menjadi mahir berpakaian baju. Anak usia
2 tahun sudah dapat meletakkan dan mengambil baju. Anak usia 3 tahun
sudah dapat buang air kecil dan air besar sebagaimana diperlukan. Antara
26 Penny Tassoni, Diploma Child Care And Education ( OxfordL Heinemann Educational Publisher, 2002), hal. 417 27 Joanne Hendrick, The Whole Child (New Jersey : Marril Prentice Hall, 1996) hal 74
18
4-5 tahun sudah dapat mengenakan dan melepaskan baju tanpa
pengawasan. Anak juga dapat menggunakan sendok ketika makan,
bahkan usia 4 tahun sudah dapat menggunakan garpu dan usia 5-6 tahun
sudah dapat menggunakan pisau untuk memotong makanan lembut.
Mengancingkan baju dan menaikkan resleting juga sudah mampu
dilakukan anak usia prasekolah. Pada anak usia 6 tahun keterampilan
merawat diri sudah lebih rumit seperti memakai sepatu bertali sendiri.
Mereka sangat puas bisa mengatur tubuh mereka sendiri. Mereka bangga
akan kemandirian mereka dan keterampilan baru mereka ini juga akan
membuat hidup lebih mudah ketika dewasa kelak. Namun orang tua perlu
kesabaran akan kemampuan anak-anak mereka. Ketika anak lelah dan
tergesa-gesa, mereka akan makan dengan tangan mereka sendiri,
memakai baju terbalik, memakai sepatu kiri dikaki kanan dan
sebagainya.28
Untuk melatih kemandirian anak, selain menyediakan kesempatan yang
sesuai dengan umur anak (menyelesaikan tugas sendiri, membuat
keputusan) juga perlu menyediakan bantuan hanya jika mereka minta
ditemani atau diperhatikan. Anak perlu didorong untuk melakukan sesuatu
sendiri yang mereka dapat lakukan. Ada perbedaan antara melakukan
untung dengan (doing to) dengan melakukan bagi (doing for) anak. Perlu
menahan diri untuk menunggu anak menaikkan resleting, mengerti kapan
anak perlu dibantu tanpa diambil alih tidak berbicara terlalu banyak saat
anak sedang berusah belajar. membangun kompetensi pada diri anak
dengan membiarkan anak melakukannya sendiri, akann meningkatkan
harga diri yang selanjutnya dapat melatih pengendalian diri anak.
Mengizinkan anak mengalami “penguasaan” dengan membuat keputusan
sendiri dan menjadi mandiri adalah dua cara untuk mendorong
terbentuknya kompetensi. Maccoby (1980) mengatakan bahwa
mendorong anak untuk membuat pilihan dan keputusan melakukan
28 Laura E, Berk , Infants, Children and Adolescent (Boston: Allyn and Bacon,1999) hal.313.
19
sesuatu bagi diri mereka sendiri akan mengurangi standar pencapaian
yang logis.29
Sejak dini anak sudah memiliki kapasitas untuk mengembangkan
kemandirian. Oleh karena itu, orang tua harus memberi kesempatan bagi
anak untuk mengembangkan kemandiriannya dengan mencoba
keterampilan baru, seperti memberi kesempatan pada anak dalam
menggunakan peralatan makan, memilih pakaian yang ingin
dikenakannya, membuka kemasan atau bungkusan dan banyak hal-hal
kecil lainnya. Perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu pada akhirnya
akan memunculkan rasa senang dan percaya diri sehingga anak tidak
takut untuk mencoba keterampilan baru lainnya.
6. Kemandirian dan Harga Diri
Bee menyatakan ”too much control and the vhild not have sufficient
opportunity to explore, too little control and the child will become
unmanageable and fail to learn the social skill he will need to get along
with peers as well as adults”, terlalu banyak pengawasan mengakibatkan
anak tidak akan cukup kesempatan untuk mengeksplorasi, terlalu sedikit
pengawasan anak juga akan menjadi tidak mampu mengatur dirinya dan
gagal belajar bersosialisasi yang dibutuhkan ketika bergaul dengan teman
sebaya sebaik orang dewasa. Kemudian Hurlock menegaskan bahwa
semakin banyak anak melakukan sendiri, semakin besar kebahagiaan dan
rasa percaya atas dirinya. Kebergantungan menimbulkan kekecewaan
dan ketidakmampuan diri.30
Apabila anak-anak tidak diberi kesempatan mempelajari keterampilan
tertentu, dimana perkembangannya sudah memungkinkan dan anak ingin
melakukan karena berkembangnya keinginan mandiri, maka mereka tidak
saja kurang memiliki dasar keterampilan yang telah dipelajari teman-
teman sebayanya tetapi juga akan kurang memiliki motivasi untuk 29 Joanne Hendrick, The Child, , hal 148 30
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid 1. Terjemahan Meitsari Tjandra (Jakarta: Erlangga, 2008) hal. 150.
20
mempelajari berbagai keterampilan pada saat diberi kesempatan.31
Tassoni mengemukakan bahwa anak yang merasa positif tentang dirinya
memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini berarti mereka lebih suka mencoba
hal-hal yang baru, siap meminta pertolongan dan mudah berteman. Anak-
anak dengan harga diri yang rendah kurang percaya diri dan mudah
menyerah jika mereka pikir mereka akan gagal. Kadang-kadang anak
dengan harga diri yang rendah dengan sengaja berkelakuan tidak baik
karena mereka takut mencoba hal-hal yang sulit dan akhirnya gagal.32
Hendrick menyatakan jika orang tua melakukan terlalu banyak bagi
anaknya, maka menyebabkan harga diri anak rendah. Sekalipun orang
tua memiliki alasan untu menghemat waktu atau pekerjaan dapat
dikerjakan dengan cepat dan tepat, namun lebih baik menunggu dan
membiarkan anak melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, yang mana
akan memberi kesempatan kepada anak untuk merasakan kemenangan
akan kemandirian dan akhirnya membawa kepada pencapaian.33
7. Perkambangan Kemandirian
Kemandirian terkait dengan aspek kepribadian yang lain (percaya diri
dan berani) harus dilatih pada anak sedini mungkin agar tidak
menghambat tugas-tugas perkembangan anak selanjutnya.
Perkembangan kemandirian adalah proses yang meliputi unsur-unsur
normatif. Hal ini mengandung makna bahwa kemandirian merupakan
suatu roses yang terarah. Perkembangan kemandrian sejalan dengan
hakikat eksistensi manusia, arah perkembangan tersebut harus sejalan
dan berlandaskan pada tujuan hidup manusia. Setiap tahun berganti, anak
kecil semakin kurang menggunakan waktunya untuk bergaul dengan
orang dewasa dan hanya memperoleh kesenangan sedikit dari pergaulan
31 Elizabet B. Hurlock, DevelopmentPsychology, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarwo (Jakarta: Erlangga, 1991), hal 111. 32 Penny Tassoni, Diploma Child Care and Education (Oxford: Heinemann Educationa Publishe, 2002). hal 251. 33 Joanne Hendrick, The Whole Child, hal 143.
21
dengan orang dewasa. Pada saat yang sama, minat mereka terhadap
teman sepermainan yang berusia sebaya semakin bertambah dan
kesenangan yang mereka peroleh dari pergaulan ini semakin kuat.
Dengan berkembangnya keinginan terhadap kebebasan, anak-anak mulai
melawan otoritas orang dewasa.
Walaupun ingin mandiri, anak-anak masih berusaha memperoleh
perhatian dan penerimaan dari orang dewasa. Jika mereka telah
memperoleh kepuasan dari perilaku kelekatan pada masa kanak-kanak,
mereka akan terus berusaha membina hubungan yang bersahabat
dengan orang dewasa, terutama anggota keluarga.
Betapapun kuatnya keinginan berhubungan dengan teman sebaya,
orangtua dan guru masih bertanggung jawab memberikan contoh bagi
pengembangan sikap sosial ini, apakah akan merupakan sikap yang
penuh niat baik dan kerja sama yang tulus terhadap semua orang ataukah
akan merupakan sikap tidak toleran dan prasangka terhadap mereka yang
berbeda.34
Peranan guru sangat berpengaruh pada anak untuk menunjang
kemandirian anak di sekolah, sedangkan peranan orang tua
menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian anak dirumah. Maka pada
saat anak disekolah guru lah yang akan membimbing anak. Bimbingan
pada dasarnya merupakan upaya pembimbingan untuk membantu
individu mencapai perkembangan yang optimal. Berkaitan dengan
bimbingan ini, Shertzer dan Stone (1971) mengartikan bimbingan sebagai
process of helping an individual to understand himself and hisworld, yang
bermakna bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan kepada
individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya.35
Adapun tujuan bimbingan pada anak usia dini dilakukan untuk
membantu mereka dalam hal: a)lebih mengenal dirinya, kemampuannya,
sifatnya, kebiasaannya, dan kesenangannya; b)mengembangkan potensi 34 Ibid,30. 35
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini (Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya), Jakarta : Prenadamedia Group, 2014 hal 181
22
yang dimilikinya; c)mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya; dan
d) menyiapkan perkembangan mental dan sosial anak untuk masuk ke
lembaga pendidikan selanjutnya.36
Perkembangan kemandirian ini tentu ikut mempengaruhi 6 aspek
perkembangan anak usia dini yang mana telah ditetapkan oleh kementrian
pendidikan terkhusus nya pada anak usia dini, perkembangan ini pun
memiliki tingkat pencapaian yang sesuai dengan usia anak.
1) Perkembangan fisik-motorik
Fisik secara bahasa diartikan sebagi jesmani, badan, tubuh.
Sedangkan motorik diartikan dengan penggerak.37 jadi perkembangan
fisik-motorik anak usia dini dapat diartikan sebagai perubahan bentuk
tubuh pada anak usia dini yang berpengaruh terhadap keterampilan gerak
tubuhnya.
Terkait dengan perkembangan fisik pada anak usia dini tersebut,
Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik pada
individu meliputi empat aspek: 1)Sistem syaraf, yang sangat berpengaruh
pada aspek perkembangan kognitif dan emosinya, 2)Otot-otot, yang
mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motoriknya,
3)Kelenjar endogrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola perilaku
baru dan 4)Struktur fisik/ tubuh yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.
Adapun tingkat pencapaian perkembangan yang berhasil dicapai anak
pada suatu tahap tertentu pada aspek fisik-motorik yang telah ditetapkan
oleh BNSP (Badan Nasional Standar Pendidikan) yang menetapkan
standar minimum tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini yang
harus dijangkau oleh TPA,KB, maupun TK.
Berikut adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
perkembangan fisik-motorik anak usia dini 38
36 Syaodih E. Peranan Bimbingan Guru, Pengasuhan Orang Tua, dan Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Prilaku Sosial Anak TK. Tesis PPS-IKIP Bandung, 2008 hal 16 37 Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, jakarta:Balai Pustaka, 2002, hal 317 38
Ali Nugraha dkk, Program Pelibatan Orang Tua Dan Masyarakan, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2011) hal. 3.6-3.15
23
Tabel 2.1
Tingkat Pencapaian Perkembanga Fisik-Motorik Anak Usia Dini
Usia Keterampilan motorik kasar Keterampilan motorik halus
0-3 bln - Reflex menggenggam benda yang yang menyentuh tangan
- Menegakkan kepala saatdi telungkupkan
- Tengkurep - Berguling kekanan dan
kekiri
- Memainkan jari tangan dan kaki
- Memegang benda yang tidak terlalu kecil dengan lima jari
3-6 bln - Meraih benda didepannya - Tengkurap dengan dada
diangkat kedua tangan menopang
- Duduk dengan bantuan
- Memasukkan benda kedalam mulut
- Memindhkan mainan dari satu tangan ke tangan yang lain
6-9 bln - Melempar benda yang dipegang
- Duduk tanpa bantuan - Merangkak kesegala arah - Berdiri dengan bantuan
- Memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk
- Bertepuk
9-12 bln - Meraik benda yang terjangkau
- Berjalan dengan berpegangan
- Berjalan beberapa langkah tanpa bantuan
- Melakukan gerak menendang bola yang cukup besar
- Menggaruk kepala - Memegang benda yang
keras dan tipis (kancing atau mata uang logam)
- Memukul-mukul atau mengetuk-ngetuk mainan
12-18 bln - Berjalan sendiri - Naik tangga dengan
merangkak - Menendang bola kearah
depan - Berdiri dengan satu kaki
selama 1 detik
- Meniru membuat coretan garis
- Menyusun menara dengan tiga balok
- Memegang gelas dengan dua tangan
- Menumpahkan kanding dengan mangkok dan memasukkannya kembali
18-24 bln - Melompat ditempat - Naik tangga dengan
berpegangan - Berjalan mundur beberapa
- Meniru membuat coretan garis vertical dan horizontal
- Memasukkan dua
24
Usia Keterampilan motorik kasar Keterampilan motorik halus
langkah - Menarik benda yang tidak
terlalu berat (kursi kecil)
bentuk ke dalam lubang yang sesuai
- Membalik halaman buku tetapi belum sempurna
- Merobek kertas
2-3 th - Berjalan sambil berjinjit - Melompat kedepan dan
kebelakang dengan dua kaki
- Melempar dan menangkap bola
- Menari mengikuti irama - Naik turun tangga dengan
berpegagan
- Meremas kertas atau kain dengan menggerakkan lima jari
- Melipat kertas walaupun belum rapi/lurus
- Menggunting kertas tanpa pola
- Koordinasi jari tangan cukup baik untuk memegang benda pipih (sikat gigi, sendok)
3-4 th - Berlari sambil membawa susatu yang ringan (bola)
- Naik-turun tangga dengan kaki bergantian
- Melempar bola kedalam keranjang
- Melompat turun dari ketinggian kurang lebih 20 cm ( dibawah tinggi lutut anak)
- Meniru gerakan senam sederhana
- Menuangkan air, pasir, atau biji-bijan kedalam tempat penampung (mangkuk, ember)
- Memasukkan benda kecil ke dalam botol (potongan lidi, kerikil, biji-bijian)
- Meronce manik-manik yang tidak terlalu kecil dengan benang yang agak kaku
- Menggunting kertas
4-5 th - Menari meniru gerakkan-gerakkan binatang, pohon tertiup angin, pesawat terbang dan sebagainya
- Melakukan gerakan menggantung (bergelayut)
- Megkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukan gerakan yang lebih rumit dengan baik
- Memasang dan melepas kancing baju
- Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (menggambar, melukis, menari dan lannya)
- Membuat suatu bentuk dengan lilin atau tanah
25
Usia Keterampilan motorik kasar Keterampilan motorik halus
5-6 th - Melakukan koordinasi gerakan kaki-tangan-kepala dalam meniru tarian atau senam
- Meniti balok titian - Terampil menggunakan
tangan kanan dan kiri
- Menggambar dan menulis
- Menggunting - Menempel gambar
dengan tepat - Menyimpulkan tali
sepatu - Menyikat gigi tanpa
bantuan
2) Perkembangan Kognitif
Kognitif merupakan kata sifat yang berasal dari kata kognisi (kata
benda). Kognisi diartikan dengan kemampuan belajar atau berfikir atau
kecerdasan, yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan
konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang terjadi di
lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan
menyelesaikan soal-soal sederhana.39
Desmita mengungkapkan jika kata kognitif digunakan oleh ahli
psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan
dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan
masalah, dan merencanakan masa depan atau semua proses psikologis
yang berhubungan dengan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai
dan memikirkan lingkungannya.40
Perkembangan kognitif pada anak usia dini dapat juga diartikan
sebagai perubahan psikis yang berpengaruh terhadap kemampuan berfikir
anak usia dini. Dengan kemampuan berfikirnya, anak usia dini dpat
mengeksplorasi dirinya sendiri, oran lain, hewan dan tumbuhan, semua
39 S.R.R.Pudjiati dan Alzena Masykouri, Mengasuh Kecerdasan di Usia 0-2 Tahun, Jakarta : Dirjen PAUDNI, 2011 Hal 6 40
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik : Panduan Bagi Orang Tua dan Guru Dalam Memaham Psikologi Anak Usia SD,SMP, dan SMA, Bandung : Rosda, 2009)Hal 97-98
26
berbagai benda yang ada disekitarya sehingga mereka dapat memperoleh
pengetahuan.
Untuk menentukan serta menganalisis tingkat pencapaian
perkembangan kognitif pada anak usia dini, maka terlebih dahulu harus
mengkaji teori mengenai tahapan perkembangan kognitif pada anak usia
dini. Teori yang sangat terkenal dan paling banyak dikaji adalah teori
perkembangan kognitif menurut piagiet.
Piagiet percaya bahwa pemikiran anak berkembang menurut tahap-
tahap atau periode-periode yang terus bertambah kompleks.41
Tingkat pencapaian perkembangan kognitif pada anak usia dini,
BNSP banyak dipengaruhi oleh teori tahapan perkembangan kognitif
menurut piagiet. Tingkat pencapaia perkembangan kognitif tersebut antara
lain:42
Tabel 2.2
Tingkat Pencapaian Perkembanga Kognitif Anak Usia Dini
Usia Perkembangan Kognitif
0-3 bulan - Mampu membedakan apa yang diinginkan (ASI, susu dari botol, atau komponen/ pacifier)
- Berhenti menangis stelah digendong atau diberi susu
3-6 bulan - Memperhatikan dan memilih permainan yang diinginkan
- Mengulurkan kedua tangan untuk digendong
6-9 bulan - Mengamati benda-benda yang bergerak - Berpaling kearah sumber suara - Mengamati benda-benda yang kemudian dipegang dan
dijatuhkan
9-12 bulan - Memahami perintah sederhana - Menunjukan reaksi saat namanya dipanggill - Mencoba mencari benda yang disembunyikan - Mencoba membuka atau melepas benda yang tertutup
12-18 bulan - Menyebutkan beberapa nama benda - Menanyakan nama benda yang belum dikenal - Membedakan ukuran benda (besar-kecil) - Mengenal beberapa warna primer (merah, biru, kuning)
41 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung : Rosda, 2010 Hal 46-47 42
Ali Nugraha, dkk, Program Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat Jakarta, Universitas Terbuka, 2011, hal 3.8-3.14
27
Usia Perkembangan Kognitif
- Menyebut nama sendiri dan orang-orang dikenalnya
18-24 bulan - Mempergunakan alat permainan dengan cara semaunya
- Meniru gambar wajah orang - Memahami konsep angka dan hitungan sederhana - Memahami prinsip milik orang lain
2-3 tahun - Menyebut bagian-bagian suatu gambr ( wajah orang, mobil, binatang dan lainnya)
- Memahami prinsip ukuran (besar-kecik, panjang-pendek)
- Mengenal kembali bagian-bagian tubuh (lima bagian) - Mengenal tiga macam bentuk geometri, seperti
lingkaran, ssegtiga dan persegi empat.
3-4 tahun - Menempatkan benda dalam urutan berdasarkan ukuran (paling kecil-paling besar)
- Menemukan/ mengenali bagian yang hilang dari suatu pola gambar (wajah orang,, mobil dan lainnya)
- Mengekspresikan diri - Memahami perbedaan antara dua hal dari jenis yang
sama (misalnya perbedaan antara bua rambutan dan pisang, perbedaan antara ayam dan kucing)
4-5 tahun - Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk, warna atau ukuran
- Menyebutkan beberapa angka dan huruf - Menggunakan benda-benda sebagai permainan
simbolik (misalnya kursi sebagai mobil) - Mengenal sebab-akibat tentang alam sekitar
5-6 tahun - Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsinya (misalnya pensil untuk menulis)
- Menunjukann kegiatan yang bersifat eksploratif dan menyelidik
- Mencari alternatf dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu aktivitas
- Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan bersama teman-teman
- Menunjukan inisiatif dan kreativitas dalam memilih tema permainan.
3) Perkembangan Bahasa
Bahasa pada anakusia dini adalah perubahan sistem lambung bunyi
yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak usia dini. Dengan
kemampuan berbicaranya itu anak usia dini bisa mengidentifikasi dirinya,
28
serta berinterksi dan bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian
setidaknya ada tiga fungsi bahasa bagi anak usia dini yaitu: a)Bahasa
merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan anak,
b)Bahasa merupakan alat untuk menjalin komunikasi anak dengan orang
lain, c)Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh anak untuk hidup
bersama dengan orang lain disekitarnya.
Menurut penelitian, terdapat empat aspek perkembangan bahasa yang
harus dikuasai untuk dapat berkomunikasi dengan efektif, yaitu fonologi,
semantic, sintaksis dan pragmatic. Fonologi merupakan pengetahuan
mengenai sistem suara yang dipergunakan dalam bahasa dan merupakan
aturan untuk mengkomibanisikan suara-suara tersebut. Semantic adalah
pemahaman tentang unit dasar bahasa (morfem) yang mempresentasikan
arti kata dan arti kalimat. Sintakis merupakan aturan untuk
mengkombinasikan kata-kata menjadi frasa atau kalimat yang berarti.
Sedangkan pragmatic merupakan prinsip bagaimana bahasa
dipergunakan dalam situasi sosial yang berbeda-beda.43
Seiring dengan bertambahnya usia anak, kemampuan berbicara
mereka akan berkembang. Untuk mengoptimalkan perkembangan bahasa
tersebut maka diperlukanlah pemberian stimulasi berupa pembelajaran
bahasa bagi anak usia dini, terlebih lagi belajar bahasa yang sangat
krusial terjadi sebelum anak berusia 6 tahun.44
Adapun tingkat pencapaian perkembangan bahasa pada anak usia dini
yang telah disusun oleh BNSP sudah sesuai dengan
karakteristik perkembangan bahasa anak usia dini. Tingkat pencapaian
perkembangan bahasa pada anak usia dini tersebut adalah sebagai
berikut:
43 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan : Anak Tiga Tahun Pertama, Bandung : Refika Aditama, 2007 hal 152. 44
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini : Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta : Kencana, 2011 hal 74.
29
Tabel 2.3
Tingkat Pencapaian Perkembanga Bahasa Anak Usia Dini
Usia Perkembangan Bahasa
0-3 bulan - Menangis - Berteriak - Bergumam
3-6 bulan - Mendengarkan ucapan orang lain - Mengoceh - Tertawa atau tersenyum kepada orang yang mengajak
berkomuniakasi
6-9 bulan - Menirukan ucapan - Merespons permainan cilukba - Menunjukan benda dengan mengucapkan satu kata
9-12 bulan - Mengucapkankan dua kata untuk menyatakan keinginan
- Menyatakan penolakan - Menyebut nama benda atau binatang
12-18 bulan - Mengucapkan kalimat terdiri dari dua kata - Merespons pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak - Menunjukan bagian tubuh yang ditanyakan - Memahami cerita pendek
18-24 bulan - Mengungkapkann kata-kata sederhana untuk menyatakan keingintahuan
- Menaruh perhatian pada gambar-gambar dalam buku - Menjawab pertanyaan dengan kaimat pendek - Menyanyikan lagu sederhana
2-3 tahun - Hafal beberapa lagu sederhana - Memahami cerita/ dongeng sederhana - Menggunakan kata Tanya dengan tepat (apa, siapa,
bagaimana, mengapa dan dimana)
3-4 tahun - Menyatakan keinginan dengan megucapkan kalimat sederhana
- Menceritakan pengalaman yang dialami dengan cerita sederhana
- Membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri
- Memahami perintah yang mengandung 2 pengertian (ambil buku lalu berikan pada ibu)
4-5 tahun - Mengutarakan sesuatu hal kepada orang lain - Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan
atau ketidaksetujuan - Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat
(nakal, pelit, baik, jelek dan lainnya) - Menceritakan kembali cerita / dongeng yang pernah
30
Usia Perkembangan Bahasa
didengar
5-6 tahun - Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan)
- Terlibat dalam pemilihan dan memutuskan aktivitas yang akan dilakukan bersama temannya
- Perbendaharaan kata lebih kaya dengan lengkap untuk melakukan komunikasi verbal
4) Perkembangan Sosial-Emosi
Sosial-emosi dapat diartikan sebagai perbuatan yang disertai dengan
perasaan-perasaan tertentu yang melingkupi individu disaat berhubungan
dengan orang lain. Jadi perkembangan sosial-emosional pada anak usia
dini adalah perubahan perilaku yang disertai dengan perasaan-perasaan
tertentu yang melingkupi anak usia dini saat berhubungan dengan orang
lain.
Perkembangan sosial dan emosi merupakan dua aspek yang berlainan
tetapi dalam kenyataanya satu sama lain saling mempengaruhi, pada
kesehariannya, saat berinteraksi dengan orang lain, perilaku anak usia
dini selalu dilingkupi dengan perasaannya dan perasaan yang melingkupi
anak usia dini juga akan berpengaruh terhadap perilaku yang
dimunculkannya. Sebagai contoh misalnya saat anak bisa bermain
dengan teman-temannya, ia akan merasa senang; disaat anak sedang
marah dengan temannya, ia akan enggan bermain dengan temannya.
Yuliani Nuarani Sujiono dan Bambang Sujiono mengungkapkan bahwa
ada tiga hal yang harus dibelajarkan pada aspek perkembangan sosial-
emosi anak usia dini, antara lain: 1)Rasa percaya terhadap lingkungan
luar diri anak, 2)Kemandirian dan pengendalian diri, 3)Mengambl inisiatif
serta belajar berprilaku yang dapat diterima oleh kelompok sosial.45
Kemudian Rini Hildayani, dkk mengungkapkan bahwa ada empat aspek
perkembangan sosial-emosi pada anak usia dini yang harus
45
Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak, Jakarta : Indeks, 2010 Hal 43-44
31
dikembangkan, yaitu: 1)Perkembangan pemahaman diri,
2)Perkembangan hubungan sosial, 3)Perkembangan kemampuan
mengatur diri sendiri dan 4) Perkembangan perilaku sosial.
Adapun tingkat pencapaia perkembangan sosial-emosi pada anak usia
dini yang telah disusun oleh BNSP sudah sesuai dengan karakteristik
perkembangan sosial-emosi anak usia dini. Tingkat pencapaian
perkembangan sosial-emosi pada anak usia dini tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.4
Tingkat Pencapaian Perkembanga Sosial-Emosi Anak Usia Dini
Usia Perkembangan Sosial-Emosi
0-3 bulan - Menatap dan tersenyum - Menangis untuk mengkspresikan ketidaknyamanan
3-6 bulan - Merespons dengan gerakan tangan dan kaki - Menangis jika tidak mendapatkan yang diinginkan
6-9 bulan - Mengulurkan tangan atau menolak untuk diangkat (digendong)
- Menunjukan kepada sesuatu yang diinginkan
9-12 bulan - Menempelkan kepala bila merasa nyaman dalam pelukan (digendong) atau meronta kalau merasa tidak nyaman
- Menyatakan keinginan dengan berbagai gerakan tubuh dan ungkapan kata-kata sederhana
- Meniru cara menyatakan perasaan sayang dengan memeluk
12-18 bulan - Menunjukan reaksi marah jika permainannya diambil - Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap orang yang
baru dikenal - Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan
mainnannya sendiri (solitary play) - Memperhatikan/mengamati teman-temannya
beraktivitas
18-24 bulan - Mengekspresikan berbagai reaksi emosi (senang marah, takut, kecewa)
- Menunjukkan reaksi menerima atau menolak kehadiran orang lain
- Bermain bersama teman dengan mainan yang sama - Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura)
2-3 tahun - Memahami hak orang lain (harus antri, menunggu giliran)
32
Usia Perkembangan Sosial-Emosi
- Menunjukkan sikap berbagi, membantu, dan bekerja sama
- Menyatakan perasaan terhadap anak lain (suka dengan teman karena baik, tidak suka dengan teman karena nakal dan lainnya)
- Berbagi peran dalam suatu permainan (menjadi dokter, perawat atau pasien, menjadi penjaga toko atau pembeli)
3-4 tahun - Bersabar menunggu antrian - Bereaksi terhadap hal-hal yang dianggap tidak benar
(marah, jika diganggu atau diperlakukan berbeda) - Menunjukkan reaksi menyesal saat melakukan
kesalahan - Menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja
dengan kelompok
4-5 tahun - Mampu berbagi, menolong dan membantu teman - Antusias dalam melakukan perlombaan - Menahan perasan dan mengendalikan reaksi (sakit
tetapi tidak menangis, marah tapi tidak memukul) - Menaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan
5-6 tahun - Bersikap kooperatif dengn teman - Menunjukkan sikap toleran - Mengekspresikan emosi dalam berbagai situasi
(senang, gembira, antusias, dan sebagainya) - Memahami peraturan disiplin - Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai dengan
nilai sosial budaya setempat
5) Perkembangan Moral dan Agama
Perkembangan moral pada anak usia dini adalah perubahan psikis
pada anak usa dini yang memungkinkannya unruk dapat mengetahui
mana perilaku yang baik yang harus dilakukan dan mengetahui mana
perilaku yang buruk yang harus dihindarinya berdasarkan norma-norma
tertentu. Norma merupakan aturan, kaidah ataupun ukuran yang
digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai atau membandingkan
sesuatu. Norma tersebut bisa berasal dari masyarakat sehingga disebut
norma sosial ataupun norma susila, juga berasal dari agama sehingga
disebut norma agama.
33
Perkembangan moral dan agama pada anak usia dini dapat diartikan
sebagai perubahan psikis yang dialami oleh anak usia dini terkait dengan
kemampuannya dalam memahami dan melakukan perilaku yang baik
serta memahami dan menghindari perilaku yang buruk berdasarkan
ajaran agama yang diyakininya. Dalam sudut pandang islam, upaya
melakukan prilaku yang baik dan menghindari yang buruk tersebut sering
diistilahkan dengan taqwa. Taqwa dapat diartikan dengan awas, hati-hati,
menjaga diri, memelihara dan keselamatan diri yang dapat diusahakan
dengan melakukan hal yang baik dan yang benar, menjauhi yang jahat
dan salah.46
ada tiga aspek yang harus dikembangkan dalam perkembangan moral
dan agama pada anak usia dini, antara lain 1)Aspek kognitif, 2)Aspek
Afektif, 3)Aspek perilaku.
Sama seperti halnya perkembangan fisik-motorik, kognitif, bahasa,
sosial-emosi; tingkat pencapaian perkembangan moral dan agama pada
anak usia dini juga dipengaruhi usia anak. Berikut adalah tingkat
pencapaian perkembangan moral dan agama pada anak usia dini yang
telah ditetapkan oleh BNSP.
Tabel 2.5
Tingkat Pencapaian Perkembanga Moral dan Agama Anak Usia Dini
Usia Perkembangan moral dan agama
2-3 Tahun - Meniru gerakan berdoa/sembahyang sesuai dengan agamanya
- Hafal doa-doa pendek sesuai dengan agamaya - Memahami kapan mengucapkan salam,
terimakasih, maaf dan sebagainya
3-4 Tahun - Memahami pengertian perilaku yang berlawanan meskipun belum selalu dilakukan, seperti baik-buruk, benar-salah, sopan dan tidak sopan
- Memahami arti kasihan dan sayang kepada ciptaan Tuhan
4-5 Tahun - Mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya - Meniru gerakan ibadah
46
Novan Ardy Wiyani, endidikan Agama Islam : Berbasis Pendidikan Karakter, Bandung : Rosda, 2013 hal 14
34
Usia Perkembangan moral dan agama
- Mengucapkan doa sebelum dan/ atau sesudah melakukan sesuatu,
- Mengenal prilaku baik/sopan dan buruk - Membiasakan diri berprilaku baik - Mengucapkan salam dan membalas salam
5-6 Tahun - Mengenal agama yang dianut - Membiasakan diri beribadah - Memahami perilaku mulia
(jujur,penolong,sopan,hormat,dsb) - Mengenal perilaku baik dan buruk - Mengenal ritual dan hari besar keagamaan - Menghormati agama orang lain
6) Perkembangan Seni
Perkembangan seni pada anak usia dini adalah salah satu proses
pencapaian angka dalam bidang seni dengan berpatokan Standar Tingkat
Pencapaian Perkembangan Anak Usia Dini (STTPA). Pendidikan seni
berperan penting untuk merangsang perkembangan belahan otak bagian
kanan anak. Pelajaran seni terbukti dapat meningkatkan kepandaian
berekspresi anak, pemahaman sisi-sisi kemanusiaan, kepekaan dan
konsentrasi yang tinggi, serta kreativitas yang gemilang.
Dengan begitu, diharapkan anak yang diberikan kebebasan untuk
mengembangkan bakat seninya seperti melukis, menulis puisi, bernyanyi
atau bermain alat musik, akan mudah menapaki tangga menuju puncak
prestasi. Orang tua tentu bangga dengan pencapaian buah hatinya
tersebut/ dalam Permendikbud 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional
PAUD disebutkan STPPA adalah kriteria tentang kemampuan yang
dicapai anak pada seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan,
mencakup aspek nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa,
sosial-emosional, serta seni. Berikut Standar Tingkap Pencapaian
Perkembangan Anak Usia Dini :
35
Tabel 2.5
Tingkat Pencapaian Perkembangan Seni Anak Usia Dini
Usia Perkembangan Seni
0-3 bulan - Menoleh pada berbagai suara musik atau bunyi-bunyian dengan irama teratur
- Mendengar, menoleh atau memperhatikan musik atau suara dari pembicaraan orang tua/orang disekitarnya
- Melihat objek yang diatasnya - Melihat ke gambar atau benda yang ditunjukkan 30cm
dari wajahnya
3-6 bulan - Mendengarkan berbagai jenis musik atau bunyi-bunyian dengan irama yang teratur
- Menjatuhkan benda untuk didengar suaranya - Memperhatikan orang bicara - Memalingkan kepala mengikuti suara orang - Memperhatikan jika didengarkan irama lagu dan
mainan yang bersuara - Mengikuti irama lagu dengan suaranya secara
sederhana - Mengamati objek yang berbunyi disekitarnya - Menoleh atau memalingkan wajah secara spontan
ketika ditunjukkan foto/gambar/cermin dan berusaha menyentuh
6-9 bulan - Melakukan tepuk tangan sederhana dengan irama tertentu
- Tertarik dengan mainan yang mengeluarkan bunyi - Anak tertawa ketika diperlihatkan stimulus yang
lucu/aneh - Merespons bunyi atau suara dengan gerakan tubuh
(bergoyang-goyang dengan ekspresi wajah yang sesuai)
- Berusaha memegang benda, alat tulis yang diletakkan di hadapannya
9-12 bulan - Menggerakan tubuh ketika mendengarkan musik - Memainkan alat permainan yang mengeluarkan bunyi - Memukul benda dengan irama teratur - Bersuara mengikuti irama musik atau lagu - Mencoret diatas media (kertas, tembok)
12-18 bulan - Bisa menyanyikan lagu hanya kata terakhir - Merespon berbagai macam suara orang terdekat,
musik, atau lagu dengan menggoyangkan badan - Mengetahui suara binatang - Paham adanya perbedaan suara/bahasa orang
dsekitarnya (terutama ibu dan orang terdekat)
36
Usia Perkembangan Seni
- Menirukan bunyi, suara atau musik dengan irama teratur
- Mencoret-coret - Mengusap dengan tangan pada kertas/kain degan
menggunakan berbagai media
18-24 bulan - Anak mengenali musik dari progam audio visua yang disukai
- Mendengar sesuatu dalam waktu yang lama - Secara berulang bermain dengan alat permainan yang
mengeluarkan suara - Anak tertawa saat mendengar humor yang lucu - Bertepuk tangan dengan bergerak mengikuti irama dan
birama - Bergumam lagu dengan 4 bait - Meniru suara binatang - Menunjukkan suatu reaksi kalau dilarang atau
diperintah - Menggambar dari beberapa garis - Membentuk suatu karya sederhana - Menyusun 4-6 balok membentuk suatu model - Bertepuk tangan dengan pola sederhana
2-3 tahun - Memperhatikan dan mengenali suara yang bernyanyi atau berbicara
- Menyanyi sampai tuntas dengan irama yang benar - Menyanyikan lebih dari 3 lagu dengan irama yang
benar sampai tuntas - Bersama teman-teman menyanyikan lagu - Bernyanyi mengikuti irama dengaan bertepuk tangan
atau menghentakkan kaki - Meniru gerakan berbagai binatang - Paham bila orang terdekatnya menegur - Mencontoh gerakan orang lain - Bertepuk tangan sesuai irama - Menggambar benda-benda lebih spesifik - Mengamati dan membedakan benda di sekitarnya yang
di dalam rumah
3-4 tahun - Mengenali berbagai macam suara dari kendaraan - Meminta untuk diperdengarkan lagu favorit secara
berulang - Mendengarkan atau menyanyikan lagu - Menggerakkan tubuh sesuai irama - Bertepuk tangan sesuai irama musik - Meniru aktivitas orang aik secara langsung maupun
melalui media
37
Usia Perkembangan Seni
- Bertepuk tangan dengan pola berirama - Menggambar dengan menggunakan beragam media - Membentuk sesuatu dengan plastisin - Mengamati dan membedakan benda di sekitarnya yang
di luar rumah
4-5 tahun - Senang mendengarkan berbagai macam musik atau lagu kesukaannya
- Memainkan alat musik/instrument/benda yang dapat membentuk irama yang teratur
- Memilih jenis lagu yang disukai - Bernyanyi sendiri - Menggunakan imajinasi untuk mencerminkan perasaan
dalam sebuah peran - Membedakan peran fantasi dan kenyataan - Menggunakan dialog, perilaku dan berbagai materi
dalam menceritakan suatu cerita - Mengekspresikan gerakan dengan irama yang
berfariasi - Menggambar objek disekitarnya - Membentuk berdasarkan objek yang dilihatnya - Mendeskripsikan sesuatu dengan ekspresif yang
berirama - Mengkombinasikan berbagai warna ketika
menggambar atau mewarnai
5-6 tahun - Anak bersenandung atau bernyanyi sambil mengerjakan sesuatu
- Memainkan alat musik/instrument/ benda bersama teman
- Menyanyikan lagu dengan sikap yang benar - Menggunakan berbagai macam alat musik tradisional
maupun alat musik lain untuk menirukan suatu irama atau lagu tertentu
- Bermain drama sederhana - Menggambar berbagai macam bentuk yang beragam - Melukis dengan berbagai cara dan objek - Membuat karya seperti bentuk sesungguhnya dengan
berbagai bahan.
8. Pengertian Secure Attachment
Secure Attachment merupakan salah satu dari jenis-jenis attachment.
Menurut Santrock, Attachment (kelekatan) adalah ikatan emosional yang
kuat antara dua orang. Sedangkan menurut Bowlby menyatakan
38
kelekatan adalah keinginan anak untuk selalu merasa dekat dengan figure
lekatnya dan biasanya figure lekat seorang anak adalah ibu atau
pengasuh utamanya. Attachment adalah adanya suatu relasi antara figure
sosial tertentu dengan suatu fenomena tertentu yang dianggap
mencerminkan karakteristik relasi yang unik.
Pendapat Ainswort mengenai Attachment mengatakan bahwa
attachment adalah ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak
melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam
kehidupannya, biasanya orang tua.47
Kelekatan tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi berkembang dalam
serangkaian fase. Menurut Bowlby menyatakan selama proses interaksi
berlangsung antara anak dan pengasuh utama, anak akan
mengembangkan pemahaman kognitif yang terdiri atas dua model kerja
yaitu self esteem dan aspek tentang kehidupan sosial. Secara umum
pendapat-pendapat tersebut berasal dari pengalaman-pengalaman
individu terhadap objek lekatnya yang pada akhirnya berkembang saat
berinteraksi dengan orang lain diluar keluarga sesuai dengan basic
cognitive ( aspek kognitif ) dan emotional representation ( emosi ) yang
diberikan objek lekatnya pada anak.
Bartholowew dalam Baroon dan Byrne48, mengemukakan ada empat
gaya attachment yaitu sebagai berikut:
Gaya Kelekatan Aman (Secure Attachment Style)
Individu dengan pola ini digambarkan sebagai individu yang mempunyai
harga diri, kepercayaan interpersonal yang tinggi, mempunyai pandangan
yang positif dan mampu membuat hubungan interpersonal berdasarkan
saling percaya. Anak yang memiliki hubungan dekat dengan orangtua
menunjukkan tidak terlibat dalam aktifitas kenalakan.
Gaya Kelektan Takut Mengindar (Fearfull-Avoidant Attachment Style)
47 Ervika-Eka, Kelekatan (Attachment) Pada Anak: Universitas Sumatra Utara. Vol 17. 2015, hal. 1-17. 48
Baron, A.R dan Byrne, D, Psikologi Sosial, Terjemahan Oleh Ratna Djuwita. (Jakarta: Erlangga 2003) hal. 10
39
Individu dengan pola ini mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya
dan orang lain,menderita perasaan dalam ketidakcukkupan,kecemasan
dan akan menghindar hubungan dekat dengan orang lain. Anak yang
memiliki kelekatan ini akan berhubungan dengan kenakalan
Gaya Kelekatan Terpreukupasi (Pre-Occupied Attachment Style)
Individu dengan pola ini mempunyai pandangan yang negatif terhadap
dirinya sendiri, tetapi masih mengharapkan orang lain akan menerima dan
mencintai dirinya, sehingga individu dengan tipe ini berusaha membuat
hubungan dengan orang lain tetapi mereka takut ditolak. Anak yang
memiliki pandangan positif dan negatif terhadap dirinya sendiri akan
mempunyai kemampuan berkompetensi sosial.
Gaya Kelekatan Menolak (Dismissing Attachment Style)
Individu dengan pola ini mepunyai karakter positif dalam memandang diri
sendiri, merasa berharga, mandiri dan merasa patut untuk mendapat atau
membuat hubungan dekat dengan orang lain, tetapi mereka terkadang
menolak hubungan yang tulus karena mereka mengharapkan orang lain
yang lebih buruk dari mereka, sehingga pola ini digolongkan dalam sisi
negatif. Anak dengan gaya kelekatan ini kekurangan komunikasi dan
kepercayaan ditmbah dengan perasaan terabaikan, biasanya
berhubungan dengan perilaku seperti agresif dan kenakalan-kenakalan
lainnya.
Dari berbagai macam kelekatan diatas tentu yang baik untuk anak
ialah kelekatan aman dimana telah dijelaskan bahwa kelekatan aman
mampu membuat pengaruh positif terhadap kempetensi sosial dan saling
percaya antar sesama, bukan hanya kepada orang tua tetapi orang yang
ada dilingkungan nya.
9. Aspek-Aspek Secure Attachment
Armsden dan Greenberg menyebutkan terdapat tiga aspek kelekatan
yang juga berfungsi sebagai kelekatan aman, yaitu:
Trust (Kepercayaan),
40
Orang tua memberikan kepercayaan, memahami kebutuhan, menghargai,
dan menghormati pilihan maupun keputusan, melibatkan dalam
menyelesaikan konflik, maupun masalah yang terjadi pada anak.
Orangtua tetap mengontrol apa yang dilakukan anak di sekolah maupun di
lingkungan lainnya.
Comunication (komunikasi),
Terciptanya komunikasi yang baik antara ibu dan anak yang ditunjukan
dengan keterbukaan perasaan keduanya. Anak dapat menceritakan
segala masalah yang dihadapi dengan jujur dan apa adanya kepada ibu,
sehingga ibu dapat memberikan solusi terhadap masalah tersebut.
Dengan demikian akan tercipta kondisi anak yang aman dan anak dapat
menghadapi segala permasalahannya dengan baik.
Alienation ( pengasingan ),
Pengasingan terjadi karena adanya penolakan dari figure lekat, dalam hal
ini ibu terhadap anaknya. Hal ini sangat mempengaruhi kelekatan antara
keduanya karena apabila terjadi penolakan, anak akan merasa asing
dengan ibunya sendiri sehingga menciptakan kelekatan tidak aman antara
ibu dan anak. Sedangkan ibu yang memiliki kelekatan aman dengan
anaknya tidak akan melakukan penolakan terhadap anaknya. Ibu dengan
Secure Attachment akan selalu menerima anaknya dalam keadaan
apapun sehingga anak merasa disayangi dan dihargai.49
10. Perkembangan Attachment
Kelekatan tidak timbul secara tiba-tiba namun berkembang melalui
serangkaian tahapan, diawal dengan preferensi umum bayi terhadap
manusia sehingga kebersamaan dengan pengasuh utama. Berikut ini
adalah empat tahapan yang didasarkan pada konsep kelekatan menurut
Bowlby: 1)Tahap 1: Dari lahir hingga usia 2 bulan. Secara insting bayi
menjalin kelekatan dengan manusia. Orang asing, saudara dan orangtua
memiliki peluang yang sama untuk membangkitkan senyuman atau
49 J.W Santrock. Perkembangan Anak. Eds 11. Jakarta : Salemba Humanika, 2011,hal 218.
41
tangisan dari bayi. 2)Tahap 2: Dari usia 2 hingga 7 bulan. Kelekatan
menjadi berfokus pada satu individu, biasanya kepada pengasuh utama,
bersamaan dengan bayi belajar secara bertahap membedakan antara
orang yang dikenal dan tidak dikenalnya. 3)Tahap 3: Dari usia 7 sampai
24 bulan. Kelekatan yang khusus berkembang. Ketika keterampilan
lokomotor meningkat, bayi secara aktif berusaha menjalin kontak secara
teratur dengan para pengasuh, seperti ibu dan ayah. 4)Tahap 4: Dari usia
24 bulan dan seterusnya. Anak-anak menjadi lebih menyadari perasaan,
tujuan dan rencana orang lain, serta mulai mempertimbangkan hal-hal ini
dalam menentukan tindakannya sendiri.
11. Karakteristik Individu Yang Memiliki Secure Attachment
Adapun ciri-ciri gaya kelekatan aman menurut Ainsworth yaitu
mempunyai model mental diri sebagai orang berharga, penuh dorongan
dan mengembangkan model mental orang lain sebagai orang yang
bersahabat, di percaya, responsif dan penuh kasih sayang.
Berkembangnya model mental ini memberikan pengaruh yang positif
terhadap kompetensi sosial, dan hubungan romantis yang saling
mempercayai.
Hal ini terlihat pada karakteristik pada berikut: 1)Memiliki kepercayaan
ketika berhubungan dengan orang lain, yaitu individu mampu menjalin
keakraban dengan orang lain baik dengan orang baru sekalipun, tidak
khawatir bila orang lain yang mendekatinya dan senantiasa memandang
orang lain dengan pandangan positif. 2)Memiliki konsep diri yang bagus,
yaitu pemahaman individu terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Indikasi
bahwa individu memiliki konsep diri yang bagus adalah mengembangkan
sikap yang penuh percaya diri, mampu mandiri, berpikir realistis akan
kemampuan yang dimiliki dan berusaha mencapai hasil yang sebaik
mungkin. 3)merasa nyaman untuk berbagi perasaan dengan orang lain,
yaitu individu memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan
pemikiran apa saja yang ada dalam dirinya. Hal ini meliputi kemampuan
42
untuk berbagi cerita atau pengalaman, kemampuan untuk mendengarkan
orang lain, dan siap menerima masukan dari siapapun. 4)Peduli dengan
siapapun, yaitu individu memiliki jiwa responsif dan mampu memberikan
bantuan kepada orang lain.50
Berikut ini juga diuraikan beberapa karakteristik individu yang memiliki
secure attachment menurut Benokraitis yaitu: 1)sikap hangat dalam
berhubungan dengan orang lain. Individu yang secure attachment
cenderung lebih bersikap hangat dalam hal ini lebih ramah dalam
berhubungan dengan orang lain, baik dalam lingkungan keluarga ataupun
dalam hal pertemanan. 2)tidak terlalu bergantung pada orang lain. Individu
yang secure attachment sangat mandiri karena tidak selalu bergantung
dengan orang lain. Umumnya individu yang secure attachment merasa
yakin dalam melakukan sesuatu hal dan kemampuan akan dirinya karena
mendapat kasih sayang yang cukup dari keluarganya. 3)Tidak akan
menjauhi orang lain. Individu yang secure attachment cenderung tidak
akan menjauhi orang lain, lebih terbuka dengan orang lain. Individu yang
secure attachment mampu menjalin hubungan dengan orang
disekitarnya. 4)Sangat dekat dengan orang yang dangat disayanginya.
Individu yang secure attachment biasanya sangat dekat dengan orang
yang disayanginya dalam hal ini adalah orangtua dan keluarga. Individu
secure attachment juga umumnya sangat dekat dengan saudara
kandungnya seperti kakak atau adik. 5)Lebih empati terhadap orang lain.
Individu yang secure attachment lebih empat dengan orang lain karena
individu secure attachment memiliki rasa sosial yang tinggi. 6)Sangat
percaya pada orang yang disayangi. Indvidu yang secure attachment
cenderung lebih percaya terhadap orang yang disayanginya seperti
orangtua dan keluarga karena individu yang secure attachment memiliki
hubungan yang sangat dekat dan didasari oleh kasih sayang yang sangat
kuat dengan keluarganya. 7)Lebih nyaman bersama orang yang
50
A.F Helmi, Gaya Kelekatan Dan Kemarahan. Universitas Gajah Mada. Vol. 17, No. 2, 1999, ibid,hal. 68.
43
disayangi. Individu yang secure attachment lebih nyaman untuk
menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang yang disayanginya
seperti keluarganya51
12. Faktor-faktor yang mempengaruhi Secure Attachment
Secure attachment/ kelekatan aman terjadi lebih baik dalam situasi-
situasi tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelekatan yang aman yaitu: 1)Peran orang tua,
2)Komunikasi antara orangtua dengan anak, 3)Konflik antara orangtua
dan anak. 52 Bowlby mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
secure attachment yaitu : 1)Kasih sayang, 2)Perhatian yang berlanjut,
3)Temperamen bayi.53
Colin dalam Suci lia dkk,54 menjelaskan pola-pola kelekatan
dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
Tokoh pengasuh
Kepribadian dari pengasuh utama dapat menentukan atau mempengaruhi
pola kelekatan pada anak. Pengasuh yang menderita penyakit mental
atau gangguan kepribadian mungkin mengasuh dan merespon bayi
dengan cara menyimpang, kemudian bayi akan mengembangkan
penjagaan, mengubah, atau penyimpangan pola dari perilaku kelekatan.
Faktor-faktor demografis
Jenis kelamin bayi, urutan atau golongan sosial mempengaruhi pola
kelekatan. Status sosial ekonomi yang sangat rendah dapat membantu
untuk meramalkan pola kelekatan terhadap ibu. Pada kasus sebuah
keluarga yang sangat miskin, anxious attachment kepada ibu lebih banyak
51 Desiani Maentiningsih, skripsi: "Hubungan Antara Secure Attachment Dengan Motivasi Berprestasi Pada Remaja" Jakarta: universitas Gunadarma, 2008,hal 5. 52 J.W Santrock. Perkembangan Anak. Eds 11. Jakarta : Salemba Humanika, 2011 hal 221. 53 Dwi L Nugrohowati, "Hubungan Antara Kelekatan Yang Aman Dan Keterbukaan Diri Dengan Penyesuaian Sosial Pada Mahasiswa Angkatan 2015 Psikologis UNS" (Surakarta: Unverstas Sebelas Maret 2016), hal 22.
54 Suci Lia, dkk, Kelekatan Orangtua Untuk Pembentukan Karakter, (Aceh:Universitas Jabal Ghafur
Sigli Aceh2018) Vol 1 No 1
44
dalam keadaan yang biasa dari pada mereka yang berada di tingkat
ekonomi yang lebih baik. Keluarga dalam kemiskinan sering mengalami
beragam masalah.
Penggunaan obat-obatan dan alkohol
Ibu yang menggunakan alkohol atau obat-obatan saat masa kehamilan
akan menyebabkan efek jangka panjang atau bahkan efek yang tidak
dapat diubah pada bayi. Orang dewasa yang kecanduan obat-obatan
mungkin berpengaruh banyak efek yang tidak diinginkan pada anak.
Tempramen bayi
Sifat tempramen pada bayi termasuk tingkatan aktivitas, rentang perhatian
kecendrungan dalam keadaan sulit, kemarahan, takut, emosional,
menenangkan dan ketekunan.
Kelahiran premature
Bayi yang prematur cenderung menunjukkan koordinasi motorik yang
lemah, lebih sedikit menangis, lebih mudah marah dan sulit merasakan
kenyamanan.
Dukungan sosial
Dukungan sosial ibu memberikan kontribusi yang penting untuk kualitas
kelekatan anak pada ibu.
13. Manfaat Kelekatan
Santrock menyebutkan beberapa manfaat kelekatan adalah
memfasilitasi kecakapan dan kesejahteraan sosial seperti yang
dicerminkan dalam beberapa ciri seperti harga diri, penyesuaian emosi
dan kesehatan fisik membantu menunjukkan kesejahteraan emosi yang
lebih baik, membantu untuk memiliki harga diri yang lebih tinggi, sebagai
fungsi adaptif untuk menyediakan dasar rasa aman terhadap anak agar
dapat mengeksplorasi dan menguasai lingkungan baru serta dunia sosial
yang semakin luas dalam kondisi psikologi yang sehat, membantu anak
dari kecemasan dan kemungkinan perasaan tertekan atau ketegangan
emosi yang berkaitan dengan transisi dan masa kanak-kanak menuju ke
45
masa dewasa, membantu keberhasilan anak dalam hubungan dan harga
diri pasa masa awal, membantu anak untuk mengahasilkan hubungan
positif dan dekat di luar keluarga dengan teman sebaya.55
14. Membentuk Kelekatan Positif
Menurut Tia Rahmania berbagai bentuk kelekatan dapat diberikan
kepada anak adalah pemahaman dan pengertian tentang kebutuhan pada
anak dan tanggapan orangtua. Misalnya, bagaimana orangtua membuat
anak merasa nyaman bila di dekat mereka, orangtua menunjukan sikap
yang hangat dan ketertarikan pada aktivitas yang dilakukan anak,
sehingga terjalin percakapan yang santai dan nyaman, dukungan
orangtua terhadap pengembangan otonomi atau kemandirian anak.
Misalnya, orangtua memberi kesempatan anak untuk mengambil
keputusan, orang tua berperan dalam memberikan dukungan secara
emosional disaat anak berada dalam masalah atau tertekan. Tentunya
dukungan emosional ini akan bisa dilakukan apabila orangtua dan anak
sendiri sebelumnya telah merasa nyaman mengungkapkan kondisi
perasaan mereka satu sama lain, oleh karena itulah para orangtua harus
bisa mendukung munculnya keterbukaan perasaan di dalam keluarga,
respon yang positif. Hindari untuk mengkritik saat anak mengajukan
pendapatnya, walaupun ide tau gagasan mereka tidak biasa tapi coba
awali dengan meminta anak untuk mengungkapkan idenya terlebih dahulu
sebelum kemudian mengajak mereka untuk berpikir konsekuensinya yang
bisa terjadi dari ide tersebut. Hal itu jauh lebih baik dan akan membuat
anak merasa mendapatkan apresiasi sehingga terjadi keterbukaan antara
orangtua dan anak.56
55 J.W Santrock, AdolesCence: Perkembangan Remaja. Terjemahan Oleh Shinto dan Sherly Saragih, (Jakarta: Erlangga 2003) hal 40. 56
Tia Rahmania, Sentra Tumbuh Kemnang Anak, (http://www.kancilku.com) Diakses pada tanggal 15 April 2019
46
15. Kelekatan Dan Pola Asuh
Kelekatan anak dapat ditunjukkan pada satu individu atau lebih yang
disebut figure atau objek lekat. Anak dengan kelekatan aman (secure
attachment) menggunakan orang tua sebagai dasar aman untuk
engeksplorasi dunia dan sebagai tempat aman untuk kembali
mendapatkan dukungan emosional. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas kelekatan anak menurut Shafer 57 adalah kualitas pengasuhan.
Anak yang mendapatkan kelekatan yang cukup, akan measa aman dan
lebih positif terhadap lingkungan, menunjukkan interes yang lebih besar
ketika mengajak bermain. Anak-anak ini juga lebih bersifat sosial tidak
hanya dengan kelompoknya, tetapi juga dengan kelompok usia lain/
intergenerasi.58
Hubungan anak dengan orang tua merupakan sumber emosional dan
kognitif bagi anak. Hubungan dengan orang tua atau pengasuh utamanya
(dalam hal ini adalah antara anak dengan ibunya) menurut Bowlby akan
membentuk internal working model, yaitu reprsentasi kognitif mengenai
diri sendiri (diri anak), orang lain serta penerimaan lingkungan yang
dibangun melalui interaksi yang terbentuk antara anak dengan ibunya.59
Ibu merupakan sekolah pertama bagi seorang anak, yaitu tempat
anak-anaknya mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dalam
kehidupan mereka di dunia ini. Anak pun akan tumbuh dan berkembang
dengan baik dalam menjalankan fungsinya. Dengan demikian, kehadiran
orang tua (khusus nya ibu) dalam perkembangan anak menjadi kunci
utamanya. Bila anak kehilangan peran dan fungsi dari seorang ibu (karena
ada juga keluarga yang terpaksa harus mengalihkan peran dan fungsi
seorang ibu kepada orang lain yang dikarenakan oleh suatu hal) maka
anak akan kehilangan haknya untuk dibina, dibimbing dan diberi kasih
57 R. David Shaffer “Social And Personality Development.USA: Thomson. 2005, hal. 87 58 Meilanny Budiarti Santoso dan Megawati Batubara, Jurnal “Kelekatan Antara Ibu dan Anak Usia Sekolah” (Bandung : Universitas Padjajaran,2017)Vol. 6 No. 1 59
M. Habibi “ Bimbingan Bagi Orang Tua Dalam Pencapaian Pola Asuh Untuk Meningkatkan Kematangan Sosial Anak” Jurnal (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006) Vol. 1 No.1
47
sayang dan perhatian.60 Sementara itu dalam pengasuhan dari peran
ayah turut membantu perkembangan anak.
Peran ayah adalah bagian yang tak terpisahkan dalam keluarga. Ayah
dan ibu saling bahu membahu membangun keluarga yang bahagia dan
sejahtera. Meskipun demikian terdapat peran ayah yang cukup dominan
dibandingkan ibu seperti: Player, ayah menjadi teman bermain bagi anak-
anaknya. Permainan anak merasa nyaman dan menjadi sarana
membangun ikatan. Semakin sering ayah bermain dengan anak, biasanya
semakin berkualitas mental anak. Kemudian teacher, seorang ayah yang
baik juga harus bisa berperan sebagai guru. Guru itu berarti sumber
pengetahuan bagi anak. Peran penting ayah sebagai guru bukan hanya
untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga untuk memelihara rasa
keingintahuan anak. Protector, setiap ayah pasti memiliki naluri untuk
melindungi anaknya sejak lahir. Akan tetapi fungsi ayah sebagai pelindung
bukan hanya itu, yang terpenting adalah mengajarkan anak-anak untuk
melindungi dirinya sendiri karena orang tua tak mungkin bersama mereka
setiap waktu. Sebagai pelindung ayah perlu berusaha mengenal dunia
anak: mengetahui apa kesukaannya, apa yang dibencinya, teman-teman
dekatnya, dan dunia yang ditekuni anak. Partner, sebagai partner ayah
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dengan ibu. Sebagai
partner, ayah tidak hanya berharap dan bergantung pada ibu, tetapi juga
terlibat aktif. Ayah juga memiliki hak untuk bermain bersama anak, tak
hanya berfungsi sebagai “bad cop” untuk menakut-nakuti anak. Dengan
demikian, maka peraturan rumah tangga pun perlu disepakati dan tidak
boleh bersebrangan. Ayah dan ibu perlu punya suara sama. Jika ayah
mengatakan tidak, ibu juga mengatakan yang sama, demikian juga
sebaliknya. Kasih ibu bersifat tidak bersyarat sedangkan cinta ayah lebih
bersifat kualitatif dan melekat pada performence anak. Ibu khawatir
tentang bagaimana bayinya bisa bertahan hidup, sedangkan ayah berpikir
bagaimana anaknya dapat menghadapi masa depan. Ibu mendisiplikan
60 ibid
48
anak-anak waktu demi waktu, sedangkan ayah mendisiplinkan anak
dengan peraturan. Dari ibu anak belajar segi emosinya, sedangkan dari
ayah, anak belajar untuk hidup di tengah masyarakat.61
Menurut Hassan pola asuh merupakan suatu sistem atau cara
pendidikan dan pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang
lain. Dalam hal ini, pola asuh yang diberikan orang tua/ pendidik terhadap
anak adalah mengasuh dan mendidiknya dengan penuh pengertian. Hal
yang mempengaruhi pola asuh adalah salah satu faktor yang secara
sgnifikan turut membentuk karakter anak. Hal ini didasari bahwa
pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan utama dan pertama
bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan
manapun.62
Ada beberapa tipe pola asuh orang tua menurut Hassan. Tipe pola
asuh tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:63
1. Tipe Autoriatif
Orang tua tipe autoratif akan menerima dan melibatkan anak sepenuhnya.
Orang tua ini memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan
mengharuskan anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial
sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Akan tetapi mereka tetap
memberikan kehangatan, bimbingan dan komunikasi dua arah. Mereka
memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan. Anak
dari orang tua seperti ini akan tumbuh menjadi anak yang mandiri, tegas
terhadap diri sendiri, ramah dengan teman sebayanya, dan mau bekerja
sama dengan orang tua. Anak juga akan berhasil secara intelektual dan
sosial, menikmati kehidupan, dan memiliki motovasi yag kuat untuk maju.
61Nurul Aini“Problematika Anak Yang Hidup Tanpa Ayah” (Malang: Universitas Negeri Malang,2012)hal 45. 62
Hassan, Maimunah “Pendidikan Anak Usia Dini” (Yogyakarta: Diva Press, 2010, hal. 24. 63 Ibid, hal 26-27.
49
2. Tipe Otoriter
Orang tua tipe otoriter selalu menuntut dan mengendalikan semata-mata
karena kekuasaan, tanpa kehangatan, bimbingan dan komunikasi dua
arah. Mereka mengendalikan dan menilai perilaku anak dengan standar
mutlak. Mereka menghargai kepatuhan, rasa hormat terhadap kekuasaan
mereka, dan tradisi. Anak-anak dengan orang tua seperti ini cenderung
memiliki kompetensi dan tanggung jawab sedang, cenderung menarik diri
secara sosial dan tidak memiliki sikap spontanitas. Anak perempuan dakn
tergantung pada orang tuanya dan tidak memiliki motivasi untuk maju.
Anak laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan dengan anak laki-laki
lain.
3. Tipe penyabar
Orang tua tipe penyabar akan menerima, responsif, sedikit memberikan
tuntutan pada anak-anaknya. Anak akan lebih positif moodnya dan lebih
menunjukkan vitalitasnya dibandingkan anak dari keluarga otoriter. Orang
tua yang serba membolehkan akan mendorong anak menjadi agresif dan
cenderung tidak percaya diri.
4. Tipe penelantar
Orang tua tipe penelantar lebih memperhatikan aktivitas diri mereka
sendiri dan tidak terlibat dengan aktivitas anak-anaknya. Mereka tidak
tahu dimana anak-anak mereka berada, apa yang sedang dilakukan, dan
siapa teman-temannya data di luar rumah. Mereka tidak tertarik pada
kejadian di sekolah anak, jarang bercakap-cakap dengan anak-anaknya
dan tidak mempedulikan pendapat anak-anaknya.
Sedangkan menurut Nini Subini dalam Asmani orang tua
mempunyai bermacam-macam pola asuh64
1. Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.
64
Jamal Mamur Asmani “Kiat Mengembangkan Bakat Anak Di Sekolah” (Jogjakarta: Diva Press 2012) Hal 55-58
50
Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang
berlebihan yang melampaui anak. Orang tua tipe ini juga memberikan
kebebasan kepada anak memilih dan melakukan suatu tindakan, dan
pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2. Otoriter
Termasuk tipe ini adalah orang tua yang mendidik anaknya dengan keras
dan kaku. Semua perintah yang dikatakan orang tua harus dituruti oleh
anaknya. Apa pun yang dikatakan orang tua dianggap benar oleh anak.
Orang tua dengan tipe ini cenderung galak dan sering marah. dampak
terburuk dari sikap otoriter orang tua ini adalah dapat menimbulkn depresi
anak, hubungan anak dan orang tua tidak akrab, anak cenderung nurut
karena takut, bukan karena hormat atau kewajiban, anak menjadi
terkekang, kemungkinan berontak di luar rumah sangat tinggi untuk
melampiaskan emosinya saat didalam rumah, dan dapat mengakibatkan
dendam pada anak.
3. Permisif
Dalam hal ini orang tua yang selalu mengikuti semua kemauan anak atau
terlalu memanjakan anak. Apa pun yang diinginkan anak orang tua segera
memenuhinya. Sifat ini akan memebentuk pribadi anak yang kurang baik.
Dampak negatifnya adalah anak cenderung tidak ulet dalam usaha
mencapai sesuatu, cepat meninggalkan tugas yang sulit, lebih banyak
menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh,
cenderung mengandalkan orang lain. Kurang memiliki rasa tanggung
jawab, menimbulkan permasalahan emosi dan perilaku anak, suka
merengek bahkan merajuk hingga keinginannya terpenuhi, dan control
impuls yang buruk bagi anak.
51
4. Mengabaikan
Tipe ini menunjukkan bahwa orang tua mengabaikan apa pun yang
dilakukan oleh anak, baik berbahaya bagi anak ataupun tidak. Dampaknya
adalah timbulnya perilaku yang agresif, liar pada anak.
5. Timbal balik
Orang tua jenis timbal balik adalah orang tua yang mempertimbangkan
secara rasional setiap keputusan yang diambil bersama. Kondisi seperti
ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak. Selain itu komunikasi
antara anak dengan orang tua menjadi lebih dekat.
B. Penelitian Relevan
Penetapan materi subjek penelitian dan temuan penelitian. Maka peneliti
mengidentifikasi sumber-sumber dalam bentuk hasil-hasil temuan
penelitian yang telah ada dan mempunyai relevansi dengan penelitian
yang sedang dilakukan, dengan asumsi agar tidak terjadi pengulangan
pada lokasi penelitian dan subjek yang sama dan sekaligus dapat
membantu mengembangkan analisis pemahaman terhadap temuan
penelitian. Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan yang peneliti
lakukan:
1. Penelitian Imul Puryanti (2013) yang berjudul: “Hubungan Kelekatan
Anak Pada Ibu Dengan Kemandirian Di Sekolah TK Hj. Isriati
Baiturrahman I Kota Semarang” Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini
dapat diterima, yaitu adanya hubungan positif yang signifikan antara
kelekatan anak pada ibu dan kemndirian anak di sekolah pada siswa-
siswi TK Hj. Isriati Baiturrahman I Semarang. Didapat dari nilai korelasi
sebesar rˣʸ = 0,621 dengan taraf signifikansi p = 0,000 (p<0,05). Tand
positif berarti semakin positif kelekatan anak pada ibu maka semakin
52
tinggi kemandirian, dan sebaliknya semakin negatif kelekatan anak
pada ibu maka kemandirian semakin rendah.65
2. Penelitian Fauzul Muthmainah (2016) yang berjudul: “ Pengaruh Secure
Attachment Terhadap Kemandirian Anak Usia Dini Di Ra Muslimat Nu I
Beliung Poncokusumo Malang” Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa anak usi adini di RA Muslimat
NU I Belung Poncokusumo Malang sebagian besar memiliki skor
sedang pada Secure Attachment yaitu 43 anak (86%). Artinya rata-rata
anak memiliki rasa aman berada didekat ibu, sementara itu untuk
tingkat kemandirian anak usia dini di RA Muslimat NU I Belung
Poncokusumo Malang sebagian besar memiliki skor sedang pada
kemandirian yaitu 52%, namun hasilnya beda tipis dengan siswa yang
memiliki tingkat kemandirian tinggi yaitu 48%. Artinya sebagian besar
anak tidak brgantung pada orang lain dalam mengurus dirinya, mampu
menyelesaikan tugas sendiri sampai selesai. Dari hasil penelitian ini
juga menunjukan bahwa secure attachment mempunyai pengaruh
terhadap kemandirian anak usia dini, berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kemandirian anak usia dini.66
3. Penelitian Tina Wuryantari (2015) yang berjudul: “Hubungan Antara
Attachment Objek Pengganti Dengan Temramen Pada Anak Usia 4-6
Tahun Di Lingkungan Sikunir Kelurahan Bergaslor Kecamatan Bergas”.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang postif antara kelektan aman dengan tempramen mudah terungkap
sebesar 0,5544 atau 55,4%. Hasil uji korelasi lainnya adalah ada
hubungan negatif antara kelekatan aman dengan tempramen sulit pada
anak usia 406 tahun, tingkat kontribusi yang dihasilkan sebesar -51,5%.
Selain itu, adda hubungan negati pula antara kelekatan tidak aman dan
65 Imul Puryanti,”Hubungan Kelekatan Anak Pada Ibu Dengan Kemandirian Di Sekolah” Semarang: Universitas Negeri Semarang 2013, hal 84. 66 Fauzul Muthmainah,”Pengaruh Secure Attachment Terhadap Kemandirian Anak USia Dini Di RA muslimat Nu 1 Beliung Poncokusumo Malang” Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2016, hal 114.
53
menghindar dengan tempramen mudah, tingkat kontribusi yang
dihasilkan sebesar -56%. Pola kelekatan aman memiliki hubungan yang
positif dengan tempramen mudah. Hal ini disebabkan karena objek
pengganti selalu siap membantu, menjaga dan melindungi anak kapan
saja dalam melewati berbagai pengalaman emosinya. Kelekatan aman
yang diberikan oleh objek pengganti dapat menghilangkan rasa cemas
dan perasaan tertekan atau ketegangan emosi yang berkaitan dengan
tempramen.67
4. Penelitian Edi Hendri Mulyana, dkk (2017) yang berjudul: “Kemampan
Anak Usia Dini Mengelola Eosi Diri PadaKelompok B Di k Pertiwi DWP
Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya”. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan mayoritas anak usia dini pada kelompok B1 di Tk
pertiwi DWP dalam hal kemampuan anak usia dini mengelola emosi diri
berada pada tingkat pencapaian perkembangan dinilai BSH
(Berkembang Sesuai Harapan). Kemampuan anak usia dini mengelola
emosi diri pada kelompok B1 di Tk Pertiwi DWP terbagi empat aspek
yaitu kemampuan mengenal emosi kebanyakan dalam tingkat
pencapaian perkembangan dinilai BSH (Berkembang Sesuai Harapan).
Pada kemampuan mengatur emosi sesuai dengan situasi dan kondisi
diri secara mayoritas dalam tingkat pencapaian perkembangan dinilais
BSB (Berembang Sangat Baik). Pada kemampuan memanfaatkan
emosi secara positif jumlah terbesar dalam tingkat pencapaian
perkembangan dinilai BSH (Berkembang Sesuai Harapan). Pada
kemampuan memiliki pertahanan diri dalam menghadapi setiap
persoalan secara mayoritas dalam tingkat pencapaian dinilai BSB
(Berkembang Sangat Baik).68
67 Tina Wuryantari, “Hubungan Antara Attachment Objek Pengganti Dengan Tempramen Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di Lingkungan Sikunir Kelurahan Bergaslor Kecamatan Bergas” Semarang: Universitas Negeri Semarang 2015 hal 101. 68 Edi Hendri Mulyana,”Kemampuan Anak Usia Dini Mengelola Emosi Diri Pada Kelompok B Di TK Pertiwi DWP Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya” Tasikmalaya: Universitas UPI Tasikmalaya 2017, Vol.1 No.2 (2017).
54
5. Penelitian Cenceng (2015) yang berjudul: “ Perilaku Kelekatan Anak
Usia Dini (Perspektif John Bowlby)”. Berdasarkan penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut: teori kelekatan (attachment) merupakan
istilah yang pertama kai diperkenalkan oleh John Bowlby. Teori ini
mencoba menguraikan pola relasi orangtua-anak yang dimulai sejak
bayi. Kelekatan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan
manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain
pengganti ibu. Seorang anak dapat dikatakan lekat pada orang lain jika
mempunyai kelekatan fisik dengan seseorang, menjadi cemas ketika
berpisah dengan figur lekat, menjadi gembira dan lega ketika figur
lekatnya kembali dan orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak
melakukan interaksi. Anak memperhatikan gerakan, mendengarkan
suara dan sebisa mungkin berusaha mencari perhatian figur
lekatnya.ada empat fase kelekatan yaitu fase 1 (sejak lahir sampai usia
3 bulan): respon tak terpilah kepada manusia; fase 2 (usia 3 sampai 6
bulan); focus pada orang-orang dikenal; fase (usia 6 sampai 3 tahun);
kelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif; dan fase 4 (
usia 3 tahun sampi akhir masa kanak-kanak): tingkah laku
persahabatan, sedangka npola kelekatan ada tiga macam, yaitu secure
attachment (pola aman), resistant attachment (pola
melawan/ambeven), dan avoidant attachment (pola menghindar).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelekatan bisa membawa
bagi anak-anak, seperti anak-anak menjadi lebih mandiri, lebih percaya
diri dalam membangun hubungan interpersonal, kecerdasan moral lebih
baik, dan sebagainya.69
6. Penelitian Suci Lia, dkk (2018) yang berjudul “Kelekatan Orang Tua
Untuk Pembentukan Karakter Anak” kesimpulan dari penelitian ini yaitu
kelekatan positif antara anak dan orangtua akan memberikan
kesejahteraan sosial pada anak, anak akan memiliki harga diri yang
69
Cenceng,”Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby)” Samarinda: Intitute Agama Islam Negeri Samarinda, Vol.IXX No.2 2017.
55
tinggi, mampu mengendalikan emosi, dan kesehatan fisik sehingga
anak mampu menguasai lingkungan yang baru dan mampu
menghasilkan hubungan yang positif. Anak yang memiliki kelekatan
yang baik dengan orangtua akan dapat memiliki rasa percaya terhadap
orang tua dan menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua begitu
pula sebaliknya, orangtua akan memberikan respon yang baik saat
anak menjalin komunikasi dengan orangtua mereka. Kelekatan
orangtua yang tinggi pada anak ditunjukkan dengan kepercayaan,
dapat membantu, menerima diri anak apa adanya, memberikan cinta
dan kepedulian yang layak pada anak. Kualitas yang tinggi dapat
membuat individu melihat dirinya layak untuk dicintai dan memandang
individu dilingkungan sosialnya dapat diandalkan serta dapat berpikir
positif dalam menjalani hidup.70
70 Suci Lia Sari,dkk,”Kelekatan Orangtua Untuk Pembentukan Karakter Anak” Aceh: Jabal Ghafur Sigli Aceh, Vol.1 No.1 2018.
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan
dan Taylor sebagaimana dikutip Meleong mengedifinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau pesan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara
holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau
organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya
sebagai bagian dari suatu keutuhan. Penelitian kualitatif menggunakan
metode pengamatan, wawancara atau penelaah dokumen.71 Oleh karena
itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap fenomena atau
populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subjek yang berupa individu,
organisasional atau perspektif yang lain. Pada umumnya penelitian
deskriptif tidak menggunakan hipotesis (non hipotesis) sehingga dalam
penelitiannya tidak memerumuskan hipotesis.72 Adapun alasan penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena dalam penelitian ini
data yang dihasilkan berupa data deskriptif yang diperoleh dari data-data
berupa tulisan, kata-kata dan dokumen yang berasal dari sumber atau
informan yang diteliti dan dapat dipercaya.
Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan, pertama
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat
hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka
71 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal
4. 72
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hal 3-4.
57
dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh bersama
dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.73
Dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar. Selain itu semua data yang dikumpulkan kemungkinan menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, tape recorder, dokumen pribadi, catatan atau memo
dan dokumen resmi lainnya.74 Penelitian kualitatif menghendaki agar
pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dibandingkan dan
disepakati oleh manusia yang dijadikan sumber data. Dalam hal ini peneliti
mengamati dan wawancara terhadap responden mengenai Secure
Attachment orang tua terhadap kemandirian anak usia dini 4-5 tahun di
taman kanak-kanak as-salam yang meliputi hubungan orang tua kepada
anak, kemandirian anak dirumah dan kemandirian anak disekolah. Data
yang didapati selanjutnya diinterpretasi dalam penulisan tesis.
Ada beberapa alasan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Salah
satu diantaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas
dan dapat meliputi lebih banyak segi dibanding dengan metode-metode
penyelidikan yang lain. Metode ini banyak memberikan kontribusi
terhadap ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan
mutakhir, dan dapat membantu kita dalam mengidentifikasi faktor-faktor
yang berguna untuk pelaksanaan percobaan. Selanjutnya metode ini
dapat digunakan untuk menghasilkan suatu keadaan yang mungkin
terdapat dalam situasi tertentu. Dan penelitian ini disebut penelitian
kualitatif, peneliti akan mengamati data tentang informasi mengenai
Secure Attachment Orang Tua Terhadap kemandirian anak usia dini 4-5
tahun di taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi.
73
Lexy J. Meleong, Op. Cit, hal. 9-10. 74 Ibid, hal. 11.
58
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1. Situasi Sosial
Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian
yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian
ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-
orang (actros) yang ada pada tempat (place) tertentu.75
Penelitian ini akan dilakukan di TK As-Salam Kec. Alam Barajo. Kota
Jambi. sekolah Tk As-salam merupakan Yayasan atau milik sendiri
(swasta) yang didirikan pada tahun 2002. Lokasi Tk As-salam ini terletak
di jl. Sk syahbudin, lrg. Alamanda III kel. Mayang kec. Alam barajo.
Peneliti akan melakukan penelitian di sekolah Tk As-salam karena
terdapat kurangnya kemandirian anak, dapat dilihat beberapa anak yang
sulit untuk melakukan sesuatu dengan sendirinya. Dengan hal ini penelliti
tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana kelekatan aman (secure
attachment) orang tua terhadap kemandirian anak tersebut.
2. Subjek Penelitian
Dalam pengambilan subjek atau informen penelitian maka perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Subjek menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati
b. Subjek tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan yang sedaang diteliti
c. Subjek yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi
Peneliti memilih subjek penelitian atau responden yaitu orang tua/
wali murid dan guru kelas yang mengajar untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan oleh peneliti.
C. Jenis Data dan Sumber Data
Sebagaimana diketahui bahwa penelitian ini bertujuan untuk mencari
pemecahan masalah terhadap permasalahan, dan setiap permasalahan
75 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), hal 215.
59
hanya dapat diselesaikan dan dipecahkan dengan baik jika didukung oleh
data yang valid dan sesuai dengan objek penelitian, karena tanpa adanya
kesesuaian dan keabsahan data dengan penelitian sangat berpengaruh
pada hasil dari penelitian yang dilakukan oleh seseorang peneliti. Dalam
penelitian ini ada dua jenis data, yaitu
1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam proses penelitian ini terbagi
menjadi dua yaitu, data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh peneliti
untuk tujuan penelitian secara khusus. Data tersebut adalah nilai hasil
kemampuan anak yang didapatkan dari hasil pengamatan atau observasi
yang dilakukan peneliti
b. Data Sekunder
Data Sekunder (data penunjang) yaitu data yang diperoleh dari
sumber kedua yaitu berupa dokumen-dokumen, catatan, gambar, dan
lain-lain, seperti struktur organisasi TK As-salam, data tentang sekolah,
kepala sekolah, data guru dan karyawan serta muridnya.
Dalam pencarian data kualitatif, peneliti mengambil data-data yang
dianggap perlu untuk dikumpulkan dengan teknik pendekatan seperti
wawancara, pengamatan dan data-data yang lain seperti dokumen dan
lembaran-lembaran lainnya. Data dalam pengertian yang sesungguhnya
adalah jenis-jenis sumber yang diperoleh peneliti pada subjek
penelitiannya.76 Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
data primer yang dapat dimaknai untuk menggambarkan lebih rinci
mengenai Secure Attachment Orang Tua Terhadap Kemandirian Anak
Usia Dini 4-5 Tahun Di Taman Kanak-anak As-salam Kota Jambi.
76 Muhammad Nazir, Metode Penelitian Ilmu Sosial ( Jakarta: Ghalia Indonesia,2005) hal 266.
60
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek
darimana data diperoleh.77 sedangkan menurut Suharsini Arikunto, yang
dimaksud degan sumber data adalah subyek dari mana data-data
diperoleh. Sumber data yaitu berbentuk perkataan maupun tindakan, yang
didapat melalui wawancara, sumber data peristiwa (situasi) yang didapat
melalui observasi, dan sumber data utama dalam penelitian adalah kata-
kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain.78
Sumber data dalam penelitian ini adalah anak Taman Kanak-kanak
As-salam Kota Jambi beserta orang tuanya yang menjadi sampel
penelitian dan dokumen-dokumen, gambar dan lain-lain, seperti struktur
organisasi TK As-salam kota jambi, data tentang sekolah, kepala sekolah,
data guru dan karyawan serta muridnya.
D. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam studi kualitatif memiliki teknik tersendiri.
Teknik yang lazim digunakan dalam penelitian tersebut adalah
pengamatan, wawancara dan dokumentasi.
a. Pengamatan.
Pengamatan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan
secara langsung terhadap fenomena yang ada. Teknik pengamatan
dilakukan oleh peneliti dengan sasaran diam atau proses.79 Pengamatan
yang dilakukan peneliti adalah pengamatan non partisipan, dimana
peneliti hanya mengamati dan tidak terlibat langsung.
b. Wawancara
Wawancara adalah upaya yang dilakukan peneliti menemukan
pengalaman informan dari topik tertentu atau situasi spesifik dari apa 77
Suharsimi Arikunto, Op. Cit, 207. 78
Ibid, hal 106. 79 Suharsimi Arikunto, Op. Cit, hal 24
61
yang dikaji. Selanjutnya, peneliti mengadakan interpretasi lebih lanjut
sesuai pemahaman peneliti di lapangan dengan terlebih dahulu
mengadakan cross check pada teori lain.80 Metode wawancara yang
dipergunakan oleh peneliti adalah metode wawancara terstruktur, di
mana metode ini sesuai dengan skenario yang telah dibuat oleh
peneliti. Sebagai informan yang akan diwawancara untuk memperoleh
data penelitian adalah Orang Tua dari anak usia dini 4-5 tahun Kota
Jambi.
c. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara atau teknik memperoleh data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.81
Dalam metode dokumentasi ini, dokumen tersebut dikumpul lalu
diadakan seleksi data untuk mencari kesesuaian variabelitas dengan
fokus penelitian. Dokumen mengenai tentang profil sekolah, struktur
organisasi, jumlah tenaga pendidik, jumlah siswa dan siswai, dan
sarana prasarana.
E. Teknik Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis data mengalir, yang menurut Huberman and Miles dalam Mukhtar,
yaitu (1)pengumpulan data. Pengumpulan data merupakan proses
berlangsung sepanjang penelitian, dengan menggunakan seperangkat
instrument yang telah disiapkan, guna memperoleh informasi data melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. (2)reduksi data. Reduksi data
menunjukkan proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan,
mengabstraksikan, dan mentransformasikan data mentah yang muncul
dalam penulisan catatan penelitian. (3)display data. Display data adalah
usaha merangkai informasi yang terorganisir dalam upaya 80 Sanafiah Faisal, Penelitian Kualitatif; Dasar-Dasar dan Aplikasi (Malang; Yayasan Asah
Asih, 2006) hal 61. 81 Suharsimi Arikunto, Op, Cit hal 201.
62
menggambarkan kesimpulan data mengambil tindakan. Biasanyan bentuk
display (penampilan) data kualitatif menggunakan teks narasi. (4)verifikasi
dan menarik kesimpulan. Verifikasi dan menarik kesimpulan merupakan
aktivitas analisis, dimana pada awal pengumpulan data, seseorang analis
mulai memutuskan apakah sesuatu bermakna, atau tidak mempunyai
keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab
akibat, dan proposisi.82
F. Uji Keterpercayaan Data (Trushworthiness)
Dalam rangka mencapai kesahihan atau keterpercayaan data, maka
selama proses penelitian, peneliti melakukan uji keterpercayaan data
yaitu:
1. Memperpanjang waktu peneliti di lapangan, data yang diselidiki masih
terdapat kekurangan peneliti menambah waktu penelitian untuk lebih
akuratnya data yang didapati.83 Setelah data diperoleh peneliti
melakukan analisis untuk memperkuat keilmiahan sebuah karya tulis.
Untuk mempertajam isi sebuah tesis perlu diadakan penelitian ulang
atau memperpanjang waktu dilapangan;
2. Triangulasi terdiri dari 4 cara yaitu; 1)Triangulasi sumber berarti
membandingkan dan mengecek kembali derajat keterpercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. 2)Triangulasi metode menginplementasikan adanya
model-model pengumpulan data secara berbeda (observasi,
wawancara, dan testing) dengan pola yang berbeda. 3)Triangulasi
dengan jalan menggunakan peneliti yang berbeda merupakan salah
satau upaya untuk mengecek kembali derajat keterpercayaan data.
4)Triangulasi dengan teori didasarkan pada asumsi bahwa fakta
tertentu tidak dapat diperiksa keterpercayaannya hanya satu teorinya.84
82
Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis Penelitian
Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan ( Jakarta: Gaung ersada Press, 2010),hal 141-142 83
Lex J.Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal 326. 84 Mukhtar, Op.cit, hal 165-168
63
3. Berdiskusi dengan pembimbing dan teman-teman sejawat, setelah
mendapati hasil penelitian dilapangan, peneliti melakukan diskusi
dengan pembimbing dan teman-teman sejawat untuk memperdalamkan
hasil penelitian. Adanya diskusi dengan dosen pembimbing, teman-
teman sejawat yang memahami tentang masalah ini.
4. Perpanjangan keikutsertaan. Perpanjangan kehadiran penelitian akan
memungkinkan peningkatan derajat keterpercayaan data ulang
dikumpulkan. Dipihak lain perpanjangan kehadiran peneliti juga
dimaksudkan untuk membangun kepercayaan pada subjek terhadap
peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
G. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Tk As-salam Kec. Alam Barajo, Kota
Jambi. sampel yang diambil yaitu siswa dan siswi di kelas A pada
semester akhir (II).
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilaksanakan selama 2 bulan antara
bulan April sampai dengan Juni 2019, di Taman Kanak-kanak As-Salam
Kota Jambi. Peneliti melakukan pengambilan data awal dan data
penelitian (Penyebar skala) yakni pada waktu-waktu yang sesuai dengan
kelonggaran orang tua serta tidak mengganggu kegiatan orang tua,
64
No
Jenis kegiatan
Penelitian
Bulan
Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 Mei-19 Jun-19 Jan-20
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan
Proposal √ √ √ √ √ √
2 Seminar Proposal √
3 Perbaikan Hasil
Seminar
√ √
4 Izin Riset √
5 Pengumpulan
dan Penyusunan
Data
√ √ √ √ √ √
6 Analisa dan
Penyempurnaan
Draft
√ √ √ √
7 Ujian Pratesis √
8 Ujian tesis √
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Tabel 1: Jadwal Penelitian
NB : Jadwal penelitian ini bersifat tentatif : akan berubah sesuai dengan kondisi dan situasi lapangan
65
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN
DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Historis Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi
Taman Kanak-kanak As-salam di dirikan pada tanggal 20 Juli 2002
oleh Ketua Lembaga Pendidikan As-salam Ibu Hj. Dahniar, Beliau
mendirikan Taman Kanak-kanak As-salam di Dorong oleh rasa
kecintaan beliau terhadap dunia pendidikan terutama Pendidikan
Anak Usia Dini. Namun pada akhir tahun 2017 Ketua Lembaga diganti
dengan Bapak H. Edy Kusnadi S.E yang merupakan menantu dari ibu
Hj. Dahniar. Istri dari bapak H. Edy kusnadi S.E itu sendiri merupakan
anak dari ibu hj. Dahniar yang menjabat sebagai Kepala Sekolah
Taman Kanak-kanak As-salam.
Taman Kanak-kanak As-salam beralamat di Jl. Sk. Syahbudin, Lorong
Alamanda III Rt. 04 kel. Mayang Kec. Alam Barajo Kota Jambi.
Bangunan Taman Kanak-kanak As-salam berdiri diatas tanah seluas
1600 m² dengan luas bangunn 260 m² dan tanah yang tersedia di
pakai untuk permainan dan bermain anak-anak.
2. Visi, Misi dan Tujuan Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi
a) Visi Taman Kanak-Kanak As-salam
Menjadikan anak sebagai generasi penerus yang nantinya memiliki
dasar-dasar berfikir islami, terampil, mandiri, cerdas dan sholeh-
sholehah.85
b) Misi Taman Kanak-Kanak As-salam
1) Menanamkan aqidah sejak usia dini
2) Membiasakan anak untuk bersikap hidup secara islami
85 Dokumen KTSP Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi
66
3) Melatih dan mengembangkan kecerdasan, daya kreatif,
keterampilan dan kemandirian
4) Mendidik dan mengasuh untuk kecerdasan spiritual, kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional
5) Membentuk karakter dan kepribadian anak yang sholeh sholehah
sejak dini dan mengoptimalisasikan dirinya dalam menjalani
kehidupan
c) Tujuan Taman Kanak-kanak As-salam
1) Mengembangkan seluruh kemampuan anak sesuai dengan tahap
perkembangan
2) Mengembangkan sosialisasi anak sesuai dengan kaidah-kaidah
islam
3) Melatih dan mengembangkan daya cipta dan daya fikir
4) Mengembangkan keterampilan motorik halus, kasar
5) Belajar membaca Al-quran dengan metode Iqra’
6) Melatih anak membiasakan berdo’a setiap saat
7) Mengamalkan ajaran islam (aqidah, akhlaq, ibadah iqra’, dan
tahfiz, hadist, do’a harian serta sirah nabawiyah dan sahabat)
8) Mengamalkan peraturan dan disiplin pada anak
9) Memberikan disiplin pada anak
10) Memberikan kesempatan anak bermain
3. Profil Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi
1. Nama Sekolah : Taman Kanak-Kanak As-salam
2. Alamat : JL. Sk. Syahbudin, Lr. Alamanda III Rt 04, Kel
Mayang, Kec. Alam Barajo Kota Jambi
3. Nama Yayasan : Dahniar Muluk Hamzah
4. NPSN :10507056
5. NSS : -
6. Tahun Didirikan : 2002
67
7. Tahun Beroperasi : 2002
8. Akte Notaris Pendirian Organisasi/ Yayasan Pendidikan
Pengesahan Notaris Pendirian Lembaga PAUD (V) ada
copy terlampir ( ) tidak ada
a. Dikeluarkan oleh : M.Zen, S.H
b. Nomor : 75
c. Tanggal/ bulan/tahun :23 Februari 2018
9. NPWP atas Nama Lembaga : (V) ada ( ) tidak ada
a. Nomor NPWP : 03.074.986.5-331.000
b. Nama di NPWP : Yayasan Dahniar Muluk As-salam
10. Rekening Tabungan/ Giro di Bank Pemerintah
Atas Nama Lembaga Paud : (V) ada copy terlampir ( ) tidak ada
a. Nama Bank : Bank Jambi
b. Nomor Rekening : 3000942277
c. Nama Rekening : TK As-salam
11. Kepemilikan Tanah : Milik Yayasan
a. Nama Ketua Yayasan : H. Edy Kusnadi S.E
b. Status Bangunan : Milik Sendiri
c. Luas Tanah :1600 m²
d. Luas Bangunan :1400 m²
12. Geografis Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi
Taman kanak-kanak As-salam terletak di Jl. Sk. Syahbudin, Lorong
Alamanda III, Rt 04, Kel. Mayang, Kec. Alam Barajo. Kota Jambi
secara geografis terletak di:
a. Sebelah Timur Pemukiman Penduduk
b. Sebelah Barat Jalan raya, Rumah Sakit Abdul Manap
c. Sebelah selatan Pemukiman Penduduk
d. Sebelah Utara Perumahan Villa Gading
4. Keadaan Guru Taman Kanak-Kanak As-salam Kota Jambi
Personil guru Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi terdiri dari
ketua lembaga, seorang kepala sekolah, 8 orang guru, 1 tenaga
68
operator/ TU dan 1 tenaga pramubakti. Adapun nama-nama guru
Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1 Nama-nama Tenaga Pendidik Taman Kanak-kanak As-
salam Kota Jambi86
No Nama Jabatan Mengajar
1 H.Edy Kusnadi S.E Ketua Lembaga
2 Hj. Lidarnita S.Pd Kepala Sekolah
3 Nurhikmah S.Pd Guru Guru PAUD
4 Aminah S.Pd Guru Guru PAUD
5 Roza Linda S.Pd Guru Guru PAUD
6 Rozi Kartika S.Pd Guru Guru PAUD
7 Hartika Iskandar S.Pd Guru Guru PAUD
8 Eni Dewita S.Pd Guru Guru PAUD
9 Rhoudotusa’adah S.Pd Guru Guru PAUD
10 Dessy Yurnalis S.Pd Guru Guru PAUD
11 Anis Watimamlu’ah S.Pd Tu/ Operator -
12 Ami Pramubakti -
86 Ibid
69
Adapun struktur kepengurusan Taman Kanak-kanak As-salam
dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Bagan 4.1 : Struktur Organisasi Taman Kanak-kanak As-salam
Kota Jambi Tahun Ajaran 2017-2018
Ketua Lembaga
H. Edy Kusnadi S.E
Sekretaris
Fevrianty Edlyn Ramadanti
Guru TK B
TK B1 Hartika Iskandar S.Pd
Roudhotu Sa’adah S.Pd
TK B2 Aminah S.Pd
Roza Linda S.Pd
TK B3 Rozi Kartika S.Pd
Eni Dewita S.Pd TK
B4
Nurhikmah S.Pd
Guru TK A
Dessy Yurnalis S.Pd
Bendahara/Operator
Anis Watimamlu’ah S.Pd
Kepa Sekolah
Hj. Lidarnita S.Pd
70
5. Keadaan Peserta Didik Taman Kanak-kanak As-salam Kota Jambi
Jumlah peserta didik di Taman Kanak-Kanak As-salam Kota Jambi
tahun pelajaran 2018-2019 adalah 92 orang terbagi kedalam 5
rombongan belajar, yaitu 1 kelompok A dan 4 kelompok B. sampai
dengan bulan juni 2019 keadaan anak didik di Taman Kanak-kanak
As-salam berjumlah 92 orang, yang terdiri dari 44 orang laki-laki dan
48 orang perempuan.
Adapun data kelompok belajar Taman Kanak-kanak as-salam
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Kelompok Belajar Taman Kanak-kanak As-salam87
N
o
Nama Kelompok
Belajar
Kelompok Jumlah Siswa Wali kelas
L P JML
1 Rabi’ul Awal Kelompok A 8 6 14 Dessy Yurnalis
S.Pd
2 Rabi’ul Akhir Kelompok B1 10 10 20 Hartika Iskandar
S.Pd
Roudhotu Sa’adah
S.Pd
3 Jumadil Awal Kelompok B2 10 11 21 Aminah S.Pd
Roza Linda S.Pd
4 Jumadil Akhir Kelompok B3 10 11 21 Rozi Kartika S.Pd
Eni Dewita S.Pd
5 Rajab Kelompok B4 6 10 16 Nurhikmah
Total 44 48 92
87 Ibid
71
Kelompok belajar yang menjadi tempat penelitian yaitu kelompok A
semester II dengan jumlah siswa dan siswi nya 14 orang anak. Adapun
daftar nama anak kelas kelompok A dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Nama Anak Kelompok A Tk As-salam Kota Jambi Tahun
Ajaran 2018-201988
No Nama Anak
Jenis Kelamin Tahun Kelahiran
lk Pr
1 Athaya Nadira Danisy √ 2013
2 Akhdan Kayana Azka √ 2014
3 Bagas Raditya Andisa √ 2013
4 Gwen Aristya √ 2014
5 Haura Assyifa √ 2014
6 Kaisa Azka Arifah √ 2014
7 Maulana Abidzar √ 2013
8 Muhammad Ajie Wardhana √ 2013
9 Muhammad Attalif Gea √ 2013
10 M. Ghezy ZHafran Ghalibie √ 2013
11 M. Orlando Azka Af √ 2014
12 Reizaswira Davina Sakhi
Wibowo
√ 2013
13 Yasinta Anastasya √ 2014
14 Hazafran Tama √ 2014
88 Ibid
72
6. Keadaan Sarana dan Prasarana
Keadaan sarana dan prasarana Taman Kanak-kanak As-salam
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.4 Keadaan Sarana Taman Kanak-kanak As-salam 89
No Jenis Sarana Jumlah Letak Keterangan
1 Meja dan kursi Pimpinan
1 Ruang Kepala Sekolah
Baik
2 Kursi dan Meja Tamu 1 Ruang Kepala Sekolah
Baik
3 Lemari 1 Ruang Kepala Sekolah
Baik
4 Tempat Sampah 1 Ruang Kepala Sekolah
Baik
5 Jam Dinding 1 Ruang Kepala Sekolah
Baik
6 Papan Struktur 2 Ruang Kepala Sekolah
Baik
7 Meja dan Kursi TU 1 Ruang Tata Usaha Baik
8 Lemari 1 Ruang Tata Usaha Baik
9 Komputer 1 Ruang Tata Usaha Baik
10 Meja dan Kursi Guru 11 Ruang Guru Baik
11 Lemari 2 Ruang Guru Baik
12 Jam Dinding 1 Ruang Guru Baik
13 Tempat Sampah 1 Ruang Guru Baik
14 Papan Tulis 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
15 Jam Dinding 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
16 Tempat Sampah 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
17 Meja Siswa 14 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
18 Kursi Siswa 14 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
19 Karpet 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
20 Rak Buku 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
21 Rak Permainan 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
89 Ibid
73
No Jenis Sarana Jumlah Letak Keterangan
22 Meja Guru 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
23 Kursi Guru 1 Sentra Persiapan / Rabiul Awal
Baik
24 Papan Tulis 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
25 Jam Dinding 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
26 Tempat Sampah 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
27 Meja Siswa 17 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
28 Kursi Siswa 17 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
29 Karpet 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
30 Rak Buku 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
31 Rak Permainan 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
32 Meja Guru 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
33 Kursi Guru 1 Sentra Alam/ Rabiul Akhir
Baik
34 Papan Tulis 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
35 Jam Dinding 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
36 Tempat Sampah 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
37 Meja Siswa 18 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
38 Kursi Siswa 18 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
39 Karpet 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
40 Rak Buku 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
41 Rak Permainan 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
42 Meja Guru 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
43 Kursi Guru 1 Sentra Balok/ Jumadil Awal
Baik
44 Papan Tulis 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
45 Jam Dinding 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
74
No Jenis Sarana Jumlah Letak Keterangan
46 Tempat Sampah 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
47 Meja Siswa 18 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
48 Kursi Siswa 18 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
49 Karpet 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
50 Rak Buku 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
51 Rak Permainan 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
52 Meja Guru 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
53 Kursi Guru 1 Sentra Peran/ Jumadil Akhir
Baik
54 Papan Tulis 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
55 Jam Dinding 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
56 Tempat Sampah 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
57 Meja Siswa 15 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
58 Kursi Siswa 15 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
59 Karpet 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
60 Rak Buku 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
61 Rak Permainan 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
62 Meja Guru 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
63 Kursi Guru 1 Sentra Imtaq/ Rajab Baik
Tabel 4.5 Keadaan Prasarana Taman Kanak-kanak As-salam
No Nama Prasaana Luas Bangunan Status
1 Ruang Kepala Sekolah 3x2,5 cm Milik
2 Ruang UKS 3x3 cm Milik
3 Ruang Guru 4x4 cm Milik
4 Ruang Kelas A 3x8 cm Milik
5 Ruang Kelas B1 4x8 cm Milik
6 Ruang Kelas B2 4x8 cm Milik
7 Ruang Kelas B3 4x8 cm Milik
75
No Nama Prasaana Luas Bangunan Status
8 Ruang Kelas B4 4x8 cm Milik
9 Ruang KB 4x4 cm Milik
10 Ruang Perpustakaan 3x3 cm Milik
11 Kamar Mandi 2x2,5 cm Milik
12 Gudang 2x2 cm Milik
13 Ruang Penjaga Sekolah 4x8 cm Milik
Kelemahan Taman Kanak-kanak As-salam dari segi sarana dan
prasarana antara lain:
1. Belum tersedianya fasilitas kantin
2. Anak-anak perlu pengawasa khusus karena denkat dengan lalu
lalang kendaraan.90
Peluang yang dapat mendukung perkembangan Taman Kanak-
kanak As-salam Kota Jambi adalah sebagai berikut:
1. Kerjasama antara kelempok pertemuan orang tua dengan pihak
sekolah Taman Kanak-kanak As-salam terjalin dengan baik
2. Orang tua mendukung program dan kegiatan-kegiatan yang
diadakan oleh pihak sekolah
3. Halaman sekolah yang cukup luas
4. Alat permainan edukasi luar dan dalam cukup banyak
5. Suasana lingkungan yang strategis, aman dan nyaman91
90
Wawancara dengan Kepala Sekolah Tk As-salam 03 Mei 2019. 91 Observasi tanggal 01 April 2019.
76
B. Temuan Penelitian dan Analisis Hasil Penelitian
1.Temuan Penelitian
a. Persepsi Orangtua Tentang Urgensi Secure Attachment
1) Rendahnya Pengetahuan Orang tua terhadap Secure Attachment
(Kelekatan Aman)
Pendidikan merupakan suatu sarana untuk mencapai ilmu
pengetahuan, pengetahuan pun merupakan suatu jembatan untuk
mencapai sesuatu yang diinginkan. Dalam perkembangan anak orang tua
dituntut untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak, tidak hanya itu orang tua diharapkan mampu
untuk merealisasikannya pada kesehariannya dengan tujuan anak dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik, mengenai persepsi orang tua
tentang secure attachment (kelekatan aman) perlu adanya pengetahuan
dan pemahaman orang tua mengenai hal tersebut.
Saat mewawancarai ibu Sl yang menyatakan bahwa tidak memahami
kelekatan aman, namun dalam hal kemandirian ibu Sl mendukung untuk
mengajari anak mandiri sejak usia dini, tetapi ia merasa belum maksimal
dalam meningkatkan kemandirian anaknya, hal yang ibu tersebut lakukan
dalam meningkatkan kemandirian anaknya yaitu dengan cara memberi
pekerjaan ringan pada anaknya, yang terjadi terkadang sulit untuk
meminta hal tersebut pada anak karena adanya penolakan, ibu Sl
menyadari penyebab anaknya sulit untuk dilatih dalam kemandiriannya
dikarenakan terbiasa dimanja oleh neneknya, selama ibu bekerja yang
mengasuh dan mendidik anaknya ialah ibu dari ibu Sl, ibu Sl menyatakan
waktu untuk anak hanya dua hari karena ibu tersebut bekerja diluar kota,
untuk menghadapi kendala tersebut ibu Sl hanya meminta agar ibunya
tidak memanjakan dan ikut membantu melatih kemandirian anaknya.92
92
Wawancara dengan Orang Tua Murid ibu SI di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 06 April 2019
77
Menurut ibu Ds wali kelas kelompok A yang menyatakan bahwa
kemandirian anak harus dibentuk sejak usia dini, orang tua dituntut untuk
mampu melatih dan mengembangkan kemandirian anak. Sejak usia 2
tahun yang dimana saat usia ini anak mulai mengerti apa yang kita
perintahkan, seperti meminta anak untuk mengambil suatu barang dan
meletakkan barang tersebut ditempatnya yang dapat ia jangkau, dalam
hal ini anak tersebut sudah mendapatkan latihan dalam kemandiriannya,
begitu pula pada fisik dan motorik anak. Dalam melatih kemandirian anak
ibu Ds menyatakan harus sesuai dengan usia dan kemampuannya.
Dengan adanya peranan orang tua dalam mengembangkan kemandirian
anak dirumah tentu akan berdampak saat ia mulai memasuki usia
sekolah, pada awalnya anak akan didampingi oleh ibunya selama proses
pengenalan lingkungan dan teman-teman namun diharapkan tidak dalam
jangka waktu yang lama ibu mendampingi anak, selama proses
pengenalan tersebut ibu Ds menyatakan perlu adanya penanaman
kemandirian dari orang tua dan guru dengan tujuan anak dapat mandiri
dilingkungan yang baru, tidak lagi bergantung pada ibu dan mampu
mengendalikan diri ketika ditinggal ibu disekolah.
Dalam menghadapi kendala ibu Ds menyatakan bahwa setiap anak
memiliki perilaku yang berbeda-beda dan permasalahan perilaku anak
yang berbeda-beda, namun dalam hal kemandirian anak kendala yang
harus diatasi ialah kerjasama orang tua dan guru, komunikasi antara
orang tua dan guru yang terbuka dalam hal perkembangan anak. Orang
tua memberikan informasi pada guru mengenai perilaku anak dirumah dan
guru memberikan informasi mengenai perilaku anak disekolah, sehingga
dapat singkron dalam mengatasi kendala tersebut.
Dalam perkembangan anak ibu Ds menyatakan setiap anak dalam
tingkatan perkembangan berbeda-beda ada yang berkembang dengan
cepat ada yang berkembang lambat seperti terdapat anak yang pada
semester awal anak tersebut menunjukan sikap yang tidak mandiri, ketika
di semester II anak telah menunjukan peningkatan dalam hal kemandirian,
78
namun adapula anak yang menunjukan sikap tidak mandiri saat di
kelompok A, ketika memasuki kelompok B anak telah memiliki
peningkatan dalam hal kemandirian. Semua anak memiliki tingkat
perkembangannya masing-masing, dan tugas guru untuk mencari tau
penghambat perkembangan anak dan berupaya untuk meningkatkan
perkembangan anak tersebut.93
Berdasarkan observasi Dv anak dari ibu Sl yang saat datang
kesekolah, ketika diantar oleh ibunya anak tersebut menolak untuk masuk
kelas, ketika ibu membujuk dan ikut mengantar anak kedalam kelas, anak
tersebut terus memegang baju ibunya, saat ibu tersebut hendak pergi
untuk bekerja anak tersebut menunjukan ekspresi marah kemudian
menangis meminta ibunya tetap berada di sekolah untuk menemani anak
tersebut hingga proses belajar usai, ketika wali kelas mendekati si anak
dan membujuknya untuk masuk kelas anak tersebut menolak dan terus
menangis, hingga akhirnya datang seorang nenek yang merupakan nenek
dari anak tersebut (ibu dari ibu Sl), ketika nenek tersebut datang anak
tersebut diam dan memegang neneknya, kemudian masuk kelas, namun
anak tersebut tidak membolehkan nenek untuk keluar kelas hingga
pelajaran usai. Ketika kegiatan belajar, tampak nenek mendampingi anak
tersebut dan sesekali membantu anak tersebut untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh wali kelas kelompok A,sama halnya saat
kegiatan makan bersama tampak anak tersebut meminta neneknya untuk
menyuapinya, saat nenek menolak dan meminta untuk melakukannya
sendiri anak itu menolak dan tidak mau makan, melihat keadaan sepert itu
nenek menyuapinya hingga selesai. permasalahan kemandirian pada
anak tersebut terlihat hingga akhir kegiatan disekolah, ketika pelajaran
usai dan pulang, saat memakai sepatu dilihat nenek memasangkan
sepatu Dv dan memegang tas Dv.94
93 Wawancara Dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Pada Tanggal 02 April 2019 94
Observasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi pada Tanggal 05 April 2019
79
Pada masa awal perkembangan anak, salah satu hal terpenting yang
harus dilakukan oleh orang tua adalah mendukung terbentuknya
kelekatan yang aman pada anak. Karena kelekatan ini merupakan hal
penting untuk pembentukan hubungan pada anak dan dapat
mempengaruhi hubungan anak sepanjang masa hidupnya, hubungan
yang erat antara kelekatan dengan jenis pengasuhan yang diberikan pada
anak dapat membantu orang tua dalam menghadapi krisis yang dialami
oleh anak selama masa perkembangannya, namun berdasarkan hasil
wawancara dan observasi diatas dapat dilihat rendahnya pengetahuan
orang tua mengenai kelekatan aman yang dibuktikan tidak memahami apa
itu kelekatan aman, dan waktu ibu yang cenderung sedikit untuk anak
,membuat sulitnya membentuk kelekatan aman antara ibu dan anak,
namun dalam hal kemandirian ibu tersebut mendukung dan penting untuk
melatih kemandirian anak, hanya saja ibu tersebut mengalami kendala
ketika melatih kemandirian anaknya dikarenakan pengasuhan sianak
banyak di ibu dari ibu tersebut (nenek), dan cara pengasuhan pun
berbeda dengan pengasuhan nenek dan ibunya, seperti yang dikatakan
ibu tersebut bahwa anak ini biasa dimanjakan oleh neneknya sehingga
menjadi suatu pembiasaan pada anak yang tentunya menjadi kendala
untuk ibu dalam mengembangkan kemandirian anak. Ibu yang memiliki
waktu sedikit untuk anak tidak memungkinkan anak untuk dapat mandiri.
Karena kemandirian anak perlu dilatih oleh orang tua terutama ibu yang
dimana ibu merupakan figur lekat anak. Namun tidak menutup
kemungkinan pengganti figur lekat anak mampu untuk melatih
kemandirian anak jika mampu memberikan pengasuhan yang tepat.
Anak yang diasuh oleh neneknya tentu berbeda dengan bagaimana
ibunya mengasuh, Sifat seorang nenek yang kebanyakan selalu menuruti
keinginan cucu agar tidak menangis atau membuatnya senang sehingga
melupakan pentingnya kemandirian. Pada usia ini penting untuk melatih
kemandirian anak, anak pun dituntut untuk memiliki keberanian dan
mampu bersosialisasi, kemandirian perlu diajarakan pada anak. Anak
80
yang tidak dilatih kemandiriannya sejak usia dini kelak akan menjadi
individu yang tergantung sampai ia remaja bahkan dewasa nanti untuk itu
perlu adanya kerjasama ibu dan nenek dalam pengasuhan anak,
menyamai pola asuh ibu dan nenek dan turut mengembangkan
kemandirian anak.
Dalam hal ini menurut ibu Kepala Tk As-salam saat diwawancarai
mengenai tanggapan kepala sekolah mengenai kelekatan aman ibu dan
anak ia menyatakan bahwa kelekatan aman sangat penting untuk
perkembangan anak dan memberikan dampak yang baik dalam jangka
waktu uang panjang, selain itu orang tua terutama ibu yang merupakan
figur lekat utama anak yang memahami pentingnya kelekatan aman tanpa
ia sadari akan membentuk pola asuh yang baik untuk anaknya sehingga
pencapaian perkembangan anak terbentuk sesuai usianya. Ibu Ln turut
menyatakan bahwa kelekatan menyangkut perasaan anak kepada ibu,
ayah atau pengasuh penggantinya yang terbentuk pada dua atau tiga
tahun pertama kehidupan anak. Ibu Ln turut menyatakan bahwa kelekatan
aman sangat mempengaruhi perkembangan anak terutama dalam hal
kemandiriannya, pada dasarnya anak yang mandiri tergantung bagaimana
cara orang tua mendidiknya dirumah dan pola asuh pun berkaitan dengan
kelekatan aman, maka dari itu kelekatan aman dapat mempengaruhi
kemandirian anak.95
2) Kurangnya Kesadaran Orang Tua dalam Membentuk Secure
Attachment (Kelekatan Aman)
Selain rendahnya pengetahuan orang tua terhadap kelekatan aman,
kesadaran orang tua pun dapat menghambat pembentukan kelekatan
aman, seperti halnya ibu Nf yang memiliki pengetahuan yang baik
mengenai kelekatan aman tapi cenderung tidak menyadari bahwa perilaku
ibu pada anak membuat anak menjadi tidak mandiri, hal ini diketahui dari
95
Wawancara Dengan Ibu Kepala Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Pada Tanggal 04 April 2019
81
ibu Nf yang mengatakan bahwa kelekatan aman penting untuk
membentuk ikatan emosional antara ibu dan anak, karena berpengaruh
pada perkembangan anak, ibu Nf menyatakan untuk menentukan
kelekatan dengan anak perlu adanya kepercayaan antara ibu dan anak.
Dalam hal kemandirian anak, ibu Nf menyatakan mendukung dan turut
serta dalam mengembangkan kemandirian anak, selain itu ibu Nf juga
menyatakan akan lebih membantu jika ibu tersebut ikut serta dalam
mengembangkan kemandirian anaknya ketika disekolah, dengan cara ikut
memantau kegiatan anak disekolah, dalam artian ibu Nf berada
dilingkungan sekolah melihat langsung kegiatan anaknya. Selain itu ibu Nf
turut menyatakan bahwa lebih merasa aman jika ibu Nf terus berada
disekitar anaknya, agar dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
dan ibu tersebut juga menyatakan bahwa anaknya pernah diganggu oleh
temannya, tidak terima akan hal tersebut ibu tersebut harus menjaga
anaknya agar anaknya tidak diganggu oleh temannya lagi dengan cara
ikut dalam kegiatan anak disekolah.96
Ibu Ds yang menyatakan bahwa setiap anak berbeda-beda, dari
perilakunya, kreatifitasnya, nakalnya, aktifnya anak disekolah. Apabila
terjadi masalah, guru tidak hanya diam, guru akan bertindak memecahkan
masalah dan memperbaiki keadaan, dalam kasus ibu Nf yang memiliki
anak bernama Ab memang sejak anaknya diganggu oleh temannya ibu Nf
duduk dikelas dan memantau anaknya, sebelumnya ibu Nf biasa duduk
diluar hanya memantau ketika anak nya bermain diluar, pada dasarnya
anak-anak saat usia dini tidak begitu memahami kekerasan yang
disengaja atau bisa dibilang bullying, seharusnya ibu Nf tidak perlu terlalu
mengkhawatirkan hal tersebut karena saat itu tidak ada cedera yang
cenderung membahayakan Ab, dan dapat diselesaikan dengan baik, pada
saat kejadian tersebut teman Ab hendak mengajak bermain, kemudian
saat bermain teman Ab tidak sengaja melempar sajadah yang mengenai
96
Wawancara Dengan Wali Wurid Ibu Nf di Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Pada Tanggal 05 April 2019
82
mata Ab, ketika ibu Ds membujuk si anak, ibunya masuk kelas begitu
mendengar anaknya menangis, dan ibu Ds menjelaskan hal tersebut
kepada si ibu, sejak saat itu ibu tersebut selalu berada dikelas dengan
alasan anaknya yang meminta ibunya untuk duduk dikelas. Menurut ibu
Ds, ibu tersebut terbilang overprotective dalam mengasuh anak, dapat
dilihat selama proses belajar, kegiatan bermain diluar dan didalam kelas
dilihat ibu tersebut selalu memantau anaknya, ditambah lagi sikap dan
perilaku anak yang menjadi manja dan tidak mandiri dikarenakan anak
terus-terusan didampingi oleh ibunya, 97
Saat melakukan observasi tampak anak yang menunjukkan perilaku
yang bergantung pada ibu dan ibu yang terlalu mengatur dan sering
membantu anak, dalam hal mengerjakan tugas seperti meronce,
mewarnai, menjiplak dengan pelepah pisang, ibu turut membantu anak.
Apa yang seharusnya dapat anak lakukan sendiri membuat ibu
beranggapan bahwa anaknya mendapati kendala dalam menyelesaikan
tugasnya, tidak hanya itu ibu terlalu memantau setiap gerak gerik anaknya
ketika berinteraksi dengan teman-temannya dan adanya larangan jangan
begini jangan begitu sehingga yang terjadi saat dilapangan anak-anak
sulit untuk bereksplorasi dengan bebas,98
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat dilihat dari segi
pengetahuan ibu baik yang mengatakan bahwa kelekatan aman penting
untuk ibu dan anak dan untuk kemandirian pun ibu tersebut mendukung
untuk mengembangkan kemandirian anak, namun secara realita ibu keliru
dalam membentuk kelekatan aman dan keliru dalam melatih kemandirian
anak, dan ibu menunjukan sikap overprotective yang merupakan cara ibu
dalam mendidik anak dengan terlalu melindungi, tidak member
kesempatan pada anak untuk mengurusi keperluan-keperluannya sendiri,
mengambil keputusan dan bertanggung jawab, hal ini tentu akan
berdampak pada kemandirian anak, anak menjadi bergantung pada orang 97 Wawancara Observasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Pada Tanggal 04 April 2019
83
tua terutama ibu, keudian anak menjadi penakut, dan cenderung egois.
Selain itu ibu Nf terlihat tidak percaya pada guru yang dimana tugas pihak
sekolah untuk mengajar, mendidik dan melatih perkembangan anak saat
disekolah. Proses pembelajaran dan perkembangan yang dilakukan oleh
anak disekolah dimulai ketika anak datang kesekolah, berinteraksi, belajar
dan bermain, mengasah bakat dan keterampilan, sikap, akhlak dan
perilaku, tutur bahasa yang baik hingga proses pembelajaran dan
perkembangan anak di sekolah selesai merupakan tanggung jawab guru
di sekolah tersebut. Apabila orang tua tidak memberikan kepercayaan
pada pihak sekolah tentu hal tersebut dapat menyulitkan pihak sekolah
untuk dapat melihat, mengasah dan mengembangkan bakat atau potensi
pada perkembangan anak tersebut. Hal tersebut tentu akan merugikan
anak itu sendiri bahkan orang tua pun ikut dirugikan, karena anak tersebut
tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang maksimal dari guru kelas
di sekolah tersebut, dikarenakan sikap atau perilaku orang tua yang terlalu
mendikte sang anak. Dan secara tidak langsung orang tua telah
memindsetkan anak tersebut untuk selalu bergantung kepada orang tua
yang membuat anak merasa tidak aman jika tidak dengan orangtua.
Sehingga anak tersebut memiliki jiwa kurang percaya diri dan merasa
lemah jika ia berada di tempat umum apabila tidak ada orang tua
disampingngnya.
Saat mewawancarai ibu kepala sekolah ibu Ln mengenai kendala
pihak sekolah dalam mengembangkan kemandirian anak, ibu Ln
menyatakan bahwa ibu Nf merupakan salah satu contoh menghambatnya
anak dalam bersikap mandiri. Dalam hal ini ibu Nf tidak memiliki
kepercayaan kepada pihak sekolah terutama guru untuk mendidik,
menjaga dan meningatkan perkembangan anak selama disekolah. Upaya
pihak sekolah dalam meningkatkan perkembangan anak dan kemandirian
anak ialah bekerja sama yang baik antara orang tua dan pihak sekolah hal
ini tentu yang diperlukan ialah kepercayaan orang tua kepada pihak
sekolah untuk meninggalkan anaknya disekolah selama proses belajar.
84
Apabila dari orang tua tidak mempercayai pihak sekolah dan selalu ada
didalam kelas dan selalu membantu anaknya tentu anak tidak akan
mandiri, karena ibunya selalu didekatnya dan hal ini sungguh
disayangkan, dampak negatif akan terjadi pada anak hingga saat sianak
mulai memasuki sekolah dasar, dan ibu tentu akan merasa kesulitan jika
anak tidak mandiri saat memasuki sekolah dasar. Visi dan misi sekolah
taman kanak-kanak As-salam salah satunya membentuk anak untuk
mandiri, maka dari itu pihak sekolah selalu mengharapkan pada orang tua
agar dapat bekerja sama dengan baik. Selain itu ibu kepala sekolah ibu Ln
turut menyatakan bahwa di taman kanak-kanak As-salam memiliki
program parenting yang dimana program ini dibentuk berdasarkan kerja
sama orang tua dan pihak sekolah mengenai program kegiatan anak
selama bersekolah di Tk As-salam dan informasi mengenai
perkembangan anak selama disekolah, tidak hanya itu dalam forum
parenting ini pihak sekolah turut mengadakan pembekalan ilmu pada
orang tua mengenai anak usia dini yang menghadirkan narasumber
sesuai dengan ilmu yang akan diberikan, seperti masalah tumbuh
kembang anak yang narasumbernya dari pihak puskesmas, dan
mengenai perkembangan anak yang narasumbernya dari psikolog.
Dengan adanya pembekalan ilmu ini pihak sekolah tentu memiliki tujuan
selain mendapatkan ilmu, orang tua dapat menjalankannya dan memiliki
kesadaran tentang pentingnya pertumbuhan dan perkembangan
anaknya.99
Adapun penyebab lain yang membuat anak tidak mandiri seperti
halnya dengan ibu Db yang saat diwawancarai yang menyatakan bahwa
ibu tersebut mendapati kendala dalam meningatkan kemandirian anak
seperti halnya ibu yang terpaksa menunggu anaknya disekolah
dikarenakan perintah suaminya, ibu tersebut menyatakan jika anak yang
terus didampingi akan menjadi penghambat anak untuk mandiri, dan ibu
99
Wawancara Dengan Kepala Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi di Taman Kanak-Kanak As-salam Pada Tanggal 08 April 2019
85
Db juga menyatakan bahwa sulit jika ibu tersebut yang menerapkan
kemandirian anak namun tidak ada kekompakan dari pihak ayah . Ayah
yang memiliki rasa khawatir yang tinggi dan beranggapan bahwa anaknya
lemah membuat ibu harus menunggu dan memantau anaknya secara
langsung ketika di sekolah, ibu tersebut juga menyatakan bahwa pada
anak yang pertama dan kedua ayahnya tidak seperti ini dan sikap ini
hanya ditujukan pada anak ke tiga dan 2 saudaranya merupakan laki-laki,
sehingga si ayah beranggapan bahwa anak laki-laki memiliki keberanian
dan dapat mengatasi permasalahan, dan Dr merupakan anak bungsu
perempuan satu-satunya yang membuat ayah menunjukan sikap
protective pada anak perempuannya, ibu tersebut turut menyatakan
bahwa anak bungsunya cenderung manja dengan ayah dan selalu dapat
pembelaan dari ayah ketika terjadi keributan antara kakak dan adik, selain
itu dikarenakan pembiasaan dari ayah yang memanjakan Dr dan ibu yang
dituntut ayahnya untuk mengikuti keinginan anaknya, Dr menjadi
bergantung pada ibu.100
Menurut ibu Ds yang menyatakan bahwa pada dasarnya jika ibu dan
ayah memiliki kekompakkan dalam mengasuh anak tentu tidak ada
kendala dalam kemandirian, mengasuh dalam artian mengasuh yang baik
yang akan berdampak baik pada anak. Selain itu jika tidak terjadi
kekompakan seperti halnya ibu Db dan suaminya, hal yang perlu ibu
lakukan ialah tetap mendidik dan melatih kemandiriannya, menolak
perintah suami demi hal positif tidak akan jadi masalah jika akan
berdampak baik pada anak, dan hendaknya ibu dan ayah dapat berbicara
serius mengenai pola asuh anaknya. Ibu Ds turut menyatakan bahwa saat
disekolah Dr yang cenderung cengeng, egois, dan selalu memanggil
ibunya dalam melakukan sesuatu, membuat ibu Ds beranggapan
penyebab ketidak mandirian Dr didapat dari pengasuhan orang tua, dan
ibu Ds juga menyatakan tampak dari ibu membuat penolakan pada anak
100
Wawancara Dengan Wali Murid Ibu Db Di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Pada Tanggal 09 April 2019
86
ketika anak meminta untuk ibunya untuk ikut duduk dikelas namun
penolakan yang ibu tersebut lakukan bukan dengan cara yang kasar
melainkan dengan pengertian, pembujukan yang terarah yang pada
akhirnya anak tersebut dapat mengerti, dan ibu tersebut pun memantau
kegiatan anak hanya sebatas halaman sekolah tidak masuk kedalam
kelas.101
Saat peneliti mengamati Dr, ketika datang kesekolah hingga kegiatan
disekolah selesai dilihat ibu Dr menunggu dilingkungan sekolah, dan Dr
sesekali keluar masuk kelas untuk melihat ibunya, kemudian ketika
sedang mengerjakan tugas anak tersebut keluar dan menunjukan
lembaran tugas, dari kejauhan ibu mengacungkan jempol sambil berkata
“kerjakan hingga selesai”, dan ketika bermain bersama teman-temannya,
muncul sikap egois yang ingin meguasai mainan, tidak mau bergantian
ataupun berbagi ketika temannya berkata “jangan main sm Dr karena
pelit” seketika Dr menangis dan mengadu pada ibu, selain itu ketika
makan bersama Dr meminta ibunya untuk duduk dikelas dan si ibu
mencoba memberikan pengertian pada anak namun anak menolak dan
tidak mau makan jika ibunya tidak masuk ke kelas.
Berdasarkan wawancara dan observasi dapat dilihat
permasalahannya, faktor urutan saudara menjadi penghambat anak untuk
menjadi mandiri, ditambahlagi pengetahuan dari orang tua dan pola asuh
dari orang tua terutama ayah yang sifatnya memanjakan dikarenakan Dr
anak terakhir. Urutan saudara mempengaruhi kemandirian karena anak
pertama biasanya cenderung memiliki kemandirian dikarenakan ia adalah
contoh dan panutan dari adik-adiknya, sementara itu didikan orang tua
untuk anak pertama cepat diterima oleh anak pertama. Lain hal nya
dengan anak terakhir atau anak bungsu yang dimana orang tua kerap
sekali memanjakan, ditambah lagi pembiasaan-pembiasaan orang tua
dalam kalimat “ngalah dengan adik, adik masih kecil (saat adik melakukan
101
Wawancara Dan Observasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo kota Jambi Pada Tanggal 09 April2019
87
kesalahan)” yang membuat anak bungsu atau anak terakhir merasa
mendapat pembelaan lebih dari orangtuanya. Kemudian faktor salah satu
orang tua yang sifatnya memanjakan anak, apabila berlebihan dalam
memanjakan anak tentu anak akan menjadi terbiasa dengan keadaan
tersebut sehingga sulit untuk melatih kemandiriaannya dikarenakan
kebiasaan tersebut. Memanjakan anak dalam konteks wajar tidak akan
menjadi masalah selama masih ada penanaman kemandirian anak dan
tanggung jawab kepada anak, seperti memberikan tugas ringan atau
meminta anak untuk membereskan mainan setelah bermain. 102
Kurangnya kekompakan ibu dan ayah turut menjadi penghambat
dalam kemandirian anak, ibu memberikan asuhan anak untuk anak
mandiri sementra ayah menerapkan asuhan atas keinginan anak
(mengikuti keinginan anak) membela didepan saudara dan ibunya
sehingga anak akan mengambil pembelajaran dari ayahnya saja, yang
seharusnya anak mengambil pembelajaran atas keduanya. Ibu dan ayah
harus kompak dalam memberikan pengasuhan pada anak dengan tujuan
anak harus mandiri dan tidak ada perbedaan asuhan antara adik dan
kakak-kakaknya, ibu dan ayah yang memberikan pengasuhan yang sama
dengan memiliki tujuan yang sama tidak akan mengalami hambatan
dalam mendidik anak untuk mandiri, menerapkan nilai-nilai positif-negatif,
dan mengetahui hal yang boleh-tidak boleh.
b. Faktor Yang Menentukan Secure Attachment Orangtua
Orangtua merupakan faktor kelekatan yang utama untuk kemandirian
sang anak, dimana orangtua dituntut harus intens dalam mengawasi,
melatih, memberikan pendidikan keluarga yang baik dan mengembangkan
potensi anak sejak usia dini, tidak hanya itu orang tua juga harus menjadi
pelopor utama dan penyumbang motivasi terbesar sang anak untuk maju
dan berkembang di masyarakat. Sukses tidaknya anak dalam hal
102
Observasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 11 April 2019
88
kemandirian di masyarakat, tergantung seberapa jauh pendidikan dalam
keluarga dan kelekatan anak dengan orang tua yang baik dan benar yang
diterapkan orang tua kepada anak sejak usia dini.
1) Kurangnya komunikasi ibu pada anak dan peran ibu terhadap anak
Dalam menentukan kelekatan aman perlu adanya komunikasi orang
tua terhadap anak, dan peran orang tua dalam mengasuh, mendidik, dan
membimbing anak, namun bagaimana jika ibu pekerja yang waktunya
cenderung lebih banyak di tempat kerja sehingga peran ibu tergantikan
oleh orang lain dan kurangnya komunikasi orang tua terutama ibu pada
anak tentu menjadi kendala dalam hal kemandirian anak dan
pembentukan kelekatan antara ibu dan anak begitupula pada
pengetahuan ibu mengenai pentingnya kelekatan ibu dan anak, hal ini
dijelaskan pada ibu Rt yang saat diwawancarai yang menyatakan bahwa
tidak memahami mengenai kelekatan aman dan pentingnya kelekatan
aman selain itu kesibukan ibu Rt membuat ibu tersebut tidak begitu yakin
telah membentuk kelektan yang aman pada anaknya, dan waktu untuk
bersama anaknya cenderung sedikit, kemudian ibu tersebut menyadari
tidak sepenuhnya telah berhasil untuk melatih kemandirian anaknya
karena ibu tersebut merupakan seorang ibu pekerja yang dimana
waktunya banyak dikantor, sementara itu yang menjaga anaknya selama
ibu bekerja adalah baby sitter, dan yang menyiapkan segala
kebutuhannya lebih banyak yang menyiapkan adalah baby sitter, dan
anaknya pun menjadi terbiasa atas perlakuan dari baby sitternya tersebut,
hingga untuk melatih kemandirian anaknya pun ibu tersebut menyatakan
mengalami kendala, dan ibu tersebut menyadari penyebab dari kendala
tersebut. Dalam hal ini tentu kelekatan yang harusnya ada diantara ibu
dan anak beralih pada pengganti figur ibu seperti baby sitter sehingga
anak telah menentukan lekatnya pada seseorang yang selalu berada
didekatnya. Hal ini tentu berpengaruh pada kemandirian anak.
Dikarenakan baby sitter yang tidak memahami pentingnya meningkatkan
89
perkembangan anak dan cenderung lebih menuruti atas perintah dari si
anak. Hal ini dikeluhkan oleh ibu Rt bahwa anaknya yang tidak mandiri
dan bergantung pada pengasuhnya, hal ini ia sadari atas apa yang ia
lakukan untuk mempekerjakan tenaga pengasuh untuk menyiapkan
segala kebutuhan anaknya dikarenakan ibu tersebut bekerja, namun
dampak yang didapat ia sadari setelah melihat anaknya yang terlampau
sering memerintah pengasuhnya dan tidak terjadi penolakan oleh
pengasuh tersebut sehingga anak menjadi terbiasa atas perlakuan yang
diberikan oleh pengasuh. Selain itu ibu Rt turut menyatakan bahwa
anaknya lebih dekat dengan baby sitter dari pada dirinya. Ketika ibu
tersebut hendak membawa anaknya pergi, si anak menolak dan lebih
memilih bermain dengan baby sitternya, ibu Rt pun turut menyadari
kesibukan ibu membuat kurangnya komunikasi ibu pada anak, dan
membuat anak lebih dekat dengan tenaga pengasuh.103
Menurut ibu Ds yang menyatakan bahwa sangat disayangkan jika ibu
memberikan asuhan hampir 100% pada pengasuh, karena jika tidak ada
penanaman kemandirian pada anak dari orang tuanya tentu akan
berdampak buruk untuk anak kedepannya, ada baiknya jika ibu turut
mengasuh dan memberikan pendidikan dirumah dan melatih kemandirian
anak, atau bisa saja ibu dan pengasuh bayi tersebut bekerja sama dalam
mendidik dan melatih kemandirian anak tersebut, namun yang terpenting
adalah pengetahuan untuk ibu dan pengasuh harus lah ada dan mampu
menerapkannya. Selain itu ada baiknya pula jika pengasuh bayi ini tidak
terlalu menuruti keinginan dari si anak, agar anak tidak terbiasa dan tidak
bergantung pada orang lain.104
Saat melakukan observasi ketika di kelas anak tersebut dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik namun sesekali ia melihat kejendela
103 Wawancara Dengan Wali Murid Ibu Rt di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi pada Tanggal 13 April 2019 104
Wawancara Dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Pada Tanggal12 April 2019
90
untuk memastikan baby sitternya berada dilingkungan sekolah, ketika
kegiatan makan bersama, si anak meminta baby sitternya untuk
menyiapkan bekal dan duduk disebelahnya sampai makan bersama
selesai, saat guru kelas bicara pada Bg untuk meminta baby sitter nya
menunggu diluar kelas anak tersebut menunjukan ekspresi ingin
menangis dan baby sitter pun meminta izin pada guru kelasnya untuk
tetap mengikuti keinginan si anak, kemudian saat pergantian sentra Bg
meminta baby sitter nya untuk membawa sepatunya ke rak sepatu tempat
dimana Bg pindah sentra, dan saat pulang sekolah pun yang memakaikan
sepatu dan membawa tas Bg ialah baby sitter nya.105
Menurut peneliti pengetahuan orang tua yang terbatas dapat
menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak menerima stimulasi
perkembangan yang cukup dan sesuai dengan tahapan usianya.
kurangnya pengetahuan stimulasi akan berdampak pada sikap yang tidak
mendukung terhadap pemberian stimulasi pada anak. Ibu dengan
pengetahuan tinggi tentang perkembangan anak cenderung bersikap
mendukung terhadap pemberian stimulasi pada anaknya guna
perkembangan anak yang optimal. Sebaliknya, ibu dengan pengetahuan
yang rendah tentang perkembangan anak cenderung bersikap kurang
mendukung dalam pemberian stimulasi perkembangan anak. Selain itu,
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu juga terkait dengan perbaikan aspek
perkembangan anak, kualitas lingkungan rumah bagi anak, terutama
respon ibu dalam menyediakan bahan pembelajaran yang menunjang
perkembangan anak. Dan tingkat pendidikan ibu juga sangat
mempengaruhi cara berfikirnya, cara pandang bahkan persepsinya
terhadap suatu masalah yang ia alami.
Selain itu ibu yang bekerja tentu sulit dalam membagi watu sehingga
yang seharusnya peran ibu dalam menyiapkan kebutuhan anak dan
mengembangakan kemandirian anak tidak dapat ia lakukan dikarenakan
105
Observasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 15 April 2019
91
kesibukannya. Adanya dua peran tersebut dapat menyebabkan ibu
kesulitan dalam membagi tugas. Waktu yang dimana telah banyak
menyita saat bekerja sehingga ketika pulang ibu merasa kelelahan
sehingga saat dirumah kesempatan untuk bermain dan berkomunikasi
dengan anak menjadi terbatas.
Adanya kerjasama orang tua dan pengasuh sangat diperlukan , orang
tua harus meminta pengasuh turut mengembangkan kemandirian anak,
tidak hanya menuruti keinginan anak, dan orang tua harusnya memahami
bahwa tugas pengasuh tidak hanya menyiapkan segala kebutuhan anak
saja dan menuruti keinginan anak namun terdapat pembelajaran yang
berdampak positif pada anak.
2) Kurangnya Kepercayaan Anak Pada Ibu
Lain halnya pada ibu Rk yang merupakan ibu rumah tangga yang
dimana waktunya cukup untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anak, namun Gw tidak menunjukan adanya kepercayaan pada ibunya
saat ia ditinggal disekolah, sehingga kemanapun ibunya pergi Gw selalu
mengikuti ibunya. ia akan kesekolah jika ibunya berada disekolah hingga
pelajaran usai, ia mau mengerjakan tugas jika ibunya memperhatikan atau
melihat dia. Sementara itu ibu Rk yang memiliki usaha rumahan dan tidak
mempunyai saudara untuk membantunya yang membuat ibu tersebut
kesulitan dalam mengatur waktu dan kegiatan nya, sehingga anaknya pun
jadi jarang kesekolah, hal ini jika ibunya mendapatkan orderan, sehingga
untuk menemani anaknya selama disekolah tidak ada dan anaknya pun
menolak sekolah jika ibunya tidak mendampinginya hingga kegiatan
disekolah selesai. Ibu Rk juga menyatakan kesulitan menghadapi perilaku
anaknya yang selalu meminta ibunya untuk selalu berada disekolah saat
kegiatan belajar. namun saat kegiatan disekolah berlangsung Gw tidak
meminta ibunya untuk melakukan sesuatu dalam artian si anak mampu
mengerjakan sesuatu dan tidak bergantung pada ibunya. Untuk
kemandirian si anak pun dirumah ibu Rk menyatakan ia cukup mandiri
92
dan terkadang mau membantu ibunya dan menjaga adiknya. Dengan
perikalu Gw ketika disekolah yang ingin selalu didampingi, ibu Rk sempat
ingin anaknya berhenti sekolah dan akan mulai sekolah lagi di tahun
depan, setelah berkonsultasi pada ibu kepala sekolah mengenai hal ini,
ibu Rk mendapatkan solusi dengan tidak memberhentikan anaknya
sekolah namun beralih ke kelompok bermain, yang diman waktu
belajarnya hanya 1 minggu 3 kali sehingga ibu Rk dapat mengatur waktu
dan kegiatannya.106
Menurut ibu Ds yang menyatakan bahwa Gw seperti ini dikarenakan
pada awal masuk sekolah si anak didampingi oleh ibunya dihari pertama
dan kedua disekolah hingga kegiatan selesai, namun dihari ketiga ibunya
pergi untuk membeli bekal tetapi tidak mengatakan pada anaknya bahwa
ibunya akan keluar sebentar sehingga saat si anak mencari ibunya tetapi
ibunya tidak anak si anak menangis histeris, pada saat itu setiap sekolah
Gw selalu dekat dengan ibunya, saat ibunya meminta untuk masuk kelas
si anakpun selalu meminta ibunya untuk mengantar dan menunggu
didalam kelas, namun walaupun ibunya berada dikelas si anak tidak
menunjukkan sikap manja, maupun bergantung pada ibunya, saat
kegiatan belajar Gw mampu menyelesaikannya dengan baik, hanya saja
untuk bersosialisasi dengan teman-temannya Gw lebih memilih
menyendiri, bermain sendiri.107
Saat melakukan observasi tampak ibu Gw menunggu didalam kelas
dan memperhatikan setiap kegiatan anaknya hingga jam pulang. Saat
dikelas Gw menunjukan sikap yang baik walaupun ibunya berada dikelas,
mampu mengikuti kegiatan belajar dengan baik, tidak menunjukkan sikap
manja ataupun meminta pertolongan ibunya, saat ibu Gw keluar kelas
untuk membawa adiknya ketoilet Gw turut mengikuti ibunya, saat ibunya
106 Wawancara Dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tangga; 16 April 2019 107
Wawancara dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 23 April 2019
93
meminta anaknya untuk berada dikelas, sianak menolak dan menunjukan
ekspresi ingin menangis.108
Kepercayaan sangat diperlukan untuk membentuk kelekatan aman,
kepercayaan ibu terhadap anak dan anak terhadap ibu, dalam temuan ini
tampak anak yang kehilangan kepercayaan pada ibu ketika di minggu
pertama sekolah, anak yang masih terasa asing di lingkungan baru butuh
proses untuk pengenalan lingkungan maka pihak sekolah membenarkan
saat minggu pertama anak didampingi oleh orang tuanya agar anak
merasa nyaman dilingkungan baru, setelah anak menemukan titik nyaman
disekolah, menemukan teman yang membuatnya nyaman dan menjadi
percaya diri ketika disekolah, maka saat itu perlahan orang tua dapat
meninggalkan anaknya disekolah,
Gw yang trauma saat ibunya tidak berada didekatnya membuat si
anak merasa cemas dan takut jika jauh dari ibunya. Ditambah lagi anak
merasa tidak percaya jika ibunya menunggu diluar kelas, yang ada
dipikiran anaknya jika ibunya diluar kelas ibunya akan meninggalkannya.
Dalam hal ini ibu harus membantu menumbuhkan kepercayaan anak
dengan cara ibu harus sering berkomunikasi pada anak memberikan
nasihat, pengertian, dan arahan mengenai perilakunya, kemudian ibu
harus berkomitmen pada diri ibu, jika ibu hendak keluar kelas untuk ke
suatu tujuan ibu harus mengatakan sesungguhnya, tidak memberikan
alasan yang tidak sesuai yang membuat anak menjadi tidak percaya pada
ibunya.
Menurut Ibu Kepala Taman Kanak-Kanak As-Salam saat
diwawancarai mengenai permasalahan yang dihadapi oleh ibu Rk, Ibu Ln
mengatakan bahwa si ibu memang ibu rumah tangga yang sibuk
diakarenakan adanya usaha rumahan ditambah lagi si ibu tidak memiliki
saudara dan jauh dari orang tua sehingga untuk mengantar jemput
anaknya kesekolah tidak ada, kemudian anaknya termasuk anak yang
108
Observasi di Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 18 April 2019
94
kurang dalam bersosialisasi dilingkungan rumahnya sehingga membuat
anak tersebut tidak memiliki keberanian untuk ditinggal disekolah. Ibu Ln
juga menyatakan bahwa ibu tersebut ingin anaknya mengundurkan diri
dari TK As-salam dan akan menyekolahkan kembali tahun depan karena
tahun depan tersebut ayah si anak akan pindah ke Kota Jambi. Untuk
menghadapi permasalahan dari ibu Rk, Ibu Ln telah memberikan
pengertian, masukan dan arahan untuk ibu dan anaknya, ibu Ln memberi
saran untuk anaknya masuk ke kelompok bermain yang dimana waktu
sekolahnya hanya 3 kali dalam satu minggu dan tidak memakan waktu
yang lama sehingga ibu Rk dapat mengerjakan usaha rumahannya
sekaligus memantau anaknya, alasan ibu Ln memberikan solusi tersebut
karena anaknya kurang dalam bersosialisasi dan bermain dengan teman
seusianya, untuk itu ibu Ln mengarahkan agar si anak dapat mengikuti
kegiatan di luar rumah agar ada perkembangan pada diri anak. Ibu Ln
juga berharap jika ibu tersebut dapat memahami dan mengikuti solusi dari
ibu Ln akan ada perubahan pada diri anaknya terutama keberanian dan
rasa percaya dirinya.109
Ibu yang memiliki usaha dirumah dan pekerjaan lain yang cukup
menyita waktu dan tenaga untuk berinteraksi dengan anak menjadi
berkurang. Lain halnya dengan ibu yang hanya menjadi ibu rumah tangga
yang lebih memfokuskan diri untuk keluarga tentu waktu untuk
berinteraksi dengan anak cukup untuk mengembangkan kemandirian
anak.
seperti halnya pada Ibu Yn ibu dari Al yang merupakan ibu rumah
tangga tidak memiliki usaha ataupun pekerjaan lain, ketika diwawancara
ibu tersebut menyatakan sudah menerapkan kemandirian pada anaknya
sejak usia dua tahun, ibu juga menyatakan bahwa penting untuk mendidik
anak sejak usia dini, agar menjadi suatu kebiasaan hingga dewasa. Selain
itu ibu tersebut juga memberikan latihan sederhana seperti meminta
109
Wawancara dengan Ibu Kepala Tk As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 22 April 2019
95
anaknya untuk membereskan mainan setelah bermain, meletakan sepatu
kerak sepatu, dan meletakkan pakaian kotor kemesin cuci. Ibu Yn juga
menyatakan tidak memiliki kendala dalam melatih kemandirian anaknya
dan ibu Yn turut menyatakan bahwa sikap si anak sama seperti ayahnya
saat seusia Al, dan tentunya didikan dari orangtua Al lah yang mampu
membentuk Al menjadi mandiri sejak usia dini.110
Menurut ibu Ds yang menyatakan bahwa orang tua yang memiliki
pengetahuan yang baik dan pola asuh yang baik akan membentuk anak
menjadi anak yang mandiri, mampu bersosialisasi dengan teman
seusinya, menjaga emosinya, berbahasa yang pasih dan jelas, memiliki
kreatifitas, dan berprilaku baik, baik pada teman sebaya dan orang yang
lebih tua. Dapat dilihat dari Al yang telah menunjukan sikap
kemandiriannya saat disekolah mampu bersosialisasi dengan baik,
mengikuti aturan bermain dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan
guru dengan baik, pengetahuan ibu dan cara ibu mendidik Al telah
menunjukan dampak positif pada anaknya.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan saat dilapangan Al
memang menunjukan sikap mandiri, disaat teman-temannya yang lebih
banyak menunjukkan sikap ketidak mandirian lain hal nya pada Al yang
menunjukan sikap sebaliknya. Seperti biasanya Al turun dari kendaraan
dan berpamitan pada ibu yang mengantarnya, dan mengantarnya hanya
batas pagar sekolah, ketika kegiatan belajar berlangsung Al dapat
mengikutinya dengan baik, bermain dengan baik, mengikuti aturan
bermain, menyelesaikan tugas dengan baik, sikap yang tenang dan
terarah, saat pergantian sentra dilihat Al keluar kelas untuk berpindah
kekelas lain, disaat teman-temannya berlari-larian hendak keluar ruangan
Al berdiri dan membentuk barisan sesuai yang diperintahkan oleh guru
110
Wawancara Dengan Wali Murid Ibu Yn di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 23 April 2019
96
kelasnya, sikap mandiri Al ditunjukan hingga kegiatan belajar berakhir dan
pulang sekolah.111
Orang tua yang memiliki pengetahuan tentang pendidikan anak usia
dini, pola asuh hingga kelekatan orang tua pada anak tentu akan
menerapkannya dan berusaha untuk membuat anak berkembang sesuai
usianya, semua permasalahan mengenai kendala dalam melatih
kemandirian anak atau anak tidak mandiri pada dasarnya ialah pola asuh
orang tua, bagaimana orang tua menerapkan pola asuh yang menurutnya
itu baik untuk anak, dan dari pola asuh tersebut akan membentuk jenis
kelekatan antara ibu dan anak.
Partisipasi ibu memiliki peranan penting bagi perkembangan anak.
Anak belajar pengetahuan dan keterampilan untuk pertama kalinya dari
orang tua. Secara khusus sikap dan perilaku orang tua terutama ibu
terhadap anaknya memiliki efek positif dan negatif pada anak yang akan
memiliki dampak seumur hidup. Hubungan ikatan emosional ibu dan anak
yang penuh kasih sayang yang akan terbentuk jika ibu memiliki waktu
yang cukup untuk anak sehingga akan menciptakan kemandirian pada
anak.
Penulis beranggapan jika seorang ibu yang tidak bekerja memberikan
pola asuh demokratis anak akan memiliki karakter yang sesuai dengan
harapan banyak ibu, banyak teori yang menurut para ahli yang
mengemukakan bahwa pola asuh demokratis sangat tepat untuk
membentuk karakter anak begitu pula pada kelekatan, kelekatan aman
yang memberikan dampak postif pada perkembangan anak. Namun tidak
pula menutup kemungkinan pada orang tua yang tidak bekerja
menerapkan pola asuh lain yang dimana dari masing-masing jenis pola
asuh memiliki dampak pada anak.
111
Wawancara dan Observasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 24 April 2019
97
c. Upaya Menentukan Secure Attachment
Kelekatan merupakan ikatan emosional yang erat antara dua orang,
kelekatan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan
manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain
pengganti ibu. Banyak penelitian yang menggambarkan kelekatan aman
berdampak positif untuk perkembangan anak terutama anak usia dini
yang dimana anak usia dini merupakan permulaan dalam membentuk
kepribadian, karakter dan membentuk pembiasaan-pembiasaan yang
positif, kelekatan juga berhubungan erat dengan pola asuh orang tua.
Pola Asuh Orang Tua Terhadap anak
1) Pola Asuh Otoriter
Berdasarkan temuan dilapangan yang dapat membentuk kelekatan
aman ialah pola asuh orang tua terhadap anak, pola asuh positif akan
berdampak pada kekelatan yang positif pada anak begitu pula sebaliknya.
Dalam hal ini seperti yang dikatakan Ibu Nt saat diwawancarai yang
menyatakan tidak begitu memahami apa itu kelekatan aman dan
mendapati kendala dalam meningkatkan kemandirian anaknya, ibu trsebut
turut menyatakan bahwa Az anak yang pendiam dan sulit untuk
berinteraksi dengan teman seusianya, saat dirumah Az hanya main
dengan kakaknya, ibu tersebut juga menyatakan bahwa ayah Az
cenderung keras dalam mendidik anak-anaknya, membuat banyak aturan
dan larangan sehingga anak-anaknya tidak bebas untuk bereksplorasi,
selain itu ibu tersebut yang hanya bisa menuruti suami menjadi sulit untuk
melatih anak-anaknya untuk dapat bersosialisasi dengan orang sekitar,
melatih keberanian, dan kepercayaan diri, namun dalam kemandirian Az
saat dirumah ibu tersebut menyatakan bahwa anaknya mandiri dalam
mengerjakan sesuatu, kemandirian anak tersebut dilatih oleh ayahnya
namun cara ayah melatih kemandirian anak tersebut dengan cara
98
memberikan ancaman hal ini membuat si anak menjadi takut dan akan
terus merasa cemas jika tidak dilakukan oleh si anak.112
Dalam permasalahan Az peneliti mewawancarai guru kelas mengenai
perilaku Az di sekolah, ibu Ds yang menyatakan sikap Az seperti ini dari
awal masuk sekolah, dan sikapnya menunjukan sikap yang sama dengan
kakaknya yang sebelumnya pernah sekolah di TK As-salam, namun
kakaknya masih ada komunikasi dengan guru dan teman sebayanya.
Selain itu ibu Ds turut menyatakan bahwa Az terbilang cukup mandiri
dalam mengerjakan sesuatu dan menuruti perkataan ibu Ds namun pada
saat Az mengalami kesulitan seperti susah membuka tutup botol
minuman, atau mencari sepatunya yang hilang Az hanya diam dan
enggan untuk meminta bantuan, dalam hal ini ibu Ds pun mencari tau
penyebab dari permasalahan anak tersebut, yang ibu Ds ketahui dari
ibunya si anak bahwa dapat disimpulkan pola asuh yang ayah terapkan
pada anak memberi dampak pada si anak, pola asuh yang dimaksud ialah
pola asuh otoriter yang dimana pola asuh ini cara mendidik anak dengan
banyak aturan, orang tua yang merasa bahwa aturan dari orang tua
adalah benar dan tidak boleh ada toleransi atau tawar menawar sehingga
anak akan merasa tertekan dengan aturan tersebut, dalam hal
kemandirian kemungkinan anak dapat mandiri dalam hal seperti dapat
membereskan mainan atau tempat tidur sendiri namun proses pendidikan
dalam melatih kemandirian anak adanya ancaman seperti yang dikatakan
oleh ibu Az sehingga yang terjadi pada anak, anak akan melakukan
tugasnya dengan rasa takut atau terpaksa, bukan atas dasar keinginan
dari hati. Ibu Ds turut menyatakan bahwa pola asuh seperti ini jika orang
tua tidak mengetahui dampak yang terjadi sangat disayangkan untuk
perkembangan anak selanjutnya.113
112 Wawancara dengan Wali Murid Ibu Nt di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jamb 26 April 2019 113
Wawancara Dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 25 April 2019
99
Saat peneliti melakukan observasi, dilihat Az menunjukan sikap
kurangnya bersosialisasi dengan teman sebayanya, selain itu Az saat
dikelas jarang berbicara, bertanya atau menjawab pertanyaan dari teman
maupun guru kelasnya, saat mengerjakan tugas pun Az terlihat sangat
lamban dalam menyelesaikannya, selain itu terlihat adanya penolakan
atau menghindar ketika teman-temannya bermain dan lebih bermain
sendiri.114
Anak dapat dikatakan mandiri tergantung dari bagaimana pola asuh
orang tua kepada anak dan bagaimana kelekatan antara orang tua dan
anak itu tercipta, penulis beranggapan bahwa sikap dari orang tua Az
menunjukan pola asuh otoriter dan pola kelekatan yang dilihat antara
orang tua dan anak menunjukan pola kelekatan cemas menghindar. Pada
pola asuh ini terjadi interaksi dengan orang tua dengan menggambarkan
cara-cara tertentu yang dianggap baik untuk anak. Hal-hal yang muncul
dalam pola asuh diasumsikan mempunyai hubungan yang erat dengan
attachmen (kelekatan). Hubungan antara orang tua dan anak sangat
mempengaruhi pada perkembangan seorang anak, untuk itu orang tua
haruslah menerapkan pola asuh yang sesuai menumbuhkan ikatan
emosional atau kelekatan, selain itu kelekatan merupakan salah satu
komponen dalam hubungan orang tua dan anak. Sementara itu pola asuh
menjadi penghubung kelekatan tersebut.
Pola asuh merupakan metode atau cara yang dipilih oleh orang tua
untuk berinteraksi dengan anaknya, dalam proses pengasuhan anak
harus memperhatikan orang-orang yang mengasuh dan cara menerapkan
larangan yang dipergunakan. Larangan terhadap pola pengasuhan anak
beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak
mengandung sifat pengajaran, pengganjaran dan pembujukan.
Pola asuh otoriter yang orang tua terapkan pada anak akan
berpengaruh pada kelekatan anak pada orang tua, dampak negatif dari
114
Observasi di Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 25 April 2019
100
hasil pola asuh otoriter pada anak tentu anak akan membentuk ikatan
atau kelekatan yang tidak nyaman, aman, merasa cemas dan kerap untuk
menghindar. Memberikan masukan atau pengetahuan mengenai dampak
pola asuh otoriter kepada orang tua yang menerapkan pola asuh tersebut
sangat diperlukan, sebab jika tidak ditangani sejak dini dampak tersebut
akan berkepanjangan hingga anak usia dewasa dan tidak menutup
kemungkinan anak tersebut akan menerapkannya pada keturunannya.
Jika Az yang mendapatkan pola asuh otoriter lain halnya dengan Zf
yang mendapatkan pola asuh permisif dari orang tuanya.
2) Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua
dalam berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk
melakukan apa yang ingin dilakukannya tanpa mempertanyakan boleh-
tidak, baik atau buruk untuk dilakukannya. Pola asuh ini tidak
menggunakan aturan-aturan yang ketat bahkan bimbinganpun kurang
diberikan, sehingga tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta
tuntutan kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak diijinkan
untuk memberi keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa pertimbangan orang
tua dan berprilaku menuntut apa yang diinginkannya tanpa ada kontrol
dari orang tua dan berprilaku tanpa ada kontrol dari orang tua.
Perilaku yang ditunjukan pada Zf saat peneliti melakukan observasi
menunjukan perilaku agresif yang dimana perilaku tersebut disebabkan
dari pola asuh orang tua, namun bisa saja ia dapatkan dari apa yang dia
lihat atau pengaruh lingkungan. Perilaku agresif untuk usia dini
merupakan perkembangan dari anak tersebut namun sering kali
menimbulkan masalah tidak hanya disekolah maupun dirumah, apabila
tidak ada tindakan maka perilaku tersebut akan berdampak saat dia
beranjak dewasa, penanganan ini hendaknya ada kerjasama antara guru
101
dan orang tua yang dimana mereka berperan dalam mendidik anak dalam
lingkup nya masing-masing.115
Saat mewawancarai Ibu Ek menyatakan bahwa ia menyadari jika
anaknya agresif ketika di sekolah, ibu Ek juga menyadari atas pola asuh
yang ia berikan pada anaknya, menuruti keinginan anaknya agar si anak
senang akan berberdampak anak menjadi anak yang sulit diatur, hal itu
dia dapatkan setelah berkonsultasi dengan psikolog saat ada kegiatan
parenting di TK As-salam, ibu Ek beranggapan bahwa membahagiakan
anaknya dengan cara mengabulkan keinginan anaknya mengabulkan hal-
hal yang anaknya senangi adalah cara yang benar, ibu Ek juga menyadari
akan sikap dan perilaku anaknya namun untuk merubah perilaku anaknya
ibu Ek mendapati kendala sehingga ia butuh masukan dan saran dari
psikolog tersebut untuk memperbaiki perilaku anaknya, ibu Ek turut
menyatakan jika ayah Zf memperlakukan anaknya sama dengan apa yang
dilakukan oleh ibu tersebut, sehingga ayah ibu si anak berkomitmen untuk
membahagiakan anaknya dengan menuruti apa yang membuat si anak
menjadi bahagia namun tidak tau bahwa akan berdampak pada perilaku
anaknya menjadi seperti itu, ibu tersebut juga menyatakan bahwa pada
awalnya ingin memindahkan anaknya setelah banyak keluhan dari wali
murid lain mengenai perilaku anaknya yang suka mengganggu teman-
temannya dan merasa malu, saat ibu Ek membicarakan masalah anaknya
pada kepala sekolah ibu tersebut disarankan untuk berkonsultasi dengan
psikolog.116
saat mewawancarai guru kelas mengenai perilaku Zf di sekolah ibu Ds
menyatakan bahwa anak tersebut memang anak yang agresif, suka
mengatur teman-temannya, marah jika tidak menuruti keinginannya, dan
bermain sesuka hatinya tanpa mengikuti aturan main, ibu Ds turut
menyatakan bahwa setiap anak yang memiliki sikap perilaku yang positif
115 Ovservasi di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 2 Mei 2019 116
Wawancara Dengan Wali Murid Ibu Ek di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 4 Mei 2019
102
maupun negatif memiliki faktor penyebab, biasanya pola asuh dari orang
tuanya, ibu Ds beranggapan sikap anak tersebut seperti ini didapat dari
cara orang tuanya mengasuh, dan ibunya Zf ibu Ek pun pernah
mengeluhkan perilaku anaknya disekolah karena ada beberapa wali murid
yang melapor kepada ibu Ds mengenai anaknya yang diganggu oleh
anaknya. Kemudian ibu Desy turut menyatakan bahwa ibu Ek memang
salah dalam mengasuh anaknya, hal ini ibu Ds ketahui atas kesadaran ibu
tersebut yang dimana ia dapatkan dari kegiatan parenting yang
membahas perkembangan anak yang narasumbernya adalah psikolog.
Ibu Ds menyatakan turut memberikan solusi untuk ibu tersebut dan
berharap si ibu dapat memperbaiki pola asuhnya.117
Berdasarkan analisis penulis, orang tua Zf minim dalam pengetahuan
dan informasi mengenai pola asuh anak yang baik dan dampak positif dan
negatif nya dari pola asuh tersebut, selain itu kesadaran atas apa yang
salah dalam mengasuh anak ia selesaikan dengan ahlinya (psikolog).
Kerjasama antara ayah dan ibu dalam memperbaiki perilaku anak sangat
diperlukan agar jangan ada ketidak seimbangan dalam mendidik anak,
jika ibu mulai merubah pola asuh permisif menjadi pola asuh demokratis
sementara ayah tetap menerapkan pola asuh permisif maka sulit untuk
memperbaiki perilaku anak.
Hal yang harus orang tua rubah dalam memperbaiki perilaku anak
hendaknya tidak lagi terlalu memanjakan anak dengan menuruti segala
keinginan anak, membahagiakan anak tidak hanya menuruti keinginannya
jika terjadi tantrum pada anak hendak alihkan ke hal yang menyenangkan
untuk anak, kemudian komunikasi dua arah orang tua pada anak yang
dimana anak mendengarkan pendapat orang tua dan orang tua
mendengarkan pendapat anak, berikan aturan-aturan pada anak, aturan
yang dimaksud dalam hal yang sederhana misalnya anak yang ingin
117
Wawancara Dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi anggal 03 Mei 2019
103
bermain diberikan aturan agar setelah bermain dapat membereskan
mainannya, bukan aturan yang memberatkan anak.
3) Perpisahan Figur Ayah Dalam Kehidupan Anak dan Pola Asuh
Yang diterapkan oleh Orang Tua tunggal
Berbeda pula dengan kasus yang dialami oleh As berdasarkan
wawancara, Ibu Lt yang menyatakan bahwa As dulunya anak yang
periang, mandiri, dan aktif, dan anaknya juga anak yang sangat dekat
dengan ayahnya, saat ibu Lt bekerja yang menjaga dan mengantar jemput
anaknya adalah suaminya, ibu tersebut juga menyatakan perubahan yang
terjadi pada anaknya disebabkan adanya konflik antara si ibu dan
suaminya. Ayah As tidak lagi tinggal bersama sebelum orang tua As resmi
bercerai, sejak saat itu si anak sering bertanya soal ayahnya, ibu Lt
mengatakan ketika anaknya bertanya soal kemana ayahnya ibu tersebut
langsung mengalihkannya dengan alasan-alasan yang dapat dipahami
oleh anaknya, namun dengan berjalannya waktu membuat si anak merasa
kehilangan sosok ayah, si anak mulai menunjukan sikap cengeng, marah
saat meminta untuk bertemu dengan ayahnya, menolak untuk bersekolah
bahkan saat bermain dengan teman-temannya si anak lebih memilih untuk
bermain sendiri dan mulai menunjukan sikap tidak percaya diri. Upaya
yang ibu Lt lakukan untuk menghadapi anaknya sudah banyak dilakukan
seperti konsultasi kepada orang tua ibu Lt, pada psikolog, hingga pihak
sekolah (Kepala Sekolah dan Guru kelas) untuk ikut mengembalikan
perkembangan anaknya, setelah memasuki semester II di bulan kedua si
anak mulai bersekolah dan didampingi oleh ibunya dari mulai datang
kesekolah hingga kegiatan belajar disekolah berakhir, dan hal ini
dilakukan oleh ibu atas keinginan anaknya, dan ibu lakukan agar anaknya
mau sekolah lagi dan bersosialisasi dengan teman-temannya lagi.118
Saat mewawancarai ibu Ds mengenai perilaku As yang menyatakan
bahwa sikap dari si anak disebabkan perceraian orang tuanya, ibu Ds
118
Wawancara Dengan Wali Murid Ibu Lt di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 07 Mei 2019
104
turut menyatakan bahwa pada saat masuk sekolah si anak terbilang anak
yang ceria dan aktif dalam belajar namun pada saat memasuki semester II
anak tersebut mulai berubah, dan kesekolah seminggu hanya 2 sampai 3
kali masuk dan itupun harus dibujuk oleh ibunya dan didampingi oleh
ibunya, saat ibu Ds mencoba mencari tahu, ibu Ds melakukan kunjungan
kerumah ibu Lt ibu dari As, dan disaat itulah ibu Ds memahami penyebab
perubahan dari As. Ibu Ds juga menyatakan bahwa erceraian orang tua
berdampak pada psikis anak, akan lebih buruk jika anak melihat
pertengkaran ayah dan ibunya, pada saat usia ini anak-anak tidak
memahami apa itu perceraian namun jika kehilangan seseorang yang
biasanya ada untuk si anak tentu akan membuat anak menjadi sedih, dan
perlahan akan memberikan dampak perubahan pada perilak anak, seperti
yang terjadi pada As saat ini. Jika ibu tidak cepat memberikan tindakan
pada anak maka akan menjadi buruk dikemudian hari.119
Saat melakukan observasi tampak sikap As yang menunjukan adanya
rasa tidak percaya diri ketika berinteraksi dengan teman-teman seusianya,
sering menangis dikelas tanpa sebab dan sulit mengontrol emosi ketika
sedang marah, dalam kegiatan belajar tampak As lamban dalam
mengerjakannya bahkan tidak menyelesaikannya. Ketika pulang sekolah
ibu As datang menjemput As menunjukan sikap cuek ketika dipanggil
ibunya.120
Kehilangan seorang ayah yang disebabkan perceraian akan membuat
perubahan pada anak, yang pada awalnya anak merasa selalu dekat
dengan ayahnya, saat ayahnya jauh darinya dalam waktu yang lama tentu
akan berdampak pada anak ayah yang sebelumnya selalu ada untuk anak
kemudian pergi dalam kehidupan anak akan membuat anak merasa
bingung, dan akan selalu bertanya-tanya kepada ibu dan orang
disekitarnya, anak tidak mengerti apa itu perceraian dan tidak mengerti
119 Wawancara Dengan Wali Kelas Kelompok A di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 9 Mei 2019 120
Observasi di Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 06 mei 2019
105
penyebab berpisahnya orang tuanya. Hal ini tentu akan membuat anak
menjadi pemurung, merasa sedih, kehilangan, emosional yang tidak
terkendali bahkan hilangnya kepercayaan diri anak dan anak akan
membatasi dirinya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang
lain. Anak yang seharusnya banyak mendapat kasih sayang orang tua
menjadi berkurang. Anak yang kehilangan ayahnya yang diakibatkan
perceraian akan menganggu psikis dan mental anak saat disekolah, bila
saat teman-temannya pulang dijemput oleh ayahnya anak tersebut bisa
saja teringat ayahnya dan tanpa disadari emosional anak berubah. Begitu
pentingnya peran seorang ayah dalam keluarga memberikan banyak
dampak positif pada anak terutama anak usia dini yang dimana saat usia
ini anak lebih banyak membutuhkan perhatian dan kasih sayang oleh
ayah ibunya, namun dalam hal anak yang tidak memiliki ayah dikarenakan
perceraian orang tua tentu akan menganggu mental dan fisik anak,
terlebih jika anak mendengar atau melihat perkelahian antara ayah dan
ibunya.
Kebutuhan kasih sayang dalam satu keluarga yang utuh merupakan
hal yang penting untuk perkembangan anak, di dalam keluarga itu
terdapat ikatan emosional yang hangat dan penuh kasih sayang serta
pengasuhan orang tua terhadap anak yang membuat anak menentukan
kelekatan yang akan dia berikan kepada orang tuanya, ditambah lagi anak
melihat bentuk kasih sayang antara ayah dan ibu dan kasih sayang ayah
ibu kepada anak, jika ini tidak di dapatkannya lagi saat beranjak desawa
nantinya secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian anak, anak
menjadi tidak aman, perasaan anak menjadi sedih yang begitu mendalam
karena orang tua nya tidak bersama lagi, menjadi kesepian, mudah
marah, suka menyendiri, dan merasa kehilangan.
Namun hal ini tidak menutup kemungkinan jika anak kelak dapat
beradaptasi dengan keadaan yang tentunya ibu yang telah memberikan
pengertian pada anak, menjelaskannya pada anak dalam konteks anak
dapat mengerti apa yang disampaikan oleh ibu dan ibu memberikan pola
106
asuh yang tepat untuk anak sehingga anak benar-benar menyadari dan
mengerti jika orang tuanya memang sudah tidak bersama lagi, perlahan
anak akan terbiasa dengan ketidak hadiran seorang ayah, dan anak akan
menjadi lebih dewasa.
Lain halnya dengan Aj yang mengalami hal yang sama, yaitu
kehilangan ayahnya namun bukan karena perceraian melainkan
meninggal dunia, yang dimana saat itu Aj berusia 2 tahun. Ibu Ai ibu dari
Aj menyatakan pada saat usia Aj kehilangan ayahnya pada awalnya si
anak selalu bertanya akan kehadiran ayahnya, saat menginjak usia 3
tahun ibu Ai menjelaskan mengenai ayahnya dengan kalimat yang
dimengerti oleh anaknya, ibu tersebut menjelaskan nya dengan sabar dan
lembut sehingga respon yang didapat dari anaknya tidak membuat si anak
menjadi merasa sedih, pada saat memasuki usia 4 tahun ibu As mengajak
anaknya untuk bermain di Taman Kanak-Kanak untuk mengenal
lingkungan sekolah dan bermain dengan teman sebaya, namun Asi anak
menolak dan si anak lebih memilih untuk bermain dirumah. Ibu Ai
menyatakan bahwa butuh proses untuk menumbuhkan rasa percaya diri
anak apalagi saat melihat suatu keluarga utuh dan sering kali si anak
menunjukan wajah yang murung atau memperhatikan keluarga tersebut.
Kemudian ibu Ai menyatakan pindah kerumah orang tuanya yang dimana
lingkungan rumah orang tua ibu Ai memiliki banyak anak-anak yang usia
nya sama dengan anaknya, saat pindah kerumah neneknya, perlahan-
lahan anaknya menunjukan sikap bersosialisasi dengan teman sebaya,
dan pada saat itulah si anak mulai ingin bersekolah yang sama dengan
teman-temannya, pada usia 5 tahun Anaknya mulai sekolah di Taman
Kanak-Kanak As-salam. Dan saat bersekolah pada dua minggu pertama
anaknya merasa gugup, tidak percaya diri dan enggan untuk berpisah
dengan ibunya, namun seiring waktu si anak mulai menunjukkan sikap
mandiri, perlahan mau bersosialisasi dengan temannya, bermain dengan
107
temannya, dan ibunya engantar hanya sebatas gerbang sekolah, tidak lagi
menunggu diluar kelas.121
Menurut ibu Ds, Aj anak yang mandiri, saat mengikuti kegiatan di
kelas anak tersebut menunjukan sikap yang baik, bermain dengan teman
dikelasnya, dan menyelesaikan tugas yang diberikan ibu Ds hingga
selesai. ibu Ds beranggapan sikap si anak yang seperti ini dengan latar
belakang kehilangan ayahnya didapat dari pola asuh yang baik dari
ibunya. Ibu Ds menyatakan bahwa pola asuh dari orang tua maupun
keluarga lain yang memberikan asuhan yang tepat akan membentuk
perilaku baik pada anak , pada dasarnya perilaku anak, perkembangan
anak didapat dari bagaimana cara orang tua mengasuh sekalipun itu
orang tua yang tidak lengkap dalam artian tidak memiliki ibu atau ayah,
selain itu guru turut mengembangkan perilaku dan perkembangan anak
tersebut saat disekolah dan orang tua melakukannya saat dirumah. Untuk
itu penting jika orang tua dapat memahami pentingnya pengasuhan anak
usia dini.122
sikap Aj yang dilihat ketika disekolah menunjukkan sikap mandiri, baik
dalam bersosialisasi dan berkomunikasi yang baik, tenang, dan mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik, bermain dengan teman-temannya
sesuai aturan, dan sabar dalam menunggu giliran, dan saat disekolah pun
tidak ada menunjuka sikap manja pada ibunya, dan mengerti batas antar
jemput orang tua.123
Kehilangan figur lekat saat usia yang dimana belum mengerti arti kata
“meninggal dunia” membuat anak tidak begitu mengalami gangguan
mental atau trauma, sebab dengan proses perkembangan anak ibu akan
memberikan pola asuh yang tepat sehingga anak yang kehilangan ayah
121 Wawancara dengan Wali Murid Ibu Ai di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 13 Mei 2019 122 Wawancara dengan Wali Kelas Kelompok A Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 15 Mei 2019 123
Observasi di Taman Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi Tanggal 14 Mei 2019
108
tidak menutup kemungkinan anak bersikap mandiri dan menjadi lebih
dewasa.
Orang tua tunggal dengan pengetahuan yang baik mengenai pola
asuh anak dan menerapkan pola asuh yang tepat akan membentuk
kelekatan yang baik antara ibu dan anak. Dapat dilihat dari Ajie yang
mandiri disebabkan oleh faktor pola asuh ibu, cara ibu membentuk anak
menjadi mandiri, mau bersosialisasi dengan teman-temannya, dan aktif
disekolah hingga ibu dan Ajie tanpa disadari telah membentuk kelekatan
aman. Ibu tunggal yang cenderung berprilaku positif tidak menunjukkan
dampak negatif pada perkembangan sosial dan pendidikan anaknya.
Selain itu dukungan dari keluarga dan keitur sertaan untuk mengasuh dari
keluarga (nenek, kakek, paman, tante) juga termasuk dalam
meningkatkan perkembangan anak yang kehilangan figur ayah dalam
kehidupannya.
Bagaimana cara orang tua menentukan kelekatan dapat dilihat
bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak, memberikan suatu
pembiasaan atau pelajaran yang berdampak positif maka tanpa disadari
orang tua dan anak telah membentuk suatu kelekatan aman.
Kelekatan orang tua dan anak yang aman memprediksikan perilaku
sosial yang positif, intimasi dan emosi yang sehat pada masa remajanya
kelak. Dan anak yang mempunyai kelekatan aman memperoleh nilai yang
baik dan akan terlibat aktif dalam kegiatan sekolahnya. Kelekatan orang
tua dan anak yang aman juga menentukan keberhasilan anak dalam
perkembangannya, dan dapat menjadi penentu keberhasilannya pola
asuh orang tua terhdap anak sehingga perkembangannya dapat
berkembang secara optimal. Kelekatan aman sangat membantu dalam hal
kemandirian anak, karakter anak dan aspek-aspek perkembangan anak.
Dengan adanya kelekatan aman ini dapat dipastikan anak akan tumbuh
dewasa dengan baik
109
2. Analisis Hasil Penelitian
a. Rendahnya pengetahuan orang tua terhadap secure attachment
dan Peran Orang Tua
Berdasarkan hasil temuan terdapat rendahnya pengetahuan dan
kesadaran orang tua mengenai kelekatan aman (secure attachment) yang
dbuktikan ketika melakukan wawancara beberapa ibu tidak memahami
apa itu kelekatan aman, yang menentukan kelekatan ataupun membentuk
kelekatan tersebut. Kelekatan aman memberikan dampak positif terhadap
anak, tidak hanya kemandirian tetapi juga berdampak pada
perkembangan emosi anak, pembentukan empati, nurani, perilaku
prososial, rasa percaya diri anak, perkembangan kognitif dan
perkembangan kreativitas anak. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Ainsworth dalam Upton yang menjelaskan kelekatan
adalah ikatan efeksional antara satu individu lain dan berlangsung dalam
jangka waktu yang lama.124 Bowlby turut menyatakan bahwa kelekatan
yang terbentuk selama bayi memiliki pengaruh yang penting pada tahap
perkembangan selanjutnya. Kelekatan orang tua merupakan fungsi adaptif
yang menyediakan landasan bagi anak untuk berinteraksi dengan
lingkungan yang lebih luas. Sedangkan Santrock menyatakan bahwa
kelekatan yang kokoh dapat melindungi anak dari kecemasan dan
perasaan depresi atau tekanan emosional yang berkaitan dengan masa
transisi antara anak-anak menuju dewasa. Kelekatan dapat membuat
anak menganggap bahwa mereka memiliki keluarga yang hangat, hingga
anak dapat menceritakan setiap keluhan yang mereka alami.125
124 Upton, P, Psikologi Perkembangan, Terjemahan Oleh Noermala Sari Fajar Widuri, (Jakarta: Erlangga, 2012) hal. 87. 125
J.W Santrock. Live Span DevelopmentI. Terjemahan Oleh Achmad Chasairi dan Juda Damanik. (Jakarta: Erlangga.2002) hal 41.
110
Pada masa awal perkembangan anak salah satu hal penting yang
harus dilakukan oleh orang tua ialah memahami dan mendukung
terbentuknya kelekatan yang aman pada anak.
Baird dalam penelitian Eka Wuilida yang menyatakan bahwa
kelekatan merupakan hal penting bagi pembentukan hubungan pada anak
usia dini dan dapat mempengaruhi hubungan anak sepanjang masa
hidupnya. Hubungan yang erat antara kelekatan dengan jenis
pengasuhan yang diberikan kepada anak. Menurutnya dapat membantu
orang tua dalam menghadapi krisis yang dialami oleh anak selama masa
perkembangannya.126
Begitu pentingnya kelekatan aman antara ibu dan anak ini sehingga
banyak peneliti yang mempelajar dan mencari tau dampak kelekatan
aman teradap perkembangan anak seperti yang diungkapkan oleh Belsky
dalam Santrock yang menyatakan bahwa para peneliti mempelajari
pengembangan hubungan kelekatan dari waktu ke waktu dan untuk
menghubungkan pola kelekatan dengan perilaku berikutnya, kelekatan
telah dikaitkan dengan perilaku eksplorasi dan dampaknya terhadap
pembelajaran, suatu korelasi telah ditunjukan antara pola kelekatan dan
masalah perilaku disekolah. Kelekatan memainkan peranan penting dalam
perkembangan anak.127 Seperti halnya pada kemandirian anak, orang tua
yang memiliki kelekatan aman pada anak akan memberikan pengasuhan
yang tepat untuk anak sehingga dalam hal kemandirian anak akan
berkembang secara optimal, hal ini sejalan dengan teoru yang
dikemukakan oleh Mussen yang dimana ia mnyatakan bahwa kemandirian
salah satunya bergantung pada kelekatan anak dengan orang tua.
Kelekatan pada awal tahun pertama kehidupan memberikan suatu
126 Eka W.L , Diah K, & Herien P “Pengaruh Pengasuhan Ibu dan Nenek Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kognitif Anak Usia Prasekolah” Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen (Bogor: Institut Pertanian Bogor 2016) Vol 9 No 1. 127
J.W Santrock. Live Span DevelopmentI. Terjemahan Oleh Achmad Chasairi dan Juda Damanik. (Jakarta: Erlangga.2002) hal 26.
111
landasan penting bagi perkembangan psikologis anak, diantaranya
kemandirian.128
Penanaman sifat kemandirian harus dimulai sejak anak prasekolah,
namun harus dalam keangka proses perkembangan anak dalam artian
orang tua tidak boleh melupakan bahwa anak bukanlah miniature orang
dewasa, sehingga anak tidak dituntut untuk menjadi dewasa sebelum
waktunya. Serta orang tua harus mempunyai kepekaan terhadap setiap
proses perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi perkembangan
anak. Bagaimana anak mandiri adalah bagaimana cara orang tua melatih
kemandiriannya dirumah. Kemandirian anak dapat dilihat bagaimana anak
dapat mengontrol emosinya, melakukan aktifitasnya sendiri, dapat
membuat keputusannya sendiri, dan mampu bersosialisasi dengan orang
lain tanpa perlu didampingi.
b. Komunikasi, kepercayaan, dan figure orang tua terhadap anak
faktor yang menentukan kelekatan aman antara ibu dan anak
melibatkan adanya kepercayaan ibu dan anak, komunikasi ibu dan anak,
dan figure orang tua dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks orang
tua berperan dalam mendidik dan mengasuh dan meluangkan waktu yang
berkualitas untuk anak. Namun yag ditemukan dilapangan terdapat
beberapa orang tua yang waktunya cenderung sedikit untuk berinteraksi
dengan anak yang disebabkan adanya pekerjaan dan ibu yang merintis
usaha dirumah sehingga menjadi penghambat dalam pembentukan
kelekatan yang aman. Dari temuan masalah ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan kelekatan
aman antara ibu dan anak dalam teori yang dikemukakan oleh Baradja
dalam penelitian Imunl Puryanti129 yang menyatakan bahwa faktor-faktor
128 P,H Mussen dkk “Perkembangan Dan Kepribadian Anak” (Jakarta : Arcan, 2002) Hal 32. 129
Imul Puryanti,Tesis: “Hubungan Kelekatan Anak Pada Ibu Dengan Kemandirian Di Sekolah” (Semarang: Universitas Semarang) Hal. 19.
112
yang dapat mempengaruhi terjadinya kelekatan antara seseorang anak
dan remaja dengan ibu adalah sebagai berikut:
a) Adanya kepuasan anak dan remaja terhadap pemberian objek lekat,
misalnya setiap kali seorang anak membutuhkan sesuatu maka objek
lekat mampu dan siap untuk memenuhinya. Dan objek lekat disini
adalah ibu mereka
b) Terjadi reaksi atau merespon setiap tingkah laku yang menunjukkan
perhatian. Misalnya, saat seorang anak dan remaja bertingkah laku
dengan mencari perhatian pada ibu, maka ibu mereaksi atau
meresponnya. Maka anak memberikan kelekatannya
c) Seringnya bertemu dengan anak, maka anak akan memberikan
kelekatannya. Misalnya seorang ibu yang lebih banyak menghabiskan
waktu di rumah memudahkan anak untuk berkomunikasi dengan ibu.
Adapun menurut Ainsworth dalam penelitian Annisa Chika yang turut
mengatakan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan
kelekatan dalam diri seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelekatan tersebut antara lain ialah pengalaman masa lalu, keturunan,
dan jenis kelamin. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a) Pengalaman masa lalu. Hal ini berkaitan dengan kehidupan seseorang
sebelum seseorang memasuki usia remaja/dewasa. Perlakuan orang
tua dan oraang-orang disekitar individu tersebut mempengaruhi dirinya
dalam membangun kelekatan dalam dirinya. Kejadian yang ia alami
sejak masih kecil sampai memasuki dewasa muda, akan menjadi
peristiwa yang dapat membentuk kelekatan pada diri seseorang.
Perpisahan atau kehilangan orang-orang yang disayangi juga akan
mempengaruhi pembentukan kelekatan pada diri seseorang,
b) Faktor keturunan. Gen memang belum dapat dipastikan sebagai
pembawa sifat keturunan dari kelekatan. Kelekatan dikatakan dapat
mempengaruhi pembentukan kelekatan karena cenderung anak untuk
melakukan meniru orang tuanya. Anak akan meniru hal yang mereka
lihat, tidak hanya yang dilakukan oleh orangtua tetapi oleh orang-orang
113
disekitarnya. Anak melihat dan melakukan hal tersebut berulang-ulang.
Pada akhirnya anak akan meniru tidak hanya perilaku tetapi juga
disertai emosi yang sama dengan figur yang ia contoh. Otomatis ketika
beranjak remaja secara alamiah tanpa ia sadari model pembentukan
kelekatan sedikit banyak akan mirip atau mencontoh orangtuanya dulu.
Seperti karakter dan sifat yang dimunculkan saat menyikapi sebuah
hubungan.
c) Jenis kelamin. Jenis kelamin juga menjadi faktor yang membentuk
kelekatan pada diri seseorang. Feeney dan Noller menyatakan bahwa
wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibanding pria. Di
dalam hubungan percintaan, tingkat kecemasan ini akan
mempengaruhi kualitas hubungan seseorang dengan pasangannya.
Sedangkan dalam hubungan orangtua ke anak, ibu memiliki tingkat
kecemasan yang lebih, dalam hal ini kecemasan diartikan sebagai
kekuatiran yang ditimbulkan dari rasa kasih sayang yang terkadang
berlebih dari seorang ibu.130
Peran ganda seorang ibu yang dimana ibu rumah tangga dan ibu
sebagai pencari nafkah semakin dibutuhkan seiring dengan kemajuan
teknologi saat ini. Selain faktor ekonomi, partisipasi ibu di lapangan kerja
juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Ibu yang bekerja di perusahn atau
instansi, ibu yang memiliki usaha dirumah dan pekerjaan lain yang cukup
menyita waktu dan tenaga untuk berinteraksi dengan anak menjadi
berkurang. Lain halnya dengan ibu yang hanya menjadi ibu rumah tangga
yang dimana lebih memfokuskan diri untuk keluarga tentu waktu untuk
berinteraksi dengan anak cukup untuk mengembangkan kemandirian
anak.
Keputusan seorang ibu yang sudah berkeluarga untuk bekerja akan
berpengaruh terhadap keluarganya, terhadap suami, anak maupun urusan
130
Annisa Chika,”Hubungan Antara Kelekatan Orangtua Anak Terhadap Kecerdasan Moral”,(https://pshycology.binus.ac.id) diakses pada tanggal 01 agustus 2019.
114
rumah tangganya. Menurut Munandar dalam penelitian Frisca Maulina131
seorang wanita yang sudah menikah dan memutuskan untuk bekerja
mempunyai dampak positif dan negative bagi keluarganya, yaitu:
a. Dampak positif
1) Ibu yang bekerja mempunyai dampak positif terhadap harga diri dan
sikap terhadap diri sendiri, mereka lebih merasakan kepuasan hidup
yang membuatnya lebih mempunyai pandangan positif terhadap
masyarakat
2) Ibu yang bekerja lebih sedikit menunjukan keluhan-keluhan fisik,
kesehatan ibu yang bekerja terpengaruh secara negatif oleh
tuntutan-tuntutan dari rumah maupun pekerjaan.
3) Ibu yang bekerja lebih sedikit menggunakan teknik disiplin yang
keras atau otoriter. Mereka lebih menunjukkan pengertian dalam
keluarganya dengan anak.
4) Umumnya ibu yang bekerja lebih merawat dan memperhatikan
penampilannya.
5) Melalui bekerja, kewaspadaan mental mereka lebih berkembang
6) Ibu yang bekerja menunjukkan lebih banyak pengertian terhadap
pekerjaan seuaminya dan masalah-masalah yang bersangkutan,
sehingga mempunyai dampak positif terhadap hubungan suami istri.
7) Ibu yang bekerja mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya
juga menunjukkan penyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik.
b. Dampak Negatif
1) Ibu yang bekerja tidak dapat selalu ada pada saat-saat yang penting,
dimana ia sangat dibutuhkn. Misalnya kelita anak mendadak sakit,
jatuh, kecelakaan dan lain sebagainya.
2) Tidak semua kebutuhan anggota keluarga dapat terpenuhi. Misalnya
suami yang menginginkan masakan istrinya sendiri, anak pulang
sekolah dan ingin menceritaka pengalamannya pada ibu.
131
Frisca Maulina “Tingkat Kemandirian Anak Usia Dini Ditinjau Dari Status Kerja Ibu Di Kecamatan Reban Kabupaten Batang” ( Semarang: Universitas Semarang, 2014) hal 87.
115
3) Ibu yang bekerja menghabiskan waktunya di luar rumah untuk
pekerjan sehingga ibu terlalu capek dan tidak mempunyai energy
untuk bermain dengan anaknya.
Ketika ibu bekerja yang menjaga dan mengasuh anak selama ibu
bekerja tentu orang lain, bisa saja keluarga dekat seperti nenek atau pun
tenaga pengasuh bayi (babysitter). Dalam pengasuhan anak selama ibu
bekerja tentu berbeda dengan cara orang tua terutama ibu dalam
mengasuh, seperti yang ditemukan terdapat permasalahn mengenai
kemandirian anak yang disebabkan oleh pembiasaan dari engasuh dekat
seperti nenek dan tenaga pengasuh bayi tersebut, 2 permasalahan yang
sama hanya objek pengasuhan yang berbeda. Dalam pengasuhan nenek,
sifat seorang nenek yang kebanyakan terlalu menuruti keinginan cucu
dikarenakan alasan agar cucu merasa bahagia dan merasa senang,
dalam hal ini tentu tanpa nenek sadari memberikan pengasuhan yang
sifatnya memanjakan sehingga anak menjadi terbiasa akan perlakuan
tersebut, menurut Eka Wuilida dalam penellitiannya yang menyatakan
bahwa pengganti figur lekat anak ketika ibu bekerja seperti nenek tidak
menutup kemungkinan anak akan cenderung tidak mandiri jika ibu dan
nenek menerapkan pola asuh yang tepat dan sama, pola asuh yang tepat
dalam mengasuh anak ialah pola asuh demokratis yang dimana orang tua
memberikan kebebasan namun tetap dalam pengawasan, kasih sayang
dan kehangatan dalam mengasuh. Kerja saa ibu dan nenek yang
merupakan figure lekat pengganti ibu dikarenakan ibu bekerja membentuk
anak mandiri yang disebabkan adanya kesamaan dalam pola asuh.132
Lain halnya pada tenaga pengasuh (babysitter) yang dimana tenaga
pengash ini memberikan pelayanan pengasuhan dan perawatan kepada
anak untuk menggantikan peran orang tua yang sedang bekerja. Pada
dasarnya orang tua harus memperhatikan beberapa syarat untuk memilih
pengasuh untuk anak, orang tua harus memilih pengasuh bayi yang 132132 Eka W.L, Diah & Herien P “Pengaruh Pengasuhan Ibu dan Nenek Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kognitif Anak USia Prasekolah” Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen (Bogor: IPB, 2016) Vol 9 No 1.
116
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak secara mendaar dan
mempunyai kasih sayang yang tulus kepada anak agar orang tua merasa
anaknya aman berada dalam pengasuhan babysitter. Namun
permasalahan yang terjadi dilapangan anak yang diasuh cenderung
menunjukan sikap manja, dan memerintah sehingga anak menjadi tidak
mandiri, pengasuh bayi harusnya tidak mengikuti semua keinginan anak,
dan pengasuh pun dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak, hal ini dijelaskan oleh Surya133
yang menyatakan bahwa ada beberapa hal kemampuan pengasuh
seperti:
a. Seorang pengasuh haruslah memiliki pengetahuan tentang kesehatan
terutama kesehatan anak misalnya: makanan apa yang dianjurkan dan
makanan apa yang tidak dianjurkan bagi anak usai 0-4 tahun,
bagaimana pertolongan pertama ketika mengalami kecelakaan atau
sakit, bagaimana menjaga kebersihan dan kesehatan anak.
b. Seorang pengasuh haruslah selalu berbahasa yang santun dan jelas.
Pada usia tersebut, anak sedang melatiih keterampilan dalam
berbicara. Dan pada masa itu, untuk mengasah keterampilan anak
dalam berbicara dan menjaga kesantunnya, seorang pengasuh harus
menjaga tutur katanya.
c. Seorang pengasuh harus memiliki kecerdasan yang cukup tinggi
karena anak usia tersebut memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan
selalu ingin bereksplorasi. Sehingga dengan kompetensi yang
dimilikiny, pengasuh tersebut menstimulasi semua aspek tumbuh
kembang.
d. Pengasuh harus berprilaku santun dan sopan karena pada usia ini anak
membutuhkan figur yang bisa memberikan tauladan dalam perjalanan
pengembangan karakternya.
133
Sutan Surya, Melejitkan Multiple Intelligence Anak Sejak Dini, (Yogyakarta: Andi, 2007) hal 2
117
Adapun dampak positif dan negatif pada anak yang diasuh oleh baby
sitter yaitu:134
a. Dampak positif
1. Orang tua tidak merasa panic ataupun khawatir saat bekerja karena
dirumah telah ada yang menjaga si anak
2. Anak mendapatkan pengasuhan khusus dan anak mendapatkan
perhatian lebih dari orang sekitarnya
3. Anak mempunyai teman bermain dan bercerita, walaupun baby sitter
hanya menjalankan tugasnya
4. Anak mendapatkan pengasuhan dari orang yang berpengalaman
b. Dampak negatif
1. Anak tidak dapat merasakan peran orang tua dirumah
2. Anak telah terbiasa dengan orang lain atau baby sitter dibandingkan
dengan orang tua sendiri
3. Orang tua tidak dapat mengetahui sepenuhnya mengenai
perkembangan anak
4. Pengasuhan berpengaruh dengan watak, kepribadian anak baik dan
buruknya.
Selain komunikasi orang tua dan figure orang tua dapat menghambat
pembentukan kelekatan dan kemandirian anak kepercayaan orang tua
pun turut menjadi penghambat, berdasarkan hasil temuan terdapat orang
tua yang perilakunya overprotective pada anak, perilaku overprotective
merupakan sikap orang tua yang sifat nya terlalu melindungi, selalu
beranggapan bahwa anak akan merasa kesulitan sehingga setiap anak
berinteraksi ibu selalu membantunya, dan rasa tidak percaya ibu terhadap
kemampuan anak dalam permasalahan ini dijelaskan oleh Mappiare135
menyatakan bahwa orangtua overprotective atau yang basa dikatakan
orangtua yang melindungi anak secara berlebihan merupkan cara orang
tua mendidik anak dengan terlalu melindungi, tidak memberi kesempatan 134 Hanifa hafiza “Anak Yang Diasuh Oleh Orang Lain Atau Babysitter”, https://www.kompasiana.com diakses tanggal 22 mei 2019 135 Andi Mapiare, “Psikologi remaja” (Surabaya: Usaha Nasional, 1982) hal. 37.
118
kepada anak untuk mengurusi keperluan-keperluannya sendiri, membuat
rencana, menyusun alternative, mengambil keputusan sendiri serta
bertanggung jawab terhadap keputusannya.
Perilaku overprotective orang tua dapat berdampak kurang
menguntungkan bagi perkembangan anak, anak yang mendapatkan kasih
sayang secara berlebihan, terlalu dilindungi, dan dihindarkan dari macam-
macam kesulitan hidup sehari-hari maka anak akan tampak lemah hati,
jika jauh dari orangtua, menjadi penakut, mental dan kemampuannya
menjadi rapuh, sangat egois, tidak tahan terhadap bantahan dan kritik dan
tidak sanggup menghadapi frustasi hidup.136 Pendapat yang sama juga
dikemukakan oleh Yusuf bahwa perilaku overprotective orang tua dapat
mengakibatkan anak merasa tidak aman saat jauh dari orang tua, dengki,
sangat tergantung atau tidak percaya diri, suka bertengkar, sulit dalam
bergaul dan lain-lain, hal tersebut dikarenakan anak sering dibantu orang
tua dalam berbagai hal dan tidak dibiasakan mandiri.137
Inti dari perilaku overprotective yang dilakukan ibu biasanya
pandangan ibu mengenai dunia sekitarnya, ibu menganggap dunia sekitar
sebagai suatu tempat yang tidak aman sehingga membuat ibu harus
melindungi anak dan tanpa disadari saat anak hendak ingin berkembang
tertahan oleh ibu, penulis branggapan perlu adanya perubahan dalam
perilaku ibu yang terlalu overprotective dalam mendidik anak, ibu harus
mengubah pandangan ibu bahwa dunia relatif aman untuk anak
bereksplorasi, kemudia ibu turut meyakinkan anak agar anak berani untuk
bereksplorasi diluar membantunya dan mendorong anak untuk melakukan
apa yang ingin dia lakukan.
Partisipasi ibu dalam membentuk kelekatan aman dengan tujuan agar
anak memiliki perkembangan yang optimal sangat diperlukan. Anak
belajar pengetahuan, keterampilan dan hal-hal lainnya yang bertujuan
136 Kartini Kartono, “Psikologi Remaja” (bandung: Mandar Maju, 2000) hal. 71. 137
Syamsu Yusuf, “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005) hal 49
119
penegembangan diri anak untuk pertama kalinya dari orang tua. Secara
khusus sikap dan perilaku orang tua terutama ibu terhadap anaknya
memiliki efek positif maupun negatif tergantung bagaimana cara orang tua
mendidik anaknya yang tentu akan memiliki dampak semasa hidup anak.
Hubungan ikatan emosional ibu dan anak yang penuh kasih sayang yang
akan terbentuk jika ibu memiliki waktu yang cukup untuk anak sehingga
akan menciptakan kemandirian pada anak.
c. Pola asuh orang tua membentuk secure attachment (kelekatan
aman) ibu dan anak
Kelekatan aman berhubungan erat dengan pola asuh, kelekatan
terbentuk didasarkan atas bagaimana orang tua mengasuh anak dirumah.
Orang tua yang memberikan suatu pembiasaan atau pelajaran yang
berdampak positif maka tanpa orang tua sadari telah membentuk
kelekatan aman. Menurut Bowlby terdapat empat tahap kelekatan, Tahap
satu (0-2 bulan) secara insting bayi menjalin kelekatan dengan manusia,
orang asing, saudara dan orang tua, tahap dua (2-7 bulan) kelekatan bayi
hanya fokus pada satu individu (pengasuh utama), tahap tiga (7-24 bulan)
kelekatan bayi khusus berkembang. Bayi secara aktif sudah bisa menjalin
kontak dengan para oengasuh, seperti ayah dan ibu secara teratur, tahap
empat (usia 24 bulan- seterusnya) anak-anak lebih menyadari perasaan,
tujuan dan rencana orang lain.138
Dalam hal ini orang tua yang berhasil dalam membentuk kelekatan
aman dapat diartikan cara pola asuh orang tua yang berdampak positif
pada perilaku anak. Hal-hal yang muncul dalam pola asuh sasumsikan
mempunyai hubungan yang erat dengan attachment (kelekatan).
Hubungan antara orang tua dan anak sangat mempengaruhi pada
perkembangan seorang anak, untuk itu orang tua perlu menerapkan pola
asuh yang sesuai untuk menumbuhkan ikatan emosional atau kelekatan,
138
Kompasiana “ Mengetahui Kelekatan dan Pengasuhan Pada Anak Usia Dini” Artikel (https://www.kompasiana.com) diakses pada tanggal 15 April 2019.
120
selain itu kelekatan merupakan salah satu komponen dalam hubungan
orang tua dan anak, sementara itu pola asuh menjadi penghubung
kelekatan tersebut.
Pola asuh merupakan metode atau cara yang dipilih oleh orang tua
untuk berinteraksi dengan anaknya, dalam proses pengasuhan anak
harus memperhatikan orang-orang yang mengasuh dan cara menerapkan
larangan yang dipergunakan. Larangan terhadap pola pengasuhan anak
beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak
mengandung sifat pengajaran, pengganjaran dan pembujukan.
Menurut Syaiful Bahri yang mengatakan bahwa pola asuh orang tua
merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak
dalam berinteraksi dan berkomunikasi selama dalam pengasuhan.139 Lain
halnya dengan teori yang dikemukakan oleh Hurlock ia menyatakan pola
asuh orang tua adalah suatu metode untuk mendisiplinkan anak yang
diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode ini meliputi dua konsep,
yaitu konsep positif dan konsep negatif. Konsep positif dijelaskan bahwa
disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada
disiplin diri dan pengendalian diri, sedangkan konsep negatif dijelaskan
bahwa disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar
diri, hal ini merupakan suatu bentuk pengakuan melalui cara yang tidak
disukai dan menyakitkan.140
Namun temuan penelitian terdapat orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter, permisif dan demokratis, dalam pola asuh otoriter dampak
perilaku pada anak yang mendapatkan pola asuh otoriter seperti yang
ditemukan dilapangan ketika observasi sikap anak menunjukan adanya
rasa cemas, merasa tidak percaya diri, dan sulit untuk bergaul, kemudian
pada anak yang mendapatkan pola asuh permisif perilaku yang ditunjukan
ialah agresif, sulit mengatur emosi, cenderung egois, lain pula pada anak
139 Djamarah Syaiful Bahr ”Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga” (Jakarta : Rineka Cipta, 2014) hal 33. 140
Elizabeth Hurlock “Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan” (Jakarta: Erlangga, 1997) hal. 82.
121
yang mendapatkan pola asuh demokratis yang dimana anak ini
menunjukkan sikap yang tenang, mudah bergaul, perkembangan
kemandirian yang berkembang dengan optimal sesuai usianya. dari
semua jenis pola asuh yang memiliki dampak positif terhadap
perkembangan anak ialah pola asuh demokratis, dan dari pola asuh ini
tentu akan membentuk kelekatan aman antara anak dan orang tua.
Berdasarkan hasil temuan tersebut hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Goldon yang menjelaskan jenis-jenis pola asuh yaitu:
1. pola asuh otoriter, gaya pengasuhan ini bersifat membatasi dan
menghukum. Orang tua tidak kooporatif, menerapkan aturan yang
kaku, banyak menuntut anak tanpa memberikan kesempatan anak
untuk mengutarakan pendapatnya. Gaya pengasuhan ini menempatkan
orang tua sebagai pusat dan pemegang kendali. Orang tua melakukan
control yang ketat terhadap anak.
2. pola asuh permisif, orang tua dengan pola asuh permisif bersikap
kurang peduli terhadap anaknya, kurang memberi perhatian,
melepaskan kontrol terhadap anak, dan membiarkan anak untuk
melakukan apapun sesuka hatinya tanpa ada keterlibatan dari orang
tua untuk mengarahkannya. Orang tua melakukan evaluasi dan control
terhada perilaku anak. Orang tua senantiasa mengikuti keinginan anak.
3. pola asuh demokratis, pola asuh demokratis ini merupakan pola asuh
yang dipandang paling baik, pada pola asuh ini orang tua bersifat
kooporatif dan mendorong anak untuk mandiri namun tetap
memberikan batasan dan kendali terhadap tindakan anak. Orang tua
bersifat hangat dan mengasuh, sehingga komunikasi tetap terjalin
secara dua arah, nyaman dan adil. 141
Pola asuh otoriter biasanya diterapkan dalam keluarga yang
berdisiplin tinggu. Orang tua cenderung Pola asuh otoriter biasanya
diterapkan dalam keluarga yang berdisiplin tinggi. Orang tua cenderung
141
Normasyithah Syamaun “Dampak Pola Asuh Orang Tua & Guru Terhadap Kecendrungan Perilaku Agresif Siswa” (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) hal.28
122
menentukan peraturan tanpa berdiskusi dengan anak-anak mereka
terlebih dahulu. Mereka tidak mempertimbangkan harapan dan kehendak
anak. Mereka juga menggunakan hukuman sebagai penegak kedisiplinan
dan dengan mudah mengumbar kemarahan dan ketidaksenangan kepada
anak. Anak-anak dari orang tua otoriter dapat menjadi anak yang pemalu,
penuh ketakutan, menarik diri, beresiko depresi, sulit membuat keputusan
dan cenderung sulit untuk mandiri. Adapun menurut Soetjiningsih142 yang
menyatakan bahwa efek pola asuh otoriter antara lain anak akan
mengalami inkompetensi sosial, sering merasa tidak bahagia,
kemampuan dalam berkomunikasi lemah, tidak memiliki inisiatif
melakukan sesuatu, dan kemungkinan berprilaku agresif. Anak-anak dari
orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, takut dan cemas ketika
membandingkan dirinya dengan orang lain, tidak memiliki inisiatif dan
memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.143
Adapun penjelasan mengenai pola asuh permisif, Gunarsa dalam
penelitian Rabiatul Adawiah mengemukakan bahwa oang tua yang
menerapkan pola asuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada
anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol
terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas,
serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini
perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah
mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada
dilingkungannya.144
Sutari Imam Badabit menyatakan orang tua yang menerapkan pola
asuh permisif memiliki sikap kurang tegas dalam menerapkan peraturan,
anak diberi kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi
keinginannya. Sementara itu Hurlock turut menyatakan jika orang tua
142 C,H Soetjiningsih, “Perkembangan Anak: Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak Akhir” (Jakarta: Prenada Media Grup, 2012) hal 219. 143 John W Santrock “Life- Span Development (perkembangan Masa Hidup Jilid I) (Jakarta: Erlangga, 2012) hal. 290. 144
Rabiatul Adawiah “Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak” Jurnal (Banjarmasin: ULM 2017) Vol 7 No 1
123
permisif itu dominasi pada anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang
tua, tidak ada bimbingan dan arahan dari orang tua dan kontrol dan
perhatian orang tua sangat kurang.145
Adapun dampak yang ditimbulkan pada anak yaitu anak akan menjadi
implusif, agresif, manja, kurang mandiri, kurang percaya diri, selalu hidup
bergantung, salah bergaul, rendah diir, nakal, kontrol diri buruk, egois,
suka memaksakan keinginan, kurang bertanggung jawab, dan
antisocial.146
Pola asuh sangat berkaitan dengan kelekatan, dari tiga jenis pola
asuh yang dijelaskan diatas pola asuh yang memberikan dampak positif
bagi perkembangan anak ialah pola asuh demokratis. Ayah dan ibu yang
memahami mengenai pola asuh ini dan menerapkannya pada anak-
anaknya, tentu akan dapat mengatasi kendala-kendala dalam kemandirian
anak. Kelekatan yang ditimbulkan tentu kelekatan aman. Namun
bagaimana jika anak yang hanya memiliki ibu, seperti yang ditemukan
dilapangan, permasalahn kemandirian dan perilaku anak disebabkan
perpisahan dirinya dengan ayahnya. Faktor perceraian ibu dan ayah
memberikan dampak negatif. Ibu yang berubah dalam engasuhan
diakibatkan adanya tekanan akibat perceraian. Hal tersebut sejalan
dengan teori Srinahayanti yang mengatakan bahwa pada umumnya,
perceraian pada pasangan yang memiliki anak usia dini (0-6 tahun), hak
asuh akan diberikan kepada ibu terkecuali bila ibu memiliki riwayat
gangguan jiwa sehingga waktu yang dimiliki anak dengan ayah bisa jadi
lebih minim daripada bersama ibu, terkadang anak juga harus mengalami
penyesuaian terhadap lingkungan yang baru bila anak pindah ke rumah
dan lingkungan yang berbeda. Penelitian Juth Wallerstein dan Joan Kelly
pada 60 keluarga yang mengalami kasus perceraian di California juga
menemukan bahwa anak pra sekolah (anak usia dini) akan lebih
145 M. Thalib, “40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak”(Bandung: Irsyad Baitur Salam, 2013) hal. 7-9 146
Kustiah Sunarty, Jurnal “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dan Kemandirian Anak” (Malang: Universitas Negeri Malang, 2016) Vol 2 No 3
124
mengalami kesuliatan dalam menyesuaikan diri menghadapi situasi yang
baru. Pada anak usia dini, mereka memiliki kemampuan kognitif yang
terbatas sehingga ia tidak bisa memahami dan memiliki keterampilan
dalam menghadapi perubahan, akibatnya mereka akan lebih rentan
terhadap masalah emosional dan kemampuan sosial. 147
Hetherington mengungkapkan bahwa anak pada keluarga yang
bercerai beresiko tinggi mengalami masalah perkembangan psikologis,
tingkah laku, sosial dan akademik dibandingkan dengan anak di keluarga
utuh (tidak bercerai).148
Perceraian yang terjadi membawa dampak bagi anak. Howard
Friedman membuktikan bahwa perceraian dan perpisahan orang tua
memiliki pengaruh besar lebih besar terhadap masalah-masalah kejiwaan
di kemudian hari daripada pengaruh kematian orang tua. Perceraian
memberikan pengaruh yang lebih mendalam kepada anak. Anak-anak
tetap berhak mendapatkan cinta, perhatian dan dorongan dari kedua
orang tuanya pasca perceraian. Pengasuhan bersama dapat dilakukan
dengan metode co-parenting.149 Priyatna menjelaskan Co-Parenting
adalah kerjasama antar kedua belah pihak orang tua pasca berakhirnya
sebuah ikatan perkawinan. Orang tua tetap melakukan pengasuhan
bersama pasca perceraian.150
Lain halnya perpisahan yang diakibatkan meninggal dunia, dalam
temuan penelitian terdapat anak yang kehilangan figur ayah saat usia 2
tahun yang dimana belum mengerti arti kata ”meninggal dunia” membuat
anak tidak begitu mengalami gangguan mental atau trauma, sebab
dengan proses perkembangan anak ibu akan memberikan pola asuh yang
147 Srinahyanti “Pengaruh Perceraian Pada Anak Usia Dini” (Vol. 16, 2018) Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera. 148 E.M Hetherington “Social Support and Adjustment of Children in Divorced and Remairried Families Childhood” (https://journals.sagepub.com) diakses pada tanggal 18 April 2019. 149 J.Gottman & D. Joan “Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak” (Jakartta: PT Gramedia Pustaka Utama,1995) hal 160. 150A. Priyatna “Focus on Children” (Jakarta: Gramedia, 2010) hal. 32.
125
tepat sehingga anak yang kehilangan ayah tidak menutup kemungkinan
anak bersikap mandiri dan menjadi lebih dewasa,
Menurut Psikolog Ike R. Sugianto, Psi dari Klinik Medikids Greenville,
saat dihubungi detikhealth, mengatakan jika anak hanya tinggal bersama
ibu maka perilakunya tergantung dari pola asuh sang ibu. Menurutnya
karakter seorang anak tidak bisa ditentukan oleh salah satu faktor saja,
karena itu anak yang diasuh oleh orang tua tunggal belum tentu memiliki
perilaku yang salah atau menyimpang. Ike menuturkan hal yang paling
mempengaruhi perilaku dari anak adalah bagaimana pola asuh dari
ibunya. Jika si ibu terus menekan atau menuntut agar anak bisa
melakukan segala hal sehingga tak perlu tergantung pada laki-laki, maka
kemungkinan besar anak akan tumbuh menjadi sosok mandiri. Namun jika
ibu protektif terhadap anaknya, maka ada kemungkinan anak akan
tumbuh menjadi sosok yang manja. Pola asuh orang tua sangat berperan
dalam hal ini. Karena meskipun si anak masih memiliki orang tua yang
lengkap tapi si ayah tidak berperan dalam perkembangannya, bisa saja
anak memiliki perilaku yang menyimpang.151
Orang tua tunggal dengan pengetahuan yang baik mengenai pola
asuh anak dan menerapkan pola asuh yang tepat akan membentuk
kelekatan yang baik antara ibu dan anak. Dapat dilihat dari Aj yang
mandiri disebabkan oleh faktor pola asuh ibu, cara ibu membentuk anak
menjadi mandiri, mau bersosialisasi dengan teman-temannya, dan aktif
disekolah hingga ibu dan Aji tanpa disadari telah membentuk kelekatan
aman. Ibu tunggal yang cenderung berprilaku positif tidak menunjukkan
dampak negatif pada perkembangan sosial dan pendidikan anaknya.
Selain itu dukungan dari keluarga dan keitur sertaan untuk mengasuh dari
keluarga (nenek, kakek, paman, tante) juga termasuk dalam
meningkatkan perkembangan anak yang kehilangan figur ayah dalam
kehidupannya.
151
Detik Health “ Perilaku Anak Tanpa Ayah” Artikel (https://m.detik.com) diakses pada tanggal 08 Mei 2019.
126
Bagaimana cara orang tua menentukan kelekatan dapat dilihat
bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak, memberikan suatu
pembiasaan atau pelajaran yang berdampak positif maka tanpa disadari
orang tua dan anak telah membentuk suatu kelekatan aman.
Adapun kondisi yang dapat menimbulkan kelekatan pada anak pada
seseorang dapat diuraikan sebagai beriku:
1. Pengasuh anak
Termasuk pada siapa dan bagaimana pengasuhan dilakukan. Orang
yang paling banyak mengasuh anak adalah orang yang sering
berhubungan dengan anak dengan maksud mendidik dan
membesarkan anak. Hal ini menyangkut kualitas hubungan antara
pengasuh dan anak, disamping itu pengasuhan anak harus tetap dan
berhubungan dengan anak secara berkesinambungan.
2. Komposisi keluarga
Anak mempunyai kemungkinan untuk memilih salah satu dari orang-
orang yang ada didalam keluarga sebagai figur lekatnya. Figur lekat
yang dipilih anak biasanya adalah orang dewasa. Ibu biasanya
menduduki peringkat pertama figur lekat utama anak.
Hal ini dapat dipahami karena ibu biasanya lebih banyak berinteraksi
dengan anak dan berfungsi sebagai orang yang memenuhi kebutuhannya
serta memberikan rasa nyaman, namun dalam hal ini kuantitas waktu
bukanlah faktor utama terjadinya kelekatan. Kualitas hubungan menjadi
hal yang lebih penting daripada halnya mereka berinteraksi karena
dengan mengetahui lamanya anak berinteraksi belum tentu diketahui
tentang apa yang dilakukan selama interaksi.152
Kelekatan orang tua dan anak yang aman memprediksikan perilaku
sosial yang positif, intimasi dan emosi yang sehat pada masa remajanya
kelak. Dan anak yang mempunyai kelekatan aman memperoleh nilai yang
baik dan akan terlibat aktif dalam kegiatan sekolahnya. Kelekatan orang
152 Ibid. hal 5-8.
127
tua dan anak yang aman juga menentukan keberhasilan anak dalam
perkembangannya, dan dapat menjadi penentu keberhasilannya pola
asuh orang tua terhdap anak sehingga perkembangannya dapat
berkembang secara optimal. Kelekatan aman sangat membantu dalam hal
kemandirian anak, karakter anak dan aspek-aspek perkembangan anak.
Dengan adanya kelekatan aman ini dapat dipastikan anak akan tumbuh
dewasa dengan baik
128
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Persepsi Orangtua Tentang Urgensi Secure Attachment
Berdasarkan hasil temuan dapat disimpulkan bahwa
a. Rendahnya pengetahuan orang tua mengenai secure attachment
(kelekatan aman), hal ini diketahui berdasarkan hasil wawancara
pada ibu mengenai persepsi ibu tentang pentingnya secure
attachment (kekelatan aman)
b. Kesadaran orang tua mengenai secure attachment (kelekatan
aman), orang tua yang memiliki pengetahuan baik mengenai
kelekatan aman tetapi tidak membentuk kelekatan tersebut.
2. Faktor Yang Menentukan Secure Attachment Orangtua
a. Kurangnya komunikasi dan peran orang tua pada anak, hal ini
ditujukan ada ibu yang memiliki pekerjaan yang dimana waktunya
cenderung sedikit untuk berinteraksi dengan anak
b. Kurangnya rasa percaya anak pada ibu
Anak yang merasa tidak percaya pada ibunya untuk selalu berada
didekatnya menghambat anak untuk dapat mandiri dan akan selalu
didampingi oleh ibu ketika dilingkungan baru,
3. Upaya Menentukan Secure Attachment
Pola asuh orang tua menentukan model kelekatan orang tua pada
anak, orang tua dengan pola asuh demokratis menunjukan kelekatan
antara orang tua dan anak ialah kelekatan aman. Pola asuh demokratis
merupakan pengasuhan dengan kasih sayang, hangat, disiplin,
memberikan kebebasan namun masih dalam pantauan dan arahan.
Pola asuh permisif menunjukan perilaku orang tua yang sifat nya
membebaskan anak tanpa adanya arahan dan larangan yang membuat
anak akan menjadi agresif dan sulit untuk diatur. Pola asuh otoriter
menunjukan perilaku orang tua yang berdisiplin tinggi, membuat aturan
129
tanpa adanya komunikasi dua arah antara orang tua dan anak, dan
menentang jika anturan tersebut diabaikan. Pola asuh ini membuat
anak akan merasa terkekang, ketika diluar anak akan menunjukan
sikap agresif, merasa cemas, dan tidak percaya diri
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelekatan aman
orang tua terhadap anak usia dini dapat meningkatkan kemandirian
anak. Dalam hal ini kelekatan membentuk pola asuh orang tua dalam
mengembangkan kemandirian anak. Orang tua yang memahami
kelekatan aman dan pentingnya kemandirian anak akan menerapkan
dalam keseharian dengan tujuan meningkatkan kemandirian anak
tersebut. Menciptakan hubungan yang aman untuk anak dan
memberikan kepercayaan untuk anak sudah merupakan pelatihan
sederhana untuk kemandirian anak.
C. Rekomendasi
Dari hasil penelitian ini bahwa kemandirian anak dapat berkembang
secara optimal dengan adanya kelekatan aman antara orang tua dan
anak. Ada beberapa hal yang menjadi rekomendasi penulis dalam
upaya peningkatan kemandirian anak usia dini di Taman Kanak-kanak
As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi antara lain sebagai
berikut:
1. Bagi Orang tua
Orang tua harus melatih kemandirian anak sejak usia dini dengan
memberikan pelatihan sederhana saat dirumah maupun diluar
lingkungan rumah, seperti meminta anak untuk melakukan
pekerjaan ringan dirumah, memilih pakaiannya sendiri,
membereskan mainan sendiri, dan ibu memberikan kepercayaan
pada anak untuk melakukan sesuatu, bersabar menunggu saat
anak melakukan tugasnya sendiri dan memberikan pujian atas
kemampuannya.
130
Saat disekolah orang tua hendaknya memberikan kepercayaan
kepada pihak sekolah terutama tenaga pendidik (guru kelas) yang
dimana guru mendidik anak dari pagi saat kegiatan belajar dimulai
hingga kegiatan belajar selesai.
Orang tua harus saling berkomunikasi mengenai perkembangan
anak kepada guru guna untuk menyingkronkan perkembangan
anak dirumah dan disekolah.
Orang tua dituntut untuk memberikan pola asuh yang baik agar
dapat membentuk kelekatan aman (secure attachment)
2. Bagi Guru
Guru harus menciptakan suasana kelas yang tidak
membosankan, guru juga harus mempunyai trik untuk
menghadapi anak yang tidak mandiri saat disekolah, guru harus
memberikan dorongan pada anak yang tidak mandiri, dan
berupaya untuk mengembangkan kemandirian anak, tentu dengan
adanya kerjasama antara guru dan orang tua.
3. Bagi Kepala Sekolah TK As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota
Jambi
Diharapkan sekolah dapat memberikan fasilitas dan mendukung
anak dalam proses belajar untuk meningkatkan kemandirian anak.
Dan memberikan informasi atau pengetahuan mengenai kelekatan
aman, pola asuh dan kemandirian anak usia dini melalui kegiatan
parenting atau pertemuan walimurid, dengan narasumber yang
berkaitan hal tersebut guna meningkatkan pengetahuan orang tua
mengenai hal tersebut agar kelak dapat menerapkan dalam
keseharian sehingga dapat mengembangkan kemandirian anak
usia dini.
4. Bagi mahasiswa PAUDI
Dapat menjadi referensi dan menambah wawasan dalam
meningkatkan kemandirian anak usia dini dengan adanya
131
hubungan kelekatan antara orangtua dan anak, untuk dapat
diterapkan dalam kehidupan peneliti dan bagi pembaca.
5. Bagi para peneliti selanjutnya
Disarankan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang
sama untuk melakukan penelitian ini dengan subjek dan sekolah
yang berbeda. Agar diperoleh hasil penelitian yang lebih luas dan
bermanfaat sebagai bahan informasi bagi dunia pendidikan.
D. Penutup
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jesmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini sangat diperlukan untuk mengoptimalkan
perkembangan otak anak, pendidikan anak usia dini hendaknya dapat
diartikan secara luas yang mencakup seluruh proses stimulasi psikososial
dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga
pendidikan. Stimulasi perlu diberikan kepada anak usia dini mengingat
masa usia dini merupakan golden age bagi tumbuh kembang anak.
Mandiri adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur
pikiran, perasaan dan tindakan sendii secara bebas serta berusaha sendiri
untuk mengatasi perasaan malu dan keragu-raguan. Tak terkecuali
seorang anak pada akhirnya kelak juga harus dapat tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang mandiri agar dapat unggul dalam setiap
kompetisi. Mandiri dimulai dari lingkungan keluarga, yang berupa
pemberian kesempatan untuk menyelesaikan tugas sederhana tanpa
bantuan, kebebasan dalm mengambil keputusan, dan mengembangkan
diri sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan.
Kemandirian anak akan berkembang dengan baik jika diberikan
kesempatan melalui berbagai latihan secara terus menerus dan bertahap.
132
Latihan-latihan tersebut dapat berupa tugas-tugas tanpa memerlukan
bantuan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan
kemampuan anak. Kemandirian memberikan dampak yang positif bagi
anak, jadi tidak ada salahnya jika diajarkan sedini mungkin yang
diseuaikan dengan tahapan perkembangan dan kemampuan anak.
Kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang
bersifat afektif antar satu orang dengan orang lainnya yang mempunyai
arti khusus. Hbungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan
memberikan rasa aman walaupun figure lekat tidak tampa dalam
pandangan anak karena terjadi secara alamiah. Terdapat serangkaian
proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut.
Proses pembentukan kelekatan harus didasarkan pada keyakinan
anak terhadap penerimaan lingkungan akan mengembangkan kelekatan
yang aman dan figur lekatnya (secureattachment) dan mengembangkan
rasa percaya pada orangtua dan lingkungan.
Dalam meningkatkan kemandirian anak, anak perlu diberikan
dorongan untuk dapat melakukan sesuatu dengan sendiri tanpa bantuan
orang lain, melatih kemandirian anak diperlukan kesabaran dan usaha
yang keras, mendidik anak untuk mandiri akan berdampak positf untuk
usia selanjutnya dan pendidikan selanjutnya.
Terdapatnya hasil penelitian ini diperoleh dari observasi yang dimana
peneliti mengamati anak kelompok usia dini 4-5 tahun, kelompok A Taman
Kanak-kanak As-salam Kecamatan Alam Barjo Kota Jambi kemudian
melakukan wawancara pada orang tua siswa yang diamati dan
wawancara pada pihak sekolah untuk mengetahui bagaimana kelekatan
aman orang tua terhadap kemandirian anak usia dini
Dengan demikian dapat dipahami dalam meningkatkan kemandirian
anak perlu adanya kelekatan antara ibu dan anak, dengan adanya ikatan
tersebut orang tua akan menciptakan pola asuh yang baik untuk
meningkatkan kemandirian anak, tidak hanya itu pengetahuan mengenai
133
kemandirian dan kelekatan akan menjadi penunjang ibu untuk
meningkatkan kemandirian anak usia dini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini msih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Harapan penulis
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mampu
memberikan masukan bagi pembaca dalam kelekatan orang tua terhadap
kemandirian anak usia dini 4-5 tahun di Taman Kanak-kanak As-salam
Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi serta membantu peneliti lain dalam
mendapatkan informasi yang berhubungan dengan tesis ini.
Jambi, November 2019
Penulis
Miari Edlin Kuswardani
MPU 1622592
134
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah Rabiatul, Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Anak, (Banjarmasin: ULM, 2017) Vol 1 No 1
A.R Baron dan Byrne D, Psikologi Sosial, Terjemahan Oleh Ratna Dewi
Djuwita, (Jakarta: Erlangga, 2009)
Aini Nurul, Problematika Anak Yang Hidup Tanpa Ayah (Malang:
Universitas Negeri Malang, 2012) Vol 2 No 1
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2015)
Artikel, Mengetahui Kelekatan dan Pengasuhan Pada Ank Usia Dini,
(https://www.kompasiana.com) diakses tanggal 15 April 2019
Asmani Mamur Jamal, Kiat Mengembangkan Bakat Anak di Sekolah
(Jogjakarta: Diva Press, 2012)
Bahr Syaiful Djamarah, Pola Asuh Orang Tua Dan Komunikasi Dalam
Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2014)
Berk, E Laura, Infants, Children And Adolscent (Boston: Ally and Bacon,
1999)
Cenceng, Perilaku Kelekatan Pada Ank Usia Dini (Perspektif John
Bowlby), (Samarinda: Institute Agama Islam Negeri Samarinda,
2017) Vol IXX No II
Chika Annisa, Hubungan Antara Kelekatan Orang tua Anak Terhadap
Kecerdasan Moral, (https://pshycology.binus.ac.id diakses tanggal
01 Agustus 2019
Dariyo, Agoes, Psikologi Perkembangan : Anak Tiga Tahun Pertama
(Bandung: Refika Aditama, 2010)
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan Bagi Orangtua
dan Guru Dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD,SMP,dan
SMA (Bandung:Rosda,2009)
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terejemahannya
(Bandung: Diponegoro,2010)
135
Detik Helath, Perilaku Anak Tanpa Ayah, Artikel (https://m.detik.com)
diakses tanggal 08 Mei 2019
Dr. Patmonodewo Soemiarti, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2009)
Ervika-Eka, Kelekatan (Attachment) Pada Anak, Jurnal (Medan:
Universitas Sumatra Utara, 2015) Vol 1 No 7
E syaodih, Peranan Bimbingan Guru, Pengasuhan Orang Tua dan
Interaksi Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial
Anak TK, (Bandung: PPS-IKIP, 2009)
Faisal Sanafiah, Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar Dan Aplikasi (Malang:
Yayasan Asah Asih, 2011)
Fauzul Muthmainah, Pengaruh Secure Attachment Terhadap Kemandirian
Anak Usia Dini di RA Muslimat Nu 1 Beliung Poncokusumo Malang,
(Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
2016) Vol 1 No 1
Gottman, J dan D. Joan, Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)
Habibi, M, Bimbingan Bagi Orang Tua Dalam Pencapaian Pola Asuh
Untuk Meningkatkan Kematangan Sosial Anak, (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2012) Vol 1 No 1
Hafiza Hanifa, Anak Yang Diasuh Oleh Orang Lain Atau Babysitter,
(https://www.kompasiana.com) diakses tanggal 22 Mei 2019
Hani Nurhayati, Hubungan Kelekatan (Secure Attachment) anak pada
Orang Tua Dengan Kemandirian Anak Kelompok B TK PKK 3
dodogan Jatimulyo Dlingo Bantul (Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta,2015) Vol 1 No 1
Hasan Alwi,dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka,
2009)
Helmi A.F, Kelekatan (Attachment) Pada Anak. Jurnal(Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada) Vol. 17, No 1
Hendri Mulyana Edi, Kemampuan Anak Usia IDni Mengelola Emosi Diri
Pada Kelompo B Di TK Pertiwi DWP Kecamatan tawang Kota
136
Tasikmalaya (Tasikmalaya: Universitas UPI Tasikmalata, 2017) Vol
1 No2
Hendrick Joanne, The Whole Child (New Jesey: Marril Prentice Hall, 2009)
Hetherington, E M, Social Support And Adjustment Of Children In
Divorced and Remairried Families Childhood,
(https://journals.sagepub.com) diakses tanggal 18 April 2019
Hj. Komala, Mengenal dan Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini
Melalui Pola Asuh Orang Tua dan Guru, Jurnal Vol 1 No 1
Hurlock B Elizabeth, Perkembangan Anak, Jilid 1, Terjemahan Meitasari
Tjandra, (Jakarta: Erlangga, 2012)
Hurlock Elizabeth, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta: Erlangga, 2011)
Iswidharmanjaya Derry, Bila Anak Usia Dini Bersekolag, ( Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2013)
Kartono Kartini, Psikologi remaja (Bandung: Mandar Maju, 2013)
Kountur Roni, Metode Penelitian Untuk Pembentukan Karakter Anak,
(Aceh: Jabal Ghafur Sigli Aceh, 2018) Vol 1 No 1
Latif Muktar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah: Panduan
Berbasis Penelitian Kualitatif Lapangan dan Perpustakaan,
(Jakarta: Gaung Persada Press, 2010)
Lia Suci, Kelekatan Orangtua Untuk Pembentukan Karakter, (Aceh:
Universitas Jabal Ghafur Sigli Aceh, 2018) Vol 1 No 1
Maentiningsih Desiani, Hubungan Antara Secure Attachment Dengan
Motivasi Berprestasi Pada Remaja, Jurnal (Jakarta:Universitas
Gunadharma,2009) Vol 1 no 3
Maimunah Hassan, Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Dive Press,
2010)
Mapiara Andi, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 2009)
Masher Riana, M.Si, P.Si, Emosi Anak Usia Dini Dan Strategi
Pengembangannya, (Jakarta: Kencana 2011)
137
Maulina Frisca, Tingkat Kemandirian Anak Usia Dini Ditinjau Dari Status
Kerja Ibu Di Kecamatan Reban Kabupaten Batang, (Semarang:
Universitas Semarang, 2014) Vol 1 No 1
Meleong J.Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012)
Mussen P,H, Perkembangan Dan Kepribadian Anak (Jakarta: Arcan,
2013)
Nazir Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2011)
Nugraha Ali, dkk, Program Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat,
Jurnal(Jakarta: Universitas Terbuka, 2011) Vol 2, No 2
Nugrohowati L Dwi, Hubungan Antara Kelekatan Yang Aman Dan
Keterbukaan Diri Dengan Penyesuaian Sosial Pada Mahasiswa
Angkatan 2015 Psikologis UNS, Jurnal (Surakarta: Universitas
Sebelas Maret, 2016) Vol 1 No1
Permendikbud RI No. 146 Tahun 2014, Tentang Kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta, 2014)
Priyatna, A, Focus on Children, (Jakarta: Gramedia, 2010)
Puryanti imul, Hubungan Kelekatan Anak Pada Ibu Dengan Kemandirian
di Sekolah, Jurnal (Semarang: UIN Semarang, 2012) Vol 1 No 2
Rahayu, Kemandirian Anak Prasekolah, (Malang: UIN Maulana Malik
Ibrahim, 2013) Vol 1 No 3
Rahmania Tia, Sentra Tumbuh Kembang Anak, (http://www.kancilku.com)
Diakses tanggal 15 April 2019
Sabari Yamin, Panduan PAUD, Pendidikan Anak Usia Dini (Jambi:
Referensi, 2013)
Saifuddin Azwar, Reliabilitas dan Validitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012)
Santrock J.W, Live Span Development, Terjemahan Oleh Ahmad Chasairi
dan Juda Damanik, (Jakarta: Erlangga, 2012)
138
Santrock J.W, Perkembangan Anak. Eds 11 (Jakarta: Salemba Humanika,
2011)
Santrock J, W, Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup Jilid
I) (Jakarta: Erlangga, 2012)
Shaffer David, R, Social And Personalitiy Develoopment, (USA:Thomson,
2009)
Sioetjiningsih S,H, Perkembangan Anak: Sejak Pembuahan Sampai
Dengan Kanak-Kanak Akhir, ( Jakarta: Prenada Media Grup, 2012)
Siregar S, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2013)
Soegeng Santoso, Dasar-dasar Pendidikan TK, (Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2012)
Soegeng Santoso, Dasar-dasar Pendidikan TK, (Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka, 2012)
Srinahayanti, Pengaruh Perceraian Pada Anak Usia Dini, (Jurnal Keluarga
Sehat Sejahtera, 2018) Vol 16
S.R.R Pudjiati dan Alzena Masykouri, Mengasah Kecerdasan di Usia 0-2
Tahun (Jakarta: Dirjen PAUDNI, 2011)
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010)
Sujiono Yuliani Nurani, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak
(Jakarta: PT ndeks, 2010)
Sunyoto Dadang, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis, (Yogyakarta: CAPS,
2011)
Sunarty Kustiah, Hubungan Pola Asuh Orang Tua dan Kemandirian Anak,
(Malang: Universitas Negeri Malang, 2016)
Surya Sutan, Melejitkan Multiple Intelligence Anak Sejak Dini (Yogyakarta:
Andi, 2010)
Susanto Ahmad, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam
Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Kencana, 2011)
Suwaid Muhammad Nur Abduh Hafizh, Prophetic Parenting Cara Nabi
SAW Mendidik Anak, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009)
139
Syamaun Normansya, Dampak Pola Asuh Orang Tua dan Guru Terhadap
Kecendrungan Perilaku Agresif Siswa, (Jakarta: Ar-Ruzz Media,
2012)
Tassoni Penny, Diploma Child And Education (Oxford: Heinemann
educational ublisher, 2009)
Thalib M, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak (Bandug:Irsyad
Baitur Salam, 2013)
Wiyani Novan Ardy dan Barnawi, Pendidikan Agama Islam: Berbasis
Pendidikan Karakter, (Bandung: Rosda, 2013)
W.L Eka dkk, Pengaruh Pengasuhan Ibu dan Nenek Terhadap
Perkembangan Kemandirian dan Kognitif Anak Usia Prasekolah,
(Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2016)
Wuryantari Tina, Hubungan Antara Attachment Objek Pengganti Dengan
Tempramen Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di Lingkungan Sikunir
Kelurahan Bargaslor Kecamatan Bargas, (Semarang: Universitas
Negeri Semarang, 2015) Vol 2 No 1
Yamin, M dan Sanan J, S, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
(Jakarta: Gaperindo, 2012)
Yusuf, S, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: PT
Remaja, 2009)
140
LAMPIRAN
141
Wawancara Dengan Kepala TK As-salam Di Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi
142
Wawancara Dengan Wali Murid Kelompok TK A Di
Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi
143
Wawancara Dengan Guru Kelas Kelompok TK A Di
Taman Kanak-Kanak As-salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi
144
Observasi Di Lingkungan TK As-salam Kecamatan Alam Barajo
Kota Jambi
145
CURRICULUM VITAE
Informasi Diri
Miari Edlin Kuswardani dilahirkan di Kabupaten
Kerinci pada 14 Januari 1994. Putri dari H. Edy
Kusnadi S.E dan Hj. Lidarnita S.Pd, Suami Miari Edlin Kuswardani adalah
Alex Syaputra S.T dengan 1 orang putri, yaitu Alesha Zareen Hadid.
Riwayat Pendidikan
Memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Baiturrahim Jambi pada tahun 2015, ijazah Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) diperolehnya pada tahun 2011, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
pada tahun 2008, dan memperoleh ijazah Sekolah Dasar (SD) pada tahun
2005.
Pengalaman Kerja
Pengalaman Kerja, yaitu sebagai Kepala Kelompok Bermain di PAUD As-
salam Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi pada tahun 2017- sekarang.